bab i pemikiran imam mazhab

Download Bab i Pemikiran Imam Mazhab

If you can't read please download the document

Upload: kurniawan-adi-prastyo

Post on 05-Dec-2015

267 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

pemikiran imam madzhab

TRANSCRIPT

BAB I PEMIKIRAN IMAM MAZHABA. PENDAHULUANPada masa dinasti Abbasiyah tahun 750 1258 M muncul mazhab mazhab fiqh yang diantaranya empat imam mazhab yang terkenal yaitu imam Hanafi dari kufah, imam maliki dari madinah, imam Syafii dari gaza, dan Imam Hanbali dari baghdad.Mereka merupakan ulama fiqh yang paling agung dan tiada tandingannya di dunia dengan kitab- kitab yang terkenal yang sangat memberi andil dalam pengembangan ilmu fiqh yaitu al-fiqhul Akbar karangan imam Abu hanifah, kitab Al-Muwattha karangan Imam Maliki, kitab al-umm karangan Imam Syafii Dan Kitab Al- kharraj karangan Imam Hanbali. Pada Masa Ini Ulama juga Telah Menyusun Ilmu ushul Fiqh yaitu ilmu tentang kaidah kaidah dalam pengambilan hukum Islam. Ar- Risalah Karangan Imam Syafii Adalah merupakan Kitab Ushul Fiqh yang paling pertama.B. SEJARAH KEMUNCULAN MAZHAB1. Pengertian mazhabMenurut Bahasa mazhab berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fiil madhi dzahaba yang berarti pergi. Sementara menurut Huzaemah T. Yanggo bisa juga berarti al-rayu yang artinya pendapat.Sedangkan secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah T. Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam. Selanjutnya Imam Mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud mazhab meliputi dua pengertiana. Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Quran dan hadits.b. Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-Quran dan hadits.2. Sejarah Singkat Munculnya Mazhab FiqhSebenarnya ikhtilaf telah ada di masa sahabat, hal ini terjadi antara lain karena perbedaan pemahaman di antara mereka dan perbedaan nash (sunnah) yang sampai kepada mereka, selain itu juga karena pengetahuan mereka dalam masalah hadis tidak sama dan juga karena perbedaan pandangan tentang dasar penetapan hukum dan berlainan tempat. Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam telah tersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke nagara yang baru tersebut. Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah sukar dilaksanakan. Sejalan dengan pendapat di atas, Qasim Abdul Aziz Khomis menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf di kalangan sahabat ada tiga yakni : 1. Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Quran 2. Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat 3. Perbedaan para sahabat disebabkan karena rayu.Setelah berakhirnya masa sahabat yang dilanjutkan dengan masa Tabiin, muncullah generasi Tabiit Tabiin. Ijtihad para Sahabat dan Tabiin dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya yang tersebar di berbagai daerah wilayah dan kekuasaan Islam pada waktu itu. Generasi ketiga ini dikenal dengan Tabiit Tabiin. Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai ketika memasuki abad kedua hijriah, di mana pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Abbasiyyah.Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah The Golden Age. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Umayah.Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah yang besar. Periode ini dalam sejarah hukum Islam juga dianggap sebagai periode kegemilangan fiqh Islam, di mana lahir beberapa mazhab fiqih yang panji-panjinya dibawa oleh tokoh-tokoh fiqh agung yang berjasa mengintegrasikan fiqih Islam dan meninggalkan khazanah luar biasa yang menjadi landasan kokoh bagi setiap ulama fiqih sampai sekarang.Sebenarnya periode ini adalah kelanjutan periode sebelumnya, karena pemikiran-pemikiran di bidang fiqh yang diwakili mazhab ahli hadis dan ahli rayu merupakan penyebab timbulnya mazhab-mazhab fiqh, dan mazhab-mazhab inilah yang mengaplikasikan pemikiran-pemikiran operasional. Ketika memasuki abad kedua Hijriah inilah merupakan era kelahiran mazhab-mazhab hukum dan dua abad kemudian mazhab-mazhab hukum ini telah melembaga dalam masyarakat Islam dengan pola dan karakteristik tersendiri dalam melakukan istinbat hukum.Kelahiran mazhab-mazhab hukum dengan pola dan karakteristik tersendiri ini, tak pelak lagi menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan beragamnya produk hukum yang dihasilkan. Para tokoh atau imam mazhab seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Ahmad bin Hanbal dan lainnya, masing-masing menawarkan kerangka metodologi, teori dan kaidah-kaidah ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam menetapkan hukum. Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para tokoh dan para Imam Mazhab ini, pada awalnya hanya bertujuan untuk memberikan jalan dan merupakan langkah-langkah atau upaya dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang dihadapi baik dalam memahami nash al-Quran dan al-Hadis maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya dalam nash.Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam mazhab tersebut terus berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan ia -tanpa disadari- menjelma menjadi doktrin (anutan) untuk menggali hukum dari sumbernya. Dengan semakin mengakarnya dan melembaganya doktrin pemikiran hukum di mana antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan yang khas, maka kemudian ia muncul sebagai aliran atau mazhab yang akhirnya menjadi pijakan oleh masing-masing pengikut mazhab dalam melakukan istinbat hukum.Teori-teori pemikiran yang telah dirumuskan oleh masing-masing mazhab tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting artinya, karena ia menyangkut penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi yang sistematis dalam usaha melakukan istinbat hukum. Penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi tersebut inilah dalam pemikiran hukum Islam disebut dengan ushul fiqh.Sampai saat ini Fiqih ikhtilaf terus berlangsung, mereka tetap berselisih paham dalam masalah furuiyyah, sebagai akibat dari keanekaragaman sumber dan aliran dalam memahami nash dan mengistinbatkan hukum yang tidak ada nashnya. Perselisihan itu terjadi antara pihak yang memperluas dan mempersempit, antara yang memperketat dan yang memperlonggar, antara yang cenderung rasional dan yang cenderung berpegang pada zahir nash, antara yang mewajibkan mazhab dan yang melarangnya.Menurut penulis, perbedaan pendapat di kalangan umat ini, sampai kapan pun dan di tempat mana pun akan terus berlangsung dan hal ini menunjukkan kedinamisan umat Islam, karena pola pikir manusia terus berkembang. Perbedaan pendapat inilah yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab Islam yang masih menjadi pegangan orang sampai sekarang. Masing-masing mazhab tersebut memiliki pokok-pokok pegangan yang berbeda yang akhirnya melahirkan pandangan dan pendapat yang berbeda pula, termasuk di antaranya adalah pandangan mereka terhadap kedudukan al-Quran dan al-Sunnah.C. DASAR-DASAR PEMIKIRAN MAZHAB EMPAT DAN SEBAB TIMBULNYA PERBEDAAN1. Dasar-dasar Pemikiran Mazhab EmpatBerkembangnya dua aliran ijtihad rasionalisme dan tradisinalisme telah melahirkan madzhab-madzhab fiqih islam yang mempunyai metodologi kajian hukum serta fatwa-fatwa fiqih tersendiri, dan mempunyai pengikut dari berbagai laposan masyarakat. Dalam sejarah pengkajian hukum islam dikenal beberapa madzhab fiqih yang secara umum terbagi dua, yaitu madzhab sunni dan madzhab syii. Di kalangan Sunni terdapat beberapa madzhab, yaitu hanafi, maliki, syafii dan hambali. Sedangkan di kalangan syiah terdapat dua madzhab fiqih, yaitu Zaidiyah dan Jafariah. Namun yang masih berkembang kini hanyalah madzhab Jafariah dan Syiah Imamiyah.Dalam makalah ini, penulis hanya membatasinya pada mazhab-mazhab fiqh dari golongan sunni. Berikut ini kami sebutkan riwayat fuqoha-fuqoha yang mazhabnya dibukukan dan mereka mempunyai pengikut diberbagai negara-negara besar.a. Imam Abu Hanifah (80-150 H)Nama lengkapnya adalah Numan ibn Tsabit ibn Zuthi (80-150 H). Ia dilahirkan di Kufah, pada zaman dinasti Umayyah tepatnya pada zaman kekuasaan Abdul malik ibn Marwan.Dikala muda ia mempelajari fiqh dari Hammad bin Abu Sulaiman, beliau juga banyak belajar pada ulama-ulama tabiin seperti Atha bin Abu Rabah dan Nafi Maula Ibnu Umar. Pada awalnya Abu hanifah adalah seorang pedagang, atas anjuran al-Syabi ia kemudian menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah belajar fiqih kepada ulama aliran irak (rayu). Imam Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan berfikir dalam memecahkan masalah-masalah baru yang belum terdapat dalam al-Quran dan al-Sunnah. Ia banyak mengandalkan qiyas (analogi) dalam menentukan hukum.Imam Abu Hanifah dikenal sebagai ulama yang luas ilmunya dan sempat pula menambah pengalaman dalam masalah politik, karena di masa hidupnya ia mengalami situasi perpindahan kekuasaan dari khalifah Bani Umayyah kepada khalifah Bani Abbasiyah, yang tentunya mengalami perubahan situasi yang sangat berbeda antarta kedua masa tersebut.Madzhab Hanafi berkembang karena kegigihan murid-muridnya menyebarkan ke masyarakat luas, namun kadang-kadang ada pendapat murid yang bertentangan dengan pendapat gurunya, maka itulah salah satu ciri khas fiqih Hanafiyah yang terkadang memuat bantahan gurunya terhadap ulama fiqih yang hidup di masanya.Ulama Hanafiyah menyusun kitab-kitab fiqih, diantaranya Jami al-Fushulai, Dlarar al-Hukkam, kitab al-Fiqh dan qawaid al-Fiqh, dan lain-lain. Dasar-dasar Madzhab Hanafi adalah :a. Al-Quranul Karimb. Sunnah Rosu dan atsar yang shahih lagi masyhurc. Fatwa sahabatd. Qiyase. Istihsanf. Adat dan uruf masyarakatAkhirnya Abu Hanifah meninggal dunia pada bulan Rejab 150H/767M ketika di dalam penjara disebabkan termakan makanan yang diracuni orang. Dalam riwayat lain disebutkan bahawa beliau dipukul dalam penjara sehingga mati. Kematian tokoh ilmuan Islam ini dirasai oleh dunia Islam. Solat jenazahnya dilangsungkan 6 kali, setiapnya didirikan oleh hampir 50,000 orang jamaah. Abu Hanifah mempunyai beberapa orang murid yang ketokohan mereka membolehkan ajarannya diteruskan kepada masyarakat. Antara anak-anak murid Abu Hanifah yang ulung ialah Zufar (158H/775M), Abu Yusuf (182H/798M) dan Muhammad bin Hasan al-Syaibani (189H/805M)b. Imam Malik (93-179 H)Beliau adalah Maliki bin Annas bin Abu Amir. Ia dilahirkan di madinah pada tahun 93 H. Ia menuntut ilmu pada ulama Madinah. Orang pertama yang menjadi tempat belajar adalah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga pada belajar pada Nafi maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab az-Zuhri. Adapun gurunya dalam fiqh adalah Rabiah bin Abdur Rahman.Karyanya yang terkenal adalah kitab al-Muwatta, sebuah kitab hadits bergaya fiqh. Inilah kitab tertua hadits dan fiqh tertua yang masih kita jumpai. Dia seorang Imam dalam ilmu hadits dan fiqih sekaligus. Orang sudah setuju atas keutamaan dan kepemimpinannya dalam dua ilmu ini.Dalam fatwa hukumnya ia bersandar pada kitab Allah kemudian pada as-Sunnah. Tetapi beliau mendahulukan amalan penduduk madinah dari pada hadits ahad, dalam ini disebabkan karena beliau