bab i

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi empedu. Kolestasis terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati. Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis neonatal, obstruksi mekanik dan sindroma paucity saluran empedu intrahepatal. 1,2,3 Kolestasis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berhentinya aliran duktus empedu. Kolestasis didefinisikan sebagai penurunan aliran duktus empedu dan akumulasi abnormal dari bilirubin terkonjugasi yang menunjukkan terganggunya fungsi hepatobilier. Kolestasis bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu sindroma yang etiologinya bermacam-macam mulai dari pembentukan empedu di hepatosit, transport keluar dari hepatosit, saluran empedu intrahepatik dan saluran empedu ekstrahepatik sampai muara keluar di duodenum. 4,5,6 Angka kejadian kolestasis cukup sering ditemukan pada bayi. Secara umum insidensi kolestasis kurang lebih 1:2500 kelahiran hidup. Mieli-Vergani dkk, melaporkan, kolestasis intrahepatik pada bayi sebanyak 675 (62%) dari 1086 bayi dengan kolestasis yang dirujuk ke RS King’s College selama 20 tahun (1970-1990). Di Subdivisi Hepatologi Anak FKUI/RSCM, dalam kurun waktu 2 tahun (2002-2003) telah dirawat sebanyak 119 (73%) kasus kolestasis intrahepatik dari 162 kasus kolestasis pada bayi. 6 Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004, dari 19.270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita neonatal kolestasis dengan etiologi hepatitis neonatal sebanyak 68 bayi (70,8%), atresia bilier 9 bayi (9,4%), kista duktus koledukus 5 bayi (5,2%), kista hati 1 bayi (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 bayi (1,04%). 1 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab utama ikterik kolestasis pada neonatus adalah hepatitis neonatal dan atresia biliaris. Ikterik kolestasis harus bisa dibedakan dengan ikterik non kolestasis karena membutuhkan penanganan segera untuk memperkecil komplikasi. Kelainan ini

