bab 2 tinjauan pustaka 2.1. tsunami 2.1.1. pengertian...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tsunami
2.1.1. Pengertian Bencana TSunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan
“tsu” berarti lautan, “nami” berarti gelombang ombak. Tsunami adalah serangkaian
gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut
akibat gempa bumi (BNPB No.8 Tahun 2011).
Menurut Bakornas PB (2007), Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang
laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut.
Gangguan impulsive tersebut bisa berupa gempabumi tektonik, erupsi vulkanik atau
longsoran.
Kecepatan tsunami bergantung pada kedalaman perairan, akibatnya
gelombang tersebut mengalami percepatan atau perlambatan sesuai dengan
bertambah atau berkurangnya kedalaman perairan, dengan proses ini arah pergerakan
arah gelombang juga berubah dan energi gelombang bias menjadi terfokus atau juga
menyebar. Di perairan dalam tsunami mampu bergerak dengan kecepatan 500 sampai
1000 kilometer per jam sedangkan di perairan dangkal kecepatannya melambat
hingga beberapa puluh kilometer per jam, demikian juga ketinggian tsunami juga
bergantung pada kedalaman perairan. Amplitudo tsunami yang hanya memiliki
Universitas Sumatera Utara
ketinggian satu meter di perairan dalam bias meninggi hingga puluhan meter di garis
pantai (Puspito, 2010).
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007,
Bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau
gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability)
masyarakat. Hubungan keduanya dapat digambarkan bila gangguan atau ancaman
tersebut muncul kepermukaan tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti
masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu tersebut, sementara
bila kondisi masyarakat rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka
tidak akan terjadi bencana. Adapun Bencana dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:
(a) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (b) Bencana non
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit. (c) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
Universitas Sumatera Utara
atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
(UU RI No 24 Tahun 2007).
2.1.2. Mekanisme terjadinya Tsunami
Mekanisme tsunami akibat gempa bumi dapat diuraikan dalam 4 (empat)
tahap yaitu kondisi awal, pemisahan gelombang, amplifikasi, dan rayapan.
a) Kondisi Awal.
Gempa bumi biasanya berhubungan dengan goncangan permukaan yang
terjadi sebagai akibat perambatan gelombang elastik (elastic waves) melewati batuan
dasar ke permukaan tanah. Pada daerah yang berdekatan dengan sumber-sumber
gempa laut (patahan), dasar lautan sebagian akan terangkat (uplifted) secara
permanen dan sebagian lagi turun ke bawah (down-dropped), sehingga mendorong
kolom air naik dan turun. Energi potensial yang diakibatkan dorongan air ini,
kemudian berubah menjadi gelombang tsunami atau energi kinetik di atas elevasi
muka air laut rata-rata (mean sea level) yang merambat secara horisontal. Kasus yang
diperlihatkan adalah keruntuhan dasar lereng kontinental dengan lautan yang relatif
dalam akibat gempa. Kasus ini dapat juga terjadi pada keruntuhan lempeng
kontinental dengan kedalaman air dangkal akibat gempa.
b) Pemisahan Gelombang.
Setelah beberapa menit kejadian gempa bumi, gelombang awal tsunami akan
terpisah menjadi tsunami yang merambat ke samudera yang disebut sebagai tsunami
berjarak (distant tsunami), dan sebagian lagi merambat ke pantai-pantai berdekatan
Universitas Sumatera Utara
yang disebut sebagai tsunami lokal (local tsunami). Tinggi gelombang di atas muka
air laut rata-rata dari ke dua gelombang tsunami, yang merambat dengan arah
berlawanan ini, besarnya kira-kira setengah tinggi gelombang tsunami awal.
Kecepatan rambat ke dua gelombang tsunami ini dapat diperkirakan sebesar akar dari
kedalaman laut ( gd ). Oleh karena itu, kecepatan rambat tsunami di samudera dalam
akan lebih cepat dari pada tsunami lokal.
c) Amplifikasi.
Pada waktu tsunami lokal merambat melewati lereng kontinental, sering
terjadi hal-hal seperti peningkatan amplitudo gelombang dan penurunan panjang
gelombang Setelah mendekati daratan dengan lereng yang lebih tegak, akan terjadi
rayapan gelombang.
d) Rayapan.
Pada saat gelombang tsunami merambat dari perairan dalam, akan melewati
bagian lereng kontinental sampai mendekati bagian pantai dan terjadi rayapan
tsunami . Rayapan tsunami adalah ukuran tinggi air di pantai terhadap muka air laut
rata-rata yang digunakan sebagai acuan. Dari pengamatan berbagai kejadian tsunami,
pada umumnya tsunami tidak menyebabkan gelombang tinggi yang berputar
setempat (gelombang akibat angin yang dimanfaatkan oleh peselancar air untuk
meluncur di pantai). Namun, tsunami datang berupa gelombang kuat dengan
kecepatan tinggi di daratan yang berlainan seperti diuraikan pada Amplikasi,
sehingga rayapan gelombang pertama bukanlah rayapan tertinggi ( Anonim,
usgs.gov, 2013).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Sumber Utama terjadinya Tsunami
Menurut BNPB (2012) Sejarah tsunami di Indonesia menunjukkan bahwa
kurang lebih 172 tsunami yang terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1600 – 2012.
Sumber pembangkitnya diketahui bahwa 90% dari tsunami tersebut disebabkan oleh
aktivitas gempabumi tektonik, 9% akibat aktivitas vulkanik dan 1% oleh tanah
longsor yang terjadi dalam tubuh air (danau atau laut) maupun longsoran dari darat
yang masuk ke dalam tubuh air. Berdasarkan sumber terjadinya gempabumi tektonik
sangat berpotensi terjadinya tsunami.
Gempabumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan
antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan.
Kekuatan gempabumi akibat aktivitas gunungapi dan runtuhan batuan relatif kecil
sehingga kita akan memusatkan pembahasan pada gempabumi akibat tumbukan antar
lempeng bumi dan patahan aktif (Bakornas PB, 2007).