berpendirian pada penduduk madinah itu mewarisi dari sahabat. Setelah as-Sunnah, Malik kembali ke Qiyas. Satu hal yang tidak diragukan lagi bahwa persoalan-persoalan dibina atas dasar mashlahah mursalah.Dasar madzhab Maliki dalam menentukan hukum adalah :1. Al-quran2. Sunnah3. Ijma ahli madinah4. Qiyas5. Istishab / al-Mashalih al-MursalahMalik pernah dihukum oleh gabenor Madinah pada tahun 147H/764M kerana telah mengeluarkan fatwa bahawa hukum talak yang cuba dilaksanakan oleh kerajaan Abbasid sebagai tidak sah. Kerajaan Abbasid ketika itu telah membuat fatwa sendiri bahawa semua penduduk perlu taat kepada pemimpin dan barangsiapa yang enggan akan terjatuh talak ke atas isterinya ! Memandangkan rakyat yang lebih taatkan ulama daripada pemimpin, pemerintah Abbasid telah memaksa Malik untuk mengesahkan fatwa mereka. Malik enggan malah mengeluarkan fatwa menyatakan bahawa talak sedemikian tidak sah (tidak jatuh talaknya). Malik ditangkap dan dipukul oleh gabenor Madinah sehingga bahunya patah dan terkeluar daripada kedudukan asalnya. Kecederaan ini amatlah berat sehinggakan beliau tidak lagi dapat bersolat dengan memegang kedua tangannya di dada, lalu dibiarkan sahaja di tepi badannya.Malik kemudiannya dibebaskan dan beliau kembali mengajar di Madinah sehinggalah beliau meninggal dunia pada 11 Rabiul-Awal tahun 179H/796M. Di antara anak-anak murid beliau yang masyhur ialah Abd al-Rahman bin al-Qasim al-Tasyri (191H/807M), Ibn Wahhab Abu Muhammad al-Masri (199H/815M) dan Yahya bin Yahya al-Masmudi (234H/849M).c. Imam As-Syafii (150-204 H)Beliau adalah Imam Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi as-Syafii al-Muthalibi. Ia dilahirkan di Ghazzah tahun 150 H di daerah Asqalan.beliau hafal Quran pada usia kanak-kanak. Kemudian ia pergi ke Hudzail untuk menghafal syair-syair dan belajar kesusastraan. Selanjutnya ia belajar pada Muslim bin Khalid az-Zanji seorang syeikh dan Mufti tanah Haram, setelah selesai belajar kepadanya ia minta untuk dibuatkan surat pengantar kepada Malik bin Anas imam tanah Hijrah (Madinah), maka ia dibuatkan surat itu untuk Malik yang ahli Hadits.Syafii pernah belajar Ilmu Fiqh beserta kaidah-kaidah hukumnya di mesjid al-Haram dari dua orang mufti besar, yaitu Muslim bin Khalid dan Sufyan bin Umayyah sampai matang dalam ilmu fiqih. As-Syafii mulai melakukan kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-fatwa fiqih bahkan menyusun metodologi kajian hukum yang cenderung memperkuat posisi tradisional serta mengkritik rasional, baik aliran Madinah maupun Kuffah. Dalam kontek fiqihnya Syafii mengemukakan pemikiran bahwa hukum Islam bersumber pada al-Quran dan al-Sunnah serta Ijma dan apabila ketiganya belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas, beliau mempelajari perkataan-perkataan sahabat dan baru yang terakhir melakukan qiyas dan istishab.Madzhab fiqih as-Syafii merupakan perpaduan antara madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Ia terdiri dari dua pendapat, yaitu qaul qadim (pendapat lama) di Irak dan qaul jadid di Mesir. Madzhab Syafii terkenal sebagai madzhab yang paling hati-hati dalam menentukan hukum.Di antara buah pena/karya-karya Imam Syafii, yaitu :- Ar-Risalah : merupakan kitab ushul fiqih yang pertama kali disusun.- Al-Umm : isinya tentang berbagai macam masalah fiqih berdasarkan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam kitab ushul fiqih.d. Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H)Beliau adalah Ahmad bin Hanbal bin Hilal adz-Dzahili asy-Syaibani al-Maruzi al-Baghdadi, dilahirkan pada tahun 164 H di Baghdad. Ia mendengar pembesar-pembesar hadis dai Hasyim, Al-Bukhari, Muslim, dan orang yang setingkat, meriwayatkan hadis dari padanya. Ia memperbanyak pencarian hadis dan menghafalkannya sehingga menjadi ahli hadis pada masanya. Asy-Syafii berkata: Saya keluar dari Baghdad dan disana saya tidak meninggalkan orang yang lebih utama, lebih pandai dan lebih ahli fiqih dari pada Ahmad bin Hambal. Ia belajar fiqih pada Asy-Syafii ketika ia datang di Baghdad, daan dia adalah muridnya yang tersohor dari orang-orang Baghdad, kemudian dia ijtihad untuk dirinya sendiri. Ia termasuk mujtahid ahli hadis yang mengamalkan hadis ahad tanpa syarat selama sanadnya shahih seperti jalan Asy-Syafii dan ia mendahulukan pendapat-pendapat sahabat dari pada Qiyas. Memasukkan Ahmad dalam rijalul hadis adalah lebih kuat dari pada memasukkannya dalam fuqaha. Ia menyusun musnad yang memuat 40.000 hadis lebih. Anaknya yang bernama Abdullah meriwayatkan dari padanya. Dalam bidang ushul ia mempunyai kitab Thaatur Rasul, kitab Nasikh dan Mansukh, dan kitab Ilal.Sebagian orang yang terkenal meriwayatkan madzhabnya ialah Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani yang terkenal dengan Atsram yang mengarang kitab As-Sunnan fil fiqh ala madzhabi Ahmad (Sunnah-sunnah tentang fiqih menurut madzhab Ahmad) da ia mempunyai kesaksian dari hadis, Ahmad bin Muhammad bin Hajaj Al-Marwazi mengarang kitab As-Sunnan bi Syawahidil hadis (Sunnah-sunnah dengan saksi hadis). Dan Ishak bin Ibrahim yang terkenal denga Ibnu Rahawaih Al-Marwazi dan termasuk teman-teman besar bagi Ahmad mengarang juga As-Sunnan fil fiqh (Sunnah-sunnah tentang fiqih).Ahmad bin Hambal adalah orang yang tertimpa ujian yang terkenal yaitu perihal kemakhlukkan al-Quran. Banyak ahli hadis yang mengabulkan ajakan Al-Mamun untuk mengatakan al-Quran itu makhluk. Adapun dia (Ahmad) berdiri dengan teguh, kokoh dan tidak goyah sedikitpun sejak tahun 218 H yaitu tahun permulaan ajakan Al-Mamun sampai tahun 233 H yaitu pembatalan Al-Mutawakil terhadap ajakan itu, yang membiarkan manusia untuk merdeka dalam hal yang dipilih dan dipercayainya. Keteguhan ini tanpa dibicarakan benar atau salahnya menjadikan Ahmad bin Hambal itu mulia serta berada dalam derajat yang tinggi dihadapan para ulama karena menanggung hal-hal yang menyakitkan demi menjaga kepercayaannya yang mana hal itu adalah seindah-indah hiasan dari kemuliaan yang dikenakan manusia. Imam Ahmad bin Hambal wafat di Baghdad pada tanggal 12 Rabiul Awwal 241 H. Sepeninggalan beliau, madzhab Hambali berkembang luas dan menjadi salah satu madzhab yang banyak pengikutnya.2. Sebab-Sebab Wujudnya Perbezaan Pendapat Antara Para Imam MazhabSatu soalan yang agak mengherankan: Kenapakah wujud perbedaan pendapat antara sesama para imam mazhab ? Kita semua sudah mengetahui bahawa ke semua para imam mazhab mendasarkan pendapat mereka kepada dalil al-Quran dan al-Sunnah, justru mengapa wujud perbedaan ?Sebenarnya perbedaan pendapat antara para imam mazhab bukanlah sesuatu yang besar sebagaimana yang kita sangkakan. Perbezaan mereka tidak lain hanyalah pada perkara-perkara kecil dan cabang bukannya asas dan usul sepertimana yang diterangkan oleh Abd al-Rahman I.Jika seseorang itu betul-betul memerhatikan ajaran fiqh keempat-empat mazhab Islam itu, dia tidak akan menemui sebarang perbezaan pendapat atau perbezaan ajaran dalam konteks prinsip-prinsip asas ajaran Islam sesama mereka. Perbezaan yang wujud hanyalah berkisar pada perkara-perkara furu (cabang) dan bukannya perkara-perkara usul (asas) keislaman.Perbezaan furu dan bukan usul sebagaimana yang dinyatakan di atas diumpamakan oleh Abu Fath al-Bayanuni sebagai:Satu jenis buah-buahan yang berasal dari sebatang pohon pokok; bukannya berjenis-jenis buah yang berasal dari berlainan pohon pokok. Batang pohon yang satu adalah kitab Allah dan Sunnah sementara ranting-rantingnya adalah dalil-dalil syara dan cara berfikir yang berjenis-jenis; manakala hasil buahnya pula adalah hukum fiqh yang sekian banyak dan bermacam-macam itu.Secara umumnya perbezaan ini timbul kerana dua sebab iaitu:a. Faktor kemanusiaan. Manusia dicipta dengan kebolehan yang berbeda-beda, sama ada secara fizikal atau mental. Perbedaan mental lebih tepat diertikan sebagai perbedaan seseorang itu menafsir sesuatu dalil al-Quran dan al-Sunnah untuk mengeluarkan sebuah hukum. Ini hanya berlaku terhadap dalil yang bersifat umum sehingga memungkinkan pemahaman yang berbeza.b. Faktor sejarah. Pada zaman para imam mazhab, tidak terdapat suasana yang memudahkan mereka untuk memperolehi hadis-hadis atau duduk bersama membicarakan sesuatu hal agama. Para imam mazhab terpaksa berhijrah ke sana sini di seluruh dunia Islam untuk mencari hadis-hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Suasana ini ada hubung-kaitnya dengan hukum yang dikeluarkan oleh seseorang imam mazhab itu di mana setiap daripada mereka akan mengeluarkan pendapat berdasarkan hadis-hadis yang sempat mereka terima saja.Sistem Istinbath Hukum Empat Imam MazhabDisusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Muq. Mazahib fil UshulDosen pembimbing: Ahmad Miftah FauziDisusun oleh: SiswadiJAKARTA2012 M/ 1434 HSistem Istinbath Hukum Empat Imam MazhabPENDAHULUANWafatnya Rasulullah SAW menandai berakhirnya pembentukan syariat Islam. Para sahabat sebagai perpanjangan tangan Nabi dalam melestarikan dan mengembangkan Islam dihadapkan pada persoalan sosial yang sangat kompleks. Namun kepergian beliau tidak berarti berakhirnya pembentukan hukum Islam. Rasulullah SAW telah meninggalkan warisan yang sangat berharga untuk dipedomani oleh umatnya, yaitu Al-Quran dan Al-Sunnah.Sehubungan persoalan umat semakin berkembang dan tidak mungkin semuanya terakomodasi dalam al-Quran dan sunnah, maka jauh-jauh hari Rasulullah telah memberikan contoh melalui pembicaraannya dengan Muaz bin Jabal, bahwa penyelesaian persoalan umat itu berpedoman kepada al-Quran atau sunnah, kalau tidak ditemukan solusinya maka diselesaikan melalui ijtihad yang tentu saja tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utama tersebut.Dengan berpedoman kepada pesan ini, para sahabat dan tabiin kemudian berijtihad disaat mereka tidak menemukan dalil dari al-Quran atau sunnah yang secara tegas mengatur suatu persoalan. Ijtihad para sahabat dan tabiin inilah kemudian yang melahirkan fiqih. Perbedaan kuantitas hadits oleh kalangan tabiin, ditambah pula perbedaan mereka dalam menetapkan standar kualitas hadits serta situasi dan kondisi daerah yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan dalam hasil ijtihad mereka. Selain itu perbedaan hasil ijtihad juga ditunjang oleh kadar penggunaan nalar (rasio), yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya beberapa mazhab dalam fiqih. Di dalam makalah ini penulis mencoba memberikan penjelasan mengenai sistematika sumber hukum Islam dan sistem istinbath masing-masing imam mazhab yang empat, yaitu imam Abu Hanifah, imam Malik, imam Syafii dan imam Ahmad ibn Hanbal. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. AminPEMBAHASANSebelum membahas sistem istinbath imam-imam mazhab, akan lebih utama jika memahami dahulu apa itu istinbath dan apa itu sumber hukum Islam. Dibawah ini akan sedikit dijelaskan mengenai sumber hukum Islam dan Istinbath. Semoga dengan pemahaman kita itu dapat mempermudah untuk memahami sistem istinbath empat Imam Mazhab.1. Pengertian Sumber Hukum IslamKata Sumber Hukum Islam terdiri dari tiga kata yaitu sumber, hukum, dan Islam. Adapun kata sumber yang dalam bahasa arabnya - yang berasal dari akar kata - berarti tempat terbit sesuatu atau asal sesuatu. Yang dimaksud dengan sumber disini ialah apa-apa yang dijadikan bahan rujukan bagi ulama dalam merumuskan pendapat-pendapat hukumnya (fiqih).Hukum Islam merupakan rangkaian dari kata hukum dan kata Islam. Kedua kata itu secara terpisah merupakan kata yang digunakan dalam bahasa arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran dan juga dalam bahasa Indonesia baku. Hukum Islam sebagai suatu rangkaian kata telah menjadi bahasa Indonesia yang hidup dan terpakai, namun bukan merupakan kata yang terpakai dalam bahasa Arab dan tidak ditemukan dalam Al-Quran, juga tidak ditemukan dalam literatur yang berbahasa Arab. Karena itu tidak akan menemukan artinya secara definitif.Untuk memahami pengertian Hukum Islam perlu terlebih dahulu diketahui kata hukum dalam bahasa Indonesia, kemudian pengertian hukum itu disandarkan kepada kata Islam. Ada kesulitan dalam memberikan definisi kepada kata hukum, karena setiap definisi akan mengandung titik lemah. Karena itu untuk memudahkan memahami pengertian hukum, berikut ini akan diketengahkan definisi hukum dalam arti yang sederhana, yaitu: seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun oleh orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Definisi tersebut tentunya masih mengandung kelemahan, namun dapat memberikan pengertian yang mudah dipahami.Bila kata hukum dalam pengertian diatas dihubungkan dengan kata Islam atau syara', maka hukum Islam akan berarti: seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah SWT dan atau sunnah Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam. Kata seperangkat peraturan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum Islam itu adalah peraturan-peraturan yang dirumuskan secara terperinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat. Kata yang berdasarkan wahyu Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW menjelaskan bahwa perangkat peraturan itu digali dari dan berdasarkan kepada wahyu Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW, atau yang populer dengan sebutan syariah. Kata tentang tingkah laku manusia mukallaf mengandung arti bahwa hukum Islam itu hanya mengatur tindak lahir dari manusia yang dikenai hukum. Peraturan tersebut berlaku dan mempunyai kekuatan terhadap orang-orang yang meyakini kebenaran wahyu Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW itu, yang dimaksud dalam hal ini adalah umat Islam.Sementara itu, kata hukum Islam juga berhubungan dengan kata syariah. Secara leksikal syariah berarti jalan ke tempat pengairan atau jalan yang harus diikuti, atau tempat lalu air di sungai. Arti terakhir ini digunakan orang Arab sampai sekarang untuk maksud kata syariah. Di antara para pakar Hukum Islam memberikan definisi kepada syariah itu dengan Segala titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar yang mengenai akhlak. Dengan demikian syariah itu adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliah. Di antara ulama ada yang mengkhususkan lagi penggunaan kata syariah itu dengan apa yang bersangkutan dengan peradilan serta pengajuan perkara kepada mahkamah dan tidak mencakup kepada halal dan haram. Seorang ulama bernama Qatadah menurut yang diriwayatkan oleh al-Thabari, ahli tafsir dan sejarah, sebagaimana yang dikutip oleh Amir Syarifuddin, menggunakan kata syariah kepada hal yang menyangkut kewajiban, hak, perintah dan larangan; tidak termasuk di dalamnya aqidah, hikmah dan ibarat yang tercakup dalam agama. Mahmud Syaltut mengartikan syariah dengan hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah bagi hambanya untuk diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Dr. Farouk Abu Zeid menjelaskan bahwa syariah ialah apa-apa yang ditetapkan Allah melalui lisan Nabinya. Allah adalah pembuat syariah yang menyangkut kehidupan agama dan kehidupan dunia.2. Pengertian IstinbathSecara bahasa kata istinbath berasal dari bahasa Arab yaitu - - yang berarti mengeluarkan, melahirkan, menggali dan lainnya. Kata dasarnya adalah - - - () berarti air terbit dan keluar dari dalam tanah. Adapun yang dimaksud dengan istinbath disini adalah suatu upaya menggali dan mengeluarkan hukum dari sumber-sumbernya yang terperinci untuk mencari hukum syara yang bersifat zhanni.3. Pengertian MazhabMenurut bahasa, mazhab () berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fiil madhy dzahaba () yang berarti pergi. Bisa juga berarti al-rayu () yang artinya pendapat.Sedangkan yang dimaksud dengan mazhab menurut istilah, meliputi dua pengertian, yaitu:a. Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh oleh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada Al-Quran dan hadits.b. Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari Al-Quran dan hadits.Jadi mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbathkan hukum Islam. Selanjutnya Imam mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.A. Sistematika Sumber Hukum IslamKeempat Imam mazhab sepakat mengatakan bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Dua sumber tersebut disebut juga dalil-dalil pokok hukum Islam karena keduanya merupakan petunjuk (dalil) utama kepada hukum Allah SWT.Ada juga dalil-dalil lain selain Al-Quran dan sunnah seperti Qiyas, Istihsan, Istishlah, dan lainnya, tetapi dalil ini hanya sebagai dalil pendukung yang hanya merupakan alat bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Karena hanya sebagai alat bantu untuk memahami Al-Quran dan sunnah, sebagian ulama menyebutnya sebagai metode istinbath. Oleh karena yang disebut sebagai dalil-dalil pendukung di atas pada sisi lain disebut juga sebagai metode istinbath, para ulama Imam mazhab tidak sependapat dalam mempergunakannya sebagai sumber hukum Islam. Sistem Istinbath Imam Abu HanifahBiografi imam HanafiAwal kehidupanAbu Hanifah merupakan imam pertama dari keempat imam dan yang paling dahulu lahir juga wafatnya, ia mampu memeperoleh kedudukan yang terhormat dalam masyarakat yang menghimpun factor-faktor positif dan factor-faktor negative, sehingga tidak heran ia di juluki Imam Azham (pemimpin terbesar), ia juga dikenal sebagai fakih irak, dan imam Ar-Ray (Imam Aliran Rasional)Beliau dilahirkan di kota Kuffah, pada tahun 80 H (699 M), beliau benama asli Numam bin Tsabit Bin Zhauth Bin Mah, ayah beliau keturunan bangsa persi ( Kabul Afganistan) yang menetap di Kuffah, tsabit bapak dari abu hanifah lahir sebagai seorang muslim dan diriwayatkan dia berasal dari bangsa anbar. Adapula ia mukim di tirtmidz, ada lagi yang mengatakan ia bermukim di Nisa, bisa jadi ia bermukim di tiap-tiap kota itu sementara waktu. Ia adaalah seorang pedagang yang kaya dan taat beragama, sebagai mana ia pernah berttemu dengan ali bin Abi Thalib, lalu sang imam mendoakan dan keturunananya dengan kebaikan dan keberkahan.Pendidikan Imam abu Hanifahpada masa abu hanifah terdapat empat sahabat, mereka adalah: Anas bin Malik, Abdullah bin Abu Aufa, Sahl bin Saad dan Abu Thufail, mereka adalah sahabat-sahabta yang paling akhir wafat, namun abu Hanifah tidak Berguru kepada mereka. Mengapa tidak berguru kepada mereka?, mungkin diantara mereka ada yang sudah wafat sedang abu hanifah masih kecil, seperti Abdullah bin Aufa yang meninggal pada tahun 87 hijriyah sehinggga umur abu hanifah pada waktu itu baru 7 tahun, dan seperti abu Sahl bin Saad yang wafat tahun 88 atau 91 hijriyah dan umur Imam Hanafi baru berumur 11 tahun. Sementara Anas bin Malik wafat pada tahun 90 atau 92 atau 95 hijriyah dank ala itu abu Hanifah berumur 15 tahun dan belum mulai mencari ilmu, ketika itu beliau masih berdagang.Sampai akhir hayatnya, Imam Abu Hanifah belum mengkodifikasikan metode penetapan hukum yang digunakannya, meskipun secara praktis dan aplikatif telah diterapkannya dalam menyelesaikan beberapa persoalan hukum. Thaha Jabir Fayadl al-Ulwani, sebagaimana yang dikutip oleh Jaih Mubarok, membagi cara ijtihad Imam Abu Hanifah menjadi dua cara: cara ijtihad yang pokok dan cara ijtihad yang merupakan tambahan. Cara ijtihadnya yang pokok dapat dipahami dari ucapan beliau sendiri, yaitu: . ( ) sesungguhnya aku (Abu Hanifah) merujuk kepada Al-Quran apabila aku mendapatkannya; apabila tidak ada dalam Al-Quran, aku merujuk kepada sunnah Rasulullah SAW dan atsar yang shahih yang diriwayatkan oleh orang-orang tsiqah. Apabila aku tidak mendapatkan dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah, aku merujuk kepada qaul sahabat, (apabila sahabat ikhtilaf), aku mengambil pendapat sahabat yang mana saja yang kukehendaki, aku tidak akan pindah dari pendapat yang satu ke pendapat sahabat yang lain. Apabila didapatkan pendapat Ibrahim, Al-Syabi dan ibnu Al-Musayyab, serta yang lainnya, aku berijtihad sebagai mana mereka berijtihad.Sahal ibn Muzahim, sebagaimana yang dikutip oleh Hasbi ash-Shiddieqy, menerangkan bahwa dasar-dasar (sumber-sumber) hukum Abu Hanifah dalam menegakkan fiqih adalah: Abu Hanifah memegangi riwayat orang yang terpercaya dan menjauhkan diri dari keburukan serta memperhatikan muamalat manusia dan adat serta uruf mereka itu. Beliau memegang Qiyas. Kalau tidak baik dalam satu-satu masalah didasarkan kepada Qiyas, beliau memegangi istihsan selama yang demikian itu dapat dilakukan. Kalau tidak, beliau berpegang kepada adat dan uruf. Ringkasnya, dasar (sumber-sumber) hukum Abu Hanifah, ialah:a. Al-Quranb. Sunnah Rasulullah SAW (hadits) dan atsar-atsar yang shahih yang telah masyhur di antara para ulama.c. Fatwa-fatwa para sahabatd. Qiyas.e. Istihsan.f. Adat dan uruf masyarakat.Abu Hanifah tidak bersikap fanatik terhadap pendapatnya. Ia selalu mengatakan, Inilah pendapat saya dan kalau ada orang yang membawa pendapat yang lebih kuat, maka pendapatnya itulah yang lebih benar. Pernah ada orang yang berkata kepadanya, Apakah yang engkau fatwakan itu benar, tidak diragukan lagi?. Ia menjawab, Demi Allah, boleh jadi ia adalah fatwa yang salah yang tidak diragukan lagi.Dari keterangan di atas, tampak bahwa Imam Abu Hanifah dalam beristidlal atau menetapkan hukum syara yang tidak ditetapkan dalalahnya secara qathiy dari Al-Quran atau dari hadits yang diragukan keshahihannya, ia selalu menggunakan rayu. Ia sangat selektif dalam menerima hadits. Imam Abu Hanifah memperhatikan muamalat manusia, adat istiadat serta urf mereka. Beliau berpegang kepada Qiyas dam apabila tidak bisa ditetapkan berdasarkan Qiyas, beliau berpegang kepada istihsan selama hal itu dapat dilakukan. Jika tidak, maka beliau berpegang kepada adat dan urf. Dalam menetapkan hukum, Abu Hanifah dipengaruhi oleh perkembangan hukum di Kufah, yang terletak jauh dari Madinah sebagai kota tempat tinggal Rasulullah SAW yang banyak mengetahui hadits. Di Kufah kurang perbendaharaan hadits. Di samping itu, kufah sebagai kota yang berada di tengah kebudayaan Persia, kondisi kemasyarakatannya telah mencapai tingkat peradaban cukup tinggi. Oleh sebab itu banyak muncul problema kemasyarakatan yang memerlukan penetapan hukumnya. Karena problema itu belum pernah terjadi di zaman Nabi, atau zaman sahabat dan tabiin, maka untuk menghadapinya memerlukan ijtihad atau rayu. Di Kufah, sunnah hanya sedikit yang diketahui di