bab i isi

28
MKP 1 LINGKUNGAN LAHAN RAWA GAMBUT 1 PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT SEBAGAI KAWASAN PERMUKIMAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Keberadaan lahan gambut dunia semakin dirasakan peran pentingnya terutama dalam menyimpan lebih dari 30% karbon terrestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi, serta memelihara keanekaragaman hayati. Luas lahan gambut dunia yang berkisar 38 juta ha terdapat lebih 50% berada di Indonesia. Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 25.6 juta ha, tersebar di Pulau Sumatera 8.9 juta ha (34.8%), Pulau Kalimantan 5.8 juta ha (22.7%) dan Pulau Irian 10.9 juta ha (42.6%). Di wilayah Sumatera, sebagian besar gambut berada di pantai Timur, sedangkan di Kalimantan ada di Provinsi Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan (Driessen et al, 1974, dalam Setiadi, 1995). Hasil studi Puslitanak (2005), bahwa luas lahan gambut di Kalimantan Tengah mencapai 3.01 juta ha atau 52.2% dari seluruh luasan gambut di Kalimantan. Gambut di Kalimantan Tengah tersebut 1/3 nya merupakan gambut tebal (ketebalan ≥3 meter). Berdasarkan tipe kedalaman, estimasi distribusi lahan gambut di Kalimantan Tengah meliputi: sangat dangkal/sangat tipis mencapai 75,990 ha (3%); sedangkal/tipis mencapai 958,486 ha (32%); sedang mencapai 462,399 ha (15%); dalam/tebal mencapai 574,978 ha (19%);

Upload: taulus-edward

Post on 14-Nov-2015

218 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

cobcob

TRANSCRIPT

MKP 1 LAHAN RAWA GAMBUT

PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT SEBAGAI KAWASAN PERMUKIMAN

BAB IPENDAHULUAN1.1. LATAR BELAKANGKeberadaan lahan gambut dunia semakin dirasakan peran pentingnya terutama dalam menyimpan lebih dari 30% karbon terrestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi, serta memelihara keanekaragaman hayati.Luas lahan gambut dunia yang berkisar 38 juta ha terdapat lebih 50% berada di Indonesia. Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 25.6 juta ha, tersebar di Pulau Sumatera 8.9 juta ha (34.8%), Pulau Kalimantan 5.8 juta ha (22.7%) dan Pulau Irian 10.9 juta ha (42.6%). Di wilayah Sumatera, sebagian besar gambut berada di pantai Timur, sedangkan di Kalimantan ada di Provinsi Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan (Driessenet al, 1974, dalam Setiadi, 1995).Hasil studi Puslitanak (2005), bahwa luas lahan gambut di Kalimantan Tengah mencapai 3.01 juta ha atau 52.2% dari seluruh luasan gambut di Kalimantan. Gambut di Kalimantan Tengah tersebut 1/3 nya merupakan gambut tebal (ketebalan 3 meter). Berdasarkan tipe kedalaman, estimasi distribusi lahan gambut di Kalimantan Tengah meliputi: sangat dangkal/sangat tipis mencapai 75,990 ha (3%); sedangkal/tipis mencapai 958,486 ha (32%); sedang mencapai 462,399 ha (15%); dalam/tebal mencapai 574,978 ha (19%); sangat dalam/sangat tebal mencapai 661,093 ha (22%) dan dalam sekali/tebal sekali mencapai 277,694 ha (9%).Pada mulanya daerah tanah gambut kurang diperhatikan dan tidak menarik secara ekonomi, tetapi karena pertumbuhan penduduk dan perkembangan pembangunan memaksa orang membangun diatas tanah gambut. Hal ini sejalan juga dengan program pemerintah untuk membuka daerah terisolir dengan pembangunan infrastruktur terutama pembuatan ruas jalan baru dan kawasan pemukiman penduduk yang banyak berada di atas lahan gambut.Tanah gambut dikatagorikan ke dalam tanah lunak yang tidak menguntungkan bagi pembangunan konstruksi diatasnya. Banyak kasus kerusakan/kegagalan bangunan yang berada diatas tanah gambut, seperti di daerah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kerusakan yang sering terjadi adalah perbedaan penurunan pada arah memanjang jalan (Differential Settlement) seperti yang terjadi pada ruas jalan Buntok-Palangkaraya, termasuk pemukiman penduduk yang mengalami penurunan akibat kurangnya pemahaman penggunaan teknologi dari sistem struktur yang di gunakan.