2.1.3.1. Gempa Bumi Tektonik
Gempabumi tektonik merupakan jenis gempa yang paling banyak merusak
bangunan yang terjadi karena ada pelepasan stress energi yang tertimbun di dalam
batu – batuan karena pergerakan dalam bumi (Adhitya, dkk, 2009).
2.1.3.2. Penyebab Gempa Bumi Tektonik
Penyebab gempabumi tektonik dikarenakan adanya proses tektonik akibat
pergerakan kulit/lempeng bumi dan aktivitas sesar dipermukaan bumi serta
pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadinya runtuhan tanah, aktivitas
gunungapi, ledakan Nuklir (Bakornas PB, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1
2.1.3.3. Ciri – Ciri Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami
Ilustrasi Kejadian Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami
Gempabumi yang berpotensi tsunami merupakan gempabumi dengan pusat
gempa di dasar laut berkekuatan gempa >7 SR dengan kedalaman kurang dari 60-70
Km dan terjadi deformasi vertical dasar laut dengan magnitudo gempa lebih besar
dari 6 ,0 Skala Richter serta jenis patahan turun (normal faulth) atau patahan naik
(thrush faulth).
Tsunami yang disebabkan oleh gempa tektonik dipengaruhi oleh kedalaman
sumber gempa serta panjang, kedalaman, dan arah patahan tektonik. Pada umumnya,
tsunami baru mungkin terjadi apabila kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km di
bawah permukaan laut. Segera setelah dibangkitkan tsunami merambat ke segala
arah. Selama perambatan, tinggi gelombang semakin besar akibat pengaruh
pendangkalan dasar laut. Ketika mencapai pantai, massa air akan merambat naik
menuju ke daratan. Tinggi gelombang tsunami ketika mencapai pantai sangat
dipengaruhi oleh kontur dasar laut di sekitar pantai tersebut, sedangkan jauhnya
Universitas Sumatera Utara
limpasan tsunami ke arah darat sangat dipengaruhi oleh topografi dan penggunaan
lahan di wilayah pantai yang bersangkutan.
Kurangnya kemampuan dalam mengantisipasi bencana dapat terlihat dari
belum optimalnya perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan yang
kurang memperhatikan risiko bencana. Minimnya fasilitas jalur dan tempat evakuasi
warga juga merupakan salah satu contoh kurangnya kemampuan dalam menghadapi
bencana. Peta bahaya dan peta risiko yang telah dibuat belum dimanfaatkan secara
optimal dalam program pembangunan dan pengurangan risiko bencana yang terpadu.
Terdapat kecenderungan bahwa Program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) hanya
dianggap sebagai biaya tambahan, bukan bagian dari investasi pembangunan yang
dapat menjamin pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, gempabumi yang berpotensi
besar dalam pembangkitkan tsunami perlu mendapat perhatian khusus (BNPB, 2012).
2.1.4. Tanda Tanda Terjadinya Tsunami
a)
Menurut Adhitya, dkk, 2009 Dari hasil laporan dokumen lama serta prasasti
yang ada di Jepang, serta pangalaman dari hasil survei lapangan memperlihatkan
bahwa beberapa tanda-tanda alami sebelum datangnya tsunami adalah sebagai
berikut:
Gerakan Tanah.
Gerakan tanah ini timbul karena adanya penjalaran gelombang di lapisan
bumi padat akibat adanya gempa. Jika gempa dangkal besar yang terjadi di bawah
permukaan laut, maka sangat berpotensi terjadinya tsunami. Khusus bagi tsunami
near field (sumber dekat dengan pantai) gerakan ini dapat dirasakan secara langsung
Universitas Sumatera Utara
oleh indera manusia tanpa menggunakan alat ukur, namun untuk tsunami dengan
sumber far field (sumber jauh dengan pantai) misalnya tsunami Chili 1960, tidak
dirasakan oleh indera manusia di Jepang namun setelah 12 Jam tsunami tersebut
menghatam daerah Tohoku ( North-East) Pulau Honshu, Jepang.
b) Riakan Air Laut (Tsunami Forerunners ).
c)
Nakamura dan Watanabe (1961) mendefinisikan adalah deretan osilasi atau
riakan muka laut yang mendahului kedatangan tsunami utama. yang dengan mudah
dapat dilihat pada rekaman stasiun pasut dengan tipikal amplitudo dan perioda yang
lebih kecil. Menurut mereka tidak selamanya tsunami forerunners ini muncul. Di
pantai Utara dan Selatan Amerika tsunami forerunners tidak hadir karena kemiringan
alami dari inisial tsunami terhadap pantai. Sedangkan kehadiran tsunami forerunners
di tempat lain seperti Jepang karena akibat terjadinya resonansi (gelombang ikutan)
tsunami awal di teluk dan di paparan benua sebelum tsunami utama datang.
Penarikan Mundur Atau Surutnya Muka Laut (Initial Withdrawal Bore).
Dalam beberapa tulisan baik yang popular maupun ilmiah mengemukakan
tentang hadirnya penarikan mudur muka air laut sebelum tsunami utama mencapai
pantai. Dari hasil rekaman tsunami, Murty (1977) mengemukakan ada ratusan kasus
dimana penarikan mundur muka laut ini terjadi, namun pada beberapa kejadian tidak
hadir. Secara teoritis pielvogel (1976) situasi semacam ini umumnya disebabkan oleh
muka gelombang negatif yang menjalar duluan diikuti oleh gelombang positif.