samping banyak terjadi pemalsuan hadits, sehingga Abu Hanifah sangat selektif dalam menerima hadits, dan karena itu maka untuk menyelesaikan masalah yang aktual, beliau banyak menggunakan rayu. Sedangkan cara ijtihad Imam Abu Hanifah yang bersifat tambahan adalah:a. Bahwa dilalah lafaz umum (am) adalah qathiy, seperti lafaz khashb. Bahwa pendapat sahabat yang tidak sejalan dengan pendapat umum adalah bersifat khususc. Bahwa banyaknya yang meriwayatkan tidak berarti lebih kuat (rajih)d. Adanya penolakan terhadap mafhum (makna tersirat) syarat dan shifate. Bahwa apabila perbuatan rawi menyalahi riwayatnya, yang dijadikan dalil adalah perbuatannya, bukan riwayatnyaf. Mendahulukan Qiyas Jali atas khabar ahad yang dipertentangkang. Menggunakan istihsan dan meninggalkan Qiyas apabila diperlukan. Sistematika Sumber Hukum Islam dan Sistem Istinbath Imam MalikBiografi Imam Malika. Awal kehidupanNama lengkap beliau adalah Imam Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir al-asybahi al-araby al-Yamaniyah, lahir di Madinah pada tahun 93 H (712 M). Ayahnya berasal dari kabilah Dzi Ashbah yang ada di Yaman, dan ibunya bernama Aliyah binti syuraik dari kabilah Azdi. Kakek imam Malik datang berhijrah ke negeri Madinah setelah Rasulullah wafat, beliau merupakan seorang pembesar tabiin, banyak meriwayatkan hadis dari sahabat, seperti Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, dan Aisyah. Imam malik tidak pernah meninggalkan kota Madinah, kecuali untuk menunaikan ibadah haji sampai beliau wafat pada tanggal 14 Rabiul Awal tahun 179 H dalam usia 87 tahun.b. Guru-guru Imam MalikImam malik mendapatkan ilmu fiqh dan sunnah dari para gurunya, diantaranya Abdurrahman bin Hurzum, Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-zuhry, Abu Az-zanad, Abdullah bin Dzakwan, Yahya bin Said, dan Rabiah bin Abdirrahman.c. Murid-murid Imam MalikBanyak murid Imam Malik yang menjadi ulama terkenal pada masa sesudahnya. Berikut ini adalah murid-muridnya yang menjadi fuqaha dan ahli hadits:Yang berasal dari Mesir antara lain: Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim Al-Quraisyi, Abu Abdillah bin Qosim Al-Ataqi, Asyhab bin Abdul Aziz Al-Qoisy Al-Amiry Al-jady, Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam bin Ayun bin Al-Laits, Ashbah bin Alfaraj Al-Amawi, Muhammad bin Abdul Hakam, Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad Al-Iskandari Al-Maruf bin ibni Mawaz.Yang berasal dari afrika dan Andalusia (spanyol) antara lain: Abu Abdillah Ziyad bin Abdurrahman Al-Qurthubi Al-Maruf bisyabtun, Isa bin Dinar Al-Andalusi, Yahya bin Yahya bin Katsir Al-Laitsi, Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman As-Salami.Adapun sumber hukum Imam Malik dalam menetapkan hukum Islam adalah berpegang pada:Al-QuranDalam memegang Al-Quran ini meliputi pengambilan hukum berdasarkan atas zahir nash Al-Quran atau keumumannya, meliputi mafhum al-Mukhalafah dan mafhum al-Aula dengan memperhatikan illatnya.SunnahDalam berpegang kepada sunnah sebagai dasar hukum, Imam Malik mengikuti cara yang dilakukannya dalam berpegang kepada Al-Quran. Apabila dalil syariy menghendaki adanya pentawilan, maka yang dijadikan pegangan adalah arti tawil tersebut. Apabila terdapat pertentangan antara makna zahir Al-Quran dengan makna yang terkandung dalam sunnah, maka yang dipegang adalah makna zahir Al-Quran. Tetapi apabila makna yang dikandung oleh sunnah tersebut dikuatkan oleh ijma ahl Al-Madinah, maka ia lebih mengutamakan makna yang terkandung dalam sunnah dari pada zahir Al-Quran (sunnah yang dimaksud disini adalah sunnah mutawatir atau masyhurah).c. Ijma Ahl al-MadinahIjma ahl al-Madinah ini ada dua macam, yaitu ijma ahl al-Madinah yang asalnya dari al-Naql, hasil dari mencontoh Rasulullah SAW, bukan dari hasil ijtihad ahl al-Madinah. Ijma semacam ini dijadikan hujjah oleh Imam Malik.Menurut Ibnu Taimiyah, sebagaimana yang dikutip oleh Huzaemah T. Yanggo, yang dimaksud dengan ijma ahl al-Madinah tersebut ialah ijma ahl al-Madinah pada masa lampau yang menyaksikan amalan-amalan yang berasal dari Nabi SAW. Sedangkan kesepakatan ahl al-Madinah yang hidup kemudian, sama sekali bukan merupakan hujjah. Ijma ahl al-Madinah yang asalnya dari al-Naql, sudah merupakan kesepakatan seluruh kaum muslimin sebagai hujjah.Dikalangan mazhab Maliki, ijma ahl al-Madinah lebih diutamakan dari pada khabar ahad, sebab ijma ahl al-Madinah merupakan pemberitaan oleh jamaah, sedang khabar ahad hanya merupakan pemberitaan perseorangan.d. Fatwa SahabatYang dimaksud dengan Sahabat disini adalah sahabat besar, yang pengetahuan mereka terhadap suatu masalah itu didasarkan pada al-Naql. Ini berarti bahwa yang dimaksud dengan fatwa sahabat itu adalah berwujud hadits-hadits yang wajib diamalkan. Menurut Imam Malik, para sahabat besar itu tidak akan memberi fatwa, kecuali atas dasar apa yang dipahami dari Rasulullah SAW. Namun demikian, beliau mensyaratkan bahwa fatwa sahabat tersebut tidak boleh bertentangan dengan hadits marfu yang dapat diamalkan dan fatwa sahabat yang demikian ini lebih didahulukan dari pada Qiyas.e. Khabar Ahad dan QiyasImam Malik tidak mengakui khabar ahad sebagai sesuatu yang datang dari Rasulullah, jika khabar ahad itu bertentangan dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh masyarakat Madinah, sekalipun hanya dari hasil istinbath, kecuali khabar ahad tersebut dikuatkan oleh dalil-dalil lain yang qathiy. Dalam menggunakan khabar ahad ini, Imam Malik tidak selalu konsisten. Kadang-kadang ia mendahulukan qiyas dari pada khabar ahad. Kalau khabar ahad itu tidak dikenal atau tidak populer di kalangan masyarakat Madinah, maka hal ini dianggap sebagai petunjuk, bahwa khabar ahad tersebut tidak benar berasal dari Rasulullah SAW. Dengan demikian, maka khabar ahad tersebut tidak digunakan sebagai dasar hukum, tetapi ia menggunakan qiyas dan mashlahah.f. Al-IstihsanMenurut mazhab Maliki, al-Istihsan adalah: Menurut hukum dengan mengambil maslahah yang merupakan bagian dalam dalil yang bersifat kully (menyeluruh) dengan maksud mengutamakan al-istidlal al-Mursal dari pada qiyas, sebab menggunakan istihsan itu,tidak berarti hanya mendasarkan pada pertimbangan perasaan semata, melainkan mendasarkan pertimbangannya pada maksud pembuat syara secara keseluruhan. Dari tarif tersebut, jelas bahwa istihsan lebih mementingkan maslahah juziyyah atau maslahah tertentu dibandingkan dengan dalil kully atau dalil yang umum atau dalam ungkapan yang lain sering dikatakan bahwa istihsan adalah beralih dari satu qiyas ke qiyas lain yang dianggap lebih kuat dilihat dari tujuan syariat diturunkan. Artinya jika terdapat satu masalah yang menurut qiyas semestinya diterapkan hukum tertentu, tetapi dengan hukum tertentu itu ternyata akan menghilangkan suatu mashlahah atau membawa madharat tertentu, maka ketentuan qiyas yang demikian itu harus dialihkan ke qiyas lain yang tidak akan membawa kepada akibat negatif. Tegasnya, istihsan selalu melihat dampak suatu ketentuan hukum. Jangan sampai suatu ketentuan hukum membawa dampak merugikan. Dampak suatu ketentuan hukum harus mendatangkan mashlahat atau menghindarkan madharat.g. Al-Mashlahah Al-MursalahMaslahah Mursalah adalah maslahah yang tidak ada ketentuannya, baik secara tersurat atau sama sekali tidak disinggung oleh nash. Dengan demikian, maka maslahah mursalah itu kembali kepada memelihara tujuan syariat diturunkan. Tujuan syariat diturunkan dapat diketahui melalui Al-Quran, sunnah atau ijma.Para ulama yang berpegang kepada maslahah mursalah sebagai dasar hukum, menetapkan beberapa syarat untuk dipenuhi sebagai berikut: Maslahah itu harus benar-benar merupakan maslahah menurut penelitian yang seksama, bukan sekedar diperkirakan secara sepintas saja. Maslahah itu harus benar-benar merupakan maslahah yang bersifat umum, bukan sekedar maslahah yang hanya berlaku untuk orang-orang tertentu. Maslahah itu harus benar-benar merupakan maslahah yang bersifat umum dan tidak bertentangan dengan ketentuan nash atau ijma.h. Sadd Al-ZaraiImam Malik menggunakan sadd al-Zarai sebagai landasan dalam menetapkan hukum. Menurutnya, semua jalan atau sebab yang menuju kepada yang haram atau terlarang, hukumnya haram atau terlarang. Dan semua jalan atau sebab yang menuju kepada yang halal, halal pula hukumnya.i. IstishhabImam Malik menjadikan istishhab sebagai landasan dalam menetapkan hukum. Istishhab adalah tetapnya suatu ketentuan hukum untuk masa sekarang atau yang akan datang, berdasarkan atas ketentuan hukum yang sudah ada di masa lampau. Jadi sesuatu yang telah dinyatakan adanya, kemudian datang keraguan atas hilangnya sesuatu yang telah diyakini adanya tersebut, hukumnya tetap seperti hukum pertama, yaitu tetap ada. Begitu pula sebaliknya.j. Syaru Man QablanaMenurut Qadhy Abd. Wahab al-Maliky, bahwa Imam Malik menggunakan kaedah syaru man qablana syarun lana, sebagai dasar hukum. Tetapi menurut Sayyid Muhammad Musa, tidak kita temukan secara jelas pernyataan Imam Malik yang menyatakan demikian. Menurut Abd. Wahab Khallaf, bahwa apabila Al-Quran dan sunnah shahihah mengisahkan suatu hukum yang pernah diberlakukan buat umat sebelum kita melalui para Rasul yang diutus Allah untuk mereka dan hukum-hukum tersebut dinyatakan pula di dalam Al-Quran dan sunnah shahihah, maka hukum-hukum tersebut berlaku pula buat kita.Sistematika Sumber Hukum Islam dan Sistem Istinbath Imam SyafiiBiografi Imam Syafiia. Awal KehidupanNama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafii, nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah SAW pada kakeknya Abdul Manaf.Imam Syafii lahir pada bulan Rajab pada tahun 150 H. di Gaza, tidak lama kelahiran beliau, ayah beliau wafat. Ibu beliau bernama Fatimal al-Azdiyah, salah satu kabilah di Yaman. Imam Syafii kecil memiliki kecerdasan yang mengagumkan serta kecepatan hapalan yang luar biasa. Beliau pernah berkata: Saat aku di kuttab, aku mendengar guruku mengajar ayat-ayat Alquran, maka aku langsung menghapalkan, apabila dia mendiktekan sesuatu. Belum selesai guruku membacakannya kepada kami, aku telah menghafal seluruh apa yang didiktekannya. Maka dia berkata kepadaku suatu hari: Demi allah, aku tidak pantas mengambil bayaran dari kamu sesen pun. Imam Syafii amat gemar mengembara, khususnya bertujuan menuntut ilmu. Beliau pindah ke Madinah untuk belajar fikih kepada Imam Malik, pada usia dua puluh tahun sampai Imam Malik meninggal pada tahun 179 H. pada tahun 184 H, Khalifah Harun Al-Rasyid memerintahkan Imam Syafii didatangkan ke Baghdad bersama sembilan orang lainnya atas tuduhan menggulingkan pemerintahan. Namun beliau dapat lepas dari tuduhan itu atas bantuan Muhammad Ibn al-Hasan Al-Syaibani, murid dan teman Imam Hanafi, yang kemudian hari menjadi guru beliau. Tak lama berada di Baghdad, Imam Syafii kembali ke Mekkah al-Mukarramah, dengan membawa ilmu ahl rayu, yang dia peroleh dari Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani, yang bersinergi dengan ilmu ahl Hijaz, yang diperoleh dari Imam Malik. Pada tahun 195 H, beliau kembali ke Baghdad yang bertujuan untuk berdiskusi tentang fikih. Tidak lama di Baghdad, beliau melanjutkan perjalanan ke