bab 7 lingkungan pengendapan1

41
BAB VII LINGKUNGAN PENGENDAPAN Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah energi, kecepatan dan arah pengendapan serta variasi angin, ombak dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air (oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), kadar garam, kandungan karbon dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan perbedaan biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum diendapkan. Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam, mulai dari pegunungan, lembah sungai, pedataran, padang pasir (desert), delta sampai ke laut. Dengan analogi pembagian ini, lingkungan pengendapan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni darat (misalnya sungai, danau dan gurun), peralihan (atau daerah transisi antara darat dan laut; seperti delta, lagun dan daerah pasang surut) dan laut. Banyak pengarang membagi lingkungan pengendapan berdasarkan versi masing-masing. Selley (1988) misalnya, membagi lingkungan pengendapan menjadi 3 bagian besar: darat, peralihan dan laut (Tabel 7.1). Namun beberapa penulis lain membagi lingkungan pengendapan ini langsung menjadi lebih rinci lagi. Lingkungan pengendapan tidak akan dapat ditafsirkan secara akurat hanya berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan saja. Maka dari itu untuk menganalisis lingkungan pengendapan harus ditinjau mengenai struktur sedimen, ukuran butir (grain size), kandungan fosil 44

Upload: rifai-geologiest

Post on 26-Jun-2015

546 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

BAB VIILINGKUNGAN PENGENDAPAN

Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah energi, kecepatan dan arah pengendapan serta variasi angin, ombak dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air (oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), kadar garam, kandungan karbon dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan perbedaan biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum diendapkan.

Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam, mulai dari pegunungan, lembah sungai, pedataran, padang pasir (desert), delta sampai ke laut. Dengan analogi pembagian ini, lingkungan pengendapan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni darat (misalnya sungai, danau dan gurun), peralihan (atau daerah transisi antara darat dan laut; seperti delta, lagun dan daerah pasang surut) dan laut. Banyak pengarang membagi lingkungan pengendapan berdasarkan versi masing-masing. Selley (1988) misalnya, membagi lingkungan pengendapan menjadi 3 bagian besar: darat, peralihan dan laut (Tabel 7.1). Namun beberapa penulis lain membagi lingkungan pengendapan ini langsung menjadi lebih rinci lagi.

Lingkungan pengendapan tidak akan dapat ditafsirkan secara akurat hanya berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan saja. Maka dari itu untuk menganalisis lingkungan pengendapan harus ditinjau mengenai struktur sedimen, ukuran butir (grain size), kandungan fosil (bentuk dan jejaknya), kandungan mineral, runtunan tegak dan hubungan lateralnya, geometri serta distribusi batuannya.

Fasies merupakan bagian yang sangat penting dalam mempelajari ilmu sedimentologi. Boggs (1995) mengatakan bahwa dalam mempelajari lingkungan pengendapan sangat penting untuk memahami dan membedakan dengan jelas antara lingkungan sedimentasi (sedimentary environment) dengan lingkungan facies (facies environment). Lingkungan sedimentasi dicirikan oleh sifat fisik, kimia dan biologi yang khusus yang beroperasi menghasilkan tubuh batuan yang dicirikan oleh tekstur, struktur dan komposisi yang spesifik. Sedangkan facies menunjuk kepada unit stratigrafi yang dibedakan oleh litologi, struktur dan karakteristik organik yang

44

Page 2: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

terdeteksi di lapangan. Kata fasies didefinisikan yang berbeda-beda oleh banyak penulis. Namun demikian umumnya mereka sepakat bahwa fasies merupakan ciri dari suatu satuan batuan sedimen. Ciri-ciri ini dapat berupa ciri fisik, kimia dan biologi, seperti ukuran tubuh sedimen, struktur sedimen, besar dan bentuk butir, warna serta kandungan biologi dari batuan sedimen tersebut. Sebagai contoh, fasies batupasir sedang bersilangsiur (cross-bed medium sandstone facies). Beberapa contoh istilah fasies yang dititikberatkan pada kepentingannya:

Litofasies: didasarkan pada ciri fisik dan kimia pada suatu batuanBiofasies: didasarkan pada kandungan fauna dan flora pada batuanIknofasies: difokuskan pada fosil jejak dalam batuan

Berbekal pada ciri-ciri fisik, kimia dan biologi dapat dikonstruksi lingkungan dimana suatu runtunan batuan sedimen diendapkan. Proses rekonstruksi tersebut disebut analisa fasies.

Tabel 7.1: Klasifikasi lingkungan pengendapan (Selley, 1988)

Terestrial Padang pasir (desert)Glasial

DaratanSungai

Encer (aqueous) Rawa (paludal)Lakustrin

DeltaPeralihan Estuarin

LagunLitoral (intertidal)

ReefLaut Neritik (kedalaman 0-200 m)

Batial (kedalaman 200-2000 m)Abisal (kedalaman >2000 m)

7.1. LINGKUNGAN SUNGAI

Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok (meandering) (Gambar 7.1).

45

Page 3: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7.1 Sketsa empat tipe sungai

7.1.A Sungai Lurus (Straight)Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal

mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai kemampuan pengendapan sedimen kecil, sehingga alirannya lurusnya tidak berbelok-belok atau low sinuosity (Gambar 7.1). Karena kemampuan sedimentasi yang kecil inilah maka sungai tipe ini jarang yang meninggalakan endapan tebal. Sungai tipe ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang mempunyai topografi tajam. Sedimen sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan biasanya dijumpai pada jarak yang sangat pendek.

7.1.B Sungai Kekelok (meandering)Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau

berbelok-belok (Gambar 7.1 dan 7.2). Leopold dan Wolman (1957) menyebut sungai meandering jika sinuosity-nya lebih dari 1.5. Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan horisontal pada tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi dalam. Kalau proses ini berlangsung lama akan mengakibatkan aliran sungai semakin bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga terjadinya danau bekas aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau oxbow lake.

Gambar 7.2 Kelokan-kelokan sungai pada sungai meandering

46

Page 4: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Pada tipe sungai kekelok proses pengendapan terakumulasi pada 5 (lima) bagian yang berbeda (Boggs, 1995, Gambar 7.3), yaitu :

1. saluran utama (Main Channel dan channel fills),2. gosong (point bar),3. tanggul alam (natural levee),4. dataran banjir (flood-plain),5. danau oxbow (oxbow lake).

