bab i

33
BAB I STRATEGI PERANCANGAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang, khususnya di bidang industri seperti industri petrokimia. Seperti halnya industri petrokimia olefin yang saat ini, hampir semua olefin yang berupa ethylene dan propylene, diproduksi dengan menggunakan sistem cracking naphta. Sistem ini membutuhkan bahan baku utama berupa naphta yang merupakan fraksi ringan yang didapat dari distilasi minyak bumi. Selain itu, alat yang digunakan untuk proses cracking berupa furnace dengan temperatur operasi yang tinggi berkisar 800 o C - 850 o C untuk dapat menghasilkan olefin. Salah satu perusahaan petrokimia yang bergerak di bidang olefin adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk yang telah memproduksi ethylene sebesar 600.000 ton/tahun, propylene sebesar 300.000 ton/tahun, py-gas sebesar 242.000 ton/tahun, polyethylene sebesar 300.000 ton/tahun, dan polypropylene sebesar 480.000 ton/tahun dari bahan baku naphta 1,7 juta ton/tahun. Naphta yang digunakan sebagai bahan baku ada yang berasal dari domestik yang didatangkan dari Pertamina maupun impor dari beberapa negara seperti Timur Tengah dan India. Minyak bumi yang merupakan sumber naphta saat ini

Upload: shafina-istiqomah

Post on 18-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bab 1 rp mto

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

STRATEGI PERANCANGAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang,

khususnya di bidang industri seperti industri petrokimia. Seperti halnya industri

petrokimia olefin yang saat ini, hampir semua olefin yang berupa ethylene dan

propylene, diproduksi dengan menggunakan sistem cracking naphta. Sistem ini

membutuhkan bahan baku utama berupa naphta yang merupakan fraksi ringan

yang didapat dari distilasi minyak bumi. Selain itu, alat yang digunakan untuk

proses cracking berupa furnace dengan temperatur operasi yang tinggi berkisar

800oC - 850oC untuk dapat menghasilkan olefin.

Salah satu perusahaan petrokimia yang bergerak di bidang olefin adalah PT

Chandra Asri Petrochemical Tbk yang telah memproduksi ethylene sebesar

600.000 ton/tahun, propylene sebesar 300.000 ton/tahun, py-gas sebesar 242.000

ton/tahun, polyethylene sebesar 300.000 ton/tahun, dan polypropylene sebesar

480.000 ton/tahun dari bahan baku naphta 1,7 juta ton/tahun. Naphta yang

digunakan sebagai bahan baku ada yang berasal dari domestik yang didatangkan

dari Pertamina maupun impor dari beberapa negara seperti Timur Tengah dan

India. Minyak bumi yang merupakan sumber naphta saat ini semakin terbatas

jumlahnya. Selain itu, kondisi saat ini naphta memiliki harga yang cukup tinggi.

Jika dilihat dari kedua hal tersebut, maka dibutuhkan bahan baku alternatif yang

ketersediaanya masih berlimpah diantaranya, yaitu methanol. Methanol bisa

didapatkan dari gas alam maupun dari hasil gasifikasi batubara.

Menurut data kementerian ESDM tahun 2012 dalam Outlook Energi

Indonesia 2014 yang dikeluarkan oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi). Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan

akan terus meningkat. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri

(domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini

mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, terutama di

Page 2: BAB I

Kalimantan dan Sumatera. Sumber daya dan cadangan batubara yang

tersebar di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1, dengan total sumber daya

batubara terhitung pada tahun 2011 sebesar 105.187,44 juta ton dengan cadangan

batubaranya sebesar 21.131,84 juta ton.

Gambar 1. Peta Lokasi Penyebaran Sumber daya dan Cadangan Batubara status

Desember 2011 (sumber : Badan geologi, Kementerian ESDM)

Dengan tingginya sumber daya serta cadangan batubara di Indonesia,

kebutuhan batubara pada periode 2012 sampai 2035 akan semakin meningkat,

baik untuk pembangkit listrik yang akan meningkat 8,2% per tahun dan untuk

industri diperkirakan akan meningkat 7,4% per tahun. Selain itu, pada tahun 2030

diperkirakan batu bara akan digunakan sebagai bahan baku CTL (coal to liquid)

dengan kapasitas produksi 4,5 juta ton setiap tahunnya. Pada Gambar 2, dapat

dilihat grafik neraca batubara yang berupa proyeksi produksi, impor, ekspor serta

konsumsi batubara di Indonesia pada periode tahun 2012 hingga 2035.

Page 3: BAB I

Gambar 2. Neraca Batubara periode tahun 2012 hingga 2035.