1.2. RUMUSAN PERMASALAHANMasalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah bagaimana mengelola dan memanfaatkan lahan gambut secara optimal terhadap kawasan permukiman tanpa merusak secara berlebihan namun tetap menjaga keaslian lahan gambut ?

1.3. TUJUAN PENULISANPenulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengelolan dan memanfaat kan lahan gambut secara optimal terhadap kawasan permukimn tanpa harus merusak secara berlebihan namun dengan tetap menjaga keaslian lahan gambut.

1.4. TEKNIK PENGUMPULAN DATAData didapatkan dari sumber-sumber literatur yang relevan dan berkaitan dengan judul, diantaranya adalah dari internet dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan topik yang ditulis.Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan pengambilan tulisan-tulisan dan browsing di internet.

1.5. SISTEMATIKA PENULISANBAB I - PENDAHULUAN Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Teknik Pengumpulan Data, dan Sistematika Penulisan .BAB II - PEMBAHASAN Mengungkapkan Kasus, Teori-Teori, Potensi dan Masalah dari Pembahasan berdasarkan judul makalah.BAB III - PENUTUP Merupakan kesimpulan dan saran/rekomendasi dari pembahasan permasalahan.BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Artikel Permasalahan Lahan Rawa Gambut

Gambar 2.1Pembukaan lahan gambutGambar di atas beberapa contoh lahan gambut yang sudah di kelola oleh manusia yang akan dijadikan lahan baru, misalnya untuk lahan permukiman, perkebunan dan lainnya. Dari contoh lahan tersebut maka dalam makalah ini akan di bahas masalah tentang potensi dan masalah dari lahan baru yang dijadikan kawasan permukiman penduduk.

Gambar 2.2Kebakaran lahan gambutKebakaran lahan gambut lebih berbahaya dibandingkan kebakaran pada lahan kering (tanah mineral). Selain kebakaran vegetasi di permukaan, lapisan gambut juga terbakar dan bertahan lama, sehingga menghasilkan asap tebal akibat terjadi pembakaran tak-sempurna.

Gambar 2.3Potensi gambutSumber diatas merupakan contoh bukti bahwa lahan gambut di Kalimantan Tengah merupakan lahan yang cukup banyak dan juga memiliki potensi seperti misalnya untuk kawasan permukiman dan perkebunan namun juga dijadikan bahan penelitian.

2.2. Pengelolaan Lahan Rawa Gambut terhadap Permukiman

Gambar 2.4 Peta di atas menunujukkan luas lahan gambut yang ada di kalimantan Tengah.

Gambar 2.5Contoh permukiman penduduk

Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun atau beberapa bulan dalam setahun selalu basah, atau jenuh air (water logged) atau mempunyai air tanah yang dangkal, bahkan tergenang. Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah melapuk dengan ketebalan lebih dri 50 cm.Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986). Luasan lahan gambut di dunia adalah sekitar 424 juta ha (Kalmari, 1982) dan sekitar 38 juta ha terdapat di wilayah tropis (Friends of the Earth, 1983). Sebagian besar lahan gambut di wilayah tropis terdapat di Indonesia yaitu seluas 20.10 juta ha dan di Malaysia dengan luasan sekitar 2.7 juta ha (Vijarnsorn,1996). Di Indonesia, mayoritas lahan gambut ditemukan di luar Pulau Jawa dengan luasan sekitar 6.45% dari luas lahan gambut di dunia (Neue et al., 1997).Gambut tebal yang terbentuk umumnya bersifat masam dan miskin hara sehingga memiliki kesuburan alami yang rendah sampai sangat rendah. Hutan rawa gambut memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang relatif tinggi. Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai di hutan rawa gambut memiliki nilai komersial tinggi diantaranya Ramin Gonystylus, Belangeran Shorea, Meranti (Shorea spp), Meranti Belangeran Shorea ramin pakis jelutung. Bangunan itu sendiri terdiri dari beberapa komponen seperti pondasi, kolom, balok, pelat, dan atap. Pelat berfungsi untuk penyalur beban hidup dan mati yang bekerja pada bangunan kepada balok atau kolom. Balok berfungsi untuk menyalurkan beban yang diterima oleh pelat kepada kolom. Kolom berfungsi untuk menyalurkan beban dari pelat atau balok ke pondasi. Dan pondasi itu sendiri merupakan elemen yang berhubungan langsung dengan tanah yang berfungsi sebagai pemikul beban bangunan.

