bab i

Upload: indahramadhan

Post on 19-Oct-2015

150 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

SKENARIOAscariasisAn. Azmi ( 8 tahun ) duduk di kelas 3 SD. Datang dengan ibunya ke puskesmas untuk mengambil hasil pemeriksaan laboratorium feces. Ternyata hasilnya positif terdapat telur Ascariasis. Dokter di puskesmas memberikan terapi pada An. Azmi. Ners Rina pun berinisiatif memberikan pendidikan kesehatan untuk pencegahan penyakit pada anggota keluarga. Dia juga sempat berpikir tentang siklus hidup cacing Ascariasis. Dalam hal ini Ners Rina ingin melihat kesiapan keluarga dalam program pengobatan penyakit.

ANALISA KASUS1. LANGKAH 1 ( IDENTIFIKASI ISTILAH )1) Ascariasis: penyakit infeksi yang disebabkan oleh A. lumbricoides (cacing gelang) yang hidup di usus halus manusia dan penularannya melalui tanah.2) Siklus hidup: putaran hidup dari lahir sampai mati.3) Terapi: usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit; perawatan penyakit.4) Inisiatif: ide yang terlintas dalam pikiran, ide untuk melakukan suatu tindakan atau usaha,

2. LANGKAH 2 ( DAFTAR MASALAH )1) Faktor Apa saja yang dapat memperberat Ascariasis ?2) Apa saja faktor yang dapat menyebabkan seseorang terkena Ascariasis ?3) Bagaimanakah prevalensi Ascariasis di dunia dan di Indonesia ? dan siapa saja kelompok yang rentan terkena Ascariasis ?4) Bagaimana pengobatan untuk penderita Ascariasis ?5) Bagaimana cara pemeriksaan untuk Ascariasis ?6) Jelaskan siklus hidup dari A. lumbricoides ?7) Bagaimana cara penularan penyakit tersebut?8) Apabila penyakit tersebut sudah parah, apakah dapat menyebabkan kematian? Bagaimana tindak lanjut apabila penyakit tersebut sudah parah?9) Bagaimana pendidikan kesehatan untuk anak maupun keluarga tentang Ascariasis ?10) Bagaimanakah program pemerintah untuk mengatasi penyakit tersebut ? dan apa saja kendala yang dapat terjadi dan cara mengatasi kendala tersebut ?11) Jelaskan morfologi dari A. lumbricoides ?12) Apa saja tanda dan gejala klinis dari penyakit tersebut ?13) Apa saja komplikasi dari penyakit tersebut ?14) Apa saja diagnosa banding dari penyakit tersebut ?15) Bagaimana asuhan keperawatan untuk penderita Ascariasis ?16) Apabila sudah pernah terkena Ascariasis dan terkena kedua kalinya apakah lebih parah dari yang pertama ?17) Bagaimana patogenesis dan patofisiologis dari Ascariasis ?18) Bagaimana pencegahan dan prognosis dari Ascariasis ?19) Bagaimana dengan psikologis anak yang terkena Ascariasis dan apakah mempengaruhi tumbung kembang anak ? 20) Apabila terkena Ascariasis, apakah bisa terkena penyakit yang disebabkan cacing lainnya ? 3. LANGKAH 3 (ANALISIS MASALAH )1) Faktor Apa saja yang dapat memperberat Ascariasis ?Jawab:2) Apa saja faktor yang dapat menyebabkan seseorang terkena Ascariasis ?Jawab:Selama sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan belum memuaskan, tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, selama persediaan air bersih dan sosio-ekonomi yang belum memadai, maka infeksi cacing usus yang ditularkan melalui perantaraan tanah masih cukup tinggi frekuensinya dan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia (Adhyatma, 1980). Penelitian yang dilakukan oleh Ismid, dkk (1988) dan Margono, dkk (1991) mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara infeksi soil-transmitted helminths (infeksi A. lumbricoides) pada anak dan kebersihan pribadi serta sanitasi lingkungan. Soeripto (1986) pada penelitiannya membuktikan bahwa pembinaan air bersih, jamban keluarga dan kesehatan lingkungan, sesudah pengobatan cacing secara massal pada penduduk dapat mengurangi penularan dan menurunkan prevalensi infeksi soil-transmitted helminths di pedesaan, terutama pada anak usia kurang dari 10 tahun.Kebersihan lingkungan dipengaruhi oleh besarnya kontaminasi tanah yang terjadi. Kontaminasi tanah dengan telur cacing merupakan indikator keberhasilan program kebersihan di masyarakat (Schulz dan kroeger, 1992). Menurut Olorcain dan Holland (2000) untuk jangka panjang, perbaikan higiene dan sanitasi merupakan cara yang tepat untuk mengurangi infeksi soil transmitted helminth.Ascariasis pada manusia muncul di kedua lingkungan yang sedang dan tropis. Prevalensi rendah terdapat pada iklim yang kering, tetapi tinggi di kondisi yang basah dan hangat yang mana kondisi ini cocok untuk telur dan embrionisasi. Kepadatan, ekonomi lemah, rendah higienitas lingkungan dan suplai air dapat menyebabkan naiknya infeksi cacing ini (Legesse, 2007).Terjadinya kecacingan karena beberapa faktor, antara lain seperti kurangnya kebersihan perorangan atau lingkungan, dapat juga terjadi pencemaran tanah dari telur cacing. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Djarismawati (2007), menyatakan kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan juga sangat berperan dalam penularan kecacingan.

3) Bagaimana cara penularan penyakit tersebut?Jawab:Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan perantaraan tanah (Soil Transmited Helminths). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Ascariasis.Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui beberapa jalan yaitu masuknya telur yang infektif kedalam mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar, tertelan telur melalui tangan yang kotor dan terhirupnya telur infektif bersama debu udara dimana telur infektif tersebut akan menetas pada saluran pernapasan bagian atas, untuk kemudian menembus pembuluh darah dan memasuki aliran darah (Soedarto, 1991).

4) Jelaskan morfologi dari A. lumbricoides ?Jawab:Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 22 - 35 cm dan memiliki lebar 3 - 6 mm. Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan panjangnya 12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah ventral. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan) dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan (Soedarto, 1991).Pada potongan melintang cacing mempunyai kutikulum tebal yang berdampingan dengan hipodermis dan menonjol kedalam rongga badan sebagai korda lateral. Sel otot somatik besar dan panjang dan terletak di hipodermis; gambaran histologinya merupakan sifat tipe polymyarincoelomyarin. Alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung didalam rongga badan, cacing jantan mempunyai dua buah spekulum yang dapat keluar dari kloaka dan pada cacing betina, vulva terbuka pada perbatasan sepertiga badan anterior dan tengah, bagian ini lebih kecil dan dikenal sebagai cincin kopulasi. Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi suatu membran vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau berdungkul (mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan atau hilang oleh zat kimia yang menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated). Didalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur.