(sumber : Outlook Energi Indonesia 2014)

Ketersediaan pasokan gas alam dalam negeri juga sangat besar. Namun

demikian, Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit gas alam pada tahun

2022 apabila tidak menemukan sumber gas alam yang baru. Peningkatan jumlah

kebutuhan gas alam berbanding lurus dengan semakin luasnya penggunaan gas

alam untuk kebutuhan energi dan bahan baku industri, maupun untuk keperluan

rumah tangga. Pertumbuhan penggunaan gas alam yang terbesar adalah sektor

rumah tangga dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 17,6% per tahun diikuti oleh

sektor transportasi (13,4%), komersial (3,9%), pembangkit listrik (2,8%) dan

industri (2,9%) (Outlook Energi Indonesia, 2014).

Kebutuhan gas alam yang semakin meningkat akan mengakibatkan impor

gas meningkat karena produksi gas nasional sudah tidak dapat meningkat lagi.

Dengan kondisi seperti ini maka teknologi gasifikasi batubara sudah saatnya

dikembangkan terutama untuk kepentingan industri dalam negeri, baik sebagai

energi maupun bahan baku (TEKMIRA).

Selain penggantian bahan baku, proses cracking naphta beroperasi pada

suhu tinggi berkisar 800oC - 850oC, sehingga dibutuhkan bahan bakar dan energi

yang besar sehingga biaya produksi akan semakin tinggi pula. Sehingga, perlu

adanya pengembangan teknologi terbaru untuk menghasilkan olefin dengan biaya

Page 4: BAB I

produksi dan energi yang lebih ekonomis, dan tentunya dengan penggunaan

methanol sebagai bahan bakunya, yaitu teknologi MTO.

Teknologi MTO (methanol to olefin) telah memberikan perhatian besar

dalam industri Olefin selama beberapa tahun terakhir. Teknologi ini merupakan

teknologi untuk memproduksi olefin dengan bahan baku berupa methanol.

Methanol ini dapat dikonversi menjadi olefin seperti ethylene, propylene, dan juga

py-gas. Olefin inilah yang akan direaksikan lebih lanjut untuk memproduksi

polyolefins.

MTO Process

Gambar 3. Diagram alir umum Industri Olefin dari hulu ke hilir.

Saat ini, beberapa perusahaan di China yang menggunakan teknologi MTO

dalam memproduksi Olefin, diantaranya terdapat 4 perusahaan besar yaitu Wison

(Nanjing) Clean Energy Company, Ltd yang terletak di Jiangsu, Jiutai Energy

(Zhungeer) Company, Ltd yang terletak di Ordos, Shandong yangmei hengtong

Chemicals Company, Ltd yang terletak di Shandong, serta Jiangsu-Sailboat yang

terletak di Lianyungang, Jiangsu.

Olefin yang dihasilkan dari proses MTO memiliki kualitas yang tinggi yang

sesuai dengan persyaratan produk polimer, dan dapat menghemat konsumsi energi

dan biaya serta menghasilkan yield ethylene dan propylene yang tinggi berkisar

>89%. Biaya dari bahan baku serta biaya produksi yang dibutuhkan tidak sebesar

dalam proses cracking naphta karena ketersediaan bahan baku yang masih

berlimpah dengan harga yang tidak terlalu tinggi dibandingkan naphta. Selain itu,

proses MTO ini menggunakan suhu operasi yang tidak terlalu tinggi berkisar

300oC-400oC, sehingga biaya produksi dan konsumsi energi tidak terlalu besar.

Penggunaan teknologi MTO ini diharapkan tetap dapat memenuhi kebutuhan

Natural gas or Coal

Methanol OlefinsPlastics, other end products

Page 5: BAB I

ethylene dan propylene di Indonesia dengan konsumsi biaya dan energi yang lebih

ekonomis.

1.2 Penetapan Kapasitas Produksi

Ada beberapa pertimbangan dalam pemilihan kapasitas pabrik MTO.

Penentuan kapasitas pabrik dengan pertimbangan–pertimbangan sebagai berikut :

1. Kebutuhan dan kapasitas produksi olefin, khususnya ethylene dan

propylene dalam negeri.

Inaplas (Asosiasi Industri Olefin dan Plastik Indonesia) memprediksi

kebutuhan ethylene di Indonesia akan meningkat menjadi 1,4 juta ton pada tahun

2017. Sedangkan kapasitas produksi di Indonesia saat ini, masih berada di kisaran

angka 600.000 ton per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan olefin, maka

dibutuhkan tambahan kilang ethylene di Indonesia sebesar 1 juta ton tiap tahun.