Sedimen yang diendapkan pada saluran utama terdiri dari material yang umumnya berbutiran lebih kasar yang dapat berpindah hanya oleh aliran sungai dengan kecepatan maximum pada saat puncak banjir (peak flood). Butiran suspensi seperti lempung dan lanau terbawa lebih cepat dan diendapkan pada daerah floodplain. Endapan pada saluran utama terdiri dari reruntuhan dinding sungai yang roboh akibat pengikisan oleh aliran arus (Walker dan Cant, 1979 dalam Walker, 1992), yang lebih dikenal dengan lag deposits. Karena saluran utama ini selalu bergerak (berpindah) dan pada dasar sungai selalu diendapkan butiran yang lebih kasar maka endapan ini merupakan dasar dari suatu gosong.

Gambar 7.3 Morfologi tipe sungai kekelok (Einsele,1992)

47

Page 5: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gosong (point bar) terakumulasi pada sisi dalam kelokan sungai, umumnya terjadi ketika material di sisi luar bank tererosi. Pada bagian gosong, endapan yang terbentuk umumnya menghalus ke atas, dengan struktur silang siur dan “dunes” yang berkembang baik. Pada sungai kekelok tua kadang-kadang gosong yang telah terbentuk terpotong kembali oleh aliran akibat lekukan aliran yang sangat besar yang terjadi saat banjir. Hal ini bisa terjasi pada gosong yang mempunyai kemiringan lereng rendah dan mempunyai tingkat kelokan yang tinggi.

Tanggul alam (natural levee) adalah tanggul di kanan kiri sungai yang membatasi aliran sungai. Tanggul alam ini terbentuk bersamaan dengan terbentuknya aliran itu sendiri. Tanggul terbentuk selama banjir sedang yang hanya mencapai ketinggian sama dengan tebing sungai (channel bank). Dengan menurunnya kecepatan arus, terendapkanlah sedimen di sepanjang tebing sungai tersebut. Pada saat banjir berikutnya endapan baru akan terus terbentuk di atas tebing ini dan membentuk tanggul alam sehingga tanggul ini semakin lama semakin tinggi. Tinggi maksimum yang dibentuk oleh tanggul alam mengindikasikan permukaan air maksimum yang terjadi pada saat banjir. Pada umumnya endapan berbutir halus. Arus sewaktu banjir, juga akan menyebabkan terkikisnya endapan yang telah terbentuk pada gosong atau bahkan mengerosi tanggul alam dan memutuskannya. Sehingga air akan melimpah ke dataran bajir di kiri-kanan aliran sungai dan akan membentuk crevasse splays deposites. Crevasse ini akan membentuk pola dan sistem saluran tersendiri. Struktur sedimen yang berkembang antara lain grading, lapisan horisontal ripple cross bedding.

Dataran banjir (floodbasin) merupakan bagian terendah dari floodplain. Ukuran dan bentuk dari dataran banjir ini sangat tergantung dari sejarah perkembangan banji, tetapi umumnya berbentuk memanjang (elongate). Endapan dataran banjir (floodplain) biasanya terbentuk selama proses penggenangan (inundations). Umumnya Endapan dataran banjir ini didominasi oleh endapan suspensi seperti lanau dan lumpur, meskipun kadang-kadang muncul batupasir halus yang terendapkan oleh arus yang lebih kuat pada saat puncak banjir. Kecepatan pengendapannya pada umumnya sangat rendah, berkisar antara 1 dan 2 cm lapisan lanau-lempung per periode banjir (Reineck dan Singh, 1980). Endapannya mengisi daerah relatif datar pada sisi luar sungai dan kadang-kadang mengandung sisa tumbuhan serta terbioturbasikan oleh organisme-organisme.

Akibat proses pengikisan mendatar pada belokan sungai dan pengendapan yang terjadi di sisi lain mengakibatkan suatu saat dua buah kelokan aliran meander saling bertemu. Akibat dari peristiwa ini menyebabkan terjadinya aliran yang terputus yang menyerupai danau yang disebut oxbow lake (Gambar 7.4).

48

Page 6: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7.4. Sketsa pembentukan oxbow lakePenampang vertikal dari endapan sungai kekelok dicirikan oleh

runtunan batuan sedimen dalam setiap sekuen mempunyai besar butir menghalus ke arah atas (Gambar 7.5). Dasar atau alas setiap sekuen merupakan bidang erosi yang kemudian ditindih oleh lapisan yang berbutir kasar-sangat kasar. Pada bagian bawahnya (di atas bidang erosi) sangat umum dijumpai lag deposits tadi. Fragmen dari lag deposits ini umumnya terdiri atas batulempung atau batuserpih yang merupakan hasil runtuhan tebing sungai. Pada bagian bawah sekuen ini sering terbentuk silang siur mangkok dan kemudian berubah jadi planar ke arah atas. Bagian atasnya terdiri atas batuan berbutir halus (batuserpih, batulanau atau batulempung) dengan sisipan tipis batupasir. Struktur sedimen yang dijumpai umumnya berukuran kecil seperti laminasi, silang siur dan ripple mark. Bagian bawah dari sekuen yang berupa endapan berbutir kasar-sangat kasar merupakan hasil endapkan pada alur sungai, sedangkan endapan halus umumnya merupakan hasil endapan di daerah dataran banjir. Sisipan tipis batupasir pada bagian atas sekuen merupakan endapan limpahan banjir yang memotong tanggul alam.

49

Page 7: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7.5 Penampang vertikal ideal dari endapan sungai meandering (Walker dan Cant, 1979 dalam Boggs,1995)

7.1.C Sungai Teranyam (braided)Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan

energi arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini bercirikan debit air dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata menyebabkan aliran dengan mudah belok karena adanya benda yang merintangi aliran sungai utama (Gambar 7.1 dan 7.6).

Tipe sungai teranyam dapat dibedakan dari sungai kekelok dengan sedikitnya jumlah lengkungan sungai, dan banyaknya pulau-pulau kecil di tengah sungai yang disebut gosong. Sungai teranyam akan terbentuk dalam kondisi dimana sungai mempunyai fluktuasi dischard besar dan cepat, kecepatan pasokan sedimen yang tinggi yang umumnya berbutir kasar, tebing mudah tererosi dan tidak kohesif (Cant, 1982). Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir).

Umumnya tipe sungai teranyam didominasi oleh pulau-pulau kecil (gosong) berbagai ukuran (Gambar 7.6 dan 7.7) yang dibentuk oleh pasir dan krikil. Pola aliran sungai teranyam terkonsentrasi pada zona aliran utama. Jika sedang banjir sungai ini banyak material yang terbawa terhambat pada tengah sungai baik berupa batang pepohonan ataupun ranting-ranting pepohonan. Akibat sering terjadinya banjir

50

Page 8: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

maka di sepanjang bantaran sungai terdapat lumpur yang mengusai hampir di sepanjang bantaran sungai.

