bab i higiene industri

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan panas yang mengenai tubuh manusia dapat mengakibatkan berbagai permasalahan kesehatan hingga kematian. Pada musim panas tahun 1995 100 penduduk chicago meninggal karena gelombang panas di musim panas. Penelitian lain di Amerika menunjukkan terjadi 400 kematian setiap tahun yang diakibatkan oleh tekanan panas (Tom P. Moreau dan Michael Daater, 2005). Dari tahun 1995 hingga 2001 di Amerika juga tercatat ada 21 pemain sepak bola muda meninggal terkena akibat heatstroke (Michael F. Bergeron, 2005). Di Jepang dari tahun 2001-2003 dilaporkan 483 orang tidak masuk kerja selama lebih dari 4 hari karena penyakit akibat panas. Dari 483 tersebut 63 orang meninggal. (Yoshi-ichiro KAMIJO and Hiroshi NOSE, 2006). Yang dimaksud dengan heat stress disini adalah reaksi fisik dan fisiologis pekerja terhadap suhu yang berada diluar kenyamanan bekerja. Paparan panas terhadap tubuh dapat berasal dari lingkungan kerja (panas eksternal), panas yang berasal dari aktivitas kerja (panas internal) dan panas karena memakai pakain yang terlalu tebal. 1

Upload: intan-wahyuni

Post on 18-Jan-2016

41 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Higiene Industri

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Higiene Industri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tekanan panas yang mengenai tubuh manusia dapat mengakibatkan berbagai

permasalahan kesehatan hingga kematian. Pada musim panas tahun 1995 100

penduduk chicago meninggal karena gelombang panas di musim panas. Penelitian

lain di Amerika menunjukkan terjadi 400 kematian setiap tahun yang diakibatkan

oleh tekanan panas (Tom P. Moreau dan Michael Daater, 2005). Dari tahun 1995

hingga 2001 di Amerika juga tercatat ada 21 pemain sepak bola muda meninggal

terkena akibat heatstroke (Michael F. Bergeron, 2005). Di Jepang dari tahun 2001-

2003 dilaporkan 483 orang tidak masuk kerja selama lebih dari 4 hari karena

penyakit akibat panas. Dari 483 tersebut 63 orang meninggal. (Yoshi-ichiro

KAMIJO and Hiroshi NOSE, 2006).

Yang dimaksud dengan heat stress disini adalah reaksi fisik dan fisiologis

pekerja terhadap suhu yang berada diluar kenyamanan bekerja. Paparan panas

terhadap tubuh dapat berasal dari lingkungan kerja (panas eksternal), panas yang

berasal dari aktivitas kerja (panas internal) dan panas karena memakai pakain yang

terlalu tebal.

Heat stress terjadi apabila tubuh sudah tidak mampu menseimbangkan suhu

tubuh normal karena besarnya beban panas dari luar. Jika tubuh terpapar panas,

maka sistem yang ada didalam tubuh akan menpertahankan suhu tubuh internal agar

tetap pada suhu normal (36-38˚C) dengan cara mengalirkan darah lebih banyak

kekulit dan mengeluarkan cairan atau keringat. Pada saat demikian jantung bekerja

keras memompa darah ke kulit untuk mendinginkan tubuh, sehingga darah lebih

banyak bersirkulasi di daerah kulit luar. Ketika suhu lingkungan mendekati suhu

tubuh normal, maka pendinginan makin sulit dilakukan oleh sistem tubuh. Jika suhu

luar sudah berada diatas suhu tubuh maka sirkulasi darah dan keringat yang keluar

tidak mampu menurunkan suhu tubuh kesuhu normal.  Dalam kondisi seperti ini,

jantung terus memompa darah kepermukaan tubuh, kelenjar keringat terus

mengeluarkan cairan yang mengandung elektrolit ke permukaan kulit dan

1

Page 2: BAB I Higiene Industri

penguapan keringat menjadi cara yang efektif untuk mempertahankan suhu tubuh

agar tetap konstan. Namun jika kelembaban udara cukup tinggi, maka keringat tidak

dapat menguap dan suhu tubuh tidak dapat dipertahankan, dalam kondisi ini tubuh

mulai terganggu. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan individu untuk bekerja

dilingkungan panas. Dengan banyaknya darah mengalir kekulit luar, maka pasokan

darah ke otak, otot-otot aktif dan organ internal lainnya menjadi berkurang sehingga

kelelahan dan penurunan kekuatan tubuh mulai lebih cepat terjadi. Konsentrasi

bekerja juga mulai terganggu.