Mesir dan tiba di Mesir pada bulan Syawal tahun 199 H. tak lama setelah tinggal di Mesir, tepatnya tahun 2004 204 H, beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Konon beliau sebelum wafat menderita penyakit wasir yang parah, hingga terkadang jika naik kuda, darahnya mengalir mengenai celananya bahkan mengenai pelana dan kaos kakinya. Beliau rela menanggung sakit demi ijtihadnya yang baru di Mesir. Selain itu, beliau terus mengajar, meneliti, dialog serta mengkaji baik siang maupun malam.b. Guru-Guru Imam SyafiiImam Syafii merupakan ulama sintesis yang beraliran antara ahl rayu dan ahl hadis (Kufah dan Madinah), di Kufah Imam Syafii menimba ilmu kepada Muhammad Ibn al-Hasan al Syaibani yang merupakan murid sekaligus sahabat dari Imam Hanafi. Sedangkan di Madinah, beliau belajar kepada Imam Malik, beliau (Imam Malik) dikenal dengan sebutan ahl Hadis. Selain itu, beliau juga berguru kepada ulama-ulama di Yaman, Mekah dan Madinah. Adapun ulama Yaman yang menjadi guru Imam Syafii yaitu :1) Mutharaf Ibn Mazim2) Hisyam Ibn Yusuf3) Umar Ibn Abi Salamah4) Yahya Ibn HasanAdapun selama tinggal di Mekkah, Imam Syafii belajar kepada beberapa ulama antara lain:1) Sufyan Ibn Uyainah2) Muslim Ibn Khalid al-Zauji3) Said Ibn Salim al-Kaddah4) Daud Ibn Abdurrahman al-Aththar5) Abdul Hamid Abdul aziz Ibn Muhammad ad-Dahrawardi6) Ibrahim Ibn Abi Said Ibn Abi Fudaik7) Abdullah Ibn Nafi.Selain dua fikih di atas (aliran rayu dan hadis), Imam Syafii juga belajar fikih aliran al-Auzai dari Umar Ibn Abi Salamah dan fikih al-Laits dari Yahya Ibn Hasan.c. Murid-Murid Imam SyafiiImam Syafii mempunyai banyak murid alam meneruskan kajian fikih dalam alirannya. Yang paling berperan dalam pengembangan aliran fikih Imam Syafii ini antara lain :1. Al-MuzaniNama asli beliau Abu Ibrahim Ismail Ibn Yahya al-Muzani al-Misri yang lahir pada tahun 185 H serta menjadi besar dalam menuntut ilmu dan periwayatan hadis. Saat Imam Syafii datang ke Mesir pada tahun 1994, al-Muzani menemuinya dan belajar fikih kepadanya. Al-Muzani dianggap orang yang paling pandai, serdas serta yang paling banyak menyusun kitab untuk mazhabnya. Beliau meninggal pada tahun 264 H. adapun kitab karangan beliau antara lain al-Jami al-Kabr, al-Jami a-agir, serta yang terkenal al-Mukhtaar a-agir.2. Al-BuwaitiNama beliau adalah Abu Yaqub Yusuf Ibn Yahya al-Buwaiti, yang berasal dari Bani Buwait kampung di Tanah Tinggi Mesir. Beliau adalah murid sekaligus sahabat Imam Syafii yang tertua bekebangsaan Mesir dan pengganti atau penerus Imam Syafii, sepeninggalnya.beliau belajar fikih dari Imam Syafii dan mengambil hadis darinya pula serta dari Abdullah bin Wahab dan dari yang lainnya. Imam Syafii merupakan sandarannya dalam berfatwa serta pengaduannya apabila diberikan satu masalah padanya. Beliau selalu menghidupkan malam dengan membaca Alquran dan shalat serta selalu menggerakkan kedua bibirnya dengan berdzikir kepada Allah. Beliau wafat pada tahun 231 H. di dalam penjara Baghdad, karena tidak menyetujui paham Mutajilah yang merupakan paham resmi negara saat itu, tentang kemakhlukan Alquran. Beliau menghimpun kitab al-fiqh, al-Mukhtaar al-Kabr, al-Mukhtaar a-agir dan al-Faraid dalam aliran Imam Syafii menjadi satu.Selain mereka berdua, murid-murid Imam Syafii yang lain, yaitu ar-Rabi Ibn Sulaiman al-Marawi, Abdullah Ibn Zubair al-Hamidi. Abu Ibrahim, Yunus Ibn Abdul ala as-Sadafi, Ahmad Ibn Sibti, Yahyah Obn Wazir al-Misri, Harmalah Ibn Yahya Abdullah at-Tujaidi, Ahmad Ibn Hanbal, Hasan Ibn Ali al-Karabisi, Abu Saur Ibrahim Ibn Khalid Yamani al-Kalbi serta Hasan Ibn Ibrahim Ibn Muhammad as-Sahab az-Zafarani.Secara sederhana, dalil-dalil hukum yang digunakan Imam Syafii dalam Istinb hukum, antara lain :Alquran dan sunnahIjmakMenggunakan al-Qiyas dan at-Takhyir bila menghadapi ikhtilaf.Sedangkan manhaj atau langkah-langkah ijtihad Imam Syafii, seperti yang dikutip DR. Jaih Mubarok dari Ahmad Amin dalam kitabnya Duha al-Islam, yaitu sebagai berikut : rujukan pokok adalah Alquran dan sunnah. Apabila suatu persoalan tidak diatur dalam Alquran dan sunnah, hukumnya ditentukan dengan qiyas. Sunnah digunakan apabila sanadnya sahih. Ijmak diutamakan atas khabar mufrad. Makna yang diambil dari hadis adalah makna zahir. Apabila suatu lafaz ihtimal (mengandung makna lain), maka makna zahir lebih diutamakan.hadis munqati ditolak kecuali jalur Ibn Al-Musayyab. As-Asltidak boleh diqiyaskan kepada al-asl. Kata mengapa dan bagaimana tidak boleh dipertanyakan kepada Alquran dan sunnah, keduanya dipertanyakan hanya kepada al-FuruMenurut Rasyad Hasan Khalil, dalam istinbath hukum Imam Syafii menggunakan lima sumber, yaitu:1. Nash-nashbaik Alquran dan sunnah yang merupakan sumber utama bagi fikih Islam, dan selain keduanya adalah pengikut saja. Para sahabat terkadang sepakat atau berbeda pendapat, tetapi tidak pernah bertentangan dengan Alquran atau sunnah.2. Ijmakmerupakan salah satu dasar yang dijadikan hujjah oleh imam Syafii menempati urutan setelah Alquran dan sunnah. Beliau mendefinisikannya sebagai kesepakatan ulama suatu zaman tertentu terhadap satu masalah hukum syari dengan bersandar kepada dalil. Adapun ijmak pertama yang digunakan oleh imam Syafii adalah ijmaknya para sahabat, beliau menetapkan bahwa ijmak diakhirkan dalam berdalil setelah Alquran dan sunnah. Apabila mmasalah yang sudah disepakati bertentangan dengan Alquran dan sunnah maka tidak adahujjah padanya.3. Pendapat para sahabat.Imam Syafii membagi pendapat sahabat kepada tiga bagian. Pertama, sesuatu yang sudah disepakati, seperti ijmak mereka untuk membiarkan lahan pertanian hasil rampasan perang tetap dikelola oleh pemiliknya. Ijmak seperti ini adalah hujjah dan termasuk dalam keumumannya serta tidak dapat dikritik. Kedua, pendapat seorang sahabat saja dan tidak ada yang lain dalam suatu masalah, baik setuju atau menolak, maka imam Syafii tetap mengambilnya. Ketiga, masalah yang mereka berselisih pendapat, maka dalam hal ini imam Syafii akan memilih salah satunya yang paling dekat dengan Alquran, sunnah atau ijmak, atau mrnguatkannya dengan qiyas yang lebih kuat dan beliau tidak akan membuat pendapat baru yang bertentangan dengan pendapat yang sudah ada.4. Qiyas.Imam Syafii menetapkan qiyas sebagai salah satu sumber hukum bagi syariat Islam untuk mengetahui tafsiran hukum Alquran dan sunnah yang tidak ada nash pasti. Beliau tidak menilai qiyas yang dilakukan untuk menetapkan sebuah hukum dari seorang mujtahid lebih dari sekedar menjelaskan hukum syariat dalam masalah yang sedang digali oleh seorang mujtahid.5. Istidlal. Imam Syafii memakai jalan istidlal dalam menetapkan hukum, apabila tidak menemukan hukum dari kaidah-kaidah sebelumnya di atas. Dua sumberistidlal yang diakui oleh imam Syafii adalah adat istiadat (urf) dan undang-undang agama yang diwahyukan sebelum Islam (istishab). Namun begitu, kedua sumber ini tidak termasuk metode yang digunakan oleh imam Syafii sebagai dasar istinbath hukum yang digunakan oleh imam Syafii.[12]6. Kaul Qadim dan Kaul Jadid.Ulama membagi pendapat imam Syafii menjadi dua, yaitu Kaul Qadim dan Kaul Jadid. Kaul Qadim adalah pendapat imam Syafii yang dikemukakan dan ditulis di Irak. Sedangkan Kaul Jadid adalah pendapat imam Syafii yang dikemukakan dan ditulis di Mesir. Di Irak, beliau belajar kepada ulama Irak dan banyak mengambil pendapat ulama Irak yang termasuk ahl al-ray. Di antara ulama Irak yang banyak mengambil pendapat imam Syafii dan berhasil dipengaruhinya adalah Ahmad bin Hanbal, al-Karabisi, al-Zafarani, dan Abu Tsaur. Setelah tinggal di Irak, imam Syafii melakukan perjalanan ke Mesir kemudian tinggal di sana. Di Mesir, dia bertemu dengan (dan berguru kepada) ulama Mesir yang pada umumnya sahabat imam Malik. Imam Malik adalah penerus fikih Madinah yang dikenal sebagai ahl al-hadits. Karena perjalanan intelektualnya itu, imam Syafii mengubah beberapa pendapatnya yang kemudian disebut Kaul Jadid. Dengan demikian, Kaul Qadim adalah pendapat imam Syafii yang bercorak rayu, sedangkan Kaul Jadid adalah pendapatnya yang bercorak sunnah.Beberapa contoh pendapat Kaul Qadim dan Kaul Jadid antara lain:a. Air yang terkena najis.Kaul Qadim: air yang sedikit dan kurang dari dua kullah, atau kurang dari ukuran yang telah ditentukan, tidak dikategorikan air mutanajjis selama air itu tidak berubah.Kaul Jadid: air yang sedikit dan kurang dari dua kullah, atau kurang dari ukuran yang telah ditentukan, tidak dikategorikan air mutanajjis apakah air itu berubah atau tidak.b. Zakat buah-buahan.Kaul Qadim: wajib mengeluarkan zakat buah-buahan, walaupun yang tidak tahan lama.Kaul Jadid: tidak wajib mengeluarkan zakat buah-buahan yang tidak tahan lama.c. Membaca talbiyah dalam thawaf.Kaul Qadim: sunat hukumnya membaca talbiyah dalam melakukan thawaf. Kaul Jadid: tidak sunat membaca talbiyah dalam melakukan thawaf. Sistematika Sumber Hukum Islam dan Sistem Istinbath Imam Ahmad ibn HanbalBiografi imam Hanbalia. Awal kehidupanIbnu hanbal lahir pada tahun 164 hijriyah di Baghdad setelah ibunya membawanya pindah keyika ia masih dalam kandungan dari kota marwa tempat tinngal ayahnya kekota bagdad. Ia adalah Abu aabdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban Al-Marwazi lalu Al-Baghdadi, nasab ibnu hanbal sampai kepada rasulullah saw, pada Nizar bin Maad bin Adnan. Penisbatan Inbu Hanbal yang terkenal adalah kepada kakeknya Hanbal, maka orang-orang mengatakan Ibnu Hanbal.b. Pendidikan Ibnu HanbalIbnu Hanbal hafal Al-Quranul Karim, mempelajari Ilmu Bahsa, dan belajar membaca dan menulis di diwan (tempat belajar dan menulis). Ibnu Hanbal pertama kali belajar kepada Abu yusuf Yakub bin Ibrahim Al-Qadhi, murid abu hanifah kepadanya ia belajar hadist dan fiqih, karenanya Abu Yusuf dikenal sebagai guru pertama Ibnu Hanbal. Namun pengaruh Abu Yusuf tidak begitu kuat tertanam dalam jiwa Ibnu Hanbal sehingga ada yang berpendapat bahwaa Abu Yusuf bukan guru pertamanya. Sementara guru pertamanya adalah Hasyim bin Basyir bin Kazim Al-Wasiti, karena ia adalahguru yang palin kuat pengaruhnya kepada Inbu Hanbal, Ibnu Hnbal berguru kepadanya selama empat tahun.Disela-sela berguru kepada Hasyim, Ibnu Hanbal juga berguru kepada Umair bin Abdullah bin Khalid, Abdurrahman bin Mahdi, dan Abu bakar bin Iyasy. Imam SyafiI adalah salah satu guru dari Ibnu Hanbal, bahkan ada yang mneganggap bahwa SyafiI merupakan guru kedua dari ibnu hanbal setelah Hasyim. Muhammad bin ishaq bi Khuzaimah mangatakan Ahmad bin Hanbal tidak lain hanyalah merupakan salah satu pelayan SyafiI. ia juga berguru kepada Ibrahim bin Saad, Yahya Al-Qathan, Waki juga berguru kepada Sufyan bin Uyainah (pengganti Imam Malik).Adapun sumber hukum dan metode istinbath Imam Ahmad ibn Hanbal dalam menetapkan hukum adalah:1. Nash dari Al-Quran dan Sunnah yang shahih.Apabila beliau telah mendapati suatu nash dari Al-Quran dan dari Sunnah Rasul yang shahihah, maka beliau dalam menetapkan hukum adalah dengan nash itu.2. Fatwa para sahabat Nabi SAWApabila ia tidak mendapatkan suatu nash yang jelas, baik dari Al-Quran maupun dari hadits shahih, maka ia menggunakan fatwa-fatwa dari para sahabat Nabi yang tidak ada perselisihan di kalangan