bab 4 kemiskinan di indonesia

9
 51 BAB IV Kemiskinan di Indonesia Sebagai negara berkembang, kemiskinan merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh I ndonesia. Dengan kondisi a ntar daerah y ang ber agam, pengurangan tingkat kemiskinan di Indonesia tidak dapat dilakukan secara seragam. Dua hal yang harus diperhatikan terkait kondisi kemiskinan di indonesia adalah banyaknya masyarakat yang tergolong Kelompok Hampir Miskin, dan adanya kesenjangan dalam kondisi kemiskinan antar wilayah (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), 2009). Dalam perkembangan pengurangan tingkat kemiskinan Indonesia mengalami perkembangan yang pesat pada per iode 1976-1993 (TKPK, 2005). Keadaan ini ti dak lepas dari catatan bagus dalam pengurangan kemiskinan dari 1984-1987 yang dipengaruhi oleh bonanza minyak pada periode 1976-1981 (Ravallion dan Huppi  , 1989). Dengan adanya bonanza minyak, pada periode tersebut Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat dan didukung oleh pengeluaran pemerintah yang tepat sasaran. Walaupun catatan tersebut berlangsung hanya tiga tahun, namun dalam periode 17 tahun hingga 1993 rata-rata Indonesia mengalami penurunan kemiskinan 5 persen setiap tahun. Hal ini berdampak pada jumlah penduduk miskin yang berjumlah 54,2 Juta pada tahun 1976 berkurang menjadi 25,9 Juta pada tahun 1993. Periode tahun 1984-1987 menjadi rekor tersendiri dalam pengurangan kemiskinan di Indonesia. Catatan tersebut menurut Hi ll (2000) dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, sejak pertengahan 1960-an tidak ada konsentrasi besar dari pihak 

Upload: dimas-ari-darmantyo

Post on 18-Jul-2015

125 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/16/2018 Bab 4 Kemiskinan Di Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-kemiskinan-di-indonesia 1/951

BAB IV

Kemiskinan di Indonesia

Sebagai negara berkembang, kemiskinan merupakan salah satu masalah yang

harus dihadapi oleh Indonesia. Dengan kondisi antar daerah yang beragam,

pengurangan tingkat kemiskinan di Indonesia tidak dapat dilakukan secara seragam.

Dua hal yang harus diperhatikan terkait kondisi kemiskinan di indonesia adalah

banyaknya masyarakat yang tergolong Kelompok Hampir Miskin, dan adanya

kesenjangan dalam kondisi kemiskinan antar wilayah (Tim Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), 2009).

Dalam perkembangan pengurangan tingkat kemiskinan Indonesia mengalami

perkembangan yang pesat pada periode 1976-1993 (TKPK, 2005). Keadaan ini tidak 

lepas dari catatan bagus dalam pengurangan kemiskinan dari 1984-1987 yang

dipengaruhi oleh bonanza minyak pada periode 1976-1981 (Ravallion dan Huppi ,

1989). Dengan adanya bonanza minyak, pada periode tersebut Indonesia mengalami

pertumbuhan ekonomi yang cepat dan didukung oleh pengeluaran pemerintah yang

tepat sasaran. Walaupun catatan tersebut berlangsung hanya tiga tahun, namun dalam

periode 17 tahun hingga 1993 rata-rata Indonesia mengalami penurunan kemiskinan 5

persen setiap tahun. Hal ini berdampak pada jumlah penduduk miskin yang

berjumlah 54,2 Juta pada tahun 1976 berkurang menjadi 25,9 Juta pada tahun 1993.

Periode tahun 1984-1987 menjadi rekor tersendiri dalam pengurangan

kemiskinan di Indonesia. Catatan tersebut menurut Hill (2000) dipengaruhi oleh tiga

faktor. Pertama, sejak pertengahan 1960-an tidak ada konsentrasi besar dari pihak 

5/16/2018 Bab 4 Kemiskinan Di Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-kemiskinan-di-indonesia 2/952

swasta pada sektor pertanian dan industri manufaktur. Kedua, adalah performa sektor

beras yang kuat dan pertumbuhan industri padat karya yang berorientasi ekspor.