OSHA (Occupational Safety & Health Administration) dalam Techical

Manual nya mengatakan pekerjaan yang menyangkut temperatur udara yang tinggi,

radiasi sumber panas, kelembaban yang tinggi, kontak fisik langsung dengan objek

panas, atau aktifitas fisik yang berat memiliki potensi tinggi dalam menimbulkan

heat stress pada pekerja yang terlibat dalam kegiatan kerja tersebut, seperti pada

pekerjaan pengecoran besi, pengecoran logam lain, pembakaran batu bata dan

keramik, pabrik gelas atau kaca, pabrik pengolahan bahan karet, perlengkapan

listrik, dapur, pabrik gula-gula, oven, pengalengan makanan, dapur komersil, binatu,

peleburan, dan lain-lain. 

Bekerja di area panas dapat meningkatkan potensi terjadinya kecelakaan,

misalnya karena telapak tangan licin akibat berkeringat, pusing, fogging dari kaca

mata safety dan luka bakar jika tersentuh benda panas. Selain dari bahaya ini jelas,

frekuensi kecelakaan, secara umum tampaknya lebih tinggi di lingkungan yang

panas daripada di kondisi lingkungan yang lebih moderat. Salah satu alasannya

adalah bahwa bekerja di lingkungan yang panas menurunkan kewaspadaan mental

dan kinerja fisik individu. Peningkatan suhu tubuh dan ketidaknyamanan fisik dapat

meningkatkan emosi, kemarahan, dan kondisi emosional lainnya yang kadang-

kadang menyebabkan pekerja mengabaikan prosedur keselamatan atau kurang hati-

hati terhadap bahaya ditempat kerja.

Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas dan menganalisa

tentang Heat Stress dan Cuaca Lingkungan Kerja.

2

Page 3: BAB I Higiene Industri

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi cuaca lingkungan kerja?

2. Bagaimana efek cuaca lingkungan kerja bagi pekerja?

3. Apa antisipasi dan rekognisi bahaya yang terkait cuaca lingkungan kerja?

4. Bagaimana evaluasi dan monitoring bahaya yang terkait cuaca lingkungan

kerja?

5. Bagaimana pengendalian efek heat stress dan cuaca lingkungan kerja?

1.3 Tujuan

1. Untuk memahami definisi cuaca lingkungan kerja.

2. Untuk memahami efek cuaca lingkungan kerja bagi pekerja.

3. Untuk memahami antisipasi dan rekognisi bahaya yang terkait cuaca lingkungan

kerja.

4. Untuk mengetahui evaluasi dan monitoring bahaya yang terkait cuaca

lingkungan kerja.

5. Untuk memahami pengendalian efek heat stress dan cuaca lingkungan kerja.

3

Page 4: BAB I Higiene Industri

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Cuaca Lingkungan Kerja

Heat Stress atau Tekanan Panas diartikan sebagai jumlah beban panas yang

merupakan hasil dari kegiatan (pelaksanaan pekerjaan) tenaga kerja dan kondisi

lingkungan dimana tenaga kerja tersebut bekerja.

Sedangkan Iklim kerja di indonesia diartikan sebagai hasil perpaduan antara

suhu, kelembaban, cepat gerak udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran

panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.

Dengan pengertian seperti itu, sesungguhnya tekanan panas dan iklim kerja memiliki

pengertian yang sama (mirip).

2.2 Efek Cuaca Lingkungan Kerja Bagi Pekerja

Menurut WHO sering ditemukan bahwa respon setiap orang terhadap panas

berbeda, meskipun terpapar dalam lingkungan panas yang sama. Hal ini

menggambarkan adanya perbedaan kondisi fisiologi dari masing-masing individu

misalnya faktor aklimatisasi, kesegaran jasmani, perbedaan jenis kelamin, umur,

ukuran tubuh, dan suku bangsa. (Wahyu, 2003).

