bab i lette

104
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi pola kehidupan masyarakat kota itu sendiri. Perkembangan pusat kota yang merupakan sentra dari kegiatan ekonomi menjadi daya tarik bagi masyarakat yang dapat membawa pengaruh bagi tingginya arus tenaga kerja baik dari dalam kota itu sendiri maupun dari luar wilayah kota, sehingga menyebabkan pula tingginya arus urbanisasi. Urbanisasi telah menyebabkan ledakan jumlah penduduk kota yang sangat pesat, yang salah satu implikasinya adalah terjadinya penggumpalan tenaga kerja di kota-kota besar di Indonesia. Dampak lain dari tingginya arus urbanisasi kota adalah dalam hal permukiman kota. Namun urbanisasi yang terkonsentrasi seperti diuraikan di atas, disamping merugikan juga mempunyai keuntungan. Perlengkapan infrastruktur bagi modernisasi ongkosnya menjadi murah. Perkembangan ekonomi lebih cepat. Tingginya jumlah penduduk di pusat kota mengharuskan terpenuhinya kebutuhan akan permukiman yang layak huni, khususnya untuk menampung kaum urbanis yang pekerjaannya terkonsentrasi pada sektor perdagangan dan jasa di kawasan komersial yang ada di pusat kota.

Upload: nadinda-maulidya-ilham

Post on 03-Jan-2016

385 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

BAB I Lette

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Lette

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam

dampak bagi pola kehidupan masyarakat kota itu sendiri. Perkembangan pusat kota

yang merupakan sentra dari kegiatan ekonomi menjadi daya tarik bagi masyarakat

yang dapat membawa pengaruh bagi tingginya arus tenaga kerja baik dari dalam kota

itu sendiri maupun dari luar wilayah kota, sehingga menyebabkan pula tingginya arus

urbanisasi. Urbanisasi telah menyebabkan ledakan jumlah penduduk kota yang sangat

pesat, yang salah satu implikasinya adalah terjadinya penggumpalan tenaga kerja di

kota-kota besar di Indonesia. Dampak lain dari tingginya arus urbanisasi kota adalah

dalam hal permukiman kota. Namun urbanisasi yang terkonsentrasi seperti diuraikan

di atas, disamping merugikan juga mempunyai keuntungan. Perlengkapan

infrastruktur bagi modernisasi ongkosnya menjadi murah. Perkembangan ekonomi

lebih cepat. Tingginya jumlah penduduk di pusat kota mengharuskan terpenuhinya

kebutuhan akan permukiman yang layak huni, khususnya untuk menampung kaum

urbanis yang pekerjaannya terkonsentrasi pada sektor perdagangan dan jasa di

kawasan komersial yang ada di pusat kota. Ketersediaan sarana dan prasarana yang

lengkap di pusat kota ini menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk bermukim

di kawasan tersebut. Mereka membutuhkan tempat hunian lebih banyak berada di

sekitar kawasan komersial kota, hal ini dimungkinkan juga karena mereka mendekati

pusat perdagangan untuk membuka usaha dengan memanfaatkan keramaian dan

padatnya pengunjung yang berdatangan ke pusatpusat perbelanjaan di kota. Selain itu

alasan lain bagi masyarakat tertarik untuk bertempat tinggal di sekitar kawasan pusat

kota karena lebih memudahkan jangkauan tempat kerja bagi mereka yang bekerja di

pusat kota, serta memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyarakat yang banyak

bekerja di kawasan CBD kota. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap di

pusat kota juga menjadi daya tarik masyarakat untuk tinggal di kawasan tersebut.

Page 2: BAB I Lette

Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat kita pisahkan dan

berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan.

Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala

unsur serta kegiatan yang berkaitandan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman

dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan

perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan

persyaratan rumah sehat. Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya

sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi

syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan.

Permukiman kumuh yang terbentuk di Kelurahan Lette, Kec. Mariso merupakan

akibat dari tingginya harga lahan di Kota sehingga masyarakat cenderung bertempat

tinggal di daerah yang padat namun dapat dijangkau. Kondisi sarana prasarana yang

ada di Kelurahan Lette, Kec. Mariso masih sangat minim dan tidak sesuai dengan

standar yang ada.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Lette,

Kec. Mariso?

2. Bagaiamana kondisi sarana prsarana yang ada di Kelurahan Lette, Kec.

Mariso?

3. Bagaimana solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan

permukiman kumuh Kelurahan Lette, Kec. Mariso?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui karakteristik permukiman kumuh yang ada di

Kelurahan Lette, Kec. Mariso

2. Untuk mengetahui kondisi sarana prsarana yang ada di Kelurahan Lette,

Kec. Mariso

3. Dapat menerapkan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan

permukiman kumuh Kelurahan Lette, Kec. Mariso

Page 3: BAB I Lette

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Permukiman Kumuh

1. Pengertian

Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah

laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah.

Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan

golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan.

Menurut kamus ilmu-ilmu sosial Slum’s diartikan sebagai suatu daerah yang

kotor yang bangunan-bangunannya sangat tidak memenuhi syarat. Jadi daerah

slum’s dapat diartikan sebagai daerah yang ditempati oleh penduduk dengan

status ekonomi rendah dan bangunan-bangunan perumahannya tidak memenuhi

syarat untuk disebut sebagai perumahan yang sehat.

Slum’s merupakan lingkungan hunian yang legal tetapi kondisinya tidak

layak huni atau tidak memnuhi persyaratan sebagai tempat permukiman (Utomo

Is Hadri, 2000). Slum’s yaitu permukiman diatas lahan yang sah yang sudah

sangat merosot (kumuh) baik perumahan maupun permukimannya (Herlianto,

1985). Dalam kamus sosiologi Slum’s yaitu diartikan sebagai daerah penduduk

yang berstatus ekonomi rendah dengan gedung-gedung yang tidak memenuhi

syarat kesehatan. (Sukamto Soerjono, 1985).

Permukiman kumuh berdasarkan karakteristiknya adalah suatu lingkungan

permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas. Dengan kata lain

memburuk baik secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya. Dan tidak

memungkinkan dicapainya kehidupan yang layak bahkan cenderung

membahayakan bagi penghuninya.

Berdasarkan turner (1972) dalam Yuliastuti dkk (2000) pengertian

permukiman kumuh adalah kawasan hunian masyarakat dengan ketersediaan

sarana dan prasarana umum yang buruk, sedangkan Yudhohusodo dalam

Page 4: BAB I Lette

mendefinisikan permukiman kumuh sebagai bagian dari lingkungan perumahan

perkotaan yang merupakan tempat tinggal masyarakat berpenghasilan rendah,

dikenal dan dianggap oleh masyarakat di luar daerahnya sebagai daerah yang

kumuh, padat penduduk, sarat pengangguran, serta dikesankan sebagai segala

sesuatu yang bersifat jorok.

Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian

masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan

prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar

kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air

bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka,

serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.

2. Ciri Permukiman Kumuh

Ciri permukiman kumuh merupakan permukiman dengan tingkat hunian

dan kepadatan bangunan yang sangat tinggi, bangunan tidak teratur, kualitas

rumah yang sangat rendah. Selain itu tidak memadainya prasarana dan sarana

dasar seperti air minum, jalan, air limbah dan sampah.

Menurut rumusan yang dikeluarkan oleh Sidang BKPN Nomor 1989/1990

Tanggal 15 Februari 1990 dalam , menyatakan bahwa ciri-ciri lingkungan

permukiman kumuh antara lain:

a) Tanah tempat berdirinya lingkungan kumuh dapat berupa tanah negara, tanah

instansi, tanah perorangan atau badan hukum.

b) Penghuni lingkungan kumuh dapt terdiri atas pemilik tanah bangunan, pemilik

bangunan di atas tanah sewa, penyewa bangunan tanpa termasuk tanahnya,

atau pemilik bangunan yang didirikan tanpa pemegang hak atas tanahnya

c) Penggunaan bangunannya dapat untuk tempat hunian, tempat usaha atau

campuran

Page 5: BAB I Lette

d) Peruntukan penggunaan tanahnya menurut rencana kota dapat untuk

perumahan, jalur pengaman, atau keperluan lainnya

e) Fasilitas lingkungan biasanya tidak ada atau tidak lengkap memenuhi

persyaratan teknis dan kesehatan

f) Sarana lingkungan biasanya tidak ada atau tidak lengkap memenuhi

persyaratan teknis dan kesehatan dengan tata letak yang tidak teratur.

Ciri-ciri pemukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Prof. DR.

Parsudi Suparlan adalah :

1) Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

2) Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruangnya

mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

3) Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam

penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga

mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan

ekonomi penghuninya.

4) Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup

secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu

terwujud sebagai :

a) Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu

dapat digolongkan sebagai hunian liar.

b) Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau

sebuah RW.

c) Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau

RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian

liar.

Page 6: BAB I Lette

5) Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen,

warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang

beranekaragam, begitu juga asal muasalnya..

6) Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di

sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor

informil.

Berdasarkan salah satu ciri diatas, disebutkan bahwa permukiman kumuh

memiliki ciri “kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruangnya

mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin”. Penggunaan

ruang tersebut berada pada suatu ruang yang tidak sesuai dengan fungsi aslinya

sehingga berubah menjadi fungsi permukiman, seperti muncul pada daerah

sempadan untuk kebutuhan Ruang Terbuka Hijau. Permukiman tersebut muncul

dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai, kondisi rumah yang kurang

baik dengan kepadatan yang tinggi serta mengancam kondisi kesehatan penghuni.

Dengan begitu, permukiman yang berada pada kawasan SUTET, semapadan

sungai, semapadan rel kereta api, dan sempadan situ/danau merupakan kawasan

permukiman kumuh.

Kawasan permukiman kumuh di perkotaan, sesuai dengan kriteria yang

dibuat Dirjen Cipta Karya terdiri atas:

1) Kepadatan penduduknya tinggi > 200jiwa/ha

2) Kepadatan bangunannya tinggi >110bangunan/ha

3) Kondisi prasarananya buruk (jalan, air bersih, sanitasi, drainase,

persampahan) yang terbangun <20% dari luas kawasan

4) Kondisi bangunan rumah tidak permanen atau semi permanen dan tidak

memenuhi persyaratan minimal.

Page 7: BAB I Lette

5) Rawan terhadap banjir, kebakaran, penyakit, masalah keamanan dan

kriminalitas

Berdasarkan DPU Cipta Karya tiga kondisi kekumuhan dilihat dari status

tanah antara lain:

a) Kawasan lingkungan kumuh diatas tanah ilegaldengan kondisi tingkat

kekumuhan dan kepadatan tinggi. Penggunaan tanah tidak sesuai dengan

RUTR

b) Kawasan/lingkungan kumuh di atas tanah legal dengan kepadatan tinggi

c) Kawasan/lingkungan kumuh di atas tanah legal, tidak terlalu kumuh/padat

3. Penyebab Permukiman Kumuh

Penyebab utama tumbuhnya lingkungan kumuh antara lain urbanisasi dan

migrasi yang tinggi, terutama bagi sekelompok masyarakat tertentu dan

berpenghasilan rendah yang biasanya sudah betah tinggal dan menyesuaikan diri

dengan lingkungan permukimannya. Secara rinci diuraikan lingkungan

permukiman kumuh mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a) Kondisi lingkungan fisik yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan

kesehatan, yaitu kurangnya atau tidak tersedianya prasarana, fasilitas dan

utilitas lingkungan. Kalaupun ada, kondisinya sangat buruk dan disampingitu

tata letak bangunan yang digunakan adalah bahan bangunan yang bersifat

semi permanen, misalnya triplek

b) Kepadatan bengunan dengan KDB yang lebih besar daripad yang dijanjikan,

dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi (>500jiwa/ha)

c) Fungsi-fungsi kota yang bercampur tidak beraturan

Sumalyo (1993) menguraikan klasifikasi kondisi rumah di dalam kampung

dari segi bahan bangunan, yaitu:

Page 8: BAB I Lette

a) Konstruksi dari bahan darurat (plastik, kayu, bambu dan bahan-bahan bekas

lainnya

b) Konstruksi sementara (bambu, nipah, lantai tanah dipadatkan dll)

c) Konstruksi semi permanen dengan bahan-bahan yang lebih baik dari yang

disebut sebelumnya (bambu diawetkan, seng, kayu dll)

d) Konstruksi permanen (bata, batu dan bahan-bahan lainnya yang lebih awet)

Sumalyo (1993) juga menguraikan kategori kampung dari segi

letak/geografisnya, yakni:

a) Kampung dalam kota/ pusat kota

b) Kampung setengah kota (semi-urban), terletak antara pusat dan pinggiran

c) Kampung pinggiran kota, berpenduduk kurang padat

d) Kampung di daerah belakang kota (hinterland)

4. Pendekatan penanganan permukiman kumuh

Kekumuhan yang terjadi pada lingkungan pada lingkungan diatas tanah

ilegal dengan kepadatan tinggi merupakan salah satu masalah yang sulit untuk

diatasi. Pada kondisi yang demikian, Pemerintah Daerah dapat memastikan bahwa

perbaikan permukiman adalah salah satu cara untuk mengatasi kondisi seperti itu.