5) Apa saja tanda dan gejala klinis dari penyakit tersebut ?Jawab: Infeksi ringan cacing ini biasanya ditandai dengan sedikit gejala atau tanpa gejala sama sekali. Kelainan patologi yang terjadi, disebabkan oleh dua stadium sebagai berikut (Beaver dkk, 1984; Markell dkk, 1999; Strikland, G.T. dkk, 2000): Kelainan oleh larva, yaitu berupa efek larva yang bermigrasi di paru (manifestasi respiratorik). Gejala yang timbul berupa demam, dyspneu, batuk, malaise bahkan pneumonia. Gejala ini terjadi 4-16 hari setelah infeksi. Cyanosis dan tachycardia dapat ditemukan pada tahap akhir infeksi. Semua gejala ini dinamakan Ascaris pneumonia atau Syndroma loffler. Kelainan ini akan menghilang dalam waktu 1 bulan. Kelainan oleh cacing dewasa, berupa efek mekanis yang jika jumlahnya cukup banyak, akan terbentuk bolus dan menyebabkan obstruksi parsial atau total. Migrasi yang menyimpang dapat menyebabkan berbagai efek patologi, tergantung kepada tempat akhir migrasinya. Infeksi Ascaris lumbricoides dapat menyebabkan gangguan absorbsi beberapa zat gizi; seperti karbohidrat dan protein, dan cacing ini dapat memetabolisme vitamin A, sehingga menyebabkan kekurangan gizi, defisiensi vitamin A dan anemia ringan.Gejala penyakit Cacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada permulaan mungkin ada batuk-batuk dan eosinofelia. Orang (anak) yang menderita Cacingan biasanya lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang. Pada anak-anak yang menderita Ascariasis perutnya nampak buncit (karena jumlah cacing dan kembung perut); biasanya matanya pucat dan kotor seperti sakit mata (rembes), dan seperti batuk pilek. Perut sering sakit, diare, nafsu makan kurang. Karena orang (anak) masih dapat berjalan dan sekolah atau bekerja, sering kali tidak dianggap sakit, sehingga terjadi salah diagnosis dan salah pengobatan. Padahal secara ekonomis sudah menunjukkan kerugian yaitu menurunkan produktifitas kerja dan mengurangi kemampuan belajar.

6) Bagaimana dengan psikologis anak yang terkena Ascariasis dan apakah mempengaruhi tumbung kembang anak ? Jawab: Dampak psikologis anak:Penyakit kecacingan sering kali menyerang pada usia sekolah sekitar usia 7-15 tahun. Dapat kita lihat, tugas perkembangan anak pada usia sekolah beraneka ragam. Apabila anak tersebut terserang suatu penyakit mungkin anak tersebut akan merasa tidak nyaman. Penyakit cacingan yang menyerang anak mungkin dianggap sebagai hal biasa kalau terjadi gejala yang ringan atau tidak terjadi gejala sama sekali.Yang berbahaya adalah apabila penyakit cacingan sudah masuk dalam tahap lanjut atau komplikasi yang mengakibatkan si anak harus rawat inap di rumah sakit. Hospitalisasi merupakan hal yang menakutkan untuk anak, dan hal tersebut dapat memunculkan stess hospitalisasi. Dalam hal ini diperlukan adanya kerjasama antara petugas kesehatan (perawat) dan orang tua untuk menggulangi stress yang dialami oleh anak. Pengaruh terhadap tumbuh-kembang anak:

Soil-transmitted helminths merupakan salah satu penyebab utama kemunduran pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual yang berdampak terhadap pendidikan, ekonomi dan kesehatan masyarakat yang sering terabaikan. Kurangnya perhatian para tenaga kesehatan dan masyarakat dunia terhadap kondisi ini disebabkan (Chan, 1997; WHO, 2006): 1. Kebanyakan penduduk yang terinfeksi oleh Soil-transmited helmiths berasal dari negara-negara miskin. 2. Infeksi parasit ini menyebabkan gangguan kesehatan kronis dengan manifestasi klinis yang tidak nyata. 3. Pengukuran efek yang timbul akibat infeksi soil-transmitted helminths terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendidikan sulit dilakukan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi soil-transmitted helminths memiliki dampak yang sangat besar terhadap tingkat kehadiran dan prestasi sekolah serta produktivitas ekonomi dimasa mendatang (Miguel and Kremer, 2003). World Health Assembly berusaha mengantisipasi hal tersebut dengan membuat sebuah resolusi bagi negara-negara anggota dalam upaya mengontrol angka kesakitan akibat infeksi soil tramitted helminths melalui pemberian obat antelmintik dalam skala besar kepada anak usia sekolah dasar di negara-negara miskin ( Horton, 2003).

7) LANGKAH 4 (PROBLEM TREE)

ASKARIASISEtiologiKomplikasiCara PemeriksaanDaur HidupPatofisiologisPathogenesisCara penularanPenatalaksanaanTanda dan GejalaProgram PemerintahPencegahanASKEPPengobatan

8) LANGKAH 5 ( SASARAN BELAJAR )1) Apa saja komplikasi dari penyakit tersebut ?2) Apa saja diagnosa banding dari penyakit tersebut ?3) Bagaimana asuhan keperawatan untuk penderita Ascariasis ?4) Apabila sudah pernah terkena Ascariasis dan terkena kedua kalinya apakah lebih parah dari yang pertama ?5) Bagaimana patogenesis dan patofisiologis dari Ascariasis ?6) Bagaimana pencegahan dan prognosis dari Ascariasis ?7) Apabila terkena Ascariasis, apakah bisa terkena penyakit yang disebabkan cacing lainnya ?8) Apabila penyakit tersebut sudah parah, apakah dapat menyebabkan kematian? Bagaimana tindak lanjut apabila penyakit tersebut sudah parah?9) Bagaimana pendidikan kesehatan untuk anak maupun keluarga tentang Ascariasis ?10) Bagaimanakah program pemerintah untuk mengatasi penyakit tersebut ? dan apa saja kendala yang dapat terjadi dan cara mengatasi kendala tersebut ?11) Bagaimanakah prevalensi Ascariasis di dunia dan di Indonesia ? dan siapa saja kelompok yang rentan terkena Ascariasis ?12) Bagaimana pengobatan untuk penderita Ascariasis ?13) Bagaimana cara pemeriksaan untuk Ascariasis ?14) Jelaskan siklus hidup dari A. lumbricoides ?

BAB IIPEMBAHASAN

SASARAN BELAJAR 1) Apa saja komplikasi dari penyakit tersebut ?Jawab:1. Hati: infeksi sekunder hati (abses kecil, hepatitis)2. Lambung: mual, muntah3. Nasofaring: obstruksi jalan nafas (asfiksia)4. Kolon: diare, appendiksitis5. Usus: perforasi usus-dinding usus, obstruksi saluran empedu.6. Obstruksi usus7. Intususepsi8. Invasi ke saluran empedu (cholangitis, jaundice obstruktif, batu empedu, abses hati)9. Appendicitis akut10. Pancreatitis akut11. Perforasi usus12. Peritonitis13. Obstruksi saluran nafas atas 14. Volvulus

2) Apa saja diagnosa banding dari penyakit tersebut ?Jawab:Diagnosa banding untuk askariasis adalah Pneumonia karena pada askarisis terdapat fase migrasi ke paru-paru dan dapat ada hipereosinofilia dalam darah perifer.

