bab 2 tinjauan pustaka 2.1. promosi...

36
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Promosi Kesehatan Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain dengan adanya promosi kesehatan tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran. Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green (1984) merumuskan definisi sebagai berikut: “Promosi Kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan”. Promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes, 2005). Universitas Sumatera Utara

Upload: ngodien

Post on 03-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha

menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan

harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau

individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.

Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku.

Dengan kata lain dengan adanya promosi kesehatan tersebut diharapkan dapat

membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran.

Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green

(1984) merumuskan definisi sebagai berikut: “Promosi Kesehatan adalah segala

bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi,

politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan

lingkungan yang kondusif bagi kesehatan”.

Promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan

masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan

lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar

dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya

masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang

berwawasan kesehatan (Depkes, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Promosi kesehatan juga merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari

proses belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan,

dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat

mengerjakan sesuatu. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga unsur pokok yang saling

berkaitan, yakni masukan (input), proses, dan keluaran (output). Dalam proses belajar,

terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain subjek belajar,

pengajar atau fasilitator belajar, metode yang digunakan dan materi atau bahan yang

dipelajari. Sedangkan keluaran merupakan hasil belajar itu sendiri, yang terdiri dari

kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Suryabrata (1998) hal-hal pokok dalam belajar adalah:

1. Bahwa belajar itu membawa perubahan.

2. Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru.

3. Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).

2.2. Pengertian Efektivitas Menurut Danfar (2009), efektivitas berasal dari kata efektif, dimana pengertian

efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan

yang telah ditetapkan atau suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan

dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat J.Guilbert

mengelompokkan faktor-faktor yang memengaruhi proses belajar yaitu faktor materi,

lingkungan, instrumental, dan faktor individual subjek belajar. Faktor instrumental

Universitas Sumatera Utara

terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat

peraga, dan perangkat lunak (software) seperti kurikulum (dalam pendidikan formal),

pengajar atau fasilitator belajar serta metode belajar mengajar. Untuk memperoleh

hasil belajar yang efektif, faktor instrumental dirancang sedemikian rupa sehingga

sesuai dengan materi dan subjek belajar. Misalnya, metode untuk belajar pengetahuan

lebih baik digunakan metode ceramah, sedangkan untuk belajar sikap, tindakan,

keterampilan atau perilaku lebih baik digunakan metode diskusi kelompok,

demonstrasi, bermain peran (role play).

Dengan demikian dapat disimpulkan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai

secara efektif dan efisien, maka metode pembelajaran merupakan salah satu faktor

yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran tersebut.

Notoatmodjo (1989) menyatakan bahwa agar tercapai hasil belajar (perubahan

perilaku) dengan efektif dan efisien, maka pemilihan metode pendidikan perlu

dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pemilihan metode hendaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan.

2. Pemilihan metode tergantung kepada kemampuan guru atau pendidiknya.

3. Pemilihan metode harus mempertimbangkan kemampuan dari sasaran belajar

(pihak yang belajar).

4. Pemilihan metode tergantung pada besarnya kelompok sasaran.

5. Pemilihan metode harus disesuaikan dengan waktu pemberian atau penyampaian

pesan.

6. Pemilihan metode hendaknya mempertimbangkan fasilitas-fasilitas yang tersedia.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Metode Promosi Kesehatan

Di dalam suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan

promosi kesehatan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu

faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang

melakukannya, dan alat-alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan

pesan. Metode dan teknik promosi kesehatan, adalah dengan cara dan alat bantu apa

yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau

masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

2.3.1. Metode diskusi

Metode diskusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam

proses pendidikan. Harus ada partisipasi yang baik dari peserta yang hadir. Diskusi

diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan, peningkatan

pemecahan masalah secara efisien, dan untuk memengaruhi para peserta agar mau

mengubah sikap (Kartono, 1998). Dalam suatu diskusi para pesertanya berpikir

bersama dan mengungkapkan pikirannya, sehingga menimbulkan pengertian pada diri

sendiri, pada pandangan peserta diskusi dan juga pada masalah yang didiskusikan

(Lunandi, 1993).

