bab i 3197163 -...

25
1 BAB I GLOBALISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA ( STUDI KASUS DI PERGURUAN TINGGI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG ) A. Latar Belakang Globalisasi telah menjadi mantra yang memukau dan menghipnotis banyak orang. Kecuali doktrin sangat jarang ditemukan perdebatan ilmiah dan kritis terhadapnya. Kalimat paling akrab ditelinga masyarakat mulai dari siswa SLTP hingga mahasiswa, bahkan para dosennya adalah " mau tidak mau, suka tidak suka, kita tidak bisa menghindar dari arus globalisasi. Masalahnya bagaimana menyiapkan diri untuk menghadapinya, agar dapat memetik manfaat dari arus besar itu". Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh James Petras menunjukkan kebangkitan "ideologi globalisme" pada awalnya ditemukan dalam jurnal-jurnal bisnis di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Secara perlahan istilah ini diambil alih oleh dunia arus besar akademik (ekonomi, sosiologi, kebudayaan dan politik internasional) dan menjadi sebuah kerangka kerja yang diterima luas ketika berbicara tentang perluasan pasar modalis internasional tanpa perlu membahas asal-usulnya, hubungannya dengan kekuasaan dan hasil-hasilnya yang eksploitatif. 1 Sejak istilah ini diserap oleh dunia akademik, produksi dan reproduksi maknanya semakin intensif. Produksi dan reproduksi terhadap makna globalisasi oleh dunia akademik telah membentuk benang kusut yang 1 James Petras, “Globalisasi Sebuah Perspektif Sosialis”, dalam buku Mcglobal Gombal Globalisasi Dalam Persepektif Sosialis, (Yogyakarta: Cubuc kerja sama dengan Sumbu, 2001), hlm. 56.

Upload: hatuyen

Post on 10-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

GLOBALISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

( STUDI KASUS DI PERGURUAN TINGGI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG )

A. Latar Belakang

Globalisasi telah menjadi mantra yang memukau dan

menghipnotis banyak orang. Kecuali doktrin sangat jarang ditemukan

perdebatan ilmiah dan kritis terhadapnya.

Kalimat paling akrab ditelinga masyarakat mulai dari siswa

SLTP hingga mahasiswa, bahkan para dosennya adalah " mau tidak mau,

suka tidak suka, kita tidak bisa menghindar dari arus globalisasi.

Masalahnya bagaimana menyiapkan diri untuk menghadapinya, agar dapat

memetik manfaat dari arus besar itu".

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh James Petras

menunjukkan kebangkitan "ideologi globalisme" pada awalnya ditemukan

dalam jurnal-jurnal bisnis di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an.

Secara perlahan istilah ini diambil alih oleh dunia arus besar akademik

(ekonomi, sosiologi, kebudayaan dan politik internasional) dan menjadi

sebuah kerangka kerja yang diterima luas ketika berbicara tentang perluasan

pasar modalis internasional tanpa perlu membahas asal-usulnya,

hubungannya dengan kekuasaan dan hasil-hasilnya yang eksploitatif.1

Sejak istilah ini diserap oleh dunia akademik, produksi dan

reproduksi maknanya semakin intensif. Produksi dan reproduksi terhadap

makna globalisasi oleh dunia akademik telah membentuk benang kusut yang

1 James Petras, “Globalisasi Sebuah Perspektif Sosialis”, dalam buku Mcglobal Gombal Globalisasi Dalam Persepektif Sosialis, (Yogyakarta: Cubuc kerja sama dengan Sumbu, 2001), hlm. 56.

2

sulit diurai. Bagi Peter Marcuse, hal tersebut sangat berbahaya, karena

didalamnya tersembunyi kepentingan ideologi tertentu. Membiarkan satu

kata kabur maknanya memungkinkan pengalihan kata itu menjadi sesuatu

yang memiliki kehidupannya sendiri, memiliki kekuatan,

memberhalakannya menjadi sesuatu yang memiliki keberadaan yang bebas

dari kehendak manusia, niscaya dan tidak terlawan.2

Globalisasi sebenarnya memilki sebuah konsep yang berwajah

banyak. Selain memiliki wajah geopolitik dan teknologi, ia juga memiliki

wajah ekonomi dan budaya. Sepintas, terutama jika dilihat dari sudut

pandang geopolitik dan teknologi, globalisasi tampak sangat masuk akal.

Sebagaimana dikemukakan Akbar S. Ahmad dan Hastings Donan, memberi

batasan bahwa globalisasi “ pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-

perkembangan yg cepat di dalam teknologi komunikasi, transformasi,

informasi yg bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi hal-hal

yang bisa dijangkau dengan mudah dan cepat.3

Berkat kemajuan teknologi komunikasi, kendala ruang dan waktu

kini praktis bukan merupakan hambatan besar bagi umat manusia. sebuah

peristiwa yang terjadi di sebuah pelosok dalam suatu negara dapat dengan

mudah dan cepat diikuti secara langsung dari wilayah manapun di seluruh

dunia. Pendek kata dari segi kelancaran dan penghilangan sekat-sekat

komunikasi, globalisasi memang tampil mencengangkan dan patut di sambut

dengan penuh antusias.

Justru persoalan muncul ketika globalisasi dilihat dari sudut

ekonomi dan budaya. Walaupun globalisasi menjanjikan percepatan

pertumbuhan ekonomi dunia, pertanyaan siapa, mendapat apa, dan berapa

banyak, serta merta menyentakkan kita dari kekaguman yang berlebihan

terhadap manfaat globalisasi. Penipisan batas-batas kenegaraan dan

2 Peter Marcuse, "Bahasa Globalisasi”, dalam buku Mc-Global Gombal, (Yogyakarta :

Cubuc dan Sumbu, 2001), hlm. 2. 3 A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi, Reinterpretasi Ajaran Islam, (Yogyakarta :

Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 19.

3

keampuhan media komunikasi ternyata membuka peluang bagi beberapa

kelompok masyarakat lapisan atas yang sebagian besar dari negara-negara

kaya untuk mengepakkan sayap dominasi ekonomi mereka ke seluruh

penjuru dunia. Globalisasi juga nampak seperti jalan bebas hambatan bagi

mereka untuk menguasai ekonomi dunia dalam rangka akumulasi modal

yang sebesar-besarnya.