Dengan penambahan kilang maka kapasitas produksi ethylene di dalam negeri

bisa mencapai 1,6 juta ton dalam lima tahun ke depan. Selain itu, kebutuhan

propylene yang merupakan bahan baku pembuatan plastik pada 2017 diprediksi

akan mencapai 1,16 juta ton. Saat ini kapasitas propylene yang ada di dalam

negeri baru mencapai 540.000 ton per tahun (www.kemenperin.go.id).

PT Chandra Asri Petrochemical, Tbk yang merupakan satu-satunya

perusahaan yang memproduksi olefin dari cracker naphta berencana untuk

melakukan ekspansi yang didorong oleh minimnya produksi ethylene di

Indonesia. Kapasitas produksi yang baru berupa 820.000 ton/tahun ethylene serta

440.000 ton/tahun propylene, diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2015.

Proyek ekspansi ini dipersiapkan untuk membantu memenuhi kebutuhan olefin di

Indonesia.

Kebutuhan olefin di masa mendatang yang tidak terpenuhi, akan dilakukan

pengimporan dari luar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik,

proyeksi kebutuhan olefin yang berupa ethylene, dan propylene diperkirakan akan

Page 6: BAB I

semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dari Tabel data impor, ekspor dan

kapasitas produksi berikut ini :

Tabel 1. Data kebutuhan ethylene di Indonesia periode 2010-2013

Tahunkapasitas produksi,

kton/tahun

kapasitas impor,

kton/tahun

kapasitas ekspor,

kton/tahun

Kebutuhan, kton/tahun

2010 600 589,5287 0,000004 1189,532011 600 674,5945 15,85554 1258,742012 600 716,5849 13,40724 1303,182013 600 628,2783 11,68010 1216,59

(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015)

Tabel 2. Data kebutuhan propylene di Indonesia periode 2010-2013

Tahunkapasitas produksi,

kton/tahun

kapasitas impor,

kton/tahun

kapasitas ekspor,

kton/tahun

Kebutuhan, kton/tahun

2010 540 224,9449 84,43453 680,512011 540 233,9368 41,14858 732,792012 540 292,3828 35,41529 796,972013 540 185,5579 5,678 719,88

(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015)

Analisa secara metode grafis untuk memperkirakan kapasitas produksi

olefin adalah sebagai berikut:

Metode Grafik

Analisa penentuan kapasitas impor dari olefin dapat dilakukan dengan

menggunakan metode grafik, dimana data impor yang telah diperoleh diplot

kedalam grafik sebagai nilai Y dan tahun sebagai nilai X, akan diperoleh

persamaan yang akan digunakan untuk menentukan kapasitas produksi. Berikut

grafik dan persamaan dari data kebutuhan yang telah diperoleh :

Page 7: BAB I

a. Perkembangan kebutuhan ethylene di Indonesia

2009 2010 2011 2012 2013 20141100

1150

1200

1250

1300

1350

f(x) = 12.564741 x − 24031.965593

tahun

kebu

tuha

n,

kton

/tah

un

Gambar 4. Proyeksi kebutuhan ethylene periode 2010-2013.

Persamaan linier yang didapat dari grafik proyeksi kebutuhan ethylene yaitu

y= 12,56x – 24032. Dengan menggunakan persamaan, akan diperoleh proyeksi

kebutuhan ethylene untuk beberapa tahun yang akan datang. Hasil proyeksi

kebutuhan ethylene hingga tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 3. Proyeksi kebutuhan ethylene periode 2014-2020 dengan metode grafik

Tahun kebutuhan ethylene, kton

2014 1263,84

2015 1276,42016 1288,962017 1301,52

2018 1314,08

2019 1326,64

2020 1339,2

b. Perkembangan kebutuhan propylene di Indonesia

2009 2010 2011 2012 2013 2014600

650

700

750

800

850

f(x) = 18.2287748999999 x − 35934.6441655998

tahun

kebu

tuha

n,kt

on/t

ahun

Gambar 5. Proyeksi kebutuhan propylene periode 2010-2013

Page 8: BAB I

Persamaan linier yang didapat dari grafik proyeksi kebutuhan propylene

yaitu y = 18,22x - 35935. Dengan menggunakan persamaan, akan diperoleh

proyeksi kebutuhan propylene untuk beberapa tahun yang akan datang. Hasil

proyeksi kebutuhan propylene hingga tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 4. Proyeksi kebutuhan propylene periode 2014-2020 dengan metode grafik