Upload: dewii-yuliiana

Post on 16-Sep-2015

61 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

kolestasis

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSalah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi empedu. Kolestasis terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati. Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis neonatal, obstruksi mekanik dan sindroma paucity saluran empedu intrahepatal.1,2,3Kolestasis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berhentinya aliran duktus empedu. Kolestasis didefinisikan sebagai penurunan aliran duktus empedu dan akumulasi abnormal dari bilirubin terkonjugasi yang menunjukkan terganggunya fungsi hepatobilier. Kolestasis bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu sindroma yang etiologinya bermacam-macam mulai dari pembentukan empedu di hepatosit, transport keluar dari hepatosit, saluran empedu intrahepatik dan saluran empedu ekstrahepatik sampai muara keluar di duodenum. 4,5,6Angka kejadian kolestasis cukup sering ditemukan pada bayi. Secara umum insidensi kolestasis kurang lebih 1:2500 kelahiran hidup. Mieli-Vergani dkk, melaporkan, kolestasis intrahepatik pada bayi sebanyak 675 (62%) dari 1086 bayi dengan kolestasis yang dirujuk ke RS Kings College selama 20 tahun (1970-1990). Di Subdivisi Hepatologi Anak FKUI/RSCM, dalam kurun waktu 2 tahun (2002-2003) telah dirawat sebanyak 119 (73%) kasus kolestasis intrahepatik dari 162 kasus kolestasis pada bayi.6 Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004, dari 19.270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita neonatal kolestasis dengan etiologi hepatitis neonatal sebanyak 68 bayi (70,8%), atresia bilier 9 bayi (9,4%), kista duktus koledukus 5 bayi (5,2%), kista hati 1 bayi (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 bayi (1,04%).1Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab utama ikterik kolestasis pada neonatus adalah hepatitis neonatal dan atresia biliaris. Ikterik kolestasis harus bisa dibedakan dengan ikterik non kolestasis karena membutuhkan penanganan segera untuk memperkecil komplikasi. Kelainan ini dapat ditangani dengan tindakan operasi yang harus dilakukan secepatnya karena jika operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup selama 3 tahun hanya berkisar 10% dan rata - rata meninggal pada usia 12 bulan.7 Oleh karena itu, pendekatan sistematik sangat bermanfaat untuk mengetahui diagnosis dengan cepat. Sehingga, jika pengobatan tidak tersedia atau tidak efektif, bayi yang sudah didiagnosis dengan tepat dapat diberikan terapi suportif berupa pemberian nutrisi yang optimal dan tatalaksana komplikasi. Tindakan tersebut akan menghasilkan prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan terapi yang diberikan pada bayi yang terlambat didiagnosis. 4,8Oleh karena itu, penulis tertarik membahas diagnosis dini dan tatalaksana kolestasis pada neonatus.1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas mengenai yaitu definisi kolestasis, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klini, diagnosis, tatalaksana dan pencegahan kolestasis pada bayi dan anak.1.3 Tujuan PenulisanReferat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca pada umumnya dan penulis khususnya mengenai kolestasis pada bayi dan anak serta memenuhi persyaratan senior clerkship di ilmu kesehatan anak.1.4 Metode PenulisanReferat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.1.5 Manfaat Penulisan Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang kolestasis pada bayi dan anak.BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi Sistem HepatobilierHati merupakan kelenjar terbesar tubuh yang terletak dibagian atas rongga abdomen sebelah kanan dibawah diafragma (hipokondrium kanan). Hati berwarna merah coklat (merah hati), terbagi dalam 2 lobus yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak dibawah diafragma. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transfersum. Hati merupakan organ hemopoesis maturitiGambar 1. Anatomi Hati ( Anterior )Gambar 2. Anatomi Hati ( Posterior )Kandung empedu merupakan kantong otot kecil berbentuk seperti terong, berfungsi untuk menyimpan empedu (cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati). Kandung empedu terletak didalam sebuah lekukan disebelah permukaan bawah hati, sampai di pinggiran depannya. Panjang kandung empedu sekitar 8 cm 12 cm, terdiri dari fundus, korpus, dan infundibulum. Empedu mengalir melalui duktus hepatikus kiri dan kanan lalu bergabung membentuk duktus hepatikus utama. Kemudian duktus hepatikus utama bergabung dengan saluran kandung empedu (duktus sistikus). Duktus sistikus membentuk saluran empedu utama. Saluran empedu utama masuk ke dalam usus bagian atas pada sfingter oddi yang terletak beberapa sentimeter dibawah lambung. Dari duktus sistikus2.2 DEFINISI Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkan terganggunya sekresi berbagai substansi yang seharusnya disekresikan ke dalam duodenum, sehingga menyebabkan tertahannya bahan-bahan atau substansi tersebut di dalam hati dan menimbulkan kerusakan hepatosit. Parameter yang banyak digunakan adalah kadar bilirubin direk >1mg/dL bila bilirubin total 20% dari kadar bilirubin total bila kadarbilirubin total >5mg/dL.6Kolestasis neonatal adalah gangguan pada saluran empedu atau aliran empedu yang menyebabkan akumulasi komponen-komponen empedu (bilirubin, asam empedu, dan koleterol) dalam darah dan jaringan ekstrahepatik. Pada koletasis neonatal akan terjadi peningkatan berkepanjangan level serum bilirubin terkonjugasi (> 2 mg/dl atau > 20% dari total bilirubin) dalam 14 hari pertama kehidupan.9,10Berdasarkan etiologinya, kolestasis neonatal terbagi dua yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik Kolestasis intrahepatik adalah sindrom klinik yang terjadi akibat hambatan aliran empedu di dalam hati, disebut juga sebagai kolestasis hepatoselular. Kolestasis ektrahepatik adalah gangguan aliran empedu yang disebabkan oleh kondisi ekstrahepatik seperti atresia biliaris ekstrahepatik, kista koledukus, stenosis duktus biliaris, kolelitiasi, dan lain sebagainya. Kolestasis pada bayi biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan disebut juga sebagai sindrom hepatitis neonatal.6,112.3 EPIDEMIOLOGI Angka kejadian kolestasis cukup sering ditemukan pada bayi. Secara umum insidensi kolestasis kurang lebih 1:2500 kelahiran hidup Mieli-Vergani dkk, melaporkan, kolestasis intrahepatik pada bayi sebanyak 675 (62%) dari 1086 bayi dengan kolestasis yang dirujuk ke RS Kings College selama 20 tahun (1970-1990).1,6 Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 terdapat 19.270 pasien rawat inap, diantaranya 96 pasien dengan neonatal kolestasis. Pada periode Januari sampai dengan Desember 2003 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM tercatat 99 pasien dengan kolestasis, 68 di antaranya dengan kolestasis intrahepatik.1,122.4 ETIOLOGI Penyebab tersering kuning kolestasis pada neonatus adalah atresia bilier dan hepatitis neonatus. Kasus-kasus lain disebabkan oleh etiologi yang bervariasi, termasuk sumbatan hepatik dari batu saluran empedu atau kista koledukus; gangguan metabolik seperti tirosinemia, galaktosemia, dan hipotirodisme; kelainan metabolisme asam empedu neonatus; sindrom Alagille; infeksi sepsis; dan abnormalitas lain yang belum diketahui yang bisa menyebabkan obstruksi mekanik aliran empedu atau menyebabkan kelainan fungsi ekskresi hepar dan sekresi empedu.8, 9,13,14Kolestasis pada anak yang sudah melewati masa neonatus paling banyak disebabkan oleh hepatitis virus akut. Banyak keadaan yang menyebabkan kolestasis neonatal juga menyebabkan koletasis kronik pada anak yang lebih besar. 9,15Tabel 2.1. Penyebab tersering kolestasis pada bayi usia kurang dari 2 bulan 8Kolestasis obstruksiAtresia bilierKista koledokusEndapan empedu atau batu empeduSindrom AlagilleEmpedu yang mengentalFibrosis KistikKolangitis sklerosis neonatalCarolis disease/fibrosis hepatic congenitalKolestatis HepatalHepatitis Neonatal IdiopatikInfeksi Virus Sitomegalovirus HIVInfeksi Virus Infeksi Saluran Kemih Sepsis SifilisKelainan Genetik Defisiensi Alfa-1 Antitripsin Tyrosinemia Galaktosemia Hipotiroidisme Fibrosis Kistik PanhipopituitarismeToksik / Penyebab sekunder Kolestasis terkait nutrisi parenteralSecara etiologis, kolestasis dibedakan menjadi dua yaitu kolestasis ekstrahepatik dan kolestasis intrahepatik.Tabel 2.2. Penyebab utama kolestasis ekstra dan intrahepatal pada bayi 16Penyebab Ekstrahepatal Atresia Biliar Ekstrahepatal Kista Koleduktus Stenosis pada Duktus BiliarisPenyebab Intrahepatal Hepatitis Neonatal Idiopatik Hipoplasia Duktus Interlobular (Sindroma Alagille)Penyakit Metabolik Tirosinemia Galaktosemia Intoleransi Fruktosa Herediter Deffisiensi Alfa-1 Antitripsin Fibrosis kistik HipopituitarismPenyakit Infeksi Sitomegalovirus, herpes, HIC, Hepatitis B, Toxoplasmosis, Sifilis, Tuberkulosis, ListeriosisToksik Nutrisi Parenteral Sepsis Infeksi saluran kemih2.5 PATOFISIOLOGI1,10 2.5.1 Metabolism BilirubinBilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin di system retikuloendotelial. Hemoglobin akan dipecah menjadi hem dan globin. Globin akan didegradasi menjadi asam amino dan kembali ke sirkulasi, sedangkan hem akan dioksidasi oleh enzim hem oksigenase menjadi biliverdin, Fe, dan karbonmonoksida. Setelah itu, biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin indirek atau bilirubin tak terkonjugasi oleh enzim biliverdin reduktase . semua proses tersebut terjadi di limpa. Bilirubin indirek kemudian dibawa ke hati melalui aliran darah. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air, maka dibutuhkan ikatan dengan albumin.

Diagram Metabolisme Bilirubin (neonatologi, modul patofis)Bilirubin indirek akan diambil oleh protein Y yang ada di hepatosit hepar, kemudian dikonjugasikan dengan asam glukoronat oleh enzim glukoronil transferase sehingga terbentuk bilirubin direk/terkonjugasi yang bersifat larut dalam air. Bilirubin direk dikeluarkan bersama dengan empedu melalui membrane hepatosit, saluran empedu intrahepatal dan ekstrahepatal. Apabila terjadi gangguan transport, terjadilah suatu keadaan hiperbilirubinemia direk/kolestasis. Bilirubin direk kemudian juga diekskresikan ke usus melalui system bilier.Gambar 3. Anatomi Kandung EmpeduOleh bakteri usus bilirubin direk akan diubah menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen akan dioksidasi menjadi sterkobilin dan dikeluarkan bersama feses. Sisanya akan direabsorbsi oleh sel-sel usus, kemudian dibawa ke hepar dan dire-ekskresi lagi ke usus, yang dikenal sebgai siklus enterohepatik serta dibawa ke ginjal dan dioksidasi menjadi urobilin yang kemudian diekskresi ke urin.Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedangkan bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu.Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGT yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu.Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi. 2.5.2 Perubahan fungsi hati pada kolestasis Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:A. Proses transpor hatiProses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.1B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksikPada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan terganggu.C. Sintesis proteinSintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.D. Metabolisme asam empedu dan kolesterolKadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi asam empedu sehingga aktifitas hidrofopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.E. Gangguan pada metabolisme logamTerjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.F. Metabolisme cysteinyl leucotrienesCysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.G. Mekanisme kerusakan hati sekunder1. Asam empeduTerutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu. Sistim transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.1,111. Proses imunologisPada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier.1,17Kerusakan dari sel parenkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan kedalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan regurgitasi. Penyumbutan duktus biliaris yang kecil intrahepatal akan menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis intrahepatal disertai dengan obstruksi mekanis didaerah ekstrahepatal. Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan oleh batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini biasanya tidak terjadi hiper bilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik.17Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena porta akan menyebabkan invasi kedinding kandung empedu dan traktus biliaris. Pada kolestasis intrahepatik biayanya terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestasis dan hepatitis). Kolestatik ekstrahepatik disebabkan gangguan aliran empedu ke dalam usus halus sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah.172.6 MANIFESTASI KLINISDiagram 1. Manifestasi klinis kolestasis1 Penelitian oleh Satrio Wibowo (2012), didapatkan pada karakteristik data dasar, hasil penelitian, menunjukkan tidak adanya perbedaan pada rasio jenis kelamin dan lama kehamilan, antara kelompok intrahepatal dan ekstrahepatal. Gambaran klinis ikterus, edema dan asites tidak berbeda antara kedua grup. Warna tinja akolis lebih sering pada kasus kolestasis ekstrahepatal. Fakta bahwa warna tinja akolis lebih sering terjadi pada kelompok kolestasis ekstrahepatal sesuai dengan patofisiologi bahwa terjadi sumbatan aliran empedu menuju lumen usus, sehingga tidak terjadi pewarnaan kuning pada tinja.182.7 DIAGNOSIS Cholestasis Guideline Committee merekomendasikan bahwa setiap bayi yang mengalami kuning pada usia 2 mingu harus dievaluasi kolestasis dengan memeriksa serum bilirubin total dan direk. Meskipun demikian, bayi yang menyusui aktif , tidak ada keluhan lain seperti tidak ada urin pekat, feses akolik , dan dengan pemeriksaan fisik normal, dapat diminta untuk kembali saat usia 3 minggu. Jika kuning menetap, periksa serum bilirubin total dan direk saat bayi datang.8,19,20Tujuan evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.1,21

Tegakkan/singkirkan atresia biliaris

Klinis: keadaan umum tampak baik, berat badan lahir cukup, lebih sering bayi perempuan Warna fees akolik terus menerus atau pemeriksaan sterkobilin negatif berturut-turut Pemeriksaan biokimiawi hati: transaminase, GGT, tes fungsi hati USG (level of evidence I)- Melihat kontraksi kandung empedu: USG dilakukan 2 kali. Pertama, dalam keadaan puasa 12 jam. Kedua, 2 jam setelah minum susu. Kemudian dilihat apakah ada perbedaan ukuran untuk menyim[ulkan ada tidaknya kontraksi.- Melihat Triangular Cord Sign- Menyingkirkan kelainan anatomis lain seperti kista duktus koledukus.- Skintigrafi (level of evidence 1) : uptake isotop oleh hepatosit normal tetapi ekskresinya tertunda atau tidak diekskresi sama sekali.- Biopsy Hati (level of evidence 1) : gambaran fibrosis vena portal dengan proliferasi duktus biliaris

.

Diagram 2. Evaluasi bayi dengan kolestasis.6Diagram 3. Algoritma diagnosis pada neonatal dengan ikterus kolestasis (diagnosis dini)13 2.7.1 Anamnesis1,61. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai kolestasis2. Adanya penyakit hati dan saluran bilier.Hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir rendah. Sedangkan atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal1. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi 1-antitripsin).2. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau disertai tanda-tanda infeksi. Riwayat kehamilan dan kelahiran perlu ditanyakan. Riwayat obstetri ibu (infeksi TORCH, hepatitis B, dan infeksi lain), berat badan lahir (pada atresia bilaris biasanya didapatkan Sesuai Masa Kehamilan), infeksi intrapartum, morbiditas perinatal, dan riwayat pemberian nutrisi parenteral. 2.7.2 Pemeriksaan fisik1,6 Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain.Pemeriksaan fisik yang baik juga bisa membantu mengarahkan etiologi intra atau ekstrahepatik serta ada tidaknya komplikasi kolestasis, seperti diperlihatkan pada table 2.3 dan tabel 2.4.Tabel 2.3 Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan ekstrahepatik1Data klinisKolestasis EkstrahepatikKolestasisIntrahepatikKemaknaan(P)

Warna tinja selama dirawat- Pucat- Kuning79%21%26%74% 0.001

Berat lahir (gr)3226 45*2678 55* 0.001

Usia tinja akolik (hari)16 1.5*30 2* 0.001

Gambaran klinis hati Normal Hepatomegali**:Konsistensi normalKonsistensi padatKonsistensi keras131263244735476 0.001

Biopsi hati*** Fibrosis porta Proliferasi duktuler Trombus empedu intraportal94%86%63%47%30%1%

*MeanSD; **Jumlah pasien; ***Modifikasi Moyer

Tabel 2.4 Pemeriksaan fisik kolestasis6KelainanKemungkinan etiologi/komplikasi

WajahFasies DismorfikSindrom Alagille

MataKatarakInfeksi TORCH

ChoreoretinitisInfeksi TORCH

Posterior EmbryotoxonSindrom Alagille

ThoraksBising jantungSindrom AlagilleAtresia biliaris

AbdomenHepatomegali, atau sudah mengecil, mengeras berbenjol-benjolSudah terjadi sirosis

AsitesAda gangguan sintesis albumin

Vena kolateralPelacakan hipertensi portal

KulitIkterus, spider angioma, eritema palmaris, edemaSudah terjadi sirosis

Lain-lainFimosisKemungkinan ISK

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG1,61. Pemeriksaan Laboratorium 1. Tes faal hepar- TransaminaseTransaminase serum, alanine aminotransferase ( ALT ) dan aspartat aminotransferase ( AST ) merupakan tes yang dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan hepatoseluler karena tes ini spesifik untuk mendeteksi adanya nekrosis hepatosit.- Gamma Glutamyltransferase ( GGT )GGT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada epitel duktus biliaris dan hepatosit hati. Apabila dibandingkan dengan tes serum lain, GGT merupakan indikator yang paling sensitive untuk mendeteksi adanya penyakit hepatobilier. Kadar GGT tertinggi ditemukan pada obstruksi hepatobilier, tetapi pada kolestasis intrahepatik ( contohnya pada sindrom Alagille ) dapat dijumpai kadar ekstrim yang sangat tinggi.- Alkaline fosfatase ( AP )Peningkatan serum AP terjadi pada kolestasis, baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. Namun peningkatan abnormal enzim ini tidak dapat membedakan antara keduanya. Pada anak yang dalam masa tumbuh kembang, terjadi peningkatan serum AP yang disebabkan oleh influks isoenzim di tulang ke dalam serum. Oleh karena itu, penggunaan kadar serum AP dalam penilaian penyakit hati pada anak dalam pertumbuhan aktif kurang bermakna.1. Tes Fungsi Hepar- AlbuminPenurunan kadar albumin serum dapat disebabkan karena penurunan produksi akibat penyakit parenkim hati. Kadar albumin serum digunakan sebagai indikator utama kapasitas sintesis yang masih tersisa pada penyakit hati. Albumin memiliki half life yang panjang sehingga kadar albumin serum yang rendah sering digunakan sebagai indikator adanya penyakit kronis.- Lipid dan LipoproteinPeningkatan kadar kolesterol bebas dan fosfolipid yang ekstrim terjadi pada penyakit hati dengan gejala kolestasis. Hal ini disertai dengan munculnya LDL yang abnormal, yaitu lipoprotein X.- Faktor koagulasiSintesis factor II, VII, IX dan X tergantung pada suplai vitamin K. Sifat vitamin K larut lemak sehingga tidak diabsopsi dengan baik pada pasien kolestasis. Kapasitas penyimpanan vitamin K dihati sangat terbatas, maka apabila terjadi gangguan absorpsi maka PT dan PTT akan meningkat.1. 2. Foto Polos AbdomenPada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu atau di duktus kholedekus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen.1. 3. Ultrasonografi (USG)Pemeriksaan USG akan terlihat ada atau tidaknya pelebaran duktus biliaris intrahepatal atau ekstrahepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus obstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus billiaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double vessel, dan gambaran ini disebut double barrel gun sign atau sebagai paralel channel sign. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda membentuk shot gun sign. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi dan berkelok-kelok. Tanda triangular cord yaitu ditemukan adanya densitas ekogenik triangular atau tubular di kranial bifurcation vena porta sangat sentitif dan spesifik menunjukkan adanya atresia biliaris.Tabel 2.5. Pemeriksaan laboratorium pada kolestasis neonatal1Darah

Panel hati ( alanine transferase, asparte transaminase, alkaline posfatase, GGT, Bu, Bc )

Darah tepi

Faal Hemostasis

1 Antitrypsin dan phenotype

Kadar Asam Amino

Kadar asam empedu

Kultur Bakteri

RPR

Endokrin ( indeks tiroid )

Amonia

Glukosa

Indeks zat besi

Hepatitis B surface antigen

IgM total

Kultur Virus

Urine

Zat zat reduksi

Asam organic

Succinylatesone

Metabolit asam empedu

Kultur Bakteri

Kultur Virus ( CMV )

Tes keringat

Pencitraan

Ultrasound ( patensi saluran empedu, tumor, kista, parenkim hati )