Sementara faktor terakhir adalah kebijakan publik yang sejak pertengahan 1960-an

diarahkan kepada kelompok miskin. Mubyarto (2001) sendiri menambahkan bahwa

keberhasilan pengurangan kemiskinan di Indonesia merupakan peranan dari institusi

lokal.

Jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan menjadi 34,5 Juta pada

tahun 1996. Peningkatan ini tidak lepas dari berakhirnya periode bonanza minyak 

pada tahun 1981 yang mengakibatkan rata-rata pengurangan tingkat kemiskinan yang

lebih lambat (Wie; 2006, 2010). Selepas dari krisis, jumlah penduduk miskin pada

tahun 1998 mengalami peningkatan yang lebih besar lagi menjadi 49,5 Juta sebagai

dampak kumulatif dari krisis pada tahun sebelumnya (TKPK, 2005). Namun

menurut Mubyarto (2001) meningkatnya jumlah penduduk miskin setelah krisis

merupakan hasil dari kebijakan pemerintah yang salah sasaran pada saat terjadinya

krisis, dan bukan karena kegagalan dari program anti kemiskinan. Hal ini

menyebabkan tersingkirnya kelompok dengan pendapatan rendah selama terjadinya

krisis.

Jumlah penduduk miskin kembali mengalami penurunan pada tahun 1999

menjadi 47,9 Juta. Kondisi ini berlanjut hingga tahun 2005 yang menyebabkan

 jumlah penduduk miskin turun menjadi 35,1 Juta pada tahun tersebut. Periode 1999-

2005 walaupun terdapat kenaikan jumlah penduduk miskin pada tahun 2002, jumlah

penduduk miskin di wilayah pedesaan pada tahun tersebut justru mengalami

penurunan (TKPK, 2005).

5/16/2018 Bab 4 Kemiskinan Di Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-kemiskinan-di-indonesia 3/953

Tahun 2006, jumlah penduduk miskin kembali meningkat menjadi 39,3 Juta

(TKPK, 2009). Peningkatan ini dipengaruhi adanya kenaikan harga barang-barang

kebutuhan pokok yang sangat tinggi antara 2005 dan 2006 (BPS, 2008). Setelah

peningkatan yang cukup drastis pada tahun 2006, jumlah penduduk miskin

mengalami penurunan, dimana pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin menjadi

31,02 Juta.

Hal yang harus dicatat dalam pengurangan kemiskinan di Indonesia adalah

masalah ketimpangan. Pada periode sebelum krisis walaupun diakui oleh dunia

internasional berhasil mengurangi kemiskinan dengan cepat namun ketimpangan

hampir tidak mengalami perubahan (Hill, 2000;Mubyarto, 2001). Share pengeluaran

dari kelompok paling miskin hanya mengalami perubahan kecil, sementara kelompok 

dengan pengeluaran tinggi hampir tidak mengalami perubahan.

Selain perkembangan jumlah penduduk miskin, hal lain yang harus

diperhatikan dalam kondisi kemiskinan di Indonesia adalah proporsi junlah penduduk 

miskin antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Dibandingkan kondisi pada tahun

1976, proporsi penduduk miskin di wilayah pedesaan pada tahun 2010 mengalami

penurunan dari 81.55 persen menjadi 64.2 persen. Sementara proporsi penduduk 

miskin di wilayah perkotaan meningkat dalam periode yang sama dari 18.8 persen

menjadi 35.77 persen. Kondisi ini terjadi karena dua hal: pertama, kebijakan

penanggulangan kemiskinan di Indonesia lebih berorientasi pada wilayah pedesaan;

dan masalah kemiskinan di wilayah perkotaan yang lebih kompleks (TKPK, 2009).