Struktur sedimen yang umum terbentuk adalah silang siur, gelembur gelombang dan ripple cross-lamination. Pada saat air surut terjadi silang siur dengan perkembangan pada gelembur gelombang dan perarian sejajar. Hal ini terjadi pula pada permukaan bar. Pola pengendapan pada sungai teranyam pada skala kecil tidak terlihat pada beberapa pembacaan well log, karena saluran dan bar dapat berubah-ubah, pengendapan akan terlihat dengan secara acak dalam ukuran yang besar dan distribusi lateral isi dari fragmen bar dan salluran tersebut.

Gambar 7.6 Morfologi sungai teranyam

Jika sungai sedang tidak dalam keadaan banjir maka yang terendapkan adalah butiran halus dengan laminasi di bagian atas dari kerikil. Sedangkan lempung banyak terbentuk pada bagian tanggul dari sungai. Diagram dari sungai teranyam seperti terlihat dalam Tabel 7.2, yang memperlihatkan jika semakin rendah energi arus aliran, maka terbentuklah gelembur gelombang (ripple) halus pada batuan pasir yang melaminasi di bagian atas.

Pada umumnya sungai teranyam dicirikan bar yang banyak dan besar pada sungai (Gambar 7.7) dengan ukuran yang sangat bervariasi. Bar ini dapat dibagi dalam: 1. longitudinal2. linguoid3. tranverse

Tabel 7.2 Lingkungan Pengendapan Sungai Teranyam (Boggs halaman 310)

51

Page 9: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Bar longitudinal atau di Indonesia disebut gosong adalah pulau ditengah sungai yang mempunyai sumbu panjang sejajar dengan arah aliran sungai. Endapan yang berbutir kasar biasanya tersebar di sekitar sumbu dan bagian bawah dari gosong. Besar butir endapan ini mengecil ke arah atas dan bawah dari gosong. Struktur sedimen yang umumnya terdapat pada gosong adalah lapisan mendatar yang tebal yang diendapkan dalam kondisi upper-flow regim.

Linguiod dan tranverse bars berada pada sudut garis potong ke arah alur sungai, keistimewaan karakteristik pasir pada aliran teranyam. Bentuk lobate atau rhombic Linguoid bars, dengan penurunan ketinggian paras muka sungai. Untuk transverse bars muncul akibat adanya riak air sungai yang besar sehingga dapat mengakibatkan banjir. Lateral bars, terdapat pada beberapa panjang tepi sungai, karena proses pengendapan dan erosi dan banjir pada setiap kali musim banjir yang ditimbulkan

52

Page 10: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7.7. Struktur bar pada sungai teranyam (Boggs, 2001).

Endapan sungai teranyam pada umumnya terdiri atas batu pasir kasar sampai krikil. Lumpur terendapkan pada bagian dasar aliran sungai. Pada longitudinal bar cenderung mengubah krikil menjadi pasir. Endapan dari sungai teranyam bervariasi atas besarnya beban pengendapan yang terkirim, kedalaman dari air sungai dan variasi pembelokan aliran sungai. Umumnya proses pengendapan rangkaian facies vertikal juga tidak menunjukan perbedaan khusus (Gambar 7.8).

Scott-type, umumnya terdiri dari batuan kasar, krikil-krikil dan sedikit adanya sisipan batuan pasir pada sepanjang penampang vertikal dari type ini. Model ini menunjukan sedikitnya perkembangan dari pengendapan batuan krikil.

Donjek-type, model ini teridi dari variasi lapisan pengendapan pada sungai teranyam dengan campuran beban pasir dan kekrikil. Batuan berpasir banyak mendominasi pada Linguoid dan transverse bars. Pada penampang vertikal ini terlihat variasi dari ketebalan pembentukan lapisan.

Platte-type, pengendapan tidak begitu nampak, sekalipun terindikasi adanya rangkaian pengendapan pada sebagian longitudinal bar dan superiposes linguoid bars dan ada sedit tanda berupa coal.

Bijou Creek-type, karakteristik proses pengendapan oleh pengendapan superimposes flood sejak akumulasi arus air pada setiap kali terjadinya banjir.

53

Page 11: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7.8. Penampang tegak batuan berpasir pada teranyam (Boggs, 1995)

Penampang tegak dari batuan berpasir untuk arus teranyam seperti ditunjukan pada Gambar 7.9. Rangkaian penampang ini berawal dari endapan yang menggosok permukaan lantai bawah (bed SS) menumpuk pada cross-bedding (bed A). Batuan pasir terlihat menumpuk pada lapisan di atas (bed B) dan adanya ketebalan besarnya planar tabular (bed C). Endapan memenuhi secara baik pada bagian atas saluran (bed D) dengan adanya isolasi (bed E) menumpuk pada lapisan tegak siltstone interbeded dengan batuan lumpur (bed F) dan yang terakhir batuan berpasir (bed G)

Pada sungai teranyam cenderung membentuk variasi kedalaman dari lebar sungai dan karena arah aliran dan energi sungai membentuk lag deposit pada lantai dasar sungai, pasir teralirkan pada bedload system. Kedalaman sungai teranyam berkisar 3 meter atau lebih dengan membentuk adanya crossbedding. Pengendapan sungai dengan adanya Flood stage dapat gosong membentuk channels beds, preserving flood stage sedimentary structure. Pada muka arus penampang sungai terjadi ripple lapisan pasir dengan gradasi mendatar pada lapisan atas sungai. Karena kaya akan mineral makanan maka pada sebagian bantaran sungai dan juga bekas luapan-luapan banjir maka akan tumbuh-tumbuhan akibat biji-bijian tumbuhan itu terbawa banjir oleh sungai dan mengendap pada bantaran sungai (Gambar 7.10).

54

Page 12: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7. 9. Penampang vertikal dari batuan berpasir untuk arus teranyam (Boggs, 1995)

Gambar 7.10. Block Diagram sungai teranyam dan terbentuknya beberapa lapisan pengendapan

7.I.D Sungai AnastomasingSungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai

yang bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain membentuk satu aliran. Energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai

55

Page 13: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

anastomosing. Pada sungai teranyam, aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu (Gambar 7.1). Pada daerah onggokan sungai sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi oleh vegetasi (Gambar 7.11) .

Gambar 7.11 Sistem sungai anastomasing (Einsele, 1992)

7.2 LACUSTRINLacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat

terkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini mempunyai kedalaman bervariasi, lebar dan kadar garam yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya delta, pulau penghalang (barried island) hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya.

Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran;

56

Page 14: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming (penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.

Visher (1965) dan Kukal (1971) membagi lingkungan lacustrin menjadi 2 yaitu danau permanen dan danau ephemeral (Gb 7.12). Danau permanen mempunyai 4 model dan danau ephemeral mempunyai 2 model seperti yang terlihat pada gambar tersebut.

57

DANAU PERMANEN

DANAU EMPHEMERAL

Konglomerat

Gamping

Pasir Lanau

LempungEvaporit

Rawa batubara

Gambar 7.12: Model pengendapan danau (Visher, 1965)

Pasokan sedimen

Kekeringan (aridity)

Page 15: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

7.2.A Danau permanenDanau permanen model pertama adalah danau yang terisi oleh

endapan klastika yang terletak di daerah pegunungan. Danau ini mempunyai hubungan dengan lingkungan delta sungai yang berkembang ke arah danau dengan mengendapkan pasir dan sedimen suspensi berukuran halus. Ciri dari endapan danau ini dan juga endapan model lainnya adalah berupa varve yaitu laminasi lempung yang reguler. Pada endapan danau periglasial, varves berbentuk perselingan antara lempung dan lanau. Lanau diendapkan pada saat mencairnya es, sedangkan lempung diendapkan pada musim dingin dimana tidak ada air sungai yang mengallir ke danau. Contoh danau ini adalah Danau Costance dan Danau Zug di Pegunungan Alpen.

Danau permanen model kedua adalah danau yang terletak di dataran rendah dengan iklim yang hangat. Material yang dibawa oleh sungai dalam jumlah yang sedikit. Endapan karbonat terbentuk pada daerah yang jauh dari mulut sungai disekitar pantai. Cangkang-cangkang molluska dijumpai pada endapan pantai, yang dapat membentuk kalkarenit jika energi gelombang cukup besar. Kearah dalam dijumpai adanya ganggang merah berkomposisi gampingan. Contoh danau ini adalah Danau Schonau di Jerman dan Danau Great Ploner di Kanada Selatan.

Danau permanen model ketiga adalah danau dengan endapan sapropelite (lempung kaya akan organik) pada bagian dalam yang dikelilingi oleh karbonat di daerah dangkal. Endapan pantai berupa ganggang dan molluska.

Danau permanen model ke empat dicirikan oleh adanya marsh pada daerah dangkal yang kearah dalam menjadi sapropelite. Contoh dari danau ini adalah Danau Gytta di Utara Kanada.

7.2.B Danau EphemeralDanau ephemeral adalah danau yang terbentuk dalam jangka

waktu yang pendek di daerah gurun dengan iklim yang panas. Hujan hanya terjadi sesekali dalam setahun.

Danau playa antar-gunung pada bagian dekat pegunungan berupa fan alluvial piedmont yang kearah luar berubah menjadi pasir dan lempung. Ciri dari danau playa ini adalah lempung berwarna merah-coklat yang setempat disisipi oleh lanau dan gamping. Contoh danau ini adalah Danau Qa Saleb dan Qa Disi di Jordania.

Karena adanya pengaruh evaporasi, danau ephemeral dapat membentuk endapan evaporit pada lingkungan sabkha. Contoh dari danau ini adalah Danau Soda di Amerika Utara dan di Gurun Sahara dan Arab.

7.2.C Karakteristik endapan lacustrinLitologi dari endapan lacustrine dapat berupa batulumpur,

batupasir, konglomerat; kimiawi-biokimiawi evaporit, karbonat, phosphorite, dan endapan yang terbentuk dari kehidupan seperti skeletal karbonate dan gambut.

58

Page 16: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Endapan danau purba ditemukan dengan luas beberapa ratus km2

hingga 130.000 km2, sedangkan danau moderen yang dijumpai, mempunyai luas puluhan km2 hingga 436.000 km2. Ketebalan sedimen endapan lacustrin berkisar dari beberapa meter hingga lebih dari 1000 m, namun pada umumnya kurang dari 300 m. Geometri endapan tersebut umumnya membentuk lingkaran dengan penampang vertikal berbentuk lensa.

Fosil yang umum dijumpai pada endapan danau dengan kedalaman kurang dari 10 m adalah cangkang-cangkang bivalves, ostracoda, gastropoda, diatome, chloropites dan algae. Keberadaan fosil tersebut akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman.

Sapropelite dapat membentuk “oil-shales” yang mempunyai potensi sebagai source rock yang dapat menghasilkan minyak dan gas. Danau yang terletak pada temperatur sedang dapat membentuk batubara, sedangkan danau hipersaline membentuk endapan evaporites dalam jumlah yang cukup potensial.

Air danau dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu epilimnion dan hypolimnion, Epilimnion terdapat pada bagian atas dengan berat jenis rendah, terjadi photosintesa dari ganggang yang membentuk oksigen. Kombinasi dengan tumbuhan sebagai makanan dan oksigen membuat banyaknya kehidupan. Organisme yang mati jatuh ke hypolimnion yang anoxic, terawetkan membentuk lapisan lumpur yang kaya akan zat organik. Setelah melalui proses pematangan, mateial organik tersebut dapat berubah menjadi kerogen sebagai bahan penghasil minyak. Contoh endapan ini adalah lempung endapan danau Formasi Green River berumur Eocene di daerah Utah dan Wyoming. Formasi tersebut selain menghasilkan oil shales, juga menghasilkan minyak yang bermigrasi ke pasir peripheral dan juga ke formasi yang lebih tua.

7.3 LAGUN

Lagun (lagoon) adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan dengan laut lepas, tetapi dibatasi oleh suatu tanggul memanjang (barrier) yang relatif sejajar dengan pantai (Gambar 7.13). Oleh sebab itu lagun umumnya tidak luas dan berair dangkal dengan energi rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misal Lagun Leeward di Bahama luasnya 10.000 km2 dengan kedalaman +10 m (Jordan, 1978, dalam Sellwood, 1990).

Akibat terhalang oleh tanggul, pergerakan air di dalam lagun hanya dipengaruhi oleh arus pasang/surut yang keluar/masuk lewat celah tanggul (inlet). Kawasan tersebut secara klasik dikelompokkan sebagi daerah peralihan darat-laut (Pettijohn, 1957), dengan kadar garam air dari tawar (fresh water) sampai sangat asin (hypersalin). Keragaman kadar garam tersebut akibat adanya pengaruh kondisi hidrologi, iklim dan jenis material batuan yang diendapkan di lagun. Lagun di daerah kering memiliki kadar garam yang lebih tinggi dibanding dengan lagun di daerah basah (humid), hal ini dikarenakan kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu.

59

Page 17: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas maka batuan sedimen lagun sepintas kurang berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi bila diamati lebih rinci mengenai aspek lingkungan pengendapannya, lagun akan dapat bertindak sebagai penyekat perangkap stratigrafi minyak.

Gb. 7.13: Skema rekonstruksi lingkungan lagun dan sekitarnya (Einsele, 1992)

Transportasi sedimen di lagun dilakukan oleh air pasang-surut, ombak dan/atau angin yang dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun. Endapan delta (tidal delta) dapat juga terbentuk pada bagian ujung alur pemisah tanggul, yaitu di dalam lagun atau di bagian laut terbuka (Boggs, 1995). Sedimen delta pada bagian tersebut agak kasar sebagai sisipan pada fraksi halus, yaitu bila terjadi aktifitas gelombang besar yang mengerosi tanggul dan terendapkan di lagun melalui celah tersebut.

7.3.A Pembentukan Lagun Bentuk dan genesa lagun berkaitan erat dengan genesa tanggul

(barrier), sehingga dalam hal ini mencirikan pula kondisi geologi dan fisiografi daerah lagun. Bentuk lagun yang dibatasi tanggul sepanjang

60

Page 18: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

pantai umumnya memanjang relatif sejajar dengan garis pantai, sedangkan yang dibatasi oleh atol bentuk lagunnya relatif melingkar. Bentuk lagun yang memanjang sejajar garis pantai terjadi apabila tanggul relatif sejajar dengan garis pantai yang disusun oleh reef ataupun berupa sedimen klasik lain, misalnya batupasir. Lagun yang dibatasi atol pada karang terbentuk relatip bersamaan dengan pembentukan atol, disebabkan proses penurunan dasar cekungan (tempat karang tumbuh) yang kecepatnya seimbang dengan pertumbuhan karang itu sediri.

Kondisi muka-laut juga berpengaruh terhadap lagun (Sander, 1978). Pada laut yang konstan maka di bagian bawah lagun akan terendapkan sedimen klastik halus yang kemudian ditutupi oleh endapan rawa dengan ketebalan mencapai setengah tinggi air pasang. Kontak antara batuan sedimen dan batuan di bawahnya adalah horizontal. Satuan batuan fraksi halus dengan sisipan batubara muda (peat) di daerah rawa akan berhubungan saling menjari dengan batupasir di daerah tanggul. Selain itu batuan sedimen lagun yang menebal ke atas dan menumpang di bagian atas shoreface biasanya terjadi menyertai proses transgresi.

Lagun juga dapat terbentuk pada daerah tektonik estuarine (Fairbridge, 1980 dalam Boggs, 1995) yang disebabkan oleh aktivitas tektonik sehingga terjadi pengangkatan di bagian tepi pantai dan membelakangi bagian rendahan yang membentuk lagun.

7.3.B Proses PengendapanLagun berenergi rendah karena selalu dibatasi oleh tanggul,

sehingga sedimen yang diendapkan berupa sedimen halus, namun kadang juga dijumpai batupasir dan batulumpur. Beberapa lagun yang tidak bertindak sebagai muara sungai, maka sedimen yang diendapkan didominasi oleh sedimen marin. Sedimen pengisi lagun dapat berasal dari erosi barrier (wash over) yang berukuran pasir dan lebih kasar. Apabila ada penghalang berupa reef, dapat juga dijumpai pecahan-pecahan cangkang di bagian backbarier atau di tidal delta. Akibat angin partikel halus dari tanggul dapat terangkut dan diendapkan di lagun. Angin tersebut dapat juga menyebabkan terjadinya gelombang pasang yang menerpa garis pantai dan menimbulkan energi tinggi sehingga terjadi pengikisan dan pengendapan fraksi kasar.

Beberapa jenis batuan sedimen berumur muda dijumpai di Laguna Madre (JA Miller, 1973, dalam Friedman & Sanders, 1978). Batuan tersebut berupa batulempung lanauan sebagai hasil sedimentasi air pasang, batupasir kuarsa yang merupakan hasil aktivitas angin mengerosi tanggul (Padre Island), kerakal gampingan sebagai hasil rombakan batuan di pantai serta batuan karbonat dengan beberapa keratan didalamnya (seperti pasir cangkang dan pasir).

Struktur sedimen yang berkembang umumnya pejal (pada batulempung abu-abu gelap) dengan sisipan tipis batupasir halus, gelembur-gelombang dengan beberapa perarian bersilang (cross lamination) yang melibatkan batulempung pasiran. Struktur bioturbasi sering dijumpai pada batulempung pasiran (siltstone) yang bersisipan

61

Page 19: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

batupasir dibagian dasar lagun (Boggs, 1995). Batupasir tersebut ditafsirkan sebagai hasil endapan angin, umumnya berstruktur perarian sejajar dan kadang juga berstruktur ripple cross-lamination (Gambar 7.14).

Gb.7.14 Komposit stratigrafi daerah barier - lagun berumur Kapur di Alberta

selatan Canada, (Reinson G.E. 1984 dalam Boggs, 1995)

Fosil di daerah lagun sangat bervariasi tergantung kadar garam air lagun (Boggs, 1995). Lagun dengan kadar garam normal mempunyai populasi fosil sama dengan fosil di laut terbuka. Fosil air payau yang dijumpai di lagun dapat sebagai indikasi bahwa adanya bagian muara sungai di lagun. Batulempung Formasi Lidah di Kendang Timur jarang dijumpai fosil jadi ditafsirkan daerah tersebut sebagian mungkin berair tawar. Selain itu sering dijumpai mineral pirit sehingga ditafsirkan lagun di Kendang Timur sebagian jauh dari inlet sehingga sangat terllindungkan proses reduksi berjalan normal. Selain itu pada sisipan batupasir di beberapa lokasi sering dijumpai gloukonit sehingga ditafsirkan merupakan hasil pengendapan dekat inlet (laut). Berdasarkan data tersebut di atas membuktikan bahwa lagun biasanya tidak lebar. Hal ini dikarenakan di daerah penelitian yang sempit dapat dijumpai beberapa bagian lagun.