Akibatnya, walaupun sebuah negara diberkahi dengan kekayaan

sumber daya alam yang berlimpah, dalam era globalisasi berkah tersebut

dapat dengan mudah jatuh ke tangan dan dieksploitasi oleh para pemodal

yang berasal dari negara-negara kaya tertentu. Sedangkan penduduk yang

secara turun temurun tinggal dan memiliki sumber daya alam, hanya

menjadi penonton dan tetap terbelakang, seolah-olah mereka tidak memiliki

hak untuk menikmati berkah alam yang terbentang di hadapannya.

Dilihat dari sudut budaya, dominasi dan eksploitasi ekonomi

segelintir kaum berpunya tentu memiliki dampak serius terhadap

perkembangan budaya masyarakat negara-negara miskin di seluruh dunia.

Sejalan dengan semakin meningkatnya dominasi para pemodal yang berasal

dari negara-negara kaya tertentu terhadap perkembangan ekonomi dunia,

perkembangan budaya di seluruh dunia pun ikut terseret mengikuti selera

dan kepentingan ekonomi kaum pemodal.

Produk-produk kebudayaan yang semula mengandung nilai-nilai

sakral, seperti nilai magis, dan nilai spiritual, oleh pemodal internasional

kini dipilah dan dikemas menjadi komoditi agar dapat dikomersialkan.

Kegiatan ritual kebudayaan tertentu diubah dan diolah menjadi objek

tontonan. Sedangkan produk-produk budaya yang tidak dapat dijadikan

sebagai dasar untuk melakukan akumulasi modal digusur ke belakang,

sehingga kehilangan tempat dalam ranah kehidupan sehari-hari kelompok

masyarakat yang menciptakan produk kebudayaan yang bersangkutan.

Dengan demikian, jika dikaji secara cermat, secara ekonomi dan

budaya, globalisasi tidak dapat begitu saja dipandang sebagai sebuah gejala

alamiah yang netral. Ia sarat dengan kepentingan tipu muslihat, khususnya

4

yang mendatangkan keuntungan bagi para pemodal yang berasal dari

negara-negara tertentu. Kaum petani, pekerja, nelayan, masyarakat miskin

kota, kaum perempuan menghadapi ancaman yang sangat serius dari

perkembangan globalisasi yang tidak manusiawi.

Oleh karena itu bisa dipahami, jika sejumlah kalangan cenderung

menentang globalisasi dengan sengit. Sebagaimana dilakukan oleh Petras

dan Veltmeyer (2000), konsep globalisasi dalam pandangan mereka tidak

lebih dari sebuah tipu muslihat untuk menguburkan maksud sesungguhnya

yang ingin diwujudkan melalui penyebarluasan dan konsep tersebut. Dalam

pandangan mereka, konsep imperialisme jauh lebih mampu menjelaskan

fenomena yang berlangsung dibalik konsep globalisasi itu.4

Kaitannya dengan dunia pendidikan, proses globalisasi

mempunyai kepentingan langsung terhadapnya, yaitu sebagai investasi

ideologi untuk mengkampanyekan konsep globalisasi melalui riset-riset dan

seminar yang mereka lakukan, penyuplay (pencetak) buruh industri yang

patuh, pencetak kader-kader globalisasi yang setia mengabdi kepada

kepentingan modal, serta menjadi sumber legitimasi proses globalisasi.

Kemenangan globalisasi dan neo-liberal merupakan hasil kerja

kaum intelektual selama puluhan tahun. Lewat lembaga-lembaga perguruan

tinggi kaum neo-liberal telah berhasil menyusun strategi mereka yang

sukses, merekrut dan memberikan hadiah kepada para pemikir dan penulis

yang pro kepada konsep dan kebijakan ekonomi neo-liberal, mengumpulkan

dana untuk mendirikan dan menyokong luas dari lembaga-lembaga di garis

depan, sehingga menyebar dan mempengaruhi politik diseluruh dunia.5

Bahkan selama 50 tahun di mulai setelah perang dunia II,

ratusan juta dollar telah dikeluarkan untuk mengembangkan institusi-

institusi neo-liberal agar tetap hidup dengan baik. Sebagai contohnya adalah

Yayasan seperti Coors (tempat pembuatan bir), Scaife atau Mellon (baja),

4 James Petras dan Henry Veltmeyer, Imperialisme Abad 21,( Yogyakarta: Kreasi

Wacana, 2002), hlm. 9. 5 Susan George, Republik Pasar Bebas, ( Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2002), hlm. 82.

5

dan khususnya Olin (bahan kimia, mesius) yang telah membiayai para

pemimpin dari beberapa Universitas di Amerika yang bergengsi. Mereka

dipilih secara berhati-hati, untuk memperkuat institusi ekonomi, politik dan

kultural dimana perusahaan swasta dilandaskan. Dan daftar para penerima

hibah tersebut terdiri dari akademisi berhaluan kanan.6

Berbagai respon lembaga-lembaga pendidikan dilakukan salah

satunya adalah dengan menggeser fokus kurikulum mereka. Dalam

kebanyakan lembaga pendidikan tinggi para administrator senang

mengembangkan program-program studi yang bersifat praktis. Jurusan-

jurusan sosiologi dan antropologi misalnya mulai memberi penekanan yang

besar pada "sosiologi terapan" dan "antropologi terapan" agar dapat

mengakses pasar kerja (kebutuhan industri akan tenaga kerja ahli) dan untuk

mengatasi menurunnya minat masyarakat pada lembaga pendidikan tertentu

dan bidang-bidang disiplin ilmu tertentu.

Akibatnya para mahasiswa ditekan untuk belajar dengan baik

agar dapat bersaing di pasar kerja setelah tamat. Kondisi ini menjurus

kepada diabaikannya bidang-bidang pengatahuan yang sebenarnya menjadi

indikator (menandai) seseorang yang berpendidikan. Jadi pendidikan yang

berlebihan pada dirinya merupakan paradoks yang mendalam, karena

pendidikan berlebihan di satu pihak sesungguhnya menjurus kepada "kurang

pendidikan" (under-educated) di pihak lain yang justru lebih banyak

berpaling pada bidang-bidang mata kuliah yang lebih praktis yang

dibutuhkan pasar kerja (industri), misalnya administrasi bisnis, ilmu

komputer, teknik mesin, kedokteran dan lain-lain, yang mereka pikir dapat

memberi pekerjaan yang lebih besar. Bahkan banyak mahasiswa yang

semula berorientasi intelektual beralih ke bidang-bidang yang praktis untuk

memenuhi pasar kerja.

Dan ini dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa justru lebih

banyak berpaling pada bidang-bidang mata kuliah yang lebih praktis yang

6 Ibid., hlm. 88.

6

dibutuhkan pasar kerja (industri), misalnya administrasi bisnis, ilmu

komputer, teknik mesin, kedokteran dan lain-lain, yang mereka pikir dapat

memberi pekerjaan yang lebih besar. Bahkan banyak mahasiswa yang

semula berorientasi intelektual beralih ke bidang-bidang yang praktis untuk

memenuhi pasar kerja.

Dalam kaitanya dengan proses globalisasi yang telah berafiliasi

dan berkolaborasi dengan lembaga-lembaga pendidikan sebagai bagian

sistem pendidikan, maka arus global diatas juga akan berpengaruh atau

setidaknya mempengaruhi sistem pendidikan di IAIN Walisongo. Dampak

paling buruk dapat terjadi seperti , memudarnya ciri khas lembaga

pendidikan ini yang secara khusus memfokuskan diri pada bidang ilmu yang

selama ini disebut "studi Islam".Sebab lembaga pendidikan ini juga terpaksa

atau dipaksa harus merespon perubahan kecederungan mahasiswa, serta

masyarakat umumnya sebagai akibat dari proses globalisasi terutama untuk

bersaing di pasar kerja. Skripsi ini berusaha menghadirkan sebuah analisa

kritis terhadap dampak-dampak atau pengaruh globalisasi terhadap

pendidikan Islam. Penulis dalam hal ini mengambil setting penelitian di

lembaga pendidikan Perguruan Tinggi Agama Islam yaitu IAIN Walisongo

Semarang. Satu hal yang menarik dari obyek penelitian ini adalah bahwa

IAIN Walisongo berada dalam setting wilayah sosial yang diorientasikan

menuju wilayah atau daerah industri yakni Kota Semarang yang tentunya

akan banyak ditemukan dialektika perguruan tinggi Islam ini terkait dengan

perubahan sosial, politik dan budaya di Kota Semarang.

B. Ruang Lingkup

Agar pembahasan skripsi ini dapat terfokus pada pokok

permasalahan, maka penulis telah merumuskan beberapa pokok

permasalahan yang perlu mendapat pembahasan dan pemecahan dalam

penelitian skripsi ini.

7

Adapun pokok permasalahan dalam pembahasan penelitian

skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pandangan dosen di Perguruan Tinggi IAIN Walisongo

Semarang terhadap globalisasi yang sedang berlangsung ?.

2. Bagaiamanakah respon dosen Perguruan Tinggi IAIN Walisongo

Semarang dalam pendidikan di IAIN Walisongo Semarang terkait

dengan globalisasi yang sedang berlangsung ?.

3. Bagaimanakah dampak globalisasi terhadap pendidikan Islam di

Indonesia (Studi Kasus di IAIN Walisongo)?.

C. Tujuan Penelitian /Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini

adalah :

1. Tujuan Formal ;

Untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

sarjana strata 1 dalam ilmu Tarbiyah pada Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo Semarang

2. Tujuan Fungsional

a. Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan jelas terhadap

substansi politik globalisasi.

b. Untuk menunjukkan kepada publik adanya keterkaitan kuat antara

imperialisme dan kolonialisme dengan substansi politik globalisasi

yang berakibat pada munculnya ketidakadilan sosial dan krisis

kemanusiaan dunia.

c. Untuk mengetahui sejauhmana dampak atau implikasi globalisasi

terhadap pendidikan Islam di Indonseia (studi kasus di Perguruan

Tinggi Agama Islam IAIN Walisongo Semarang).

D. Penegasan Istilah

Untuk memperjelas maksud yang penulis kehendaki dan untuk

menghindari berbagai kesalahpahaman yang dimaksud dalam penulisan

8

skripsi ini, maka perlu kiranya penulis jelaskan kata-kata yang tercantum

dalam judul Implikasi Globalisasi terhadap Pendidikan Islam (Studi Kasus

IAIN Walisongo Semarang), antara lain ;

Globalisasi ;

Globalisasi adalah pemaksaan hegemoni politik, ekonomi, sosial dan

budaya, dari Amerika Serikat kepada dunia, khususnya dunia timur atau

dunia ketiga, khususnya dunia Islam ; negara manapun yang berani

menentang, akan dihukum dengan embargo atau ancaman militer, atau

bahkan agresi militer langsung sebagaimana terjadi pada Irak, Sudan

Iran, Libya dan Afganistan. Juga pemaksaan ekonomi yang diinginkan

Amerika Serikat melalui organisasi-organisasi internasional yang telah

banyak dikuasainya seperti Bank Dunia, IMF, WTO dan lain-lain. Bisa

juga sebagai pemaksaan budaya Amerika yang khas, yang tegak diatas

filsafat materialisme dan utilitarianisme, menjustifikasi kebebasan hingga

kebatas permisifme, mempergunakan badan-badan PBB untuk

meloloskan proyek itu melalui berbagai konferensi internasional ;

berbagai bangsa digiringnya untuk menyetujui dengan ancaman yang

menakutkan atau dengan janji yang menggiurkan. Globalisasi tidak bisa

diartikan sebagai seorang dengan saudaranya sebagaimana yang

dikehendaki Islam, bukan pula interaksi antara kelompok dengan

mitranya, melainkan ia adalah interaksi antara tuan dengan budaknya,

antara raksasa dengan orang biasa, antara orang kuat dengan orang

tertindas. Globalisasi dalam persepsi yang digaungkan sekarang,

akhirnya direkayasa demi kepentingan negara-negara kuat melawan

negara-negara lemah, negara-negara kaya melawan negara-negara

miskin, negara-negara dalam blok NATO yang perkasa melawan negara-

negara selatan yang papa. Ini wajar belaka karena tidak ada

keseimbangan dalam ring globalisasi, ibarat petinju kelas berat melawan

petinju kelas ringan, bahkan antara petinju yang terlatih dan profesional

melawan petinju yang lemah yang pasti akan jatuh pada pukulan pertama

di ronde pertama. Jadi bagi Qardhawi, globalisasi dalam konsep utuhnya

9

berarti “westernisasi dunia” atau dengan kata lain “Amerikanisasi dunia”.