Perbaikan lingkungan permukiman kumuh harus dapat memecahkan

masalah kumuh secara mendasar. Perbaikan permukiman ini menyangkut masalah

fisik dan non fisik. Dalam perbaikan lingkungan permukiman kumuh perlu

dilakukak pemeliharaan tentang sikap, perilaku dan pandangan masyarakat

lingkungan tersebut trhadap usaha perbaikan lingkungan. Perlu penyuluhan yang

terus-menerus sebelumnya selama dan sesudah pekerjaan perbaikan permukiman

dilakukan.

Penilaian masyarakat terhadap kondisi permukiman dan fasilitas-fasilitas

yang ada didalamnya antara lain ditentukan oleh:

Page 9: BAB I Lette

a. Tingkat penghasilan

b. Jenis mata pencaharian

c. Tingkat pendidikan

d. Status legalitas lahan

5. Permukiman kumuh di Makassar

Sumalyo (1993) dalam penelitiannya mengenai pola pertumbuhan

permukiman kumuh di Kota Ujung Pandang (Makassar-Red) menerjemahkan

permukiman kumuh sebagai suatu kawasan di perkotaan dimana penduduknya

hidup dalam kondisi sosial – ekonomi rendah. Dari data pengamatannya diketahui

bahwa sebagian besar penduduk yang bermukim di permukiman kumuh

merupakan pendatang atau para migran dari pedesaan. Kedatangan mereka atas

dasar adanya kontak atau hubungan dengan saudara, kerabat yang sudah berada

terlebih dahulu di kota. Selain itu data yang di dapatkan juga mengungkapkan

bahwa sebagian besar migran berpendidikan rendah (dibawah SMA) dan tidak

memiliki keterampilan khusu yang menunjang. Oleh karena itu, penyesuaian pola

hidup para pendatang dengan kehidupan sosial ekonomi perkotaan tidak dapat

berlangsung secara cepat dan gaya hidup pedesaan atau tradisional masih

dijalankan.

Hal tersebut diatas merupakan faktor yang mendorong mereka untuk bekerja

pada sektor informal dengan pendapatan terbatas untuk hidup di daerah

perkotaan, dalam hal ini pekerjaan yang mereka geluti dapat dikategorikan

sebagai setengah menganggur dan sebagian lagi menganggur. Dengan segala

keterbatasan yang ada, mereka juga hanya dapat hidup dan menempati rumah

dengan kondisi kelayakan yang terbatas pula, baik dalam hal konstruksi, bahan

dan fasilitas lainnya, demikian juga dengan infrastruktur yang menunjang

kehidupan sehari-hari mereka.

Sumalyo (1993) memaparkan bahwa kelompok-kelompok rumah yang serba

terbatas membentuk kawasan permukiman kumuh kota yang keadaannya makin

Page 10: BAB I Lette

diperburuk oleh tidak tersedianya prasarana lingkungan seperti misalnya jalan

lingkungan, drainase, tempat pembuangan sampah, MCK. Tempat pembuangan

sampah sementara di permukiman kumuh ini merupakan tanah kosong bekas

rawa maupun lahan dimana sebelumnya merupakan pinggiran pantai.

Permukiman kumuh di Kota Ujung Pandang dapat dibagi menjadi tiga

kategori, yaitu permukiman kumuh di pantai, permukiman kumuh di pinggiran

kota (semi-urban) dan permukiman kumuh di tengah kota.Uraian ketiga kategori

permukiman kumuh tersebut sebagai berikut:

a) Permukiman kumuh pantai

Karena bentuk dan letak kota Ujung Pandang, permukiman kumuh

dalam kategori pantai banyak terdapat di Kecamatan Mariso dan Kecamatan

Tallo dimana sebagian wilayahnya berupa pantai (wunas : 1988) dalam

sumalyo (1993). Namun demikian saat ini wilayah kecamatan mariso yang

dahulunya berupa kawasan pantai telah berubah akibat sedimentasi dan

intervensi manusia.

Masih sama dengan tahun pemaparan laporan akhir penelitian Sumalyo,

permukiman pada daerah tersebut tidak mempunyai fasilitas sanitasi,

kesehatan, air minum maupun drainase. Hampir semua bagian kawasan

permukiman dalam kategori ini, berdiri diatas endapan sampah yang secara

berangsur-angsur memadat.

b) Permukiman kumuh pinggiran kota

Pemukiman kumuh dikategorikan dalam pinggiran kota tumbuh dan

berkembang bersamaan dengan perkembangan pemukiman baru. Kawasan

kumuh semacam ini banyak terdapat pada sebagian kecamatan pinggiran yaitu

ntara lain : bagian Barat kecamatan Makassar dan Tallo dan bagian Selatan-

Barat kacamatan Tamalate. Lahan dimana permukiman kumuh pinggiran kota

berdiri, sebagian sawah atau kebun cukup subur dan sebagian lagi rawa-rawa.

Page 11: BAB I Lette

Bentuk arsitektur rumah-rumahnya kebanyakan mirip dengan yang dipantai,

berupa rumah panggung tradisional Bugis atau Makassar, tetapi bahan

bangunannya rata-rata sedeikit lebih baik. Permukiman kumuh kota tersebut

dalam kecamatan-kecamatan yang secara geografis terletak dalam pusat kota

seperti misalnya Wajo dan Makassar, berkepadatan penduduk rata-rata sekitar

290 jiwa per hektar. Pertumbuhan penduduknya relatif kecil dibanding

dengan lainnya yaitu hanya 4, 23 %. Sekitar 70 % penghuninya adalah

migran, datang sebelum tahun 1977 dan 22 % sesudah 1979. rumah-rumahnya

dalam kondisi relatif labih baik dari kedua jenis permukimankumuh diuraikan

diatas, sebagian besar sudah mempunyai fasilitas air bersih. Karena lokasinya

terletak dekat dengan pusat kota, permasalahannya yang utama adalah banjir,

lalu lintas dan kebakaran. Yang terakhir disebut sering terjadi terutama pada

musim kering dan permasalahannya semakin sulit daitasi kaerna kepadatanya

tinggi dan jalan-jalan atau lorong tidak dapat dilalui oleh mobil pemadam

kebakaran.

II.2 Tinjauan Umum Pemberdayaan

Menurut Pranarka dan Moeljarto (1996:12) dalam Yuliastuti dkk (2000)

menyatakan bahwa pemberdayaan (empowerment) pada dasarnya terbentuk oleh ide

untuk menempatkan manusia lebih sebagai subyek dari dunianya sendiri

Pada saat ini, konsepsi pemberdayaan masyarakat telah dijabarkan dalam lingkup

yang lebih luas yaitu untuk menciptakan kemitraan pembangunan antara pemerintah,

masyarakat dan swasta/pengusaha. Selain itu pembahasan pemberdayaan masyarakat

juga semakin banyak, dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Dalam mewujudkan pembangunan yang adil dan merata, LSM ini siap untuk

membela dan melindungi masyarakat yang lemah. Keterlibatan LSM menjadikan

pemerintah lebih serius dalam menangani pembangunan dan pemberdayaan

masyarakat.

Page 12: BAB I Lette

II.3 Pembangunan Masyarakat

Pembangunan masyarakat mempunyai dua pengertian yaitu secara luas

maupun sempit. Dalam arti luas pembangunan masyarakat dapat diartikan sebagai

perubahan sosial yang berencana dengan sasaran perbaikan dan peningkatan pada

bidang sosial, ekonomi, teknologi dan politik. Pembangunan masyarakat dalam arti

sempit adalah perubahan sosial di suatu wilayah tertentu baik di kampung, desa, kota

kecil maupun kota besar (Ndraha.1990:72).

II.4 Peran Serta Masyarakat

Istilah peran serta sering juga disebut dengan partisipasi. Menurut Hanabe

pengertian partisipasi adalah suatu usaha berkelanjutan yang memungkinkan

masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan, baik secara aktif maupun pasif.

Partisipasi tersebut dapat dimanfaatkan pula sebagai sarana mengkomunikasikan

keinginan masyarakat untuk ikut melakukan kontrol terhadap kegiatan pembangunan

(Hanabe, 1996:11 dalam yuliastuti dkk : 2000)

Partisipasi masyarakat juga dapat di artikan sebagai keterlibatan masyarakat

dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang

dilakukan pemerintah, keterlibatan dalam memikul tanggung jawab dalam

pelaksanaan kegiatan pembangunan, keterlibatan dalam menikmati hasil

pembangunan secara adil dan merata (Tjokroamidjojo,1994:207 dalam Yuliastuti dkk

: 2000).

II.5 Hambatan dalam Peran Serta Masyarakat

Permasalahan umum yang sering terjadi dalam pelaksanaan peran serta

masyarakat baik menurut Diana Conyers dan Slamet dalam yuliastuti dkk (2000)

Page 13: BAB I Lette

yaitu apakah masyarakat memang ingin terlibat dan kemudian masyarakat

mengetahui apa yang menjadi keinginan mereka. Sedangkan hambatan yang lain

adalah muncul dari kondisi dan karakteristik masyarakat itu sendiri, misalnya tingkat

perekonomian, tingkat pendidikan dan unsur kepercayaan. Hambatan dari luar

terutama terjadi karena belum adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan

masyarakat. Kondisi ini dapat terjadi karena pemerintah cenderung memaksakan

kebijakan kepada masyarakat, sedangjan di pihak masyarakat sering dicurigai sebagai

penghambat pembangunan (wibisana, 1980 dalam yuliastuti dkk: 2000)

Sedangkan menurut Jorge dalam Swan (1980) pada laporan akhir penelitian

yuliastuti (2000) hambatan untuk berpartisipasi adalah karena sebagai berikut:

Kemiskinan

Pada kondisi masyarakat yang mengalami kemiskinan, relatif kecil kemungkinan

yang diharapkan untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Mereka lebih

mengutamakan pemenuhan kebutuhan fisik dasar terlebih dulu, sebelum mereka

menutuskan untuk ikut berpartisipasi.

Pola masyarakat

Dalam komunita smasyarakat, ada kelompok maupun individu masyarakat yang

tidak mau berpartisipasi. Persoalannya adalah sifat heterogenitas suatu

masyarakat yang berwujud pada perbedaan ras, etnik, agama maupun politis.

Berbagai tipe masyarakat ini menimbulkan persaingan dan prasangka yang pada

akhirnya akan mempengaruhi semangat untuk bekerja sama.

Birokrasi

Faktor birokrasi diterangai sebagai salah satu penghambat partisipasi. Kebijakan

dari pusat sering berbeda arah apabila telah sampai di daerah. Hal ini di sebabkan

oleh terlalu panjang dan rumitnya mata rantai birokrasi dari tingkat pusat ke

Page 14: BAB I Lette

daerah. Birokrasi sering melampaui standar, terpaku pada prosedur formal dan

kompleks.