Pada umumnya, tanah gambut memiliki kadar air yang sangat tinggi, dan kompresibilitas/ kemampumampatan yang tinggi sehingga daya dukung tanahnya sangat rendah. Kandungan air pada tanah gambut bervariasi dan cukup ekstrim, mulai dari ratusan % (kering) sampai lebih dari 2000 % (jenuh air), karena derajat dekomposisi dan tipe lapisan gambut sangat mempengaruhi kandungan air. Semakin tinggi derajat dekomposisi nya maka semakin mengecil ruang di dalam partikel serat (void ratio) dan antar partikel serat serta struktur serat gambut akan rusak menjadi bentuk amorf. Semakin lambat derajat dekomposisi, kemungkinan proses ini akan terus berlangsung sehingga akan sulit mendapatkan hasil akhir proses dekomposisi. Proses dekomposisi pada tanah gambur ini memang masih terus dalam kajian dan penelitian sehingga penemuan terbaru masih sangat diharapkan. Jika mikroba yang aktif dalam proses dekomposisi ini dapat diketahui maka perkembangbiakannya dapat dihambat atau bahkan dihentikan sehingga bermanfaat untuk melakukan perbaikan mutu tanah selanjutnya.Metode lain yang dapat dilakukan biasanya dengan melakukan stabilisasi tanah, dimana tanah dicampur dengan bahan stabilisasi seperti pasir dan semen, lalu dipadatkan semaksimal mungkin. Tapi kenyataannya dilapangan sangat sulit memadatkan lapisan gambut yang memiliki kadar air tinggi dan sangat lembek. Oleh sebab itu, alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu dengan pre-loading dimana material tanah yang bagus (pasir) dimasukkan ke dalam lapisan endapan gambut sehingga membentuk kolom-kolom pasir. Pembuatan kolom-kolom pasir dilakukan dengan cara meletakkan lapisan pasir di muka tanah yang akan diperbaiki setebal 1 meter kemudian palu penumbuk seberat 15 ton dijatuhkan dari ketinggian 15 meter, kolom-kolom pasir tersebut dibuat pada jarak sekitar 8 meter. Atau bisa juga melakukan kombinasi diantara alternatif yang ada dengan cara mempercepat proses dekomposisi terlebih dahulu menggunakan serbuk atau cairan penumbuh dan penyubur mikroba (bioagent) seperti yang banyak dijual dipasaran seperti biostater dengan demikian proses konsolidasi telah berakhir yang diharapkan mengendap menjadi lapisan yang memiliki sifat geoteknik mendekati material lempung. Setelah proses dekomposisi berakhir baru dilanjutkan dengan pembuatan kolom-kolom pasir atau melakukan preloading.

2.2.1. Pengelolaan berdasarkan TeoriTeori-teori yang menjadi dasar pembahasan solusi pengelolaan lahan gambut sebagai sebuah permukiman, seperti pada pembahasan di bawah ini: Asdak. 1995, Semakin berkembangnya lahan permukiman dan perkebunan diikuti dengan menyusutnya wilayah lahan basah tropis. Pengaruh campur tangan manusia dapat mengakibatkan perubahan hidrologi kawasan yang jauh lebih cepat dari pada pengaruh alami

Gambar 2.6Tanah gambut yang mulai menyusut Faludi (1973), untuk struktur di lahan gambut bisa di lakukan dengan cara pengangkatan gambut itu sendiri.