Ini merupakan istilah santun bagi imperialisme gaya baru yang telah

menanggalkan globalisasi.7

Kemudian bentuk globalisasi dapat diketegorikan menjadi tujuh jenis,

yaitu ;

1. Globalisasi keuangan dan pemilikan modal melalui deregulasi pasar

modal, mobilitas pasar modal internasional, dan merjer serta akuisisi.

2. Globalisasi pasar dan strategi ekonomi melalui integrasi kegiatan

usaha skala internasional, aliansi strategis, dan pembangunan usaha

terpadu di negara lain.

3. Globalisasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta penelitian dan

pengembangan.

4. Globaliasi sikap hidup dan pola konsumsi atau globalisasi budaya.

5. Globalisasi aturan-aturan pemerintah.

6. Globalisasi politik internasional.

7. Globalisasi persepsi dan sosial budaya internasonal.8

Pendidikan Islam ;

Pengertian pendidikan Islam adalah ;

“ Segala usaha memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta

potensi yang ada pada dirinya menuju terbentuknya manusia seutuhnya

sesuai dengan norma Islam (insan kamil).”9

Kemudian dalam buku Konsep Pendidikan Islam, karya Muhaimin, MA.

Menjelaskan bahwa ;

“ Pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar, tujuan –

tujuannya dan prinsip-prinsip dalam melaksanakan pendidikan

7 Mahmud Toha, Globalisasi, Krisis Ekonomi dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan,

(Jakarta : Pustaka Quantum, 2003), hlm. 82 8 Ibid., hlm. 4. 9 Ahmadi, Islam sebegai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Salatiga ; Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo, 1991), hlm. 60-61.

10

didasarkan atas nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an,

Al-Hadist dan ijtihad. “ 10

Ini sejalan dengan hasil Konperensi Internasional Pertama tentang

Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977 yang merumuskan tujuan

pendidikan Islam sebagai berikut :

“ Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia

yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri

manusia yang rasional ; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan

harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya ;

spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara

individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke

arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan terakhir

pendidikan Muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang

sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun

seluruh ummat manusia”.11

E. Telaah Pustaka

Hingga sekarang tidak ada suatu pedoman baku dan terstandar

mengenai bagaimana melakukan telaah pustaka. Dalam penelitian kualitatif,

tinjauan pustaka atau tinjauan teori harus digunakan sedemikian rupa

sehingga konsisten dengan asumsi metodologis penelitian kualitatif, yakni

secara induktif, dan tidak mengarahkan secara kaku pertanyaan yang akan

diajukan. 12

Dalam penelitian akademik ini, tinjauan pustaka dan teori akan

memberikan kerangka mengenai bagaimana peneliti akan melihat dan berpikir

10 Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam, (Solo : Ramadhani, 1991), hlm. 15. 11 Azyumardi Azra. MA., Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium

Baru, (Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 57. 12 Kristi Purwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta:

Lembaga Pengembagan Sarana dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001), hlm. 40.

11

tentang topik. Dalam hal ini, kerangka tidak diartikan dalam konsepsi

positivistik sebagai teori yang memberikan batasan kaku. Teori-teori yang

telah ada dan telaah kritis atasnya membantu peneliti menemukan kerangka

pemahaman umum mengenai semua aspek terkait dengan topik penelitian ini.

Teori akan memberikan konsep-konsep, menyediakan asumsi-asumsi dasar,

mengarahkan peneliti pada pertanyaan-pertanyaan pokok, dan memberikan

usulan mengenai bagaimana peneliti memberikan makna pada data. Teori

memungkinkan peneliti menghubungkan studi yang akan, atau sedang

dilakukan dengan tumpukan pengetahuan yang disumbangkan peneliti-

peneliti lain. Analoginya adalah, teori memungkinkan peneliti melihat "hutan"

dari pada sekedar melihat sebatang pohon. Dalam penelitian akademik ini,

teori akan meningkatkan kepekaan peneliti mengenai interkoneksi dan

keberartian lebih luas dari data.

Realitas empirik, penelitian dan penulisan tentang politik

globalisasi telah banyak dilakukan, baik yang dilakukan oleh para akademisi,

jurnalis, maupun LSM. Latar belakang dan kepentingan telah menghasilkan

hasil penelitian dan penulisan yang berbeda. Free market ideas, tak lagi

benar-benar free, sebab perdebatan globalisasi yang ada justru mengarah pada

pemihakan dan penghambaan terhadap proses global tersebut. Sehingga yang

terjadi hanyalah pembelokan-pembelokan terhadap realitas sosial yang tak

terbantahkan. Beberapa hasil penelitian dan penulisan justru menjadi sumber

legitimasi dan justifikasi terhadap proses global atau globalisasi itu. Menurut

hemat peneliti, inilah yang disebut dengan kejahatan intelektual (intelectual

crime) atau perbudakan inteletual, atau proses pembodohan oleh kaum

intelektual.

Dalam bisingnya bisnis ide-ide sumbang itu tak banyak diungkap

tentang relasi ideoligis dan fungsional antara faham neo-liberal (kepentingan

dibalik globalisasi) dengan pendidikan. Dalam latar belakang penelitian ini,

peneliti telah sedikit menguraikan bagaimana relasi yang kuat antara

keduanya, dimana dalam proses globalisasi sistem pendidikan berhasil

ditempatkan sebagai basis ideologi dan sekaligus berfungsi sebagai justifikasi

12

dan legitimasi dari proses global, human resources dari industrialisasi dan

sekaligus sebagai corong campaign dari ideologi neo-leberal. Proses sejarah

politik globalisasi itulah yang sangat jarang di tampakkan oleh para peneliti

dan penulis untuk mengungkap tabir politik globalisasi.

Di Indonesia pun, tidak banyak muncul gagasan kritis, tajam, luas

dan mendalam tentang perubahan yang terjadi dalam pendidikan Islam di

Indonesia yang semakin mendekati kearah kapitalisasi pendidikan. Perlahan

namun pasti sistem pandidikan Islam di Indonesia akan kehilangan wataknya

sebagai suatu kekuatan sosial-kultural (transformasi sosial). Pada zaman

kolonial kita pernah mempunyai sistem pendidikan Islam yang memiliki

nasionalisme dan patriotisme yang sangat tinggi, bahkan menjadi basis

sentral dalam gerakan perlawanan terhadap kolonialis Belanda dan Jepang.

Namun sekarang disadari atau tidak dalam sistem pendidikan Islam di

Indonesia telah mengalami dekadensi. Semangat kritis dan perlawanan

masyarakat perlahan-lahan mulai hilang dan berganti dengan semangat

hedonis - matrealistik (keduaniawiaan). Semua orang menyerah dan merasa

tidak berdaya terhadap realitas ketidakadilan sebagai salah satu dampak dari

globalisasi. Pencapaian pemahaman yang utuh terhadap realitas sosial

masyarakat Indonesia pada masa kolonial telah menghasilkan kesadaran yang

sempurna bagi sistem pendidikan Islam di Indonesia untuk berperan sebagai

agent of change menuju sistem kehidupan yang berkeadilan sosial. Lantas

pertanyaanya adalah sudah sampaikah sistem pendidikan Islam di Indonesia

pada kesadarannya terhadap realitas sosial sebagaimana pada masa kolonial,

atau justru malah gagap dalam memahami realitas sosial untuk mencapai

kesadaran penuh.

Ada beberapa literatur atau telaah pustaka untuk membagikan atau

menginformasikan hasil-hasil penelitian lain yang terkait dengan topik

penelitian ini, untuk memperluas temuan dari penelitian sebelumnya, dan juga

untuk memungkinkan upaya-upaya pembandingan hasil penelitian dengan

temuan-temuan lain.

13

Pertama, Globalisasi Adalah Mitos (terjemahan buku dengan judul

asli Globalitation in Qustion), yang ditulis oleh Paul Hirts dan Grahame

Thompson pada tahun 1996 dan diterjemahkan oleh Yayasan Obor Indonesia

pada tahun 2001. Buku ini mengungkap dengan sangat vulgar tentang politik

globalisasi. Argumen-argumen yang disampaikan oleh kedua penulis ini

serentak membuka kesadaran baru tentang realitas globalisasi. Menurut

pandangan kedua penulis, bahwa globalisasi hanyalah sebuah mitos, sebab

globalisasi sebenarnya tidak terjadi dalam arti yang sesungguhnya yaitu

sebagai proses pengintegrasian secara global dari aspek-aspek nasional atau

lokal yang berjalan secara alamiah. Sebab dalam proses globalisasi, justru

banyak negara-negara maju atau kapital yang menerapkan hambatan-

hambatan dalam pengintegrasian global untuk mencapai sistem tunggal dan

mereka tetap tunduk pada peraturan-peraturan nasional dinegaranya.

Sementara mereka terus menekan negara-negera berkembang untuk

menyesuaikan peraturan nasionalnya dengan proses globalisasi. Sehingga

proses global yang terjadi itu dalam kontrol dan tekanan negara-negara

kapital. Maka globalisasi tidak lebih dari upaya menjerumuskan negara-

negara berkembang yang notabene bekas daerah jajahan negara kapital

kedalam hubungan sub-ordinat dan mereka akan kalah dalam persaingan yang

eksploitatif.

Kedua, Imprealisme Abad 21, yang ditulis oleh James Petrans dan

Henry Veltmeyer tahun 2001. Buku ini merupakan terjemahan dari buku yang

berjudul Globalization Unmasked, yang diterbitkan oleh Kreasi Wacana

Yogyakarta pada tahun 2002. Dalam membedah globalisasi, kedua penulis ini

menggunakan imperialisme sebagai sebuah konsep yang mendekati realitas

dalam mendiskripsikan apa yang terjadi di dunia saat ini (globalisasi). Kedua

penulis dalam buku ini mampu menjelaskan relevansi proses globalisasi

dengan sejarah kolonialisme yang berakhir dengan perang dunia I dan II. Di

uraikannya pula bahwa globalisasi merupakan media bagi kaum kolonial

untuk kembali mengulang ambisinya menguasahi dunia. Politik imperialisme

dalam globalisasi di tunjukkan secara gamblang dalam perbedaan penikmatan

14

antara negara kapital /maju dengan negara berkembang. Arah keuntungan

dari relasi yang tercipta dari proses globalisasi terpusat pada negara-negara

maju, sementara negara-negara berkembanga hanya menguasahi sektor-sektor

non strategis dan tidak menguntungkan. Keberadaan negara telah dilucuti

kekuasaanya untuk kemudian di kontrolnya. Privatisasi adalah cara untuk

menguasahi dan melucuti kekuasaan negara. Sehingga sistem globalisasi

dalam hal ini tidak ada bedanya dengan sistem imperialisme pada era

kolonialisme. Proses penundukan, penguasaan serta perampasan potensi

kemampuan suatu bangsa atau negara dalam sistem globalisasi begitu jelas

dipaparkan dalam buku ini. Terdapat pesan yang kuat, yang ingin

disampaikan ke khalayak dunia oleh kedua penulis ini, bahwa globalisasi

adalah neo-imperialisme atau imperialisme.

Ketiga, Menggugat Globalisasi, karya Bonnie Setiawan, yang

ditulis pada tahun 2001 dan diterbitkan oleh INFID (International NGO

Forum Indonesa Development) dengan IGJ (Institut for Global Justice). Buku

ini banyak mengungkap praktek-praktek culas globalisasi di Indonesia lewat

jeratan hutang, yang berakhir dengan bencana kemanusiaan (kemiskinan) dan

bencana lingkungan (akibat praktek eksploitatif) dengan informasi data yang

memadahi. Dalam buku ini, penulis juga memaparkan sejarah globalisasi dan

kaitanya dengan neo-liberalisme. Juga disinggung bagaimana peran

pendidikan dalam rekayasa virus neo-liberalisme hingga berhasil melakukan

kloning antara demokrasi dengan imperealisme. Hasil kloning itu adalah

globalisasi.

Keempat, Tabir Politik Globalisasi, karya William K. Tabb,

diterbitkan New York Press Tahun 2001 dan diterjemahkan Uzair Fauzan

dkk, dan diterbitkan oleh Lafadl Pustaka pada tahun 2003. Buku aslinya

berjudul The Amoral Elephant, Globalitation and The Struggle for Social

Justice in The Twenty-First Century. Buku karangan Willian K. Tabb ini

sangat provokatif dan luar biasa, dengan penjelasan yang ringkas, gampang

dipahami namun tetap rinci. Tabir Globalisasi menggambarkan apa yang

diperbincangkan dalam wacana globalisasi. Bill K. Tabb menyatakan bahwa

15

globalisasi tidak diilhami oleh tujuan kepentingan perkembangan teknologi

dan ilmu pengetahuan, tetapi oleh strategi politik yang didukung oleh aktor-

aktor yang kasat mata dan tujuan militer dalam pembukaan pasar untuk

mencapai keuntungan atas ekspansi modal negara-negara kapital. Bahkan

menurut William K. Tabb, dunia telah digiring menuju krisis lebih lanjut,

lebih rentan, serta menuju kemunculan resistensi yang lebih luas terhadap

globalisasi. Pengajar ilmu ekonomi di Queens College dan Pengajar ilmu

politik di Program Pasca Sarjana Universitas New York ini juga tak mengelak

bahwa praktek globaliasi tidak ubahnya dengan praktek imperialisme. Dia

menegaskan, bahwa kebangsaan para penjajah mungkin berbeda, namun ada

kesamaan pola dominasi dan operasi kuasa. Sehingga ada kontinuitas antara

sistem imperialisme-kolonial dengan sistem imperialisme - neoliberal dalam

wujud globalisasi. Dalam buku ini juga diterangkan bagaimana peran

intelektual dalam memperluas kontrol kekuasaan oleh kaum kapital.

Kelima, Ideologi-Ideologi Pendidikan, yang ditulis oleh William

F.O'neil. buku ini merupakan terjemahan dari buku yang berjudul

Educational Ideologis ; Contemporary Expressions of Educational

Philosophies yang ditulis pengarangnya pada tahun 1981, diterjemahkan oleh

Omi Intan Naomi dan diterbitkan oleh Pustaka Belajar pada tahun 2001.

Buku ini banyak memberikan gambaran analisis terjadinya pergeseran konsep

filosofis suatu pendidikan ke konsep yang lebih ideologis dan mekanis.

Diskripsi yang sekaligus kritik terhadap pendidikan modern sarat dengan

fakta-fakta empirik pendidikan sekarang yang menyedihkan. Diungkapkan

bahwa proses pendidikan modern lebih dekat ke praktek-praktek

dehumanisasi oleh karena ideologi dan kepentingan ekonomi telah menjadi

orientasi. Sehingga pendidikan tidak lain sebagai proses mekanisasi untuk

menciptakan robot-robot dalam memenuhi kebutuhan industrialisasi - proses

ini yang disebut oleh William sebagai anarkisme pendidikan, karena

pendidikan telah merusak potensi kemampuan manusia hingga terjadi

kanalisasi potensi. Kritik tajam dalam buku ini mengajak kita untuk

merefleksikan kembali pendidikan modern yang melepaskan akar sosio-

16

filosofisnya, sehingga buku ini mempunyai relevansi untuk " menjewer "

sistem pendidikan modern di Indonesia.

Keenam, The Post Coorporate World (Kehidupan Setelah

Kapitalisme), ditulis oleh David C. Korten, diterjemahkan oleh A. Rahman

Zaenuddin dari judul aslinya The Post-Corporate World : Life After

Capitalisme dan diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia pada tahun 2002.

Buku ini memberikan sinyal tentang tanda bahaya dari globaliasasi dan

sistem ekonomi neo-liberal, bahwa jika kita tidak ingin hancur dalam

perangkap kapitalisme - krisis Asia pada tahun 1997 dan hutang yang makin

bertumpuk, maka bersegeralah mengubah gaya hidup dan nilai-nilai yang

hedonis - materealistik ke dalam nilai-nilai hidup yang sederhana dan

bermakna. Penulis dalam buku ini juga memberikan pilihan-pilihan sikap

hidup dimulai dari sikap pribadi, keluarga dan masyarakat untuk melawan

atau menangkal dominasi dan hegemoni nilai-nilai kapitalistik dalam relasi

antar manusia dan relasi internasional. Dengan banyak menyajikan

perumpamaan, penulis sangat cakap menggabungkan analisis ekonomi

dengan suatu pandangan realitas yang menggugah rasa kerohaniaan kita

yang terdalam, sehingga buku ini merupakan sebuah peristiwa intelektual

dan moral tingkat tinggi. Penulis mendapatkan kesadaran ini terinspirasi oleh

praktek pertanian masyarakat yang ia jumpai dalam perjalanan kereta api

dari Jakarta ke Bandung. Buku ini menuntun peneliti untuk mendeteksi sikap

paradigmatik pendidikan Islam di Indonesia (studi kasus di IAIN Walisongo

Semarang) terhadap globalisasi yang sebenarnya adalah rezim jahiliyah.

Bagi peneliti buku ini sungguh sangat luar biasa. Kelebihan buku ini banyak

diakui dan dikagumi di kalangan intelektual. Buku ini mampu meghadirkan

perspektif yang komprehensif-holistik dan integral dalam mengurai realitas

ditengah keringnya nilai sipiritual dan keilahian (transedent) dalam hasanah

intelektual sekarang.

F. Tipe dan Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian yang dipakai ;

17

Membahas tipe-tipe penelitian sebenarnya cukup sulit dan

dapat memunculkan perdebatan. Sebab antara buku yang satu dengan

buku yang lain memberikan penggolongan yang berbeda - beda

mengenai tipe penelitian. Ada penulis yang nampaknya menyamakan

antara tipe dengan metode, sementara ada juga penulis yang

membedakan antara tipe dengan metode.

Dalam penelitian ini peneliti lebih sependapat dengan para

penulis yang membedakan antara tipe dengan metode. Menurut Kristi

Purwandarai (2001), istilah ' tipe ' mengacu pada pendekatan, sedangkan

istilah 'metode' mengacu pada cara kongkrit pengumpulan data.13

Adapun penelitian skripsi ini menggunakan tipe (pendekatan) sebagai

berikut :

a. Studi Kasus ;

Yang didefinisikan sebagai kasus adalah fenomena khusus yang

hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski

batas-batas antara fenomen-fenomena dan konteks tidak

sepenuhnya jelas. Kasus itu dapat berupa individu, peran,

kelompok kecil organisasi, komunitas atau bahkan suatu bangsa.