Diskusi dipakai sebagai forum untuk bertukar informasi, pendapat dan

pengalaman dalam bentuk tanya-jawab yang teratur dengan tujuan mendapatkan

pengertian yang lebih luas, kejelasan tentang suatu permasalahan dan untuk

menentukan kebijakan dalam pengambilan keputusan (Kartono, 1998). Diskusi

Universitas Sumatera Utara

merupakan saluran yang paling baik untuk menjaga kredibilitas pesan-pesan,

menyediakan informasi, dan mengajarkan keterampilan yang kompleks yang

membutuhkan komunikasi dua arah antara individu dengan seseorang sebagai sumber

informasi yang terpercaya (Graeff, 1996).

Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas

berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa

sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain,

misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pimpinan diskusi juga duduk di

antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi. Dengan kata

lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap kelompok mempunyai

kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat (Notoatmodjo, 2007). Selama

berlangsungnya diskusi, penilaian atau kritik tidak dibenarkan, sebab kritik akan

mematikan kreativitas (Effendi, 1992).

Keberhasilan metode diskusi banyak tergantung dari pimpinan diskusi untuk

memperkenalkan soal yang dapat perhatian para peserta, memelihara perhatian yang

terus-menerus dari para peserta, memberikan kesempatan kepada semua orang untuk

mengemukakan pendapatnya dan menghindari dominasi beberapa orang saja,

membuat kesimpulan pembicaraan-pembicaraan dan menyusun saran-saran yang

diajukan, memberikan bahan-bahan informasi yang cukup agar peserta sampai pada

kesimpulan yang tepat. Metode diskusi mempunyai kelemahan yaitu jika peserta

kurang berpartisipasi secara aktif untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan serta

adanya dominasi pembicaraan oleh satu atau beberapa orang saja.

Universitas Sumatera Utara

Diskusi membutuhkan perencanaan dan persiapan, serta terdapat banyak cara

untuk memicu dan mempersiapkan stuktur yang akan membantu setiap orang untuk

berpartisipasi. Diskusi dapat dipicu dengan menyajikan suatu pokok masalah,

sebaiknya hal yang kontroversial (Ewless, 1994).

Menurut Suprijanto (2008), ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam

diskusi kelompok, antara lain:

1. Kelompok buzz (Buzz Groups).

Pada teknik ini peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, hasil diskusi

kelompok kecil ini dilaporkan pada kelompok besar. Caranya sekretaris kelompok

kecil membuat catatan tentang ide-ide yang disarankan oleh anggota kelompok dan

menyiapkan kesimpulan yang akan disampaikan kepada kelompok besar setelah

diskusi kelompok buzz selesai. Biasanya sesi buzz memerlukan waktu 10-20 menit

tergantung pada topik yang dibicarakan. Kelebihan teknik ini adalah mudah

dilakukan, menjamin partisipasi semua anggota kelompok dan peserta dihadapkan

pada suasana yang tidak terlalu formal, sehingga peserta lebih mudah mengeluarkan

pendapat secara spontan, selain itu teman-teman sekitar dapat langsung memberi

sambutan.

2. Diskusi mangkuk ikan (Fishbowl Discussion).

Pada teknik ini peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dalam

dan kelompok luar. Kelompok dalam bertugas mendiskusikan sesuatu, sedangkan

kelompok luar menyaksikan jalannya diskusi, tetapi juga boleh berpartisipasi dalam

diskusi. Partisipasi tersebut dapat berupa pertanyaan atau menyumbangkan gagasan.