3) Bagaimana asuhan keperawatan untuk penderita Ascariasis ?Jawab:Nanda NOCNIC

Kesiapan untuk meningkatkan koping keluargaKoping keluarga Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan Mengekspresikan perasaan dan emosi di antara anggota keluarga Melaporkan kebutuhan dalam pendampingan keluargaStatus kesehatan keluarga Kesehatan fisik keluarga Akses dalam perawatan kesehatan keluargaSupport keluarga Yakinkan keluarga bahwa yang diberikan adalah perawatan yang terbaik Bina hubungan saling percaya dengan keluarga Dengarkan pertanyaan dan perasaan keluarga Jawab semua pertanyaan dari anggota keluarga Fasilitasi komunikasi dari perasaan antara pasien dan ke;luarga atau antar anggota keluarga Libatkan anggota keluarga dalam memutuskan perawatan pasien

Kurang pengetaguan b.d keterbatasan pengetahuan Pengetahuan: perilaku kesehatan Pelayanan promosi kesehatan Pelayanan perlindungan kesehatan Tehnik skrening diriPengetahuan: promosi kesehatan Perilaku promosi kesehatan Rekomendasi skrening kesehatan Pencegahan dan control infeksiMengajarkan: proses penyakit Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Hindari harapan yang kosong Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second view dengan cara yang tepat atau diindikasikan Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan muntahNOC: Appetite Status nutrisiNIC: Manajemen nutrisi Terapi nutrisi

Manajemen Nutrisi Gali apakan pasien memiliki riwayat alergi makanan Pastikan pilihan makanan klien Kolaborasi dengan ahli diet, menentukan jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Anjurkan klien meningkatkan intake protein, zat besi dan vitamin C Tawarkan makanan ringan Pastikan diet mengandung makanan berserat tinggi untuk mencegah konstipasi Sediakan pilihan makanan Nilai kemampuan pasien memenuhi kebutuhan nutrisi Berikan substansi gula Pantau jumlah nutrisi dan kandungan kalorinya

Nutrition Monitoring Ukur BB klien Pantau perubahan kenaikan dan penurunan BB Pantau type dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan Pantau respon emosi pasien saat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan makan dan makanan. Pantau interaksi orang tua/anak selama pemberian makan Pantau lingkungan selama makan Jadualkan tindakan dan pengobatan pada waktu diluar waktu makan Pantau adanya kekeringan, defigmentasi dan sisik pada kulit Pantau turgor kulit Pantau adanya mual dan muntah Pantau nilai albumin, protein total, Hb dan Hct Pantau limfosit dan elekrolit Pantau tingkat energi, kelelahan, lemas, dan lemah Pantau asupan zat gizi dan kalori Tentukan apakah klien memerlukan diet khusus Pantau pilihan dan pemilihan makanan Catat perubahan besar pada status nutrisi dan lakukan pengobatan Berikan lingkungan yang optimal saat waktu makan

4) Apabila sudah pernah terkena Ascariasis dan terkena kedua kalinya apakah lebih parah dari yang pertama ?Jawab:5) Bagaimana patogenesis dan patofisiologis dari Ascariasis ?Jawab:

Askariasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh A. lumbricoides (cacing gelang) yang hidup di usus halus manusia dan penularannya melalui tanah. Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar di seluruh dunia, frekuensi terbesar berada di negara tropis yang lembab, dengan angka prevalensi kadangkala mencapai di atas 50%. Angka prevalensi dan intensitas infeksi biasanya paling tinggi pada anak usia 5-15 tahun (Ditjen PP&PL Dep.Kes. RI, 2005; Bethony dkk, 2006).Siklus hidup cacing ini membutuhkan waktu empat hingga delapan minggu untuk menjadi dewasa. Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi telur cacing yang telah berkembang (telur berembrio). Telur yang telah berkembang tadi menetas menjadi larva di usus halus. Selanjutnya larva bergerak menembus pembuluh darah dan limfe usus mengikuti aliran darah ke hati atau ductus thoracicus menuju ke jantung. Kemudian larva dipompa ke paru. Larva di paru mencapai alveoli dan tinggal disitu selama 10 hari untuk berkembang lebih lanjut. Bila larva telah berukuran 1,5 mm, ia mulai bermigrasi ke saluran nafas, ke epiglotis dan kemudian esofagus, lambung akhirnya kembali ke usus halus dan menjadi dewasa. Umur yang normal dari cacing dewasa adalah 12 bulan; paling lama bisa lebih dari 20 bulan, cacing betina dapat memproduksi lebih dari 200.000 telur sehari. Dalam kondisi yang memungkinkan telur dapat tetap bertahan hidup di tanah selama 17 bulan sampai beberapa tahun (Beaver dkk, 1984; Markell dkk, 1999; Strikland, G.T. dkk , 2000).Infeksi ringan cacing ini biasanya ditandai dengan sedikit gejala atau tanpa gejala sama sekali. Kelainan patologi yang terjadi, disebabkan oleh dua stadium sebagai berikut (Beaver dkk, 1984; Markell dkk, 1999; Strikland, G.T. dkk, 2000): Kelainan oleh larva, yaitu berupa efek larva yang bermigrasi di paru (manifestasi respiratorik). Gejala yang timbul berupa demam, dyspneu, batuk, malaise bahkan pneumonia. Gejala ini terjadi 4-16 hari setelah infeksi. Cyanosis dan tachycardia dapat ditemukan pada tahap akhir infeksi. Semua gejala ini dinamakan Ascaris pneumonia atau Syndroma loffler. Kelainan ini akan menghilang dalam waktu 1 bulan. Kelainan oleh cacing dewasa, berupa efek mekanis yang jika jumlahnya cukup banyak, akan terbentuk bolus dan menyebabkan obstruksi parsial atau total. Migrasi yang menyimpang dapat menyebabkan berbagai efek patologi, tergantung kepada tempat akhir migrasinya. Infeksi Ascaris lumbricoides dapat menyebabkan gangguan absorbsi beberapa zat gizi; seperti karbohidrat dan protein, dan cacing ini dapat memetabolisme vitamin A, sehingga menyebabkan kekurangan gizi, defisiensi vitamin A dan anemia ringanDisamping itu gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut sindroma Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila cacing mengumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Ileus obstructive) (Effendy, 1997).Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram protein setiap hari.Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan kurang gizi (malnutrisi). Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas.Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai berikut :1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus.Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis supuratif dan abses multiple.

6) Bagaimana pencegahan dan prognosis dari Ascariasis ?Jawab:Tindakan preventif yaitu dengan melakukan pengendalian faktor risiko, yang meliputi kebersihanlingkungan, keberhasilan pribadi, penyediaan air bersih yang cukup, semenisasi lantai rumah, pembuatan danpenggunaan jamban yang memadai, menjaga kebersihan makanan, pendidikan kesehatan di sekolah baikuntuk guru maupun murid. Upaya pencegahan cacingan dapat dilakukan melalui upaya kebersihan peroranganataupun kebersihan lingkungan. Kegiatan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKUMenjaga Kebersihan Perorangana. mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar dengan menggunakan air dan sabunb. Menggunakan air bersih untuk keperluan makan, minum, dan mandi.c. Memasak air untuk minum.d. Mencuci dan memasak makanan dan minuman sebelum dimakan.e. Mandi dan membersihkan badan paling sedikit dua kali sehari.f. Memotong dan membersihkan kuku.g. Memakai alas kaki bila berjalan di tanah, dan memakai sarung tangan bila melakukan pekerjaanyangberhubungan dengan tanah (program sepatunisasi).h. Menutup makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat mencemari makanan tersebut.

Menjaga Kebersihan Lingkungana) Membuang tinja di jamban agar tidak mengotori lingkungan.b) Jangan membuang tinja, sampah atau kotoran di sungai.c) Mengusahakan pengaturan pembuangan air kotor.d) Membuang sampah pada tempatnya untuk menghindari lalat dan lipas.e) Menjaga kebersihan rumah dan lingkungannyaa. Edukasi, dengan memperbaiki hygien dan melindungi makanan dari debu.b. Sanitasi, dengan mencegah kontaminasi tanah dari pembuangan feses (misalnya kakus).c. Jika infeksi lebih dari 50% atau lebih dari 50ribu telur per gram feses pada anak pra-sekolah, maka diberikan albendazol atau mebendazol 2-3 kali per tahun.d. Makan makanan yang dimasakbiasakan memakai WC atau jambane. Cuci tangan sebelum makan

Prognosis: pada umumnya mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan, infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan, kesembuhan diperoleh antara 70-99%.

