bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42577/2/bab i.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan organ tubuh terbesar, berjumlah lebih dari 10% bobot tubuh
dengan fungsi utamanya sebagai pelindung antara tubuh bagian dalam dan bagian
luar. Selain itu kulit juga mempunyai fungsi lain seperti absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan fungsi
keratinisasi. Kerusakan pada kulit dapat mengganggu kesehatan maupun penampilan
seseorang. Proses kerusakan kulit ditandai dengan munculnya keriput, sisik, kering,
dan pecah-pecah (Walters, 2002; Lestari, 2004). Faktor lingkungan seperti paparan
panas, dingin, debu, polusi udara dan air, serta radiasi sinar matahari dapat
mempengaruhi kesehatan kulit sehingga kulit menjadi kering dan kasar (Agnessya,
2008).
Salah satu hal penting penyebab kerusakan kulit adalah radikal bebas
(Maysuhara, 2009). Radikal bebas dapat mengikat dan merusak komponen sel seperti
lemak, protein, dan asam nukleat sehingga menyebabkan terjadinya penuaan dini
pada kulit. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut tubuh memerlukan
suatu substansi penting yang dapat menetralkan radikal bebas seperti antioksidan.
Secara alamiah tubuh memiliki mekanisme pertahanan antioksidan sendiri, namun
pada keadaan tertentu bila jumlah radikal bebas terus bertambah dan pertahanan
antioksidan tubuh tetap, maka radikal bebas tersebut tidak dapat dinetralkan dan
berakibat pada kerusakan sel. Kerusakan tersebut berpotensi untuk mempercepat
proses terjadinya penuaan dan kanker (Rohmatussolihat, 2009).
Senyawa yang dapat menstabilkan radikal bebas adalah antioksidan. Senyawa
ini dapat menghambat reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Hudson,
1990). Antioksidan yang terdapat dalam tubuh seperti enzim superoksida dismutase
dan glutation peroksidase tidak mampu menekan produk oksidasi yang disebabkan
oleh radikal bebas setiap saat. Konsumsi nutrisi dari luar yang bersifat antioksidan
seperti vitamin C, vitamin E dan jenis karotenoid dapat membantu tubuh melawan
2
kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas tersebut (Wijaya, 1996). Antioksidan
menstabilkan radikal bebas dan melengkapi kekurangan elektron yang memiliki
radikal bebas, serta menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal
bebas yang dapat menimbulkan stress oksidatif. Menurut Prabantini (2010),
berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi menjadi dua yaitu antioksidan alami
(antioksidan hasil ekstraksi bahan alam) dan antioksidan buatan/sintetik (antioksidan
yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia). Contoh antioksidan alami umumnya
seperti senyawa flavanoid, tannin, vitamin C, vitamin E dan lain-lain. Sedangkan
contoh antioksidan sintetik seperti Butil Hidroksi Anisol (BHA) dan Butil Hidroksi
Toluena (BHT). Penelitian yang dilakukan oleh Basma (2011) didapat bahwa
antioksidan sintetik (BHA dan BHT) dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan
karsinogenesis. Hal ini menyebabkan penelitian dan penggunaan antioksidan alami
semakin meningkat.
Salah satu bahan alam yang sudah dikenal terbukti khasiatnya sebagai
antioksidan adalah tanaman marigold (Tagetes erecta L.). Kandungan lutein pada
marigold dapat berfungsi sebagai antioksidan (Zhang et al., 1991) serta dapat
meningkatkan fungsi kekebalan, menekan pertumbuhan kanker payudara, serta
menekan pembelahan sel limfosit (Chew et al., 1996). Lutein adalah oksikarotenoid,
atau xantofil, yang mengandung 2 kelompok akhir siklik (satu beta dan satu cincin
alfa-ionone) dan struktur isoprenoid C-40 dasar yang umum untuk semua karotenoid
dan merupakan salah satu unsur utama dan pigmen utama bunga marigold. Bunga
dari tanaman marigold digunakan sebagai penyembuh deman, untuk meredakan
epilepsi, astringent, mencegah perut kembung, skabies, komplikasi penyakit liver,
dan mengobati penyakit mata. Marigold juga digunakan sebagai antibakteria,
antimikroba, antioksidan, repellant (Priyanka et al, 2013). Pada bunga marigold ini
terdapat dua komponen metabolit sekunder flavonoid dan karotenoid. Flavonoid
seperti kuersetin, rutin, diketahui sebagai antioksidan yang potensial (Gong et al.,
2012). Pada umumnya karotenoid merupakan antioksidan yang bahkan lebih efektif
menangkap radikal bebas (Tapan, 2005).
3
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Phurutivorapongkul et al (2013),
ekstrak etanol bunga marigold memiliki IC50 3,70 µg/ml. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Valyova et al, (2012), IC50 bunga marigold dengan pelarut etanol 7,6
µg/ml ± 0,1. Tingkat kekuatan antioksidan dikatakan baik bila memiliki IC50 <50
µg/ml. Semakin kecil nilai IC50 maka akan semakin tinggi pula aktivitas
antioksidannya (Phurutivorapongkul et al., 2013).