Universitas Sumatera Utara

3. Teknik urun pendapat.

Teknik ini digunakan dalam memecahkan suatu masalah dengan

mengumpulkan gagasan atau saran-saran dari semua peserta. Dalam teknik ini tidak

ada gagasan atau saran-saran dari semua peserta yang disalahkan. Semua peserta

diberikan kesempatan yang leluasa untuk berbicara, mengungkapkan gagasan maupun

saran-sarannya. Gagasan tersebut dicatat ketika muncul dari setiap peserta. Peserta

kemudian dibagi menjadi beberapa sub kelompok dan membahas gagasan tersebut.

Kesimpulan dari hasil diskusi ditentukan masing-masing peserta sesuai dengan

pengalaman dan menurut sudut pandang mereka.

2.3.2. Metode ceramah

Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang sering digunakan.

Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah

(Notoatmodjo, 2007).

Ceramah adalah suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah, yakni dari

penceramah kepada hadirin. Pada metode ini penceramah lebih banyak memegang

peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi penyuluhannya dengan sedikit

memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya

(Lunandi, 1993).

Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi

biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta

daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi

yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim,

Universitas Sumatera Utara

maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat.

Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya

adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama (Lunandi, 1993).

Ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi apa

yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan

mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam

diagram atau skema serta mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya

makalah singkat, slide, transparan, sound system, dan sebagainya. Menurut

Notoatmodjo, dkk (1989) ceramah akan berhasil apabila teknik ceramah dimodifikasi

dengan melakukan tanya-jawab sesudah penyampaian materi. Hal ini bertujuan agar

peserta dapat bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya tentang materi yang

sudah diberikan penceramah.

Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah

tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah dapat melakukan

hal-hal sebagai berikut: sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh

bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan

harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (dipertengahan),

seyogyanya tidak duduk, menggunakan alat-alat bantu lihat semaksimal mungkin

(Notoatmodjo, 2007).

2.4. Domain Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap stimulus, baik yang berasal dari luar

Universitas Sumatera Utara

maupun dari dalam dirinya (Depkes RI, 1997). Perilaku manusia merupakan hasil dari

segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang

terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Sarwono, 1993).

Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Benyamin Bloom

(1908) membagi perilaku seseorang kedalam tiga domain, ranah atau wilayah yakni

pengetahuan (cognitive domain), sikap (affective domain) dan tindakan (psychomotor

domain).

2.4.1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Perilaku baru atau adopsi

perilaku yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif akan bersifat

langgeng (long lasting). Sedangkan perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan

kesadaran tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang

berbeda-beda, yang secara garis besar dapat dibagi dalam enam tingkatan pengetahuan

menurut Notoatmodjo (2005), yaitu:

1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

Universitas Sumatera Utara

kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Tahu (know) merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah.

2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada atau kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang

telah dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluasi), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek.

2.4.2. Sikap (attitude)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak

senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Menurut Notoatmodjo

(2005) yang mengutip pendapat Campbell (1950) sikap adalah suatu sindroma atau

kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan

pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Azwar (2007) yang mengutip pendapat Allen, dkk (1980)

mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif,

predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap

adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Sikap, menurut Setiana (2005) yang mengutip pendapat Widayatun (1999)

adalah kesiapan seseorang untuk bertindak atau berperilaku tertentu. Sikap juga dapat

diartikan sebagai suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui

pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respon individu

pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Komponen sikap adalah

pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak.

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk memberikan

jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

Hal ini menunjukkan bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk mengajak

orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Tindakan atau Praktik (practice)

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu

terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan atau

perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

antara lain adanya fasilitas dan dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo,

2007).

2.5. Puskesmas

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit pelaksana teknis Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung-jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional, standar wilayah kerja

Puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di suatu kecamatan terdapat lebih

dari satu puskesmas, maka tanggung-jawab wilayah kerja dibagi diantara puskesmas-

puskesmas tersebut. Masing-masing puskesmas tersebut bertanggung jawab langsung

kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 128/Menkes/SK/2004 tahun

2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat disebutkan bahwa fungsi

Puskesmas adalah sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, pusat penggerak

pembangunan berwawasan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama

(Depkes, 2005). Dengan demikian, puskesmas mempunyai upaya wajib yang harus

dilaksanakan oleh semua puskesmas, salah satunya adalah kesehatan lingkungan

selain promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, perbaikan

Universitas Sumatera Utara

gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan pengobatan

(Trihono, 2005). Ini berarti bahwa setiap tenaga kesehatan di puskesmas memiliki

kewajiban untuk melaksanakan upaya wajib tersebut.