Bagan Kerangka Pikir

Terbentuknya Permukiman

Kumuh di perkotaan

Prasarana lingkungan sebagai

Pendukung aktivitas penduduk

Menurunnya kualitas prasarana

Keterbatasan pemerintah Adanya wadah swadaya

masyarakat Aspirasi akan kebutuhan

prasarana

Partisipasi aktif masyarakat mengenai aspirasi kebutuhan

prasarana yang tepat

prasarana permukiman

Page 15: BAB I Lette

Patokan Rumah yang Sehat dan Ekologis

Patokan yang dapat digunakan dalam membangun rumah yang ekologis adalah

sebagai berikut:

1. Menciptakan kawasan penghijauan di kawasan pembangunan sebagai paru-paru

hijau.

Sosialisasi dengan tokoh masyarakat

dan aparat setempat

Perlibatan masyarakat dalam perencanaan prasarana permukiman kumuhRengking

kebutuhan prasarana

lingkungan

Rencana Pemenuhan Kebutuhan Prasarana Lingkungan

Page 16: BAB I Lette

2. Memilih tapak bangunan yang sebebas mungkin dari gangguan/radiasi geobiologis

dan meminimalkan medan elektromagnetik buatan.

3. Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan bangunan alamiah.

4. Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan.

5. Menghindari kelembapan tanah naik ke dalam konstruksi bangunan dan

memajukan sistem bangunan kering.

6. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu

mengalirkan uap air.

7. Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa pakai

bahan bangunan dan struktur bangunan.

8. Mempertimbangkan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan harmonikal.

9. Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak menimbulkan masalah

lingkungan dan membutuhkan energi sedikit mungkin (mengutamakan energy

terbarukan).

10. Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat dimanfaatkan

oleh semua penghuni (termasuk anak-anak, orang tua,maupun orang cacat tubuh).

Page 17: BAB I Lette

\\

A. PENGERTIAN KUMUH

a. Permukiman Kumuh

Menurut Ditjen Bangda Depdagri, ciri-ciri permukiman atau daerah perkampungan

kumuh dan miskin dipandang dari segi sosial ekonomi adalah sebagai berikut :

1. Sebagian besar penduduknya berpenghasilan dan berpendidikan rendah, serta

memiliki sistem sosial yang rentan.

2. Sebagaian besar penduduknya berusaha atau bekerja di sektor informal

Lingkungan permukiman, rumah, fasilitas dan prasarananya di bawah standar

minimal sebagai tempat bermukim, misalnya memiliki:

a. Kepadatan penduduk yang tinggi > 200 jiwa/km2

Page 18: BAB I Lette

b. Kepadatan bangunan > 110 bangunan/Ha.

c. Kondisi prasarana buruk (jalan, air bersih, sanitasi, drainase, dan persampahan).

d. Kondisi fasilitas lingkungan terbatas dan buruk, terbangun <20% dari luas

persampahan.

e. Kondisi bangunan rumah tidak permanen dan tidak memenuhi syarat minimal

untuk tempat tinggal.

f Permukiman rawan terhadap banjir, kebakaran, penyakit dan keamanan.

g. Kawasan permukiman dapat atau berpotensi menimbulkan ancaman (fisik dan non

fisik ) bagi manusia dan lingkungannya.

Kriteria Kawasan Permukiman Kumuh (Lanjutan)

Untuk melakukan identifikasi kawasan permukiman kumuh digunakan kriteria.

Penentuan kriteria kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan

mempertimbangkan berbagai aspek atau dimensi seperti kesesuaian peruntukan lokasi

dengan rencana tata ruang, status (kepemilikan) tanah, letak/kedudukan lokasi,

tingkat kepadatan penduduk, tingkat kepadatan bangunan, kondisi fisik, sosial,

ekonomi dan budaya masyarakat lokal. Selain itu digunakan kriteria sebagai kawasan

penyangga kota metropolitan seperti kawasan permukiman kumuh teridentifikasi

yang berdekatan atau berbatasan langsung dengan kawasan yang menjadi bagian dari

kota metropolitan.

Berdasarkan uraian diatas maka untuk menetapkan lokasi kawasan permukiman

kumuh digunakan kriteria-kriteria yang dikelompok kedalam kriteria:

• Vitalitas Non Ekonomi

• Vitalitas Ekonomi Kawasan

Page 19: BAB I Lette

• Status Kepemilikan Tanah

• Keadaan Prasarana dan Sarana

• Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

• Prioritas Penanganan

Kegiatan penilaian kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan sistem

pembobotan pada masing-masing kriteria diatas. Umumnya dimaksudkan bahwa

setiap kriteria memiliki bobot pengaruh yang berbeda-beda. Selanjutnya dalam

penentuan bobot kriteria bersifat relatif dan bergantung pada preferensi individu atau

kelompok masyarakat dalam melihat pengaruh masing-masing kriteria.

Kriteria Vitalitas Non Ekonomi Kriteria Vitalitas Non Ekonomi dipertimbangkan

sebagai penentuan penilaian kawasan kumuh dengan indikasi terhadap penanganan

peremajaan kawasan kumuh yang dapat memberikan tingkat kelayakan kawasan

permukiman tersebut apakah masih layak sebagai kawasan permukiman atau sudah

tidak sesuai lagi.

Kriteria ini terdiri atas variabel sebagai berikut:

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi

terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu

hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,

mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh

berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

Kriteria Vitalitas Ekonomi

Page 20: BAB I Lette

Kriteria Vitalitas Ekonomi dinilai mempunyai kepentingan atas dasar sasaran

program penanganan kawasan permukiman kumuh terutama pada kawasan

kumuh sesuai gerakan city without slum sebagaimana menjadi komitmen

dalam Hari Habitat Internasional. Oleh karenanya kriteria ini akan

mempunyai tingkat kepentingan penanganan kawasan permukiman kumuh

dalam kaitannya dengan indikasi pengelolaan kawasan sehingga peubah

penilai untuk kriteria ini meliputi:

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah

kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan

dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk

dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk

dalam kelompok ini adalah pusat- pusat aktivitas bisnis dan

perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi

lainnya.

Kriteria Status Tanah Kriteria status tanah sebagai mana tertuang dalam

Inpres No. 5 tahun 1990 tentang Peremajan Permukiman Kumuh adalah merupakan

hal penting untuk kelancaran dan kemudahan pengelolaanya. Kemudahan pengurusan

masalah status tanah dapat menjadikan jaminan terhadap ketertarikan investasi dalam

suatu kawasan perkotaan. Perubah penilai dari kriteria ini meliputi:

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

b. Status sertifikat tanah yang ada.

Kriteria Kondisi Prasarana dan Sarana

Kriteria Kondisi Prasarana dan sarana yang mempengaruhi suatu kawasan

permukiman menjadi kumuh, paling tidak terdiri atas:

a. Kondisi Jalan

Page 21: BAB I Lette

b. Drainase

c. Air bersih

d. Air limbah

Kriteria Komitmen Pemerintah Setempat

Komitmen pemerintah daerah (kabupaten/kota/propinsi) dinilai mempunyai andil

sangat besar untuk terselenggaranya penanganan kawasan permukiman kumuh. Hal

ini mempunyai indikasi bahwa pemerintah daerah menginginkan adanya keteraturan

pembangunan khususnya kawasan yang ada di daerahnya.

Perubah penilai dari kriteria ini akan meliputi:

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh

dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan

penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana

penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan)

kawasan dan lainnya.

Kriteria Prioritas Penanganan

Untuk menentukan lokasi prioritas penanganan, selanjutnya digunakan kriteria lokasi

kawasan permukiman kumuh yang diindikasikan memiliki pengaruh terhadap

(bagian) kawasan perkotaan metropolitan sekaligus sebagai kawasan permukiman

penyangga. Kriteria ini akan menghasilkan lokasi kawasan permukiman yang

prioritas ditangani karena letaknya yang berdekatan dengan kawasan perkotaan.

Penentuan kriteria ini menggunakan variabel sebagai berikut:

a. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan pusat kota

metropolitan.

b. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan kawasan pusat

pertumbuhan bagian kota metropolitan.

Page 22: BAB I Lette

c. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan kawasan lain

(perbatasan) bagian kota metropolitan.

d. Kedekatan lokasi kawasan kumuh dengan letak ibukota daerah yang

bersangkutan.

B. Sesuai Dengan Uu No. 1/2011, Lingkup Penanganan Lingkungan

Permukiman Kumuh Mencakup Hal-Hal Berikut Di Bawah Ini.

1 . Pemugaran

Secara konseptual, implementasi prinsip pemugaran meliputi 1) Revitalisasi,

2)Rehabilitasi, 3) Renovasi, 4) Rekonstruksi, dan 5) Preservasi.

1) Revitalisasi adalah upaya menghidupkan kembali suatu kawasan mati, yang pada

masa silam pernah hidup, atau mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk

menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau seharusnya

dimiliki oleh sebuah kota.

2) Rehabilitasi merupakan upaya mengembalikan kondisi komponen fisik lingkungan

permukiman yang mengalami degradasi.

3) Renovasi melakukan perubahan sebagian atau beberapa bagian dari komponen

pembentukan lingkungan permukiman.

4) Rekonstruksi merupakan upaya mengembalikan suatu lingkungan permukiman

sedekat mungkin dari asalnya yang diketahui, dengan menggunakan komponen-

komponen baru maupun lama.

5) Preservasi merupakan upaya mempertahankan suatu lingkungan permukiman dari

penurunan kualitas atau kerusakan. Penanganan ini bertujuan untuk memelihara

komponen yang berfungsi baik dan mencegah dari proses penyusutan dini

Page 23: BAB I Lette

(kerusakan), misalnya dengan menggunakan instrumen: Ijin Mendirikan Bangunan

(IMB). Ketentuan atau pengaturan tentang: Koefesien Lantai Bangunan, Koefesien

Dasar Bangunan, Garis Sempadan Bangunan, Garis Sempadan Jalan, Garis

Sempadan Sungai, dan lain sebagainya.

2. Peremajaan

Peremajaan adalah upaya pembongkaran sebagian atau keseluruhan lingkungan

perumahan dan permukiman dan kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana

dan sarana lingkungan perumahan dan permukiman baru yang lebih layak dan sesuai

dengan rencana tata ruang wilayah. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk

meningkatkan nilai pemanfaatan lahan yang optimal sesuai dengan potensi lahannya.

Di samping itu, diharapkan mampu memberikan nilai tambah secara ekonomis dan

memberi vitalitas baru dari lahan permukiman yang diremajakan. Pada umumnya,

peremajaan ini memberikan konsekuensi bentuk teknis penanganan seperti halnya:

land consolidation, land re-adjustment dan land sharing.

3. Pengelolaan dan Permukiman Kembal i

Pengelolaan adalah upaya-upaya untuk mempertahankan, mengendalikan atau

mengurangi dampak negatif yang timbul, serta meningkatkan dampak positif yang

timbul terhadap lingkungan hunian. Sedangkan permukiman kembali dimaksudkan

untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan dan kawasan permukiman yang lebih

baik guna melindungi keselamatan dan keamanan masyarakat dengan memindahkan

lokasi hunian sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

3. Upaya Mengatasi Permukiman Kumuh

Page 24: BAB I Lette

Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di

kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan

dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok

miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan

pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi,

penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada

umumnya.

Cara Mengatasi Permukiman Kumuh:

1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi

kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.

2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan

membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta

menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.

Bentuk Bentuk Peremajaan Kota Di Indonesia:

1. Perbaikan lingkungan permukiman.

Disini kekuatan pemerintah/public investment sangat dominan, atau sebagai

faktor tunggal pembangunan kota.

2. Pembangunan rumah susun sebagai pemecahan lingkungan kumuh.

3. Peremajaan yang bersifat progresif oleh kekuatan sektor swasta seperti munculnya

super blok (merupakan fenomena yang menimbulkan banyak kritik dalam aspek

sosial yaitu penggusuran, kurang adanya integrasi jaringan dan aktifitas trafik

yang sering menciptakan problem diluar super blok). Faktor tunggalnya adalah

pihak swasta besar.

Page 25: BAB I Lette

Pemerintah juga telah membentuk institusi yaitu Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas). Tugas Pokok dan Fungsi Bappenas diuraikan sesuai dengan

Keputusan Presiden Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata

kerja Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tugas pokok dan fungsi tersebut

tercermin dalam struktur organisasi, proses pelaksanaan perencanaan pembangunan

nasional, serta komposisi sumber daya manusia dan latar belakang pendidikannya.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat Utama,

Staf Ahli dan Inspektorat Utama, serta 7 deputi yang masing-masing membidangi

bidang-bidang tertentu.