Perbedaan ukuran badan akan mempengaruhi reaksi fisiologis badan terhadap

panas. Orang gemuk mudah meninggal karena tekanan panas bila dibandingkan

dengan orang kecil badannya karena orang yang kecil badannya mempunyai ratio luas

permukaan badan yang lebih kecil dan panas yang ditimbulkan lebih sedikit.

Suhu nikmat bagi orang Indonesia berkisar antara (24-26)oC, namun pada umumnya

orang Indonesia mampu beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar (29-

30)oC dengan kelembaban (85-95)oC.(Wahyu, 2003).

Temperatur yang baik untuk pekerja berkisar antara (18,3-21,3)oC sedangkan

untuk pekerja berat biasanya digunakan suhu yang lebih rendah yaitu (12,8-15,6)oC.

Menurut Sedarmayanti (1996), bahwa temperatur yang terlampau dingin akan

mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan temperatur yang terlampau panas,

4

Page 5: BAB I Higiene Industri

dapat mengakibatkan timbulnya kelelahan tubuh yang lebih cepat dan dalam bekerja

cenderung membuat banyak kesalahan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999 disebutkan

bahwa nilai ambang batas (NAB) untuk tekanan panas/iklim kerja adalah :

Pengaturan Waktu Kerja Setiap Jam  ISBB oC Beban Kerja

Waktu Kerja                                  Waktu Istirahat             Ringan      Sedang       Berat

Bekerja terus menerus 8 jam/hari                                              30,0          26,7           25,0

75% Kerja                                          5 % Istirahat                   30,6          28,0           25,9

50% Kerja                                          50 % Istirahat                 31,4          29,4           27,9

25% Kerja                                          75 % Istirahat                 32,2          31,1           30,0

Sumber : Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999

Menurut hasil penelitian Priatna (1990) bahwa pekerja yang bekerja selama 8 jam/hari

berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) antara

32,02 – 33,01oC menyebabkan kehilangan berat badan sebesar 4,23 %. Menurut Grantham

(1992) dan Bernard (1996) bahwa reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan

dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya

penyakit yang sangat serius.

Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang

berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya kelelahan, sering

melakukan istirahat, dll.

2. Dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang

disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan

kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5 % gejalanya tidak nampak, kelelahan

muncul lebih awal dan mulut mulai kering.

3. Heat Rash. Keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat

kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada

tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.

4. Heat Cramps. Merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat

keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang

kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam

natrium.

5

Page 6: BAB I Higiene Industri

5. Heat Syncope atau Fainting. Keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak

tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau

perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.

6. Heat Exhaustion. Keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan

dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah dan sangat

lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami oleh pekerja yang belum beraklimatisasi

terhadap suhu udara panas.

7. Heat Stroke (Sengatan Panas) yaitu masalah kesehatan yang paling serius bagi orang yang bekerja dalam kondisi panas, tapi heat stroke jarang terjadi. Penyebabnya adalah kegagalan tubuh dalam mengontrol temperatur. Keringat berhenti dan tubuh tidak akan bisa mengeluarkan panas. Korban akan mati kecuali mendapat penanganan yang tepat.

Suma’mur melaporkan bahwa pengujian pada 6 (enam) perusahaan dengan

pemeriksaan pada 48 tenaga kerja (27%) sampel, sebanyak 60% dari tenaga kerja yang pada

tekanan panas ISBB 28,8-29,2oC menyatakan perasaan panas. Seluruh tenaga kerja pada

ISBB dari 30,2oC menyatakan bahwa keadaan panas tidak tertahankan. Sedangkan pada

ISBB yang kurang dari 27,65oC , mereka tidak merasakan sesuatu efek panas.

2.3 Antisipasi Dan Rekognisi Bahaya Yang Terkait Cuaca Lingkungan Kerja

a)   Antisipasi

Umumnya di dalam industri sering dijumpai adanya perbedaan suhu yang

besar antara satu tempat dengan tempat yang lain, dan hal ini mengakibatkan

terjadinya perbedaan panas yang besar pula. Energi panas yang berasal dari sumber

akan dipancarkan secara langsung dan masuk ke lingkungan tempat kerja yang

bersuhu dingin dan menyebabkan suhu udara tempat kerja naik, dengan demikian

iklim atau cuaca di dalam tempat kerja berubah dan menimbulkan tekanan panas yang

akan diterima oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai beban panas tambahan. Panas

mempunyai pengaruh yang buruk terhadap tubuh. Dalam hal tersebut, yang harus

diketahui dari tenaga kerja yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas yaitu:

sumber panas.

6

Page 7: BAB I Higiene Industri

Ada dua macam sumber panas yang sangat penting untuk para tenaga kerja

yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas:

1)   Panas Metabolisme

Tubuh manusia akan selalu menghasilkan panas selama masih hidup. Proses

yang menghasilkan panas di dalam tubuh ini disebut proses merabolisme. Panas

metabolisme meningkat, apabila beban kerja (aktivitas kerja) meningkat.

Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup, maka suhu tubuh harus dipelihara

agar tetap konstan (37oC). Kenyataan bahwa tubuh hanya memiliki kemampuan yang

sangat terbatas (sedikit) dalam menimbun (menyimpan) panas yang dihasilkan dari

metabolisme yang terbanyak (yang dihasilkan) harus dibuang atau dikeluarkan dari

dalam tubuh ke udara disekitarnya (udara lingkungan tempat kerja).

2)   Panas dari Luar Tubuh (datang dari lingkungan tempat kerja). Hal tersebut sangat

penting untuk dua alasan:

a.       Panas dari lingkungan tempat kerja secara nyata dapat menambah beban panas

kepada tubuh.

b.      Bahwa faktor-faktor panas lingkungan tempat kerja termasuk suhu udara,

kecepatan gerak udara, kelembaban udara dan panas radiasi. Ini semua menentukan

kecepatan (kemampuan) tubuh dalam mengeluarkan (melepaskan) panas ke udara

lingkungan tempat kerja.

b)   Rekognisi

1.      Pengenalan

Reaksi fisiologis terhadap pemajanan tekanan panas dapat digunakan

sebagai alat untuk mengenal adanya bahaya tekanan panas di lingkungan tempat

kerja panas, seperti: kenaikan suhu inti, kenaika denyut nadi atau kehilangan

cairan tubuh (keringat) yang sangat banyak. Disamping itu tekanan panas juga

berpengaruh kepada tingkah laku tenaga kerja. Tingkah laku yang umumnya

dihubungkan dengan tekanan panas adalah upaya untuk mengurangi pemajanan,

7

Page 8: BAB I Higiene Industri

seperti membuka baju yang maksudnya untuk meningkatkan penguapan dari

tubuh

Pengaruhnya terhadap sikap menunjukkan bahwa tenaga kerja lekas

menjadi marah, menurunnya moral kerja, dan meningkatnya angka absen. Ada

juga suatu kenaikan sejumlah kesalahan dan kemacetan mesin, dan meningkatnya

tingkahlaku yang membahayakan.

2.      Pengukuran

Pada umumnya rata-rata suhu kulit orang normal adalah 33-35oC.

Andaikata suhu yang paling nyaman adalah ta= 20oC, maka kenaikan suhu

(udara) dengan kulit = (35-20)oC = 15oC (perbedaan antara suhu udara dengan

suhu kulit dalam kondisi yang dirasakan nyaman atau sering disebut gradient

temperature). Pada keadaan yang nyaman tersebut maka diperkirakan seseorang

berada dalam keadaan “Zone of Thermal Neutrality”.

Untuk mendapatkan kenyamanan, maka tubuh akan mengadakan reaksi

yaitu dari “Zone of Thermal Neutrality” menuju ke “Zone of Vasomotor Thermo

Regulation”. Dalam hal ini jantung akan bekerja lebih keras lagi, sehingga kulit

menjadi lebih panas, hal ini dimaksudkan untuk menempatkan kembali kepada

gradient temperature semula. Apabila suhu lingkungan yang semula 22oC naik

menjadi 28oC maka selanjutnya akan terjadi perbedaan suhu dari 37oC – 28oC =

9oC (perbedaan antara suhu kulit dengan suhu udara).