62

Page 20: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Batuan sedimen lagun kadang mengandung lumpur karbonat yang berasosiasi dengan rombakan cangkang. Hal ini ditafsirkan karena bagian lagun mengalami pergerakan karena deformasi tektonik yang melibatkan bagian tanggul batugamping. Beberapa jenis moluska (Ammonite dan Lamellibranchiata) sering dijumpai pada batupasir karbonat sehingga ditafsirkan lokasi fosil tersebut berdekatan dengan lingkungan laut (Selley, 1980). Kesimpulan tersebut dikaitkan dengan keberadaan batupasir karbonatan yang ditafsirkan sebagai hasil sedimentasi tidal inlet (celah diantara barrier) serta ekologi fosil tersebut.7.4 DELTA

Kata delta digunakan pertama kali oleh filosof Yunani yang bernama Herodotus pada tahun 490 SM, dalam penelitiannya pada suatu bidang segitiga yang dibentuk oleh endapan sungai pada muara Sungai Nil. Delta didifinisikan oleh Bhattacharya dan Walker (1992) adalah “Discrette shoreline proturberance formed when a river enters an ocean or other large body of water”.

Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen sungai pada danau atau pantai. Delta merupakan sebuah lingkungan yang sangat kompleks dimana beberapa faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta, faktor-faktor tersebut adalah energi sungai, pasang surut, gelombang, iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system. Hal ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan harus lebih banyak dibandingkan dengan sedimen yang terkena erosi sebagai dampak gelombang dan/atau pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan sedimen sungai ini banyak berubah karena faktor di atas, sehingga banyak ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats (Coleman& Prior, 1982).

Ketika sebuah sungai memasuki laut atau danau, terjadi penurunan energi tranportasi secara drastis, yang diakibatkan bertemunya arus sungai dengan gelombang, maka sedimen yang dibawanya akan terendapkan secara cepat dan terbentuklah sebuah delta (Gambar 7.15). Namun demikian, hal itu dapat terjadi apabila cairan dari sungai lebih pekat dari pada cairan laut/danau. Sebaliknya apabila cairan dari sungai lebih encer dibandingkan cairan laut/danau, maka sedimen yang dibawa sungai akan tersebar jauh ke arah laut, dan sedimen yang dibawa cairan laut akan mengendap di mulut sungai. Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan umur stratigrafi, dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam pencarian minyak, gas, batubara dan uranium. Delta modern saat ini berada pada semua kontinen kecuali Antartica. Bentuk delta yang besar diakibatkan oleh sistem drainase yang aktif dengan kandungan sedimen yang cukup tinggi.

63

Page 21: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

7.4.A Klasifikasi dan pengendapan deltaPada tahun 1975, M.O Hayes (Allen & Coadou, 1982)

mengemukakan sebuah konsep tentang klasifikasi coastal yang didasarkan pada hubungan antara kisaran pasang surut (mikrotidal, mesotidal dan makrotidal) dan proses sedimentologi. Pada tahun 1975, Galloway menggunakan konsep ini dalam penerapannya terhadap aluvial delta, sehingga disimpulkan klasifikasi delta berdasarkan pada dominasi energinya (Gambar 7.16), yaitu :

1. Delta sungai (fluvial-dominated delta)2. Delta pasang-surut (tide-dominated delta)3. Delta ombak (wave-dominated delta)

Gambar 7.15: Geomorfologi suatu delta dari citra satelit

64

Page 22: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7.16: Skema klasifikasi delta menurut Galloway (1975).

Delta Sungai (Fluvial - dominated Delta) Delta sungai pada dasarnya dipengaruhi lingkungan yang

disebabkan oleh energi sungai. Pengaruh energi sungai sangat dominan dan pengaruh dari pasang-surut serta gelombang sangat kecil (Gambar 7.17). Delta jenis ini umumnya terbentuk pada mikrotidal regime dengan kemiringan beting (shelf) sangat besar (Nichols, 1999). Akibat dari pengaruh sungai yang sangat dominan, morfologi yang terbentuk sering memperlihatkan bentuk seperti kaki burung atau birdfoot dengan fluvial levees, interdistributary bays dan distributary mouth bar pada inlet.

65

Page 23: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7.17 Fluvial - dominated Delta pada system delta Mississipi (Reineck dan Singh, 1980)

Selanjutnya pada delta sungai dipengaruhi oleh prilaku air sungai sehingga dapat dapat diidentifikasi menjadi 3 ciri yaitu :

1. Homopycnal flowPada proses ini air sungai yang memasuki cekungan mempunyai berat jenis sama dengan berat jenis air laut, kecepatan alirannya tinggi (jet aot flow), pengendapan terjadi dengan tiba-tiba, kandungan cairannya bercampur, endapannya kasar (Gambar 7.18)

Gambar 7.18 Homopycnal flow pada delta sungai.

2. Hyperpycnal flowPada ciri ini bila air sungai mempunyai densitas yang lebih besar daripada “basin water “ menghasilkan arah orientasi vertikal ini dikenal sebagai “plane - jet flow” (Gambar 7.19). Pada ciri ini

66

Page 24: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

densitas menghasilkan arus yang dapat mengerosi pada awalnya akan tetapi akhirnya endapannya berada sepanjang sebagian besar “slope” dari “delta front” pada aliran “turbidit”.

Gambar 7.19 Hyperpycnal flow

3. Hypopycnal flowPada ciri ini bila air sungai yang mengalir densitasnya lebih kecil dari “basin water”. Pada Hypopycnal flow sedimen yang halus dibawa dalam “supensi” keluar dari muara sebelum “flucullate” dan mengendap (Gambar 7.20). “Flocculate” meliputi gabungan sedimen halus dalam “small lump” memberikan keberadaan muatan ion positip dalam “sea water” yang menetralisir muatan negatif pada partikel lempung. Hypopycnal flow cenderung menghasilkan “delta front area” yang aktif dan besar, kemiringan nya 1 derajat atau kurang, berbeda dengan sebagian besar delta yang ada sekitar 10 sampai 20 derajat (Bogg, 1995).

Gambar 7.20 Hypopycnal flow

Delta Pasang-surut (Tide – dominated Delta)

67

Page 25: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Pada proses ini digambarkan bila pengaruh pasang surut lebih besar dari aliran sungai yang menuju muara sungai, arus yang dua arah dapat mendistribusikan kembali sedimen yang ada di muara, menghasilkan “sand filled”, “flumee-shaped distributariesd”. Delta pasang-surut biasanya terbentuk pada ujung teluk.

Delta modern Ganga-Brahmaputra adalah sebuah contoh delta yang didominasi oleh pengaruh pasang surut (Gambar 7.21). Bila dibandingkan delta Missisippi ukuran luas delta Brahmaputra tiga kali lebih besar (Boggs, 1995).

Rata-rata keluarannya dua kali dibandingkan dengan delta Missisippi, khususnya pada saat musim hujan. Rata-rata daerah “tidal” sangat besar, sekitar 4 m dan pengaruh gelombang sangat kecil. “sand” yang ditransportasikan sangat “intens” selama musim hujan, dimana “sand” yang diendapkan serupa dengan “braides stream”. Pada jenis delta ini dicirikan dengan lingkungan “tidal-flat”, “natural levees”, dan “fload basin”, yang mana sedimennya halus diendapkan dari “suspension”.