Universitas Sumatera Utara
d) Dinding Muka Air Laut Yang Tinggi Di Laut (Tsunami Bore).
e)
Adalah pergerakan tsunami yang menjalar di perairan dangkal dan terus
menjalar di atas pantai berupa gelombang pecah yang berbentuk dinding dengan
tinggi yang hampir rata, ini disebabkan karena adanya gangguan secara meteorologi
(Nagaoka, 1907). Berikut ini diperlihatkan beberapa contoh rekaman tsunami di
beberapa tempat di Jepang. Dari beberapa saksi mata juga menyebutkan khususnya
untuk Tsunami Biak 1996 dan Tsunami Flores 1992 yang terjadi pada siang hari
(sedangkan Tsunami Banyuwangi 1994 terjadi pada malam hari) disaksikan bahwa
gelombang yang datang menyerupai tembok hitam dan gelap serta berupa tembok
putih yang bergerak ke arah pantai. Perbedaan pengamatan ini bergantung pada jenis
serta morfologi dasar laut di lepas pantai. Untuk daerah dimana landai serta
gelombang tsunami menggerus sedimen di bawahnya maka dinding tesebut kelihatan
hitam atau kelabu, sedangkan untuk daerah berkarang maka dinding tersebut
berwarna putih di penuhi oleh busa air laut.
Timbulnya Suara Aneh.
Banyak dokumen lama di Jepang melaporkan timbulnya suara abnormal
sebelum kedatangan tsunami, hal ini terukir pada Monumen Tsunami di Prefektur
Aomori yang berbunyi : “Earthquake, sea Roar, then Tsunami” (Gempa. Suara
menderu, kemudian tsunami). Monumen ini dibangun setelah 1993 Showa Great
Sanriku Tsunami, bertujuan untuk melanjutkan perhatian masyarakat generasi yang
akan datang terhadap tsunami. Ini menganjurkan agar melakukan evakuasi jika
terdengar suara abnormal setelah terjadi gempa. Suara seperti ini juga diceritakan
Universitas Sumatera Utara
oleh saksi mata tsunami di Biak, Banyuwangi dan Flores dimana suara tersebut ada
yang menyebutkan suara yang terdengar menyerupai: bunyi pesawat helikopter, suara
drum band, serta suara roket yang mendesing. Jenis-jenis dan tipikal suara tersebut
hubungannya dengan posisi tsunami saat menjalar atau saat menghantam tebing batu
atau pantai yang landai di Jelaskan oleh Shuto (1997).
f) Pengamatan Indera Penciuman Dan Indera Perasa.
Saksi mata mengemukakan bahwa saat sebelum tsunami datang terjadi angin
dengan berhawa agak dingin bercampur dengan bau garam laut yang cukup kuat, hal
ini kemungkinan besar akibat olakan air laut di lepas pantai.
2.1.5. Perbedaan Gelombang Badai Dengan Tsunami
Perbedaan gelombang badai dengan tsunami adalah g
2.1.6. Penyebab Terjadinya Bencana Tsunami
elombang badai
menerjang pantai dalam bentuk arus melingkar dan tidak membanjiri daerah yang
lebih tinggi sedangkan gelombang tsunami menerjang pantai dalam bentuk arus lurus,
bagai tembok air, dengan kecepatan tinggi dan masuk jauh ke daratan. Dengan bentuk
gelombang demikian, maka tsunami sulit dihadang, terutama dengan ketinggiannya
yang mencapai belasan meter dan kecepatan ratusan kilometer per jam
(Anonim, piba.tdmrc.org, 2010).
Tsunami merupakan suatu rangkaian gelombang panjang yang disebabkan
oleh perpindahan air dalam jumlah besar secara tiba-tiba. Tsunami dapat dipicu oleh
kejadian gempa, letusan volkanik, dan longsoran di dasar laut, atau tergelincirnya
Universitas Sumatera Utara
tanah dalam volume besar, dampak meteor, dan keruntuhan lereng tepi pantai yang
jatuh ke dalam lautan atau teluk.
Tsunami mengakibatkan terjadinya kenaikan muka air laut yang besar,
sehingga menimbulkan perbedaan tinggi energi. Perbedaan tinggi energi ini
menimbulkan aliran dengan kecepatan yang tinggi. Aliran ini mempunyai daya rusak
yang sangat besar. Untuk mengurangi kerusakan dan korban yang ditimbulkan oleh
tsunami, maka daerah pesisir pantai perlu mendapatkan perlindungan. Namun
perlindungan secara fisik hampir tidak mungkin untuk dilakukan karena akan
memerlukan biaya yang sangat besar. Konstruksi pelindung hanya akan berfungsi
secara efektif untuk melindungi teluk yang mempunyai mulut tidak terlalu lebar.
Konstruksi pelindung harus kuat untuk menerima tekanan gelombang tsunami,
disamping cukup tinggi untuk menghindarkan limpasan gelombang. Cara yang lebih
efektif adalah dengan melatih penduduk dalam menghadapi tsunami dan
menghindarkan pembangunan konstruksi di daerah yang sering diserang tsunami.
Berikut ini tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko bencana
tsunami. (1) Membuat sistem peringatan dini. (2) Relokasi daerah permukiman yang
rawan tinggi terhadap ancaman tsunami. (3) Edukasi kepada masyarakat tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan tsunami, misalnya tanda-tanda kedatangan
tsunami dan cara-cara penyelamatan diri, sehingga masyarakat siap dan tanggap
apabila suatu saat tsunami datang secara tiba-tiba. (4) Membuat jalan atau lintasan
untuk menyelamatkan diri dari tsunami. (5) Menanami daerah pantai dengan tanaman
yang secara efektif dapat menyerap energi gelombang (misalnya mangrove) (6)
Universitas Sumatera Utara
Membiarkan lapangan terbuka untuk menyerap energi tsunami. (7) Membuat dike
ataupun breakwater di daerah yang memungkinkan (Anonim, piba.tdmrc.org, 2010).
2.1.7. Dampak Bencana Tsunami
Pengertian dampak menurut KBBI adalah benturan, pengaruh yang
mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada
dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau
perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal
balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang
dipengaruhi (Anonim, KBBI Online, 2010).