Yang di usahakan adalah: perkembangan ekonomi makro, pembangunan ekonomi,

pembangunan prasarana, pembangunan sumber daya manusia, pembangunan regional

dan sumber daya alam, pembangunan hukum, penerangan, politik, hankam dan

administrasi negara, kerja sama luar negeri, pembiayaan dalam bidang pembangunan,

pusat data dan informasi perencanaan pembangunan, pusat pembinaan pendidikan

dan pelatihan perencanaan pembangunan (pusbindiklatren), program pembangunan

nasional(propenas), badan koordinasi tata ruang nasional, landasan/acuan/dokumen

pembangunan nasional, hubungan eksternal.

Patokan Rumah yang Sehat dan Ekologis

Patokan yang dapat digunakan dalam membangun rumah yang ekologis adalah

sebagai berikut:

1. Menciptakan kawasan penghijauan di kawasan pembangunan sebagai paru-paru

hijau.

2. Memilih tapak bangunan yang sebebas mungkin dari gangguan/radiasi geobiologis

dan meminimalkan medan elektromagnetik buatan.

Page 26: BAB I Lette

3. Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan bangunan alamiah.

4. Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan.

5. Menghindari kelembapan tanah naik ke dalam konstruksi bangunan dan

memajukan sistem bangunan kering.

6. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu

mengalirkan uap air.

7. Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa pakai

bahan bangunan dan struktur bangunan.

8. Mempertimbangkan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan harmonikal.

9. Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak menimbulkan masalah

lingkungan dan membutuhkan energi sedikit mungkin (mengutamakan energy

terbarukan).

10. Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat dimanfaatkan

oleh semua penghuni (termasuk anak-anak, orang tua,maupun orang cacat tubuh).

A. PENGERTIAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN

1. Pengertian Permukiman

Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan

lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai

lingkungan tempat tinggal hunian dan tempat kegiatan mendukung perikehidupan dan

penghidupan. Sifat dan karakter permukiman lebih kompleks, karena permukiman

mencakup suatu batasan wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan luas dan

lingkup perumahan.

Page 27: BAB I Lette

2. Pengertian Perumahan

Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan

tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

lingkungan.

Tabel. Perbedaan Perumahan dan Permukiman

3. Peluang Pembangunan Perumahan dan Permukiman

a. Meningkatnya pendapatan daerah.

b. Meningkatnya kemampuan dan kepedulian dunia usaha dan masyarakat.

c. Terkendalinya pertumbuhan penduduk.

d. Rencana Tata Ruang yang terlah tersusun dari tingkat propinsi sampai kecamatan.

e. Perkembangan teknologi.

f. Kordinasi yang makin membaik dalam pembangunan permukiman dan

perumahan.

4. Kendala Pembangunan Perumahan dan Permukiman

a. Terbatasnya lahan yang tersedia.

b. Rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat.

c. terbatasnya informasi.

d. terbatasnya kemampuan pemerintah daerah.

B. RUMAH DAN PEMUKIMAN SEHAT

Page 28: BAB I Lette

Rumah sehat yakni rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi ketetapan

atau ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi

penghuni rumah dari bahaya atau gangguan kesehatan, sehingga memungkinkan

penghuni memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Rumah sehat meliputi

beberapa persyaratan sebagai berikut :

1. Sistem pengadaan air baik.

2. Fasilitas untuk mandi baik.

3. Sistem pembuangan limbah baik.

4. Sistem pembuangan tinja baik.

5. Tidak over crowded.

6. Ventilasi.

7. Pencahayaan.

8. Kebisingan.

9. Kekuatan bangunan.

10. Letak rumah.

Berikut adalah persyaratan letak sebuah rumah yang sehat:

a. Permukaan tanah

1) Tanah rendah

2) Tanah ideal adalah tanah yang kering

3) Tanah timbun yang kurang padat juga tidak baik

4) Letak rumah harus ideal dengan permukaan bangunan lainnya

b. Arah Rumah

1) Matahari terbit

2) Sebaiknya daerah terbuka

3) Jangan menghadap daerah dengan hempasan angin yang kuat

Page 29: BAB I Lette

Dalam membuat sebuah rumah pasti dibutuhkan adanya sebuah design,

Adapun manfaat adanya design adalah :

a. Pemilik tahu pasti bentuk rumah yang akan dibangun

b. Kontraktor tahu pasti sesuai dengan persetujuan pemilik

c. Penguasa dapat mencek apakah tidak melanggar peraturan

Adapun Persyaratan Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman

menurut KEPMENKES No 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah :

1. Lokasi

a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran

lahar, tanah longsor, gel tsunami, daerah gempa, dll

b. Tidak terletak pada daerah bekas TPA sampah atau bekas tambang

c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti

jalur pendaratan penerbangan

2.   Kualitas udara

a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi

b. Debu dengan diameter kurang dari 10 ug maks 150 ug/m3

c. Debu mak 350 mm3/m2 perhari

3. Kebisingan dan Getaran

a. Kebisingan dianjurkan 45 dB A, mak 55 dB. A

b. Tingkat getaran mak 10 mm/detik

Kualitas Tanah di daerah Perumahan dan Pemukiman harus memenuhi

persyaratan berikut:

1. Kandungan Timah hitam (Pb) mak 300 mg/kg

2. Kandungan Arsenik (As) total mak 100 mg/kg

3. Kandungan Cadmium ( Cd) mak 20 mg/kg

4. Kandungan Benzoa pyrene mak 1 mg/kg

Page 30: BAB I Lette

Prasarana dan Sarana Lingkungan Pemukiman:

1. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi kel dengan konstruksi yang

aman dari kecelakaan.

2. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit.

3. Memiliki sarana jln lingk dengan ketentuan konstruksi jln tidak menganggu kes,

konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyadang cacat,

jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak

menyilaukan mata.

4. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi

persyaratan kesehatan.

5. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat

kesehatan.

6. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah RT harus memenuhi syarat kesehatan.

7. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kes, kom, t4 kerja, t4 hiburan, t4

pendidikan, kesenian, dll.

8. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya.

9. Tempat pengelolaan makanan harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan

yg dapat menimbulkan keracunan.

Adapun Persyaratan Rumah Tinggal Menurut KEPMENKES No. 829/

Menkes/ SK/VII/ 1999 adalah:

1. Bahan Bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepapaskan bahan yang dapat

membahayakan kes, antara lain: debu total kurang dari 150 ug/m2, asbestos

kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan bekembangnya

mikroorganisme patogen

2. Komponen dan Penataan Ruang

Page 31: BAB I Lette

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.

b. Dinding rumah memiliki ventilasi, dikamar mandi dan kamar cuci kedap air

dan mudah dibersihkan.

c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

d. Ada penangkal petir.

e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.

f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.

3. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat

menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan 60 lux dan tidak

menyilaukan mata

4. Kualitas Udara

a. Suhu udara nyamannya 18-300 C.

b. Kelembaban udara 40-70 %

c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam.

d. Pertukaran udara.

5. Vektor Penyakit

Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.

6. Penyediaan Air

a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/

orang/hari,

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air

minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.

7. Sarana Penyimpanan Makanan

Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.

8. Pembuangan Limbah

a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak

menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah,

Page 32: BAB I Lette

b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak

mencemari permukaan tanah dan air tanah.

9. Kepadatan Hunian

Luas kamar tidur minimal 8m2  dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2

orang tidur. Persyaratan tersebut diatas berlaku juga terhadap kondominium,

rumah susun (rusun), rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan) pada zona

pemukiman. Pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan perumahan

dan lingkungan pemukiman menjadi tanggung jawab pengembang atau

penyelenggara pembangunan perumahan, dan pemilik atau penghuni rumah

tinggal untuk rumah.

Penyelenggara pembangunan perumahan (pengembang) yang tidak

memenuhi ketentuan tentang persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan

pemukiman dapat dikenai sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi sesuai

dengan UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, dan UU No. 23/1992

tentang Kesehatan, serta peraturan pelaksanaannya. Bagi pemilik rumah yang

belum memenuhi ketentuan tersebut diatas tidak dapat dikenai sanksi, tetapi

dibina agar segera dapat memenuhi persyaratan kesehatan rumah.

C. KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH

Untuk melakukan identifikasi kawasan permukiman kumuh digunakan

kriteria. Penentuan kriteria kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan

mempertimbangkan berbagai aspek atau dimensi seperti kesesuaian

peruntukan lokasi dengan rencana tata ruang, status (kepemilikan) tanah,

letak/kedudukan lokasi, tingkat kepadatan penduduk, tingkat kepadatan

bangunan, kondisi fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal. Selain

itu digunakan kriteria sebagai kawasan penyangga kota metropolitan seperti

kawasan permukiman kumuh teridentifikasi yang berdekatan atau berbatasan

Page 33: BAB I Lette

langsung dengan kawasan yang menjadi bagian dari kota metropolitan.

Berdasarkan uraian diatas maka untuk menetapkan lokasi kawasan

permukiman kumuh digunakan kriteria-kriteria yang dikelompok kedalam

kriteria:

1. Vitalitas Non Ekonomi

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

3. Status Kepemilikan Tanah

4. Keadaan Prasarana dan Sarana

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

6. Prioritas Penanganan

Kegiatan penilaian kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan sistem

pembobotan padamasing-masing kriteria diatas. Umumnya dimaksudkan bahwa

setiap kriteria memiliki bobotpengaruh yang berbeda-beda. Selanjutnya dalam

penentuan bobot kriteria bersifat relatifdan bergantung pada preferensi individu atau

kelompok masyarakat dalam melihat pengaruh masing-masing kriteria.

1. Kriteria Vitalitas Non Ekonomi

Kriteria vitalitas non ekonomi dipertimbangkan sebagai penentuan

penilaian kawasan kumuh dengan indikasi terhadap penanganan peremajaan

kawasan kumuh yang dapat memberikan tingkat kelayakan kawasan permukiman

tersebut apakah masih layak sebagai kawasan permukiman atau sudah tidak

sesuai lagi. Kriteria ini terdiri atas variabel sebagai berikut:

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang

kota.

b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki

indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal

Page 34: BAB I Lette

kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat

didalamnya.

c. Kondisi kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,

mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh

berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Kriteria Vitalitas Ekonomi

Kriteria vitalitas ekonomi dinilai mempunyai kepentingan atas dasar

sasaran program penanganan kawasan permukiman kumuh terutama pada

kawasan kumuh sesuai gerakan city without slum sebagaimana menjadi

komitmen dalam Hari Habitat Internasional. Oleh karenanya kriteria ini akan

mempunyai tingkat kepentingan penanganan kawasan permukiman kumuh dalam

kaitannya dengan indikasi pengelolaan kawasan sehingga peubah penilai untuk

kriteria ini meliputi:

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota,

apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan

faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat

menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam

kelompok ini adalah pusat- pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti

pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan

permukiman kumuh.

3. Kriteria Status Tanah

Kriteria status tanah sebagai mana tertuang dalam Inpres No. 5 tahun

1990 tentang Peremajan Permukiman Kumuh adalah merupakan hal penting

untuk kelancaran dan kemudahan pengelolaanya. Kemudahan pengurusan

masalah status tanah dapat menjadikan jaminan terhadap ketertarikan investasi

dalam suatu kawasan perkotaan. Perubah penilai dari kriteria ini meliputi:

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

Page 35: BAB I Lette

b. Status sertifikat tanah yang ada.

4. Kriteria Kondisi Prasarana dan Sarana

Kriteria kondisi prasarana dan sarana yang mempengaruhi suatu kawasan

permukiman menjadi kumuh, paling tidak terdiri atas:

a. Kondisi Jalan

b. Drainase

c. Air bersih

d. Air limbah

5. Kriteria Komitmen Pemerintah Setempat

Komitmen pemerintah daerah (kabupaten/kota/propinsi) dinilai

mempunyai andil sangat besar untuk terselenggaranya penanganan kawasan

permukiman kumuh. Hal ini mempunyai indikasi bahwa pemerintah daerah

menginginkan adanya keteraturan pembangunan khususnya kawasan yang ada di

daerahnya. Perubah penilai dari kriteria ini akan meliputi:

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh

dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan

penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana

penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan

dan lainnya.