Pengaruh arus pasang surut yang kuat dimanisfestasikan oleh kehadiran jaringan “tidal sand bars” dan “channel” yang diorientasikan berbentuk kasar paralel terhadap arah aliran arus “tidal”. Tide dominated delta biasanya dapat dibedakan dari fluvial dominated delta dari munculnya struktur-struktur sedimen yang mencirikan tipe facies sedimen tidal (Allen & Coadou, 1982).

Gambar 7.26 Tide- Dominated delta pada Delta modern Ganges-Brahmaputra

Delta Ombak (Wave-dominated Delta)Penyebab pada system ini adalah aliran gelombang yang kuat dan

perlambatan dari aliran sungai sehingga aliran sungai tertarik atau

68

Page 26: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

dibelokan di muara sungai. Distribusi endapan pada muara, dilakukan oleh gelombang dan di redistribusikan sepanjang “delta front” oleh arus “long-shore” sehingga bentuk gelombang yang timbul di “shore-line” lebih menonjol seperti di pantai yaitu “barrier bars” dan “spit” (menyebul) (Gambar 7.27).

Gambar 7.27 Skema sistem delta ombak

Selanjutnya dapat dicirikan juga dengan adanya “smooth delta front” yang meliputi pengembangan yang baik dari punggungan “coalescent beach”, salah satu contoh pada wave dominated delta adalah Sao Fransisco delta (Gambar 7.28). Dimensi luasnya lebih kecil bila dibandingkan Missisippi delta.

Perbedaan karakteristik dari wave dominated delta ini akan dicirikan dengan adanya high wave energy fringe pada delta front. Endapan-endapannya akan dicirikan dengan kehadiran struktur-struktur sedimen seperti pada pantai, shoreface dan strom sedimen.

69

Page 27: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7.28 Delta ombak pada Delta Sao Fransisco

Berdasarkan sumber endapannya, secara mendasar delta dapat dibedakan menjadi dua jenis (Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995) (Gambar 7.20), yaitu:

1. Non Alluvial Deltaa. Pyroklastik deltab. Lava delta

2. Alluvial Deltaa. River Delta

Pembentukannya dari deposit sungai tunggal.b. Braidplain Delta

Pembentukannya dari sistem deposit aliran “teranyam”

c. Alluvial fan DeltaPembentukannya pada lereng yang curam dikaki gunung yang luas yang dibawa air.

d. Scree-apron deltas

70

Page 28: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Terbentuk ketika endapan scree memasuki air.

Gambar 7.20 Klasifikasi Delta didasarkan pada sumber endapannya (Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995)

7.4.B Fisiografi DeltaBerdasarkan fisiografinya, delta dapat diklasifikasikan menjadi

tiga bagian utama (Gambar 7.29), yaitu :1. Delta plain2. Front Delta3. Prodelta

Gambar 7.29 Fisiografi Delta (Allen)Delta plain

Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta. Umumnya terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus seperti serpih dan bahan-bahan organik (batubara). Delta plain merupakan bagian dari delta yang karakteristik lingkungannya didominasi oleh proses fluvial dan tidal. Pada delta plain sangat jarang ditemukan adanya aktivitas dari gelombang yang sangat besar. Daerah delta plain ini ditoreh (incised) oleh fluvial distributaries dengan kedalaman berkisar dari 5 – 30 m. Pada distributaries channel ini sering

71

Page 29: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

terendapkan endapan batupasir channel-fill yang sangat baik untuk reservoir (Allen & Coadou, 1982).

Delta front Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari

sungai bergerak memasuki cekungan dan berasosiasi/berinteraksi dengan proses cekungan (basinal). Akibat adanya perubahan pada kondisi hidrolik, maka sedimen dari sungai akan memasuki cekungan dan terjadi penurunan kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan diendapkannya material-material dari sungai tersebut. Kemudian material-material tersebut akan didistribusikan dan dipengaruhi oleh proses basinal. Umumnya pasir yang diendapkan pada daerah ini terendapkan pada distributary inlet sebagai bar. Konfigurasi dan karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok sebagai reservoir, didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya (Allen & Coadou, 1982).

ProdeltaProdelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut

atau sering disebut pula sebagai delta front slope. Endapan prodelta biasanya dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti lempung dan lanau. Pada daerah ini sering ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa kehadiran pasir. Batupasir umumnya terendapkan pada delta front khususnya pada daerah distributary inlet, sehingga pada daerah prodelta hanya diendapkan suspensi halus. Endapan-endapan prodelta merupakan transisi kepada shelf-mud deposite. Endapan prodelta umumnya sulit dibedakan dengan shelf-mud deposite. Keduanya hanya dapat dibedakan ketika adanya suatu data runtutan vertikal dan horisontal yang baik (Reineck & Singh, 1980). 7.4.C Studi Kasus Delta Mahakam.

Delta Mahakam terbentuk pada muara sungai Mahakam di Kalimantan Timur sekitar 50 km selatan Khatulistiwa. Delta Mahakam terletak dalam “Kutei basin” dengan tipe “Mixed Fluvial-Tide Dominated” dengan umur Miocene tengah (Allen & Coadou, 1982). Daerah delta mahakam terdiri dari 1300 km2 delta plain, 1000 km2 delta front dan 2700 km2 prodelta.

Delta ini karena terletak pada daerah khatulistiwa sangat dipengaruhi oleh musin, antara lain musim hujan dan musim panas. Maksimum curah hujan sangat tinggi pada bulan Januari, minimum pada bulan Agustus (Allen, 1994), temperatur relatif konstan antara 26 sampai 30 derajat.

Delta Mahakam Menunjukkan bentuk “fan”, dimana cabang “fluvial distributaries” keluar dari sungai Mahakam (Gambar 7.30) dan keluar melintasi “delta plain” pada jarak 50 km dari batas “upstream” dari delta. Volume sedimen yang dialirkan oleh sungai Mahakam ini sekitar 8 x 106 m3 pertahun Pada delta ini ada 3 sistem distribusi “fluvial” yang menjadi ciri khas dari delta Mahakam. Distribusi ini dikelompokkan dalam sistem “northen” dan “southern”. Umumnya

72

Page 30: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

gelombang yang mempengaruhi delta ini sangat kecil, ketinggiannya hanya sekitar 60 cm. Sedangkan aktivitas tidal pada daerah ini merupakan mesotidal.