mereka. Apabila terdapat perbedaan di antara fatwa para sahabat, maka Imam Ahmad ibn Hanbal memilih pendapat yang lebih dekat kepada Al-Quran dan Sunnah.3. Hadits Mursal dan Hadits DhaifApabila ia tidak menemukan dari tiga poin di atas, maka beliau menetapkan hukum dengan hadits mursal dan hadits dhaif. Dalam pandangan Imam Ahmad ibn Hanbal, hadits hanya dua kelompok yaitu, hadits shahih dan hadits dhaif.4. QiyasApabila Imam Ahmad ibn Hanbal tidak mendapatkan nash dari hadits mursal dan hadits dhaif, maka ia menganalogikan / menggunakan qiyas. Qiyas adalah dalil yang digunakan dalam keadaan dharurat (terpaksa)5. sadd al-dzaraiyaitu melakukan tindakan preventif terhadap hal-hal yang negatif.KESIMPULANa. Imam HanafiSebagai seorang ulama, beliau tidak membenarkan seorang bertaklid buta dengan beliau (tidak mengetahui dasar/dalil yang digunakan). Begitu juga kepada para Ulama beliau menginginkan seorang bersikap kritis dalam menerima fatwa dalam ajaran agama. Bahakan beliau pernah berkata Tidak Halal bagi seorang yang berfatwa dengan perkataanku, selam ia belum mengerti dari mana perkataanku.Dalam mengistinbathkan hukum, beliau melihat terlebih dahulu kepada kitabullah, bila tifdak ditemukan dilanjutkan kepada sunnah jika tidak ditemukan pula dalam sunnah beliau melihat kepada perkataan para sahabat, lalu beliau menggunakan jalan pikiran untuk mengambil pendapat mana yang sesuai dengan jala pikiran dan ditiggal mana yang tidak sesuai.b. Imam MalikImam Malik pernah berkata: saya seorang manusia, dan saya terkadang salah terkadang benar. Oleh sebab itu lihatlah dan pikirkanlah baik-baik pendapat saya, jika sesuai dengan al-quran dan sunnah maka ambilah dia dan jika tidak sesuai maka tingglkanlah. Artinya bahwa jika beliau menjatuhkan hukumnan dalam masalah keagamaan, dan pada waktu menetapkan buah pikirannya itu bukan dari nash al-quran dan sunnah, maka masing-masing kita disuruh untuk melihat dan memperhatikannya kembali dengan baik tentang buah fikirannya, terlebih dahulu harus dicocokknya dengan nash yaitu al-quran dan sunnah.Pada suatu waktu beliau juga pernah megatakan bahwa tidaklah semua perkataan itu lalu diturut sekalipun ia orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan. Kita tidak mesti mengikuti perkataan orang itu jelas berlawanan atau menyalahi hukum-hukum rasul, maka kita diperbolehkan untuk mengikutinya. Dengan demikian jelaslah, bahwa kita dilarang bertaqlid kepada pendapat-pendapat dan perkataan yang memang nyata tidak sesuai dengan petunjuk yang ada dalam al-quran dan sunnah. Demikianlah nasihat Imam Malik menganai taqlid.c. Imam SyafiiBeliuselalu member peringatan terhadap murid-muridnya agar tidak begitu saja menerima apa-apa yang disampaikan oleh beliau samapikan dalam masalah agama, yang tidak ada nashnya dalam Al-Quran maupun As-Sunnah.Diantara nasihat beliau tentang taklid buta, beliau pernah berkata kepada muridnya yaitu Imam Ar-Rabi : Ya Abi Ishak, janganlah engkau bertaklid kepadaku, dalam tiap-tiap yang apa aku lakukan, dan pikirkanlah benar-benar bagi dirimu sendiri karena ia adalah urusan agama.Dari pernyataan tersebut di atas kiranya cukup jelas pendapat imam SyafiI tentang taklid buta sungguh beliau melarang taklid buta kepada beliau dan kepada para ulama lainnya dalam urusan hokum-hukum agama.d. Imam HanbaliImam Ibnu Hanbal merupakan seorang ahli sunnah dan ahli Atsar, dan beliau sangat keras terhadap penggunaan rayu, maka demikian Imam Ibnu Hanbal pailng keras terhadap taqlid buta dan orang yang bertaqlid terhadap urusan agama. Pendirian beliau yang seperti itu dapat dibuktikan dengan ucapannya yang beliau sampaikan kepada salah atu muridnya seperti Imam Abu Dawud pernah mendengar bahwa Imam Ibnu Hanbal Berkata janganlah engkau bertaqlid kepada saya, Imam Malik, Imam SyafiI, dan janganlah pula kepada Tsauri tetapi ambillah olehmu darimana mereka Itu mengambil. Dari perkataan beliau, jelas ras terhadap beliau melarang keras terahadap taqlid, dan beliau memerinntahkan supaya orang mengambil segala sesuatu dari sumbber yang telah mereka ambil (para Imam). Imam Ibnu Hanbal merupakan seorang ahli sunnah dan ahli Atsar, dan beliau sangat keras terhadap penggunaan rayu, maka demikian Imam Ibnu Hanbal pailng keras terhadap taqlid buta dan orang yang bertaqlid terhadap urusan agama. Pendirian beliau yang seperti itu dapat dibuktikan dengan ucapannya yang beliau sampaikan kepada salah atu muridnya seperti Imam Abu Dawud pernah mendengar bahwa Imam Ibnu Hanbal Berkata janganlah engkau bertaqlid kepada saya, Imam Malik, Imam SyafiI, dan janganlah pula kepada Tsauri tetapi ambillah olehmu darimana mereka Itu mengambil. Dari perkataan beliau, jelas ras terhadap beliau melarang keras terahadap taqlid, dan beliau memerinntahkan supaya orang mengambil segala sesuatu dari sumbber yang telah mereka ambil (para Imam)DAFTAR PUSTAKAYanggo, Huzaemah Tahido, Dr. 1997. Pengantar Perbandingan Mazhab. Jakarta: Logos.Ash-Shiddieqy, T. M. Hasbi, Prof. Dr. 1980. Pengantar Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang.Hanafi, Ahmad, MA. 1995. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang.Haswir, MAg. dan Muhammad Nurwahid, MAg. 2006. Perbandingan Mazhab, Realitas Pergulatan Pemikiran Ulama Fiqih. Pekanbaru: Alaf Riau.M. Zein, Satria Effendi, Prof. Dr. H. MA. 2005. Ushul Fiqih. Jakarta: Kencana.Mubarok, Jaih, Dr. 2002. Modifikasi Hukum Islam: Studi Tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.Dasar hukum ijtihad ialah dalil Al-Qur'an, sunah, dan ijmak. Dalil Alquran adalah surah an-Nisa' ayat 83, surah asy-Syu'ara' ayat 38, surah al-Hasyr ayat 2, dan surah al-Baqarah ayat 59Dasar ijtihad dalam sunah ialah sabda Nabi SAW yang artinya: "Apabila seorang hakim berijtihad dan benar, maka baginya dua pahala, tetapi bila berijtihad lalu keliru maka baginya satu pahala" (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini diucapkan Nabi SAW dalam rangka membenarkan perbuatan Amr bin As yang salat tanpa terlebih dahulu mandi, padahal ia dalam keadaan junub; Amr hanya melakukan tayamum. Hadis lain ialah hadis yang menjelaskan dialog Nabi SAW dengan Mu'az bin Jabal ketika hendak diutus ke Yaman. Pada intinya, Nabi SAW bertanya kepada Mu'az, dengan apa ia akan memutuskan hukum. Lalu Mu'az menjawab bahwa jika ia tidak menemukan hukumnya di dalam Al-Qur'an dan sunah Rasulullah SAW, ia akan memutuskan hukum dengan jalan ijtihad.Adapun dasar dari ijma' dimaksudkan bahwa umat Islam dalam berbagai mazhab telah sepakat atas kebolehan berijtihad dan bahkan telah dipraktekkan sejak zaman Rasulullah SAW. Ijtihad yang dilakukan para ulama merupakan alternatif yang ditempuh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dan persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat karena tuntutan situasi dan perkembangan zaman. Ijtihad hanya dilakukan terhadap masalah yang tidak ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam Al-Qur'an dan sunah.Ijtihad dilakukan oleh para ulama untuk menjawab persoalan dalam masyarakat yang bersifat dinamis dan senantiasa mengalami perubahan dan berkembang mengikuti peredaran zaman. Ijtihad banyak dilakukan dalam bidang fikih sesudah zaman sahabat dan tabiin (orang-orang yang hanya bertemu dengan sahabat, tidak bertermu dengan Nabi SAW). Karena banyaknya ijtihad yang pakai pada masa ini, timbul banyak perbedaan pendapat antara ulama-ulama fikih, yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab fikih.P E N D A H U L U A NIslam sebagai agama yang berlaku abadi dan berlaku untuk seluruh umat manusia mempunyai sumber yang lengkap pula. Sebagaimana diuraikan di awal bahwa sumber ajaran islam adalah Al-Quran dan Sunnah yang sangat lengkap.Seperti diketahui bahwa Al-Quran adalah merupakan sumber ajaran yang bersifat pedoman pokok dan global, sedangkan penjelasannya banyak diterangkan dan dilengkapi oleh Sunnah secara komprehensif, memerlukan penelaahan dan pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan.Para ulama bersepakat tentang pengertian ijtihad secara bahasa berbeda pandangan, mengenai pengertiannya secara istilah muncul belakangan, yaitu pada massa tasyri dan massa sahabat. Ijtihad mempunyai definisi dan mempunyai landasan serta dasar-dasar dan mempunyai hukum dan mempunyai unsur-unsur.Dilihat dari fungsinya ijtihad berperan sebagai penyalur kretifitas pribadi atau kelompok dalam merespon peristiwa yang dihadapi sesuai dengan pengalaman mereka. Ijtihad juga berperan sebagai interpreter terhadap dalil-dalil yang zhanni al-wurud atau zhanni ad-dalalah.Ijtihad diperlukan untuk menumbuhkan ruh islam dan berperan sebagai penyalur kretifitas pribadi.A. LATAR BELAKANG Mengingat pentingnya dalam syariat Islam yang disampaikan dalam Al-Quran dan Assunah, secara komprehensif karena memerlukan penelaahan dan pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan.Oleh karena itu diperlukan penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan yang tidak ditunjukan secara tegas oleh nas itu. Maka untuk itu ijtihad menjadi sangat penting. Kata ijtihad terdapat dalam sabda Nabi yang artinya pada waktu sujud bersungguh-sungguh dalam berdoa.Dan ijtihad tidak membatasi bidang fikih saja dan banyak para pendapat ulama mempersamakan ijtihad dengan qiyas. Adapun dasar hukum itu sendiri adalah Al-Quran dan Assunah.Maka dari itu karena banyak persoalan di atas, kita sebagai umat Islam dituntut untuk keluar dari kemelut itu yaitu dengan cara melaksanakan ijtihad.BAB IIIJTIHAD SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMSyariah islam yang disampaikan dalam Al-Quran dan Sunnah secara komprehensif, memerlukan penelaahan dan pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan. Didalam keduanya terdapat lafadz yang am-khash, mutlaq-muqayyad, nasikh mansukh, dan muhkam-mutasyabih, yang memerlukan penjelasan.Sementara itu, nash Al-Quran dan Sunnah telah berhenti, padahal waktu terus berjalan dengan sejumlah peristiwa dan persoalan yang datang silih berganti (Al-wahyu qad intaha wal Al-Waqa ila yantahi). Oleh karena itu, diperlukan usaha penyelesaian secara sungguh-sungguh atas ijtihad menjadi sangat penting. A. PENGERTIAN IJTIHADSecara bahasa ijtihad berasal dari kata ja-ha-da. Kata inipun berarti kesanggupan (Al-Wus), kekuatan (Al-Thaqah), dan berat (Al-Masyaqqah). Ahmad bin Ahmad bin Ali Al-Muqri Al-Fayumi. Kata ijtihad secara bahasa, Ahmad bin Ahmad bin Ali Al-Muqri Al-Fayumi (t.th: 112) menjelaskan bahwa ijtihad secara bahasa adalah: pengesahan kesanggupan dan kekuatan (mujtahid) dalam melakukan pencarian sesuatu, supaya sampai pada ujung yang ditujunya.Menurut Asy-Syaukani (t.th:250). Arti etimologi ijtihad adalah: Pembicaraan mengenai pengarahan kemampuan dalm pekerjaan apa saja secara bahasa, arti ijtihad dalam artian ja-ha-da terdapat di dalam Al-Quran surat An-Nahl (16) ayat 38, surat An-nuur (24) ayat 53 dan surat Fathir (35) ayat 42. Semua kata itu berarti pengerahan segala kemampuan dan kekuatan (badzl al-wusyi wa al-thaqah), atau juga berarti berlebihan dalam bersumpah (Al-Muhalaghat fi al-yamin).Dalam sunnah, kata ijtihad terdapat dalam sabda Nabi yang artinya:pada waktu sujud dan hadist lain yang