5/16/2018 Bab 4 Kemiskinan Di Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-kemiskinan-di-indonesia 4/954

Adanya penurunan dalam proporsi penduduk miskin dari wilayah pedesaan

tidak merubah proporsi penduduk miskin antara kedua wilayah. Jumlah penduduk 

miskin di wilayah pedesaan masih lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan. Hal

ini terjadi karena penduduk miskin di wilayah perkotaan jumlahnya jauh lebih kecil

dibandingkan dengan wilayah pedesaan.

Dimensi lain yang harus diperhatikan adalah indeks kedalaman dan keparahan

kemiskinan. Berdasarkan data dari BPS indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan

di indonesia cenderung mengalami penurunan. Meskipun begitu di wilayah pedesaan

dilihat dari data yang ada tingkat kemiskinan di wilayah tersebut masih lebih parah

dibandingkan wilayah perkotaan (TNP2K, 2010).

Salah satu kondisi kemiskinan yang penting dilihat pada kasus Indonesia

adalah perpindahan penduduk masuk dan keluar dari kemiskinan (Suryahadi et al,

2010). Dari tahun 2008 ke 2009 sebanyak 53.29 persen penduduk miskin keluar dari

kemiskinan dengan 20.28 persen hanya berubah menjadi hampir miskin. Pada jangka

waktu yang sama sebesar 5.37 persen penduduk tidak miskin berubah menjadi

miskin. Sementara untuk penduduk hampir miskin 22.32 persen menjadi miskin dan

sebanyak 56.15 persen menjadi tidak miskin.

Catatan lainnya dalam perkembangan kemiskinan adalah dimensi kemiskinan

di luar pendapatan dan pengeluaran. Dimensi tersebut diantaranya dalah dalam hal

nutrisi dan pendidikan. Dalam hal ketersediaan nutrisi, Indonesia mengalami

perkembangan pesat dalam penyediaan kalori dan protein per kapita. Sejak awal

1960-an sampai akhir 1980-an rata-rata penyediaan kalori dan protein per kapita

5/16/2018 Bab 4 Kemiskinan Di Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-kemiskinan-di-indonesia 5/955

masing-masing naik 45 persen dan 50 persen (Hill, 2000). Dalam hal rata-rata kalori

per kapita Indonesia bahkan melebihi rata-rata untuk negara-negara di Asia dan

negara-negara berkembang.

Pada periode 1990-1996 berdasarkan data Badan Pusat Statistik rata-rata

harian konsumsi protein dan kalori per kapita terus mengalami kenaikan. Dari tahun

1990 sampai 1996 rata-rata konsumsi protein per kapita naik 15 persen. Sementara

pada rata-rata konsumsi kalori perkapita terjadi kenaikan sebesar 1.8 persen untuk 

periode yang sama. Hal yang menarik terjadi pada konsumsi kalori per kapita, jika

tidak dimasukkan konsumsi makanan jadi. Pada tahun 1990 sampai 1996 rata-rata

konsumsi kalori per kapita tanpa makanan jadi justru turun sebesar 2.4 persen

Dimensi kemiskinan lain di luar pendapatan dan pengeluaran adalah

pendidikan. Suryadama (2010) mengungkapkan bahwa negara dengan kualitas

pendidikan yang tinggi memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Indonesia dari

tahun 1961 sampai 1990 mengalami peningkatan dalam persentase penduduk yang

lulus pendidikan dasar dan menengah (Hill, 2000). Dibandingkan tahun 1961 terjadi

peningkatan masing-masing 150 persen dan 650 persen untuk pendidikan dasar dan

menengah pada tahun 1990. Pada tahun 1990 jumlah penduduk yang melanjutkan

pendidikan dasar lebih besar dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.

Sementara untuk pendidikan menengah, Indonesia hanya lebih unggul dari Thailand.