Tahun total kapasitas produksi kton/tahun

2014 760,08

2015 778,3

2016 796,52

2017 814,74

2018 832,96

2019 851,18

2020 869,4

Metode Least Square

Pada metode least square persamaan yang digunakan sama seperti regresi

linier pada metode grafik, yaitu: y= ax + b

a. Perkembangan Kebutuhan Ethylene

Tabel 5. Data perhitungan proyeksi kebutuhan ethylene

dengan metode Least Square

No Tahun (x) Berat (y) x.y x2 y2

1 2010 1189,52872 2390953 4040100 14149792 2011 1258,739 2531324 4044121 15844243 2012 1303,17771 2621994 4048144 16982724 2013 1216,59829 2449012 4052169 1480111

total 8046 4968,04371 9993283

16184534 6177786

A=∑ y .∑ x−n∑ x . y

∑ x .∑ x−n∑ x2

A=( 4968,04371 x 8046 )−(4 x 9993283 )

(8046 x 8046 )−(4 x 16184534 )=12,56

Page 9: BAB I

B=∑ y−A∑ x

n

B=4968,04371−(12,56 x8046 )

4=−24032

Maka diperoleh persamaan sebagai berikut:

Y=AX+B

Y=12,56 x−24032

Berdasarkan persamaan tersebut, diperoleh proyeksi kebutuhan ethylene

untuk 7 tahun yang akan datang yaitu :

Tabel 6. Proyeksi kebutuhan ethylene menggunakan Least Square

Tahun kebutuhan ethylene, kton

2014 1263,84

2015 1276,42016 1288,962017 1301,52

2018 1314,08

2019 1326,64

2020 1339,2

b. Perkembangan Kebutuhan Propylene

Tabel 7. Data Perhitungan proyeksi kebutuhan propylene

dengan metode Least Square

No Tahun (x) Berat (y) x.y x2 y2

1 2010 680,510461 1367826 4040100 463094,52 2011 732,788254 1473637 4044121 536978,63 2012 796,967509 1603499 4048144 635157,24 2013 719,879959 1449118 4052169 518227,2

total 8046 2930,14618 5894080 16184534 2153457

A=∑ y .∑ x−n∑ x . y

∑ x .∑ x−n∑ x2

Page 10: BAB I

A=(2930,14618 x 8046 )− (4 x5894080,19 )

(8046 x 8046 )−( 4 x16184534 )=18,22

B=∑ y−A∑ x

n

B=2930,14618− (18,23 x 8046 )

4=−35934,6

Maka diperoleh persamaan sebagai berikut:

Y=AX+B

Y=18,22 x−35934,6

Berdasarkan persamaan tersebut, diperoleh proyeksi kebutuhan propylene

untuk 7 tahun yang akan datang yaitu :

Tabel 8. Proyeksi kebutuhan propylene menggunakan Least Square

Tahun total kapasitas produksi kton/tahun

2014 760,48

2015 778,7

2016 796,92

2017 815,14

2018 833,36

2019 851,58

2020 869,8

Berdasarkan metode grafik dan least square diperoleh proyeksi jumlah

kebutuhan olefin pada tahun 2020 yang sama yaitu, ethylene sebesar 1.339.200

ton/tahun, dan propylene sebesar 869.800 ton/tahun.

Page 11: BAB I

2. Ketersediaan Bahan Baku

Untuk menjamin kontinuitas produksi pabrik, bahan baku harus

mendapatkan perhatian yang serius dengan tersedia secara periodik dalam jumlah

yang cukup. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan Olefin adalah

methanol yang diperoleh dari Brunei Methanol Company, Sdn,.Bhd dengan

kapasitas 850.000 ton/tahun serta PT Kaltim Methanol Indonesia dengan kapasitas

660.000 ton/tahun yang berlokasi di Kalimantan Timur.

3. Kapasitas Pabrik yang Sudah Ada

Beberapa perusahaan yang menggunakan teknologi MTO dalam

memproduksi Olefin, yaitu :

Tabel 9. Data kapasitas produksi olefin dari beberapa perusahaan.