6. Kriteria Prioritas Penanganan

Untuk menentukan lokasi prioritas penanganan, selanjutnya digunakan

kriteria lokasi kawasan permukiman kumuh yang diindikasikan memiliki

pengaruh terhadap (bagian) kawasan perkotaan metropolitan sekaligus sebagai

kawasan permukiman penyangga. Kriteria ini akan menghasilkan lokasi kawasan

permukiman yang prioritas ditangani karena letaknya yang berdekatan dengan

kawasan perkotaan. Penentuan kriteria ini menggunakan variabel sebagai berikut:

a. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan pusat kota

metropolitan.

Page 36: BAB I Lette

b. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan kawasan pusat

pertumbuhan bagian kota metropolitan.

c. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan kawasan lain

(perbatasan) bagian kota metropolitan.

d. Kedekatan lokasi kawasan kumuh dengan letak ibukota daerah yang

bersangkutan.

Sebab dan Proses Terbentuknya Permukiman Kumuh

Sebab Terbentuknya Permukiman Kumuh.Dalam perkembangan suatu kota,

sangat erat kaitannya dengan mobilitas penduduknya. Masyarakat yang mampu,

cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi

masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di pusat

kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan

dikota. Kelompok masyarakat inilah yang karena tidak tersedianya fasilitas

perumahan yang terjangkau oleh kantong mereka serta kebutuhan akan akses ke

tempat usaha, menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di

perkotaan.

Proses Terbentuknya Permukiman Kumuh.Dimulai dengan dibangunnya

perumahan oleh sektor non-formal, baik secara perorangan maupun dibangunkan oleh

orang lain. Pada proses pembangunan oleh sektor non-formal tersebut mengakibatkan

munculnya lingkungan perumahan kumuh, yang padat, tidak teratur dan tidak

memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi standar teknis dan

kesehatan.

Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh

adalah:

1. Ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan

layak huni.

Page 37: BAB I Lette

2. Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan

akan bahaya kebakaran.

3. Sarana jalan yang sempit dan tidak memadai.

4. Tidak tersedianya jaringan drainase.

5. Kurangnya suplai air bersih.

6. Jaringan listrik yang semrawut.

7. Fasilitas MCK yang tidak memadai.

D. REVILTALISASI DAN PEREMAJAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke

daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya perkembangan kegiatan suatu

kota. Perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan terhadap

struktur kota. Perubahan tersebut akan mengarah pada kemerosotan suatu lingkungan

permukiman, tidak efisiennya penggunaan tanah daerah pusat kota, dan

mengungkapkan bahwa penurunan kualitas tersebut bisa terjadi di setiap bagian kota.

Kemerosotan lingkungan seringkali dikaitkan dengan masalah sosial, seperti

kriminalitas, kenakalan remaja, prostitusi sebagainya (Sujarto, 1980:17). Meskipun

sulit untuk bisa diukur, peremajaan kota diyakini akan membawa perbaikan-

perbaikan keadaan sosial pada wilayah-wilayah yang mengalami kemerosotan

lingkungan. Peremajaan kota adalah upaya pembangunan yang terencana untuk

merubah atau memperbaharui suatu kawasan di kota yang mutu lingkungannya

rendah (Yudohusodo, dkk., 1991:332).

Dalam Panudju (1999:181-182), peremajaan lingkungan permukiman

merupakan bagian dari program peremajaan kota. Peremajaan lingkungan

permukiman adalah pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang

sebagian besar atau seluruhnya berada di atas tanah negara dan selanjutnya ditempat

sama dibangun  prasarana dan fasilitas lingkungan, rumah susun serta bangunan-

bangunan lainnya sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan.

Page 38: BAB I Lette

Sedangkan menurut Cipta Karya (1996:III-6) peremajaan lingkungan permukiman di

kota merupakan proses penataan kembali kawasan kumuh perkotaan agar dapat

dimanfaatkan secara optimal sebagai ruang kegiatan masyarakatnya. Proses tersebut

terutama diterapkan pada kawasan permukiman yang dihuni oleh kelompok

masyarakat kota berpenghasilan rendah.

Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan lengkap dengan sarana

dan prasarana kebutuhan hidup sehari-hari serta merupakan bagian dari suatu kota

(Dirjend Cipta Karya PU, IAP, 1997:60). Ada beberapa tindakan yang dapat

dilakukan berkaitan dengan upaya peremajaan pada suatu lingkungan

(Danisworo,1988:8-13) yaitu :

1. Redevelopment atau pembangunan kembali, adalah upaya penataan kembali suatu

kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran sarana dan

prasarana pada sebagian atau seluruh kawasan tersebut yang telah dinyatakan

tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya. Biasanya, dalam kegiatan ini terjadi

perubahan secara struktural terhadap peruntukan lahan, profil sosial ekonomi,

serta ketentuan-ketentuan pembangunan lainnya yang mengatur intensitas

pembangunan baru.

2. Gentrifikasi adalah upaya peningkatan vitalitas suatu kawasan kota melalui upaya

peningkatan kualitas bangunan atau lingkungannya tanpa menimbulkan

perubahan berarti terhadap struktur fisik kawasan tersebut. Gentrifikasi bertujuan

memperbaiki nilai ekonomi suatu kawasan kota dengan cara memanfaatkan

berbagai sarana dan prasarana yang ada, meningkatkan kualitas serta

kemampuannya tanpa harus melakukan pembongkaran berarti.

3. Rehabilitasi pada dasarnya merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi suatu

bangunan atau unsur-unsur kawasan kota yang telah mengalami kerusakan,

kemunduran, atau degradasi, sehingga dapat berfungsi kembali sebagaimana

mestinya.

Page 39: BAB I Lette

4. Preservasi merupakan upaya untuk memelihara dan melestarikan lingkungan

pada kondisinya yang ada, dan mencegah terjadinya proses kerusakannya. Metode

ini biasanya diterapkan untuk obyek memiliki arti sejarah atau arti arsitektur

tertentu.

5. Konservasi merupakan upaya untuk melestarikan, melindungi serta

memanfaatkan sumber daya suatu tempat, seperti kawasan dengan kehidupan

budaya dan tradisi yang mempunyai arti, kawasan dengan kepadatan penduduk

yang ideal, cagar budaya, hutan lindung, dan sebagainya. Konservasi dengan

demikian, sebenarnya merupakan pula upaya preservasi, namun dengan tetap

memanfaatkan kegunaan dari suatu tempat untuk menampung dan memberi

wadah bagi kegiatan yang sama seperti kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang

sama sekalibaru melalui usaha penyesuaiang, sehingga dapat membiayai sendiri

kelansungan eksistensinya.

6. Resettlement adalah proses pemindahan penduduk dari lokasi permukiman yang

sudah tidak sesuai dengan peruntukkannya ke lokasi baru yang sudah disiapkan

sesuai dengan rencana permukiman kota.

Perlu ditekankan di sini bahwa pelajaran yang dapat dipetik dari usaha

peremajaan yang telah dilakukan dan dari teori tentang manajemen menekankan pada

keuntungan dan pentingnya peran serta masyarakat lokal (Couch,1990:176).

Mengenai peran serta masyarakat dalam peremajaan lingkungan permukiman di kota,

Weaver mengemukakan, bahwa pengertian peran serta bukanlah menerima saja

secara pasif terhadap apa yang akan dilakukan terhadap mereka, tetapi adalah peran

aktif tokoh-tokoh setempat beserta lembaga-lembaga yang ada sebagai usaha untuk

mendorong kegiatan komunitas. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, masyarakat perlu

dilibatkan dalam peremajaan lingkungan permukiman dengan maksud agar mereka

tidak melakukan oposisi terhadap program tersebut, karena adanya reaksi menentang

Page 40: BAB I Lette

dari masyarakat akan membawa dampak sosial dan politis yang merugikan, terutama

bila menyangkut kelompok atau etnis tertentu (Wilson, 1973:408).

Page 41: BAB I Lette

BAB III

Gambaran Umum

A. Letak Geografis

Kecamatan mariso merupakan salah satu dari 14 kecamatan di kota Makassar

yang berbatasan di sebelah utara dengan Kecamatan Ujung pandang, di sebelah

timur Kecamatan Mamamjang di sebelah selatan Kecamtan Tamalate dan di

sebelah barat dengan Selat Makassar..

 Keadaan Geografis Lokasi Penelitian

Kelurahan Lette merupakan salah satu dari sembilan kelurahan yang

terintegrasi ke dalam wilayah administratif kecamatan Mariso kota Makassar dimana

kelurahan ini terletak di antara kelurahan Panambungan dan kelurahan Mariso. Secara

geografis, ketinggian tanah di daerah ini adalah 0,3m dari permukaan air laut dengan

suhu rata-rata 31°C.

Secara teritorial kelurahan Lette terdiri atas 5 rukun warga (RW) yang dimana

dengan karakteristik topografi wilayah yang datar dan terbagi atas beberapa kawasan

seperti permukiman serta perdagangan. Luas keseluruhan dari kelurahan ini adalah

sebesar 14 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Utara, berbatasan dengan kelurahan Panambungan

Selatan, berbatasan dengan kelurahan Mariso

Barat, berbatasan dengan pantai

Timur, berbatasan dengan kelurahan Mariso

Kecamatan Mariso merupakan daerah bukab pantai dengan topografi ketinggian

wilayah sampai dengan 500 meter dari permukaan laut. Menurut jaraknya, letak

masing-masing kelurahan ke ibukota Kecamatan berkisar 1-2 km

Page 42: BAB I Lette

Orientasi Kelurahan Lette di Kecamatan Mariso

Kelurahan Lette yang terbagi atas 5 rukun warga (RW) ini, maka akan di

deskripsikan tiap-tiap RW terkait dengan kondisi dari RW yang bersangkutan.

Pertama adalah RW I dengan batas lokasi, di sebelah utara kelurahan

Panambungan, sebelah timur RW II kelurahan Lette, sebelah selatan RW V

kelurahan Lette, dan sebelah barat adalah pantai. Pada RW I ini terdiri atas 8

rukun tetangga (RT) dengan luas wilayah 3,5 Ha.

Page 43: BAB I Lette

Gambar Peta Kelurahan Lette

B. Kependudukan

Kelurahan Lette merupakan salah satu dari 9 kelurahan yang terintegrasi

dalam wilayah administratif kecamatan Mariso kota Makassar dengan

jumlah kepadatan yang cukup tinggi. Adapun jumlah penduduk secara

keseluruhan yang berdomisili di kelurahan ini dan tersebar ke dalam 5

rukun warga (RW) dan 28 rukun tetangga (RT) adalah sebanyak 8.922 jiwa

tanpa membedakan jenis kelamin dan usia. Untuk lebih jelas keadaan

penduduk berdasarkan jenis kelamin terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel. Penduduk berdasarkan jenis kelamin di kelurahan Lette.

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persen

Laki-Laki 4.392 48,84

PETA KELURAHAN LETTE

Page 44: BAB I Lette

Perempuan 4.600 51,16

Total 8.992 Jiwa 100

Sumber: Data kelurahan Lette tahun 2010 (diolah).

Berdasarkan tabel tersebut, menunjukkan bahwa di kelurahan Lette memiliki jumlah

penduduk sebesar 8.992 jiwa. Adapun perincian terdiri atas 4.392 jiwa atau 48,84

persen penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan jumlah penduduk yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 4.600 atau ekuivalen dengan 51,16 persen.

Dari data tersebut, juga menunjukkan bahwa jumlah perempuan lebih banyak bila

dibandingkan dengan jumlah laki-laki yakni selisih 208 jiwa atau 2,31 persen dari

keseluruhan penduduk. Pengelompokkan jumlah penduduk kelurahan Lette dapat

ditentukan berdasarkan kelompok umur. Pengelompokkan tersebut, untuk

mengetahui jumlah usia produktifitas yang ada di kelurahan tersebut, sekaligus

memahami tingkat mortalitas (kematian) yang rendah. Jumlah penduduk kelurahan

Lette berdasarkan kelompok umur terlampir pada tabel berikut:

Tabel Jumlah penduduk kelurahan Lette menurut kelompok umur.