Adapun dampak bencana terhadap kesehatan yaitu terjadinya krisis kesehatan,
yang menimbulkan : (1) Korban massal; bencana yang terjadi dapat mengakibatkan
korban meninggal dunia, patah tulang, luka-luka, trauma dan kecacatan dalam jumlah
besar. (2) Pengungsian; pengungsian ini dapat terjadi sebagai akibat dari rusaknya
rumah-rumah mereka atau adanya bahaya yang dapat terjadi jika tetap berada dilokasi
kejadian. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat resiko dari suatu wilayah atau daerah
dimana terjadinya bencana (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan dampak positif dari bencana tsunami adalah (a) Bencana alam
merenggut banyak korban,s ehingga lapangan pekerjaan menjadi terbuka luas bagi
yang masih hidup. (b) Menjalin kerjasama dan bahu membahu untuk menolong
korban bencana, menimbulkan efek kesadaran bahwa manusia itu saling
membutuhkan satu sama lain. (c) Kita bisa mengetahui sampai dimanakah kekuatan
Universitas Sumatera Utara
konstruksi bangunan kita serta kelemahannya dan dapat melakukan inovasi baru
untuk penangkalan apabila bencana tersebut datang kembali tetapi dgn konstruksi yg
lbh baik sedangkan dampak negatif dari bencana tsunami adalah (a) Merusak apa
saja yang dilaluinya bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa
manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah,
dan air bersih. (b) Banyak tenaga kerja ahli yang menjadi korban sehingga sulit untuk
mencari lagi tenaga ahli yang sesuai dalam bidang pekerjaanya (c) Pemerintah akan
kewalahan dalam pelaksanaan pembangunan pasca bencana karna faktor dana yang
besar. (d) Menambah tingkat kemiskinan apabila ada masyarakat korban bencana
yang kehilangan segalanya.
2.2. Prinsip Pengurangan Risiko Bencana Tsunami
Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat
sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam
bidang asuransi, risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana
jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian
(Anonim, wikipedia.org, 2013).
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta,
dan gangguan kegiatan masyarakat (UU RI No 24 tahun 2007).
Universitas Sumatera Utara
Paradigma pengurangan risiko bencana merubah pola pikir yang responsif
menjadi preventif dengan pendekatan manajemen risiko. Apabila suatu wilayah
mempunyai risiko tinggi maka upaya pengurangan risiko dilakukan dengan
melakukan tindakan-tindakan. Pertama-tama dilakukan tindakan untuk memisahkan
potensi bencana yang mengancam dengan elemen berisiko (element at risk).
Tindakan ini dikenal dengan pencegahan (risk avoidance). Apabila antara potensi
bencana dengan elemen berisiko tersebut tidak dapat dipisahkan (harus bertemu)
maka upaya yang dilakukan adalah pengurangan risiko (risk reduction), atau dikenal
dengan mitigasi. Mitigasi ini dapat dilakukan secara struktural maupun non-
struktural. Bila pengurangan risiko sudah dilakukan dan masih tetap ada risiko,
dilakukan pengalihan risiko ke pihak lain (risk transfer) misalnya melalui sistem
asuransi bencana. Apabila ketiga tindakan tersebut sudah dilakukan tetapi masih ada
risiko, maka yang terakhir dilakukan adalah menerima risiko (risk acceptance) dan
melakukan upaya-upaya kesiapsiagaan.
Tindakantindakan dalam manajemen risiko di atas dijabarkan dalam program
yaitu: 5) pencegahan dan mitigasi bencana; 6) peringatan dini; dan 7) kesiapsiagaan.
Ketujuh program di atas merupakan program yang dilakukan sebelum terjadi
bencana. Kegiatan sebelum terjadi bencana/pra bencana sering disebut dengan
pengurangan risiko bencana, sehingga dalam pembuatan rencana aksi pengurangan
risiko bencana hanya menggunakan 7 (tujuh) program tersebut. Selain program-
program pengurangan risiko bencana juga terdapat program pada saat bencana dan
pasca bencana. Program pada saat bencana adalah 8) program tanggap darurat dan
Universitas Sumatera Utara
program pasca bencana disebut 9) program rehabilitasi dan rekonstruksi. Dengan
demikian Renas PB mempunyai 9 (sembilan) program.
Besar atau kecilnya dampak dalam sebuah bencana diukur dari korban jiwa,
kerusakan, atau biaya–biaya kerugian yang ditimbulkannya. Namun demikian, dalam
upaya pengurangan risiko bencana, dampak sebuah bencana dapat diprediksi dengan
mengidentifikasi beberapa hal di bawah ini.
a. Ancaman/bahaya (Hazard)
Apakah beda antara ancaman/bahaya dengan bencana? Ancaman atau bahaya
adalah Fenomena atau situasi yang memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan
atau kerusakan terhadap orang, harta benda, fasilitas, maupun lingkungan.
Sebaliknya, bencana merupakan suatu peristiwa, baik akibat ulah manusia maupun
alam, tiba – tiba maupun bertahan materi, maupun lingkungan. Menurut United
Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) bahaya terdiri atas
bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia, yang dapat dikelompokkan menjadi
bahaya geologi, bahaya hydrometeorology, bahaya biologi bahaya teknologi, dan
penurunan kualitas lingkungan.
b. Kerentanan (Vulnaribility).
Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kemampuan
seseorang atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan hidup atau
merespon potensi bahaya. Kerentanan masyarakat secara kultur dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti kemiskinan, pendidikan, sosial dan budaya. Selanjutnya
aspek infrastruktur yang juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kerentanan.
Universitas Sumatera Utara
c. Kapasitas (Capacity).
Kapasitas adalah kekuatan dan sumber daya yang ada pada tiap individu dan
lingkungan yang mampu mencegah, melakukan mitigasi, siap menghadapi dan pulih
dari akibat bencana dengan cepat.
d. Risiko Bencana (Risk).
Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan bahaya yang
ada. Ancaman bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami,
sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi sehingga kemampuan dalam
menghadapi ancaman bencana semakin meningkat. Prinsip atau konsep yang
digunakan dalam penilaian resiko bencana.
Resiko = Kemampuan
Bahaya x Kerentanan
Atau dapat ditulis Resiko = Bahaya x Kerentanan x ketidakmampuan.
Menurut Winaryo (2007), dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia
merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan
beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan
komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi dan tsunami.
Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok
utama, yaitu potensi bahaya utama ( main hazard) dan potensi bahaya ikutan
(collateral hazard). Potensi bahaya utama ( main hazard potency) ini dapat dilihat
Universitas Sumatera Utara
antara lain pada peta rawan bencana gempa di ndonesia yang menunjukkan bahwa
Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana
tsunami dan lain-lain.
Menurut Surono (2004), pemetaan ancaman tsunami mendasarkan pada
bentuk lahan dan kedekatan dengan garis pantai. Asumsi yang digunakan adalah
semua bentuk lahan yang prosesnya dipengaruhi aktivitas gelombang laut (marin)
dan kemiringan lerengnya datar-landai merupakan area yang rawan tsunami.
Walaupun demikian, asumsi ini tidak sepenuhnya langsung dapat diterima mengingat
pada bentuk lahan yang sama dengan kemiringan lereng yang sama potensi ancaman
tsunaminya dapat berbeda jika jaraknya dengan garis pantai berbeda. Oleh karena itu
kemudian digunakan kriteria tambahan, yaitu kedekatan dengan garis pantai. Untuk
itu kemudian pada bentuk lahan marin yang dianggap rawan tsunami dilakukan
buffering untuk menentukan potensi ancamannya. Jarak buffer ditentukan sebesar 1,5
km dari garis pantai untuk potensi ancaman tinggi, 1,5 hingga 3.5 km dari garis
pantai untuk potensi sedang dan 3,5 hingga 7,5 untuk potensi rendah. Gempa bumi di
Aceh menyebabkan timbulnya gelombang air laut dengan kecepatan tinggi dan
mencapai kawasan pantai negara yang ada di dekatnya, Maladewa, India, Somalia,
Thailand, Bagladesh, Sri Lanka, Malaysia dan terberat Indonesia. Kira-kira
gelombang ini berlari dari sumbernya di Aceh lebih kurang 4.500 km untuk mencapai
kawasan pantai negara lain.
Tsunami sangat berhubungan erat dengan gempa bumi tektonik di tengah laut.
Jika gempa memiliki SR, maka Jepang mengajukan skala tingkat tsunami. Kekuatan
Universitas Sumatera Utara
tsunami berbanding lurus dengan kekuatan gempa. Sebagai contoh, gempa dengan
kekuatan 7 SR akan menyebabkan tsunami dengan kekuatan 0 dan maksimum run up
1 - 1,5 meter yang sama sekali tidak berbahaya. Namun gempa berkekuatan 8,25 SR
memicu tsunami grade 3 dengan maksimum run up 8 - 12 meter. Jika 8,9 SR seperti
di Provinsi Pemerintah Aceh, tentu tinggi gelombangnya jauh lebih besar dan lebih
dahsyat.
Pengurangan resiko bencana adalah upaya sistematis untuk mengembangkan
dan menerapkan kebijakan, strategis dan tindakan yang dapat meminimalisir jatuhnya
korban jiwa dan hilang atau rusaknya aset serta harta benda akibat bencana, baik
melalui upaya mitigasi bencana (pencegahan, peningkatan kesiapsiagaan) ataupun
upaya mengurangi kerentanan baik fisik, material, social, kelembagaan, dan
prilaku/sikap (IRBI, 2011).
Indeks Rawan Bencana (Disaster Risk Index/DRI) merupakan perhitungan
ratarata kematian per negara dalam bencana skala besar dan menengah yang
diakibatkan oleh gempa bumi dan tsunami, siklon tropis dan banjir berdasarkan data
tahun 1980- 2000. Hal ini memungkinkan identifikasi sejumlah variable social
ekonomi dan lingkungan yang berkorelasi dengan risiko kematiaan serta
menunjukkan sebab akibat dalam proses risiko bencana. Setiap Negara memiliki
indeksnya masing-masing untuk setiap jenis bahaya menurut tingkat eksposure fisik,
tingkat kerentanan relatif dan tingkat risikonya. Berdasarkan UU RI no.24 Tahun
2007, konsep risiko bencana tidak disebabkan oeh peristiwa-peristiwa yang
berbahaya, namun lebih kepada sejarah kejadian yang dibangun melalui kegiatan
Universitas Sumatera Utara
manusia dan proses-prosesnya. Dengan demikina risiko kematian dalam bencana ini
hanya tergantung sebagian pada keberadaan fenomena fisik seperti gempabumi,
siklon tropis, dan banjir. Dalam DRI, faktor utamanya adalah risiko kehilangan
nyawa dan tidak termasuk aspek risiko lainnya, seperti mata pencaharian dan
perekonomian. Hal ini disebabkan karena kurangnya data yang tersedia pada skala
global dengan resolusi nasional. Menurut BNPB Provinsi Pemerintah Aceh yang
terletak di Pulau Sumatra dengan kawasan seluas 57,365.57 km per segi atau
merangkumi 12.26% pulau Sumatra dengan tingkat kepadatan penduduk wilayah
Aceh sekitar 73 jiwa per km per segi1. Wilayah Aceh memiliki 119 buah pulau, 73
sungai besar, 2 buah danau, dan 17 gunung serta sumber hutannya, yang terletak di
sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh
Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya yang terbentuk sejajar dengan jalur patahan
Semangko. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)
juga terdapat di Aceh Tenggara dan memiliki indeks rawan bencana rawan
khususnya kota Banda Aceh dengan skor 111 dengan status kelas tinggi (IRBI, 2011).
Tsunami raksasa Aceh Desember 2004, Nias 2005, Jawa Barat 2006 serta
Bengkulu 2007. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan rata-rata hampir 1 tahun
sekali tsunami menghantam pantai kepulauan Indonesia. Hasil penelitian
Paleotsunami menunjukkan bahwa 600 tahun lalu terjadi tsunami besar yang
melanda Aceh. Daerah-daerah yang berada di luar kawasan prioritas tetapi memiliki
risiko sangat tinggi juga akan memperoleh Program Penyediaan TES Tsunami beserta
prasarana penunjangnya dalam jumlah terbatas yang akan dimanfaatkan sebagai
Universitas Sumatera Utara
tempat latihan evakuasi dan sekaligus sebagai monumen pengingat bahwa daerah
tersebut merupakan daerah rawan tsunami, sehingga kesiapsiagaan masyarakat akan
terjaga.