7) Apabila terkena Ascariasis, apakah bisa terkena penyakit yang disebabkan cacing lainnya ?Jawab:Pada pasien yang menderita cacing ascariasis kemungkinan dapat mengalami infeksi caing yang lain. Pada sebuah penelitian yang dilakukan di daerah bali pada seseorang yang mengonsumsi daging babi didapatkan hasil menunjukkan, 78,26 % dari keseluruhan sampel terinfeksi oleh cacing; dan dari 78,26 % tersebut, 43 % merupakan infeksi tunggal oleh salah satu jenis cacing, dan 35 % merupakan infeksi ganda oleh 2-3 jenis cacing. Cacing yang menginfeksi berturut-turut : Ascaris sp (39 %), Trichuris sp (39 %), Strongyloides sp (13 %), Hyostrongylus sp (8,7 %) dan Oesophagustomum sp (3,5 %) dengan jumlah telur yang ditemukan masing-masing rata-rata 5.902, 420, 400, 60 dan 40 butir per gram feses.

8) Apabila penyakit tersebut sudah parah, apakah dapat menyebabkan kematian? Bagaimana tindak lanjut apabila penyakit tersebut sudah parah?Jawab:Ascaris paling sering ditemukan di iklim tropis hangat dan subtropis di Sub-Saharan Afrika dan Asia Tenggara, dan menyebar di area-area dengan sanitasi yang kurang atau daerah pertanian dan perkebunan yang diirigasi dengan pembuangan air yang kurang baik. Lebih dari 807 juta orang terinfeksi dengan ascariasis, dan lebih dari 60.000 mati dengan penyakit ini dalam per tahun (Neglected Tropical Diseases Organization, 2001).Kontaminasi secara fekal merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang serius pada negara-negara miskin, dimana 3 juta anak kecil mati tiap tahunnya karena penyakit enterik dan rasa sakit akibat intestinal parasit termasuk nematoda intestinal. Ascaris lumbricoides diperkirakan menginfeksi 25% populasi dunia tiap tahunnya (Carneiro et al., 2002).Terapi: Jika terdapat obstruksi usus dan obstruksi biliary maka di terapi dengan manajeman konservatif (analgesic, NGT, antiplasmodic, cairan IV, paraffin liquid) disertai dengan terapi antihelmintes. Laparotomy dilakukan untuk obstruksi menetap, appendiksitis, perforasi usus jika bolus dari cacing masuk ke kolon.

9) Bagaimana pendidikan kesehatan untuk anak maupun keluarga tentang Ascariasis ?Jawab:Sudah banyak dijelaskan dalam berbagai literatur kejadian penyakit kecacingan ini adalah karena keadaan sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan belum memuaskan, tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, persediaan air bersih,sosio-ekonomi yang belum memadai, dan pengadaan jamban.Cacing khususnya A. Lumbricoides dapat ditularkan melaui hygine seseorang yang kurang bersih. Khususnya paling banyak terjadi adalah pada usia sekolah. Dari hal di atas dapat disimpulkan pendidikan kesehatan yang diberikan baik kepada keluarga dan si anak, di antaranya:1. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan.2. Mencuci tangan dengan air dan sabun setelah BAK dan BAB.3. Memotong kuku.4. BAB pada tempatnya (mis.,Jamban)5. Mencuci bersih sayuran dengan air mengalir sebelum dimasak.6. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan7. Menjaga agar tidak jajan sembarangan;orang tua bisa memberikan bekal makanan yang bersih dan sehat untuk si anak.

Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygienekeluarga dan hygiene pribadi seperti : Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahuntahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :1. Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemic ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai jamban/WC.4. Makan makanan yang dimasak saja.Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.Penyakit Cacingan merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, oleh karena itu pengendalian penyakit Cacingan ini harus melibatkan berbagai pihak baik lintas program maupun lintas sektor. Upaya pengendalian penyakit ini sudah lama dilaksanakan diantaranya pengobatan penderita, penyuluhan di sekolah melalui UKS dan masyarakat pada umumnya, namun hasil yang dicapai belum sesuai dengan harapan. Selanjutnya agar pengendalian penyakit cacingan ini dapat mencapai tujuan sesuai harapan maka perlu direncanakan strategi promosi pengendalian Cacingan yang sesuai dengan keadaan saat ini. Strategi Promosi pengendalian cacingan pada dasarnya ada tiga yaitu advokasi, bina suasana, dan gerakan masyarakat.a) Advokasi Pengendalian Cacingan oleh Pusat dan DaerahAdvokasi pengendalian Cacingan adalah suatu upaya yang sistematis dan terorganisir untuk melancarkan suatu aksi dengan tujuan memperoleh dukungan kebijakan Pemerintah Pusat, Daerah dan publik atau pengambil keputusan dari berbagai pihak terkait dalam pengendalian cacingan, agar dapat dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus. Yang melakukan advokasi untuk Nasional adalah Pusat dan untuk daerah masing-masing adalah Kepala Dinas Propinsi, dan Kepala Dinas Kab/Kota.b) Bina Suasana (Social Support) Bina Suasana adalah suatu upaya sistematis dan terorganisir untuk menjalin kemitraan dalam pembentukan opini positif tentang pengendalian Cacingan dengan berbagai kelompok potensial yang ada di masyarakat.c) Gerakan MasyarakatGerakan masyarakat adalah suatu upaya yang sistematis dan terorganisir untuk menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat berdaya dan mandiri berperilaku sehat yaitu memeriksakan dan mengobati penyakit Cacingan secara mandiri atau ke sarana kesehatan serta melaksanakan pencegahan dengan berperilaku bersih.

10) Bagaimanakah program pemerintah untuk mengatasi penyakit tersebut ? dan apa saja kendala yang dapat terjadi dan cara mengatasi kendala tersebut ?Jawab: Strategi Pengendalian Penyakit Cacingan yang dilakukan adalah memutus mata rantai penularan baikdalam tubuh maupun di luar tubuh manusia. Dalam memutus rantai penularan ini ada dua program yangdilakukan yaitu : Program Jangka PendekTujuan program ini untuk memutus rantai penularan dalam tubuh manusia, dengan demikian dapatmenurunkan prevalensi dan intensitas infeksi Cacingan dengan cara pengobatan (oleh sector kesehatan). Program Jangka PanjangTujuan program ini untuk memutus rantai penularan di luar tubuh manusia, yaitu dengan melaksanakanupaya pencegahan yang efektifUntuk mencapai hal-hal tersebut di atas yaitu program jangka pendek dan jangka panjang adabeberapa kegiatan yang harus dilakukan, yaitu:a. Penentuan prioritas lokasi sasaran maupun penduduk sasaran.b. Penegakan diagnosa dengan melakukan pemeriksaan tinja secara langsung dengan metode kato-katzc. PenanggulanganMenurut rekomendasi WHO bahwa dalam penanggulangan penyakit cacingan ada tigahal yang harus dilakukan yaitu:

1. PROMOTIF (PROMOTIVE)Pendidikan kesehatan dapat diberikan melalui penyuluhan kepada masyarakat pada umumnya ataukepada anak-anak sekolah, yaitu melalui program UKS, sedangkan untuk masyarakat dapat dilakukan penyuluhan secara langsung atau melalui media massa baik cetak maupun media elektronik.Persiapan: Bahan PenyuluhanBahan penyuluhan disiapkan berdasarkan kesepakatan semua sektor dengan memperhatikankeadaan masing-masing daerah. Sebaiknya bahan penyuluhan cukup dikenal dan disukai oleh lingkungan anaksekolah, guru, maupun orang tua murid.Pesan Penyuluhan Cacingan1. Dengan bebas penyakit cacingan produktivitas meningkat.2. Dengan berperilaku hidup bersih dan sehat, aku bebas penyakit cacingan(seminar Hidup Sehat TanpaKecacingan).3. Penyakit cacinganku hilang prestasiku meningkat

2. PENCEGAHAN (PREVENTIVE)Tindakan preventif yaitu dengan melakukan pengendalian faktor risiko, yang meliputi kebersihanlingkungan, keberhasilan pribadi, penyediaan air bersih yang cukup, semenisasi lantai rumah, pembuatan danpenggunaan jamban yang memadai, menjaga kebersihan makanan, pendidikan kesehatan di sekolah baikuntuk guru maupun murid. Upaya pencegahan cacingan dapat dilakukan melalui upaya kebersihan peroranganataupun kebersihan lingkungan. Kegiatan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKUMenjaga Kebersihan Perorangani. mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar dengan menggunakan air dan sabunj. Menggunakan air bersih untuk keperluan makan, minum, dan mandi.k. Memasak air untuk minum.l. Mencuci dan memasak makanan dan minuman sebelum dimakan.m. Mandi dan membersihkan badan paling sedikit dua kali sehari.n. Memotong dan membersihkan kuku.o. Memakai alas kaki bila berjalan di tanah, dan memakai sarung tangan bila melakukan pekerjaanyangberhubungan dengan tanah (program sepatunisasi).p. Menutup makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat mencemari makanan tersebut.

Menjaga Kebersihan Lingkunganf) Membuang tinja di jamban agar tidak mengotori lingkungan.g) Jangan membuang tinja, sampah atau kotoran di sungai.h) Mengusahakan pengaturan pembuangan air kotor.i) Membuang sampah pada tempatnya untuk menghindari lalat dan lipas.j) Menjaga kebersihan rumah dan lingkungannya

3. PENGOBATAN (CURATIVE)Pengobatan dilakukan dengan dua cara pendekatan yaitu Blanket Treatmentdan SelectiveTreatment dengan mengunakan obat yang aman dan berspektrum luas, efektif, tersedia dan terjangkauharganya, serta dapat membunuh cacing dewasa, larva dan telur.Pada awal pelaksanaan kegiatan pengobatan harus didahului dengan survei untuk mendapat datadasar. Bila pemeriksaan tinja dilakukan secara sampling dan hasil pemeriksaan tinja menunjukan prevalensi 30% atau lebih, dilakukan pengobatan massal, sebaliknya bila prevalensi kurang dari 30%, maka dilakukanpemeriksaan tinja secara menyeluruh ( total screening). Apabila hasil pemeriksaan total screening menunjukkanprevalensi di atas 30%, maka harus dilakukan pengobatan massal. Apabila prevalensi kurang dari 30%, makalakukan pengobatan selektif, yaitu yang positif saja.Pengobatan dasar di Puskesmas (Depkes 2007) 1. Pengobatan masal tiap 6 bulan sekali di daerah endemic atau di daerah yang rawan askariasis2. Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, serta hygien keluarga dan pribadi, seperti: Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk Cuci tangan dengan sabun sebelum makan Sayur mentah untuk lalapan harus dicuci bersih dan disiram air hangat BAB di jamban, tidak di kali atau di kebun3. Jika pasien menderita askariasis maka di beri terapi pirantel pamoatProgram Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) ialah suatu upaya untuk meningkatkan ketahanan fisik bagi anak Sekolah Dasar/MI di seluruh Indonesia, melalui perbaikan gizi dan kesehatan diharapkan dapat mendorong minat dan kemampuan anak untuk belajar.

Kerugian karena Cacing GelangDi Indonesia dengan jumlah penduduk 220.000.000, prevalensi cacingan 60 % dan jumlah rata-rata cacing per orang 6 ekor cacing maka kerugian karbohidrat karena cacing gelang sehari diperkirakan dengan rumus: (Jumlah Penduduk x Prevalensi x Rata-rata jumlah cacing/orang x Kehilangan karbohidrat oleh 1 ekor cacing/hari).

(220.000.000 x 60% x 6 x 0,14 gram) : 1. 000 = 110.880 kg karbohidrat per hari

Karena 0,8 gram karbohidrat setara dengan 1 gram beras, maka kerugian beras setara dengan 138.660 kg beras per hari. Bila dihitung dalam rupiah dengan harga beras Rp. 3.000/kg, maka kerugian uang yang diperkirakan adalah :

138.660 kg beras x 365 hr x Rp.3.000,- = Rp. 151.767.000.000,- per tahun

Jika seekor cacing menghabiskan 0.035 gram protein sehari, maka perkiraan protein yang hilang untuk seluruh penduduk:

( 220.000.000 x 60% x 6 x 0,035 gram ) : 1.000 = 27.720 kg protein per hari )

Karena 1 gram daging sapi mengandung 0,19 gram protein, maka kerugian daging sapi adalah 145.895 kg per hari. Bila dihitung dengan rupiah, dimana harga daging sapi 30.000/ kg, maka kerugian uang yang diperkirakan :

145.895 kg x 365 hr x Rp.30.000 = Rp. 1.597.550.250.000,- per tahun

Jumlah anak usia sekolah tingkat dasar diperkirakan 21 % dari jumlah penduduk, dengan demikian kerugian yang diakibatkan oleh Cacingan pada anak usia tersebut adalah sebagai berikut:

1. Karbohidrat = 21% x Rp. 151.767.000.000,- = Rp. 31.871.070.000,-2. Protein = 21% x Rp 1.597.550.250.000, = Rp. 335.485.552.500,-Kendala: Salah satu kendala yang dihadapi untuk melaksanakan program pemerintah untuk penanggulangan penyakit cacingan adalah mengenai penyediaan laboratorium dan alat-alat untuk pemeriksaan tinja. Hal ini harus diperhatikan karena pemeriksaan lab. Sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemerintah perlu memperhatikan untuk kesiapan bahan dan alat pemeriksaan, memberikan dana yang cukup, serta dapat bekerja sama dengan pihat-pihak terkait

11) Bagaimanakah prevalensi Ascariasis di dunia dan di Indonesia ? dan siapa saja kelompok yang rentan terkena Ascariasis ?Jawab:Prevalensi Ascaris lumbricoides adalah 16,5%. Paling tertinggi prevalensinya terutama pada golongan anak kecil antara 11-15 tahun sekitar 3,7%. Dan pada grup 15 tahun atau ke bawah bisa mencapai 5,3% . Pada rentang umur 6- 10, 11-15 dan 16-20 tahun 3,5%, 5,4% dan 3,5% didapatkan menderita malnutrisi dari ringan sampai sedang (Taherkhani et al., 2009). Prevalensi seluruh dunia adalah 25% biasanya asimptomatik, ascaris paling banyak ditemukan dalam tubuh anak-anak di Negara tropis dan berkembang, di mana lewat tanah yang terkontaminasi oleh feses manusia atau pupuk dari kotoran (David, 2008).Prevalensi ascariasis paling tinggi di anak-anak umur 2-10 tahun, dengan intensitas tertinggi infeksi ini terdapat pada umur 5-15 tahun yang mana sering terinfeksi dengan cacing lain seperti Trichuris trichiura dan cacing tambang (David, 2008). Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing (Rasmaliah, 2001).Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya antara 60-90 %. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, bawah pohon, tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah. Di Negara-negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk(Margono, 2000). Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 250-300C merupakan hal-hal yang sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif (Margono, 2000). Penelitian epidemiologi telah dilakukan hampir di seluruh Indonesia, terutama pada anak-anak sekolah dan umumnya didapatkan angka prevalensi tinggi yang bervariasi. Prevalensi askariasis di propinsi DKI Jakarta adalah 4-91%, Jabar 20-90%, Yogyakarta 12-85%, Jatim 16-74%, Bali 40-95%, NTT 10-75%, Sumut 46-75%, Sumbar 2-71%, Sumsel 51-78%, Sulut 30-72% (Elmi et al., 2004). Bila menurut golongan umur, askariasis lebih banyak ditemukan pada anakanak, prevalensi kecacingan anak balita juga lebih rendah dibandingkan golongan umur lain, mungkin disebabkan anak balita relatif lebih sedikit tercemar infeksi.Penderita askariasis termuda adalah bayi umur 16 minggu. Dengan bertambahnya umur prevalensi juga meningkat. Prevalensi askariasis pada bayi 0-1 tahun adalah 82,8% sedangkan pada anak 1-2 tahun adalah 100% (Elmi et al., 2004). Prevalensi pada anak umumnya masih tinggi, di Jakarta ascariasis pada anak SD 31-86,9%, di bagian ilmu kesehatan anak RS Tembakau Deli dan Rumah Sakit Pirngadi Medan Ascariasis 55,8% Trichuriasis 52% dan cacing Tambang 7,4% (Elmi et al., 2004).Prevalensi kecacingan yang berhubungan dengan perbedaan daerah penelitian yaitu antara daerah pedesaan dan perkotaan telah diteliti pada 2 SD di Depok. Ternyata prevalensi askariasis lebih tinggi di pedesaan yaitu 66% dibandingkan di daerah perkotaan 19%. Intensitas Intensitas infeksi askariasis juga terlihat lebih berat di daerah pedesaan yaitu dengan RTPG (rata-rata telur pergram tinja) 12.803 dibandingkan di daerah perkotaan 4.878.

12) Bagaimana pengobatan untuk penderita Ascariasis ?Jawab:Pemilihan obat cacing untuk pengobatan massal harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :a. Mudah diterima di masyarakat.b. Mempunyai efek samping yang minimum.c. Bersifat polivalen sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing.d. Harganya murah (terjangkau).Obat yang paling direkomendasikan dari WHO adalah mebendazole, albendazole, levamisol dan pirantel pamoatJenis pengobatan penyakit Cacingan ada dua macam yaitu pengobatan massal dan pengobatan selektif.

1) Pengobatan Massal (Blanket Treatment)a) Blanket Mass TreatmentSuatu jenis pengobatan yang dilakukan secara menyeluruh kepada seluruh penduduk yang menjadi sasaran program. Blanket Treatment dilakukan bila sarana dan prasarana laboratorium tidak ada/tidak memadai atau ada sarana laboratorium tapi kondisi geografis menyulitkan pengumpulan sampel tinja, pengobatan massal ini dapat dilakukan sampai 3 tahun tanpa survei evaluasi. Daerah yang melaksanakan sistem Blanket, agar diikuti dengan kegiatan penyuluhan tentang hidup bersih dan memperbaiki sanitasi lingkungan di wilayah tersebut. Disamping itu agar diupayakan meningkatkan SDM dan sarana laboratorium untuk menunjang kemampuan pemeriksaan tinja, dengan harapan suatu saat mampu melaksanakan pengobatan selektif di wilayahnya. Selain itu pengobatan massal dilakukan apabila di daerah sasaran pernah mempunyai prevalensi 30 % atau lebih.b) Selective Mass TreatmentPengobatan yang dilakukan terhadap penduduk yang menjadi sasaran program, tetapi hanya kepada penduduk yang hasil pemeriksaan tinjanya positif. Hal ini dilakukan pada daerah yang mempunyai sarana dan prasarana laboratorium yang memadai, karena pemeriksaan tinja harus dilakukan pada seluruh sasaran. Di samping itu kondisi geografis memungkinkan untuk pengumpulan sediaan tinja secara berkala. Pengobatan dilakukan secara berurutan (satu per satu) dan harus diminum didepan petugas (tidak boleh dibawa pulang).

2) Pengobatan Selektif (Selective Treatment)Pengobatan dilakukan di sarana kesehatan bagi penderita yang datang berobat sendiri dan hasil pemeriksaan mikroskopik tinja positif atau hasil pemeriksaan klinis dinyatakan positif menderita Cacingan.

Kontra Indikasi Pemberian ObatDalam pelaksanaan pengobatan ada beberapa kontra indikasi terhadap beberapa jenis obat yang diberikan adalah sebagai berikut :a) Pyrantel pamoate : demam, hamil trismester I, umur di bawah 4 bulan.b) Mebendazol : demam, hamil trismester I, umur di bawah 5 tahunc) Albendazole : demam, hamil trismester I, umur di bawah 5 tahun.Pengobatan dapat ditunda bila terdapat salah satu indikasi di atas.

Levamisol hidrokhloritLevamisol hidrokhlorit merupakan isomer dari tetramisol. Obat ini digunakan pada pengobatan infeksi nematoda usus. Dosis tinggi levamisol efektif mengobati ascariasis (90%) dan sedikit berperan dalam melawan infeksi cacing tambang. Obat ini bekerja dengan meningkatkan frekuensi aksi potensial dan menghambat transmisi neuromuskular cacing, sehingga cacing berkontraksi diikuti dengan paralisis tonik, kemudian mati (Csaky & Barnes, 1984; Girdwood, 1984; Sukarban dan Santoso, 2001).Pada pemberian oral, levamisol diserap dengan cepat dan sempurna. Kadar puncak tercapai dalam waktu 1-2 jam sesudah pemberian dosis tunggal. Dalam waktu 24 jam, 60% obat dieksresikan bersama urin sebagai metabolit. Dosis rendah levamisol hanya menyebabkan efek samping ringan pada saluran cerna dan SSP. Pemakaian untuk waktu yang lama dengan dosis tinggi dapat menimbulkan efek samping berupa reaksi alergi (rash), neutropenia, dan Flu-like syndrome. Tetapi pemakaian dosis tunggal secara oral 3 mg/kgbb cukup aman danjarang menimbulkan efek samping (Csaky & Barnes, 1984; Girdwood, 1984; Sukarban dan Santoso, 2001)Levamisol tersedia sebagai tablet 25, 40, dan 50 mg yang dapat diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb. Pada ascariasis, penderita yang berat badannya lebih dari 40 kg diberikan dosis tunggal 50-150 mg, anak dengan berat badan 10-19 kg diberikan dosis tunggal 50 mg dan 100 mg bagi anak yang mempunyai berat badan 20-39 kg (Sukarban dan Santoso, 2001; Tjay dan Rahardja, 2002).