Kasus dapat pula berupa keputusan, kebijakan, proses, atau suatu

persitiwa khusus tertentu. Beberapa unit yang dapat diteliti dalam

bentuk studi kasus adalah individu-individu, karakteristik, atau

atribut dari individu-individu, aksi dan interaksi, peninggalan atau

artefak perilaku, setting, serta peristiwa atau insiden tertentu. 14

Pendekatan studi kasus ini akan membuat peneliti dapat

memperoleh pemahaman utuh dan terintergrasi mengenai inter-

relasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus-kasus tersebut. dalam

13 Ibid., hlm. 64. 14 Ibid., hlm 65.

18

kaitan penelitian ini, tipe studi kasus yang dipilih oleh penulis

adalah tipe studi kasus instrumental.15

b. Etnografi ;

Istilah etnografi, secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu

tentang etnos / 'folk' (kelompok /bangsa /masyarakat /budaya).

Etnografi adalah diskripsi tentang kelompok manusia, berkembang

dari penelitian antrolopologis mengenai kelompok masyarakat

'primitif /eksotis'. Yang dipentingkan dari etnografi adalah peran

sentral budaya dalam memahami hidup kelompok yang diteliti.

Budaya dalam hal ini dapat diartikan sebagai keseluruhan tingkah

laku sosial yang dipelajari anggota kelompok, yang pada

gilirannya menyediakan ;

1. Standar sistem untuk mempersepsi, meyakini, mengevaluai,

dan bertindak.

2. Aturan-aturan dan simbol-simbol dalam pola hubungan dan

interpretasi. Yang diyakini adalah bahwa tindakan, kata,

produk budaya merupakan tanda, mempresentasikan makna

tertentu.16

2. Metode yang digunakan :

Dalam penelitian skripsi ini penulis akan menggunakan

beberapa metode untuk mendapatkan hasil yang baik dan dapat

dipertanggungjawabkan serta dimaksudkan agar hasil penelitian skripsi

ini memenuhi karya ilmiah yang bermutu mengarah pada objek kajian

ilmiah. Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian skripsi

ini adalah sebagai berikut :

1. Metode Pengumpulan Data;

15 Studi Kasus Instrumental adalah ; penelitian pada suatu kasus unik tertentu yang

dilakukan untuk memhami isu dengan lebih baik, juga untuk mengembangkan dan memperhalus teori. Ibid.

16 Ibid.

19

a. Dokumentasi

Pengumpulan data lebih mendasarkan diri pada studi dokumen

atau metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, arsip dan

sebagainya.17 Dalam hal ini peneliti memakai metode ini untuk

mendapatkan informasi sejarah IAIN Walisongo Semarang dan

perkembangannya, sejarah globalisasi dan perkembangannya,

infomasi tentang kebijakan-kebijakan di IAIN Walisongo

Semarang terkait dengan pandangannya terhadap globalisasi

yang sedang berlangsung.

IAIN Walisongo Semarang dipilih sebagai wilayah penelitian

karena wilayah ini merupakan bagian dari sub sistem

pendidikan Islam di Indonesia. Sejarah kelahirannya

mempunyai hubungan emosi yang kuat terhadap lembaga

pendidikan pesantren dan merupakan bagian strategi untuk

mencegah dan membatasi pertumbuhan komunisme di

Indonesia terutama di Jawa Tengah. Lembaga pendidikan

pondok pesantren inilah pada jaman kolonialisme dan

imprealisme menjadi basis-basis perlawanan dengan semangat

kemanusiaan yang sangat heroik. Ajaran Islam telah

mengajarkan kepada mereka betapa pentingnya nilai-nilai

keadilan dan kemanusiaan bagi seluruh umat manusia dan

harus ditegakkan di muka bumi serta harus diletakkan sebagai

dasar untuk membangun peradaban manusia yang merupakan

kewajiban manusia sebagai khalifah di bumi.

Selain itu, di IAIN Walisongo Semarang juga belum pernah

dilakukan suatu penelitian sosiologis, terutama berkaitan

dengan tema penelitian ini. Disamping itu peneliti sendiri juga

merupakan mahasiswa Perguruan Tinggi tersebut. Oleh karena

17 Ibid.

20

itu sedikit banyak peneliti telah mempunyai pengetahuan

tentang beberapa hal sehubungan dengan sejarah dan

perkembangannya.

Studi kasus merupakan pilihan metode untuk penelitian

masalah ini. Untuk sasaran materi penelitian ini adalah pada

upaya pembongkaran substansi politik globalisasi dan

prosesnya hingga pengaruhnya terhadap pendidikan islam di

Indonesia. Sedangkan sasaran wilayah penelitian ini adalah

Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN Walisongo Semarang.

b. Metode Observasi (pengamatan) ;

Observasi barangkali menjadi metode yang paling dasar dan

paling tua dari ilmu-ilmu sosial, karena dalam cara-cara

tertentu kita selalu terlibat dalam proses mengamati. Semua

bentuk penelitian kualitatif maupun kuatitatif mengandung

aspek observasi didalamnya.

Istilah observasi diturunkan dari bahasa latin yang berarti

"melihat". Istilah observasi diarahkan pada kegiatan

memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul,

dan mempertimbangkan hubungan yang muncul dalam

fenomena tersebut. 18

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan informasi-informasi

tentang ;

- Kejadian /peristiwa,

- Nilai dan norma,

- Perilaku,

- Kultur atau budaya,

yang pernah dan atau sedang terjadi dalam pendidikan di

IAIN Walisongo Semarang.

18 Ibid., hlm 70.

21

Metode observasi yang dipilih oleh peneliti adalah oservasi

partisipatif, yaitu, metode observasi dengan pelibatan aktif

sasaran obyek penelitian.

c. Metode Purposive Sample (Sampel bertujuan) ;

Adalah sampel diambil berdasarkan pertimbangan subyektif

peneliti, dimana persyaratan yang dibuat sebagai kriteria harus

dipenuhi sebagai sampel. Jadi dasar pertimbangan ditentukan

tersendiri oleh peneliti, dan sampel yang diambil secara

purposive ini peneliti harus :

1. mempunyai pengetahuan yang cukup tentang populasinya.