Gambar 2.2 Indeks Rawan Bencana Provinsi NAD
2.3. Kesiapsiagaan
2.3.1. Tindakan Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak negatif dari
bencana. Kesiapsiagaan bencana merupakan proses dari penilaian, perencanaan dan
pelatihan untuk mempersiapkan sebuah rencana tindakan yang terkoordinasi dengan
baik (UU RI No 24 Tahun 2007).
Universitas Sumatera Utara
Kesiapsiagaan bencana mencakup langkah-langkah untuk memprediksi,
mencegah dan merespon terhadap bencana. Koordinasi lintas sektoral diperlukan
untuk mencapai tujuan-tujuan berikut seperti yang telah disebutkan oleh
LIPI-UNESCO/ISDR (2006), bahwa ruang lingkup kesiapsiagaan dikelompokkan
kedalam empat parameter yaitu pengetahuan dan sikap (knowledge and attitude),
perencanaan kedaruratan (emergency planning), sistem peringatan (warning system),
dan mobilisasi sumber daya. Pengetahuan lebih banyak untuk mengukur pengetahuan
dasar mengenai bencana alam seperti ciri-ciri, gejala dan penyebabnya. Perencanaan
kedaruratan lebih ingin mengetahui mengenai tindakan apa yang telah dipersiapkan
menghadapi bencana alam. Sistem peringatan adalah usaha apa yang terdapat di
pemerintahan/masyarakat dalam mencegah terjadinya korban akibat bencana dengan
cara tanda-tanda peringatan yang ada. Sedangkan mobilisasi sumber daya lebih
kepada potensi dan peningkatan sumber daya di pemerintahan/masyarakat seperti
keterampilan-keterampilan yang diikuti, dana dan lainnya.
Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008, kesiapsiagaan
dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata
kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai
teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain: (1). Pengaktifan pos-
pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya. (2). Pelatihan siaga /
simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor, penanggulangan bencana (SAR, sosial,
Universitas Sumatera Utara
kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum). (3). Inventarisasi sumber daya
pendukung kedaruratan (4). Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
(5). Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan. (6). Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem
peringatan dini (early warning) (7). Penyusunan rencana kontinjensi (contingency
plan) (8). Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
2.4. Parameter Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Resiko Bencana Tsunami
Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006), terdapat 5 (lima) faktor kritis yang
disepakati sebagai parameter untuk mengukur kesiapsiagaan individu dan rumah
tangga untuk mengantisipasi bencana alam dalam hal ini khususnya tsunami, adalah
sebagai berikut:
a. Pengetahuan dan sikap terhadap risiko bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama kunci kesiapsiagaan. Pengetahuan yang
harus dimiliki individu dan rumah tangga mengenai bencana tsunami yaitu
pemahaman tentang bencana tsunami dan pemahaman tentang kesiapsiagaan
menghadapi bencana tersebut, meliputi pemahaman mengenai tindakan penyelamatan
diri yang tepat saat terjadi tsunami serta tindakan dan peralatan yang perlu disiapkan
sebelum terjadi tsunami, demikian juga sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana
tsunami. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan
kepedulian individu dan rumah tangga untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi
bencana, terutama bagi yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana.
Universitas Sumatera Utara
b. Kebijakan atau panduan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan untuk kesiapsiagaan bencana tsunami sangat penting dan
merupakan upaya konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana. Kebijakan
yang signifikan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga. Kebijakan yang
diperlukan untuk kesiapsiagaan rumah tangga berupa kesepakatan keluarga dalam hal
menghadapi bencana tsunami, yakni adanya diskusi keluarga mengenai sikap dan
tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi tsunami, dan tindakan serta
peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi tsunami.
c. Rencana tanggap darurat
Rencana tanggap darurat menjadi bagian penting dalam kesiapsiagaan,
terutama berkaitan dengan pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat
diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi bencana dan hari-
hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari pihak luar
datang. Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen, yaitu:
(1) Rencana keluarga untuk merespons keadaan darurat, yakni adanya rencana
penyelamatan keluarga dan setiap anggota keluarga mengetahui apa yang harus
dilakukan saat kondisi darurat (tsunami) terjadi.
(2) Rencana evakuasi, yakni adanya rencana keluarga mengenai jalur aman
yang dapat dilewati saat kondisi darurat, adanya kesepakatan keluarga mengenai
tempat berkumpul jika terpisah saat terjadi tsunami, dan adanya
keluarga/kerabat/teman, yang memberikan tempat pengungsian sementara saat
kondisi darurat .
Universitas Sumatera Utara
(3) Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan, meliputi
tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting lainnya untuk pertolongan pertama
keluarga, adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama,
dan adanya akses untuk merespon keadaan darurat.
(4) Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi tersedianya kebutuhan dasar untuk
keadaan darurat (makanan siap saji dan minuman dalam kemasan), tersedianya
alat/akses komunikasi alternatif keluarga (HP/radio), tersedianya alat penerangan
alternatif untuk keluarga pada saat darurat (senter dan baterai
cadangan/lampu/jenset).
(5) Peralatan dan perlengkapan siaga bencana
(6) Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana seperti
tersedianya nomor telepon rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, PAM, PLN,
Telkom.
(7) Latihan dan simulasi kesiapsiagaan bencana
d. Sistim peringatan bencana
Sistem peringatan bencana meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi
akan terjadi bencana. Dengan adanya peringatan bencana, keluarga dapat melakukan
tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan
lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi tentang tindakan yang harus
dilakukan apabila mendengar peringatan dan cara menyelamatkan diri dalam waktu
tertentu, sesuai dengan lokasi tempat keluarga berada saat terjadinya peringatan.