MebendazolHal yang berbeda dengan obat cacing sebelumnya, mebendazol dikatakan dapat bekerja pada semua stadium nematoda usus (Abadi, 1985; Pasaribu, 1989; Chan,1992). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat efikasi mebendazol ini seperti Abadi (1985) pada pemberian mebendazol 500 mg dosis tunggal mendapat Angka Penyembuhan 93,4%, 77,6%, dan 91,1% untuk A.lumbricoides, T.trichiura, dan cacing tambang. Adapun pada penelitian yang dilakukan oleh Albanico, dkk (2003), mendapatkan Angka Penyembuhan terhadap Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang dengan pemberian mebendazol 500 mg dosis tunggal masing-masing 96,5%, 23%, dan 7,6%.Mebendazol banyak digunakan sebagai monoterapi untuk pengobatan massal terhadap penyakit kecacingan dan juga pada infeksi campuran dua atau lebih cacing. Obat ini bekerja sebagai vermicid, larvicid dan juga ovicid. Walaupun mebendazol merupakan derivat dari kelompok yang sama dengan senyawa seperti tiabendazol, mekanisme kerja dan farmakologi keduanya sedikit berbeda. Mebendazol menyebabkan kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing. Obat ini juga menghambat sintesis mikrotubulus nematoda yang mengakibatkan gangguan pada mitosis dan pengambilan glukosa secara irreversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen pada cacing, dan kemudian cacing akan mati secara perlahan-lahan. Mebendazol juga menimbulkan sterilitas pada telur cacing T.trichiura, cacing tambang dan A. lumbricoides sehingga telur ini gagal berkembang menjadi larva. Tetapi larva yang sudah matang tidak dapat dipengaruhi oleh mebendazol (Pasaribu, 1989; Goldsmith, 1998; Sukarban dan Santoso, 2001).Mebendazol merupakan antelmintik broadspektrum yang sangat efektif terhadap cacing gelang, kremi, cambuk dan tambang. Nama kimianya ialah N-(5-benzoil-2-benzimidazolil) karbamat dengan rumus kimia sebagai berikut:Gambar 6. Struktur kimia mebendazol(Sumber : Csaky & Barnes, 1984)Penyerapan mebendazol dari usus setelah pemberian secara oral kurang dari 10%. Obat yang diabsorbsi 90% berikatan dengan protein. Bioavailabilitas sistemik yang rendah dari mebendazol merupakan dampak dari absorbsinya yang buruk dan mengalami first pass hepatic metabolism yang cepat. Dieksresi terutama lewat urin dalam bentuk utuh dan metabolit dekarboksilasi dalam tempo 48 jam. Mebendazol merupakan bentuk obat yang lebih aktif dibandingkan dengan metabolitnya. Absorbsi ditingkatkan bila obat diberikan bersama makanan berlemak (Goodman, L.S. & Gilman, A , 1996; Goldsmith, 1998; Sukarban dan Santoso, 2001).Mebendazol merupakan obat yang aman, efek samping berupa gangguan saluran cerna seperti sakit perut dan diare jarang terjadi. Efek samping mebendazol dosis tinggi berupa reaksi alergi, alopecia, neutropenia reversible, agranulocytosis, dan hypospermia jarang dijumpai. Obat ini tidak dianjurkan digunakan pada ibu hamil karena memiliki sifat teratogenik yang potensial dan bagi anak usia dibawah dua tahun. Pemberian obat ini pada pasien yang mempunyai riwayat alergi sebelumnya tidak dianjurkan (Goodman, L.S. & Gilman, A, 1996; Tjay dan Rahardja, 2002).Mebendazol biasanya diminum secara oral, dosisnya sama pada dewasa dan anak yang berusia lebih dari 2 tahun. Pada pengobatan ascariasis, trichuriasis dan infeksi cacing tambang, 100 mg obat diminum pada pagi dan malam hari selama 3 hari berturut-turut atau dengan dosis tunggal 500 mg dan tidak memerlukan pencahar. Apabila belum sembuh, dosis ini dapat diulang 3 minggu kemudian (Goodman, L.S. & Gilman, A, 1996; Sukarban dan Santoso, 2001; WHO, 2003).

Herbal:Di Indonesia terdapat banyak obat-obatan tradisional yang digunakan untuk pengobatan penyakit cacingan di antaranya adalah bawang putih (Allium Sativum Linn.) (Wijayakusuma, 2000). Dalam penelitian sebelumnya yang menggunakan seduhan bawang putih terhadap cacing Ascaridia galli sudah menunjukkan adanya efek anthelmintik dengan seduhan konsentrasi 5% didapatkan kematian 100% pada jam ke-12, konsentrasi 10% kematian 100% didapatkan pada jam ke-12, konsentrasi 15% kematian 100% didapatkan pada jam ke-8, konsentrasi 20% kematian 100% didapatkan pada jam ke- 4. Maka dari itu peneliti mencoba melakukan penelitian menggunakan infusa bawang putih yang mana penyariannya lebih baik daripada seduhan dengan menggunakan cacing Ascaris suum sebagai hewan uji apakah ada efek anthelmintiknya.Penelitian ini akan meneliti tentang daya anthelmintik infusa bawang putih (Allium sativum Linn.) terhadap cacing gelang babi secara in vitro. Cacing gelang yang digunakan di sini adalah Ascaris suum. Ascaris suum merupakan cacing gelang yang hidup di usus halus babi sehingga mudah untuk mendapatkannya. Hal ini karena kesukaran dalam mendapatkan Ascaris lumbricoides dalam keadaan hidup dari penderita, karena untuk mengeluarkan dari tubuh penderita harus dengan pemberian obat cacing dan biasanya cacing sudah mati. Begitu juga dengan penggunaan bawangputih sebagai bahan uji anthelmintik dikarenakan masyarakat Indonesia untuk manfaat bawang putih sudah tidak asing lagi terutama dalam penggunaan bumbu masak, maka dari itu bawang putih mudah ditemukan dan diterima oleh masyarakat sebagai pengganti obat cacing yang lebih mahal harganya.Pirantel pamoat memiliki efek anthelmintik yang baik, akan tetapi obat ini tidak diperbolehkan pada wanita hamil anak-anak usia di bawah 2 tahun dan orang yang mengalami gangguan hati, berbeda dengan bawang putih yang aman dikonsumsi oleh wanita hamil serta anak-anak usia di bawah 2 tahun. Maka dari itu peneliti menggunakan bawang putih sebagai bahan pengganti obat anthelmintik pirantel pamoat.

13) Bagaimana cara pemeriksaan untuk Ascariasis ?Jawab:1. Pemeriksaan mikroskopik yaitu dengan mengidentifikasi telur pada feses, dapat menggunakan:a. Teknik Flotacb. Teknik McMastersc. Teknik Kato-Katz2. Adanya cacing ascariasis keluar bersama muntah atau tinja penderita3. Pemeriksaan serologis

Cara Pembagian dan Pengumpulan Tinjaa) Sebelum pot tinja dibagi perlu dilakukan wawancara tentang pengetahuan Cacingan, kebiasaan hidup sehat dengan menggunakan kuesioner pengetahuan murid sekolah dasar atau responden.b) Setelah wawancara, responden dibagikan pot tinja yang telah diberi kode sesuai dengan kode yang tertulis pada kuesioner pengetahuan murid sekolah dasar. Bila sasarannya masyarakat maka kode yang dicantumkan ditambah alamat lengkap, desa RT dan RW. Pot tersebut diisi dengan tinjanya sendiri dan dikumpulkan pada keesokan harinya.c) Jumlah tinja yang dimasukkan ke dalam pot / kantong plastik sekitar 100 mg (sebesar kelereng atau ibu jari tangan).d) Spesimen harus segera diperiksa pada hari yang sama, sebab jika tidak telur cacing tambang akan rusak atau menetas menjadi larva. Jika tidak memungkinkan tinja harus diberi formalin 5-10% sampai terendam.

Metode Pemeriksaan Kato-Katza) Cara Membuat Larutan Kato: Yang dimaksud dengan Larutan Kato adalah cairan yang dipakai untuk merendam/memulas selofan (cellophane tape) dalam pemeriksaan tinja terhadap telur cacing menurut modifikasi teknik Kato dan Kato-Katz.