Biopsi hati

Evaluasi Histologi

Mikroskop Elektron

Enzim dan analisa DNA

Kultur

1. Pemeriksaan dengan menggunakan stool cardMetode skrining menggunakan stool card dapat membatu dalam menegakkan diagnosis dini kolestasis akibat atresia biliaris.Gambar. 2.1 Stool card221. Pemeriksaan menggunakan sistem skoring TohokuPemeriksaan dengan sistem skoring dapat membantu dalam menegakkan diagnosis juga sekaligus sebagai skreening terhadap atresia bilier.Tabel 2.6 skoring tes atresia biliar menggunakan metode Tohoku 23TestScoreTestScore

Warna BAB waktu lahirCoklatKuning mudaAbu-abu-112Bilirubin direk (serum)8-202

Onset ikterik setelah 4 minggu-3SGOT>400SGPT >400-22

Bilirubin di feses (schimdt)(+)- Atau -11GTT8-12>1223

A-Globulin 19-313TTT5-10>1013

Globulin>1810-185-10/=5 menunjukan atresia biliarisBila skore 0 menunjukkan suatu sindrom hepatitis neonatal2.9 TATALAKSANA Tatalaksana kolestasis lebih difokuskan pada manajemen suportif yang bertujuan untuk mengobati komplikasi-komplikasi kronik kolestasis seperti pruritus, malabsorpsi, defisiensi nutrisi, dan hipertensi portal. Beberapa obat-obatan yang dipakai untuk tatalaksana koletasis dirangkum pada tabel.8,19Tabel 2.7 Pengobatan simtomatik pada kolestasis10IndikasiPengobatanDosisEfek samping / pertimbangan lain

KolestasisFenobarbital3-10 mg/kg/hariMengantuk, iritabilitas, mengganggu metabolisme vitamin D

Kolestiramin250-500 mg/kg/hariKonstipasi, asidosis, meningkatkan terjadinya steatorrhea

Asam ursodeoksikolik15-20 mg/kg/hariMeningkatkan pruritus

PruritusFenobarbital atau kolestiramin (atau keduanya)Sama seperti di atas

AntihistaminDifenhidraminHidroksizin hidroklorida5-10 mg/kg/hari2-5 mg/kg/hariMengantukMengantuk

Sinar ultraviolet BSesuai kebutuhanLuka bakar pada kulit

Carbamazepine20-40 mg/kg/hariHepatotoksisitas, supresi sumsum tulang, retensi cairan

Rifampisin10 mg/kg/hariHepatotoksisitas, supresi sumsum tulang

Asam ursodeoksikolik15-20 mg/kg/hariMeningkatkan pruritus

SteatorrheaFormula yang mengandung trigliserida rantai sedang (seperti: Pregestimil)120-150 kalori/kg/hari untuk bayiMahal

IndikasiPengobatanDosisEfek samping / pertimbangan lain

Malabsorpsi vitamin yang larut dalam lemakVitamin A5.000-25.000 U/hariHepatitis, pseudomotor cerebri, lesi tulang

Vitamin D2.000-6.000 U/hariHiperkalsemia, hiperkalsiuria

Vitamin E (oral)25-200 IU/kg/hariPotensi defisiensi vitamin K

Vitamin K (oral)2,5 mg 2x/minggu 5 mg/hari

Malabsorpsi nutrisi lainnyaVitamin multipel sampai 2 kali dosis standar

Kalsium25-100 mg/kg/hariHiperkalsemia, hiperkalsiuria

Fosfor25-50 mg/kg/hariIntoleransi gastrointestinal

Zink1 mg/kg/hariMengganggu absorpsi besi dan tembaga

Tujuan tatalaksana koletasis adalah:91. Memperbaiki aliran empedu2. Mengobati etiologi kolestasis dengan medikamentosaTabel 2.8 Tatalaksana spesifik pada beberapa penyebab sindrom hepatitis neonatal 8PenyebabTatalaksana Spesifik

Infeksi Toksoplasma Sitomegalovirus Herpes simpleks Sifilis Sepsis/infeksi bakteri lain TuberkulosisSpiramisinGancyclovir (bila berat)AcyclovirPenicillinAntibiotik yang sesuaiOAT (4 jenis tanpa ethambutol)