Sistem peringatan bencana untuk keluarga berupa tersedianya sumber informasi
Universitas Sumatera Utara
untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal, dan adanya
akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi
informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga
memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat
mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko serta mempersiapkan
diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.
e. Mobilisasi sumber daya
Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia maupun pendanaan
dan sarana/prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang dapat
mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam.
Karena itu, mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial. Mobilisasi sumber
daya keluarga meliputi adanya anggota keluarga yang terlibat dalam
pertemuan/seminar/pelatihan kesiapsiagaan bencana, adanya keterampilan yang
berkaitan dengan kesiapsiagaan, adanya alokasi dana atau tabungan keluarga untuk
menghadapi bencana, serta adanya kesepakatan keluarga untuk memantau peralatan
dan perlengkapan siaga bencana secara reguler.
2.4.1. Tindakan Rumah Tangga sebelum Bencana Tsunami
Tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga Menurut Bakornas (2006) adalah
sebagai berikut :
a. Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen penting
seperti ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah, obat-obatan,
dan senter. Tas siaga tersebut disimpan pada tempat yang
Universitas Sumatera Utara
mudah dijangkau, sehingga ketika bencana datang tiba-tiba dan harus
meninggalkan rumah maka barang-barang tersebut dapat dibawa dengan mudah
dan cepat.
b. Naikkan alat-alat listrik, barang berharga, buku dan barang yang mudah rusak
bila terkena air ke tempat yang tinggi (melebihi ketinggian maksimum banjir)
bagi penduduk khusus yang tinggal di kawasan banjir.
c. Mempelajari peta daerah rawan dari bencana.
d. Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan evakuasi jika
terjadi bencana.
e. Mempelajari P3K untuk menolong diri sendiri atau korban seandainya ada
cedera.
f. Menempatkan kunci rumah di tempat yang aman, mudah diambil dan diketahui
(disepakati) oleh semua anggota keluarga.
g. Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi, PAM, PLN, PMI,
LSM, Pemadam kebakaran dan menyimpannya kedalam memori handphone
atau dalam catatan penting lainnya.
h. Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya di tempat yang mudah
dijangkau ketika menyelamatkan diri.
i. Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada
saat bencana.
Mari kita kenali tanda-tandanya akan datang gelombang tsunami, saat terjadi
gempa didasar samudera tiba-tiba air laut dipantai menjadi surut. Apabila kamu
Universitas Sumatera Utara
melihat hal itu bersegeralah mencari tempat yang tinggi, bisa jadi itulah awal mula
akan datangnya gelombang tsunami. Ada beberapa langkah yang harus diketahui dan
diterapkan masyarakat, yaitu : (a) Masyarakat harus menghafalkan karakteristik
gempa yang potensial menyebabkan tsunami. Gempa besar yang berpusat di dasar
laut bisa menimbulkan suara gemuruh berkepanjangan. (b) Meningkatkan
kewaspadaan saat berwisata dikawasan pantai. (c) Mengetahui secara pasti langkah
darurat dan tempat-tempat evakuasi. (d) Masyarakat pantai harus turut menjaga
kelestarian tanaman mangrov.
2.5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Tsunami
2.5.1. Pengetahuan (Knowledge)
Menurut Notoatmoodjo (2012), pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).
Pengetahuan adalah ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam bentuk konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun dan dapat merencanakan, dapat
meringkaskan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Menurut LIPI (2006), pengetahuan merupakan faktor utama kunci
kesiapsiagaan. Pengalaman bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh, Nias dan
Yogyakarta serta berbagai bencana yang terjadi diberbagai daerah lainnya
memberikan pelajaran yang sangat berarti akan pentingnya pengetahuan mengenai
bencana alam. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan
kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam menghadapi bencana, terutama
bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah pesisir yang rentan terhadap bencana
alam.
2.5.1.1 Pengetahuan Tentang Kearifan Lokal
Di Indonesia, masih banyak penduduk yang menganggap bahwa bencana itu
merupakan suatu takdir. Hal ini merupakan gambaran bahwa paradigm konvensional
masih kuat dan berakar di masyarakat. Pada umumnya mereka percaya bahwa
Universitas Sumatera Utara
bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat,
sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai takdir akibat perbuatannya.
Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah‐langkah pencegahan
atau penanggulangannya (Bakornas PB, 2007).
Menurut Keraf (2010) bahwa kearifan lokal adalah adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika
yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Jadi
kearifan lokal ini bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat
adat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik diantara manusia, melainkan
juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia,
alam dan bagaimana relasi di antara semua penghuni komunitas ekologis ini harus
dibangun. Seluruh kearifan tradisional ini dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi lain yang sekaligus membentuk pola
perilaku manusia sehari-hari.
Menurut Gobyah dalam Sartini (2004), mengatakan bahwa kearifan lokal
adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal
adalah produk masa lalu yang terus menerus dijadikan pegangan hidup. Walaupun
lokal namun nilai-nilai yang terkandung didalamnya bersifat universal.
Apriyanto, (2008) menjelaskan bahwa, menurut perspektif kultural, kearifan
lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan oleh
masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka. Termasuk berbagai mekanisme
Universitas Sumatera Utara
dan cara untuk bersikap, bertingkah laku dan bertindak yang dituangkan sebagai
suatu tatanan sosial. Di dalam pernyataan tersebut terlihat bahwa terdapat lima
dimensi kultural tentang kearifan lokal, yaitu (1) Pengetahuan lokal, yaitu informasi
dan data tentang karakter keunikan lokal serta pengetahuan dan pengalaman
masyarakat untuk menghadapi masalah serta solusinya. Pengetahuan lokal penting
untuk diketahui sebagai dimensi kearifan lokal sehingga diketahui derajat keunikan
pengetahuan yang dikuasai oleh masyarakat setempat untuk menghasilkan inisiasi
lokal; (2) Budaya lokal, yaitu yang berkaitan dengan unsur-unsur kebudayaan yang
telah terpola sebagai tradisi lokal, yang meliputi sistem nilai, bahasa, tradisi,
teknologi; (3) Keterampilan lokal, yaitu keahlian dan kemampuan masyarakat
setempat untuk menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki; (4)
Sumber lokal, yaitu sumber yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya dan melaksanakan fungsi-fungsi utamanya; dan (5) Proses Sosial lokal,
berkaitan dengan bagaimana suatu masyarakat dalam menjalankan fungsi-fugnsinya,
sistem tindakan sosial yang dilakukan, tata hubungan sosial serta kontrol sosial yang
ada.