Gambar 2.7Tanah gambut yang di cut Rondinelli, 1985: 222) Strategi sektoral di atas yang mengarah pada pengelolaan aktivitas ekonomi masyarakat, maka diperlukan pula strategi spatial yakni usaha-usaha untuk menghubungkan berbagai aktivitas-aktivitas pengembangan suatu kawasan. Dalam hal ini tindakan yang mungkin dilakukan adalah untuk memperkuat hirarki pusat pengembangan kawasan khususnya permukiman berukuran menengah dan kecil yang memiliki beberapa fasilitas serta untuk meningkatkan hubungan dengan wilayah hinterlandnya ke dalam sistem ekonomi wilayah. Investasi awal fasilitas ini untuk mendukung produksi pertanian dan memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan

Gambar 2.8Penanaman tumbuhan yang bermanfaat untuk permukiman

Brinson, MM (1993)., Konservasi lahan basah untuk wilayah permukiman juga harus memikirkan kaidah-kaidah dan fungsi ekosistemnya sehingga kontribusi yang penting bagi pembangunan dapat terjaga. Jadi untuk memperkecil tingkat kerusakan lahan basah maka ada beberapa solusi yang bisa dilakukan seperti: renaturalisasi sungai yaitu mengembalikan sungai kepada bentuk yang alamiah demi mempertahankan dan menjaga kelangsungan ekosistem di sungai; mempertahankan vegetasi di bantaran sungai; membuat lubang resapan biopori yang berguna untuk mengubah sampah organik menjadi kompos; serta membuat sumur resapan yang bertujuan untuk menggantikan peresap alami yang hilang akibat meluasnya lahan pembangunan yang telah tertutup.

Gambar 2.9Pembuatan aliran sungaiDalam rencana pengelolaan kawasan permukiman yang mungkin dilakukan adalah pembuatan drainase atau membuat aliran sungai sehingga ekosistem di sungai tetap terjaga seperti pada contoh gambar di atas.Material tanah yang bagus (pasir) dimasukkan ke dalam lapisan endapan gambut sehingga membentuk kolom-kolom pasir. Pembuatan kolom-kolom pasir dilakukan dengan cara meletakkan lapisan pasir di muka tanah yang akan diperbaiki setebal 1 meter kemudian palu penumbuk seberat 15 ton dijatuhkan dari ketinggian 15 meter, kolom-kolom pasir tersebut dibuat pada jarak sekitar 8 meter. Atau bisa juga melakukan kombinasi diantara alternatif yang ada dengan cara mempercepat proses dekomposisi terlebih dahulu menggunakan serbuk atau cairan penumbuh dan penyubur mikroba (bioagent) seperti yang banyak dijual dipasaran seperti biostater dengan demikian proses konsolidasi telah berakhir yang diharapkan mengendap menjadi lapisan yang memiliki sifat geoteknik mendekati material lempung. Setelah proses dekomposisi berakhir baru dilanjutkan dengan pembuatan kolom-kolom pasir atau melakukan preloading.

Penelitian yang pernah dilakukan dengan metode cerucuk atau sand column diantaranya adalah H.G.Kempfert, dkk (1997, 2001).

