bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kompetisi di era global semakin ketat. Termasuk dalam layanan jasa
finansial. ASEAN adalah wilayah dengan ekonomi yang cukup besar dan cepat
tumbuh. Total Produk Domestik Bruto (PDB) yang diperkirakan mencapai US $
2,55 triliun untuk tahun 2016, ini secara kolektif merupakan ekonomi terbesar ke-
6 di dunia. Jumlah ini lebih dari lima kali lipat dari output PDB 8 tahun yang lalu
pada tahun 1998, ketika ASEAN dilanda krisis finansial Asia tahun 1997.
Menurut laporan Service Report (2017) menjelaskan ada perkembangan
signifikan dalam lanskap kelembagaan dan daya saing ekonomi kawasan ini
selama bertahun-tahun, terutama yang terjadi dalam lima tahun terakhir. Kondisi
tersebut merupakan peluang sekaligus ancaman bagi industri jasa finansial bank.
Price Watercoopers (2017) menggambarkan tingginya risiko kredit. Negara-
negara di ASEAN masih memiliki hambatan dengan kemampuan perbankannya.
Kinerja perbankan di negara-negara ASEAN masih di bawah kinerja bank
dari negara di luar ASEAN. Menurut Global Banking Industry Outlook (2017)
bahwa sejak tahun 2016, industri perbankan global melanjutkan tren divergensi:
bank-bank di AS dan Inggris mencatat aktivitas bisnis yang lebih baik,
profitabilitas bank-bank di Jepang, rasio NPL (non-performing loan) untuk bank
Australia relatif rendah. Bank di ASEAN berada di bawah tekanan yang
meningkat, bank-bank Brasil menghadapi tekanan besar untuk meningkatkan
kualitas aset, bank-bank zona euro, yang masih tertekan, memiliki banyak
2
ketidakpastian dalam prospek pertumbuhan mereka, bank-bank di negara-negara
Afrika mencatat perkembangan pesat tetapi rasio NPL secara keseluruhan relatif
lebih tinggi. Tekanan terhadap kinerja perbankan di ASEAN menurut Fitch rating
(2017) menurunkan kualitas aset dan keuntungan seiring dengan risiko yang
mengkristal. Ditegaskan tiga belas dari 17 sistem finansial berada pada prospek
negatif untuk 2017 dibandingkan dengan tujuh untuk tahun 2016. Ngo (2012)
mengemukakan bahwa kinerja perbankan seperti di Vietnam menurun seiring
waktu seiring meningkatnya sektor perbankan, pasar finansial lebih bebas, dan
ketika dunia dan ekonomi regional bermasalah. Vietnam telah mereformasi
lembaga finansialnya (Leung 2009). Nguyen (2017) mengemukakan produktivitas
dan efisiensi sebagai masalah bank di Vietnam. Bank-bank Vietnam kurang
berkembang dan menghadapi persaingan sengit dari bank asing. Kondisi yang
sama di Malaysia, menurut Abrahim dan Chiang (2016) kurang mengembirakan.
Konsentrasi industri perbankan Malaysia berada pada tren menurun. Industri
perbankan Malaysia tidak efisien pada akhirnya berdampak pada kinerja.
Menurut Price Waterhouse Coopers (2017) para bankir optimis dengan
pertumbuhan ekonomi. Prakiraan untuk pertumbuhan kredit sangat dekat dengan
estimasi 2017 baru-baru ini oleh Bank Indonesia. Sekitar setengah dari bank
memperkirakan pertumbuhan lebih dari 10%, dengan 29% memperkirakan
pertumbuhan lebih dari 15%.. Perbankan di Indonesia memiliki kecenderungan
bermasalah dalam modal, dan risiko sistemik.
Kondisi sistem finansial di Philipina tidak jauh berbeda. Albert dan Ng
(2012) mengemukakan bagaimana sistem finansial dan reformasi finansial
3
perbankan di Philipina dalam rangka menghadapi keterbukaan ekonomi.
Persaingan di Industri perbankan serta tekanan terhadap perbankan di ASEAN
mendorong perlunya perubahan-perubahan dalam kerangka kerja strategis.
Negara-negara di ASEAN sepakat mendukung integrasi perbankan di bawah
kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ASEAN Banking Integration
Framework (ABIF) Guidelines sebagai kerangka operasional bagi negara-negara
ASEAN dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip dan proses integrasi
perbankan. Berdasarkan ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint 2025
(2016) agenda integrasi finansial ASEAN mencakup inisiatif utama, yang terkait
dengan Industri Keuangan dan Perbankan yaitu:
a. Berkomitmen untuk melakukan liberalisasi sektor jasa keuangan melalui
ATISA, yang akan berfungsi sebagai platform untuk menghubungkan pasar
keuangan di dalam kawasan dan dengan mitra kerja;
b. Memberikan akses pasar yang lebih besar dan fleksibilitas operasional untuk
Bank ASEAN Berkualitas atau Qualified ASEAN Bank (QAB) melalui
Perbankan ASEAN. Kerangka Kerja Integrasi atau ASEAN Banking
Framework (ABIF), berdasarkan masing-masing Negara kesiapan dan
secara timbal balik, sehingga mengurangi kesenjangan akses pasar dan
fleksibilitas operasional di seluruh ASEAN;
Salah satu konsep yang diimplementasikan adalah QAB. Konsep QAB
masuk dalam kerangka kerja ASEAN Banking Integration Framework (ABIF).
ABIF merupakan bagian dari ASEAN Framework Agreement on Services
4
(AFAS), yang akan menyempurnakan atau melengkapi liberalisasi di bidang
finansial dan berusaha menjalankan ketentuan-ketentuan AFAS.
Berdasarkan AEC blueprint (2016) bahwa Status Qualified ASEAN Bank
(QAB) diberikan kepada perbankan di kawasan ASEAN yang berhasil beroperasi
dibawah kerangka kerja yang terintegrasi, 1) berhak menjalankan operasi di
seluruh negara ASEAN, 2) ekspansi kredit dan ekspansi dengan cara melakukan
merger, konsolidasi, akuisisi, dapat melakukan kooperatif strategi dengan
melakukan partnership, kolaborasi, aliansi strategis dan Joint venture. Kriteria
untuk menjadi QAB lainnya tata kelola (well managed), modal (well
capitalised), rekomendasi dari otoritas (recommended by authorities), lulus
ketentuan Basel, dan bank yang dinilai penting di negara asalnya (systemic bank).
Mengacu pada AEC Blueprint (2016) salah satu persyaratan untuk
menjadi QAB adalah jumlah minimum rasio kecukupan modal sebesar 17,5%.
Modal penting dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko
kerugian. Faktanya rata-rata modal 10 bank terbesar didunia mencapai $ 73
milyar, tertinggi mencapai $138,022 milyar. Berbeda dibandingkan dengan modal
di negara-negara ASEAN menurut The banker data base (2017) struktur modal
bank di ASEAN yang masih lemah.
Perbankan di ASEAN berupaya memperlihatkan kesiapannya dalam
menghadapi ASEAN dengan meningkatkan CAR di berbagai Bank. Aset yang
dimiliki belum mampu menyaingi aset bank-bank besar lainnya di tingkat dunia.
Kepemilikan aset antar perbankan ASEAN masih belum merata, termasuk di
Indonesia. Bank terbesar di Indonesia jumlah aset nya masih hanya 1/6 dari aset
5
bank di Singapura. Hal ini mempersulit ekspansi ke luar ASEAN atau pun
bertahan wilayah regional ASEAN. Bank yang efisien adalah bank yang memiliki
aset yang berkualitas. Rata-rata aset 10 bank terbesar memiliki aset $ 1.3 triliun,
tertinggi mencapai $2,3 triliun. Berbeda dibandingkan dengan modal di negara-
negara ASEAN.
Berdasarkan analisis data finansial bank di ASEAN, Aset yang dimiliki
lebih rendah jika dibandingkan dengan China, atau Australia. 10 Bank dengan
struktur modal terbesar di dunia dikuasai oleh perbankan dari Negara Tirai Bambu
yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. 1 Daftar 10 Bank terbesar di Dunia di luar ASEAN
Rank Prev
Rank Bank Name
Year
End Country City
Strength
$Mn Assets Asset $Mn Tier
1 Capital
Tier 1
Capital %ch
1 1 ICBC 31-Des-
2017 China Beijing 324,125.96 15.24 4,007,226.27 1
2 2
China
Construction
Bank
31-Des-
2017 China Beijing 272,215.05 20.54 3,398,522.73 2
3 4 Bank of
China
31-Des-
2017 China Beijing 224,437.79 12.68 2,990,387.71 4
4 6
Agricultural
Bank of
China
31-Des-
2017 China Beijing 218,104.30 15.63 3,234,006.45 3
5 3 JP Morgan
Chase & Co
31-Des-
2017 US
New York
(NY) 208,644.00 0.26 2,533,600.00 6
6 5 Bank of
America
31-Des-
2017 US
Charlotte
(NC) 191,496.00 0.62 2,281,477.00 9
7 8 Wells Fargo
& Co
31-Des-
2017 US
San
Francisco
(CA)
178,209.00 3.99 1,951,757.00 11
8 7 Citigroup 31-Des-
2017 US
New York
(NY) 164,841.00 -7.59 1,842,465.00 14
9 10
Mitsubishi
UFJ
Financial
Group
31-Des-
2017 Japan Tokyo 153,043.60 12.58 2,890,454.99 5
10 9 HSBC
Holdings
31-Des-
2017 UK London 150,954.00 9.37 2,521,771.00 7
Sumber: Financial Timer (2018)
6
Berdasarkan data yang dirilis oleh Financial times (2018) bahwa tidak ada
bank di ASEAN yang berada pada posisi sebagai 50 bank dengan struktur modal
tertinggi di dunia. Hal ini diprediksi mempersulit bank-bank di ASEAN seperti
Indonesia, Vietnam, dan Thailand untuk bertahan di ASEAN. Bank-bank di
ASEAN dihadapkan pada bank-bank di tingkat dunia yang memiliki aset dan
modal yang lebih kuat. Struktur modal, aset perbankan di ASEAN sangat variatif
20 Bank terbesar di ASEAN pada tahun 2014, ranking teratas masih dikuasai oleh
negara Singapura dan Malaysia. Perbankan Indonesia kedudukannya masih
dikalahkan oleh beberapa bank yang berasal dari Thailand. Berikut 20 bank di
ASEAN dengan aset terbesar 2014 (dalam juta dolar AS).
Tabel 1. 2 Daftar 20 bank di ASEAN dengan aset terbesar 2014
Bank Kantor
Pusat
Penda
patan
Bersih
Total
Aset
Kapitali
sasi
Pasar
Kas
atau
setara
kas
Negara ASEAN
yang diekspansi
DBS Group Singapura 3.194 332.653 38.447 14.733 Indonesia
Oversea-
Chinese
Banking Corp.
Singapura 3.033 302.881 31.457 19.109 Brunei Darussalam,
Indonesia dan
Malaysia
United
Overseas Bank
Singapura 2.565 231.551 29.678 26.484 Indonesia,
Malaysia, Filipina,
Thailand
Malayan
Banking
Malaysia 2.053 182.864 24.405 18.858 Indonesia, Filipina,
Singapura,Kamboja
CIMB Group Malaysia 950 118.280 13.376 10.332 ASEAN
Public Bank Malaysia 1.381 98.735 20.181 3.220 Kamboja, Laos,
Vietnam
Bangkok Bank Thailand 1.119 83.862 11.252 1.822 ASEAN
Krung Thai
Bank
Thailand 1.022 83.238 9.640 2.269 Laos, Myanmar dan
Singapura
Siam
Commercial
Bank
Thailand 1.642 82.033 18.771 1.282 Kamboja,
Myanmar, Laos,
Singapura dan
Vietnam
Kasikorn Bank Thailand 1.421 72.596 16.653 1.764 Laos, Myanmar dan
Vietnam
7
Bank Kantor
Pusat
Penda
patan
Bersih
Total
Aset
Kapitali
sasi
Pasar
Kas
atau
setara
kas
Negara ASEAN
yang diekspansi
Bank Mandiri Indonesia 1.676 68.788 20.227 5.746 Malaysia dan
Singapura
Bank Rakyat Indonesia 2.045 64.518 23.121 5.935 Singapura
RHB Capital Malaysia 623 62.646 5.598 6.185 ASEAN
Hong Leong
Financial
Group
Malaysia 526 59.256 5.268 .. Kamboja, Singapura
dan Vietnam
Hong Leong
Bank
Malaysia 648 53.079 7.735 .. Kamboja,
Singapura dan
Vietnam
Bank Central
Asia
Indonesia 1.391 44.443 26.034 4.710 Singapura
BDO Unibank Filipina 514 41.655 8.788 6.951 Singapura
AMMB
Holdings
Malaysia 557 40.643 6.646 3.771 Indonesia
Metropolitan
Bank and
Trust
Filipina 453 35.864 5.092 5.594 Singapura
Bank Negara Indonesia 910 33.514 9.152 2.904 Singapura
Total of the top 20 ASEAN
banks
27.722 2.093.099 331.522 141.669 ..
Source: UNCTAD 2017b, berdasar data Bloomberg and situs perusahaan (2017) )
Bahkan Perbankan di Indonesia, masih banyak bank yang belum bisa
melakukan transaksi devisa dan belum memiliki status bank devisa. Selain
permodalan dan aset yang mempengaruhi kinerja yang menjadi tolok ukur dari
perbankan adalah likuiditas, efisiensi, jumlah network atau jaringan dan teknologi
digital yang dimiliki serta faktor non finansial seperti inflasi, suku bunga acuan
dan nilai tukar. Berdasarkan data dari Bloomberg, kinerja perbankan di masing-
masing negara ASEAN yaitu sebagai berikut:
8
Tabel 1. 3 Nilai Rasio Nilai Rata-rata Indikator Finansial dari 7 Perbankan
Negara-negara ASEAN pada tahun 2015
No BANK Bank
Total
Return on
Average
Assets %
Total
Capital
Ratio
%
Net
Interest
Margin
%
Cost to
Income
Ratio
%
Return on
Average
Equity %
1 Indonesia 36 1.01 18.22 4.85 72.66 7.19
2 Malaysia 3 1.27 15.90 1.84 39.20 15.66
3 Thailand 8 1.34 16.11 3.42 49.10 13.09
4 Philippine 13 1.46 18.36 4.51 59.00 12.04
5 Singapore 2 1.10 16.40 1.62 40.26 12.34
6 Vietnam 3 0.88 13.65 3.31 66.68 10.23
7 Laos 1 1.79 5.68 4.29 55.38 25.03
Average 1.26 14.90 3.41 54.61 13.65
Source: Proceed
Data menunjukkan bahwa indikator finansial dari 7 perbankan negara-
negara ASEAN tidak merata. Sedangkan proporsi total aset dan net income adalah
sebagai berikut:
Gambar 1. 1 Proporsi total set dan pendapatan Bank di ASEAN
Persentase net income tertinggi adalah bank dari Indonesia sebesar
28.52%. Total aset tertinggi adalah Singapura sebesar 29.44% dan terendah dari
Laos dan Vietnam dengan rincian seperti pada tabel berikut.
19.21% 18.42%
21.96% 9.60%
29.44% 1.26%
0.12%
28.52% 15.54%
24.21% 8.94%
21.92% 0.75%
0.12%
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%
Indonesia
Thailand
Singapore
Laos
The Proportion of Total Asset and Net Income for ASEAN Countries
Percentage of NI Percentage of TA
9
Tabel 1. 4 Total Assets and Net Income of 7 Banking ASEAN Countries for
the End of 2015
No Bank Total Assets Net Income Ratio
NI /TA
Percentage
of Total
Assets
Percentage of
Net Income
1 Indonesia 349,560,041 7,225,558 2.07% 19.21% 28.52%
2 Malaysia 335,184,100 3,937,882 1.17% 18.42% 15.54%
3 Thailand 399,652,312 6,133,119 1.53% 21.96% 24.21%
4 Philippines 174,626,138 2,265,473 1.30% 9.60% 8.94%
5 Singapore 535,807,235 5,555,059 1.04% 29.44% 21.92%
6 Vietnam 22,952,933 191,161 0.83% 1.26% 0.75%
7 Laos 2,106,432 29,469 1.40% 0.12% 0.12%
Average 1,819,889,192 25,337,721 1.33% 100.00% 100.00%
Source: Proceed, TA is total asset, NI is Net Income.
Tabel 1. 5 The average level of growth in Financial Indicators 7 Banking
ASEAN Countries over 2012-2015
No Countries ROA TA CAP NIM COST NI ROE
1 Indonesia -75.21% 22.59% -0.01% -1.49% 3.00% -35.45% -68.54%
2 Malaysia 1.17% 6.79% 0.08% -7.68% -0.67% 18.40% -2.30%
3 Thailand 13.92% 9.63% 4.28% -0.35% -1.39% 24.95% 11.26%
4 Philippine -8.03% 19.93% -2.37% 1.53% 1.37% 8.79% -8.18%
5 Singapore 6.57% 10.48% 1.09% -2.34% -2.17% 19.46% 9.73%
6 Vietnam 1.15% 8.07% 10.39% -3.49% 16.19% 13.40% -2.74%
7 Laos 10.72% 55.89% -18.56% 53.79% 23.96% 52.57% 8.88%
Average -7.10% 19.05% -0.73% 5.71% 5.75% 14.59% -7.41%
Source: Proceed, ROA is return on asset, TA is total asset, Cap is total
capital ratio, NIM is net interest margin, COST is cost to income ratio, NI is
net income and ROE is return on equity
Berdasarkan hasil pra penelitian, diperoleh gambaran mengenai fenomena
bahwa size asset Bank ASEAN secara keseluruhan masih jauh di bawah bank-
bank asal Negara China, Australia maupun Eropa. Pada Tahun 2015 Malaysia
menambah satu nama bank besar di Asia Tenggara dengan potensi aset Rp 2.300
10
triliun. Hal itu tercipta setelah merger tiga bank, yaitu CIMB Group, RHB Capital,
dan Malaysia Building Society.
Perbankan di ASEAN mengantisipasi ABIF dengan memperkuat
permodalan, kualitas SDM dan efisiensi. Hasil penelitian Wu, et al (2016)
menjelaskan masalah efisiensi masih menjadi fokus perbankan . Lee and
Fukunaga (2014) menjelaskan bahwa diperlukan penguatan kerjasama untuk
menghadapi tantangan global yang lebih ketat sehingga lebih dapat berdaya saing
dan menekan potensi risiko baru yang ada. Sementara di Indonesia,
jumlah bank terlalu banyak. Bank Mandiri masih urutan 11 di ASEAN. Tren di
dunia perbankan global adalah ukurannya dan kekuatan. Jumlah tidak menjadi
ukuran keberhasilan, Konsolidasi seperti merger raksasa di Malaysia maupun di
sejumlah negara di Eropa, Asia, dan Amerika dilakukan sebagai tuntutaan
persaingan.
Merger dapat meningkatkan efisiensi dan peningkatan produktivitas. Nilai
tambah saham dari pemilik bank menjadi lebih baik. Negara-negara di ASEAN
mendorong iklim agar pemilik bank melakukan konsolidasi, seperti merger,
sehingga dihasilkan bank yang kuat di ASEAN. Pada 2020, industri perbankan di
ASEAN bakal dibuka bebas. Negara-negara di ASEAN dituntut memiliki bank
yang besar dan kuat sehingga bisa bersaing di tingkat dunia. Berdasarkan data
dari Bloomberg, dari sisi modal, perbankan yang modalnya paling besar di
ASEAN berasal dari Singapura, dan masuk 3 besar. DBS dengan jumlah modal
US$ 26,5 miliar, diikuti dengan UOB US$ 19,2 miliar, dan OCBC dengan modal
11
US$ 18 miliar. Dibandingkan dengan bank dari China, Australia maupun Eropa,
jumlah modal tersebut masih perlu peningkatan signifikan.
Sementara dari sisi kapitalisasi pasar, bank terbesar di ASEAN adalah
DBS asal Singapura dengan nilai US$ 33,1 miliar dan diikuti oleh OCBC dengan
nilai US$ 27,7 miliar. Sementara dari sisi aset, 3 bank Singapura menempati 3
besar di ASEAN, yaitu DBS dengan aset US$ 318,4 miliar, OCBC dengan aset
US$ 268,1 miliar, dan UOB dengan aset US$ 225,2 miliar. Ada 3 bank asal
Indonesia yang masuk 15 besar di ASEAN yaitu Bank Mandiri, Bank Rakyat
Indonesia (BRI), dan Bank Central Asia (BCA). Bank Mandiri nomor 8 di
ASEAN dengan modal US$ 7, 3 miliar, diikuti BRI di peringkat 10 dengan modal
US$ 6,5 miliar, dan BCA di peringkat 13 dengan modal US$ 5,3 miliar.
Sementara dari sisi kapitalisasi pasar, BCA peringkat 6 senilai US$ 19,4 miliar,
diikuti Bank Mandiri peringkat 8 senilai US$ 15,1 miliar, kemudian BRI di
peringkat 10 dengan nilai US$ 14,7 miliar. Sisi aset begitu, bank-bank Indonesia
masih kalah jauh dengan bank dari Singapura. Pada 2013, Indonesia mempunyai
120 bank, sementara di Singapura hanya 3 bank dan semuanya menjadi raja di
ASEAN. Untuk Malaysia, bank di negeri jiran tersebut ada 8 bank.
Penetrasi bank-bank asing di ASEAN saat ini sudah sangat besar. Hal ini
terlihat dari dominasi cabang bank-bank milik asing di ASEAN. Bahkan untuk
Indonesia kantor cabang bank-bank milik asing saat ini mencapai 43,4% dari
total kantor cabang bank-bank yang beroperasi. Masih banyak bank di Negara-
negara ASEAN yang memiliki Aset dan Modal rendah. Bahkan jauh dibawah
perbankan negara lain yang sudah siap pula untuk merambah ke ASEAN di Era
12
perdagangan bebas dunia maupun MEA bidang finansial dan perbankan Tahun
2020.. McKinsey Global Institute (2017) memperkirakan urbanisasi di negara-
negara ASEAN akan meningkat dari 36 menjadi 43 persen pada tahun 2030 dan
jumlah rumah tangga di kelas konsumen akan berlipat ganda dari 81 juta menjadi
163 juta. Bank-bank di ASEAN memerlukan kerangka kerja untuk mengantisipasi
persaingan mengingat potensi pasar di ASEAN
Bank Dunia memperkirakan bahwa 73 untuk 80 persen orang di Indonesia,
Filipina, dan Vietnam dan sekitar 30 persen dari mereka di Malaysia dan Thailand
tidak memiliki hubungan perbankan. Ekonomi ASEAN adalah diperkirakan akan
tumbuh sekitar 4 hingga 6 persen setiap tahun di tahun-tahun mendatang, 4 dan
sebagai kekayaan rata-rata naik, permintaan untuk produk perbankan yang lebih
beragam, dan semakin kompleks serta saldo rata-rata lebih tinggi. Pertumbuhan
dana perbankan akan tinggi namun faktanya hanya mampu diraih oleh perbankan
dengan modal yang kuat.
Selain modal, jaringan yang dimiliki para perbankan di ASEAN masih
timpang. Bank dengan kemampuan modal yang tinggi tetap menguasai jaringan.
Perbankan dari beberapa negara seperti Indonesia, Thailand maupun Malaysia
belum mengoptimalkan fungsi IT untuk transaksi, di sisi lain potensi tersebut
belum dikelola oleh perbankan di ASEAN secara optimal. Pertumbuhan
penggunaan ponsel sebagai cara utama untuk mengakses layanan di ASEAN
sangat tinggi (Barquin, et al 2017).
Hal ini merupakan tantangan untuk perbankan di ASEAN untuk
melakukan langkah-langkah strategis, baik berupa strategi korporasi maupun
13
strategi kooperatif atau kemitraan. Wheleen & Hunger (2015) menegaskan bahwa
perusahaan dapat melakukan strategi korporasi atau strategi kemitraan. Beberapa
literatur menyebutkan strategi korporasi dan bisnis sebagai salah satu indikator
kinerja perusahaan, seperti Wheleen & Hunger (2015) dan David (2013), Hubbard
& Beamish (2011). David (2013) menyebutkan beberapa rasio finansial yang
digunakan untuk mengevaluasi strategi terdiri dari: Return on Investment (ROI),
Return on Equity (ROE), profit margin, market share, debt to equity, earnings per
share, sales growth, assets growth.
Faktanya strategi tersebut menghadapi kendala. Kenyataannya bahwa
terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi strategi korporasi maupun
strategi kemitraan. Pada saat size asset dan modal jumlahnya masih jauh dari
perbankan dari luar negeri, maka bank harus melakukan langkah berupa strategi
korporasi berupa melakukan peningkatan aset dan modal dapat melalui merger
maupun akuisisi dengan bank lain yang lebih besar atau sama. Untuk kondisi di
Indonesia hanya sedikit bank yang memiliki aset dan modal yang besar.
Berdasarkan hal tersebut, masih banyak bank yang memiliki aset dan
modal yang masih jauh dengan bank pesaing di ASEAN. Dalam rangka
menghadapi Era MEA bidang finansial dan perbankan tahun 2025 dimana akan
sangat bebas perbankan dari negara-negara ASEAN dapat masuk ke Indonesia
dengan kategori kepemilikan modal dan aset yang jauh lebih memadai.
Penulis akan melakukan penelitian untuk mendapatkan keyakinan
bahwa faktor finansial yang terdiri dari permodalan, aset, likuiditas, efisiensi, fee-
based income, networking, teknologi digital yang sudah Go Public se ASEAN dan
14
faktor nonfinansial, GCG (Good Corporate Governance) dan faktor ekonomi
makro seperti inflasi, nilai tukar , suku bunga acuan menjadi hal yang utama
untuk mewujudkan kinerja perbankan.
Selain itu dalam rangka meningkatkan kompetisi global maka Strategi
Kooperatif dapat dilakukan oleh bank dalam meningkatkan kinerja untuk
mempertahankan keberlangsungan bank. Strategi management mutlak harus
dilakukan, sebagaimana dinyatakan Wheelen & Hunger (2015) bahwa strategic
management is defined as the set of decisions and actions that result in the
formulation and implementation of plans designed to achieve a company’s
objectives. Strategi manajemen terdiri dari strategi korporasi, strategi bisnis dan
strategi fungsional. Aksi korporasi, dimana beberapa aksi korporasi yang
dilakukan perusahaan meliputi right issue, merger, akuisisi, divestasi, dan lain-
lain (Mehmood & Hanif, 2014:142). Kebijakan korporasi mempengaruhi harga
saham perusahaan go-public.
Beberapa faktor perkiraan perubahan kinerja suatu perusahaan go-
public akan mempengaruhi pergerakan harga saham di bursa meliputi misalnya
perkiraan tingkat laba, earning per share (EPS) dan dividen tunai yang akan
dibagikan serta tingkat rasio utang dan rasio nilai buku. Perbankan yang memiliki
modal masih relatif kecil, jika ingin bersaing maka harus melakukan langkah
strategis dan mengambil keputusan untuk dapat melakukan peningkatan modal
baik organik maupun anorganik. Jika tidak dapat dilakukan melalui organik maka
dapat dilakukan melalui anorganik seperti merger atau akusisi bank yang setara
atau lebih kecil modalnya untuk dapat dilakukan penggabungan, agar bank lebih
15
kuat secara permodalan sehingga lebih leluasa untuk bergerak dan melakukan
ekspansi bisnis.
Strategi berikutnya adalah strategi bisnis, perkembangan ilmu strategic
management, khususnya startegi bisnis menghasilkan konsep-konsep yang
beragam, antara lain competitive strategy (porter 1980), cooperative strategy
(Dyer 1998), Partnership strategy (Lasker 2001), Alliance Strategy (Ireland 2002)
dan Coopetition strategy (morish 2007). Hasil-hasil riset yang telah dilakukan
tersebut di atas berdampak pada pertumbuhan bisnis perusahaan. Belum ada riset
yang secara specific dan komprehensif menghubungkan antara konsep
permodalan, size asset dan likuiditas, efisiensi, jaringan kantor dan beban
karyawan serta pertumbuhan bisnis bank baik melalui corporate stategy maupun
cooperative strategy, dan business performance bersama-sama membentuk model
management untuk kinerja bank.
Bank bekerjasama atau aliansi (startegi kooperatif ) dengan perbankan
atau jaringan kantor branchless banking untuk peningkatan modal dan aset,
aliansi strategis dengan bank lokal dengan bank yang masuk ke Indonesia dengan
melakukan Cooperative strategy seperti aliansi atau kemitraan, kolaborasi,
Partnership, Customer Relationshop Marketing (CRM) dan joint venture. Thomas
L. Wheelen dan J. David Hunger (2012), menjelaskan strategi kooperatif
digunakan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri
dengan bekerja sama dengan perusahaan lain.
Beberapa Bank di Indonesia maupun di ASEAN sudah banyak yang
melakukan strategi kooperatif untuk meningkatkan kinerja. Strategi tersebut
16
berorientasi pada keuntungan, memperbesar pasar dan memperluas bisnis.
Beberapa aliansi strategi yaitu semua bank yang tergabung dalam ATM bersama,
Visa, Master, beberapa Bank yang menggunakan jaringan rintis yang dimiliki
oleh BCA. Bank yang sudah melakukan kolaborasi antara lain Bank Mandiri,
Taspen dan Pos membentuk bank mantap. Saat ini strategi kooperatif bisa
dilakukan lintas negara (cross boarder) antara lain Bank Mandiri, Bank BRI dan
Bank BNI kerjasama dengan bank di China. Beberapa bank melakukan Co-
Branding (cooperative Branding) baik dengan bank lagi berupa kartu kredit,
maupun dengan komunitas untuk mengakuisi sejumlah nasabah yang langsung
menjadi nasabah.
Beberapa bank bekerjasama untuk meningkatkan layanannya melalui
Wealth Management dengan perusahaan asuransi dan reksadana, sebagai contoh
Bank bjb dengan AIA dan Sinar Mas, serta beberapa lembaga reksadana antara
lain Sucorinvest, Syailendra, Danareksa. Bank BRI dengan Bank Jateng
melakukan MOU aliansi strategis untuk pengembangan kredit mikro di daerah.
Di Singapura kerjasama UOB dengan SingPost serta DBS kerjasama dengan
Nicco Asset Management Asia Ltd.
Berdasarkan penelitian terdahulu, Wang et al (2011) The relationship
between bank performance and intellectual capital in East Asia, dan Al-Musali
& Ismail (2014) Intellectual capital and its effect on financial performance of
banks: Evidence from Saudi Arabia, Lin (2006) serta Wright et al. (2009)
menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja.
17
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan besar lebih menjanjikan untuk
kinerja yang baik (Lin, 2006). Calisir et al. (2010) menemukan pengaruh positif
ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan sektor teknologi informasi dan
komunikasi di Turki. Huang (2002) menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh
ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan Taiwan yang berada di China.
Talebria et al. (2010), tidak menemukan pengaruh ukuran perusahaan terhadap
kinerja perusahaan yang terdaftar di Tehran Stock Exchange. Memperhatikan hal
tersebut, dalam rangka situasi MEA yang akan datang, maka Peneliti ingin
meneliti lebih lanjut bahwa faktor finansial, non finansial, GCG dan ekonomi
makro kaitannya dengan kinerja dengan melalui pelaksanaan strategi korporasi
dan strategi kooperatif. Sebagai mana peneliti terdahulu bahwa strategi aliansi
sangat penting untuk meningkatkan kinerja secara signifikan (Lerner and Rajan,
2006).
Inisiasi kerjasama antara perusahaan, aliansi strategis untuk bekerjasama
secara legal untuk mengakses sumber daya untuk memperkuat posisi persaingan
(Baum et al., 2000; Gulati, 1995). Aliansi korporat melibatkan investasi
hubungan spesifik yang besar dan mekanisme kerja sama yang sudah berjalan
lama (Baker et al., 2002; Garvey, 1995; Gay and Dousset, 2005), dan aktivitas
kolaboratif antar perusahaan seperti itu menciptakan jaringan bisnis yang dapat
menjadi sumber nilai penting (Jensen and Meckling, 1991). Sementara literatur
manajemen besar telah mengeksplorasi pola, motivasi dan manfaat bagi
perusahaan untuk masuk ke dalam perjanjian aliansi (Daset al., 1998; Eisenhardt
and Schoonhoven, 1996; Gulati, 1995; Stuart et al., 1999), pengetahuan masih
18
kurang mengenai konsekuensi finansial dari kegiatan aliansi perusahaan (Lerner
and Rajan, 2006).
Perbankan yang memiliki keunikan dalam resourches dapat menerapkan
strategi kompetitif. Perbankan dapat melakukan kolaborasi (kerjasama bank
dengan supplier), strategi aliansi (kerjasama bank dengan pesaing), Partnership
(kerjasama bank dengan mitra), joint venture (mendirikan bank) untuk
memperkuat struktur modal. Ekspansi dan pengembangan bisnis dapat
menggunakan strategi lain yang tidak bersifat organik, atau anorganik dengan
melakukan strategi kooperatif kolaborasi dengan bank-bank lain untuk
meningkatkan kinerja bank.
Penelitian tentang kinerja bank sudah banyak dilakukan oleh beberapa
peneliti. Di tingkat ASEAN penelitian yang menghasilkan strategi untuk kinerja
masih terbatas. Hasil penelitian mengenai kinerja perbankan di ASEAN dapat
dijadikan sebagai kerangka kerja strategis dan operasional untuk memastikan
sistem finansial domestik cukup sehat untuk menahan efek berkepanjangan dan
tekanan ekspansi perbankan asing di tengah episode ketidakstabilan yang
mungkin timbul akibat perang dagang yang dilancarkan oleh AS. Peran sektor
perbankan di kawasan ASEAN menjadi lebih penting dari sebelumnya. Bank akan
bertindak sebagai jembatan yang menghubungkan ekonomi untuk meningkatkan
pertumbuhan yang berkelanjutan dan memperluas inklusi finansial di semua
sektor ekonomi dan sosial.
Berdasarkan fenomena diatas maka penelitian ini fokus pada penentuan
faktor apa yang menentukan kinerja finansial bank. Indikator kinerja fokus pada
19
return on asset serta return on equity. Berbeda dengan penelitian sebelumnya,
penelitian ini menggunakan dua persamaan simultan sehingga dapat dijelaskan
variabel mana yang menjadi penentu perubahan return on asset maupun return on
equity baik finansial, non finansial, GCG dan ekonomi makro. Indikator finansial,
non finansial, GCG dan ekonomi makro sebagai pendorong perubahan laba atau
pengaruh kepada kinerja bank. Selanjutnya menentukan strategi apa yang paling
cocok untuk meningkatkan kinerja dan menghadapi integrasi bank-bank di
ASEAN.
Memperhatikan hal tersebut di atas maka, penelitian ini ingin meneliti
lebih lanjut mengenai pengaruh finansial, non finansial, GCG dan ekonomi makro
terhadap kinerja yang pada akhirnya dapat dilakukan pemecahan masalah dalam
memilih strategi antara lain strategi korporasi yaitu merger dan akuisisi, serta
strategi kooperatif yaitu aliansi strategi, partnership, collaboration dengan Bank
maupun lembaga finansial dan non finansial lainnya untuk meningkatkan kinerja
dan memperbesar akses bank, melalui penelitian dengan topik disertasi:
“Determinan Kinerja Bank Dalam Menghadapi Asean Banking Integration
Framework (ABIF) Untuk Mempersiapkan Qualified Asean Bank (QAB)
Tahun 2025.