artinya rosul Allah SAW para ulama bersepakat tentang pengertian ijtihad secara bahasa, pengertian ijtihad secara istilah muncul belakangan, yaitu pada masa tasyi dan masa sahabat.Menurut Abu Zahrah secara istilah arti ijtihad adalah: Upaya seseorang ahli fiqih dengan kemamapuannya dalam mewujudkan hukum-hukum amalaiah yang diambil dari dalil-dalil yang rinci. Menurut Al-Amidi yang dikutip oleh Wahbah Al-Zuhaili (1978-480) Ijtihad adalah: Pengerahan segala kemampuan untuk menentukakn sesuatu yang zhoni dari hukum-hukum syara .Definisi ijtihad di atas secara tersirat menunjukkan bahwa ijtihad hanya berlaku pada bidang fiqih, bidang hukum yang berkenaan dengan amal. Bukan bidang pemikiran. Ijtihad berkenaan dengan dalil zhoni berbeda dengan Husen, Harun Nasution menjelaskan bahwa pengertian ijtihad hanya dalam lapangan fiqh adalah ijtihad daslam pengertian sempit.Dalam arti luas menurutnya ijtihad juga berlaku dalam bidang politik, akidah, tasyawuf dan filsafat.Harun Nasution, Ibrahim Abbas Al-Dzarwi ( 1983 : 9 ) mendefinisikan ijtihad. Menurut Fakhruddin ijtihad adalah pengarahan kemampuan untuk memikirkan apa saja yang tidak mendatangkan celaan.Sebagian ulama ada yang memmpersamakan ijtihad dengan Qiyas, ada pula yang mepersamakan dengan ray. Dari definisi ijtihad seperti digambarkan diatas terlihat beberapa persamaan dan perbedaan.Perbedaanya adalah pertama terletak pada penggunaan bahasa. Kedua, terletak pada subjek ijtihad dinisbatkan kepada kata mujtahid yang berkonotasi bahwa lapangan ijtihad itu tidak hanya bidang fiqh. Ketiga, terletak pada metode ijtihad.Metode mangkuli (dari Al-Quran dan Sunnah) yaitu metode yang mengikuti (Ittiba) sebagian lagi menggunakan metode makuli (berdasarkan Ray dan akal). Metode ini berdasarkan asumsi bahwa Rasulullah SAW. Adapun persamaannya adalah pertama, hukum yang dihasilkan bersifat Zhanni. Kedua, objek ijtihad berkisar seputar hukum taklifi yasitu hukum dengan amaliah ibadah. B. DASAR-DASAR IJTIHADDasar hukum ijtihad adalah Al-Quran dan Sunnah. Diantara ayat Al-Quran yang menmmjadi dasar ijtihad: adapun Sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya Hadits Amr bin Ash yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad kemudian dia benar maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala . (HR. Muslim, 11,t.th :62).C. SYARAT-SYARAT MUJTAHIDSyarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid ialah orang yang mampu melakukan ijtihad melalui cara istimbath (mengeluarkan hukum dari sumber hukum syariat dan tathbiqh / penerapan hukum)Syarat-syarat mujtahid, ada baiknya dijelaskan dulu menurut hukum ijtihad, yaitu sebagai berikut:1. Al-Waqi yaitu adanya kasus yang terjadi atau diduga akan terjadi yang tidak diterangkan oleh nas 2. Mujtahid yaitu orang yang melakukan ijtihad yang mempunyai kemampuan intuk berijtihad dengan syarat-syarat tertentu 3. Mujtahid fih ialah hukum-hukum syariah yang bersifat amali (taqlifi).4. Dalil syara untuk menentukan suatu hukum bagi mujtahid fih (Nadiah Syafari al-umari t.tth:199-200)Menurut fakkhr ad-din, Muhammad bin Umar bin Al Husin Ar Razi (1988:496-7) syarat-syarat adalah sebagai berikut: 1. Mukalaf, karena hanya mukalaflah yang mungkin dapat melakukan penerapan hukum.2. Mengetahui makna-makna lafadz dan rahasianya.3. Mengetahui keadaan mukhatab yang merupakan sebab pertama terjadinya perintah atau larangan.4. Mengetahui keadaan lafadz, apakah memiliki Qorinah atau tidak.Berbeda dengan syarat-syarata terdahulu, Muhammad bin Ali bin Muhammad As Syaukani (t.th: 250-252) menyodorkan syarat-syarat mujtahid sebagai berikut.1. Mengetahui Al-Quran dan Sunnah yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum. Jumlah ayat-ayat hukum didalam Al-Quran sekitar 500 ayat.2. Mengetahui ijma sehingga tidak berfatwa atau berpendapat yang menyalahi ijma ulama.3. Mengetahui bahasa arab karena Al-Quran dan Sunnah disusun dalam bahasa arab.4. Mengetahui ilmu Ushul Fiqh, membahas dasar-dasar serta hal-hal yang berkaitan dengan ijtihad.5. Mengetahui nasikh-mansukh sehingga tidak berfatwa berdasarkan dalil yang sudah mansukh.Adapun syarat-syrat mujtahid yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah (t.th: 250-2) adalah sebagai berikut:1. Mengetahui bahasa arab karena Al-Qur;an diturunkan dalam bahasa arab, As Sunnah, sebagai penjelasn Al-Quran juga ditulis dalam bahasa arab.2. Mengetahui nasikh-mansukh dalam Al-Quran.3. Mengetahui Sunnah, baik perbuatan, perkataan maupun penetapan.4. Menegtahui ijma dan iktilaf.5. Menegetahui kiyas .6. Mengetahui maqoshid As Syariah.7. Memilki pemahaman yang tepat (Syihah Al Fahm) yang karenanya mujtahid dapat memahami ilmu Mantiq.8. Memilki niat.Syarat-syarat yang diajukan oleh Abu Zahrah, Wahbah Al Juhaili (1977 : 487-492) mengajukan syarat-syasrat mujtahid sebasgai berikut:1. Mengetahui makna ayat-ayat hukum yang terdapat didalam Al-Quran baik secara bahasa maupun secara istilah.2. Mengetahui makna hadits-hadits hukum secara bahasa maupun istilah.3. Mengetahui nasikh-mansukh baik dari Al-Quran maupun Sunnah.4. Mengetahui ijma sehingga tidak berfatwa atau berpendapat yang menyalahi ijma terdahulu.5. Mengetahui kiyas dan syarat-syarat yang disepakati karenas kiyas merupakan salah satu metode ijtihad, rincian hukum banyak dijelaskan dengan cara tersebut.6. Mengetahui ilmu bahasa arab, seperti nahwu, sharaf, maani, dan bayan, karena Al-Quran dan Sunnah disusun dalam bahasa arab.7. Mengetahui ilmu Ushul Fiqh karena didalamnya dibahas dasar-dasar dan rukun-rukun ijtihad.8. Mengetahui maqoshid As Syariati dalam penerapan hukum, karena mujtahid wajib menetahui rahasia-rahasia hukum disamping dilalat Al-Alfazh (penunjukan makna-makna lafadz).Menurut Muhaimin dkk (1994: 198-199) mujtahid terbagi menjadi beberapa tingkatan:Mujtahid Mutlaq dan Mujtahid Mazhab Mujtahid mutlaq ialah mujtahid yang mampu menggali hukum-hukum agama dari sumbernyaMujtahid mutlaq terbagi menjadi beberapa tingkatan, tingkatan itu ialah mujtahid mutlaq mustaqil dan mujtahid madzhab. Mujtahid mutlaq mustaqil yaitu mujtahid yang dalam ijtihadnya menggunakan metode dan dasar yang ia susun sendiri.Empat tokoh madzhab fiqh terkenal seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali. Kedua mujtahid mutlaq muntasib yaitu mujtahid yang telah mencapai derajat mutlaq mustaqil tetapi ia tidak menyusun metode tersendiri, ia menggunakan keterangan imammnya untuk meneliti dalil-dalil dan sumber-sumber pengambilannya. Contoh, Al- Muzami dari madzhab Syafii dan Al-Hasan bin Ziad dari madzhab Hanafi mujtahid fi al madzhab ialah mujtahid yang mampu mengeluarkan hukum-hukum agama yang tidak atau belum di keluakan oleh madzhabnya itu. Contohnya, Abu Jafar al tahtawi dalam madzhab Hanafi. Kelompok mujtahid ini terbagi dua: 1. Mujtahid tahkrij, dan 2. Mujtahid tarjih atau bisa disebut dengan mujtahid fatwa. Tampaknya untuk masa sekarang ini akan sulit terpenuhi, oleh kaena itu ijtihad tidak hanya dapat di lakukan oleh perorangan (ijtihad faridah), tetapi juga dapat dilakukan secara kelompok (ijtihad jamai). Artinya sekelompok ulama dengan disiplin ilmu yang berbeda secara bersama-sama melakukan ijtihad. D. LAPANGAN IJTIHAD (MAJAL AL-IJTIHAD)Wilayah ijtihad atau majal al ijtihad adalah masalah yang diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad itu. Adapun hukum yang diketahui dari agama secara dharudoh dan bidah (pasti benar berdasarkan pertimbangan akal). Dalil qothi al subut wal dalalah tidaklah termasuk lapangan ijtihad, persoalan-persoalan yang tergolong maulima min ad din bi al dhoruroh diantaranya kewajiban shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadhan. Secara lebih jelas, Wahbah az zuhaili (1978:497) menjelaskan bahwa lapangan ijtihat itu ada dua. Pertama, sesuatu yang tidak dijelaskan samasekali oleh Allah dan Nabi dalam Al-Quran dan Sunnah (ma la nasha fi ashlain). Kedua, sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil zhanni Ats-Tsubut wa Al-Adalah atau salah satunya (Zhanni Ats Tsubut atau Zhanni Al Adalah).E. HUKUM IJTIHADUlama berendapat, jika seorang muslim dihadapkan kepada suatu peristiwa, atau ditanya tentang suatu masalah yang berkaitan dengan hukum Syara, maka hukum ijtihad bagi orang itu bisa wajib ain, wajib kifayat, sunnat atau haram, tergantung pada kapasitas orang tersebut.Pertama, bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang dimintai fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir peristiwa itu akasn hilang begitu saja tanpa kepastian hukumnya maka hukum ijtihad menjadi wajib ain.Kedua, bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mutahid yang dimintai fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi maka hukum ijtihad menjadi wajib kifayat. Artinya, jika semua mujtahid tidak ada yang melakukan ijtihad atas kasus tersebut, maka semuanya berdosa. Sebaliknya jika salah seorang dari mereka melakukan ijtihad atas kasus tersebut maka yang lainnya tidak berdosa.Ketiga, hukum berijtihad menjadi sunnat jika dilakuakn atas persoalan atau kejadian yang tidak atau belum terjadi.Keempat, hukum ijtihad menjadi haram jika dilakukan atas peristiwa yasng sudah jelas hukumnya secara qathi, baik dalam Al-Quran maupun Sunnah, atau ijtihad atas peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan secara ijma. (Wahbah Al Juhaili 1978:498-9 dan Muhaimin dkk, 1994:189).F. IJTIHAD NABI MUHAMMAD SAWPembicaraan mengenai ijtihad Rasululloh SAW di kalangan para ulama ternyata sangat pelik dan berbelit-belit. Secara umummereka menyepakati dalam urusan keduniawiyaan (al mashalih ad dunyawiyati) pengaturan taktik dan keputusan yang berhubungan dengan persengketaan (al aqdiah wa al kushumah). Akan tetapi perbedaan pendapat mereka mengenai ijtihaj Rasulullah SAW dalam hukum agama (wahbah al zuhaili 1978:499, asy syaukani, t.th:234). Dalam menanggapi ijtihad dalam hukum agama ulama berbeda pendapat.Pertama, ahli ushul fiqh membolehkan karena ini pernah di lakukan oleh Rasulullah SAW. Kedua, pengikut Hanifah berpendapat Rasulullah SAW diperintah untuk berijtihad setelah beliau menunggu wahyu untuk menyelesaikan peristiwa yang terjadi, beliau khawatir peristiwa itu lenyap begitu saja. Ketiga, kebanyakan pengikut As Syariah, ahli kalam, kebasnyakan pengikut uktazilah tidak setuju ijtihad Rasulullah daslam urusan hukum agama.Berikut dalil-dalil yang dikemukakan kelompok pertama, sesungguhnya pada yang dmikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati (QS. Al-Imran {3}: 13).Maka ambilah (kejadian itu) untuk menjadi pejaran bagi orang-orang yang mempunyai pandangan (QS. Al-Hayr{59}: 2).Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (QS. Yusuf {12}: 111).Kata-kata ulul Al-Abshar ulu al albab, ibram pada ayat terdahulu tidak hanya berlaku bagi khitab ketika ayat itu diturunkan tetapi berlaku bagi khitab ketika ayat itu diturunkan tetapi berlasku juga bagi Rasulullah SAW karena sesungguhnya beliaulah yang lebih tepast disebut ulul abshar dan ulul al basb. Kata kata tersebut menggambarkan suatu perintah memprediksi masa depan cara perbandingan dengan cara istilah ushul adalah Qiyas adalah bagian dari kegiatan ijtihad.Dalam surat Al-Imrasn {3}: 159, Allah SWT berfirman:Maka disebabkan rahmat dari Allah SWT kamu belaku lemah lembut terhadap mereka sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karenas itu maafkanlah mereka , mohon ampun bagi merekas dan bermusyawarahlah dengasn mereka daslam urusan itu, kemudian aspabila kamu telah membulatkan tekasd, maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadanya.Menurut kelompok ini ayat diatas mengisyaratkan adanya ijtihad karena musyawarah hanya berlaku menyelesaikan urusan yang hukumnya tidak ditunjuk secara jelas jelas oleh Nas. Ulama yangmenolak adanya ijtihad Rasulullah SAW juga menjadikan Al-Quran sebagai dalil :Dan tidaklah yang diucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapkanlah itu tiadas hanyalah wahyu yang di wahyukan (kepadanya) (QS An-Najm {53}: 3 - 4).Katakanlah, tiada patut bagiku menggantkannya dari pihak diriku sendiri aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. (QS. Yunus {10}: 15).G. IJTIHAD: SUMBER DINAMIKA Dewasa ini umat islam dihadapkasn dengan sejumlah peristiwa yang menyangkut aspek kehidupan. Di balik itu kata Roter Garaudy, yang di kutip oleh Jalaluddin Rahmat (1983:39) tantangan umat sekarang ada dua macam, taqlid kepada barat dan taqlid kepada masa lalu.Melihat persoalan-persoalan diatas, uamt islam dituntut untuk keluar dari kemelut itu dengan cara melakukan ijtihad. Ijtihad itu penting meskipun tidak bisa dilakukan oleh setiap orang. Kepentingannya disebabkan oleh hal-hal berikut:1. Jarak entara kita antara kita dengan masa tasyiri semakin jauh. Jarak yang jauh ini memungkinkan terlupakan beberapa nass, khsusunya dalam as-sunnah yaitu masuknya hadist-hadist palsu dan perubahan pemahaman terhadap nass. Oleh karena itu pera mujtahid dituntut secara bersungguh-sungguh menggali ajaran agama islam yang sebenarnya melalui kerja ijtihad.2. Syariat disampaikan dalam Al-Quran dan sunnah secara komprehensif: memerlukan penelaahan dan pengkajian yang sungguh-sungguh. Didalamnya terdapat yang am dan khas, mutlaq da muqayyad, hakim dan mahkum, nasikh dan mansukh, serta yang lainya yang memerlukan penjelasan rapa mujtahid. Dilihat dari fungsinya, ijtihad berperan sebagai penyalur kreatifitas pribadi atau kelompok dalam merespon peristiwa yang di hadapi sesuai dengan pengalaman mereka. Dalil-dalil Qully dan maqasyid as-syariat yang merupakan aturan-aturan pengarah dalam hidup. Ijtihad diperlukan untuk menumbuhkan kembali ruh islam yang dinamis menerobos kejumudan dan kebekuan memperoleh manfaat yang besar dari ajaran islam mencari pemecahan islami dari masalah kehidupan kontemporer. Ijtihad juga adalah saksi bagi kehidapan islam atas agama-agama lainnya (yalu wala yula alaih)H. IJTIHAD Islam sebagai agama yang adil dan berlaku untuk seluruh umat manusia. Sumber ajaran islam adalah Al-Quran dan sunnah yang sangat lengkap. Pertanyaan timbul mengapa ijtihad dijadikan sebagai sumber hukum atas sumber ajaran agama islam, padahal Al-Quran dan sunnah sudah cukup lengkap. Seperti diketahui bahwa Al-Quran adalah merupakan sumber ajaran yang bersifat pedoman pokok dan global, sedangkan penjelasannya banyak diterangkan dan dilengkapi oleh sunnah, karena perkembanganya zaman banyak masalah yang tidak terdapat dalam Al-Quran dan as-sunnah. Sebagai contoh akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, timbul masalah bayi tabung, pemindahan kornea mata. Semua itu memerlukan jawaban apakah dibolehkan atau tidak, bagaimana sebenarnya menurut konsep ajaran agama islam. Jawabanya bagaimana dan sejauh mana islam secara tegas menetapkan dan menyelesaikan persoalan. Demikian ijtihad dibutuhkan sebagai metode menerangkan suatu persoalan yang tidak ada atau secara jelas tidak terdapat dalam Al-Quran dan sunnah. I. PENGERTIAN IJTIHADIjtihad menurut bahasa ialah percurahan segenap kesanggupan untuk mendatangkan sesuatu dari berbagai urusan atau perbuatan. Berasal dari kata ja-ha-da yang artinya berusaha keras atau berusaha sekuat tenaga: ijtihad secara harfiah mengndung arti yang sama. Menurut Muhammad Syaltut, ijtihad artinya sama dengan ar-rayu yang perinciannya berarti:a. Pemikiran arti yang mengandung oleh Al-Quran dan sunnah.b. Mendapat ketentuan hukum sesuatu yang tidak diajukan oleh nass dengan suatu masalah yang hukumnya ditetapkan oleh nass.c. Pencerahan seganap kesanggupan untuk mendapatkan hukum syara amali tentang masalah yang tidak ditunjukan hukunya oleh suatu nass secara langsung. J. LANDASAN IJTIHAD Dalam islam akal sangat dihargai. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menagtaka suruhan untuk mempergunakan akal, sebagaimana dapat dilihat dari terjemaahan ayat-ayat ini:Sesungguhnya pencptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (Q.S 8:22)Sesungguhnya bunatang (makhluk) yang seburuk-buruknya disisi Allah ialah orang yang peka dan tuli yang mengerti apapun (Q.S 8:22)Untuk memberikan bukti bahea ijtihad pernah dilakukan para sahabat, pada massa nabi sekalipun hadist yang di riwayatkan oleh Al-Baghawi dari Muadz bin Jabal yang artinya sebagai berikut: : : : : : : Pada waktu Rosulullah SAW mengutusnya (Muadz bin Jabal) ke Yaman, Nabi Mahammad SAW berkata: bagaimana jika engkau diserahi urusan peradilan?, jawabnya: saya menetapkan perkara berdasarkan Al-Quran, nabi berkata: bagaimana kalau kau tidak mendapati dalam Al-Quran?, jawabnya: dengan sunnah nabi, selanjutnya nabi berkata: bila dalam sunnah pun tidak kau dapati?, jawabnya: saya akan mengerahkan kesanggupan saya untuk menetapkan hukum dengan pikiran saya, akhirnya nabi Muhammad SAW menepuk dada dengan mengucapkan segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufiq (kecocokan) pada utusan Rosulullah (Muadz)Sebagai bukti bahwa ijtihad yang dilakukan para sahabat adalah ketika Abu Bakar menjadi khalifah, waktu itu terdapat sekelompok yang tidak mambayar zakat fitrah. Abu Bakar bertindak memerangi mereka. Tidakan Abu Bakar tidak disetujui oleh Umar bin Khatab dengan alasan menggunakan sabda Nabi SAW yang artinya:Saya diperintahkan untuk memerangi orang banyak (yang mengganggu islam) sehingga mereka mau mengucapkan syahadat. Kalau mereka telah mengucapkannnya, terjagalah darah dan harta mereka, kecuali dengan cara yang benarDalam peristiwa itu Abu Bakar berargumen berdasarkan sabda nabi SAW, ILLAHI HAQQIKA. Dalam kata-kata itu menunaikan zakat adalah sebagaimana mengerjakan shalat termasuk haq.Dalam hal itu Umar berpendirian bahwa merupakan suatu kebaikan bagi kepentingan umat islam dan umat mukmin.K. MACAM-MACAM IJTIHADDitinjau dari segi pelakunya ijtihad dibagi menjadi dua, yaitu: ijtihad perorangan dan ijtihad jami. Ijtihad perorangan yaitu suatu ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid dalam suatu persoalan hukum. Sedangkan ijtihad jami atau ijtihad kelompok adalah ijtihad yang dilakukan oleh sekelompok mujtahidin dalam menganalisa suatu masalah untuk menentukan suatu hukum. Dilihat dari lapangannya ijtihad dibagi menjadi tiga macam, yaitu:a. Ijtihad pada masalah-masalah yang ada nassnya tapi bersifat zhanni.b. Ijtihad untuk mencapai suatu hukum syara dengan penetapan kaidah kulliyah yang bisa diterapkan tanpa adanya suatu nass.c. Ijtihad bi ar-rai yaitu ijtihda yang berpegang pada tanda-tanda dan wasilah yang telah ditetapkan syara untuk menunjuk pada suatu hukum.L. KEDUDUKAN IJTIHADa. Hasil ijtihad tidak mutlak/relatif bisa berubah bahwa ijtihad tidak mutlak karena mengingat hasil ijtihad merupakan analisa akal, maka sesuai dengan sifat dari akal manusia sendiri yang relatif, maka hasilnya relatif pula. Pada saat sekarang bisa berlaku dan pada saatnya yang lain bisa tidak berlaku.b. Hasil ijihad tidak berlaku umum, dibatasi oleh tempat, ruang dan waktu. Dalam ketentuan ini generasi terhadap suatu masalah tidak dapat dilakukan. Umat islam bertebaran diseluruh dunia dalam berbagai situasi dan kondisi alamiah yang berbeda. Lungkungan sosial dan budayanya pun sangan beraneka ragam. Ijtihad suatu daerah belum tentu berlaku di daearah lain.c. Proses ijtihad harus mempertimbangkan motifasi, akibat dan permasalahan umum (umat)d. Hasil ijtihad tidak boleh berlaku untuk masalah ibadah mahdhlah, sebab masalah tersebut telah ada ketetapannya dalam Al-Quran dan sunnah. Dengan demikian kaidah yang penting dalam melakukan ijtihad adalah bahwa ijtihad tersebut tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah.M. METODE IJTIHADa. QIYAS. Qiyas artinya reasoning by analogy. Makna aslinya adalah mengukur atau membandingkan atau menimbang dengan menimbangkan sesuatu. Contoh: pada masa nabi ada belum ada permasalahan padi. Dengan demikian diperlukan ijtihad dengan jalan qiyas dalam menentukan zakat.b. Ijma atau konsensus. Kata ijma berasal dari kata jamun yang artinya menghimpun atau mengumpulkan. Ijma mempunyai dua makna, yaitu menyusun dan mengatur sesuatu hal yang tidak teratur. Oleh sebab itu, ia berarti menetapkan dan memutuskan suatu perkara, dan berarti pula sepakat atau bersatu dalam pendapat. Persetujuan pendapat berdasarkan dengan hasil ijma ini contohnya bagaimana masalah kelurga berencana.c. ISTIHSAN, istihsan artinya preference, makna aslinya ialah menganggap baik suatu barang atau menyukai barang itu menurut terminlogi para ahli hukum, berarti didasarkan atas kepentingan umum atau kepentingan keadilan, sebagai cotoh adalah peristiwa Ummar bin hatab yang tidak melaksanakan hukum potong tangan kepada seorang pencuri pada masa peceklik.d. MASLAHAT AL-MURSALAT artinya : keputusan yang berdasarkan guna dan manfaat sesuai dengan tujuan hukum syara. Kepentingan umum yang menjadi dasar pertimbangan maslahat dari suatu peristiwa. Contoh metode ini adalah tentang khamar dan judi. Dala ketentuan nash bahwa khamar dan judi itu manfaat bagi manusia, tetapi bahayanya lebih besar daripada manfaatnya. Dari sebuah nash dapat dilihat bahwa suatu masalah yang mengandung masalahat dan manfaat, di dahulukan menolak mafsadat. Untuk ini terdapat kaidah, menolak kerusakan lebih diutamakan dari pada menarik kemaslahatannya, dan apabila berlawanan antara mafsadat dan maslahat dahulukanlah menolak mafsadat.Disamping itu masih terdapat metode ijtihad yang lain, seperti istidlal, Al-Urf dan Istishab.B A B IIIK E S I M P U L A NIjtihad merupakan suatu proses pengadilan hukum islam yaqng berkaitan erat dengan bidang fiqih, bidang hukum yasng berkenaan dengan amal atau perbuatan. oleh karena itu, menurut ulama fiqih, ijtihad tidak terdapat dalam ilmu kalam dan tasawuf, karena ijtihad hanyas berkenaan dengasn dalil-dalil zhanni, sedangka ilmu kalam menggunakan dalil yasng qhati, baik dalam Al-Quran mapun Sunnah.Ijtihad digambarkan ada beberapa persamaan dan perbedaan dan adapun yang menjadi dasar hukum ijtihad ialah Al-Quran dan Sunnah.Hukum ijtihad bagi orang itu bisa wajib ain, wajib kifayat, Sunat atau haram, bergantung pada kapasitas orang tersebut.Dewasa ini umat islam dihadapkan kepada sejumlah peristiwa keinginan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan.Melihat persoalan-persoalan diatas umat islam dituntut untuk keluar dari kemelut itu. Karena itu ijtihad menjadi sangat penting meskipun tidask bisa dilakukan oleh setiap orang.