Dinas Kesehatan Kota Medan terdiri dari 39 unit puskesmas yang terdiri dari

13 unit puskesmas rawat inap dan 26 unit puskesmas non rawat inap (Dinas Kesehatan

Kota Medan, 2009). Dalam kegiatan pelayanan kesehatan, puskesmas Kota Medan

menghasilkan limbah medis padat maupun limbah padat non medis. Untuk

pemusnahan limbah medis padat, maka berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI

No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit/Puskesmas dibuatlah nota kesepahaman (Memorandum of Understanding)

antara Rumah Sakit Dr.Pirngadi Kota Medan dengan Dinas Kesehatan Kota Medan

tahun 2006, untuk mengadakan kerjasama dalam pemusnahan limbah medis padat

puskesmas yang berada di bawah wewenang Dinas Kesehatan Kota Medan (DKK) di

Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan. Dengan adanya nota kesepahaman tersebut, di

puskesmas Kota Medan telah disediakan tempat khusus pembuangan limbah medis

padat berupa kotak karton tertutup dan wadah plastik beserta tutupnya, yang

diletakkan di ruangan-ruangan penghasil limbah medis. Limbah medis padat yang

telah dikumpulkan pada tempatnya, akan diangkut ke tempat pembuangan akhir oleh

petugas pengangkut limbah medis dari Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan.

Universitas Sumatera Utara

2.6. Konsep Limbah Medis Padat

2.6.1. Karakteristik limbah medis

Menurut Prüss (2005), limbah layanan kesehatan adalah limbah yang

mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas

penelitian dan laboratorium. Selain itu, limbah layanan kesehatan juga mencakup

limbah yang berasal dari sumber-sumber kecil misalnya limbah hasil perawatan yang

dilakukan di rumah (suntikan insulin). Sekitar 75-90% limbah yang berasal dari

instalasi kesehatan merupakan limbah yang tidak mengandung resiko atau limbah

umum dan menyerupai limbah rumah tangga. Limbah tersebut kebanyakan berasal

dari aktivitas administratif dan keseharian instalasi, disamping limbah yang dihasilkan

selama pemeliharaan bangunan instalasi tersebut. Sisanya yang 10-25% merupakan

limbah yang dipandang berbahaya dan dapat menimbulkan berbagai jenis dampak

kesehatan.

Kepmenkes Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 mengatakan

Limbah Rumah Sakit ada 3 macam, yakni:

1. Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan

rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia

beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.

2. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari

insinerator, dapur, perlengkapan generator, anestesi dan pembuatan obat

sitotoksik.

Universitas Sumatera Utara

3. Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan

rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis.

Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan,

farmasi, laboratorium, radiografi, fasilitas penelitian yang kemungkinan mengandung

mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan

dan lingkungan (Djojodibroto, 1997).

Menurut Chandra (2007), limbah medis padat adalah limbah yang langsung

dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk

kegiatan medis di ruang poliklinik, ruang perawatan, ruang bedah, ruang kebidanan,

ruang otopsi dan ruang laboratorium seperti perban, kasa, alat injeksi, ampul dan botol

bekas obat injeksi, kateter, swab, plester, masker, plasenta, jaringan organ, sediaan

dan media sampel untuk pemeriksaan laboratorium.

Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,

limbah patologi, limbah benda tajam, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah

radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat

yang tinggi (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/ SK/ X/2004, Depkes RI, 2004).

Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di

luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat

dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi

kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan

tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis padat dan

Universitas Sumatera Utara

ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah padat non medis

(Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).

Tabel 2.1 Kategori Limbah Medis (Prüss, 2005)

No Kategori Limbah Definisi Contoh

1.

2.

3.

Limbah infeksius

Limbah patologis

Limbah benda tajam

Limbah yang terkontaminasi organisme patogen (bakteri, virus, parasit atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada pejamu yang rentan. Limbah berasal dari pembiakan dan stok bahan yang sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius. merupakan materi yang dapat menyebabkan luka iris atau luka tusuk. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.

kultur laboratorium, limbah dari bangsal isolasi, kapas materi, atau peralatan yang tersentuh pasien yang terinfeksi, ekskreta. bagian tubuh manusia dan hewan, darah dan cairan tubuh yang lain, janin.

jarum, jarum suntik, pisau bedah, peralatan infuse, gergaji bedah, dan pecahan ampul obat.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Lanjutan

No Kategori Limbah Definisi Contoh

4.

Limbah farmasi

mencakup produk farmasi. Kategori ini juga mencakup barang yang akan dibuang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan, masker, selang penghubung dan ampul obat.

obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah kadaluarsa, tidak digunakan, tumpah dan terkontaminasi yang tidak diperlukan lagi.

5. Limbah sitotoksik/ genotoksik

Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel.

Sumbernya dari materi yang terkontaminasi pada saat persiapan dan pemberian obat, misalnya spuit, jarum, ampul, kemasan, obat-obatan kadaluarsa, larutan sisa/berlebih, urin, tinja, muntahan pasien yang mengandung obat sitotoksik atau metabolitnya.

6. Limbah kimia Limbah yang mengandung zat kimia yang berbentuk padat, cair maupun gas yang berasal dari aktivitas diagnostik dan eksperimen serta dari pemeliharaan kebersihan dengan menggunakan desinfektan.

reagent di laboratorium, larutan pencuci film untuk rontgen, desinfektan yang kadaluarsa atau sudah tidak diperlukan lagi, solven/zat pelarut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Lanjutan

No Kategori Limbah Definisi Contoh

7.

Limbah radioaktif

Bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionuklida. Limbah ini dapat berasal dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.

cairan yang tidak terpakai dari radioaktif atau riset di laboratorium, peralatan kaca, kertas absorben yang terkontaminasi, urine dan ekskreta dari pasien yang diobati atau diuji dengan radionuklida yang terbuka.

8. Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi

Limbah yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi termasuk dalam subkategori limbah kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik.

limbah merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak (misalnya: termometer, alat pengukur tekanan darah, residu yang berasal dari ruang pemeriksaan gigi).

9. Limbah kontainer bertekanan

Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas yang digunakan dalam kegiatan di instalasi kesehatan.

tabung gas anestesi, tabung oksigen, kaleng aerosol.

Universitas Sumatera Utara

2.6.2. Pengaruh limbah medis terhadap lingkungan dan kesehatan

Menurut Wicaksono (2001), pengaruh limbah medis terhadap lingkungan dan

kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:

1. Gangguan kenyamanan dan estetika.

Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan estetika

lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga mengganggu kenyamanan

pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat sekitar. Ini berupa warna yang

berasal dari larutan bahan kimia, dan bau phenol.

2. Kerusakan harta benda.

Dapat disebabkan oleh zat-zat kimia yang terlarut (korosif, reaktif, menimbulkan

karat) yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar lingkungan layanan

kesehatan maupun masyarakat luar.

3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang.

Ini dapat disebabkan oleh residu bahan farmasi yang mengandung antibiotik dan

antiseptik, zat kimia seperti fenol, logam berat seperti merkuri dan lain-lain.