PerusahaanKapasitas

Produksi OlefinKETERANGAN

Wison (Nanjing) Clean Energy Company, Ltd

295.000 ton/tahun135.000 ton/tahun ethylene

160.000 ton/tahun propyleneJiutai Energy

(Zhungeer) Company, Ltd

600.000 ton/tahun300.000 ton/tahun ethylene

300.000 ton/tahun propylene

Shandong Yangmei Hengtong Chemicals

Company, Ltd300.000 ton/tahun

120.000 ton/tahun ethylene180.000 ton/tahun propylene

Jiangsu-Sailboat 833.000 ton/tahun300.000 ton/tahun ethylene

300.000 ton/tahun propyleneSinopec Zhongyuan

Petrochemical300.000 ton/tahun

200.000 ton/tahun ethylene100.000 ton/tahun propylene

Shenhua Baotou 600.000 ton/tahun300.000 ton/tahun ethylene

300.000 ton/tahun propylene

Dari data di atas, perkiraan kebutuhan olefin yang berupa ethylene dan

propylene pada tahun 2020 adalah 2,2 juta ton olefin dengan perkiraan produksi

ethylene yang sudah ada pada tahun tersebut hanya mencapai 820.000 ton ethylene

dan 660.000 ton propylene. Selain itu, data kapasitas minimum pabrik MTO yang

sudah beroperasi adalah 295.000 ton/tahun. Karena pertimbangan dari data-data

tersebut, maka ditentukan kapasitas perancangan sebesar 300.000 ton/tahun olefin.

Page 12: BAB I

Kapasitas perancangan ini dimaksudkan untuk memenuhi setidaknya 13,6 %

kebutuhan olefin di Indonesia.

1.3 Bahan Baku dan Produk

1.3.1 Bahan Baku

Adapun bahan baku yang dibutuhkan dalam proses pembuatan olefin dari

methanol (Methanol to Olefin) sebagai berikut :

a. Methanol

Methanol merupakan salah satu bahan baku utama yang dapat

digunakan dalam proses pembuatan olefin. Berikut ini adalah spesifikasi

methanol yang digunakan :

Tabel 10. Spesifikasi Methanol

No Physical Properties Value

1. Phase Liquid

2. Color Colorless

3. Molecul Weight (gr/mol) 34,04

4. Odor Slight alcohol

5. Specific Gravity (air=1,0) 0,792

6. Boiling Point (oC) 64,7

7. Surface Tension at 25oC (mN/m) 97

8. Flash Point (oC) 11

9. Vapor pressure at 25oC, (Kpa) 16,96

10

.

Density at 25oC, g/ml 0,7866

11

.Specific heat of liquid at 25oC (J/gr.K) 2533

(Sumber : Kirk Othmer, 1981)

b. Katalis

Katalis yang digunakan dalam proses pembuatan olefin dari methanol

adalah SAPO-34 yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

Page 13: BAB I

Tabel 11. Spesifikasi SAPO-34

No

.

Physical Properties Value

1. Appearance White powder

2. Odor Odorless

3. Color Tan

4. SiO2 (%) ~10

5. Al2O2 (%) ~42

6. Volume Pori (cm3/g) ≥0,27

(Sumber: MSDS Advanced Chemicals Supplier Material)

1.3.2 Produk

Produk yang dihasilkan adalah olefin. Olefin inilah yang selanjutnya

dipisahkan agar didapat ethylene, propylene, dan higher olefin.

a. Ethylene (C2H4)

Tabel 12. spesifikasi Ethylene

No Physical Properties Value

1. Phase Gas

2. Color Colorless

2. Molecul Weight (gr/mol) 28,0536

3. Odor Slightly sweet odor

4. Freezing point (oC) -169,15

5. Boiling Point (oC) -103,71

6. Surface Tension of liquid (mN/m) 16,4

7. Viscosity of Liquid (mPa.s ) 0,161

9. Density of Liquid, mol/L 20,20

10

.

Specific heat of liquid at 25oC (J/mol.K) 67,4

Page 14: BAB I

(Sumber : Kirk Othmer, 1981)

b. Propylene (C3H6)

Tabel 13. spesifikasi Propylene

No Physical Properties Value

1. Phase Gas

2. Color Colorless

2. Molecul Weight (gr/mol) 42

3. Odor Sweetish

4. Boiling Point at 760 mmHg (oC) -47,6

5. Melting Point (oC) -185,2

6. Flash Point (oF) -107,8

7. Vapor Pressure at 25oC, (kPa) 1020

8. Density, g/ml 0,612

(Sumber : Propylene safety data sheet Praxair)

1.4 Lokasi

Lokasi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mendirikan dan

merancang sebuah pabrik. Hal ini yang merupakan salah satu masalah pokok

dalam menentukan keberhasilan dari pabrik, terutama yang berada pada aspek

ekonomi pabrik yang akan didirikan. Penempatan pabrik yang akan didirikan

harus mencakup penentuan kelangsungan produksi dan laba. Selain itu lokasi

yang akan dipilih harus dapat memberikan adanya kemungkinan perluasan areal

pabrik serta memberikan keuntungan pada jangka panjang.