Toksik Nutrisi parenteral totalAsupan oral, metronidazol, ursodeoksikolat

1. Menstimulasi aliran empedu:~ Fenobarbital: sebagai antipruritus dan mengurangi ikterik.Mekanisme kerjanya yaitu meningkatkan aliran empedu dengan cara menginduksi enzim UDP-glukuronil transferase, sitokrom P-450 dan Na+K+ATP-ase.Efek sampingnya yaitu efek sedasi dan mengganggu metabolisme beberapa obat seperti vitamin D yang dapat mengeksaserbasi ricketsia, sehingga jarang dipakai pada bayi.~ Asam ursodeoksikolat: asam empedu tersier yang merupakan competitive binding terhadap asam empedu toksik, suplemen empedu untuk absorpsi lemak, sebagai hepatoprotektor karena dapat menstabilkan dan melindungi membran sel hati, dan sebagai bile flow inducer karena meningkatkan regulasi sintesis dan aktivitas transporter pada membran sel hati.~ Kolestiramin: menyerap asam empedu toksik, menghilangkan pruritus, mengikat asam empedu di lumen usus sehingga dapat menghalangi sirkulasi enterohepatik asam empedu dan meningkatkan ekskresinya, menurunkan umpan balik negatif ke hati, memacu konversi kolesterol menjadi bile acids like cholic acid yang berperan sebagai koleretik. Obat ini biasanya digunakan sebagai manajemen jangka panjang kolestasis intrahepatal dan hiperkolesterolemia.~ Rifampisin: meningkatkan aktivitas mikrosom, menghambat ambilan asam empedu oleh sel hati dan mengubah metabolismenya, dan mengurangi pruritus.1. Nutrisi24Pada bayi dengan kolestasis diperlukan kalori yang lebih tinggi dibanding bayi normal karena penurunan ekskresi asam empedu menyebabkan gangguan lipolisis intraluminal, solubilisasi, dan absorpsi trigliserid rantai panjang. Untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangannya diperlukan jumlah kalori 120%-150% dari kebutuhan normal serta tambahan vitamin, mineral, dan trace element.1. Formula MCT (medium chain triglyceride) karena lebih larut dalam air dan tidak memerlukan garam empedu untuk absorpsi.2. Kebutuhan kalori mencapai 125% kebutuhan bayi normal sesuai dengan berat badan ideal dan kebutuhan protein 2 3 gr/kgBB/hari.3. Vitamin yang larut dalam lemak:~ Vitamin A : 5.000 25.000 U/hari~ Vitamin D3: calcitriol 0,05 0,2 ug/kgBB/hari~ Vitamin E : 25 50 IU/kgBB/hari~ Vitamin K : K1 2,5 5 mg/2-7 x/minggu1. Mineral dan trace elementseperti Ca, P, Mn, Zn, Selenium, Fe. 1. Terapi komplikasi seperti hiperlipidemia atau xantelasma dengan kolestipol, serta transplantasi hati pada gagal hati dan pruritus yang tidak teratasi.2. Dukungan psikologis serta edukasi untuk keluarga.3. Terapi PembedahanTeknik operasi Kasai yang ditemukan pada tahun 1959 merupakan terobosan besar dalam tatalaksana atresia bilier dan merupakan salah satu upaya pengobatan yang mampu meningkatkan angka kelangsungan hidup lima tahun berkisar dari 40% menjadi 65%. Hasil setelah operasi Kasai juga dapat mengurangi kejadian kuning ke nilai normal (kadar bilirubin terkonjugasi 1mg/dL bila bilirubin total 20% dari kadar bilirubin total bila kadarbilirubin total >5mg/Dl- Angka kejadian kolestasis cukup sering ditemukan pada bayi. Secara umum insidensi kolestasis kurang lebih 1:2500 kelahiran hidup- Penyebab tersering kuning kolestasis ada neonatus adalah atresia bilier dan hepatitis neonates- Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnose kolestasis adalah pemeriksaan laboratorium (faal hepar), foto polos abdomen, USG abdomen dan pemeriksaan stool card dan sistem skrining Tohoku.- Tatalaksana kolestasis lebih difokuskan pada manajemen suportif yang bertujuan untuk mengobati komplikasi-komplikasi kronik kolestasis seperti pruritus, malabsorpsi, defisiensi nutrisi, dan hipertensi portal. - 3.2 SARAN Dokter mampu mengenal dan mendiagnosis dini kolestasis intrahepatik maupun ektrahepatik Dokter mampu dan tepat dalam merujuk segera pasien dengan diagnosis kolestasis intrahepatal maupun ekstrahepatal sehingga dapat ditatalaksana dengan tepat Mampu mencegah komplikasi yang akan terjadi dan dapat menurunkan angka kematian akibat keterlambatan diagnosis.Daftar Pustaka1. Arief S. Early Detection Of Neonatal Cholestasis, 2005. hal 1-102. Thapa. B.R. Cholestasis In Infancy : Definition, Practical Approach and Management. J.K Science Vol 3 No 2. 2001.3. Khanna R, dkk. Neonatal Cholestasis With Ductal Paucity And Steatosis. Clinicopatological Conference Vol 50, 2013.4. Urganci N, Feyzullah C K, Kalyoncu D, Cakir P E, Yilmaz B. Infant With Cholestasis : Diagnosis, Management And Outcome. MMJ, 2012.5. Tufanomaria, Nicastro E, Giliberti P, Vegnente A, Raymondi F, Florio R. Cholestasis In Neonatal Intensive Care Unit : Incidence, Etiology, And Management. Journal Compilation 2009 Foundation ACTA Pediatrica/ACTA Pediatrica 2009 98, PP. 1756-1761.6. Juffrie M, Sri M N. Kolestasis. UKK Gastro-Hepatologi IDAI. 2010.7. Majalah kesehatan ATRESIA BILIER, Julinar, Yusri Dianne Jurnalis, Yorva Sayoeti,Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RS Dr. M. Djamil Padang, Majalah Kedokteran Andalas, Vol.33. No.2. Juli Desember 2009.8. Williams L, Wilkins. Guideline For The Evaluation Of Cholestasis Jaundice in Infant: Recommendation Of The North American Society For Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition. Journal Of Pediatric Gastroenterology And Nutrition. 2004; 39:115-28.9. Balistreri F W. Neonatal Cholestasis. In : Behrman, Kliegman, Jenson. Nelson Textbook Of Pediatrics 16th ed.356.1.10. Elfaramawy A. Cholestasis In Neonates And Infants. Egypt J. Med Hum. Genet Vol 9 No 2, November. 2008.11. Juffri M, Sri Supar Y.S, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani Sri N. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. 2010. Hal 365-383.12. Oswari H. Kolestasis : Atresia Bilier Dan Sindrom Hepatitis Neonatal. In: Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Gejala Kuning. 2007. Hal 42-53.13. Bachtiar S K, Oswari H, Batubara R.L Jose, Amir I, Latif A, Firman K. Cholestasis Sepsis at Neonatology Ward And Neonatal Intensif Care Unit Cipto Mangunkusumo Hospital 2007 : Incidence, Mortality Rate and Associated Risk Factor. Vol 17, No 2, April-Juni 2008.14. Purnomo B, Hegar B. Billiary Atresia In Infant With Cholestasis. Indonesian Journal Of Gastroenterology, Hepatology, And Digestive Endoscopy. Vol 12, No 3, Desember 2011.15. Sinha CK and Mark D. Billiary Atresia. J Indian Assoc Pediatr Surg. 2008 Apr-Jun; 13(2): 48-56.16. Roquete V L M. Neonatal Cholestasis. Journal de Pediatria : Universidade Federal de Minas Gerals ; 2000. Vol 76, S187-196.17. Zollner G, Michael T. Mechanisms Of Cholestasis. Clin Liver Dis 12 2008:1-26.18. Wibowo S, Budi S N. Karakteristik Klinik Dan Laboratorik Kolestasis Intrahepatal Dan Ekstrahepatal Di Bangsal Anak RSU dr. Saiful Anwar Malang. Medika Media Indonesia. Vol 46, No 2, Tahun 2012.19. Kliegman, Stanton, Geme St, Schor, Behrman. The Billiary Tract. In : Nelson Pediatrics 19th 2007 Vol 1 Page 834-843, 862-870.20. Vinay K, Abul KA, Nelson F, Richard M. The Digestive System. In : Robbins Pathologic Basis of Disease 8th Edition 2007 ; Page 1374-1416.21. Erick I, Benchimol, Walsh M C, Ling C Simon. Early Diagnoses Of Neonatal Cholestatic Jaundice. Canadian Family Physician Vol 55 : Desember 2009.Venigella Sridefi, R Glen, Gourley. Neonatal Cholestasis. J. Arab Neonatal Forum. 2005; 2:27-34.22. Jui-Ju T, Mei-su L, Ming-Chih L, Yun-Ching F. Pediatrics. Stool Color Card Screening for Billiary Atresia. Official Journal of the American Academy of Pediatrics. 2011. Hal e1209 e1214.23. Tsuneo C, Mario K. Differentiation of Billiary Atresia From Neonatal Hepatitis by Routine Clinical Examination. The second department of surgery, Tohoku University school of Medicine. Tohoku J. Expe.Med.1975, 115,327-335.24. Daniel R T, Ehrenkranz A R. Parenteral Nutrition-Associated Cholestasis In Small For Gestational Age Infant. The Journal Of Pediatrics, January 2008.25. Waiman E, Oswari H. Peran Operasi Kasai Pada Pasien Atresia Billier Yang Datang Terlambat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sari Pediatri Vol 11, No 6. 2010. Hal 463-470