bab 4 rencana pola ruang
DESCRIPTION
Bab 4 rencana pola ruangTRANSCRIPT
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 1
RENCANA POLA RUANG
Sebelum membahas lebih lanjut tentang pola ruang, perlu disampaikan disini bahwa dalam Peraturan
Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang RTRWN, Lubuklinggau adalah kawasan andalan di wilayah barat
Sumatera Selatan dengan sektor unggulan pertanian, perkebunan dan industri. Sebagaimana diketahui
bahwa secara faktual wilayah Kabupaten Musi Rawas adalah hinterland dari Kota Lubuklinggau.
Sementara itu dalam RTRW Provinsi Kota Lubuklinggau dan sekitarnya juga diamanatkan sebagai
kawasan dengan fungsi pertanian, perkebunan dan pertambangan. Dengan demikian, terkait dengan
kawasan andalan maka Kabupaten Musi Rawas akan mengambil peran yang lebih besar dalam
pengembangan sektor pertanian, perkebunan, industri dan pertambangan.
Rencana Pola Ruang Kabupaten Musi Rawas ditentukan dengan mempertimbangkan karakteristik
wilayah, perkembangan tata guna lahan, kesesuaian lahan dan penataan kawasan hutan di wilayah ini.
Berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan dan kajian perkembangan tata guna lahan beberapa tahun
terakhir, serta memperhatikan keberadaan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Hutan
Lindung, dan hutan produksi, maka sesuai peraturan perundangan yang berlaku di wilayah Kabupaten
Musi Rawas perlu ditetapkan dua kawasan inti, yaitu Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.
4.1 RENCANA KAWASAN LINDUNG
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan nilai sejarah serta
budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Pemantapan kawasan lindung sejalan
dengan Undang-Undang No 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang dan Keppres No. 32 tahun 1990,
tentang pengelolaan kawasan lindung, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi
biogeofisik wilayah yang mempunyai karakteristik dan keunikan masing-masing.
Dengan mengacu pada ke-2 (dua) peraturan perundangan tersebut, maka kawasan lindung yang akan
dimantapkan di wilayah Kabupaten Musi Rawas yang dinyatakan sebagai kawasan non-budidaya adalah
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 2
kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu daerah-daerah yang memiliki
kendala fisik tertentu seperti lereng curam, rawan banjir, rawan longsor dan erosi, kawasan bergambut,
dan kedalaman efektif agak dangkal hingga dangkal. Selain itu juga dimaksudkan untuk melindungi
kelestarian wilayah bawahannya berupa kawasan budidaya yang keberadaannya sangat penting bagi
pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat setempat. Kawasan tersebut adalah perkebunan rakyat dan
lahan pertanian lahan basah/sawah irigasi.
Di Kabupaten Musi Rawas terdapat 4 (empat) jenis kawasan lindung, yaitu: (1) Kawasan yang
Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya, (2) Kawasan Perlindungan Setempat, (3) Kawasan
Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya, dan (4) Kawasan Rawan Bencana Alam. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Musi Rawas.
4.1.1 Kawasan Hutan Lindung
Kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar
maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir, dan erosi, serta pemeliharaan
kesuburan tanah.
Kawasan ini menempati daerah yang rentan terhadap perubahan, karena lereng terjal, solum tanah
dangkal, dan struktur geologi yang labil. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 76/ KPTS-
II/2001 luas kawasan hutan lindung di Kabupaten Musi Rawas adalah 2.571,64 hektar yang
terletak di kawasan perbukitan kecil, yakni di wilayah Kecamatan STL Ulu Terawas, Karang Jaya,
Tugu Mulyo, Purwodadi, dan Rawas Ilir.
Pelestarian fungsi ekologis kawasan ini sangat penting untuk dipertahankan. Untuk itu perlu dilakukan
pengendalian ketat terhadap aktivitas pembangunan. Kawasan hutan yang masih lestari perlu dijaga dari
perambahan masyarakat. Sedangkan kawasan yang sudah terbuka agar dilakukan reboisasi dengan
berbagai jenis tanaman hutan, seperti: Merbau (Intsia biyuga), Bintangur (Calophyllum inophyllum),
Mersawa (Anoisoptera polyandra), Nyatoh (Palaquium gutta), Terentang (Campnosperma auriculata),
Medang (Litsea firma), Terap (Artocarpus spp), dan lain-lain.
4.1.2 Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang mencakup :
Kawasan Resapan Air
Kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapan air hujan sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.
Kawasan ini terletak di daerah tangkapan air (chathment area) hulu sungai, yakni di Kecamatan Ulu
Rawas, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Selangit, dan Kecamatan STL Ulu Terawas,
Kecamatan Sumber Harta, Kecamatan Purwodadi dan Kecamatan Megang Sakti. Sebagian
kawasan ini merupakan kawasan hutan produksi dan sebagian lainnya merupakan ladang/tegalan, dan
permukiman. Secara fisik kawasan ini memiliki karakteristik bentuk wilayah agak bergunung dan
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 3
bergunung (lereng >40%), jenis tanah umumnya podsolik litik, dengan kemampuan meresapkan air
cukup baik, dan curah hujan cukup tinggi>2000 mm/tahun. Fungsi ekologis kawasan ini perlu dilestarikan
agar kemampuan untuk meresapkan air hujan dapat dijaga dan ditingkatkan. Untuk itu pemanfaatan
lahan di kawasan ini perlu dilaksanakan dengan pengendalian ketat dengan mempertahankan tutupan
lahan secara optimal.
Adapun arahan pemanfaatan lahan di kawasan resapan air ini antara lain:
Di kawasan hutan produksi tetap, dengan kemiringan lereng >40%, diarahkan untuk penanaman
jenis tanaman hutan yang secara endemik telah tumbuh di kawasan ini, seperti: Merbau (Intsia
biyuga), Bintangur (Calophyllum inophyllum), Mersawa (Anoisoptera polyandra), Nyatoh
(Palaquium gutta), Terentang (Campnosperma auriculata), Medang (Litsea firma), Terap
(Artocarpus spp), dan lain-lain.
Di kawasan non hutan, dengan kemiringan lahan >40% diarahkan untuk pengembangan hutan
rakyat, dengan jenis tanaman penghasil kayu bangunan, seperti mahoni dan sungkai (tanaman
jati dan akasia tidak direkomendasikan. Karena di kawasan ini curah hujan tinggi, sehingga jati
akan tumbuh subur tetapi kualitas kayunya rendah. Sedangkan tanaman akasia tidak
direkomendasikan, karena daunnya mengandung lignin, sehingga licin dan kurang mampu
mengintersep curah hujan, serta serasahnya sulit terdekomposisi. Dengan demikian akan kurang
mampu melindungi dan memperbaiki sifat fisik tanah dan meningkatkan kapasitas peresapan air).
Tanaman sela berupa tanaman karet dan buah-buahan, seperti rambutan dan durian dapat ditanam
dengan tingkat kepadatan populasi lebih rendah dibanding tanaman kayu-kayuan. Tiap 3-4 baris
tanaman kayu-kayuan dapat di tanam tanaman sela yang membentuk barisan sejajar kontur (strip
croping). Untuk menjaga agar tidak terjadi erosi dan meningkatkan kesuburan tanah, maka di bawah
pohon-pohon ini dapat dibudidayakan rumput-rumputan (rumput gajah, rumput setaria, rumput meksiko,
dan lain-lain) untuk penyediaan hijauan pakan ternak (HPT) yang dapat ditanam secara strip croping.
Dengan penanaman rumput ini, maka aliran permukaan (run off) akan tertahan dan lumpur erosi dapat
diendapkan di muka barisan tanaman rumput, sehingga secara berangsur-angsur akan membentuk
guludan dan terrasering.
4.1.3 Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan yang memberikan perlindungan setempat yang mencakup sempadan pantai, sempadan sungai,
sekitar danau atau waduk, sekitar mata air dan ruang terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan
kota. Di Kabupaten Musi Rawas jenis kawasan perlindungan setempat yang ada adalah: sempadan
sungai dan kawasan sekitar danau atau waduk.
4.1.3.1 Kawasan Sempadan Sungai
Kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan atau kanal atau saluran irigasi primer,
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kawasan ini terletak
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 4
di sepanjang kiri-kanan sungai, antara lain: Sungai Rawas, Sungai Musi , Sungai Rupit, Sungai
Kelingi, Sungai Megang, Sungai Lakitan, Sungai Lemutas, Sungai Semangus, dan Sungai Gegas.
Beberapa ruas merupakan kawasan hutan dan sebagian ruas lainnya berupa daerah pertanian dan
permukinan/perkotaan. Ditinjau dari luasan DAS nya, dua sungai utama, yakni Sungai Rawas dan Sungai
Musi Hulu tergolong sungai besar di kabupaten ini. Sedangkan lainnya tergolong sungai kecil, lebar garis
sempadan sungai ditetapkan dengan mempertimbangkan letak, kondisi, dan karakteristik sungai
bersangkutan.
i. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5
(lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
ii. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya
3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
iii. Garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar (DAS ≥ 500
km2) ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter, sedangkan pada sungai kecil
(DAS<500 km2) ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter, dihitung dari tepi sungai
pada waktu ditetapkan.
iv. Garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan yang mempunyai kedalaman
<3 (tiga) meter, ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter, dihitung dari tepi sungai pada
waktu ditetapkan.
v. Garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan yang mempunyai kedalaman
3-20 (tiga sampai dua puluh) meter, ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter,
dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
vi. Garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan dengan kedalaman
maksimum >20 (dua puluh) meter, ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter, dihitung
dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
Pelestarian kawasan sempadan sungai perlu dilakukan agar mampu memberikan pelindungan terhadap
kelestarian fungsi hidrologis sungai. Adapun arahan pemanfaatan kawasan sempadan sungai di
Kabupaten Musi Rawas meliputi:
Kawasan sempadan sungai di luar perkotaan berupa kawasan hutan dan lahan pertanian.
Kawasan sempadan sungai di kawasan hutan dapat di pertahankan jenis-jenis vegetasi yang telah
tumbuh secara alami. Sedangkan kawasan sempadan yang berada di kawasan pertanian perlu
tanaman kembali jenis-jenis tanaman yang memiliki kemampuan menahan banjir dan memiliki
daya regenerasi tinggi, seperti bambu, pisang, tebu, dan rumput gajah. Jenis-jenis tanaman ini
mampu menahan erosi dan longsor, namun juga memiliki nilai ekonomi. Sifatnya yang memiliki
daya regenerasi tinggi sangat cocok untuk melindungi daerah sempadan sungai yang rawan
longsor.
Kawasan sempadan sungai di dalam perkotaan dapat dimanfaatkan untuk taman penghijauan;
prasarana lalu lintas; jalur pemasangan kabel listrik, telepon, dan saluran air bersih; tempat
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 5
pemasangan papan reklame, dan lain-lain yang tidak mengancam kelestarian fungsi hidrologis
sungai.
4.1.3.2 Kawasan Sekitar Danau atau Waduk
Kawasan tertentu di sekeliling danau atau waduk yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi danau atau waduk. Kawasan ini terletak di sekitar Danau
Rayo di Kecamatan Rupit, Danau Aur di Kecamatan Sumber Harta dan Bendungan Air
Gegas di Kecamatan Tiang Pumpung Kepungut.. Lebar garis sempadan danau atau waduk
ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter, dihitung dari tepi danau dan waduk pada
waktu ditetapkan. Pelestarian kawasan sempadan danau dan waduk perlu dilakukan agar mampu
memberikan pelindungan terhadap kelestarian fungsi hidrologis danau. Adapun arahan
pemanfaatan kawasan sempadan danau dan waduk adalah agar jenis-jenis vegetasi yang telah
tumbuh secara alami dipertahankan dan dilakukan pengkayaan keanekaragaman jenis dan
populasi jenis. Danau Rayo dan Bendungan Air Gegas juga ditetapkan sebagasi kawasan
konservasi perikanan air tawar.
4.1.3.3 Ruang Terbuka Hijau
a. Kebutuhan RTH Kabupaten Musi Rawas
Ruang Terbuka Hijau dipersyaratkan dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, bahwa
proporsi ruang terbuka hijau pada suatu wilayah paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah, 20
(dua puluh) persen ruang terbuka hijau publik dan 10 (sepuluh) persen ruang terbuka hijau privat.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat
terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
Kawasan ruang terbuka hijau selain berfungsi sebagai paru-paru kota, berfungsi sebagai salah satu
unsur pembentuk struktur tata ruang wilayah dan dalam pola ruang merupakan kawasan yang dapat
berfungsi menunjang fungsi lindung. Pengelolaan kawasan/ruang terbuka hijau ini secara umum meliputi :
1. Pembatasan pendirian bangunan-bangunan, kecuali yang memiliki fungsi sangat vital atau
bangunan-bangunan yang merupakan penunjang dan menjadi bagian dari kawasan ruang
terbuka hijau.
2. Pengembangan kawasan ruang terbuka hijau sebagai bagian dari pengembangan fasilitas
umum dan taman-taman kota/ lingkungan.
3. Pengembangan kawasan ruang terbuka hijau sebagai pembatas antara kawasan industri
dengan kawasan fungsional lain di sekitarnya, terutama kawasan permukiman.
Untuk menghitung kebutuhan luas RTH publik Kabupaten Musi Rawas digunakan metode perhitungan
kebutuhan RTH berdasarkan persentase yang kemudian dikaitkan dengan kebijakan yang terbaru yaitu
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yaitu :
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 6
Proporsi ruang terbuka hijau pada suatu wilayah paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah
kota. 20 (dua puluh) persen ruang terbuka hijau publik dan 10 (sepuluh) persen ruang terbuka hijau
privat. Maka perhitungan RTH adalah sebagai berikut :
a. Luas Wilayah Kabupaten Musi Rawas : 1.236.582,66 Ha.
b. Standar : UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Luas RTH = 30% dari luas
kota/wilayahnya).
c. Kebutuhan luas Ruang Terbuka Hijau (Kawasan Lindung) Kabupaten Musi Rawas sesuai standar
UU No. 26 Tahun 2007: 30% dari 1.236.582,66 Ha = 370.974,80 Ha.
d. Kebutuhan luas Ruang Terbuka Hijau (Kawasan Publik) Kabupaten Musi Rawas sesuai standar
UU No. 26 Tahun 2007: 20% dari 370.974,80 Ha = 74.194,96 Ha.
Untuk pemenuhan kebutuhan lahan bagi Peruntukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) diupayakan dari
keberadaan TNKS yang ada di Kabupaten Musi Rawas beserta Kawasan Sempadan (Sempadan Sungai,
Danau dan Rel Kereta Api) dan kebutuhan taman kota yang diarahkan pada kawasan Muara Beliti.
Jenis pemanfaatan ruang yang diarahkan dalam ruang terbuka hijau yang diarahkan pengembangannya
di Kabupaten Musi Rawas terdiri dari :
a. RTH Hutan kota, yang akan diarahkan pada pusat agropolitan (Muara Beliti) dan distrik
agropolitan yang terdapat pada kawasan Sp. Nibung, Megang Sakti, Prabumulih dan kawasan Sp.
Terawas yang memiliki fungsi sebagai kawasan pengembangan Agropolitan.
b. RTH Taman kota yang diarahkan pada kawasan pusat perkantoran Muara Beliti yang terintegrasi
dengan kawasan perkantoran di Muara Beliti.
c. RTH Jalur hijau (sempadan sungai, dan TPAS, jalan Kereta Api, sekitar TPA).
d. RTH Tempat Pemakaman Umum.
e. RTH-Kawasan Pertanian.
f. RTH Jalur Hijau Jalan.
g. RTH Ruang Pejalan kaki.
b. Arahan Penyedian RTH di Kabupaten Musi Rawas
Arahan pengembangan RTH (Ruang Terbuka Hijau) dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek
sebagai berikut :
I. Untuk menciptakan kenyamanan iklim mikro pada wilayah Kabupaten Musi Rawas, perlu
dialokasikan 30% luas wilayah sebagai ruang terbuka dengan tutupan vegetasi.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dikontribusikan sebagai berikut :
1. Ruang Terbuka Hijau Produktif, yaitu berupa kawasan pertanian dan perkebunan.
2. Ruang Terbuka Hijau Konservasi, seperti TNKS, hutan raya, hutan kota, dan Catchment
Area.
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 7
3. Ruang Terbuka HIjau Lingkungan merupakan taman kota, taman lingkungan dan
perkarangan.
4. Ruang Terbuka Hijau Koridor, meliputi koridor jaringan jalan, jalur jaringan listrik
ketegangan tinggi, serta sepanjang perbatasan wilayah Kabupaten Musi Rawas dengan
wilayah sekitarnya yang didesain dengan ketebalan zona penyangga seluas 100 – 500
meter.
5. Ruang Terbuka Hijau Khusus, yaitu meliputi tempat pemakanan umum (TPU), perkarangan
perkantoran, Buffer Zone, kawasan pendidikan, dan kawasan wisata/rekreasi.
Pemilihan jenis vegetasi disesuaikan dengan misi dari jenis ruang terbuka hijau yang akan
dikembangkan, misalnya pada RTH koridor, jenis vegetasi yang dipilih harus memiliki sistem
perakaran yang tidak merusak bahu atau badan jalan serta memiliki sistem percabang yang tidak
menyebabkan gangguan dalam keselamatan lalu lintas.
Adapun jenis-jenis RTH yang akan direncanakan di Kabupaten Musi Rawas, sebagai berikut :
1. Hutan Kota
Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah sebagai peyangga lingkungan wilayah/kota yang
berfungsi untuk:
a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika.
b. Meresapkan air.
c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik wilayah.
d. Mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.
Tabel IV - 1. Kriteria Pemilihan Vegetasi Pada Lahan Peruntukan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
No Peruntukan Lahan Kriteria Vegetasi
1 Taman Kota Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan
tidak mudah patah, akar tidak mengganggu pondasi,
struktur daun setengah rapai sampai rapat
Jenis ketinggian bervariasi, warna hijau dan variasi
warna lain seimbang
Kecepatan tumbuh sedang
Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya
Jenis tanaman tahunan dan musiman
Jarak tanaman setengah rapat
98% dari luas areal harus dihijaukan
2 Hutan Kota Karakteristik tanaman : struktur rapat, ketinggian
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 8
No Peruntukan Lahan Kriteria Vegetasi
bervariasi
Kecepatan tumbuh cepat
Kecepatan tumbuh sedang
Dominasi jenis tanaman tahunan
Berupa habitat tanaman lokal
Jarak tanaman rapat
90% - 100% dari luas areal harus dihijaukan
3 Rekreasi Kota Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan
tidak mudah patah perakaran tidak menganggu
pondasi, struktur daun setengah rapat, ketinggian
vegetasi bervariasi, warna hijau dan variasi warna
hijau seimbang
Kecepatan tumbuh sedang
Jenis tanaman tahunan dan musiman
Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya
Jarak tanaman setengah rapat
40-60% dari luas areal harus dijaukan
4 Kegiatan Olah Raga Karakteristik tanaman : tidak bergetah atau beracun,
dahan tidak mudah patah, perakatan tidak menganggu
pondasi
Kecepatan tumbuh sedang
Jenis tanaman tahunan dan musiman
Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya
Jarak tanaman setengah rapat
40-60% dari luas areal harus dijaukan
5 Kuburan/ Tempat Pemakaman
Umum
Karakteristik tanaman : perakaran tidak menganggu
pondasi, struktur renggang sampai setengah rapat,
dominasi warna hijau
Jenis tanaman tahunan dan musiman
Berupa tanaman lokal dan budidaya
Jarak tanaman renggang, sampai setengah rapat
Sekitar 50% dari luas areal harus dihijaukan
6 Jalur Hijau Karakteristik tanaman : struktur daun setengah rapat,
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 9
No Peruntukan Lahan Kriteria Vegetasi
dominasi warna hijau, perakaran tidak menganggu
pondasi.
Berupa habitat tanaman budidaya
Jarak tanaman setengah rapat
80-90% dari luas areal harus dihijaukan
7 Perkarangan Kecepatan tumbuh bervariasi
Jenis tanaman tahunan dan musiman
Berupa habitat tanaman local dan tanaman budidaya
Jarak tanaman bervariasi. Presentase hijau
disesuaikan dengan intensitas kepadatan bangunan
Catatan :
Untuk jalur jalan (pohon peneduh jalan)
– Buah tidak terlalu besar, daun tidak boleh terlalu banyak yang berguguran (karena dapat menyumbat
aliran selokan dan mengotori jalan), sedangkan dari segi pemeliharaan peneduh jangan dipilih dari
jenis yang suka tumbuh liar, batang kayu, ranting, dan cabang pohon harus yang tumbuh kuat tidak
mudah patah bila ditempa angin kencang. Sedangkan pertumbuhan daunnya haruslah yang tidak
terlalu cepat merambat sehingga merusak tanggul pinggiran jalan. Pohon pun boleh yang terlalu
teduh agar jalan cepat kering bila terkena hujan, syarat terakhir akar pohon peneduh cukup kuat dan
tahan terhadap guncangan arus lalu lintas, dan yang lebih penting lagi pohonnya tidak mudah kena
penyakit dan hama.
– Jalur hijau untuk kawasan konservasi (daerah resapan, sisi sungai, dan daerah dengan potensi
kelongsoran tanah)
– Jenis vegetasi harus mempunyai perakaran yang dalam dan bercabang banyak. Secara khusus,
vegetasi dengan dengan jenis perakaran yang dalam dan laju evoportranspirasi tinggi sangat sesuai
untuk mereduksi bahan tanah longsor disepanjang pinggir sungai dan didaerah dengan kemiringan
lahan curam, karena type vegetasi ini berfungsi efektif dalam mengurangi kelembapan tanah.
– Daerah industri : Bentuk jalur hijau yang yang disarankan adalah vegetasi (pohon) dalam formasi
berbanjar membentuk sekat terhadap lokasi industri dan atau tanaman-tanaman dilokasi industri.
Hutan kota dapat berbentuk:
1. Bergerombol atau menumpuk : hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada
satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak
beraturan.
2. Menyebar : hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal
2.500 m2. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 10
atau gerombol-gerombol kecil.
3. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% - 100% dari luas hutan kota;
4. Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai,
jalan, dan lain sebagainya. Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 m.
Struktur hutan kota terdiri dari:
1. Hutan kota berstrata dua, yaitu hanya memiliki komunitas tumbuh - tumbuhan pepohonan
dan rumput.
2. Hutan kota berstrata banyak, yaitu memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan selain terdiri dari
pepohonan dan rumput, juga terdapat semak dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak
beraturan.
Gambar 4 - 1. Pola Taman Hutan Kota
Kriteria pemilihan vegetasi untuk Hutan Kota adalah :
a) Memiliki ketinggian yang bervariasi.
b) Sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung.
c) Tajuk cukup rindang dan kompak.
d) Mampu menjerap dan menyerap cemaran udara.
e) Tahan terhadap hama penyakit.
f) Berumur panjang.
g) Toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air.
h) Tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri.
i) Batang dan sistem percabangan kuat.
j) Batang tegak kuat, tidak mudah patah.
k) Sistem perakaran yang kuat sehingga mampu mencegah terjadinya longsor.
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 11
l) Sistem yang dihasilkan cukup banyak dan tidak bersifat Alelopati, agar tumbuhan lain dapat
tumbuh baik sebagai penutup tanah.
m) Jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan Evergreen bukan dari golongan tanaman
yang menggugurkan daun (Decidous).
n) Memiliki perakaran yang dalam.
2. RTH Taman Kota
RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau bagian
wilayah kota. Taman ini melayani minimal 480.000 penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per
penduduk kota, dengan luas taman minimal 144.000 m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH
(lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga
dengan minimal RTH 80% - 90%. Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum. Jenis vegetasi
yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara berkelompok atau
menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan.
Kriteria pemilihan vegetasi untuk taman lingkungan dan taman kota adalah sebagai berikut:
a) Tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu
pondasi.
b) Tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap.
c) Ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang.
d) Perawakan dan bentuk tajuk cukup indah.
e) Kecepatan tumbuh sedang.
f) Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya.
g) Jenis tanaman tahunan atau musiman.
h) Jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal.
i) Tahan terhadap hama penyakit tanaman.
j) Mampu menjerat dan menyerap cemaran udara.
k) Sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung.
3. Jalur Hijau
Sabuk Hijau
Sabuk hijau merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi
perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kawasa/wilayah/kota, pemisah kawasan, dan lain-lain)
atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan
dari faktor lingkungan sekitarnya.
Sabuk hijau dapat berbentuk :
- RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan tertentu, dipenuhi
pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau pemisah.
- Sabuk hijau kawasan TPA, sabuk hijau kawasan Industri, sabuk hijau sempadan dan sungai;
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 12
- Hutan kota.
- Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya (eksisting) dan melalui
peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan keberadaannya.
Fungsi lingkungan sabuk hijau:
- Peredam kebisingan.
- Mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energi matahari.
- Penapis cahaya silau.
- Mengatasi penggenangan; daerah rendah dengan drainase yang kurang baik sering tergenang air
hujan yang dapat mengganggu aktivitas kota serta menjadi sarang nyamuk.
- Penahan angin; untuk membangun sabuk hijau yang berfungsi sebagai penahan angin perlu
diperhitungkan beberapa faktor yang meliputi panjang jalur, lebar jalur.
Sempadan Rel Kereta Api
Penyediaan RTH pada garis sempadan jalan rel kereta api merupakan RTH yang memiliki fungsi utama
untuk membatasi interaksi antara kegiatan masyarakat dengan jalan rel kereta api. Berkaitan dengan hal
tersebut perlu dengan tegas menentukan lebar garis sempadan jalan kereta api di kawasan perkotaan.
Tabel IV - 2. Lebar Garis Sempadan Rel Kereta Api
Jalan Rel Kereta Api terletak di: Obyek
Tanaman Bangunan
a. Jalan rel kereta api lurus >11 m >20 m
b. Jalan rel kereta api
belokan/lengkungan
-lengkung dalam
-lengkung luar
>23 m >23 m
>11 m >11 m
Sumber : Pedoman pemanfatan dan penyediaan RTH di Pekotaan, Dep. PU 2008
Kriteria garis sempadan jalan kereta api yang dapat digunakan untuk RTH adalah sebagai berikut:
a) Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan
rel kereta api itu lurus;
b) Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur dari kaki
tanggul;
c) Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari puncak galian
tanah atau atas serongan;
d) Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur dari as jalan rel
kereta api;
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 13
e) Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m diukur dari
lengkung dalam sampai as jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar as
jalan harus ada jalur tanah yang bebas, yang secara berangsur–angsur melebar dari jarak
lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m. Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka
lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi sampai jarak lebih dari 11 m;
f) Garis sempadan jalan rel kereta api sebagaimana dimaksud pada butir 1) tidak berlaku
apabila jalan rel kereta api terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 m;
g) Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan raya
adalah 30 m dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan
as jalan raya dan secara berangsur–angsur menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan
rel kereta api pada titik 600 m dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan
raya.
4. Tempat Pemakaman Umum
Penyediaan ruang terbuka hijau pada areal pemakaman disamping memiliki fungsi utama sebagai
tempat penguburan jenazah juga memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai daerah resapan air,
tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro serta tempat hidup burung serta
fungsi sosial masyarakat disekitar seperti beristirahat dan sebagai sumber pendapatan.
Untuk penyediaan RTH pemakaman, maka ketentuan bentuk pemakaman adalah sebagai berikut:
1. Ukuran makam 1 m x 2 m;
2. Jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 m;
3. Tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan/perkerasan;
4. Pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok disesuaikan
dengan kondisi pemakaman setempat;
5. Batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar 150-200 cm dengan deretan pohon
pelindung disalah satu sisinya;
6. Batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antara pagar buatan
dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung;
7. Ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70% dari total
area pemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80% dari luas ruang hijaunya.
Gambar 4 – 2 Pola Penanaman Pada RTH Pemakaman
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 14
5. RTH Jalur Hijau Jalan
Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–30% dari
ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman,
perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya.
Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai oleh burung-burung,
serta tingkat evapotranspirasi rendah.
Gambar 4 – 3 Tata Letak Jalur Hijau di Kiri-kanan jalan
6. RTH Ruang Pejalan Kaki
Ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan atau di
dalam taman. Ruang pejalan kaki yang dilengkapi dengan RTH harus memenuhi hal-hal sebagai
berkut:
1. Kenyamanan, adalah cara mengukur kualitas fungsional yang ditawarkan oleh sistem
pedestrian yaitu:
- Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada landskap untuk membantu
dalam menemukan jalan pada konteks lingkungan yang lebih besar;
- Kemudahan berpindah dari satu arah ke arah lainnya yang dipengaruhi oleh kepadatan
pedestrian, kehadiran penghambat fisik, kondisi permukaan jalan dan kondisi iklim.
Jalur pejalan kaki harus aksesibel untuk semua orang termasuk penyandang cacat.
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 15
2. Karakter fisik, meliputi:
- Kriteria dimensional, disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya setempat,
kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan penduduk, warisan dan nilai yang dianut
terhadap lingkungan;
- Kriteria pergerakan, jarak rata-rata orang berjalan di setiap tempat umumnya berbeda
dipengaruhi oleh tujuan perjalanan, kondisi cuaca, kebiasaan dan budaya masyarakat.
Gambar 4 – 4
Pola Taman pada Jalur Pejalan Kaki
3. Pedoman teknis lebih rinci untuk jalur pejalan kaki dapat mengacu pada Kepmen PU No.
468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998, tentang Persyaratan Teknis Aksesiblitas pada
Bangunan Umum dan Lingkungan dan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki. Pada umumnya orang tidak mau berjalan lebih dari 400 m.
4.1.4 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan
sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata,
dan rekreasi. Kawasan ini kaya akan keanekaragaman hayati, namun menempati areal yang rentan
terhadap perubahan, karena lereng terjal, salum tanah dangkal, dan struktur geologi yang agak labil.
Sebagian besar kawasan ini terletak di kawasan perbukitan dan pegunungan, yakni di wilayah
Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Selangit, dan Kecamatan STL Ulu
Terawas dengan luas total 251.252 ha.