2.5.2. Sikap (Attitude)
Menurut Sunaryo (2002), sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga
manifestasinya tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian
respon terhadap stimulus tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-
hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb
dalam Notoatmodjo (2012), menyatakan sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan
atau perilaku. Sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif
kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek
tertentu, sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,
menghindar, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Seperti halnya pengetahuan,
sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1. Menerima (receiving).
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita bencana yaitu
terlihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap berita.
2. Merespon (responding).
Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena, suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3. Menghargai (valuing).
Menghargai dapat dilihat dari sikap mengajak orang lain mengerjakan sesuatu
atau berdiskusi mengenai suatu masalah. Misalnya seorang petugas yang mengajak
petugas lainnya untuk menilai resiko bencana disuatu daerah serta melakukan
mitigasi terhadap resiko bencana tersebut.
4. Bertanggung jawab (responsible).
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan
secara langsung atau tidak langsung. Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2003),
sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang
dihadapi, oleh karena itu sikap merupakan predisposisi untuk berespon yang akan
membentuk tingkah laku. Terdapat 3 (tiga) komponen pokok sikap yaitu:
1. Komponen kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan,
serta ide dan konsep terhadap objek, artinya keyakinan dan pendapat atau pemikiran
seseorang terhadap objek.
2. Komponen afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional
seseorang atau evaluasi orang terhadap objek, artinya penilaian (terkandung dalam
faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
3. Komponen konasi yang berhubungan dengan kecenderungan untuk
bertingkah laku atau bertindak (tend to behave), sikap merupakan komponen yang
mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk
bertindak atau berperilaku terbuka.
Universitas Sumatera Utara
Sikap pada fase kesiapsiagaan (preparedness), berbentuk adanya perilaku
yang berlebihan pada masyarakat karena minimnya informasi mengenai cara
mencegah dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi
hebatnya akibat bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat
menjadi gelisah dan memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu.
Menumbuhkan suatu sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin
menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti
Indonesia (Priyanto, 2006).
2.5.3. Pendidikan
Menurut Undang-Undang l No. 23 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengedalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan yang tinggi kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap
bagaimana mengatur kehidupan anggota keluarganya dimana kepala kelurga sebagai
kunci (key person) pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Semakin tinggi
pendidikan kepala keluarga maka semakin besar juga tingkat kepeduliannya dan
mengantisipasi ancaman yang datang terhadap keluarganya.
Usaha meningkatkan kesadaran adanya kesiapsiagaan masyarakat terhadap
bencana, di dunia pendidikan harus dilaksakanakan baik pada taraf penentu kebijakan
Universitas Sumatera Utara
maupun pelaksana pendidikan di pusat dan daerah. Dengan harapan pada seluruh
tingkatan memiliki pemahaman yang sama akan perlunya pendidikan kesiapsiagaan
bencana tersebut.
2.5.4. Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri,
atau suami-isterIdan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (UU RI
No.10 Tahun 1992)
Menurut Mattessich dan Hill (Zeitlin 1995) dalam Puspitawati (2012), keluarga
merupakan suatu kelompok yang berhubungan kekerabatan, tempat tinggal, atau
hubungan emosional yang sangat dekat yang memperlihatkan empat hal (yaitu
interdepensi intim, memelihara batas-batas yang terseleksi, mampu untuk beradaptasi
dengan perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu, dan melakukan tugas-tugas
keluarga)
Fungsi perlindungan keluarga menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1992
adalah memenuhi kebutuhan akan rasa aman diantara anggota keluarga (bebas dari
rasa tidak aman yang tumbuh dari dalam maupun dari luar keluarga), membina
keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan
tantangan yang datang dari dalam maupun luar, serta membina, menjadikan stabilitas
dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Kesiapsiagaan menghadapi bencana merupakan salah satu wujud perlindungan
keluarga terhadap ancaman dan tantangan yang datang dari luar bagi anggota
keluarga.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Landasan Teori
Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) sebagai upaya-upaya yang
memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat dan individual untuk mampu
menanggapi situasi bencana secara cepat dan tepat guna; termasuk upaya
penyusunana rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan
pelatihan personil.
Upaya peningkatan kesiapsiagaan yang perlu dilakukan minimum ada dua
yang terdiri dari: (a) kemampuan prakiraan potensi ancaman bencana serta
mengambil tindakan segera penyelamatan diri bila ada tanda-tanda peringatan dini,
dan (b) kemampuan menanggapi (respon) dan mengatasi situasi bencana dengan cara
mengatur dan menggerakan tindak penyelamatan, pertolongan dan bantuan paska
bencana dengan efektif dan tepat waktu (Puspito, 2010).
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012), perilaku ditentukan oleh
3 (tiga) faktor, yaitu: (1) Faktor predisposisi (pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap,
dan variabel demografi tertentu), (2) Faktor pemungkin (ketersediaan sumber daya
kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen
pemerintah dan masyarakat terhadap kesehatan, serta keterampilan yang berkaitan
dengan kesehatan), (3) Faktor penguat (keluarga, teman sebaya, guru, pengambil
kebijakan, dan petugas kesehatan).
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan , maka kerangka konsep penelitian
ini sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel dependen
Pengetahuan KK
- Tentang Resiko Tsunami - Dampak Tsunami - Penyebab Tsunami - Kearifan Lokal
Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami
- Kesiapan dalam Menghadapi Resiko
Sikap KK
- Tindakan dalam Menghadapi Permasalahan Tsunami
Pendidikan KK
- Pendidikan Formal
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara