bab i higiene industri
DESCRIPTION
Higiene IndustriTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tekanan panas yang mengenai tubuh manusia dapat mengakibatkan berbagai
permasalahan kesehatan hingga kematian. Pada musim panas tahun 1995 100
penduduk chicago meninggal karena gelombang panas di musim panas. Penelitian
lain di Amerika menunjukkan terjadi 400 kematian setiap tahun yang diakibatkan
oleh tekanan panas (Tom P. Moreau dan Michael Daater, 2005). Dari tahun 1995
hingga 2001 di Amerika juga tercatat ada 21 pemain sepak bola muda meninggal
terkena akibat heatstroke (Michael F. Bergeron, 2005). Di Jepang dari tahun 2001-
2003 dilaporkan 483 orang tidak masuk kerja selama lebih dari 4 hari karena
penyakit akibat panas. Dari 483 tersebut 63 orang meninggal. (Yoshi-ichiro
KAMIJO and Hiroshi NOSE, 2006).
Yang dimaksud dengan heat stress disini adalah reaksi fisik dan fisiologis
pekerja terhadap suhu yang berada diluar kenyamanan bekerja. Paparan panas
terhadap tubuh dapat berasal dari lingkungan kerja (panas eksternal), panas yang
berasal dari aktivitas kerja (panas internal) dan panas karena memakai pakain yang
terlalu tebal.
Heat stress terjadi apabila tubuh sudah tidak mampu menseimbangkan suhu
tubuh normal karena besarnya beban panas dari luar. Jika tubuh terpapar panas,
maka sistem yang ada didalam tubuh akan menpertahankan suhu tubuh internal agar
tetap pada suhu normal (36-38˚C) dengan cara mengalirkan darah lebih banyak
kekulit dan mengeluarkan cairan atau keringat. Pada saat demikian jantung bekerja
keras memompa darah ke kulit untuk mendinginkan tubuh, sehingga darah lebih
banyak bersirkulasi di daerah kulit luar. Ketika suhu lingkungan mendekati suhu
tubuh normal, maka pendinginan makin sulit dilakukan oleh sistem tubuh. Jika suhu
luar sudah berada diatas suhu tubuh maka sirkulasi darah dan keringat yang keluar
tidak mampu menurunkan suhu tubuh kesuhu normal. Dalam kondisi seperti ini,
jantung terus memompa darah kepermukaan tubuh, kelenjar keringat terus
mengeluarkan cairan yang mengandung elektrolit ke permukaan kulit dan
1
penguapan keringat menjadi cara yang efektif untuk mempertahankan suhu tubuh
agar tetap konstan. Namun jika kelembaban udara cukup tinggi, maka keringat tidak
dapat menguap dan suhu tubuh tidak dapat dipertahankan, dalam kondisi ini tubuh
mulai terganggu. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan individu untuk bekerja
dilingkungan panas. Dengan banyaknya darah mengalir kekulit luar, maka pasokan
darah ke otak, otot-otot aktif dan organ internal lainnya menjadi berkurang sehingga
kelelahan dan penurunan kekuatan tubuh mulai lebih cepat terjadi. Konsentrasi
bekerja juga mulai terganggu.
OSHA (Occupational Safety & Health Administration) dalam Techical
Manual nya mengatakan pekerjaan yang menyangkut temperatur udara yang tinggi,
radiasi sumber panas, kelembaban yang tinggi, kontak fisik langsung dengan objek
panas, atau aktifitas fisik yang berat memiliki potensi tinggi dalam menimbulkan
heat stress pada pekerja yang terlibat dalam kegiatan kerja tersebut, seperti pada
pekerjaan pengecoran besi, pengecoran logam lain, pembakaran batu bata dan
keramik, pabrik gelas atau kaca, pabrik pengolahan bahan karet, perlengkapan
listrik, dapur, pabrik gula-gula, oven, pengalengan makanan, dapur komersil, binatu,
peleburan, dan lain-lain.
Bekerja di area panas dapat meningkatkan potensi terjadinya kecelakaan,
misalnya karena telapak tangan licin akibat berkeringat, pusing, fogging dari kaca
mata safety dan luka bakar jika tersentuh benda panas. Selain dari bahaya ini jelas,
frekuensi kecelakaan, secara umum tampaknya lebih tinggi di lingkungan yang
panas daripada di kondisi lingkungan yang lebih moderat. Salah satu alasannya
adalah bahwa bekerja di lingkungan yang panas menurunkan kewaspadaan mental
dan kinerja fisik individu. Peningkatan suhu tubuh dan ketidaknyamanan fisik dapat
meningkatkan emosi, kemarahan, dan kondisi emosional lainnya yang kadang-
kadang menyebabkan pekerja mengabaikan prosedur keselamatan atau kurang hati-
hati terhadap bahaya ditempat kerja.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas dan menganalisa
tentang Heat Stress dan Cuaca Lingkungan Kerja.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi cuaca lingkungan kerja?
2. Bagaimana efek cuaca lingkungan kerja bagi pekerja?
3. Apa antisipasi dan rekognisi bahaya yang terkait cuaca lingkungan kerja?
4. Bagaimana evaluasi dan monitoring bahaya yang terkait cuaca lingkungan
kerja?
5. Bagaimana pengendalian efek heat stress dan cuaca lingkungan kerja?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami definisi cuaca lingkungan kerja.
2. Untuk memahami efek cuaca lingkungan kerja bagi pekerja.
3. Untuk memahami antisipasi dan rekognisi bahaya yang terkait cuaca lingkungan
kerja.
4. Untuk mengetahui evaluasi dan monitoring bahaya yang terkait cuaca
lingkungan kerja.
5. Untuk memahami pengendalian efek heat stress dan cuaca lingkungan kerja.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Cuaca Lingkungan Kerja
Heat Stress atau Tekanan Panas diartikan sebagai jumlah beban panas yang
merupakan hasil dari kegiatan (pelaksanaan pekerjaan) tenaga kerja dan kondisi
lingkungan dimana tenaga kerja tersebut bekerja.
Sedangkan Iklim kerja di indonesia diartikan sebagai hasil perpaduan antara
suhu, kelembaban, cepat gerak udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran
panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.
Dengan pengertian seperti itu, sesungguhnya tekanan panas dan iklim kerja memiliki
pengertian yang sama (mirip).
2.2 Efek Cuaca Lingkungan Kerja Bagi Pekerja
Menurut WHO sering ditemukan bahwa respon setiap orang terhadap panas
berbeda, meskipun terpapar dalam lingkungan panas yang sama. Hal ini
menggambarkan adanya perbedaan kondisi fisiologi dari masing-masing individu
misalnya faktor aklimatisasi, kesegaran jasmani, perbedaan jenis kelamin, umur,
ukuran tubuh, dan suku bangsa. (Wahyu, 2003).
Perbedaan ukuran badan akan mempengaruhi reaksi fisiologis badan terhadap
panas. Orang gemuk mudah meninggal karena tekanan panas bila dibandingkan
dengan orang kecil badannya karena orang yang kecil badannya mempunyai ratio luas
permukaan badan yang lebih kecil dan panas yang ditimbulkan lebih sedikit.
Suhu nikmat bagi orang Indonesia berkisar antara (24-26)oC, namun pada umumnya
orang Indonesia mampu beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar (29-
30)oC dengan kelembaban (85-95)oC.(Wahyu, 2003).
Temperatur yang baik untuk pekerja berkisar antara (18,3-21,3)oC sedangkan
untuk pekerja berat biasanya digunakan suhu yang lebih rendah yaitu (12,8-15,6)oC.
Menurut Sedarmayanti (1996), bahwa temperatur yang terlampau dingin akan
mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan temperatur yang terlampau panas,
4
dapat mengakibatkan timbulnya kelelahan tubuh yang lebih cepat dan dalam bekerja
cenderung membuat banyak kesalahan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999 disebutkan
bahwa nilai ambang batas (NAB) untuk tekanan panas/iklim kerja adalah :
Pengaturan Waktu Kerja Setiap Jam ISBB oC Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat
Bekerja terus menerus 8 jam/hari 30,0 26,7 25,0
75% Kerja 5 % Istirahat 30,6 28,0 25,9
50% Kerja 50 % Istirahat 31,4 29,4 27,9
25% Kerja 75 % Istirahat 32,2 31,1 30,0
Sumber : Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999
Menurut hasil penelitian Priatna (1990) bahwa pekerja yang bekerja selama 8 jam/hari
berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) antara
32,02 – 33,01oC menyebabkan kehilangan berat badan sebesar 4,23 %. Menurut Grantham
(1992) dan Bernard (1996) bahwa reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan
dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya
penyakit yang sangat serius.
Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang
berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya kelelahan, sering
melakukan istirahat, dll.
2. Dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang
disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan
kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5 % gejalanya tidak nampak, kelelahan
muncul lebih awal dan mulut mulai kering.
3. Heat Rash. Keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat
kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada
tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.
4. Heat Cramps. Merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat
keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang
kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam
natrium.
5
5. Heat Syncope atau Fainting. Keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak
tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau
perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.
6. Heat Exhaustion. Keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan
dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah dan sangat
lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami oleh pekerja yang belum beraklimatisasi
terhadap suhu udara panas.
7. Heat Stroke (Sengatan Panas) yaitu masalah kesehatan yang paling serius bagi orang yang bekerja dalam kondisi panas, tapi heat stroke jarang terjadi. Penyebabnya adalah kegagalan tubuh dalam mengontrol temperatur. Keringat berhenti dan tubuh tidak akan bisa mengeluarkan panas. Korban akan mati kecuali mendapat penanganan yang tepat.
Suma’mur melaporkan bahwa pengujian pada 6 (enam) perusahaan dengan
pemeriksaan pada 48 tenaga kerja (27%) sampel, sebanyak 60% dari tenaga kerja yang pada
tekanan panas ISBB 28,8-29,2oC menyatakan perasaan panas. Seluruh tenaga kerja pada
ISBB dari 30,2oC menyatakan bahwa keadaan panas tidak tertahankan. Sedangkan pada
ISBB yang kurang dari 27,65oC , mereka tidak merasakan sesuatu efek panas.
2.3 Antisipasi Dan Rekognisi Bahaya Yang Terkait Cuaca Lingkungan Kerja
a) Antisipasi
Umumnya di dalam industri sering dijumpai adanya perbedaan suhu yang
besar antara satu tempat dengan tempat yang lain, dan hal ini mengakibatkan
terjadinya perbedaan panas yang besar pula. Energi panas yang berasal dari sumber
akan dipancarkan secara langsung dan masuk ke lingkungan tempat kerja yang
bersuhu dingin dan menyebabkan suhu udara tempat kerja naik, dengan demikian
iklim atau cuaca di dalam tempat kerja berubah dan menimbulkan tekanan panas yang
akan diterima oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai beban panas tambahan. Panas
mempunyai pengaruh yang buruk terhadap tubuh. Dalam hal tersebut, yang harus
diketahui dari tenaga kerja yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas yaitu:
sumber panas.
6
Ada dua macam sumber panas yang sangat penting untuk para tenaga kerja
yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas:
1) Panas Metabolisme
Tubuh manusia akan selalu menghasilkan panas selama masih hidup. Proses
yang menghasilkan panas di dalam tubuh ini disebut proses merabolisme. Panas
metabolisme meningkat, apabila beban kerja (aktivitas kerja) meningkat.
Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup, maka suhu tubuh harus dipelihara
agar tetap konstan (37oC). Kenyataan bahwa tubuh hanya memiliki kemampuan yang
sangat terbatas (sedikit) dalam menimbun (menyimpan) panas yang dihasilkan dari
metabolisme yang terbanyak (yang dihasilkan) harus dibuang atau dikeluarkan dari
dalam tubuh ke udara disekitarnya (udara lingkungan tempat kerja).
2) Panas dari Luar Tubuh (datang dari lingkungan tempat kerja). Hal tersebut sangat
penting untuk dua alasan:
a. Panas dari lingkungan tempat kerja secara nyata dapat menambah beban panas
kepada tubuh.
b. Bahwa faktor-faktor panas lingkungan tempat kerja termasuk suhu udara,
kecepatan gerak udara, kelembaban udara dan panas radiasi. Ini semua menentukan
kecepatan (kemampuan) tubuh dalam mengeluarkan (melepaskan) panas ke udara
lingkungan tempat kerja.
b) Rekognisi
1. Pengenalan
Reaksi fisiologis terhadap pemajanan tekanan panas dapat digunakan
sebagai alat untuk mengenal adanya bahaya tekanan panas di lingkungan tempat
kerja panas, seperti: kenaikan suhu inti, kenaika denyut nadi atau kehilangan
cairan tubuh (keringat) yang sangat banyak. Disamping itu tekanan panas juga
berpengaruh kepada tingkah laku tenaga kerja. Tingkah laku yang umumnya
dihubungkan dengan tekanan panas adalah upaya untuk mengurangi pemajanan,
7
seperti membuka baju yang maksudnya untuk meningkatkan penguapan dari
tubuh
Pengaruhnya terhadap sikap menunjukkan bahwa tenaga kerja lekas
menjadi marah, menurunnya moral kerja, dan meningkatnya angka absen. Ada
juga suatu kenaikan sejumlah kesalahan dan kemacetan mesin, dan meningkatnya
tingkahlaku yang membahayakan.
2. Pengukuran
Pada umumnya rata-rata suhu kulit orang normal adalah 33-35oC.
Andaikata suhu yang paling nyaman adalah ta= 20oC, maka kenaikan suhu
(udara) dengan kulit = (35-20)oC = 15oC (perbedaan antara suhu udara dengan
suhu kulit dalam kondisi yang dirasakan nyaman atau sering disebut gradient
temperature). Pada keadaan yang nyaman tersebut maka diperkirakan seseorang
berada dalam keadaan “Zone of Thermal Neutrality”.
Untuk mendapatkan kenyamanan, maka tubuh akan mengadakan reaksi
yaitu dari “Zone of Thermal Neutrality” menuju ke “Zone of Vasomotor Thermo
Regulation”. Dalam hal ini jantung akan bekerja lebih keras lagi, sehingga kulit
menjadi lebih panas, hal ini dimaksudkan untuk menempatkan kembali kepada
gradient temperature semula. Apabila suhu lingkungan yang semula 22oC naik
menjadi 28oC maka selanjutnya akan terjadi perbedaan suhu dari 37oC – 28oC =
9oC (perbedaan antara suhu kulit dengan suhu udara).
Untuk mencapai perbedaan antara suhu kulit dengan suhu lingkungan
(gradient temperature) yang nyaman seperti semula (15oC), berarti suhu kulit
harus naik menjadi 28oC + 15oC = 43oC. Kenaikkan suhu kulit ini (dari 37oC
menjadi 43oC) sangat besar sekali. Maka panas perlu dihilangkan dengan jalan
penguapan keringat. Jadi dengan adanya timbunan panas metabolisme yang
sangat besar tersebut, maka pengatur keseimbangan panas didalam tubuh
memberi sinyal kepada kelenjar-kelenjar keringat untuk menghasilkan keringat,
diharapkan panas akan dapat dibuang (dihilangkan) dengan jalan penguapan
keringat. Pada keadaan ini seseorang berada dalam keadaan “Zone of Evaporative
Thermo Regulation”.
Apabila pelepasan panas dari tubuh kelingkungan berjalan cepat (Jumlah
panas yang dibuang lebih cepat daripada panas metabolisme yang dihasilkan),
8
maka aliran darah yang menuju ke kulit, akan ditarik lebih ke dalam lagi untuk
memelihara agar suhu tubuh tetap konstan, maka tubuh akan berusaha
mengahasilkan panas yang lebih besar, sehingga tubuh akan melakukan reaksi
dengan cara menggiggil. Dalam keadaan seperti ini, seseorang disebut “Zone Of
Metabolic Thermo Regulation”.
2.4 Evaluasi Dan Monitoring Bahaya Yang Terkait Cuaca Lingkungan Kerja
1. Mengukur Suhu Inti (Suhu Tubuh bagian Dalam) dari Tenaga Kerja
Caranya dengan mengukur suhu oral. Suhu oral dapat diukur dengan menggunakan
thermometer air raksa biasa atau dengan thermometer elektronik. Tenaga kerja yang akan
diukur suhu oralnya tidak diperkenankan makan atau minum 15 menit sebelum diukur
suhunya, dan tenaga kerja harus menutup mulutnya selama pengukuran.
Suhu inti diperkirakan = nilai hasil pengukuran ditambah dengan 1oF atau 0,5oC. Bila
suhu inti di atas 100,4oF atau di atas 38oC, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di
lingkungan tempat kerja tersebut cukup tinggi. Oleh karenanya perlu evaluasi terhadap
lingkungan tempat kerja lebih lanjut.
2. Pengukuran Denyut Nadi Tenaga Kerja
Untuk pengukuran saat pemulihan denyut nadi menjadi normal kembali, maka tenaga
kerja harus berhenti bekerja atau dilakukan saat putaran kerja berakhir dan duduk istirahat.
Nadi diukur (dihitung) setelah 1 menit duduk istirahat, hasilnya denyut nadi harus di bawah
110 denyut/menit. Atau dengan cara lain ialah denyut nadi diukur setelah pekerja istirahat
selama 3 menit pertama, dan hasilnya haruss dibawah 90 denyut/menit. Bila denyut nadi
tenaga kerja lebih tinggi dari hasil yang diperoleh dengan kedua cara pengukuran tersebut
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di lingkungan kerja mungkin telah
berlebihan, dan oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja.
9
3. Pemantauan terhadap Dehidrasi
Dehidrasi dapat dilakukan dengan mencatat perubahan berat badan pada saat akan
mulai bekerja dan pada akhir kerja. Bila terjadi penurunan berat badan lebih dari 1,5%, maka
telah terjadi dehidrasi yang berlebihan, sehingga disarankan untuk melakukan evaluasi
terhadap lingkungan tempat kerja.
4. Mengukur Suhu Efektif
Untuk mendapatkan suhu efektif dapat melakukan pengukuran suhu kering dan suhu
basah dengan alat psychrometer dan dengan menggunakan psychrometric chart maka dapat
diperoleh besarnya kelembaban. Apabila kecepatan gerak udara telah diketahui, maka suhu
efektif dapat diperoleh dari perpotongan antara garis yang menghubungkan suhu kering dan
suhu basah dengan garis gerak cepat udara. Misalnya di dalam suatu ruangan, dari hasil
pengukuran diketahui bahwa nilai suhu kering = 70oF dan suhu basah = 55oF. Dengan
menggunakan psychromtric maka dapat dicari besarnya kelembaban udara di dalam ruangan
tersebut.
Jika di dalam ruangan tersebut ada sumber panaas dan memancarkan panas radiasi,
maka besarnya suhu efektif akan dipengaruhi oleh adanya panas radiasi dari sumber tersebut.
Oleh karenanya besarnya suhu eefektif harus dikoreksi.
5. Index Suhu Basah dan Bola
Batas pemaparan yang diperkenankan didasarkan atas perumpamaan bahwa harga
ISBB dari tempat istirahat adalah sama sangat dekat dengan tempat kerja. Apabila tempat
isntirahat menggunakan AC atau keadaan iklim kerja harga ISBB adalah 24oC, waktu
istirahat yang diperkenankan dapat direduksi 25%. Batas pemaparan yang diperbolehkan
untuk bekerja untuk bekerja secara terus menerus dapat dipakai dimana ad suatu “work-rest
regimen” atau putaran kerja dan istirahat dari 5 hari kerrja setiap minggunya dengan 8 jam
kerja setiap harinya dengan istirahat agak lama atau makan siang ±30 menit.
10
2.5 Pengendalian
Pengendalian terhadap heat stress dilaksanakan dalam rangka perlindungan
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan. Pengendalian
tersebut di pusatkan di sekitar penyebab dan ketegangan psikologi yang dihasilkan.
Hal tersebut memerlukan pengendalian secara umum yang dapat digunakan untuk
semua panas yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Pengendalian secara khusus
yang harus dievaluasi dan dipilih atas kondisi kerja yaang memaksa.
a. Pengendalian secara Umum
a) Penggantian Cairan
Kehilangan air yang sangat banyak dari tubuh dalam bentuk keringat adalah
untuk tujuan pendinginan dengan penguapan. Kehilangan dapat menzcapai 6 liter air
dalam 1 hari. NIOSH menyarankan agar tenaga kerja minum sebanyak 150 – 200 CC
setiap 15 – 20 menit. Air minum sebaiknya disimpan di tempat dingin dan
ditempatkan dekat dengan tempat kerja sehingga tenaga kerja dapat mengambil tanpa
meninggalkan tenaga kerja.
b) Aklimitasi
Setiap calon tenaga kerja yang akan bekerja di lingkungan tempat kerja panas
harus melaakukan penyesuaian fisiologis terhadap pajanan panas secara bertahap.
Proses aklimitasi sebaiknya dilakukan secara bertahap sebagai berikut: pada hari
pertama selama 2 jam. Pada hari kedua tenaga kerja bekerja di lingkungan tempat
kerja yang panas selama 4 jam. Sedangkan pada hari ketiga tenaga kerja bekerja
selama 6 jam. Demikian seterusnya, sehingga akhirnya pada hari ke lima, aklimitasi
telah mencapai 100% atau 8 jam ataua 1 shift kerja.
c) Self Determination
Diartikan sebagai pembatasan terhadap pajanan panas dimana tenaga xkerja
menghindari tehadap cuaca panas apabila ia sudah merasakan terpapar suhu panas
secara berlebihan.