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 16
Pelestarian keanekaragaman hayati dan fungsinya sebagai kawasan pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan, pariwisata, dan rekreasi, serta resapan air sangat penting untuk dipertahankan. Untuk itu
perlu dilakukan pengendalian ketat terhadap aktivitas pembangunan. Kawasan taman nasional yang
masih lestari perlu dijaga dari perambahan masyarakat. Sedangkan kawasan yang sudah terbuka agar
dilakukan reboisasi dengan berbagai jenis tanaman hutan, seperti: Merbau (Intsia biyuga), Bintangur
(Calophyllum inophyllum), Mersawa (Anoisoptera polyandra), Nyatoh (Palaquium gutta), Terentang
(Campnosperma auriculata), Medang (Litsea firma), Terap (Artocarpus spp), dan lain-lain.
Kawasan yang telah dimanfaatkan untuk permukiman penduduk dan kegiatan budidaya pertanian perlu di
enclave, masyarakat dilarang memperluas penggunaan lahan yang mengarah pada menurunnya fungsi
tutupan lahan, seperti memperluas permukiman, sawah, ladang/tegalan, kebun, dan lain-lain. Sebaliknya
masyarakat dibenarkan dan perlu didorong melakukan alih fungsi lahan menuju pada meningkatnya
tingkat tutupan lahan, seperti : mengkonversi permukiman dan areal budidaya pertanian menjadi hutan,
dengan cara mengganti jenis-jenis tanaman pertanian menjadi tanaman kehutanan.
Untuk itu pembangunan infrastruktur yang cenderung akan merangsang masyarakat untuk membuka
lahan baru harus dibatasi. Pembangunan infrastruktur, seperti jalan, pasar, sarana pendidikan, sarana
peribadatan, dan lain-lain agar diarahkan untuk mendorong masyarakat secara sukarela dan alami
bersedia pindah dan keluar dari kawasan TNKS. Untuk itu pembangunan infrastruktur bisa dilakukan di
luar kawasan TNKS, terutama di sekitar kawasan penyangga (buffer zone).
Selain melalui pendekatan struktural, kebijakan pengendalian alih fungsi kawasan Taman Nasional
Kerinci Sebelat (TNKS) akan ditempuh melalui instrumen insentif dan disinsentif. Insentif akan diberikan
kepada masyarakat atas penggunaan lahan yang dapat mempertahankan fungsi ekologis berupa
meningkatnya tutupan lahan. Bentuk insentif berupa: pemberian pembebasan pajak, program bea siswa,
penyaluran kerja ke instansi pemerintah dan lembaga swasta bagi yang memenuhi kualifikasi, dan lain-
lain. Sedangkan disinsentif dikenakan kepada masyarakat atas penyimpangan penggunaan ruang/lahan,
sehingga cenderung menurunkan kualitas fungsi ekologis Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS).
Bentuk disinsentif dapat berupa pengenaan pajak yang lebih mahal dan denda.
4.1.5 Kawasan Rawan Bencana Alam
Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa
rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis,
sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Salah satu faktor terjadinya bencana dikarenakan
lingkungan. Oleh karena itu, kondisi daerah rawan bencana harus dikenali dan dibuat rencana tata ruang
daerah rawan bencana.
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 17
Selanjutnya sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN), disebutkan bahwa kawasan bencana alam dibedakan menjadi kawasan
rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir.
Salah satu klasifikasi kawasan rawan bencana alam yang teridentifikasi di Kabupaten Musi Rawas adalah
Kawasan Rawan Banjir. Banjir ini di sebab oleh luapan Sungai Rawas dengan daerah sebaran
banjir di Kecamatan Rawas Ulu, Rupit, Karang Dapo dan Rawas Ilir; dan Sungai Musi dengan
daerah sebaran banjir di Kecamatan Muara Kelingi dan Muara Lakitan. Daerah rawan banjir
lainnya yaitu di Kecamatan Nibung dan di Kecamatan Megang Sakti.
4.2 RENCANA KAWASAN BUDIDAYA
Kawasan yang di tetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
4.2.1 Kawasan Hutan Produksi
Kawasan yang diperuntukkan bagi hutan produksi. Di Kabupaten Musi Rawas kawasan hutan produksi
yang ada berupa: Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), Kawasan Hutan Produsi Tetap (HP), dan
Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK). Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Musi Rawas 2011-2031 pengelolaan kawasan hutan produksi diarahkan untuk Hutan
Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP), sedang kawasan Hutan Produksi Konversi
(HPK) akan dialihgunakan untuk pengembangan perkebunan (kelapa sawit dan karet) melalui program
agropolitan.
a. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT)
Merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi hutan produksi terbatas di mana eksploitasinya hanya
dapat dengan tebang pilih dan tanam.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 76/Kpts-II/2001 luas Kawasan HPT adalah
38.168, 88 hektar yang sebagian besar menyebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Musi
Rawas, antara lain: Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan STL. Ulu
Terawas dan Kecamatan Rawas Ilir. Sebagian besar kawasan ini menempati lereng 16-40%, dengan
jenis tanah seperti podsolik haplik dan kambisol eutrik. Batuan permukaan sedang dan bahaya erosi
sedang-tinggi. Sebagian kawasan ini telah dirambah masyarakat dan digunakan untuk budidaya karet
rakyat secara tradisional dan kegiatan perladangan.
Pengelolaan kawasan hutan produksi terbatas ini diarahkan agar selain dapat memberikan fungsi
ekologis serta menghasilkan kayu hutan juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat
sekitar kawasan hutan. Untuk itu pada kawasan hutan produksi terbatas yang telah dirambah oleh
masyarakat sekitar hutan perlu dikembangkan kebijakan pola pengelolaan kawasan hutan yang
melibatkan partisipasi masyarakat, melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM),
yakni model pengelolaan hutan partisipatif yang melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagai subyek
pembangunan perhutanan. Dengan demikian diharapkan kawasan hutan ini akan menjadi basis ekonomi
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 18
rakyat sekitar hutan. Untuk itu penanaman tanaman sela yang memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat,
seperti karet dan tanaman buah-buahan (rambutan, durian, nangka, cempedak, dll) dapat dikembangkan.
Selain itu di kawasan ini juga cocok untuk pengembangan APIARI (Perlebahan) untuk menghasilkan
madu.
Untuk meningkatkan pengayaan vegetasi dan tutupan lahan, maka pada areal-areal yang masih gundul
atau bervegetasi jarang dapat dilakukan program reboisasi sebagai pemulihan dan pengkayaan keaneka-
ragaman jenis dengan melakukan penanaman jenis-jenis kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti:
Merbau (Intsia biyuga), Bintangur (Calophyllum inophyllum), Mersawa (Anoisoptera polyandra), Nyatoh
(Palaquium gutta), Terentang (Campnosperma auriculata), Medang (Litsea firma), Terap (Artocarpus
spp), dan lain-lain.
Diharapkan dengan pengelolaan hutan bersama masyarakat ini, maka kegiatan perambahan hutan dapat
dikendalikan.
b. Kawasan Hutan Produsi Tetap (HP)
Merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi hutan produksi tetap di mana eksploitasinya hanya dapat
dengan tebang pilih atau tebang habis dan tanam.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 76/Kpts-II/2001 luas Kawasan HP adalah
304.306,65 hektar, Kawasan ini sebagian besar menyebar di berbagai kecamatan di Kabupaten
Musi Rawas, antara lain: Kecamatan STL. Ulu Terawas, Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Rupit,
Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Jaya Loka, Kecamatan Bulang Tengah Suku Ulu, Kecamatan
Muara Kelingi, Kecamatan Muara Lakitan, Kecamatan Megang Sakti, Kecamatan Rawas Ilir,
Kecamatan Karang Dapo dan Kecamatan Nibung. Sebagian besar kawasan ini menempati lereng 16-
40%, dengan jenis tanah berupa jenis tanah podsolik haplik, kambisol eutrik, dan gleisol histik. Batuan
permukaan rendah-sedang dan bahaya erosi rendah-sedang. Sebagian kawasan ini telah dirambah
masyarakat dan digunakan untuk budidaya karet rakyat secara tradisional dan kegiatan perladangan.