Pada pendidikan tinggi jumlah penduduk yang melanjutkan sampai dengan tingkat

tersebut masih sangat rendah.

5/16/2018 Bab 4 Kemiskinan Di Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-kemiskinan-di-indonesia 6/956

Periode tahun 1994-2010 persentase penduduk yang menamatkan pendidikan

dasar justru mengalami penurunan (BPS, 2010). Persentase penduduk yang tamat SD

pada tahun 1994 sebesar 32.82 persen turun menjadi 29.72 persen pada tahun 2010.

Sementara untuk pendidikan menengah baik SMP maupun SMA, keduanya

mengalami kenaikan untuk periode tahun yang sama masing-masing sebesar 42

persen dan 72 persen.

Dalam data angka partisipasi murni di situs www.bps.go.id  untuk setiap

 jenjang pendidikan mengalami kecenderungan menaik dari tahun 1994 sampai 2010.

Kenaikan paling besar dalam hal angka partisipasi murni terjadi pada jenjang

pendidikan Perguruan Tinggi yang naik sebesar 39 persen. Sementara untuk angka

partisipasi murni pada jenjang SD hanya naik sebesar 3 persen dalam periode waktu

yang sama.

Dalam hal kesenjangan antar gender dalam pencapaian pendidikan terjadi

penyempitan gap. Kelebihan jumlah penduduk laki-laki yang menyelesaikan

pendidikan dasar mencapai 2.3 kali dari penduduk perempuan pada tahun 1961,

namun tahun 1990 hal ini menyempit menjadi 0.15. Dalam pendidikan menengah

gap ini menurun dari 150 persen menjadi 40 persen untuk jangka waktu yang sama.

Sementara untuk pendidikan tinggi gap melebar namun pelebarannya semakin

menyempit (Hill, 2000).

Perkembangan lain dalam hal pendidikan adalah tingkat buta huruf. Tahun

1971 dan 1980 tingkat literacy mengalami penurunan tajam berdasarkan kelompok 

usia. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam hal tingkat literacy (Hill,

5/16/2018 Bab 4 Kemiskinan Di Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-kemiskinan-di-indonesia 7/957

2000). Pada tahun 1990 tingkat buta huruf di Indonesia lebih rendah dari Malaysia,

namun masih lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan, Phillipina, dan Thailand.

Periode 1994-2010 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, tingkat buta

huruf di Indonesia terus mengalami penurunan. Berdasarkan pada kelompok usia,

tingkat buta hruf untuk kelompok usia 45 tahun ke atas masih lebih tinggi

dibandingkan kelompok usia lainnya. Sementara kelompok usia 15-44 tahun

memiliki tingkat buta huruf paling rendah.

Dalam hal pengurangan kemiskinan secara multidimensi Indonesia masih

tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga (Suryahadi et al, 2010). Hal ini

ditunjukkan diantaranya dengan peningkatan yang lambat dari indikator mortalitas

Ibu dan bayi (Alatas, 2010). Indikator lain adalah dalam periode 1976-2009

kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan dalam kemiskinan multidimensi semakin

lebar (Suryahadi et al, 2010). Sementara untuk kemiskinan secara keuangan,

walaupun tingkat kemiskinan menurun tetapi jumlah penduduk yang rentan semakin

bertambah.

Dengan kondisi kemiskinan yang ada Indonesia masih memiliki peluang

dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Peluang pertama terjadi dari globalisasi,

dimana terdapat penurunan pekerja anak karena adanya liberalisasi perdagangan

(Katos dan Sparrow dalam Suryahadi et al, 2010). Peluang kedua berasal dari

dividend  demografis. Program Keluarga Berencana pada periode 1970-an sampai

1990-an berhasil mengurangi proporsi penduduk di bawah 15 tahun. Keadaan ini

menyebabkan terjadinya penurunan age dependency ratio dari 86/100 pada tahun

5/16/2018 Bab 4 Kemiskinan Di Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-kemiskinan-di-indonesia 8/958

1970 menjadi 54/100 pada tahun 2000 (Adioetomo dalam Suryahadi et al, 2010).