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi secara

teknis dan ekonomis pada pabrik yang akan didirikan akan memberikan

keuntungan antara lain ketersediaan sumber bahan baku, pemasaran produk,

ketersediaan listrik, ketersediaan air, jenis tranportasi dalam pemasaran produk

Page 15: BAB I

maupun transportasi bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, keadaan masyarakat

dan karakterisitik lokasi dari pabrik yang akan didirikan.

Setelah mempelajari dan menimbang beberapa faktor yang mempengaruhi

pemilihan lokasi pabrik, maka ditetapkan lokasi pabrik methanol to olefin

didirikan di kawasan industri Bontang, komplek pupuk kaltim, Kalimantan Timur

dengan alasan sebagai berikut:

1. Bahan Baku

Bahan baku methanol yang diperlukan berasal dari Brunei Methanol Company

Sdn. Bhd di Sungai Liang Industrial Park (SPARK) Kg. Sungai Liang Daerah

Belait KC1135 Negara Brunei Darussalam dengan kapasitas 850.000 ton/tahun

yang merupakan penghasil methanol yang cukup besar. Selain itu terdapat

penghasil methanol terbesar di Indonesia yaitu PT Kaltim Methanol Indonesia

dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun yang bertempatan di Kalimantan

Timur. Kapasitas pabrik methanol to olefin yang kami buat sebesar 300.000

ton/tahun, maka Brunei Methanol Company Sdn. Bhd dan PT Kaltim Methanol

Indonesia dapat memenuhi kebutuhan bahan baku methanol kami.

2. Pemasaran

Pemasaran produk ethylene dan propylene untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri yang tersebar di daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan daerah lain di

Indonesia. Untuk pemasaran produk perlu diperhatikan letak pabrik dengan pasar

yang membutuhkan produk tersebut guna menekan biaya pendistribusian ke

lokasi pasar dan waktu pengiriman. Produk ethylene dan propylene ini ditujukan

terutama untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pabrik yang memanfaatkan

produk ethylene dan propylene sebagai bahan bakunya kebanyakan berada di

Propinsi Banten dan Jawa. Produk yang berupa ethylene dan propylene akan

diutamakan kepada PT Asahimas Chemical yang berada di Cilegon. Selain itu

dipasarkan kepada pabrik polimer lain dan minyak pelumas, dan sebagian lagi

untuk memenuhi kebutuhan impor dalam negeri.

3. Utillitas

Page 16: BAB I

Utilitas yang dibutuhkan adalah keperluan tenaga listrik, air dan bahan bakar.

Kebutuhan tenaga listrik didapat dari PLTU setempat dan dari generator

pembangkit yang dibangun sendiri. Kebutuhan air dapat diambil dari PAM

setempat, sedangkan kebutuhan bahan bakar dapat diperoleh dari Pertamina dan

distributornya sebagai pemasok bahan bakar solar.

4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja di Bontang, Kalimatan Timur yang dibutuhkan banyak tersedia

baik tenaga kerja menengah dan buruh, namun untuk tenaga ahli dapat

didatangkan dari pulau jawa. Sehingga kebutuhan tenaga kerja dianggap mudah

untuk dicukupi. Tenaga ahli juga dapat didatangkan dari luar negeri jika

diperlukan.

5. Sarana Transportasi

Pengangkutan bahan baku menuju lokasi cukup mudah mengingat fasilitas

pelabuhan yang dimiliki komplek industri Bontang dekat dengan pesisir pantai

dan dekat dengan jalan raya sehingga akses pengiriman bahan baku dan produk

dapat mudah.

a. Faktor Sekunder

1. Limbah Buangan Pabrik

Gas buangan pabrik dibuang dengan cara dibakar terlebih dahulu (flare)

karena masih mengandung sisa reaktan berupa karbon monoksida yang berbahaya

bagi manusia dan lingkungan. Air pendingin yang telah dipakai didinginkan

kembali melalui cooling tower dengan melalui pretreatment terlebih dahulu.

Sedangkan limbah cair yang mengandung bahan kimia yang berasal dari proses

terlebih dahulu masuk kedalam waste water treatment sebelum dialirkan ke

saluran pembuangan.

2. Kebijakan Pemerintah

Sesuai dengan kebijaksanaan pengembangan industri, Pemerintah telah

menetapkan daerah Bontang, Kalimantan Timur sebagai kawasan industri yang

terbuka bagi investor asing. Pemerintah sebagai fasilitator telah memberikan

kemudahan-kemudahan dalam perizinan, pajak dan hal-hal lain yang menyangkut

teknis pelaksanaan pendirian suatu pabrik.