Gambar 2.10 Pondasi cerucuk pada gambutSecara konstruksi, pelaksanaan pekerjaan pondasi cerucuk dapat dibagi atas :1. Perkuatan tanah dasar, dilakukan penggantian tanah dasar dengan menimbun tanah baru yang lebih stabil, dilakukan dengan menguruk tanah pada lokasi yang sudah direncanakan.2. Penancapan kayu cerucuk, dilakukan dengan menancapkan kayu terhadap lokasi pondasi yang akan dikerjakan, Pelaksanakan diseuaikan dengan jarak antar titik kayu dan kedalaman yang direncanakan.3. Pemasangan kepala cerucuk. Dialakukan dengan menyatukan ujung kepala kayu yang sudah ditanamkan dengan membuat ikatan antar kepala kayu dan dibuat bidang datar sebagai penempatan pondasi konstruksi yang direncanakan.Kadang dalam hal tertentu, pondasi cerucuk ditanamkan pada kedalam tertentu dimana sebelumnya kita terlebih dahulu melakukan penggalian tanah asli sesuai dengan kedalaman yang direncanakan, dan setelah itu baru dilakukan penancapan kayu cerucuk. Untuk pelaksanaan pemancangan kayu cerucuk dapat dilakukan secara manual (tenaga manusia) dan dapat juga dilakukan dengan mekanik atau alat mesin yang sering disebut mesin pancang (back hoe). Pada prinsipnya kedua cara tersebut adalah melakukan pemberian tekanan ke kepala kayu pancang sehingga kayu akan tergeser secara vertikal kedalam tanah yang ditumbukkan.Secara umum, untuk pondasi cerucuk kayu yang dipergunakan harus mengikuti persyaratan teknis yaitu :1. Kayu harus mempunyai diameter yang seragam yaitu antara 8 15 cm, dimana pada ujung terkecil tidak boleh kurang dari 8 cm dan pada ujung terbesar tidak melebihi 15 cm2. Kayu harus dalam bentang yang lurus untuk kemudahan penancapan dan juga daya dukung yang makin besar.3. Jenis kayu harus merupakan kayu yang tidak busuk jika terendam air, kayu tidak dalam kondisi busuk dan tidak dalam keadaan mudah patah jika ada pembebanan.Jenis kayu yang sering dipergunakan adalah :1. Kayu Gelam2. Kayu Medang3. Kayu Betangor4. Kayu Ubah5. Kayu Dolken

Gambar 2.11Pondasi Batang Besar

Gambar 2.12Pondasi Batang Kecil

Gambar 2.13Pondasi beton

Gambar 2.14Pondasi cakar ayamIde Ir Sedijatmo untuk mendirikan menara di atas pondasi yang terdiri dari plat beton yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya. Pipa dan plat itu melekat secara monolit (bersatu), dan mencengkeram tanah lembek secara meyakinkan. Oleh Sedijatmo, hasil temuannya itu diberi nama sistem pondasi cakar ayam. Perhitungan yang dipakai saat itu (1961), masih kasar dengan dimensi 2,5 kali lebih besar dibanding dengan sistem pondasi cakar ayam yang diterapkan sekarang. Meski begitu, ternyata biayanya lebih murah dan waktunya lebih cepat daripada menggunakan tiang pancang biasa. Menara tersebut dapat diselesaikan tepat pada waktunya, dan tetap kokoh berdiri di daerah Ancol yang sekarang sudah menjadi ka wasan industri. Dasar pemikiranPondasi cakar ayam terdiri dan plat beton bertulang dengan ketebalan 10-15 cm, tergantung dari jenis konstruksi dan keadaan tanah di bawahnya. Di bawah plat beton dibuat sumuran pipa-pipa dengan jarak sumbu antara 2-3 m. Diameter pipa 1,20 m, tebal 8 cm, dan panjangnya tergantung dari beban di atas plat serta kondisi tanahnya. Untuk pipa dipakai tulangan tunggal, sedangkan untuk plat dipakai tulangan ganda. Sistem pondasi ini bisa diterapkan pada tanah lunak maupun tanah keras. Tapi menurut pengalaman, lebih ekonomis bila diterapkan atas tanah yang berdaya dukung 1,5 sampai 4 ton per meter persegi.Dasar pemikiran Iahirnya pondasi cakar ayam ialah memanfaatkan tekanan tanah pasif, yang pada sistem pondasi lain tak pernah dihiraukan. Plat beton yang tipis itu akan mengambang di permukaan tanah, sedangkan kekakuan plat ini dipertahankan oleh pipa-pipa yang tetap berdiri akibat tekanan tanah pasif. Dengan demikian maka plat dan konstruksi di atasnya tidak mudah bengkok. Pada sistem pondasi lain, yang menggunakan plat beton dengan balok pengaku, maka kekakuan itu berasal dan konstruksinya sendiri. Sedangkan pada sistem pondasi cakar ayam, kekakuan didapat dari tekanan tanah pasif. ini berarti dengan daya dukung yang sama, volume beton pada cakar ayam akan berkurang, dan konstruksinya bisa lebih ekonomis. Telapak beton