Pengelolaan kawasan hutan produksi tetap ini diarahkan agar selain dapat memberikan fungsi ekologis
serta menghasilkan kayu hutan juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan.
Untuk itu pada kawasan hutan produksi tetap dapat dikembangkan melalui kemitraan dengan pihak
swasta melalui program pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI). Selain itu kawasan hutan
produksi tetap juga dapat dikelola bersama masyarakat (baik perorangan maupun kelompok/koperasi)
melalui program Hutan Tanaman Rakyat (HTR), sebagaimana diamanahkan oleh Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007, Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Petani hutan dapat mengelola hutan produksi dengan luasan tertentu,
dalam jangka waktu tertentu dengan cara melakukan penanaman sampai pemasaran, melalui HTR
secara legal.
Diharapkan pengelolan hutan melalui partisipasi masyarakat ini dapat meningkatkan potensi dan kualitas
hutan produksi dan secara khusus kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dengan menerapkan
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 19
sistem silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan, yang dilakukan
melalui peran aktif masyarakat di sekitar hutan.
c. Kawasan Hutan Produsi yang dapat dikonversi (HPK)
Hutan konversi ialah hutan produksi yang dapat diubah peruntukannya untuk memenuhi kebutuhan
perluasan pengembangan wilayah di luar bidang kehutanan, misalnya transmigrasi, pertanian,
perkebunan, industri, pemukiman dan lain-lain. Luas Kawasan HPK adalah 35.028 hektar, yang
terdapat di kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Muara Kelingi, Kecamatan
Muara Lakitan dan Kecamatan Karang Jaya.
4.2.2 Kawasan Peruntukan Pertanian
Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan. Di Kabupaten Musi Rawas kawasan pertanian
meliputi kawasan budidaya tanaman pangan, kawasan budidaya hortikultura dan kawasan budidaya
perkebunan.
4.2.2.1 Kawasan Budidaya Tanaman Pangan
Kawasan budidaya tanaman pangan diarahkan dan direncanakan pada lahan basah di mana
pengairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis. Dalam hal ini yang dimaksud adalah
sawah baik yang beririgasi maupun tidak. Kawasan budidaya tanaman pangan mempunyai luas total
57.957 ha yang sebagian besar menyebar di Kecamatan Rawas Ulu, Rupit, Karang Jaya, STL Ulu
Terawas, Sumber Harta, Tugumulyo, Purwodadi, Megang Sakti, Muara Beliti, Muara Lakitan,
Rawas Ilir, Karang Dapo dan Nibung.
a. Kawasan Pertanian Lahan Basah Beririgasi
Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah di mana pengairannya dapat diperoleh
secara irigasi, baik yang secara teknis bisa ditanami padi satu kali atau pun dua kali per tahun. Kawasan
yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah dengan pengairan secara irigasi teknis.
Kawasan ini berupa dataran datar dengan jenis tanah aluvial yang memiliki status kesuburan tinggi dan
dilengkapi infrastruktur irigasi teknis yang dibangun sejak pemerintahan Hindia Belanda.
Arahan pengelolaan kawasan ini ditujukan untuk mempertahankan fungsi kawasan sebagai lumbung
padi dan tidak terjadi alih fungsi lahan, serta meningkatkan produktivitasnya melalui rehabilitasi
sarana/jaringan irigasi dan jalan usaha tani, sehingga dapat mendorong peningkatan Indek Pertanaman
(IP) dari IP-200 menjadi IP-300, dengan pola tanam: Padi-Padi-Palawija/Hortikultura atau Padi-Padi-Padi.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat mengenai lahan sawah abadi untuk mempertahankan fungsi
sawah irigasi, maka pemerintah Kabupaten Musi Rawas akan melakukan pengendalian alih fungsi lahan
sawah irigasi melalui instrumen insentif dan disinsentif. Petani yang tetap mempertahankan sawahnya
untuk budidaya padi perlu mendapat insentif berupa keringan pajak dan subsidi sarana produksi
pertanian. Sedangkan bagi yang melanggar/melakukan alih fungsi sawah menjadi non sawah wajib
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 20
dikenakan pajak 10 kali lipat dan dikenakan denda penggantian biaya pembangunan sarana dan
prasarana irigasi.
b. Kawasan Pertanian Lahan Basah Tadah Hujan
Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah di mana pengairannya sepenuhnya
tergantung pada hujan. Kawasan ini menempati areal dengan topografi datar, jenis tanah aluvial dan
gleisol , dan status kesuburan tinggi. Kawasan ini menyebar secara spot-spot di berbagai wilayah
kecamatan di Kabupaten Musi Rawas direncanakan pada Kecamatan Karang Jaya dan STL Ulu Terawas
dengan luas total 723 ha.
Arahan pengembangan kawasan ditujukan untuk mempertahankan agar tidak terjadi alih fungsi lahan
menjadi non pertanian. Untuk itu perlu pengendalian ketat terhadap perijinan untuk peruntukan lain.
Selain pengendalian terhadap alih fungsi lahan, pengembangan kawasan ini diarahkan untuk
meningkatkan produktivitas lahan dengan input teknologi irigasi pompanisasi baik air permukaan maupun
tanah dangkal, guna meningkatkan indek pertanaman IP-200 menjadi IP-300, dengan pola tanam padi-
palawija-beras menjadi padi-padi-palawija/ hortikultura.
4.2.3 Kawasan Pertanian Hortikultura
Kawasan budidaya hortikultur diarahkan dan direncanakan pada lahan kering.Kawasan diperuntukan
bagi tanaman semusim di dataran rendah. Kawasan ini menyebar spot-spot di berbagai wilayah
kecamatan, di Kecamatan Rawas Ulu dan Ulu Rawas dengan luas 11.921 ha Kawasan ini menempati
areal dengan bentuk wilayah datar (0-8%), jenis tanah aluvial dan podsolik, dengan pola penggunaan
lahan eksisting: ladang (singkong, jagung, dan padi ladang).
4.2.4 Kawasan Perkebunan
Kawasan Perkebunan merupakan kawasan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan
dikembangkan baik pada lahan basah dan atau lahan kering untuk komoditas perkebunan. Kawasan
perkebunan terdapat hampir di setiap kecamatan dengan rencana luasan 274.201 hektar. Kawasan
perkebunan baik perkebunan rakyat, perkebunan swasta menyebar di Kecamatan Nibung, Kecamatan
Rawas Ilir, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rupit, Kecamatan Megang Sakti, Kecamatan
Muara Kelingi, Kecamatan Muara Lakitan, Kecamatan Tuah Negeri, Kecamatan Muara Beliti,
Kecamatan, Sukakarya, Kecamatan BTS Ulu, Kecamatan Jayaloka, Kecamatan Tiang Pumpung
Kepungut, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Selangit dan Kecamatan
STL. Ulu Terawas.