11
d) Diet
Diet makanan seimbang dan mempunyai nilai gizi yang baik adalah sangat
penting untuk mempertahankan kesehatan yang prima. Makanan harus mengandung
garam yang cukup bagi tenaga kerja yang bekerja dibawah tekanan panas.
e) Gaya Hidup dan Status Kesehatan
Tenaga kerja harus tidur cukup dan berolah raga merupakan hal yang sangat
penting. Tenaga kerja juga tidak mempunyai kebiasaan minum minuman beralkohol
ataupun obat terlarang. Semua tenaga kerja sebaiknya tidak mengidap penyakit-
penyakit kronis seperti penyakit jantung, ginjal dan hati, karena tenaga kerja yang
berpenyakit mempunyai toleransi yang rendah terhadap tekanan panas.
f) Pakaian Kerja
Pakaian kerja untuk lingkungan tempat kerja panas sebaiknya dari bahan yang
mudah menyerap keringat seperti: bahan yang terbuat dari katun, sehingga penguapan
mudah terjadi.
b. Pengendalian secara Khusus
a) Subtitusi
Mengurangi beban kerja dari berat ke beban kerja ringan dapat menurunkan
tingkat tekanan panas terutama panas metabolisme tubuh. Cara dalam mengurangi
beban kerja umumnya termasuk penggunaan tenaga untuk peralatan kerja atau cara
kerja baru untuk mengurangi upaya-upaya yang bersifat manual.
b) Engineering Control
1) Menurunkan Suhu Udara
Suhu udara dapat diturunkan dengan memasang ventilasi denga cara
pengenceran dan dengan pendinginan secara aktif. Ventilasi dengan cara pengenceran
12
maksudnya memasukkan udara yang lebih dingin dari tempat lain (dari luar gedung)
ke dalam lingkungan tempat kerja panas. Cara ini dapat dilaksanakan untuk
mendinginkan seluruh ruangan atau hanya pendinginan setempat. Pendinginan secara
aktif diartikan sebagai pendinginan dengan mesin atau penguapan dengan
pendinginan udara yang akan digunakan didinginkan lebih dulu dengan mesin
pendingin, selanjutnya baru dimasukkan ke lingkungan tempat kerja untuk
mengencerkan udara lingkungan kerja panas.
2) Menurunkan Kelembaban Udara
Dengan menggunakan ruangan yang dingin akan menurunkan tekanan panas,
hal ini disebabkan oleh karena suhu udara dan kelembaban udara yang lebih rendah,
sehingga meningkatkan kecepatan penguapan dengan pendinginan.
3) Menurunkan Panas Radiasi
Panas radiasi dapat datang dari sumber dengan suhu permukaan yang tinggi
(dari dapur peleburan). Bila suatu sumber panas dapat ditentukan atau dilokalisir,
maka panas radiasi dapat dikembalikan secara efektif dengan memasang lembaran
logam alumunium sebagai perisai di sekeliling sumber tanpa menyentuh dinding
dapur. Permukaan logam aluminium yang menghadap ke sumber dibuat mengkilap.
Ternyata dengan cara demikian 95% energi panas radiasi yang dipancarkan dari
sumber akan dipantulkan kembali, sedangkan yang 5% lainnya akan diabsorbsi oleh
logam aluminium. Dengan cara demikian udara dibelakang logam aluminium akan
tetap terasa dingin.
c) Administratif Control
1) Training
Pendidikan atau pelatihan bagi calon tenaga kerja sebelum ditempatkan dan
setelah ditempatkan yang dilaksanakan secara berkala. Pendidikan yang demikian
dilaksanakan baik untuk para calon tenaga kerja yang akan bekerja di lingkungan
tempat kerja panas atau para tenaga kerja yang bekerja di lingkungan kerja panas
maupun untuk supervisornya. Informasi yang menguntungkan yang dapat diperoleh
13
dari pendidikan ini adalah cara-cara mengendalikan tekanan panas dan cara-cara
untuk mengendalikan resiko yang berhubungan dengan panas.