No. Golongan Umur Jumlah (Jiwa) Persen

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

0 - 4 Tahun

5 - 9 Tahun

10 - 14 Tahun

15 - 19 Tahun

20 - 24 Tahun

25 - 29 Tahun

30 - 34 Tahun

35 - 39 Tahun

40 - 44 Tahun

878

821

736

873

821

940

895

685

560

9,76

9,13

8,18

9,70

9,13

10,45

9,95

7,63

6,24

Page 45: BAB I Lette

10.

11.

12.

13.

14.

45 - 49 Tahun

50 - 54 Tahun

55 - 59 Tahun

60 - 64 Tahun

65 +

451

371

265

271

374

5,03

4,12

2,94

3,01

4,15

Jumlah 8.992 100

Sumber: Data kelurahan Lette tahun 2010 (diolah).

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa jumlah penduduk menurut kelompok umur di

kelurahan Lettepaling besar berada pada kelompok usia 25-29 tahun yaitu

sebesar 940 jiwa atau dengan persentase sebanyak 10,45 persen, yang kemudian

disusul oleh kelompok usia 30-34 tahun yaitu sebesar 895 atau sebanyak 9,95

persen. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit/kecil di kelurahan ini

adalah kelompok usia 60-64 tahun dan 65 tahun ke atas yaitu masing-masing

sebesar 271 jiwa dan 374 jiwa yang dianggap tidak produktif lagi.

Dari segi agama yang dianut di kelurahan Lette, terdapat lima agama yang diyakini

yakni; agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan agama

Budha. Keadaan penduduk berdasarkan agama yang dianut di kelurahan Lette dapat

terlihat pada tabel  berikut:

Tabel. Jumlah penduduk berdasarkan agama di kelurahan Lette.

No. Agama Jumlah Penganut Persen

1.

2.

3.

4.

5.

Islam

Kristen Protestan

Kristen Katolik

Hindu

Budha

7.956 Orang

     575 Orang

     365 Orang

      35 Orang

      61 Orang

88,48

 6,39

 4,06

 0,38

 0,69

Jumlah 8.992 Orang 100

Page 46: BAB I Lette

Sumber: Data kelurahan Lette tahun 2010 (diolah).

Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa penduduk di kelurahan Lette yang

beragama Islam yaitu sebanyak 7.956 orang atau ekuivalen dengan 88,48 persen,

Kristen (Protestan) sebanyak 575 orang atau sebesar 6,39 persen, Katolik sebanyak

365 orang atau dengan persentase sebanyak 4,06 persen, Hindu sebanyak 35 orang

atau sebesar 0,38 persen dan agama Budha sebanyak 61 orang atau sebesar 0,69

persen.

Tabel Luas Wilayah, Jumlah Rumahtangga, Penduduk Dan Rata-Rata

Anggota Rumah Tangga Menurut Kelurahan Di Kota Makassar

Kelurahan Luas Rumah

Tangga

Penduduk Rata-rata RT

Lette 0.15 2.012 8.603 4,28

Bontorannu 0,18 1.086 5.677 5,23

Tamarunang 0,12 1.337 4.989 3,73

Mattoangin 0,18 1.017 4.074 4,01

Kampung

buyang

0,18 858 3.780 4,40

Mariso 0,18 1.942 8.125 4,18

Mario 0,28 1.112 5.032 4,53

Panambungan 0,31 2.893 10.355 3,58

Kunjungmae 0,26 1.142 4.795 4,20

Mariso 1,82 13.401 55.431 4,14

Sumber: BPS Kota Makassar, 2010

Page 47: BAB I Lette

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan, Jenis Kelamin

Dan Sex Rasio

KelurahanPenduduk

JumlahRasio Jenis

KelaminLaki-Laki Perempuan

Lette 4.173 4.431 ]8.603 94,18

Tabel Jumlah Balita Gizi Buruk, Gizi Kurang, Gizi Lebih Dan Gizi Baik

Menurut Kelurahan Di Kota Makassar

Kelurahan Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

Lette 2 456 65 23

Page 48: BAB I Lette

Bab IV

Pembahasan

A. Indikator Terbentuknya Permukiman Kumuh

B. Faktor-Faktor Penyebab Permukiman kumuh di kelurahan lette

Faktor keterbatasan lahan permukiman (kepadatan bangunan, kepadatan

hunian, ruang terbuka hijau)

Faktor rendahnya ketersediaan sarana dan prasarana permukiman (drainase,

persampahan, kondisi jalan)

Faktor rendahnya tingkat pendidikan masyarakat (tingkat pendidikan)

Faktor rendahnya tingkat pendapatan masyarakat (pendapatan dan pekerjaan)

Faktor rendahnya partisipasi masyarakat (tingkat partisipasi masyarakat dan

tingkat keamanan

Daya tarik masyarakat terhadap “Kota Makssar” secara

ekonomis, pendidikan

Urbanisasi “Tidak memiliki keterampilan”

Sulit Mendapat Pekerjaan/

Pekerjaan tidak tetap

Kondisi ekonomi yang sangat

rendah

Sulitnya membeli maupun

menyewa rumah

Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga

tanah

Kurang tegasnya pelaksanaan

perundang-undangan

Page 49: BAB I Lette

C. Kondisi Fisik

1. Eksisting

Daerahnya berbatasan langsung dengan pantai yang di mana masyarakatnya

mayoritas menggunakan air PAM untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,

kondisi jalannya tidak di aspal melainkan menggunakan paving b1ok. Kondisi

perumahan yang padat dan kotor karena terdapat pasar sehingga sampah pun

berserahkan di mana-mana. Pembuangan sampahnya pun di buang di TPS di

depan kantor kelurahan. Namun warga yang tidak sepakat dengan

diadakannya biaya konstribusi untuk pengangkutan sampah ke TPS mereka

membuang sampah di lahan-lahan kosong di sekitar rumahnya. Selain itu, ada

pula masyarakat yang langsung membakar sampahnya. Drainasenya pun

kurang baik karena sebagian besar ditutupi dan disatukan guna perluasan

jalan. Untuk status kepemilikan tanah rata-rata merupakan berstatus sewa

karena mayoritas penduduknya merupakan penduduk dengan kelas ekonomi

menengah ke bawah.

Lokasi kedua adalah RW II dengan batas wilayah adalah sebelah utara

kelurahan Panambungan, sebelah timur kelurahan Panambungan, sebelah

selatan RW III kelurahan Lette, dan sebelah barat RW I kelurahan Lette. Pada

RW ini terdiri atas 3 RT dengan luas wilayah 2,3 Ha. Daerah ini merupakan

daerah yang lebih kecil diantara 4 RW di kelurahan Lette dengan kriteria

bangunan berupa ruko dan perumahan. Khususnya disekitar jalan Rajawali I

dan II yang sebagian besar merupakan bangunan ruko. Dengan akses jalan

lebar yang terbuat dari aspal. Untuk prasarana air bersih mayoritas

menggunakan air PAM yang banyak menggunakan bak penampungan air di

masing-masing bangunannya. Daerah ini sebagian besar merupakan daerah

perdagangan yang di dalamnya berada sarana dan prasarana berupa ruko, jasa,

1 kantor lurah, 1 dokter praktik, dan 1 mesjid. Pemenuhan akan listrik pun

Page 50: BAB I Lette

sudah memadai namun untuk drainase masih kurang baik di mana masih ada

drainase yang tidak berfurngsi sebagaimana mestinya.

Lokasi ketiga adalah RW III dengan batas wilayah sebelah utara RW IV

kelurahan Lette, sebelah timur kelurahan Kunjungmae, sebelah selatan

kelurahan Mariso, dan sebelah barat kelurahan Mariso. Pada RW III terdiri

atas 4 RT dengan ruas wilayah 2,3 Ha. Daerah ini mencakup 2 jalan lokal

dengan lebar 4 meter yang terbuat dari aspal yaitu jalan cendrawasih V dan

Belibis. Daerah RW III ini, pada umumnya merupakan perumahan warga.

sarana yang ada di RW ini diantaranya adalah 1 Mesjid, l asrama mahasiswa,

apotek, dan wartel, serta SMP Swasta. Prasarana air bersih pada daerah ini

mayoritas menggunakan air PAM dan adapula yang menggunakan sumur

pompa dan sumur timba khususnya pada permukiman yang di sewakan/ kos-

kosan. Pemenuhan akan listrik pun sudah mencukupi akan kebutuhan

masyarakat. Drainase yang besar berada pada daerah jalan cendrawasih V

sangat membantu pembuangan air kotor masyarakat di daerah itu walaupun

kebersihan drainasenya masih belum dapat dikatakan baik. Sistem

pembuangan sampahannya pun sudah baik karena sistem angkut oleh truk-

truk pembuang sampah selalu mengontrol agar lingkungan tetap bersih.

Umumnya pengangkutan sampah yang terdapat di RW III ini diangkut dua

kali seminggu.

Lokasi keempat adalah RW IV dengan batas wilayah sebelah utara kelurahan

Panambungan, sebelah timur kelurahan Kunjungmae, sebelah selatan RT III

kelurahan Lette dan sebelah barat RT II kelurahan Lette. Pada RW IV ini

terdiri atas 5 RT dengan luas wilayah 2,3 Ha. Daerah ini mencakup 1 buah

jalan lokal yaitu jalan cendrawasih IV. Kondisi jalan yang terdapat di RW ini

baik serta persampahannya pun cukup baik di mana masing-masing rumah

telah ada tempat sampahnya masing-masing sehingga mempermudah di

angkut oleh truk pengangkut sampah setiap seminggu sekali. Untuk perairan

masyarakatnya mayoritas menggunakan air PAM untuk kehidupan sehari-

Page 51: BAB I Lette

hari. Drainasenya pun baik namun masih ada saja sampah yang bearada di

got-got.

Lokasi kelima adalah RW V dengan batas wilayah sebelah utara RW I

kelurahan Lette, sebelah timur RW II kelurahan Lette, sebelah selatan

kelurahan Mariso dan sebelah barat adalah pantai. Pada daerah ini terdiri atas

8 RT dengan luas wilayah 3,5 Ha. Daerah ini merupakan kawasan daerah

perumahan yang sangat padat dengan status tanah kebanyakan adalah sewa

dan kondisi jalan yang masih terbuat dari paving blok serta banyak gang-gang

kecil. Jaringan air menggunakan air PAM untuk kehidupan makan dan

minum. Sumur pun digunakan untuk menopang kehidupan seperti mencuci

dan lain-lain. Sistem drainasenya kurang baik karena lebarnya yang sempit

dan kebanyakan ditutupi oleh jalan untuk perluasan jalan. Pada daerah ini

terdapat 1 mesjid, pos kesehatan, posyandu dan untuk kebutuhan listrik

masyarakat telah dianggap mencukupi.

2. Pola Pengelompokan Bangunan

Sebagian besar bengunan yang terdapat pada kawasan ini adalah rumah tinggal.

Secara umum bangunan yang ada dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Tempat Tinggal

Lokasi Bentuk Struktur

Bangunan

Konstruksi Bangunan

Da

rat

ai

r

men

gap

ung

panggu

ng

berting

kat

Be

ton

baj

a

ka

yu

per

ma

ne

n

Semi

perma

nen

Non

permane

n

1. R.tungg

al

ya y

a

y

a

tdk y

a

tdk ya ya ya ya ya

Page 52: BAB I Lette

2. R.susun ya tdk y

a

ya ya

3. R.deret ya y

a

y

a

ya ya

Sumber : Hasil Survei Lapangan

Keterangan :

a. Berdasarkan tipe bangunan yang ada, rumah tinggal dikecamatan Mariso sebagian

terdiri dari rumah panggung dan rumah darat. Selain itu karena berbatasan

langsung dengan laut, sebagian rumah (terutama rumah panggung) berada diatas

air.

b. Pada kawasan ini juga terdapat rumah susun Lette yang terdiri dari 4 blok dan 3

lantai.

c. Sebagian besar rumah panggung yang berada di darat telah mengalami perubahan.