Berikut perkebunan yang akan dikembangkan di Kabupaten Musi Rawas :
a. Kawasan Pertanian Tanaman Tahunan/Perkebunan
Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman tahunan atau perkebunan yang menghasilkan baik bahan
pangan maupun bahan baku industri. Di Kabupaten Musi Rawas kawasan pertanian tanaman tahunan
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 21
diperuntukkan bagi kawasan pertanian tanaman tahunan kebun karet dan kelapa sawit. Kawasan ini
menempati areal dengan lereng datar hingga agak berbukit (0-25%), jenis tanah organosol, gleisol,
kambisol, dan podsolik, bahaya banjir sedang, erosi sedang, dan pola penggunaan lahan eksisting:
tegalan dan semak belukar. Kawasan ini menyebar di berbagai wilayah kecamatan di Kabupaten Musi
Rawas. Arahan pemanfaatan kawasan ini ditujukan untuk menjaga agar kelestarian lahan dapat
dipertahankan dan produktivitas lahan dapat ditingkatkan melalui pola pemanfaatan Kebun Karet dan
Kelapa Sawit.
b. Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN)
Pola pertanian ini merupakan sistem pertanian perkebunan monokultur dengan jenis komoditi kelapa
sawit dan karet. Status penguasaan lahan berupa Hak Guna Usaha selama 30 tahun dan dapat
diperpanjang 1 (satu) kali, kawasan ini menyebar di Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir,
Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rupit, Kecamatan Megang Sakti, Kecamatan Muara Kelingi
dan Kecamatan Muara Lakitan.
Pola pengelolaan diarahkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani sekitar
kawasan melalui konsep pola PIR (pola Inti–Plasma) dimana perusahaan besar swasta nasional sebagai
inti dan masyarakat petani sekitar sebagai plasma, dengan distribusi penguasaan lahan sampai 40:60.
c. Perkebunan Rakyat
Pola pertanian ini merupakan sistem pertanian perkebunan monokultur dengan jenis komoditi kelapa
sawit dan karet, dengan status penguasaan lahan berupa hak milik petani.
Kawasan pengembangan perkebunan rakyat dengan komoditi karet diarahkan di Kecamatan Megang
Sakti, Kecamatan Tuah Negeri, Kecamatan Muara Beliti, Kecamatan Muara Kelingi, Kecamatan
Sukakarya, Kecamatan BTS Ulu, Kecamatan Jayaloka, dan Kecamatan Tiang Pumpung
Kepungut. Sedangkan untuk pengembangan perkebunan rakyat dengan komoditi kelapa sawit
diarahkan untuk dibagian tengah dan utara wilayah kabupaten ini, yakni di Kecamatan Rawas Ilir,
Kecamatan Muara Lakitan, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Muara Rupit, Kecamatan Nibung,
dan Kecamatan Rawas Ulu.
Pola pengelolaan perkebunan rakyat diarahkan melalui konsep pengembangan agropolitan, secara pola
ruang kawasan agropolitan mencakup kawasan produksi dan kawasan pelayanan. Sedangkan secara
struktur kawasan akan di kembangkan pusat pelayanan (kota tani), pusat pengumpul, dan desa-desa
sebagai basis produksi. Untuk memudahkan pengumpulan komoditi petani dari kawasan produksi ke
pusat kota tani, maka perlu dilengkapi infrastruktur jalan desa, jalan usaha tani, terminal agribisnis, dan
lain-lain. Di Kota Tani akan dibangun fasilitas pemasaran, jasa keuangan, dan pusat promosi. Kota Tani
sebagai agrocenter akan dibangun di Muara Beliti. Guna mempertahankan status kesuburan tanah baik
di kawasan perkebunan besar swasta nasional maupun di kawasan perkebunan rakyat (agropolitan),
maka secara teknis pengolahan lahan perlu dilakukan penanaman tanaman penutup (cover crop) dari
jenis kacang-kacangan, antara lain Calopogonium centrocema (Cc), Calopogonium pubesciens (Cp),
dan Calopogonium muconoides (Cm).
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 22
d. Kawasan Kebun Campuran
Di kawasan non hutan, dengan bentuk wilayah agak berbukit hingga agak bergunung (16-40%),
diarahkan untuk pengembangan kebun campuran (talun kebun), yaitu suatu sistem pertanian hutan
tradisional dimana dalam sebidang tanah ditanami berbagai macam tanaman yang diatur secara spasial
dan temporal. Tanaman buah-buahan seperti: durian, rambutan, langsat, dan alpukat dibudidayakan
bersama berbagai tanaman kayu-kayuan dan tanaman pangan lainnya. Kawasan ini terutama berada
di kecamatan Karang Jaya dan Selangit.
Jenis tanaman kayu-kayuan yang dikembangkan merupakan kelompok kayu tidak keras dan cepat besar
seperti sengon, kaliandra, turi, dan lain-lain. Jenis kayu ini memiliki nilai ekonomis sebagai sumber
kayu bakar, papan cor, dan bahan peti kemas. Di bawah tanaman buah-buahan dan kayu-kayuan dapat
dikembangkan jenis tanaman semusim, seperti kacang tanah, jagung, kedelai, dan sayur-sayuran.
Setelah umur 8-10 tahun jenis tanaman kayu-kayuan ditebang, sehingga tingkat naungan berkurang.
Dengan demikian tanaman buah-buahan dan tanaman semusim (tanaman pangan) memperoleh
kesempatan untuk memanfaatkan penyinaran matahari secara cukup. Selama 5 (lima) tahun lahan
dibersihkan dari jenis tanaman bawah dan tidak ditanami jenis kayu-kayuan, sehingga lapisan tanah atas
(top soil) memperoleh penyinaran matahari dan diharapkan terjadi proses pematangan tahan. Namun
selama lima tahun itu pula dapat dikembangkan tanaman semusim, seperti kacang tanah, jagung,
kedelai, dan lain-lain. Setelah lima tahun lahan dapat kembali jenis kayu-kayuan yang tidak keras
sebagai sumber kayu bakar, papan cor, peti kemas, dan lain-lain. Demikian rotasi pertanaman ini terus
dilakukan, sehingga sifat fisik dan kimia tanah tetap dapat dilestarikan.
4.2.5 Kawasan Peruntukan Perikanan
Rencana pengembangan peruntukan perikanan di Kabupaten Musi rawas diarahkan pada perikanan
tangkap, budidaya perikanan air tawar serta konservasi perikanan air tawar. Budidaya ikan air tawar
terdiri dari budidaya perikanan sungai, kolam, dan sawah serta pembibitan ikan. Jenis ikan budidaya
yang dikembangkan antara lain ikan Nila, Mas, Patin,dan Lele.
Alokasi ruang untuk pengembangan kawasan perikanan budidaya di Kabupaten Musi Rawas
disesuaikan sesuai potensi dari masing-masing kecamatan yang ada, diantaranya:
1. Pengembangan kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan di Sungai Rawas, Sungai Musi, Sungai
Lakitan dan Sungai Kelingi.
2. Pengembangan kegiatan budidaya budidaya air deras di Kecamatan Tugu Mulyo, Muara Beliti,
Purwodadi, Sumber Harta, Megang Sakti dan STL Ulu Terawas.
3. Pengembangan kegiatan budidaya ikan air Tenang di Kecamatan diKecamatan Tugu Mulyo,
Kecamatan Muara Beliti, Kecamatan Purwodadi, Kecamatan Sumber Harta, Kecamatan Megang
Sakti, Kecamatan Suku Tengah Lakitan Ulu Terawas, Kecamatan Tuah Negeri, Kecamatan Nibung,
Kecamatan Muara Kelingi, Kecamatan Muara Lakitan, Kecamatan Ulu Rawas dan Kecamatan
Sukakarya.
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 23
4. Kegiatan pengembangan budidaya perairan umum di Sungai Rawas, Sungai Musi, Sungai Lakitan,
Sungai Kelingi, Sungai Merung dan Danau Aur.
5. Kawasan peruntukan konservasi perikanan air tawar terdapat di daerah reservat Danau Rayo dan
daerah reservat Bendungan Air Gegas.