1) Untuk membuat Larutan Kato diperlukan campuran dengan perbandingan: Aquadest 100 bagian, Glycerin 100 bagian dan Larutan malachite green 3% sebanyak 1 bagian.2) Timbang malachite green sebanyak 3 gram, masukkan ke dalam botol/beker glass dan tambahkan aquadest 100 cc sedikit demi sedikit lalu aduk/kocok sehingga homogen, maka akan diperoleh larutan malchite green 3%.3) Masukkan 100 cc aquadest ke dalam Waskom plastik kecil, lalu tambahkan 100 cc glycerin sedikit demi sedikit dan tambahkan 1 cc larutan malachite green 3%, lalu aduk sampai homogen. Maka akan didapatkan Larutan Kato 201 cc.

b) Cara merendam / memulas selofan (cellophane tape)1) Buatlah bingkai kayu segi empat sesuai dengan ukuran Waskom plastik kecil. Contoh: Misal bingkai untuk foto2) Libatkan / lilitkan selofan pada bingkai tersebut.3) Rendamlah selama + 18 jam dalam Larutan Kato.4) Pada waktu akan dipakai, guntinglah selofan yang sudah direndam sepanjang 3 cm.

c) Cara Pemeriksaan Kualitatif (modifikasi teknik Kato)Hasil pemeriksaan tinja kualitatif berupa positif atau negatif cacingan. Prevalensi cacingan dapat berupa prevalensi seluruh jenis cacing atau per jenis cacing.(1) Cara Membuat Preparat(a) Pakailah sarung tangan untuk mengurangi kemungkinan infeksi berbagai penyakit.(b) Tulislah Nomor Kode pada gelas objek dengan spidol sesuai dengan yang tertulis di pot tinja.(c) Ambillah tinja dengan lidi sebesar kacang hijau, dan letakkan di atas gelas obyek.(d) Tutup dengan selofan yang sudah direndam dalam larutan Kato, dan ratakan tinja di bawah selofan dengan tutup botol karet atau gelas obyek.(e) Biarkan sediaan selama 20-30 menit.(f) Periksa dengan pembesaran lemah 100 x (obyektif 10 x dan okuler 10 x), bila diperlukan dapat dibesarkan 400 x (obyektif 40 x dan okuler 10 x).(g) Hasil pemeriksaan tinja berupa positif atau negatif tiap jenis telur cacing.

(2) Cara Menghitung Prevalensi(a) Prevalensi Seluruh Cacing = Jumlah specimen positif telur minimal 1 jenis cacing x 100% Jumlah specimen yang diperiksa(b) Prevalensi Cacing GelangJumlah specimen positif telur cacing gelang x 100% Jumlah specimen yang diperiksa(c) Prevalensi Cacing CambukJumlah specimen positif telur cacing cambuk x 100% Jumlah specimen yang diperiksa(d) Prevalensi Cacing TambangJumlah specimen positif telur cacing tambang x 100% Jumlah specimen yang diperiksad) Cara Pemeriksaan KuantitatifPemeriksaan kuantitatif diperlukan untuk menentukan intensitas infeksi atau berat ringannya penyakit dengan mengetahui jumlah telur per gram tinja (EPG) pada setiap jenis cacing.

(1) Cara Membuat Preparat(a) Saringlah tinja menggunakan kawat saring.(b) Letakkan karton yang berlubang di atas slide kemudian masukkan tinja yang sudah di saring pada lubang tersebut.(c) Ambillah karton berlubang tersebut dan tutuplah tinja dengan selofan yang sudahdirendam dalam larutan Kato.(d) Ratakan dengan tutup botol karet hingga merata. Diamkan kurang lebih sediaan selama 20 30 menit.(e) Periksa di bawah mikroskop dan hitung jumlah telur yang ada pada sediaan tersebut.

(2) Cara Menghitung TelurHasil pemeriksaan tinja secara kuantitatif merupakan intensitas infeksi, yaitu jumlah telur per gram tinja (Egg Per Gram/EPG) tiap jenis cacing.(a) Intensitas Cacing Gelang = Jumlah telur cacing gelang x 1000/R Jumlah specimen positif telur Cacing Gelang(b) Intensitas Cacing Cambuk = Jumlah telur cacing cambuk x 1000/R Jumlah specimen positif telur Cacing Cambuk(c) Intensitas Cacing Tambang = Jumlah telur cacing tambang x 1000/R Jumlah specimen positif telur Cacing Tambang

Ket : R = berat tinja sesuai ukuran lubang karton (mg).Untuk program cacingan adalah 40 mg.

Klasifikasi Intensitas InfeksiKlasifikasi intensitas infeksi merupakan angka serangan dari masing-masing jenis cacing. Klasifikasi tersebut digolongkan menjadi tiga, yaitu ringan, sedang dan berat. Intensitas infeksi menurut jenis cacing dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 1 - Klasifikasi Intensitas Infeksi Menurut Jenis Cacing

e) Pembuangan Limbah Laboratorium(1) Wadah dari kertas, plastik, stik/lidi diberi desinfektan (sodium hipoklorit) kemudian dibakar.(2) Wadah dari gelas/kaca atau metal ditambahkan formalin 10%, diamkan 1 jam atau lebih kemudian cuci dengan air bersih.(3) Kaca objek bekas pakai direndam dalam larutan yang diberi desinfektan selama kurang lebih 1 jam, kemudian cuci dengan air bersih. Gunakan lidi untuk melepas kaca penutup (cover glass).

f) Pencatatan Hasil PemeriksaanHasil pengumpulan data tentang pengetahuan murid dan hasil pemeriksaan laboratorium direkap dengan menggunakan formulir tertentu (Form 1, 2 dan 3).

14) Jelaskan siklus hidup dari A. lumbricoides ?Jawab:Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan menetas dan melepaskan larva infektif (larva rhabditiform) dan kemudian menembus dinding usus masuk kedalam vena portae hati, mengikuti aliran darah masuk kejantung kanan dan selanjutnya keparu-paru dengan masa migrasi berlangsung selama 1 7 hari. Larva tumbuh didalam paru-paru dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke esopagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglotis masuk kedalam traktus digestivus dan berakhir sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan bersama tinja. Siklus hidup cacing ini mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif. Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, di mana telur tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat infektif. Telur-telur ini tahan terhadap pengaruh cuaca buruk, berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena infeksi secara terus menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Apabila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacingascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit (Soedarto, 1991).

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanB. SaranGuna menyempurnakan makalah ini, diharapkan adanya kerja sama dan sistem kerja yang lebih baik dari setiap anggota yang berperan dalam BBM yang dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Cacingan. Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan, Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006. 2. Restian Rudy Oktavianto. 2009. Uji Daya Anthelmintik Infusa Bawang Putih (Allium Sativum Linn.) Terhadap Cacing Gelang Babi (Ascaris Suum) Secara In Vitro. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.3. Yohandromeda Syamsu. 2010. Ascariasis, Respons IgE Dan Upaya Penanggulangannya. Program Studi Imunologi Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga.4. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh Di Wilayah DKI Jakarta, Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 (2), 2008: 769 774.5. Rasmaliah. 1996. Askariasis sebagai Penyakit Cacing yang Perlu Diingat Kembali. FKM Universitas Sumatera Utara.6. Vercruysse J. 2008. Monitoring Antihelmintic Efficacy for Soil Transmitted Helminths (STH). World Health Organization.7. Rapengan TH, IR Laurentz. 1993. Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta: EGC.8. Chin James. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia.9. Suwandi, Tjahjani S., Hidayat M. Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol 500 Mg Terhadap Trikuriasis Pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung Dan Cicadas, Bandung Timur. Julia Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha10. Sugono D. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 4. Jakarta: pusat bahasa departemen pendidikan kesehatan nasional.11. NANDA Interbational. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.12. Bulecheck, Gloria M, et all. 2008. Nursing intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA: Mosbie Elsevier.13. Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. USA: Mosbie Elsevier.