Untuk mencapai perbedaan antara suhu kulit dengan suhu lingkungan

(gradient temperature) yang nyaman seperti semula (15oC), berarti suhu kulit

harus naik menjadi 28oC + 15oC = 43oC. Kenaikkan suhu kulit ini (dari 37oC

menjadi 43oC) sangat besar sekali. Maka panas perlu dihilangkan dengan jalan

penguapan keringat. Jadi dengan adanya timbunan panas metabolisme yang

sangat besar tersebut, maka pengatur keseimbangan panas didalam tubuh

memberi sinyal kepada kelenjar-kelenjar keringat untuk menghasilkan keringat,

diharapkan panas akan dapat dibuang (dihilangkan) dengan jalan penguapan

keringat. Pada keadaan ini seseorang berada dalam keadaan “Zone of Evaporative

Thermo Regulation”.

Apabila pelepasan panas dari tubuh kelingkungan berjalan cepat (Jumlah

panas yang dibuang lebih cepat daripada panas metabolisme yang dihasilkan),

8

Page 9: BAB I Higiene Industri

maka aliran darah yang menuju ke kulit, akan ditarik lebih ke dalam lagi untuk

memelihara agar suhu tubuh tetap konstan, maka tubuh akan berusaha

mengahasilkan panas yang lebih besar, sehingga tubuh akan melakukan reaksi

dengan cara menggiggil. Dalam keadaan seperti ini, seseorang disebut “Zone Of

Metabolic Thermo Regulation”.

2.4 Evaluasi Dan Monitoring Bahaya Yang Terkait Cuaca Lingkungan Kerja

1. Mengukur Suhu Inti (Suhu Tubuh bagian Dalam) dari Tenaga Kerja

Caranya dengan mengukur suhu oral. Suhu oral dapat diukur dengan menggunakan

thermometer air raksa biasa atau dengan thermometer elektronik. Tenaga kerja yang akan

diukur suhu oralnya tidak diperkenankan makan atau minum 15 menit sebelum diukur

suhunya, dan tenaga kerja harus menutup mulutnya selama pengukuran.

Suhu inti diperkirakan = nilai hasil pengukuran ditambah dengan 1oF atau 0,5oC. Bila

suhu inti di atas 100,4oF atau di atas 38oC, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di

lingkungan tempat kerja tersebut cukup tinggi. Oleh karenanya perlu evaluasi terhadap

lingkungan tempat kerja lebih lanjut.

2. Pengukuran Denyut Nadi Tenaga Kerja

Untuk pengukuran saat pemulihan denyut nadi menjadi normal kembali, maka tenaga

kerja harus berhenti bekerja atau dilakukan saat putaran kerja berakhir dan duduk istirahat.

Nadi diukur (dihitung) setelah 1 menit duduk istirahat, hasilnya denyut nadi harus di bawah

110 denyut/menit. Atau dengan cara lain ialah denyut nadi diukur setelah pekerja istirahat

selama 3 menit pertama, dan hasilnya haruss dibawah 90 denyut/menit. Bila denyut nadi

tenaga kerja lebih tinggi dari hasil yang diperoleh dengan kedua cara pengukuran tersebut

diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di lingkungan kerja mungkin telah

berlebihan, dan oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja.

9

Page 10: BAB I Higiene Industri

3. Pemantauan terhadap Dehidrasi

Dehidrasi dapat dilakukan dengan mencatat perubahan berat badan pada saat akan

mulai bekerja dan pada akhir kerja. Bila terjadi penurunan berat badan lebih dari 1,5%, maka

telah terjadi dehidrasi yang berlebihan, sehingga disarankan untuk melakukan evaluasi

terhadap lingkungan tempat kerja.