Gambar 7.30 Delta Mahakam (Allen)

7.5 ESTUARIN

Beberapa ahli geologi mengemukakan beberapa pengertian yang bermacam-macam tentang estuarin. Pritchard, 1967 (Reineck & Singh, 1980) mengemukakan bahwa estuarin adalah “a semi-enclosed coastal body of water which has a free connection with the open sea and within which sea water is measurably diluted with fresh water derived from land drainage”. Ada dua faktor penting yang mengontrol aktivitas di estuarin, yaitu volume air pada saat pasang surut dan volume air tawar (fresh water) serta bentuk estuarin. Endapan sedimen pada lingkungan estuarin dibawa dua aktivitas, yaitu oleh arus sungai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen dari laut lepas akan sangat tergantung dari rasio besaran tidal dan disharge sungai. Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga daerah (Gambar 7.31) , yaitu :1. Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang

secara bebas berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini.

2. Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang.

3. Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian)

Marine atau lower estuarin adalah estuarine yang secara bebas berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini. Daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang disebut middle estuarin. Sedangkan fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh

73

Page 31: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

(harian). Friendman & Sanders (1978) dalam Reineck & Singh mengungkapkan bahwa pada fluvial estuarin konsentrasi suspensi yang terendapkan lebih kecil (<160mg/l) dibanding pada sungai yang membentuk delta.

Gambar 7.31 Skema system lingkungan pengendapan estuarin yang sangat dipengaruhi gelombang (Dalrymple,1992)

Berdasarkan aktivitas dari tidal yang mempengaruhinya, estuarin dapat diklasifikasikan menjadi tiga (Hayes, 1976 dalam Reading, 1978), yaitu : 1. Mikrotidal estuarin2. Mesotidal estuarin3. Makrotidal estuarin

Pada mikrotidal estuarin, perkembangan daerahnya sering ditandai dengan kemampuan disharge dari sungai untuk menahan arus tidal yang masuk ke dalam sungai, meskipun kadang-kadang pada saat disharge sungai sangat kecil, arus tidal dapat masuk sampai ke sungai. Pada mesotidal estuarin, efektivitas dari tidal lebih efektif dibanding pada mikrotidal, khususnya ini terjadi pada sungai bagian bawah. Pada makrotidal estuarin sering ditemukan funnel shaped dan linier tidal sand ridges. Arus tidal sangat efektif dalam sirkulasi daerah ini, serta

74

Page 32: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

endapan suspensi umumnya diendapkan pada dataran (flats) intertidal pada daerah batas estuarin (Reading, 1978).

Endapan pada daerah estuarin umumnya aggradational dengan alas biasanya berupa lapisan erosional hasil scour pada mulut sungai. Hal ini berbeda dengan endapan delta yang umumnya progadational yang sering menunjukan urutan mengkasar keatas. Pada daerah estuarin yang sangat dipengaruhi oleh tidal, endapannya akan sangat sulit dibedakan dengan daerah lingkungan pengendapan tidal, untuk membedakannya harus didapat informasi dan runtunan endapan secara lengkap (Nichols, 1999).

7.6 TIDAL FLAT

Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi gelombang laut yang rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan daerah pantai mesotidal dan makrotidal. Pasang surut dengan amplitudo yang besar umumnya terjadi pada pantai dengan permukaan air yang sangat besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang terpisah dari laut terbuka biasanya hanya mengalami efek yang kecil dari pasang surut ini, seperti pada laut mediterania yang ketinggian pasang surutnya hanya berkisar dari 10 – 20 cm. Luas dari daerah tidal flat ini berkisar antara beberapa kilometer sampai 25 km (Boggs, 1995). Berdasarkan pada elevasinya terhadap tinggi rendahnya pasang surut, lingkungan tidal flat dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu subtidal, intertidal dan supratidal (Gambar 7. 32).

75

Page 33: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7. 32 Pembagian serta hubungan antara zona-zona pada lingkungan tidal flat (Boggs, 1995)

Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level pasang surut yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus menerus. Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh gelombang laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload dengan ukuran pasir (sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal bar dan shoal. Pengendapan pada daerah subtidal utamanya terjadi oleh akresi lateral dari sedimen pasiran pada tidal channel dan bar. Migrasi pada tidal channel ini sama dengan yang terjadi pada lingkungan sungai meandering.

Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah sampai tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam sehari, tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada daerah ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya aktifitas air laut yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena intertidal merupakan daerah perbatasan antara pasang surut yang tinggi dan rendah, sehinnga merupakan daerah pencampuran antara akresi lateral dan pengendapan suspensi, maka daerah ini umumnya tersusun oleh endapan yang berkisar dari lumpur pada daerah batas pasang surut tinggi sampai pasir pada batas pasang surut rendah (mix flat). Pada daerah dengan pasang surut lemah disertai adanya aktivitas ombak pada endapan pasir intertidal dapat menyebabkan terbentuknya asimetri dan simetri ripples. Facies intertidal didominasi oleh perselingan lempung, lanau dan pasir yang memperlihatkan struktur flaser, wavy dan lapisan lentikular. Facies seperti ini menunjukan adanya fluktuasi yang konstan dengan kondisi energi yang rendah (Reading, 1978)

Zona supratidal berada diatas rata-rata level pasang surut yang tinggi. Karena letaknya yang lebih dominan ke arah darat, zona ini sangat dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang, daerah ini kadang-kadang ditutupi oleh endapan marsh garam (Gambar 7.33), dengan perselingan antara lempung dan lanau (mud flat) serta sering terkena bioturbasi (skolithtos). Pada daerah beriklim kering sering terbentuk endapan evaporit flat. Daerah ini umumnya ditoreh oleh tidal channel (incised tidal channel) yang membawa endapan bedload di sepanjang alur sungainya.

Pengendapan pada tidal channel umumnya sangat dipengaruhi oleh arus tidal sendiri, sedangkan pada daerah datar di sekitarnya (tidal flat), pengendapannya akan dipengaruhi pula oleh aktivitas dari gelombang yang diakibatkan oleh air ataupun angin. Suksesi endapan pada lingkungan tidal flat umumnya memperlihatkan sistem progadasi dengan penghalusan ke atas sebagai refleksi dari batupasir pada pasang surut rendah (subtidal) ke lumpur pada pasang surut tinggi (supratidal dan intertidal bagian atas).

76

Page 34: Bab 7 Lingkungan Pengendapan1

Gambar 7.33 Blok diagram silisiklastik pada lingkungan tidal flat (Dalrymple, 1992 dalam Walker & James, 1992)

77