Pada bagian kolong bangunan, digunakan untuk ruangan atau untuk menyimpan

barang-barang. Bahan bangunan yang digunakan untuk dinding biasanya bata,

seng atau papan.

Sarana

Lokasi Bentuk Struktur

Bangunan

Konstruksi Bangunan

dara

t

ai

r

me

ng

ap

un

g

panggu

ng

Berting

kat

bet

on

baj

a

kayu perm

anen

Semi

perma

nen

Non

perma

nen

Page 53: BAB I Lette

1. Warung ya y

a

tdk tdk ya ya ya ya

2. Puskes

mas

ya tdk tdk ya ya

3. TPI ya tdk tdk ya ya

4. T.ibada

h

ya tdk tdk ya ya

5. Sekolah ya tdk y

a

tdk ya ya ya

Sumber : Hasil Survei Lapangan

Keterangan :

a. Sarana yang ada dikecamatan Mariso dapat dikatakan lengkap. Mulai dari sarana

pendidikan hingga ibadah.

b. Warung yang ada biasanya menyatu dengan rumah tinggal dan sebagian besar

berada didarat. Untuk Puskesmas, pelayanannya menjadi satu dengan kecamatan

Panambungan dan sekolah (SD negeri) bergabung dengan kecamatan Mariso.

c. Tempat Pelelangan ikan sudah termasuk kelurahan Kunjung Mae, dan rencananya

akan dipindahkan karena sudah tidak memenuhi syarat.

d. Pada kawasan ini terdapat 2 TPS, yang berupa kontainer.

Salah satu sarana Pendidikan yang ada di Kel. Lette, (Madrasah)

Page 54: BAB I Lette

Prasarana

n

o

prasarana ada tdk sumber kapasitas keterangan

1. Listrik V PLN Meteran ditiap

rumah

2. Telepon V TELKOM

3. Gas V Menggunakan

tabung gas

4. Air bersih V PDAM

5. Drainase V Sistem terbuka,

bercampur antara

air hujan, laut dan

air kotor.

6. Jalan lingkungan V Lebar 6m

7. Jalan setapak V Lebar 2m

Sumber : Hasil Survei Lapangan

Gambar

Sumber air bersih umum (PDAM)

Gambar

Jalan lingkungan, batas antar kel Lette dan kel. Mariso

Gambar

Jalan lingkungan yang juga digunakan untuk kegitan lain

Page 55: BAB I Lette

Tipe-Tipe Adaptasi Terhadap Kenaikan Muka Air Laut

Letak jalan yang lebih tinggi dari bangunan mengakibatkan penduduk

meninggikan lantai bangunannya. Karena tipe rumah tinggal yang ada

kebanyakan rumah panggung yang telah dirubah menjadi rumah non

panggung, dengan memanfaatkan kolong bangunan sebagai ruang, maka jarak

lantai dengan langit-langit menjadi semakin dekat.

Untuk mengurangi masuknya masuknya air ke dalam bangunan maka pada

pintu depan dibuat tanggul setinggi kira-kira 50cm.

Dengan bertambah majunya tingkat ekonomi masyarakat maka banyak rumah

panggung yang berubah bentuk menjadi rumah non panggung. Perubahan ini

adalah selain untuk penambahan ruang juga menunjukan kemapanan pemilik

dengan bentuk rumah non panggung yang lebih permanen.

Gb. 4

Kolong bangunan rumah panggung yang telah mengalami pengembangan

Gb. 3

Salah satu kolong bangunan rumah panggung yang dimanfaatkan sebagai tempat menyimpang barang-barang.

Gb. 13

Salah satu jenis adaptasi masyarakat (MCK)

Page 56: BAB I Lette

d. Konstruksi bangunan, untuk rumah panggung adalah kayu dengan dinding papan

atau seng dan atap seng atau daun nipah. Untuk bangunan darat, konstruksi kayu

atau beton, dengan dinding bata atau papan dan atap seng atau genting.

KDB (Koefisien Dasar Bangunan)

Rumah Lantai 1

Kofisien Dasar Bangunan (KDB) = Luas Lahan

Terbangun

Luas Lahan

Luas Lahan Terbangun P= 4,25m , L= 4m

Luas Lahan P= 5m, L= 4m

Kofisien Dasar Bangunan (KDB) = 4,25 X 4

5 x 4

= 17

2

= 0,85 atau 85 %

Rumah Lantai 1

Kofisien Dasar Bangunan (KDB) = Luas Lahan Terbangun

Luas Lahan

Page 57: BAB I Lette

Luas Lahan Terbangun P=11 m, L=5,5 m

Luas Lahan P=11m , L=6 m

Kofisien Dasar Bangunan (KDB) = 11 X 5,5

11 X 6

= 60,5

66

= 0,91 atau 91%

Rata-rata luas dari bangunan (rumah lantai 1) berukuran 4,25 m x 4m-11m x 5,5 m

Rata-rata Kepadatan Bangunan Kelurahan Lette

1 Ha = 90 rumah

Page 58: BAB I Lette

D. Kelayakan Sosial dan Ekonomi

1. Aspek Sosial kemasyarakatan

Kondisi sosial masyarakat yang ada di lokasi studi tepatnya di Kecamatan

Mariso umumnya masyarakatnya berasal dari suku asli bugis makassar.

Tingkat pendidikan masyarakat yang berbeda-beda, umumnya masyarakat

yang berada di dalam permukiman kumuh memiliki tingkat pendidikan yang

lebih rendah dibandingkan yang bukan di permukiman kumuh, hal itu

dikarenakan oleh tingkat pendapatan masyarakat yang berbeda.

Pendidikan merupakan barometer kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh

suatu wilayah. Di sektor ini, pendidikan tidak hanya diarahkan untuk mencetak

manusia pintar saja, tapi yang tak kalah pentingnya adalah peningkatan mutu moral

bagi manusia yang bersangkutan seperti sikap hidup mandiri, keteguhan dan rasa

tanggung jawab. Kemudian lebih lanjut, mengenai tingkat pendidikan beserta fasilitas

penunjang pendidikan untuk kelurahan Lette harus diakui masih jauh dari kategori

memadai, dimana pada kelurahan ini hanya terdapat beberapa fasilitas pendidikan

saja. Untuk mengetahui tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Lette kecamatan

Page 59: BAB I Lette

Mariso kota Makassar beserta fasilitas pendidikan yang ada pada wilayah ini

terlampir pada tabel berikut :

Tabel. Tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Lette kota Makassar.

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persen

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Buta huruf

Tidak Tamat SD/sederajat

Tamat SD/sederajat

Tamat SLTP/sederajat

Tamat SLTA/sederajat

Tamat D1

Tamat D2

Tamat D3

Tamat S1

Tamat S2

Tamat S3

-

 495 Orang

 839 Orang

  490 Orang

1.159 Orang

  162 Orang

    203 Orang

 302 Orang

 285 Orang

   37 Orang

    5 Orang

-

12,44

21,09

12,32

29,14

  4,07

  5,10

 7,59

  7,16

  0,93

  0,12

Jumlah 3.977 Orang 100

Sumber: Data kelurahan Lette tahun 2010 (diolah).

Berdasarkan tabel tersebut, maka tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Lette

sebagian besar hanya tamat SLTA/sederajat yakni sebanyak 1.159 orang atau sebesar

29,14 persen dan tamatan SD/sederajat sebanyak 839 orang atau sebesar 21,09

persen. Sedangkan untuk golongan strata satu, strata dua dan srata tiga jumlahnya

Page 60: BAB I Lette

sangat kecil bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya, yang masing-

masing jumlahnya adalah sebesar 285 orang (S1) atau sebesar 7,16 persen, 37 orang

(S2) atau sebesar 0,93 persen dan 5 orang (S3) atau dengan persentase sebesar 0,12

persen.

Sarana pendidikan merupakan sarana yang menjadi tempat untuk menimba

ilmu. Adapun sarana/fasilitas pendidikan yang ada di kelurahan Lette ini dapat

dikatakan masih kurang memadai dimana hanya ada 2 Taman Kanak-Kanak (TK

Almadania) yang terletak di jalan Rajawali Lr. I No. 13B serta Taman Kanak-Kanak

(TK Aisyiah Bustanul) yang terletak di jalan Cendrawasih IV kelurahan Lette.

Kemudian untuk SLTP, hanya ada 1 Seklolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)

yaitu SMP Katholik Belibis yang terletak di jalan Belibis. Sekolah ini berstatus

swasta dan merupakan yayasan Paulus Kaup dimana mayoritas siswa siswinya

beragama Nasrani. Adapun kondisi fisik dari gedung SMP Katholik tersebut sudah

cukup tua namun masih layak dipakai untuk kegiatan belajar mengajar. Berikut Tabel

4.6 mengenai fasilitas pendidikan yang ada di kelurahan Lette kota Makassar.

Tabel Fasilitas pendidikan di kelurahan Lette kota Makassar.

No. Fasilitas pendidikan Banyaknya Bangunan

1.

2.

3.

TK

SLTP/Sederajat

SD

2 Buah

1 Buah

1 Buah

2 Jumlah 4 Buah

Sumber: Data kelurahan Lette tahun 2010 (diolah).

Berdasarkan tabel tersebut, maka di kelurahan Lette khususnya dalam hal fasilitas

pendidikan masih begitu kurang memadai dimana seperti yang tersaji dalam tabel

Page 61: BAB I Lette

hanya terdapat 3 buah fasilitas pendidikan dengan rincian; TK sebanyak 2 unitSD 1

unit dan untuk SLTP hanya terdapat 1 buah bangunan saja.

2. Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan sektor yang paling penting bagi seseorang

maupun keluarga secara luas agar dapat bertahan hidup dan melanjutkan kehidupan.

Sektor ini sangat erat kaitannya dengan kondisi ekonomi, sebab dari situ akan terlihat

bagaimana tingkat kesejahteraan dari individu maupun kelompok yang bersangkutan.

Pada kelurahan Lette, mata pencaharian penduduk sangat bervariasi. Namun,

pekerjaan sebagai nelayan merupakan yang paling banyak dijadikan sebagai mata

pencaharian oleh penduduk setempat. Untuk lebih jelasnya terlihat pada tabel berikut:

Tabel Mata pencaharian penduduk di kelurahan Lette

No. Mata Pencaharian Jumlah Persen

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Pedagang/Wiraswasta/Pengusaha

Pengrajin

PNS

TNI/POLRI

Montir

Supir

Karyawan Swasta

Tukang Becak

Penjahit

Guru Swasta

Kontraktor

 155 Orang

  49 Orang

386 Orang

 284 Orang

 157 Orang

201 Orang

547 Orang

447 Orang

149 Orang

 89 Orang

 39 Orang

4,50 

1,42

11,21

8,25

4,56

5,84

15,89

12,99

4,33

2,58

1,13

Page 62: BAB I Lette

12.

13.

Tukang Batu

Nelayan

 352 Orang

625 Orang

10,22

18,16

                      T o t a l        3.441 Orang 100

Sumber: Data kelurahan Lette tahun 2010 (diolah).

Data pada tabel, menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk di kelurahan Lette

kota Makassar secara umum di dominasi oleh profesi sebagai nelayan yaitu sebesar

625 orang atau setara dengan 18,16 persen.Kemudian disusul dengan mata

pencaharian sebagai tukang becak yakni sebanyak 447 orang atau sebesar 12,99

persen serta mata pencaharian sebagai tukang batu sebanyak 352 orang atau dengan

persentase sebesar 10,22 persen. Ketiga mata pencaharian itu mendominasi

kehidupan masyarakat yang berdomisili di kelurahan Lette kecamatan Mariso kota

Makassar.

E. Teori Lokasi

   Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat

besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini

sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah

pengaruh dari potensi tersebut. Model ini dapat digunakan untuk menentukan

lokasi yang optimal.