Maka dari itu, dalam penggunaan sebagai antioksidan, bunga marigold dibuat
dalam bentuk sediaan krim agar mempermudah pemakaian, meningkatkan
aseptabilitas dan efektifitasnya.
Krim merupakan suatu sediaan yang berbentuk setengah padat yang memiliki
kandungan satu atau lebih bahan obat terlarut dan terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai (Depkes, 1995). Krim adalah emulsi setengah padat baik bertipe air dalam
minyak maupun minyak dalam air (Ansel, 1989). Keuntungan sediaan krim adalah
efektifitas khasiat bahan aktif pada kulit meningkat, mudah digunakan, mudah
diratakan pada kulit dan juga mudah dicuci. Sediaan krim pun dibagi atas dua tipe,
yaitu air dalam minyak (a/m) dan minyak dalam air (m/a).
Krim tipe M/A (vanishing cream) mudah dicuci dengan air, jika digunakan
pada kulit, maka akan terjadi penguapan dan peningkatan konsentrasi dari suatu obat
yang larut dalam air sehingga mendorong penyerapannya ke dalam jaringan kulit
(Ansel,2005). ). Krim dengan sistem emulsi minyak dalam air (m/a) lebih banyak
disukai daripada krim sistem emulsi air dalam minyak (a/m) karena merupakan
sistem penghantar optimal untuk bahan aktif yang mudah larut dalam air dan lebih
acceptable, selain itu mudah diaplikasikan ke kulit serta meninggalkan rasa nyaman
dibanding krim tipe air dalam minyak (a/m) (Dipahayu, 2014).
Formulasi yang terdapat pada sediaan krim dapat mempengaruhi jumlah dan
kecepatan zat yang diabsorbsi. Dalam pemilihan basis yang akan digunakan untuk
formulasi harus tepat karena sangat mempengaruhi absorbsi suatu obat. Zat aktif pada
sediaan krim harus dipilih basis yang tepat dengan berdasarkan karakteristik bahan
aktif yang terpilih, agar obat dapat kontak di permukaan kulit serta dapat berpenetrasi
ke jaringan dan dalam lapisan kulit agar tercapai efek yang diinginkan.
4
Dari hasil pertimbangan diatas maka pembuatan sediaan krim dipilih pada
penelitian ini. Krim antioksidan yang mengandung ekstrak bunga marigold dibuat
dengan konsentasi ekstrak etanol bunga marigold sebesar 4%, 6%, dan 8% dengan
menggunakan vanishing cream sebagai basis. Penambahan asam stearat dan
trietanolamin digunakan sebagai emulsifying agent. Pada formulasi ini juga
ditambahkan nipagin dan nipasol sebagai pengawet. Agar kandungan air dalam
sediaan krim tidak hilang maka ditambahkan humektan, yaitu gliserin dan
ditambahkan antioksidan BHT dan Sodium Metabisulfit. Kemudian ditambahkan
enhancer yaitu propilen glikol. Parameter yang diperiksa pada penelitian ini meliputi
pengujian efektivitas kadar antioksidan dengan metode DPPH yaitu menggunakan
spektrofotometri UV-Vis. Untuk evaluasi sediaan dilakukan penentuan karakteristik
fisik dengan evaluasi organoleptis, penetapan pH, tipe emulsi, viskositas, daya sebar,
stabilitas dan efektifitas sediaan krim antioksidan ekstrak etanol bunga marigold
(Tagetes erecta L.). Pada formulasi ini dipilih krim tipe m/a karena mudah dicuci
dengan air dan tidak lengket.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana sifat fisika dan kimia sediaan krim yang mengandung ekstrak
etanol bunga marigold dengan variasi kadar (4%,6%, dan 8%)?
1.2.2 Bagaimana stabilitas sediaan krim antioksidan ekstrak etanol bunga
marigold dengan variasi kadar (4%, 6%, dan 8%)?
1.2.3 Bagaimana pengaruh ekstrak etanol bunga marigold pada berbagai kadar
(4%, 6%, dan 8%) terhadap aktivitas antioksidan pada krim?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui sifat fisik antioksidan sediaan krim yang mengandung
ekstrak bunga marigold pada kadar 4%, 6%, dan 8%.
1.3.2 Untuk mengetahui stabilitas sediaan krim antioksidan yang mengandung
ekstrak etanol bunga marigold pada kadar 4%, 6%, dan 8%.
1.3.3 Untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol bunga marigold pada berbagai
kadar (4%, 6%, dan 8%) terhadap aktivitas antioksidan pada krim.
5
1.4 Hipotesis
1.4.1 Semakin meningkat kadar ekstrak etanol bunga marigold maka sifat fisika
dan kimia krim semakin baik.
1.4.2 Semakin meningkat kadar ekstrak etanol bunga marigold maka efektifitas
krim semakin baik.
1.4.3 Semakin meningkat kadar ekstrak etanol bunga marigold maka stabilitas
krim semakin baik.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan
formula krim ekstrak etanol bunga marigold sebagai krim antioksidan.