Page 17: BAB I

3. Tanah dan Iklim

Penentuan suatu kawasan industri terkait dengan masalah tanah yaitu tidak

rawan terhadap bahaya tanah longsor, gempa maupun banjir. Jadi, pemilihan

lokasi pabrik di kawasan industri Bontang, Kalimantan Timur sudah tepat,

walaupun masih diperlukan kajian lebih lanjut tentang masalah tanah sebelum

pabrik didirikan. Kondisi iklim di Bontang, Kalimantan Timur seperti iklim di

Indonesia pada umumnya dan tidak membawa pengaruh yang besar terhadap

jalannya proses produksi.

4. Keadaan Masyarakat

Masyarakat di daerah industri akan terbiasa untuk menerima kehadiran suatu

pabrik di daerahnya, selain itu masyarakat juga akan dapat mengambil keuntungan

dengan pendirian pabrik ini, antara lain dengan adanya lapangan kerja yang baru

maupun membuka usaha kecil di sekitar lokasi pabrik.

Gambar 6. Peta lokasi rencana pembangunan pabrik

Page 18: BAB I

Gambar 7. Peta lokasi Bontang dan sekitarnya

Gambar 8. Lokasi pembangunan pabrik

1.5 Pemilihan Proses

Terdapat tiga licenser yang mengembangkan teknologi methanol to olefins

(MTO) di dunia, diantaranya Dalian Institute of Chemical Physics (DICP), UOP

and INEOS Group, dan Sinopec Corp.

Page 19: BAB I

1. Dalian Institute of Chemical Physics (DICP)

Dalian Institute of Chemical Physics (DICP) bekerjasama dengan SYN

Energy Technology Co, Ltd (SYN) dan Luoyang Engineering Corporation,

Sinopec (LPEC) mengkomersialkan teknologi DMTO dan mulai lisensi pada

tahun 2008. Pada tahun 2010 perusahaan di china, Shenhua group

mengkomersialkan teknologi MTO yang menggunakan teknologi DMTO dengan

kapasitas produksi 600 KTA yang berlokasi di Baotou, China. Berikut ini diagram

alir proses DMTO :

Gambar 9. Proses DMTO

2. UOP dan INEOS Group

Proses MTO lainnya dikembangkan oleh UOP dan INEOS Group dengan

Teknologi bernama UOP/Hydro MTO. Peningkatan selektivitas ethylene dan

propylene dicapai dengan menggabungkan proses MTO dengan proses craking

olefins (OCP) yang dikembangkan bersama dengan Total Petrochemical. Saat ini,

terdapat empat perusahaan besar seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang

menggunakan Teknologi UOP/Hydro MTO dalam memproduksi Olefin.

Berikut ini adalah diagram alir proses teknologi UOP/Hydro MTO yang

terintegrasi dengan Olefin Cracking Process (OCP) yang dikembangkan oleh

Total Petrochemical :

Page 20: BAB I

Gambar 10. Proses UOP/Hydro MTO

3. Sinopec Corp.

Sinopec methanol to olefins (S-MTO), proses ini dikembangkan oleh

perusahaan Shanghai Research Institute of Petrochemical Technology (SRIPT)

dan unit uji industri yang dibangun di Yanshan Petrochemical, anak perusahaan

dari Sinopec. Pada april 2010, upacara peresmian proyek S-MTO dengan

kapasitas 600 KTA yang dimiliki oleh Zhongyuan Petrochemical, anak

perusahaan dari Sinopec sebagai simbol dari aplikasi komersial pertama dari

proses S-MTO. Berikut ini adalah Gambar proses Sinopec methanol to olefins

(S-MTO) :

Gambar 11. Proses Sinopec methanol to olefins (S-MTO)

Page 21: BAB I

Berikut ini akan dijelaskan perbedaan dari ketiga lisensi tersebut pada

Tabel 14.

Tabel 14. Perbedaan Teknologi MTO dari keempat lisensi

Perusahaan DICP/SYN/LPECUOP dan INEOS

Sinopec

Nama Teknologi DMTOUOP/Hydro

MTOSMTO

Temperatur

Operasi (oC)400-500 343-537

Tekanan Operasi

(psig)14,5-43,5 15-45

Konversi 99,97 % 99,8 % Nearly 100%

Yield 85,6 % 89 % 85-87%

Selektivitas 80% 96% 81 %

Rasio E/P : 1,1 P/E : 1,25-1,8 E/P : 0,6-1,3

Jumlah Unit 18 3 4

Kapasitas Olefin

(juta ton/tahun)10,06 1,20 2,00

Dari ketiga teknologi, teknologi UOP dan INEOS yang akan dipilih dalam

proses pembuatan pabrik MTO ini, dengan pertimbangan sebagai berikut :

Page 22: BAB I

1. Kapasitas produksi pabrik MTO yaitu 300.000 ton/tahun dan dengan

penggunaan teknologi UOP yang berkapasitas lebih rendah yaitu

1.200.000 ton/tahun.

