bab i
DESCRIPTION
jiwaTRANSCRIPT
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paradigma kesehatan di Indonesia berfokus pada peningkatan kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat. Kemandirian masyarakat dalam menangani masalah
kesehatannya menjadi tujuan utama perawatan kesehatan di komunitas. Pemberdayaan
keluarga dan komunitas adalah salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatannya (Depkes RI, 2008).
Pada langkah lebih lanjut dalam meningkatkan kemandirian masyarakat, Departemen
Kesehatan telah merumuskan suatu visi dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Visinya
adalah Departemen Kesehatan Itu Adalah Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat,
dengan Misi Membuat Masyarakat Sehat. Strateginya antara lain menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan yang berkualitas, meingkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi
kesehatan, serta meningkatkan pembiayaan kesehatan. Dengan demikian, sasaran
terpenting adalah Pada Akhir Tahun 2015, Seluruh Desa Telah Menjadi Desa Siaga
(Depkes RI, 2008).
Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu
mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti
kurang gizi, kejadian bencana, termasuk didalamnya gangguan jiwa, dengan memanfaatkan
potensi setempat secara gotong royong, menuju Desa Siaga. Desa Siaga Sehat Jiwa
merupakan satu bentuk pengembangan dari pencanangan Desa Siaga yang bertujuan agar
masyarakat ikut berperan serta dalam mendeteksi pasien gangguan jiwa yang belum
terdeteksi, dan membantu pemulihan pasien yang telah dirawat di rumah sakit, serta siaga
terhadap munculnya masalah kesehatan jiwa di masyarakat (Dinkes Prov. Jawa Timur,
2008; CMHN, 2005).
Piramida pelayanan kesehatan jiwa yang ditetapkan oleh direktorat Bina Pelayanan
Kesehatan Jiwa Depkes menjabarkan bahwa pelayanan kesehatan jiwa berkesinambungan
dari komunitas ke rumah sakit dan sebaliknya. Pelayanan kesehatan jiwa dimulai di
masyarakat dalam bentuk pelayanan kemandirian individu dan keluarganya, pelayanan oleh
tokoh masyarakat formal dan nonformal diluar sektor kesehatan, pelayanan oleh Puskesmas
dan pelayanan kesehatan utama, pelayanan di tingkat kabupaten/kota dalam bentuk
kunjungan ke masyarakat, pelayanan di rumah sakit umum dalam bentuk unit rawat jalan
dan inap serta pelayanan rumah sakit jiwa.
Permasalahan kesehatan jiwa sangat besar dan menimbulkan beban kesehatan yang
signifikan. Data dari Riskesdas tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional (gejala-
gejala depresi dan ansietas), sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas. Hal ini berarti lebih
-
dari 14 juta jiwa menderita gangguan mental emosional di Indonesia. Sedangkan untuk
gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis, prevalensinya adalah 1,7 per 1000
penduduk. Ini berarti lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikotis).
Angka pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa berat sebesar 14,3% atau sekitar
57.000 kasus gangguan jiwa yang mengalami pemasungan. Gangguan jiwa dan
penyalahgunaan Napza juga berkaitan dengan masalah perilaku yang membahayakan diri,
seperti bunuh diri. Berdasarkan laporan dari Mabes Polri pada tahun 2012 ditemukan bahwa
angka bunuh diri sekitar 0.5 % dari 100.000 populasi, yang berarti ada sekitar 1.170 kasus
bunuh diri yang dilaporkan dalam satu tahun. Prioritas untuk kesehatan jiwa adalah
mengembangkan Upaya Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat (UKJBM) yang ujung
tombaknya adalah Puskesmas dan bekerja bersama masyarakat, mencegah meningkatnya
gangguan jiwa masyarakat (Kemenkes RI, 2015-2019).
Masyarakat yang mampu mengatasi masalah kesehatan jiwa tersebut menjadi salah
satu jawaban untuk mencegah timbulnya kejadian gangguan jiwa. Masyarakat diharapkan
mampu merawat anggota keluarga yang sudah sakit (menderita gangguan jiwa), dan mampu
mencegah terjadinya gangguan jiwa baru dari masyarakat yang beresiko terjadi gangguan
jiwa. Penanganan yang tepat terhadap penderita gangguan jiwa dan masyarakat yang
beresiko akan dapat menekan terjadinya kejadian gangguan jiwa (CMHN, 2005).
Luas wilayah Desa Rejosari adalah 231,7 hektar, memiliki batas wilayah sebelah utara
Desa Sumberejo, sebelah selatan Desa Bantur, sebelah barat Desa Pringgodani, dan
sebelah timur Desa Sumberejo. Desa Rejosari terdiri dari 73 RT yang tersebar di 4 dusun
yaitu dusun Krajan, dusun Balewerti, dusun Jeding, dan dusun Kutukan dengan jumlah
penduduk sebesar 6944 jiwa.
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh mahasiswa Keperawatan Brawijaya program
A bekerja sama dengan kader-kader posyandu pada bulan Juni 2014 didapat data track
record pasien gangguan dan pasien resiko pada desa Rejosari sebanyak 18 orang dengan
gangguan jiwa, dan 7 orang dengan retardasi mental. Sedangkan pada bulan Juni-Juli 2015
dilakukan survey oleh mahasiswa Keperawatan Brawijaya program A bekerja sama dengan
kader-kader posyandu dan didapatkan hasil orang dengan gangguan jiwa sebanyak 25
orang, dan 6 orang dengan retardasi mental. Sedangkan pada bulan Agustus-September
2015 dilakukan survery kembali oleh mahasiswa Keperawatan Brawijaya program A bekerja
sama dengan kader-kader posyandu dan perawat puskesmas didapatkan hasil pada desa
Wonokerto sebanyak 18 orang dengan ODGJ dan sebanyak 8 orang adalah ODMK
sedangkan pada desa Rejosari ditemukan sebanyak 27 orang ODGJ dan 18 orang ODMK.