1.2. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, dan Rumusan Masalah
1.2.1. Identifikasi Masalah
Kinerja perbankan di ASEAN dilihat dari pertumbuhan pangsa pasar,
finansial, masih kurang dibandingkan dengan bank lain diluar kawasan ASEAN
seperti China maupun Eropa. Struktur modal dinilai masih rendah dibandingkan
20
dengan tuntutan global. Perbankan di 7 Negara ASEAN memiliki aset dan modal
yang tidak merata. Perbankan di Indonesia saat ini memiliki aset lebih rendah
jika dibandingkan dengan perbankan ASEAN. Apabila bank- bank di ASEAN
akan bersaing dengan bank- bank berasal dari luar ASEAN atau pun bertahan di
negeri sendiri, maka bank-bank ASEAN yang memiliki aset dan Modal yang
lemah harus melakukan aksi korporasi untuk meningkatkan Size Asset dan
modal.
Di Era MEA perbankan Tahun 2025 yang akan menerapkan Asean
Banking Integraton Framework (ABIF) serta mempersiapkan Qualified ASEAN
Bank (QAB), persaingan menuntut Bank untuk meningkatkan kinerja bank yang
berkelanjutan dengan memenuhi persyaratan yang akan diberlakukan.
Persyaratan yang diberlakukan antara lain bank harus memenuhi permodalan
(well capitalize), Capital Adequacy Ratio (CAR), Good Corporae Governance,
dan bank yang sistemik. Kondisi saat ini masih banyak bank di ASEAN yang
memiliki aset dan modal yang masih jauh dibawah perbankan negara lain. Bank di
ASEAN belum menunjukan aspek finansial seperti struktur modal, asset, feebase,
efisiensi yang beberapa peneliti melakukan penelitian bagaimana pengaruh
finansial terhadap kinerja bank, sebagian yang berpengaruh positif, sebagian lagi
berpengaruh negatif, dengan wilayah penelitian yang berbeda-beda. Untuk itu
perlu pengkajian lebih lanjut, apakah finansial berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja bank.
Persyaratan menjadi QAB juga salah satunya adalah GCG, maka
penerapan GCG yang ditunjukan dengan score self assestment yang baik dan
21
kepatuhan penetapan jumlah komisaris independen sudah baik. Namun pada
kenyataannya ranking teratas dunia memiliki score GCG sangat baik, dan
memiliki kinerja sangat baik. Beberapa peneliti sudah melakukan GCG
berpengaruh terhadap kinerja bank, dan sebagian lagi tidak berpengaruh terhadap
kinerja. Untuk itu dipelukan pengkajian pengaruh GCG terhadap kinerja bank.
Kinerja Bank yang baik dihasilkan oleh faktor non finansial yang terdiri
dari faktor internal bank, human capital, jaringan, dgital service. Para peneliti
dalam mengkaji dampak non finansial terhadap kinerja bank berbeda.
Peningkatan kualitas human capital yang memiliki daya saing dengan dipimpin
oleh manajemen yang memiliki kekuatan Good Corporate Governance
memberikan pengaruh terhadap kinerja bank. Diferensiasi untuk meningkatkan
kekuatan bank, termasuk strategi yang dikembangkan dari respon yang kreatif
terhadap perubahan-perubahan internal atau eksternal perusahaan masih kurang.
Perbankan belum menyadari perlunya memantapkan kekuatan internal dan
eksternal secara sistematis untuk menciptakan dan membangun daya saingnya..
Jaringan atau network masih belum optimal selain untuk meningkatkan layanan
juga untuk meningkatkan inklusi keuangan serta brand image tetap diperlukan
walaupun digital bank sudah membantu percepatan dan peningkatan layanan. Para
peneliti dalam mengkaji dampak non finansial yang berpengaruh terhadap kinerja,
antara lain human capital, jaringan, masih berbeda-beda. Untuk itu diperlukan
pengkajian yang lebih komprehensif, apakah non finansial berpengaruh terhadap
peningkatan kinerja.
22
Era MEA bidang finansial dan perbankan yang semula direncanakan
Tahun 2020 menjadi Tahun 2025 belum diikuti oleh langkah strategis sebagai
upaya perbankan baik strategi korporasi maupun strategi kooperatif untuk meraih
market share di ASEAN. Dukungan perekonomian negara yang memiliki
fundamental ekonomi stabil baik inflasi, pertumbuhan ekonomi, maupun nilai
tukar memberikan pengaruh terhadap kinerja. Bank di ASEAN masih menghadapi
kendala berupa hambatan regulasi, dan struktur modal untuk bekerjasama baik
melalui merger maupun akuisisi. Implementasi strategi korporasi dan strategi
kooperatif untuk perbankan di ASEAN masih sangat terbatas. Lingkungan bisnis
yang semakin kompetitif belum diikuti dengan kemampuan beradaptasi dengan
perubahan yang ada agar dapat tetap bertahan dalam persaingan bisnis itu. Para
Peneliti mengkaji dampak dari ekonomi makro terhadap kinerja bank berbeda-
beda, dengan wilayah penelitian berbeda. Untuk itu diperlukan kajian untuk
meneliti pengaruh ekonomi makro terhadap kinerja bank di ASEAN.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Penelitian ini memiliki batasan masalah, mengingat fokus penelitian
mengkaji dampak finansial, non finansial, GCG dan ekonomi makro serta
implikasinya terhadap kinerja bank melalui strategi korporasi dan strategi
kooperatif yang dilakukan. Berikut batasan penelitian :
1. Unit analisis pada penelitian ditentukan hanya pada Industri perbankan
yang sudah Go Public se ASEAN.
23
2. Unit observasi dilakukan pada laporan keuangan Bank yang telah Go
Public di masing-masing Negara ASEAN. dan aktif pada tahun 2017.