Telapak beton, pada pondasi cakar ayam sangat baik untuk beban yang merata. Sistem pondasi ini mampu mendukung beban 500-600 ton per kolom. Dalam hal ini, di bagian bawah kolom dibuatkan suatu telapak beton, untuk mengurangi tegangan geser pada plat beton. Jika beban itu terpusat, maka tebal plat beton di bawah pusat beban ditentukan oleh besarnya daya geser, bukan oleh besarnya momen, untuk ini dilakukan penambahan pertebalan plat beton dibawah kolom bersangkutan. Sistem pondsi cakar ayam sangat sederhana, hingga cocok sekali diterapkan di daerah dimana peralatan modern dan tenaga ahli sukar didapat. Sampai batas-batas tertentu, sistern ini dapat menggantikan pondasi tiang pancang. Untuk gedung berlantai 3-4 misalnya, sistem cakar ayam biayanya akan sama dengan pondasi tiang pancang 12 meter.Makin panjang tiang pancang yang dipakai, makin besar biayanya. Apalagi jika alat pemancangan dan tenaga ahli harus didatangkan dari tempat lain. Dengan kemampuan yang sama, sistem cakar ayam dapat menghemat biaya sampai 30%. Pelaksanaan sistem ini dapat dilakukan secara simultan, tanpa harus bergiliran. Misalnya sebagai pondasi menara, dapat dikerjakan dalam jumlah banyak secara bersamaan. Seluruh sumuran beton dicetak dengan cetakan biasa di lokasi proyek, sesuai dengan standar. Karena itu sistem ini sangat menghemat waktu.Bagi daerah yang bertanah lembek, pondasi cakar ayam tidak hanya cocok untuk mendirikan gedung, tapi juga untuk membuat jalan dan landasan. Satu keuntungan lagi, sistem ini tidak memerlukan sistem drainasi dan sambungan kembang susut. Banyak bangunan yang telah menggunakan sistem yang di ciptakan oleh Prof Sedijatmo ini, antara lain: ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan bentangan 64 m di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxi way serta apron di Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, jalan akses Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di Surabaya, kolam renang dan tribune di Samarinda, dan ratusan bangunan gedung bertingkat di berbagai kota.Sistem pondasi cakar ayam ini telah pula dikenal di banyak negara, bahkan telah mendapat pengakuan paten internasional di 11 negara, yaitu: Indonesia, Jerman Timur, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan Denmark. [Teknologi, No.6, Th.I, Jan-Feb.1987].

Gambar 2.15Pondasi cerucuk beton1. Cerucuk bambu kedalaman +/- 5m2. Pondasi Tapak Uk 80X80 kedalaman 1 meter untuk setiap kolom utama3. Pondasi menerus untuk menyokong sloof uk. 20/304. Lantai cor tebal 10 cm dipasang wiremesh diameter 5mmInovasi dan rekayasa lahan gambut tidak hanya terfokus pada desain pondasi saja, namun tanah gambut perlu juga direkayasa agar dapat mendukung tekanan pondasi bangunan rawa/gambut. Tanah gambut yang distabilisai dengan metode pencampuran tanah gambut dengan kapur dan sekam padi membuat daya dukung tanah gambut secara umum mengalami perbaikan dimana kadar air menurun sedang berat volume tanah naik Hal ini menunjukkan bahwa tanah gambut menjadi lebih padat setelah dilakukan. Adanya kombinasi antara stabilisasi dan inovasi kacapuri tentunya akan meningkatkan daya dukung konstruksi pondasi bangunan lahan rawa, namun seperti yang telah dijelaskan di atas penenelitian ini belum menyentuh pengujian batas kekuatan inovasi desain kacapuri yang dimaksud, sebab penelitian ini menempuh 2 dari 3 tahapan penelitian secara menyeluruh. Inovasi pondasi ini tidak tertutup pada pondasi kacapuri saja, namun dapat dikembangkan terhadap jenis-jenis pondasi lokal lainnya seperti pondasi Pancang galam, Pondasi Kapur Naga maupun pondasi yang tersebar di tanah gambut di Nusantara. Pemakaian semen sebagai bahan aditif pada tanah gambut banyak digunakan dalam beberapa penelitian di Indonesia diantarannya T.Iyas, dkk (2008); Hendry (1998).