Dimana kelurahan Lette terletak di pusat kota Makassar, selain itu kelurahan Lette

berdekatan dengan TPI, Laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama

penduduknya sebagai nelayan

F. ANALISIS SWOT

Tabel Analisis

STREGHT WEAKNESS OPPORTUNIT THREAT

Page 63: BAB I Lette

Y

memiliki daya

tarik sehingga

banyak urban

yang berpindah

ke kota

Lokasi

berbatasan

langsung

dengan pantai

Lokasi dekat

dengan pusat

kota

Mudah

banjir

Banyak

tersedia

lapangan kerja

Rata-rata

akses jalan

menuju

permukiman

“sempit”

hanya dapat

dilalui dengan

berjalan kaki,

dan 1 buah

motor

Lokasi dekat

dengan tempat

bekerja sebagian

besar penduduk

Terjadi

kepadatan

bangunan

Terdapat

sarana

perdagangan,

kesehatan, dan

pendidikan

Pemerintah

tidak tegas

dalam

menangani

pembanguna

n liar

Rata-rata

penduduk

setempat

membuka

warung.

Pertumbuhan

penduduk

“pesat”

Sosial tinggi

antar tetangga

Tidak

terdapat

ruang publik

Sulitnya

akses menuju

permukiman

Page 64: BAB I Lette

“RTH” penduduk

dengan

menggunaka

n moda

transportasi

Karakteristik

penduduk:

mata

pencaharianny

a bergerak di

bidang sektor

informal.

Mata

pencaharian

penduduk

tidak tetap

Rawan

tindakan

kriminalitas

G. Permasalahan

Kepadatan penduduk

Kepadatan bangunan

Jalan sempit

Banjir

Drainase tertutp

Disfungsi lahan menjadi tempat pembuangan sampah

Tingkat kriminalitas tinggi

Solusi yang telah dilakukan untuk mengatasi kekumuhan di kelurahan Lette

Solusi yang telah dilakukan yaitu dengan pembangunan rumah susun di dekat

permukiman padat dan memindahkan penghuninya secara bertahap. Sehingga lahan

yang ditinggalkan oleh penghuni rumah horizontal dapat digunakan untuk

Page 65: BAB I Lette

membangun rumah susun lagi bagi penduduk lain di sekitarnya. Jika permukiman

vertikal sudah terwujud, terdapat banyak lahan sisa di sekitar gedung rumah susun

yang dapat digunakan sebagai ruang terbuka hijau, taman, dan fasilitas olahraga bagi

masyarakat yang tinggal di kawasan itu

Namun, solusi pembangunan rusun tersebut tidak dapat berjalan secara efektif

karena berberapa faktor diantaranya:

1. Sempitnya kamar pada rusun yang menyebabkan warga tidak berniat untuk

pindah ke rusun

2. Tingginya tingkat kriminalitas di daerah rusun karena tingkah laku warga

rusun itu sendiri

3. Adanya bahaya bagi para anak-anak karena bangunan yang bertingkat

a. Permukiman vertikal di kawasan downtown

studi kasus: Rusunawa Lette, Mariso

Karakter Sosial:

Sebagian besar penduduknya merupakan pendatang, sehingga atau para

migran dari pedesaan yang tidak memiliki keahlian. Kedatangan mereka atas

dasar adanya kontak hubungan dengan saudara, kerabat yang sudah bermukim

di kota.

Sebagai hibura masa senggang, rusunawa lette tidak memiliki

fasilitasbbersama, rumah yang sempit, dan pengap mereka mengelompok di

luar (teras rumah) bahkan di lantai satu digunakan untuk fasilitas bersama,

satu minggu sekali mereka melakukan senam bersama di lantai satu.

Permasalahan sosial: - penggunaan audio yang terlalu keras sehingga kadang

kala menganggu tetangga, mengutamakan kepentingan individu dalam

menggunakan sarana umum, menjemur pakaian di luar jendela, sehingga

Page 66: BAB I Lette

merusak pemandangan dan dapat meneteskan air ke jemuran yang ada di

bawahnya, tanpa disadari seringkali warga membuang sampah disembarang

tempat. Bahkan membuang sampah ke bawah.

Karakter ekonomi:

Sebagian besar penduduknya bergerak dalam kehidupan sektor informal

dengan pendapatan terbatas terutama untuk kehidupan kota seperti tukang

becak, nelayan, pedagang kaki lima maupun pedagang asongan, buruh harian.

Keadaan tersebut mengakibatkan sebagian penduduk dikategorikan setengah

menganggur.

Fungsi Lahan:

Rusunawa yang terdapat di kec. Mariso memiliki enam blok, dan fasilitas

peribadatan ( masjid) karena sebagian besar mata pencaharian penduduk

dalam sektor informal seperti pedagang, tukang becak, maupun nelayan.

Karena mata pencaharian penduduk sebagai pedagang kaki lima maka, lantai

pertama digunakan sebagai tempat berjualan bahkan sebagai tempat

memelihara ternak. Selain itu lantai pertama digunakan untuk fasilitas

bersama seperti tempat parkir kendaraan (motor),parkir becak, dan tempat

nelayan menjemur jalanya, lantai kedua, tiga, dan empat digunakan sebagai

fungsi hunian. Rusunawa ini terdiri atas 6 unit twin blok. Setiap unit terdiri 24

unit kamar yang berukuran 21 m2 .

Page 67: BAB I Lette

Gambar Rusunawa Mariso

Gambar Foto Udara Rusunawa Mariso

Konsep Perencanaan

Konsep untuk menangani masalah pemukiman kumuh yang terdapat di Kelurahan

Lette, Kecamatan Mariso melalui analisis beberapa faktor yang dijabarkan sebagai

berikut:

1. Kepadatan Penduduk

Untuk menangani masalah kepadatan penduduk yang ada kawasan

pemukiman kumuh di Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso yakni dapat

menggunakan konsep Preventif. Yaitu dengan :

Tertibnya administrasi kependudukan dan pengendalian mobilitas

penduduk.

Menetapkan batas toleransi kawasan pemukiman penduduk guna

mencegah pengrusakan lingkungan.

2. Kemiskinan Secara Ekonomi

Page 68: BAB I Lette

Untuk variabel kemiskinan secara Ekonomi (tingkat pendapatan) dapat

diselesaikan dengan cara menerapkan konsep kawasan percontohan.

3. Kemiskinan Secara Sosial

Untuk variabel kemiskinan secara Sosial (jenis mata pencaharian) dapat

diselesaikan dengan cara menerapkan program peningkatan Sumber Daya

Manusia.

4. Budaya/Kultur

Untuk aspek Budaya atau kultur (kebiasaan masyarakat) dapat diatasi dengan

menerapkan konsep dalam hal ini adalah bina sosial. Pembinaan dapat juga

dilakukan dengan cara pemberian penyuluhan kepada masyarakat.

5. Masyarakat

Untuk aspek masyarakat (kepedulian dan kesadaran masyarakat dan

pertisipasi masyarakat) dapat diatasi dengan menerapkan konsep Model

Penanganan Kampung Kumuh Berbasis Potensi Masyarakat.

6. Peran Pemerintah

Untuk aspek peran pemerintah (upaya pemerintah) dapat diatasi dengan

menerapkan konsep Manajemen Perkotaan. Dimana tujuan dari konsep ini

adalah bertujuan menyesuaikan pelayanan publik terhadap kebutuhan

masyarakat.

7. Perumahan

Untuk aspek perumahan dapat diatasi dengan menerapkan konsep Revitalisasi

kampung kota

Maka Konsep Penataan Kawasan Permukiman Kumuh di kelurahan Kelurahan Lette,

Kecamatan Mariso adalah Revitalisasi Kampung Kumuh dengan manajemen

perkotaan yang berbasis masyarakat :

Pemberdayaan masyarakat melalui Konsep Tridaya.

a) Perbaikan kualitas fisik lingkungan, termasuk didalamnya utilitas atau

prasarana lingkungan.

Page 69: BAB I Lette

b) Peningkatan kualitas pendidikan, minimal tingkat SMA

melalui peningkatan kualitas guru, penyediaan sarana

prasarana sekolah yang memadai

c) Menumbuhkembangkan kegiatan-kegiatan sosial dalam masyarakat, dari dan

untuk masyarakat, misalnya dengan simpan pinjam.

Konsep Revitalisasi

1) Mengoptimalisasikan fungsi lahan permukiman yang ada dengan membatasi

pembangunan rumah baru yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah

untuk mengurangi kepadatan dengan melakukan pendekatan terhadap

partisipasi masyarakat.

2) Peningkatan kualitas lingkungan permukiman dengan penyediaan sarana dan

prasarana sesuai kebutuhan masyarakat dan perbaikan sarana dan prasarana

yang tersedia pada kawasan permukiman.

3) Penyediaan akses informasi kepada masyarakat dan menjalin kerja sama

dengan pihak swasta, akademisi, LSM dan lembaga terkait untuk memberikan

pelatihan dan penyuluhan tentang pengelolaan lingkungan demi peningkatan

pengetahuan masyarakat.

4) Pemberdayaan kualitas sumberdaya manusia dengan menciptakan kemitraan

yang berkelanjutan memberikan bantuan modal usaha bagi masyarakat yang

penggunaannya diawasi oleh masyarakat dan pemerintah.

5) Peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengelola lingkungan melalui

kegiatan pendampingan dari pihak LSM dan akademisi dan

mengoptimalisasikan kesadaranmasyarakatterhadaplingkungansebagai

pendekatan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan

kerja bakti melalui pemberian sanksi adat bagi yang melanggar.

Tujuan mengapa konsep ini diterapkan untuk mengatasi permukiman kumuh di

Kelurahan Lette, Kecamatan Marisso adalah karena revitalisasi dapat:

Page 70: BAB I Lette

1. Menghidupkan kembali kawasan pusat kota yang memudar atau menurun

kualitas lingkungannya.

2. Meningkatkan nilai ekonomis kawasan yang strategis.

3. Merangsang pertumbuhan daerah sekitarnya.

4. Mendorong peningkatan ekonomi lokal dari dunia usaha dan masyarakat.

5. Memperkuat identitas kawasan

6. Mendukung pembentukan citra kota.

Page 71: BAB I Lette

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan mengenai konsep penataan kawasan

permukiman Kumuh di kelurahan Lette, Kecamatan Mariso bahwa faktor yang

menyebabkan adanya pemukiman kumuh di di kelurahan Lette, Kecamatan Mariso

adalah

1. Tingginya tingkat kepadatan penduduk

2. Rendahnya tingkat pendapatan

3. Banyaknya penduduk yang bermata pencaharian informal dan pengangguran

4. Aktifas masyarakat sehari-hari yang selalu memproduksi sampah dan

kebiasaan masyarakat setempat

5. Rendahnya tingkat kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan

dan

6. Kurangnya partisipasi masyarakat terhadap penataan pemukiman kumuh

7. Kurang optimalnya peran pemerintah dalam penataan pemukiman kumuh dan

8. Penyediaan sarana prasarana pemukiman

B. Saran

Dari hasil pembahasan maka beberapa saran adalah sebagai berikut:

1. Diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia agar dapat

berpartisipasi aktif dalam pengembangan pemukiman di Kelurahan Lette,

Kec. Mariso

2. Diperlukan koordinasi yang baik antar tiap stakeholder dalam menjalankan

peranannya sehingga pengembangan wilayah pemukiman dapat optimal

3. Pemerintah harus benar-benar memanfaatkan peluang yang ada sehingga

pengembangan kawasan pemukiman dapat terlaksana secara optimal

Page 72: BAB I Lette

4. Persepsi masyarakat yang tinggal di kawasan pemukiman kumuh tentang

kualitas lingkungan perlu diperbaiki dengan memberikan pemahaman yang

benar mengenai rumah dan lingkungan yang sehat

5. Dalam peningkatan kualitas lingkungan permukiman, masyarakat perlu

difasilitasi dengan pembentukan lembaga organisasi/koperasi di tingkat RW

sehingga dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat dan membuka peluang

untuk mendapatkan akses bantuan dari pemerintah atau pihak luar untuk

perbaikan kondisi permukiman

6. Perlu adanya ketegasan dari pemerintah dan koordinasi untuk mengantisipasi

bertambah luasnya kawasan permukiman kumuh

7. Dinas Tata Kota dan instansi terkait perlu menyusun pola pemberdayaan bagi

masyarakat yang tinggal di kawasan permukiman kumuh yang bertujuan

untuk meningkatkan partisipasi warganya dan memberikan akses kepada

masyarakat selaku pelaku utama dalam pembangunan rumah dan

permukimannya.

Page 73: BAB I Lette