4. Mengukur Suhu Efektif

Untuk mendapatkan suhu efektif dapat melakukan pengukuran suhu kering dan suhu

basah dengan alat psychrometer dan dengan menggunakan psychrometric chart maka dapat

diperoleh besarnya kelembaban. Apabila kecepatan gerak udara telah diketahui, maka suhu

efektif dapat diperoleh dari perpotongan antara garis yang menghubungkan suhu kering dan

suhu basah dengan garis gerak cepat udara. Misalnya di dalam suatu ruangan, dari hasil

pengukuran diketahui bahwa nilai suhu kering = 70oF dan suhu basah = 55oF. Dengan

menggunakan psychromtric maka dapat dicari besarnya kelembaban udara di dalam ruangan

tersebut.

Jika di dalam ruangan tersebut ada sumber panaas dan memancarkan panas radiasi,

maka besarnya suhu efektif akan dipengaruhi oleh adanya panas radiasi dari sumber tersebut.

Oleh karenanya besarnya suhu eefektif harus dikoreksi.

5. Index Suhu Basah dan Bola

Batas pemaparan yang diperkenankan didasarkan atas perumpamaan bahwa harga

ISBB dari tempat istirahat adalah sama sangat dekat dengan tempat kerja. Apabila tempat

isntirahat menggunakan AC atau keadaan iklim kerja harga ISBB adalah 24oC, waktu

istirahat yang diperkenankan dapat direduksi 25%. Batas pemaparan yang diperbolehkan

untuk bekerja untuk bekerja secara terus menerus dapat dipakai dimana ad suatu “work-rest

regimen” atau putaran kerja dan istirahat dari 5 hari kerrja setiap minggunya dengan 8 jam

kerja setiap harinya dengan istirahat agak lama atau makan siang ±30 menit.

10

Page 11: BAB I Higiene Industri

2.5 Pengendalian

Pengendalian terhadap heat stress dilaksanakan dalam rangka perlindungan

keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan. Pengendalian

tersebut di pusatkan di sekitar penyebab dan ketegangan psikologi yang dihasilkan.

Hal tersebut memerlukan pengendalian secara umum yang dapat digunakan untuk

semua panas yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Pengendalian secara khusus

yang harus dievaluasi dan dipilih atas kondisi kerja yaang memaksa.

a.    Pengendalian secara Umum

a)    Penggantian Cairan

Kehilangan air yang sangat banyak dari tubuh dalam bentuk keringat adalah

untuk tujuan pendinginan dengan penguapan. Kehilangan dapat menzcapai 6 liter air

dalam 1 hari. NIOSH menyarankan agar tenaga kerja minum sebanyak 150 – 200 CC

setiap 15 – 20 menit. Air minum sebaiknya disimpan di tempat dingin dan

ditempatkan dekat dengan tempat kerja sehingga tenaga kerja dapat mengambil tanpa

meninggalkan tenaga kerja.

b)   Aklimitasi

Setiap calon tenaga kerja yang akan bekerja di lingkungan tempat kerja panas

harus melaakukan penyesuaian fisiologis terhadap pajanan panas secara bertahap.

Proses aklimitasi sebaiknya dilakukan secara bertahap sebagai berikut: pada hari

pertama selama 2 jam. Pada hari kedua tenaga kerja bekerja di lingkungan tempat

kerja yang panas selama 4 jam. Sedangkan pada hari ketiga tenaga kerja bekerja

selama 6 jam. Demikian seterusnya, sehingga akhirnya pada hari ke lima, aklimitasi

telah mencapai 100% atau 8 jam ataua 1 shift kerja.

c)    Self Determination

Diartikan sebagai pembatasan terhadap pajanan panas dimana tenaga xkerja

menghindari tehadap cuaca panas apabila ia sudah merasakan terpapar suhu panas

secara berlebihan.