3. Kajian penelitian mengeksplorasi beberapa variabel yaitu modal, aset,
likuiditas, efisiensi, networking, rasio SDM terhadap earning asset,
Teknologi Informasi, GCG dan Variabel Lingkungan bisnis yang terdiri
dari inflasi, suku bunga acuan, nilai tukar, pengaruhnya terhadap kinerja
untuk menentukan keputusan strategi yaitu strategi korporasi, dan strategi
kooperatif.
1.2.3 Rumusan Masalah
Kajian pada penelitian ini memiliki tujuan akhir pada peningkatan kinerja
industri perbankan di Indonesia agar dapat bersaing di ASEAN. Berdasarkan
Identifikasi serta batasan masalah diatas, maka dapat diungkapkan rumusan
masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran finansial yang terdiri dari permodalan, aset,
likuiditas, efisiensi, fee-based income, non finansial terdiri dari
Networking, Human capital , GCG dan Faktor ekonomi makro serta
kinerja Bank yang sudah Go Public se ASEAN
2. Apakah ada pengaruh faktor finansial terdiri permodalan, size asset,
likuiditas, fee-based income, dan efisiensi terhadap kinerja bank yang
sudah Go Public se ASEAN
3. Apakah ada pengaruh faktor non finansial terdiri dari networking,
human capital , digital service terhadap kinerja bank yang sudah Go
Public se ASEAN
24
4. Apakah ada pengaruh faktor Good Corporate Governance terhadap
kinerja Bank yang sudah Go Public se ASEAN.
5. Apakah ada pengaruh faktor ekonomi makro yang terdiri dari inflasi,
suku bunga acuan, nilai tukar terhadap kinerja bank yang sudah Go
Public di ASEAN
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini akan menganalisa implementasi faktor finansial seperti
permodalan, Size Asset dan kualitas aset, likuiditas, fee-based income, efisiensi,
faktor non finansial earning asset/Jumlah SDM, Networking, Good Corporate
Governance (GCG), serta ekonomi makro terhadap kinerja bank. Berdasarkan
analisa maka tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh bukti
empiris dan menemukan kejelasan fenomena tentang dampak dari faktor internal
dan faktor esternal pada kinerja bank untuk memilih problem solving strategi
korporasi dan strategi kooperatif di industri perbankan di 7 Negara ASEAN.
Adapun tujuan penelitian ini secara khusus untuk menganalisa:
1. Gambaran Finansial yang terdiri dari permodalan, aset, likuiditas,
efisiensi, fee-based income, non finansial terdiri dari networking, Human
capital , GCG dan faktor ekonomi makro serta kinerja bank yang
sudah go-public se-ASEAN
2. pengaruh faktor finansial terdiri permodalan, size asset, liquiditas, fee-
based income, dan efisiensi terhadap kinerja bank yang sudah go-public
se ASEAN
25
3. Pengaruh faktor Non-Finansial terdiri dari Networking, Human capital ,
Digital Service terhadap kinerja Bank yang sudah go-public se ASEAN
4. pengaruh faktor Good Corporate Governance terhadap kinerja bank yang
sudah go-public se ASEAN.
5. Pengaruh faktor ekonomi makro yang terdiri dari inflasi, suku bunga
acuan, nilai tukar memiliki pengaruh terhadap kinerja bank yang sudah
go-public se ASEAN
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Kegunaan Akademis
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan teori dan bagi dunia akademisi karena dapat memunculkan
pengembangan konsep ilmu tentang faktor finansial yang terdiri dari permodalan
size dan kualitas aset, likuiditas, efisiensi, dan faktor non-finansial seperti Earning
Asset/Jumlah SDM, Networking, teknologi digital yang digunakan, serta faktor
Good Corporate Governance terhadap kinerja bank dan faktor ekonomi makro
yang terdiri dari inflasi, suku bunga acuan, nilai tukar terhadap kinerja bank.
Untuk para akademisi, hasil penelitian sebagai salah satu referensi dalam
pengembangan kajian ilmu manajemen strategik, khususnya dalam
pengembangan model faktor internal yang terdiri dari permodalan size dan
kualitas aset, likuiditas, efisiensi, earning asset/Jumlah SDM, networking,
teknologi digital yang digunakan, serta faktor eksternal yang terdiri dari inflasi,
suku bunga acuan, nilai tukar, kinerja bank, strategi korporasi, strategi kooperatif.
26
1.4.2 Kegunaan Praktis
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai alternatif model solusi yang
berguna bagi kalangan praktis dalam meningkatkan nilai perusahaan dan kinerja
pada 7 Negara ASEAN melalui penetapan finansial, non finansial Good
Corporate Governance dan ekonomi makro, serta penelitian dapat digunakan
sebagai referensi dalam merumuskan kebijakan dalam faktor finansial yang terdiri
dari permodalan size dan kualitas aset, likuiditas, efisiensi, earning Asset/jumlah
SDM, networking, digital Service yang digunakan, Good Corporate Governance
serta faktor ekonomi makro yang terdiri dari inflasi, suku bunga acuan, nilai tukar
untuk meningkatkan kinerja bank.
Hasil penelitian sebagai masukan perbankan di Indonesia dan di ASEAN
dalam menyusun strategi korporasi dan strategi kooperatif untuk meningkatkan
kinerja perusahaan melalui penggunaan sumber daya internal perusahaan yang
dimilikinya, serta pengembangan orientasi pasar, dan pengadaptasian kekuatan
persaingan di industri perbankan dalam menghadapi berbagai situasi.
Sebagai salah satu referensi untuk menyusun pedoman bagi para pembuat
regulasi dan pemerintah dalam menyusun Peraturan Pemerintah/Undang-undang
perbankan di dalam negeri yang diperlukan untuk mendorong perbankan agar
mampu meningkatkan kinerjanya, dalam meghadapi situasi MEA untuk bersaing
dalam penerapan strategi ASEAN Banking Integration Framework dan
mempersiapkan diri meningkatkan diri menjadi bank yang memiliki kualitas QAB
(Quality ASEAN Bank) yang dapat memperluas ekspansinya ke luar negeri
khususnya ASEAN.