Gambar 2.16Proses pembuatan bangunan dengan menggunakan semen2.3. Potensi dan Masalah Kasus2.3.1. Potensi Dari beberapa contoh solusi yang dilakukan pada daerah lahan gambut terutama pada kawasan permukiman, beberapa potensi yang di dapat : Mampu mengurangi akibat buruk yang terjadi seperti misalnya mengurangi kebakaran lahan gambut, yang selalu terjadi pada setiap tahunnya saat musim kemarau. Perkembangan lahan pertanian yang bermanfaat untuk kawasan permukiman tersebut, misalnya penanaman sayur-sayuran dan lainnya. Menjadi daya tarik tersendiri untuk dikunjungi jika dijadikan kawasan wisata. Mengurangi kepadatan penduduk kota karena sudah dibangun lahan baru di daerah hutan rawa gambut. Menciptakan lapangan pekerjaan baru jika di daerah permukiman di jadikan lahan pertanian dan budidaya lainnya. 2.3.2. MasalahAdapun permasalahan yang di dapat pada pengelolaan tersebut, yaitu: Sifat dari tanah gambut itu sendiri lunak dan mudah ditekan, sehingga jika dikaitkan dengan konstruksi bangunan yang berada di atas lahan gambut, maka dikhawatirkan akan terjadi kegagalan konstruksi dimana pondasi bangunan tersebut nantinya tidak cukup kuat menahan beban bangunan keseluruhan akibat daya dukung yang rendah.

Banjir, hal ini bisa terjadi jika hujan.

Biaya bangunan sedikit mahal karena bagian pondasi lebih di prioritaskan kondisi dan bahan yang digunakan, karena syaratnya pondasi harus sampai tanah yang keras.BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanBerdasarkan dari pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa lahan rawa gambut dapat di jadikan sebagai kawasan pemukiman sesuai dengan potensi yang ada karena dapat mengurangi permasalahan pada lahan gambut seperti mengurangi kebakaran pada lahan gambut, dan dapat meningkatkan perkembangan lahan pertanian didaerah kawasan tersebut. Seperti yang terjadi pada setiap musim kemarau, selalu terjadi kebakaran maka dengan solusi di atas mampu mengurangi sedikit permasalahan yang ada. Perkembangan lahan pertanian yang bermanfaat untuk kawasan permukiman tersebut, misalnya penanaman sayur-sayuran dan lainnya. Dengan adanya pemukiman di lahan gambut ini juga berfungsi mengurangi kepadatan penduduk yang ada di perkotaan, sehingga masyarakat akan lebih dapat menjaga dan melestarikan lahan gambut dengan potensi besar untuk keselamatan hutan rawa gambut.

3.2 SaranSaran yang dapat diberikan dari pembahasan diatas yaitu : Sebaiknya lahan rawa gambut dapat lebih dikembangkan sebagai kawasan pemukiman sesuai dengan potensi- potensi yang ada. Perlu diadakanya penelitian lebih lanjut konstruksi pada lahan gambut. Kesadaran masyarakat akan potensi yang begitu besar pada hutan rawa gambut

MKP 1 LINGKUNGAN LAHAN RAWA GAMBUT17