11

Page 12: BAB I Higiene Industri

d)   Diet

Diet makanan seimbang dan mempunyai nilai gizi yang baik adalah sangat

penting untuk mempertahankan kesehatan yang prima. Makanan harus mengandung

garam yang cukup bagi tenaga kerja yang bekerja dibawah tekanan panas.

e)    Gaya Hidup dan Status Kesehatan

Tenaga kerja harus tidur cukup dan berolah raga merupakan hal yang sangat

penting. Tenaga kerja juga tidak mempunyai kebiasaan minum minuman beralkohol

ataupun obat terlarang. Semua tenaga kerja sebaiknya tidak mengidap penyakit-

penyakit kronis seperti penyakit jantung, ginjal dan hati, karena tenaga kerja yang

berpenyakit mempunyai toleransi yang rendah terhadap tekanan panas.

f)    Pakaian Kerja

Pakaian kerja untuk lingkungan tempat kerja panas sebaiknya dari bahan yang

mudah menyerap keringat seperti: bahan yang terbuat dari katun, sehingga penguapan

mudah terjadi.

b.    Pengendalian secara Khusus

a)      Subtitusi

Mengurangi beban kerja dari berat ke beban kerja ringan dapat menurunkan

tingkat tekanan panas terutama panas metabolisme tubuh. Cara dalam mengurangi

beban kerja umumnya termasuk penggunaan tenaga untuk peralatan kerja atau cara

kerja baru untuk mengurangi upaya-upaya yang bersifat manual.

b)      Engineering Control

1)      Menurunkan Suhu Udara

Suhu udara dapat diturunkan dengan memasang ventilasi denga cara

pengenceran dan dengan pendinginan secara aktif. Ventilasi dengan cara pengenceran

12

Page 13: BAB I Higiene Industri

maksudnya memasukkan udara yang lebih dingin dari tempat lain (dari luar gedung)

ke dalam lingkungan tempat kerja panas. Cara ini dapat dilaksanakan untuk

mendinginkan seluruh ruangan atau hanya pendinginan setempat. Pendinginan secara

aktif diartikan sebagai pendinginan dengan mesin atau penguapan dengan

pendinginan udara yang akan digunakan didinginkan lebih dulu dengan mesin

pendingin, selanjutnya baru dimasukkan ke lingkungan tempat kerja untuk

mengencerkan udara lingkungan kerja panas.

2)      Menurunkan Kelembaban Udara

Dengan menggunakan ruangan yang dingin akan menurunkan tekanan panas,

hal ini disebabkan oleh karena suhu udara dan kelembaban udara yang lebih rendah,

sehingga meningkatkan kecepatan penguapan dengan pendinginan.

3)      Menurunkan Panas Radiasi

Panas radiasi dapat datang dari sumber dengan suhu permukaan yang tinggi

(dari dapur peleburan). Bila suatu sumber panas dapat ditentukan atau dilokalisir,

maka panas radiasi dapat dikembalikan secara efektif dengan memasang lembaran

logam alumunium sebagai perisai di sekeliling sumber tanpa menyentuh dinding

dapur. Permukaan logam aluminium yang menghadap ke sumber dibuat mengkilap.

Ternyata dengan cara demikian 95% energi panas radiasi yang dipancarkan dari

sumber akan dipantulkan kembali, sedangkan yang 5% lainnya akan diabsorbsi oleh

logam aluminium. Dengan cara demikian udara dibelakang logam aluminium akan

tetap terasa dingin.

c)      Administratif Control

1)      Training

Pendidikan atau pelatihan bagi calon tenaga kerja sebelum ditempatkan dan

setelah ditempatkan yang dilaksanakan secara berkala. Pendidikan yang demikian

dilaksanakan baik untuk para calon tenaga kerja yang akan bekerja di lingkungan

tempat kerja panas atau para tenaga kerja yang bekerja di lingkungan kerja panas

maupun untuk supervisornya. Informasi yang menguntungkan yang dapat diperoleh

13

Page 14: BAB I Higiene Industri

dari pendidikan ini adalah cara-cara mengendalikan tekanan panas dan cara-cara

untuk mengendalikan resiko yang berhubungan dengan panas.

2)      Membagi Pekerjaan

Untuk mengurangi pajanan panas, pekerjaan dapat dibagi atau dikerjakan oleh

beberapa orang dengan cara bergantian. Dengan demikian pemaparan terhadap panas

bagi pekerja turun/berkurang atau hanya berlangsung dalam waktu yang singkat.

d)     Perlindungan Perorangan

Perlindungan perorangan dalah suatau cara pengendalian yang

diselenggarakan untuk perorangan. Untuk tekanan panas, perlindungan perorangan

terutama berupa suatu pakaian pendingin, namun juga dapat termasuk pakaian yang

dapat memantulkan panas radiasi yang tinggi dalam lingkungan tempat kerja panas.