4.2.6 Kawasan Peruntukan Pertambangan
Kawasan yang diperuntukkan bagi kawasan pertambangan yang secara ekonomis mempunyai potensi
bahan tambang, mencakup tambang mineral, Migas dan pertambangan batu bara. Pertambangan
mineral digolongkan atas pertambangan mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan logam dan
batuan. Pertambangan mineral tersebar di Kecamatan Ulu Rawas, Rawas Ulu, Rupit Karang Jaya,
Karang Dapo, Rawas Ilir, STL. Ulu Terawas, Selangit, Sumber Harta, Tugumulyo, Purwodadi, Megang
Sakti, Muara Beliti, Tiang Pumpung Kepungut, BTS.Ulu, Muara Kelingi dan Muara Lakitan.
Pertambangan Minyak dan Gas tersebar di Kecamatan Rawas Ulu, Rupit Karang Jaya, Karang Dapo,
Rawas Ilir, Nibung, STL. Ulu Terawas, Selangit, Tugumulyo, Purwodadi, Muara Beliti, Tiang Pumpung
Kepungut, Jayaloka, Suka Karya, BTS.Ulu, Tuah Negeri, Muara Kelingi dan Muara Lakitan.
Sedangkan Pertambangan Batubara tersebar di Kecamatan Rawas Ulu, Rawas Ilir, Nibung, Jayaloka,
BTS. Ulu, Muara Kelingi dan Muara Lakitan.
Kawasan pertambangan di Kabupaten Musi Rawas meliputi kawasan pertambangan bijih besi, timah
hitam, seng, emas, batuan, batubara, minyak bumi dan gas. Kawasan ini menempati areal dengan
bentuk wilayah datar–berombak (0-8%), jenis tanah podsolik, dan pola penggunaan lahan eksisting
perkebunan rakyat dan hutan. Kawasan ini berada pada kawasan hutan produksi di Kecamatan Rawas
Ulu dan Kecamatan Karang Jaya. Arahan pemanfaatan ruang untuk pertambangan dibatasi pada areal
yang telah memperoleh ijin eksploitasi dan kontrak karya saja. Sedangkan untuk pengembangan pada
areal lainnya sangat dibatasi guna menjaga kelestarian lingkungan. Kegiatan penambangan yang sudah
ada wajib memperhatikan asas kelestarian lingkungan.
4.2.7 Kawasan Peruntukan Industri
Pengembangan kawasan peruntukan industri di Kabupaten Musi Rawas, diarahkan untuk industri
pengelolaan potensi sumber daya alam untuk peningkatan nilai tambah dan produktifitas wilayah secara
berkelanjutan.
Pengembangan kawasan industri di Kabupaten Musi Rawas, diharapkan mampu menjadi stimulus
percepatan perkembangan ekonomi daerah kabupaten dan kesejahteraan masyarakat sekitar dan
wilayah lebih luas, dengan tetap memperhatikan upaya mencegah pencemaran fungsi lingkungan.
Sebaran pengembangan kawasan industri pengelolaan sumber daya alam diarahkan pada kawasan
sekitar pusat-pusat kegiatan utama Kabupaten.
Berdasarkan uraian di atas rencana kawasan industri di Kabupaten Musi Rawas direncanakan di Desa
Durian Remuk kecamatan Muara Beliti dengan luas 50 hektar. Kawasan Industri ini akan dilengkapi
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 24
dengan sarana transportasi yatu pembangunan jalur rel kereta api dengan ruas Durian Remuk- Kota
Padang, yang nantinya akan terhubung dengan jalur kerata api Lubuklinggau Palembang.
4.2.8 Kawasan Peruntukan Pariwisata
Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang didominasi oleh fungsi kepariwisataan dapat
mencakup sebagian areal dalam kawasan lindung atau kawasan budi daya lainnya di mana terdapat
konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata.
Peruntukan kawasan pariwisata di wilayah Kabupaten Musi Rawas berupa Kawasan wisata alam,
wisata budaya dan wisata buatan. Pengembangan pariwisata alam ini meliputi pemanfatan didalam
kawasan hutan dan perairan, pengembangan pariwisata budaya diarahkan pada candi Lesung Batu di
Kecamatan Rawas Ulu, sedangkan pengembangan pariwisata buatan diarahkan pada kawasan
Agropolitan Center dan pusat pemerintahan. Kawasan wisata alam, wisata budaya dan buatan yang ada
dikabupaten Musi Rawas diarahkan di:
A. Kawasan Wisata Alam
pariwisata Danau Aur di Kecamatan Sumber Harta.
pariwisata Bukit Cogong di Kecamatan Suku Tengah Lakitan Ulu Terawas.
pariwisata Gua Napallicin di Kawasan konservasi TNKS.
pariwisata Danau Gegas di Kecamatan Tiang Pumpung Kepungut.
pariwisata Danau Sukahati di Kecamatan Suku Tengah Lakitan Ulu Terawas.
pariwisata Danau Rayo di Kecamatan Rupit.
pariwisata Bukit Botak Kecamatan STL. Ulu Terawas.
pariwisata Air Terjun Telun Sukaraya di Kecamatan STL. Ulu Terawas.
pariwisata Air Terjun Satan di Kecamatan Muara Beliti.
pariwisata Air Terjun Sungai Dingin.
pariwisata Air Mancur SP II.
pariwisata Kawasan Konservasi TNKS.
pariwisata Danau Tingkip di Kecamatan Purwodadi.
pariwisata Hutan Bulian di Kecamatan Muara Kelingi.
pariwisata Arung Jeram Sungai Rawas di kawasan konservasi TNKS.
B. Kawasan Wisata Budaya
pariwisata Candi Lesung Batu di Kecamatan Rawas Ulu.
C. Kawasan Wisata Buatan
Pariwisata Air di kawasan Agropolitan Center; dan
pariwisata Hutan Kota dan Lapangan Golf di kawasan Pusat Pemerintahan.
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 25
4.2.9 Kawasan Peruntukan Permukiman
4.2.9.1 Kawasan Permukiman Perkotaan
Menunjukkan areal kawasan permukiman perkotaan, kawasan ini menempati areal dengan bentuk
wilayah datar–berombak (0-8%), jenis tanah aluvial, dan pola penggunaan lahan eksisting permukiman
dan pekarangan. Kawasan ini menyebar secara spot-spot, terutama di pusat-pusat ibukota kecamatan
dan desa/kelurahan di seluruh kecamatan di Kabupaten Musi Rawas.
Arahan pemanfaatan ruang ditujukan untuk mengoptimalkan dan mengendalikan peruntukan lahan
dengan tetap mempertahankan keberadaan fungsi resapan melalui ruang terbuka hijau (RTH). Untuk itu
perlu pengaturan aktivitas pembangunan melalui penerapan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan
Koefisien Lantai Bangun (KLB). Guna mengoptimalkan fungsi layanan bagi penduduk kota serta
pelayanan ekonomi bagi wilayah belakangnya, maka perlu penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang memadai, serta dukungan prasarana jalan dan terminal antar kota baik berupa terminal
penumpang maupun terminal barang yang menunjang pembangunan agropolitan.
4.2.9.2 Kawasan Permukiman Perdesaan
Menunjukkan areal kawasan permukiman perdesaan, kawasan ini menempati areal dengan bentuk
wilayah datar–bergelombang (0-15%), jenis tanah podsolik, kambisol, aluvial, dan koluvial, dengan pola
penggunaan lahan eksisting permukiman dan pekarangan. Kawasan ini menyebar di tiap kecamatan di
wilayah Kabupaten Musi Rawas. Arahan pemanfaatan ruang ditujukan untuk mengoptimalkan fungsi
layanan bagi masyarakat perdesaan dengan pengaturan tata ruang permukiman dan pengadaan fasilitas
sosial dan fasilitas umum perdesaan yang mendukung kegiatan pertanian/agropolitan.
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 26
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 27
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 28
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 29