2) Membagi Pekerjaan
Untuk mengurangi pajanan panas, pekerjaan dapat dibagi atau dikerjakan oleh
beberapa orang dengan cara bergantian. Dengan demikian pemaparan terhadap panas
bagi pekerja turun/berkurang atau hanya berlangsung dalam waktu yang singkat.
d) Perlindungan Perorangan
Perlindungan perorangan dalah suatau cara pengendalian yang
diselenggarakan untuk perorangan. Untuk tekanan panas, perlindungan perorangan
terutama berupa suatu pakaian pendingin, namun juga dapat termasuk pakaian yang
dapat memantulkan panas radiasi yang tinggi dalam lingkungan tempat kerja panas.
Jenis pakaian yang ada:
1. Sistem Peredaran Udara
Udara dialirkan di bawah pakaian keseluruh tubuh. Untuk itu udara yang
diperlukan bagi setiap orang, harus dialirkan melalui pipa dengan tekanan yang tinggi
dengan menggunakan blower. Jadi jenis pakaian ini dirancang untuk menyerap panas
tubuh.
2. Pakaian yang dapat memantulkan panas radiasi yang datang dari suatu sumber
panas.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Heat Stress atau Tekanan Panas diartikan sebagai jumlah beban panas yang
merupakan hasil dari kegiatan (pelaksanaan pekerjaan) tenaga kerja dan kondisi
lingkungan dimana tenaga kerja tersebut bekerja.
Sedangkan Iklim kerja di indonesia diartikan sebagai hasil perpaduan antara
suhu, kelembaban, cepat gerak udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran
panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.
Menurut hasil penelitian Priatna (1990) bahwa pekerja yang bekerja selama
8 jam/hari berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks Suhu Bola
Basah (ISBB) antara 32,02 – 33,01oC menyebabkan kehilangan berat badan sebesar
4,23 %. Menurut Grantham (1992) dan Bernard (1996) bahwa reaksi fisiologis
akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis
yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius.
Pengendalian terhadap heat stress dilaksanakan dalam rangka perlindungan
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan. Pengendalian
tersebut di pusatkan di sekitar penyebab dan ketegangan psikologi yang dihasilkan.
Hal tersebut memerlukan pengendalian secara umum yang dapat digunakan untuk
semua panas yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Pengendalian secara khusus
yang harus dievaluasi dan dipilih atas kondisi kerja yaang memaksa.
3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan
keselamatan pekerja terhadap heat stress dan cuaca lingkungan kerja yang dapat
menurunkan produktivitas pekerja.
15
3.3 Contoh Kelompok Pekerja
Pada makalah ini kami mengambil salah satu contoh kelompok pekerja yang
menglami heat stress atau tekanan panas dan kelompok pekerja yang terpapar orleh
cuaca lingkungan kerja. Salah satu contoh kelompok pekerja tersebut ialah pekerja
pengankut pasir.
OSHA (Occupational Safety & Health Administration) dalam Techical
Manual nya mengatakan pekerjaan yang menyangkut temperatur udara yang tinggi,
radiasi sumber panas, kelembaban yang tinggi, kontak fisik langsung dengan objek
panas, atau aktifitas fisik yang berat memiliki potensi tinggi dalam menimbulkan
heat stress pada pekerja yang terlibat dalam kegiatan kerja tersebut, seperti pada
pekerjaan pengecoran besi, pengecoran logam lain, pembakaran batu bata dan
keramik, pabrik gelas atau kaca, pabrik pengolahan bahan karet, perlengkapan
listrik, dapur, pabrik gula-gula, oven, pengalengan makanan, dapur komersil, binatu,
peleburan, dan lain-lain.
16
DAFTAR PUSTAKA
M, Soeripto. 2008. “Higiene Industri”. Jakarta. FKUI.
Admin. 2006. “Heat Stress”. http://www.cdc.gov/niosh/topics/heatstress/. ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2013 )
Admin._____. “Heat Stress”. http://www.hse.gov.uk/temperature/heatstress/index.htm. ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2013 )
Admin. 2005. “Heat Stress In Contruksion”. http://www.cpwr.com/hazpdfs/hazheat.pdf. ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2013 )
S, Ikhram Hardi. 2011. “Bahaya Potensial Tekanan Panas Di Lingkungan Kerja”.
http://makalahkesehatankerja.info/artikel-kesehatan-kerja-bahaya-potensial-tekanan-panas-di-lingkungan-kerja/. ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2013 )
17