Peluang lainnya adalah catatan bahwa bantuan hanya berkontribusi sebesar 1 persen

terhadap PDB dan bantuan asing perkapita di Indonesia hanya sebesar US$ 11.

Dalam mengurangi tingkat kemiskinan, pemerintah lebih berorientasi pada

wilayah pedesaan. Hal ini dikarenakan tingkat kemiskinan yang lebih parah di

wilayah tersebut. Hasilnya jumlah penduduk miskin di Indonesia cenderung

mengalami penurunan, namun target yang diharapkan yaitu penurunan sebesar 8.2

persen tidak terjadi. Tidak tercapainya target tersebut dikarenakan adanya

ketidakstabilan harga minyak bumi pada tahun 2004 dan 2007, dan kurangnya

koordinasi dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan antar sektor (TKPK, 2009).

Sebagai upaya untuk mengatasi masalah koordinasi dalam hal kebijakan

TKPK mengelompokkan kebijakan penanggulangan kemiskinan menjadi tiga

kelompok: Program bantuan dan perlindungan sosial; program pemberdayaan

masyarakat; dan program pengembangan usaha mikro dan kecil. Kelompok pertama

merupakan ‘ikan’ dalam pengurangan kemiskinan dan bertujuan untuk mengurangi

beban pengeluaran dari penduduk miskin (Sumodiningrat,2010). Kebijakan pada

kelompok ini didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dasar dari penduduk miskin

yang meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan, makanan, sanitasi, dan air bersih.

Kelompok kedua, pemberdayaan masyarakat merupakan ‘alat pancing’ dalam

pengurangan tingkat kemiskinan (Sumodiningrat, 2010). Kebijakan pada kelompok 

ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan melalui

pengembangan wirausaha, sehingga penduduk miskin dapat bergantung pada dirinya

5/16/2018 Bab 4 Kemiskinan Di Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-kemiskinan-di-indonesia 9/959

sendiri. Karakter dari kebijakan ini adalah pendekatan partisipatif dari masyarakat

yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka, peningkatan kapasitas masyarakat, dan

pelaksanaan yang dilakukan oleh penduduk miskin baik secara individu maupun

kelompok (Sumodiningrat, 2010).

Kelompok terakhir, pengembangan usaha mikro dan kecil merupakan

‘perahu’ dalam pengurangan tingkat kemiskinan. Kebijakan pada kelompok ini

bertujuan untuk menyediakan akses modal bagi pengusaha mikro dan kecil. Karakter

dari kebijakan pada kelompok ini adalah adanya bantuan modal, peningkatan akses

terhadap pasar, dan peningkatan keahlian serta pengelolaan usaha (Sumodiningrat,

2010). Pengelompokan kebijakan pengurangan kemiskinan tersebut telah dilakukan

pada tingkat nasional, dan diusahakan akan dilakukan pada tingkat daerah (TKPK,

2009).

Kebijakan pada tingkat daerah memiliki peranan penting dalam pengurangan

tingkat kemiskinan secara nasional. Hal ini terjadi karena seiring adanya otonomi

daerah, pemerintah daerah memiliki peranan yang lebih besar dalam memberikan

pelayanan dasar pada masyarakat (Perdana dan Maxwell, 2010). Permasalahan yang

muncul adalah adanya kekhawatiran bahwa seiring bergantinya Kepala daerah,

kebijakan yang ada akan berubah. Berdasarkan penelitian dari Labas dan Limam

(2004), kebijakan yang diaplikasikan dapat didekati oleh variabel alokasi anggaran.

Bab selanjutnya akan dijelaskan hasil analisis mengenai pengaruh dari alokasi

anggaran APBD pada tingkat kabupaten/kota terhadap pengurangan tingkat

kemiskinan