2. Tepat menentukan sasaran.

3. Menguasai benar-benar materi penelitian dengan segala

permasalahannya.19

Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan,

misalnya alasan, keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga

tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.20

Pengambilan sampel dengan teknik bertujuan ini cukup baik

karena sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga

dapat mewakili populasi. Kelemahannya adalah bahwa peneliti

tidak dapat menggunakan statistik parametrik sebagai teknik

analisis data, karena tidak memenuhi persyaratan random.

Keuntungannya terletak pada ketepatan peneliti memilih

sumber data sesuai dengan variabel yang diteliti.21

Metode ini dipergunakan untuk mendapatkan informasi-

informasi tentang ;

- Perkembangan terkini IAIN Walisongo Semarang.

19 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian – Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta ; PT Rineka

Cipta, 1991), hlm. 31-32 20 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian-Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta ; PT

Rineka Cipta, 1998), cet. ke-11, hlm. 292. 21 Ibid.

22

- Pendangan Dosen di IAIN tentang globalisasi dan

responya dalam pendidikan di IAIN Walisongo Semarang.

- Peristiwa atau kejadian yang pernah dan atau sedang terjadi

di IAIN Walisongo Semarang yang diyakini terkait (secara

langsung maupun tidak langsung) dengan pengaruh

globalisasi.

- Kebijakan-kebijakan yang pernah dan atau sedang

diberlakukan di IAIN Walisongo Semarang terkait dengan

pandangan mereka terhadap globalisasi,

2. Analisis Data ;

Data yang terkumpul dianalisis untuk mendapatkan simpulan-

simpulan pada wilayah sampel (IAIN Walisongo Semarang), setelah

itu dilakukan generalisasi pada populasi (Pendidikan Islam di

Indonesia).

Analisisi kuatitatif yang juga dipergunakan dalam penelitian skripsi

ini akan mendukung analisis kualitatifnya. Singkatnya analisis data

yang dipakai dalam penelitian adalah analisis kualitatif yang

didukung dengan analisis kuantitatif. Banyak peneliti telah berusaha

untuk mengkombinasikan kedua cara analisis ini dalam penelitian

/penyidikan mereka, keduanya akan saling melengkapi.

Setelah data-data diatas terkumpul maka kemudian data dianalisis

dengan menggunakan metode sebagai berikut :

a. Metode Deduktif ;

Yaitu metode atau cara yang dipakai untuk pengetahuan ilmiah

dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah

yang bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan yang

bersifat khusus.

Metode akan penulis pergunakan pada bab II dimana dalam

pembahasan bab ini, sebagai landasan teori yang sangat

23

berguna bagi penulis dalam menyajikan pembahasan-

pembahasan berikutnya.

b. Metode Induktif ;

Yaitu metode atau cara yang dipakai untuk mendapatkan ilmu

pengetahuan dengan titik tolak dari pengamatan atas hal-hal

atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik

kesimpulan yang bersifat umum. 22

Metode ini penulis pergunakan dalam bab III dan bab IV, untuk

selanjutnya dari pengungkapan ini penulis memasuki analisis

sebagai pembahasan inti dari skripsi ini.

c. Metode Deskriptif ;

Yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian

pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya. 23

Metode ini peneliti pergunakan untuk menemukan data atau

fakta yang kemudian diolah dan ditafsirkan. Metode ini peneliti

pergunakan pada bab III dan IV.

G. Sistematika Penulisan

Berdasarkan pedoman penulisan skripsi yang berlaku di IAIN

Walisongo Semarang, dimana skripsi ini terdiri dari lima bab. Dan untuk

mempermudah pembahasan dan penelaahan terhadap skripsi ini, maka

penulis membuat sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Yang terdiri atas : latar belakang masalah, ruang lingkup

permasalahan, tujuan penelitian, penegasan istilah, telaah pustaka,

metode penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

22 Suharsini Arikunto, op.cit., hlm. 234. 23 Hadari Nawawi, Mimi Martini, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1996), hlm. 73.

24

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG GLOBALISASI ;

Yang terdiri atas ; pengertian globalisasi, sejarah dan fase-fase

perkembangan globalisasi, ideologi globalisasi, pelaku dan sistem

globalisasi, serta dampak globalisasi terhadap Pendidikan Islam.

BAB III : GAMBARAN UMUM PERGURUAN TINGGI AGAMA

ISLAM IAIN WALISONGO SEMARANG ;

Mencakup :

A. Gambaran Umum Perguruan Tinggi IAIN Walisongo Semarang

;

sejarah berdirinya Perguruan Tinggi IAIN Walisongo Semarang,

dasar hukum Perguruan Tinggi IAIN Walisongo Semarang,

dasar hukum IAIN Walisongo Semarang, tugas pokok, fungsi,

dan tujuan IAIN Walisongo Semarang, visi, misi dan jati diri

IAIN Walisongo Semarang.

B. Profil dan Kode Etik Dosen dan Mahasiswa IAIN Walisongo

Semarang, meliputi ;

Profil (citra diri) dosen, profil (citra diri) mahasiswa, kode etik

dosen dan mahasiswa IAIN Walisongo Semarang.

C. Diskripsi pandangan Dosen IAIN Walisongo Semarang tentang

globalisasi dan responnya dalam pendidikan di IAIN Walisongo

Semarang.

BAB IV : IMPLIKASI GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN

ISLAM DI INDONESIA (STUDI KASUS DI IAIN WALISONGO

SEMARANG) .

Bab ini merupakan bab pembahasan atau analisis dari permasalahan

yang merupakan inti dari penelitian skripsi ini, yang mencakup;

analisis pandangan para dosen IAIN Walisongo Semarang terhadap

25

globalisasi dan responya dalam pendidikan di IAIN Walisongo

Semarang, dan analisis implikasi globalisasi terhadap Pendidikan

Islam di Perguruan Tinggi IAIN Walisongo Semarang.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab terakhir ini berisikan kesimpulan, saran-saran

(rekomendasi), dan diakhiri dengan kata-kata penutup.