Perawat CMHN sebagai tenaga kesehatan dengan spesialisasi masalah jiwa yang
bekerja di masyarakat dan bersama masyarakat, harus mempunyai kemampuan melibatkan
peran serta masyarakat; terutama tokoh masyarakat, dengan cara melatih para tokoh
masyarakat untuk menjadi kader kesehatan jiwa. Hal ini diperlukan agar masyarakat dekat
-
dengan pelayanan kesehatan jiwa sehingga individu yang sehat jiwa tetap sehat, individu
yang berisiko dapat dicegah tidak mengalami gangguan jiwa dan yang mengalami gangguan
jiwa dapat sembuh atau mandiri (minimal 50%) dan dapat dilanjutkan perawatannya oleh
kader kesehatan jiwa.
Untuk dapat mendata keluarga sehat jiwa, risiko masalah psikososial, dan gangguan
jiwa diperlukan bantuan kader atau Nakes kesehatan jiwa. Dengan cara ini diharapkan
seluruh masalah kesehatan jiwa dapat diselesaikan. Strategi yang digunakan adalah Desa
Siaga Sehat Jiwa dengan memberdayakan kader atau Nakes kesehatan jiwa. Kader atau
Nakes kesehatan jiwa berperan penting di masyarakat karena kader atau Nakes dapat
membantu masyarakat mencapai kesehatan mental yang optimal melalui penggerakan
masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mental serta pemantauan
kondisi kesehatan penderita gangguan jiwa di lingkungannya.
Penderita gangguan jiwa sebenarnya tidak serta merta kehilangan produktifitasnya.
Apabila mendapatkan perawatan dengan baik, penderita gangguan jiwa tersebut dapat
menjalankan kegiatan sehari-hari dan berpenghasilan (produktif) seperti anggota masyarakat
yang lain. Hal tersebut berbeda apabila penderita tersebut tidak mendapatkan perawatan
yang memadai sehingga harus dirawat di Rumah Sakit dan kehilangan produktifitasnya.
Kegiatan kesehatan jiwa masyarakat (keswamas) merupakan kegiatan yang tepat untuk
dapat memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat tersebut dapat merawat penderita
gangguan jiwa tetap berada di masyakarat tanpa kehilangan produktifitasnya.
Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan di atas, sekiranya perlu penatalaksanaan
lebih lanjut terkait masalah kesehatan jiwa di Desa Rejosari dan Wonokerto termasuk
didalamnya terkait juga dengan proses rujukan pasien ke Rumah Sakit Jiwa Lawang,
Program Pengawasan Minum Obat Pasien, dan Poli Jiwa yang masih dalam tahapan
perencanaan lebih lanjut. Oleh karena itu program Desa Siaga Sehat Jiwa patut untuk
diajukan sebagai salah satu program Puskesmas di wilayah kerja Kecamatan Bantur.
1.2 Tujuan Kegiatan
I. Tujuan Umum
Tujuan dari kegiatan tindak lanjut Desa Siaga Sehat Jiwa di Desa Rejosari dan
Wonokerto adalah:
a. Memperbaharui keilmuan masyarakat tentang desa siaga sehat jiwa yang agar
mampu merawat keluarga dan anggota masyarakat yang mengalami gangguan
jiwa secara mandiri melalui penerapan konsep dan prinsip manajemen
keperawatan kesehatan jiwa komunitas dan aplikasi asuhan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas.
b. Terbentuknya perilaku pasien gangguan jiwa yang sadar akan kebutuhannya
untuk mengunjungi poli jiwa dan mengontrol perilaku menyimpangnya
-
c. Deteksi dini untuk pasien gangguan jiwa agar tertangani dengan segera
II. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam kegiatan tindak lanjut Desa Siaga Sehat Jiwa di Desa
Rejosaridan Wonokerto adalah:
a. Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah pelayanan kesehatan jiwa yang terkait
dengan manajemen keperawatan kesehatan jiwa komunitas di Desa Rejosari
dan Wonokerto
b. Menetapkan prioritas kebutuhan dan masalah masalah pelayanan kesehatan
jiwa yang terkait dengan manajemen keperawatan kesehatan jiwa komunitas di
Desa Rejosari dan Wonokerto
c. Menyusun tujuan dan rencana alternatif pemenuhan kebutuhan dan
penyelesaian masalah yang telah ditetapkan
d. Mengusulkan alternatif pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah yang
bersifat teknis operasional bagi komunitas di Desa Rejosari dan Wonokerto.
1.3 Manfaat Kegiatan
1. Bagi Puskesmas, manfaat dari pembentukan desa siaga sehat jiwa ini adalah
membantu menyelesaikan masalah khususnya terkait dengan kesehatan jiwa secara
operasional dari aspek manajemen pelayanan keperawatan tertentu, sehingga
diharapkan dapat membantu puskesmas untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan jiwa masyarakat, yang akhirnya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2. Selain itu, manfaat bagi puskesmas yaitu untuk menambah pengetahuan tentang
asuhan keperawatan jiwa bagi tenaga kesehatan perawat yang terdapat di dalamnya.
3. Bagi desa Rejosari dan Wonokerto pembentukan Desa Siaga Sehat jiwa ini adalah
membantu menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat, khususnya kesehatan
jiwa sehingga dapat mendukung terbentuknya Desa Siaga Sehat Jiwa.
4. Bagi masyarakat, manfaat dari pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa ini adalah
menambah wawasan dan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan jiwa.
Masyarakat menjadi siaga terhadap munculnya masalah kesehatan jiwa di
masyarakat.