Jenis pakaian yang ada:

1.      Sistem Peredaran Udara

Udara dialirkan di bawah pakaian keseluruh tubuh. Untuk itu udara yang

diperlukan bagi setiap orang, harus dialirkan melalui pipa dengan tekanan yang tinggi

dengan menggunakan blower. Jadi jenis pakaian ini dirancang untuk menyerap panas

tubuh.

2.      Pakaian yang dapat memantulkan panas radiasi yang datang dari suatu sumber

panas.  

14

Page 15: BAB I Higiene Industri

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Heat Stress atau Tekanan Panas diartikan sebagai jumlah beban panas yang

merupakan hasil dari kegiatan (pelaksanaan pekerjaan) tenaga kerja dan kondisi

lingkungan dimana tenaga kerja tersebut bekerja.

Sedangkan Iklim kerja di indonesia diartikan sebagai hasil perpaduan antara

suhu, kelembaban, cepat gerak udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran

panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.

Menurut hasil penelitian Priatna (1990) bahwa pekerja yang bekerja selama

8 jam/hari berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks Suhu Bola

Basah (ISBB) antara 32,02 – 33,01oC menyebabkan kehilangan berat badan sebesar

4,23 %. Menurut Grantham (1992) dan Bernard (1996) bahwa reaksi fisiologis

akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis

yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius.

Pengendalian terhadap heat stress dilaksanakan dalam rangka perlindungan

keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan. Pengendalian

tersebut di pusatkan di sekitar penyebab dan ketegangan psikologi yang dihasilkan.

Hal tersebut memerlukan pengendalian secara umum yang dapat digunakan untuk

semua panas yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Pengendalian secara khusus

yang harus dievaluasi dan dipilih atas kondisi kerja yaang memaksa.

3.2 Saran

Semoga makalah ini bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan

keselamatan pekerja terhadap heat stress dan cuaca lingkungan kerja yang dapat

menurunkan produktivitas pekerja.

15

Page 16: BAB I Higiene Industri

3.3 Contoh Kelompok Pekerja

Pada makalah ini kami mengambil salah satu contoh kelompok pekerja yang

menglami heat stress atau tekanan panas dan kelompok pekerja yang terpapar orleh

cuaca lingkungan kerja. Salah satu contoh kelompok pekerja tersebut ialah pekerja

pengankut pasir.

OSHA (Occupational Safety & Health Administration) dalam Techical

Manual nya mengatakan pekerjaan yang menyangkut temperatur udara yang tinggi,

radiasi sumber panas, kelembaban yang tinggi, kontak fisik langsung dengan objek

panas, atau aktifitas fisik yang berat memiliki potensi tinggi dalam menimbulkan

heat stress pada pekerja yang terlibat dalam kegiatan kerja tersebut, seperti pada

pekerjaan pengecoran besi, pengecoran logam lain, pembakaran batu bata dan

keramik, pabrik gelas atau kaca, pabrik pengolahan bahan karet, perlengkapan

listrik, dapur, pabrik gula-gula, oven, pengalengan makanan, dapur komersil, binatu,

peleburan, dan lain-lain.  

16

Page 17: BAB I Higiene Industri

DAFTAR PUSTAKA

M, Soeripto. 2008. “Higiene Industri”. Jakarta. FKUI.

Admin. 2006. “Heat Stress”. http://www.cdc.gov/niosh/topics/heatstress/. ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2013 )

Admin._____. “Heat Stress”. http://www.hse.gov.uk/temperature/heatstress/index.htm. ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2013 )

Admin. 2005. “Heat Stress In Contruksion”. http://www.cpwr.com/hazpdfs/hazheat.pdf. ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2013 )

S, Ikhram Hardi. 2011. “Bahaya Potensial Tekanan Panas Di Lingkungan Kerja”.

http://makalahkesehatankerja.info/artikel-kesehatan-kerja-bahaya-potensial-tekanan-panas-di-lingkungan-kerja/. ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2013 )

17