2. Mendapatkan yield propylene dan ethylene yang besar dengan produk

samping yang sedikit.

3. Konsumsi katalis yang rendah.

4. Pemakaian energi yang sedikit.

5. Temperatur operasi reaktor yang tidak terlalu tinggi berkisar antara 343 oC

– 537 oC.

6. Tekanan operasi reaktor yang rendah antara 15 – 45 psig.

Berikut ini diagram blok proses pembuatan olefin dari methanol dengan

menggunakan teknologi UOP-INEOS :

Gambar 12. diagram blok proses MTO

Methanol sebagai umpan utama berupa liquid methanol harus dipanaskan

terlebih dahulu sebelum masuk kedalam reaktor sehingga terjadi perubahan fasa

methanol

Fluidized bed catalytic reactor

Catalyst regenerator

Quench tower

CO2

removal dryer De-ethanizer

C2 splitter

CO2ethane

ethylene ethanebutane

Other heavier hydrocarbons

propanepropylene

methanepropane De-methanizerDe-propanizer

De-butanizer C3 splitter

Lighter HCHeavier HC

Page 23: BAB I

menjadi fasa uap. Reaktor yang digunakan pada proses MTO adalah Fluidized bed

catalytic reactor dengan kondisi operasi tempratur 350 oC dan tekanan 14 psig.

Reaktor juga dilengkapi dengan regenerator katalis dan aliran recycle dari

reaktor. Spent Catalyst dirotasi ke regenerator katalis untuk dihilangkan coke yang

terakumulasi di katalis dengan menggunakan udara panas. Katalis yang telah

diregenerasi kemudian dikembalikan kembali kedalam reaktor. Keluaran reaktor

adalah berupa campuran ethylene, propylene, methanol, air, karbon dioksida,

hidrogen dan hidrokarbon lainnya seperti ethane, propane, butane, rantai karbon

berat lainnya. Olefin gas serta Air dan methanol yang tidak bereaksi didinginkan

menggunakan kondensor pada unit quench tower, kondensat air dan methanol

dikembalikan kedalam reaktor untuk proses sintesis olefin kembali, sedangkan

hasil keluaran reaktor lainnya diproses lebih lanjut untuk dihilangkan kandungan

karbon dioksida pada unit CO2 removal dan dryer. Setelah itu, di kompresi pada

tekanan tinggi hingga berubah fase menjadi cair untuk tujuan pemisahan lebih

lanjut menggunakan distilasi. Pada awal pemisahan, keluaran reaktor (campuran

ethylene, propylene, methane, propane, butane dan hidrokarbon lainnya)

dilewatkan melalui serangkaian unit pemisahan seperti de-ethanizer, de-

methanizer dan de-propanizer.

De-ethanizer berfungsi untuk memisahkan C2 dari C3 dan hidrokarbon yang

lebih berat lainnya. Keluaran de-ethanizer terbagi menjadi dua aliran. Aliran

pertama hidrokarbon ringan yang mengandung campuran ethylene, methane dan

sejumlah kecil ethane yang masih terbawa, sedangkan aliran kedua hidrokarbon

berat yang mengandung campuran propylene, propane, butane dan hidrokarbon

berat lainnya. Kedua aliran akan diproses secara terpisah untuk mendapatkan

produk yang berbeda yaitu ethylene dan propylene.

Aliran hidrokarbon ringan dimasukan kedalam de-methanizer.

De-methanizer berfungsi untuk memisahkan C1 dari C2. Hasil keluaran bawah

berupa ethylene dan ethane diumpankan kedalam C2 splitter untuk memisahkan

kedua produk dengan menggunakan distilasi sehingga didapat produk ethylene.

Page 24: BAB I

Aliran hidrokarbon berat dari deethanizer akan dilanjutkan ke depropanizer.

Depropanizer berfungsi untuk memisahkan C3 dari hidrokarbon yang lebih berat.

Keluaran de-propanizer terbagi menjadi dua. Produk atas berupa campuran

propilen dan sejumlah kecil propane yang masih terbawa dan akan dimasukan

kedalam C3 splitter. C3 splitter digunakan untuk memisahkan kedua produk

(propylene dan propane) dengan menggunakan distilasi sehingga didapatkan

propylene. Produk bawah depropanizer berupa campuran butane dan hidrokarbon

berat lainnya di umpankan kedalam de-butanizer. De-butanizer berfungsi untuk

memisahkan C4 dari hidrokarbon berat lainnya.