4. Gangguan terhadap kesehatan manusia.

Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia beracun, buangan

yang terkena kontaminasi serta benda-benda tajam dapat menimbulkan gangguan

kesehatan berupa kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja. Penyakit

HIV/AIDS dan Hepatitis B dan C terjadi melalui cidera akibat jarum suntik yang

terkontaminasi darah manusia. Bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas

anestesi dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja

Universitas Sumatera Utara

(peledakan, cidera) yang mengancam jiwa bagi tenaga kesehatan (Depkes RI,

2007). Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme

pembawa penyakit melalui proses infeksi silang, dari petugas ke pasien ataupun

dari pasien ke petugas, yang dikenal dengan nama infeksi nosokomial. Ini dapat

disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, senyawa

logam seperti Hydrargyrum (Hg), Cadmium (Cd), dan Plumbum (Pb) yang

berasal dari bagian kedokteran gigi. Keracunan air raksa atau Hydrargyrum (Hg)

menimbulkan gejala susunan saraf pusat seperti tremor, konvulsi, pikun,

insomnia, gangguan pencernaan dan kulit seperti dermatitis dan ulcer. Keracunan

Cadmium (Cd) akut akan menyebabkan gejala pencernaan, penyakit ginjal, dan

fase lanjut menyebabkan pelunakan tulang dan patah (fraktur) tulang punggung.

Keracunan Plumbum (Pb) atau timbal menyebabkan gangguan pencernaan dan

susunan saraf pusat (Slamet, 2002). Bahan radioaktif seperti radium mempunyai

sifat kimia seperti kalsium, oleh karena itu mempunyai kecenderungan untuk

terabsorbsi ke dalam tulang jika masuk ke dalam tubuh sehingga dapat

mengganggu kesehatan (Fardiaz, 2003).

5. Gangguan genetik dan reproduksi.

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun

beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan

sistem reproduksi manusia misalnya bahan radioaktif.

Universitas Sumatera Utara

2.6.3. Peran perawat dalam pengelolaan limbah medis

Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan

kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam

fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada di luar fasilitas serta

memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau yang beresiko akibat

kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama yang beresiko

antara lain dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan, tenaga bagian pemeliharaan

layanan kesehatan, pasien dan pengunjung, tenaga bagian layanan pendukung yang

bekerjasama dengan instansi layanan kesehatan misalnya bagian binatu, pengelolaan

limbah dan bagian transportasi, pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya

di tempat penampungan sampah akhir atau di insinerator) termasuk pemulung (Prüss,

2005).

Dengan demikian, peran dan tanggung jawab tenaga kesehatan termasuk

perawat didalam keseluruhan program pengelolaan harus diterapkan dengan seksama,

konsisten, dan menyeluruh sehingga dapat menggugah kesadaran terhadap

permasalahan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang berkaitan dengan limbah

layanan kesehatan.

Pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme

sumberdaya manusia dibidang kesehatan lingkungan yang secara fungsional

merupakan sumberdaya inti dalam pengelolaan dan penyelenggaraan program

lingkungan sehat (Depkes, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.6.4. Pengelolaan limbah medis padat

Persyaratan pengelolaan limbah medis padat pada layanan kesehatan sesuai

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004:

A. Minimisasi Limbah

1. Setiap layanan kesehatan harus melakukan reduksi limbah dimulai dari

sumbernya.

2. Setiap layanan kesehatan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan

kimia yang berbahaya dan beracun.

3. Setiap layanan kesehatan harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan

farmasi.

4. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari

pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari

pihak yang berwenang.

B. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang

1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan

limbah.

2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang

tidak dimanfaatkan kembali.

3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa

memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor,

anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak

berkepentingan tidak dapat membukanya.

Universitas Sumatera Utara

4. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses

sterilisasi.

Metode sterilisasi terdiri dari:

a. Sterilisasi termal, ada dua yaitu sterilisasi kering dalam oven “Poupinel”

dengan suhu 1600C selama 120 menit atau 1700C selama 60 menit, dan

sterilisasi basah dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama 30 menit.

b. Sterilisasi kimia dengan ethylene oxide (gas) dengan suhu 500C–600C

selama 3-8 jam atau glutaraldehyde (cair) selama 30 menit.

5. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.

Apabila fasilitas layanan kesehatan tidak mempunyai jarum yang sekali pakai

(disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah

melalui proses salah satu metode sterilisasi.

6. Pewadahan limbah medis padat menurut Kepmenkes RI No.

1204/Menkes/SK/X/2004 harus memenuhi persyaratan dengan menggunakan

wadah dan label seperti tabel 2.2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori

No. Kategori Wadah kontainer/kantong

plastik

Lambang Keterangan

1.

Radioaktif

Merah

Kantong boks timbal dengan simbol radioaktif

2. Sangat infeksius Kuning

Kantong plastik kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf

3. Limbah infeksius, patologis

Kuning

Plastik kuat dan anti bocor atau kontainer

4. Sitotoksik Ungu

Kontainer plastik kuat dan anti bocor

5. Limbah kimia dan farmasi

Coklat - Kantong plastik atau kontainer

7. Proses daur ulang tidak bisa dilakukan oleh fasilitas layanan kesehatan kecuali

untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari pengolahan foto rontgen.

8. Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi

label bertuliskan “Limbah Sitotoksik”.

Universitas Sumatera Utara

C. Tempat Penampungan Sementara

1. Lokasi penampungan sementara untuk limbah layanan kesehatan harus

dirancang agar berada di dalam wilayah instansi layanan kesehatan.

2. Lokasi penampungan sementara tidak boleh berada di dekat lokasi

penyimpanan dan penyiapan makanan.

3. Limbah, baik dalam kantong maupun kontainer, harus ditampung di area,

ruangan atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kuantitas

limbah yang dihasilkan dan frekwensi pengumpulannya.

4. Ruangan atau area penampungan harus dapat dikunci untuk mencegah

masuknya mereka yang tidak berkepentingan, dan jangan sampai mudah

dimasuki serangga, burung dan binatang lainnya.

D. Transportasi

1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut

harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.

2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun

binatang.

3. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang

terdiri topi, masker, pelindung mata, pakaian panjang (coverall), apron untuk

industri, pelindung kaki/sepatu boot dan sarung tangan khusus (disposable

gloves atau heavy duty gloves).

Universitas Sumatera Utara

E. Pengolahan, Pemusnahan dan Pembuangan Akhir Limbah Padat

1. Limbah Infeksius dan Benda Tajam

a. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius

dari laborium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti

dalam autoklaf sedini mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup

dengan cara desinfeksi.

b. Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan dan dapat

diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok

untuk benda tajam.

c. Setelah insinerator atau desinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat

penampungan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) atau dibuang ke landfill

jika residunya sudah aman.

2. Limbah Farmasi

a. Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik

(pyrolitik incinerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary landfill,

dibuang ke sarana air limbah atau insinerasi. Tetapi dalam jumlah besar

harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary klin,

kapsulisasi dalam drum logam dan inersisasi.

b. Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada

distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak mungkin

dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas

1000 0C.

Universitas Sumatera Utara

3. Limbah Sitotoksik

a. Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan

penimbunan (landfill) atau saluran limbah umum.

b. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa

harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi

keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak dipakai lagi.

c. Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1200°C dibutuhkan untuk

menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat

menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.

d. Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi

atau inersisasi dapat dipertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.

4. Limbah Bahan Kimiawi

a. Pembuangan limbah kimia biasa.

Limbah biasa yang tidak bisa daur ulang seperti asam amino, garam, dan

gula tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor.

b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil.

Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat

dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi

atau ditimbun (landfill).

5. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi

Limbah dengan kandungan merkuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau

diinsinerasi karena beresiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak

Universitas Sumatera Utara

boleh dibuang/ditimbun karena dapat mencemari air tanah. Limbah dapat

dibuang ke lokasi pembuangan yang didesain khusus untuk pembuangan akhir

limbah berbahaya hasil industri.

6. Limbah Kontainer Bertekanan

a. Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah

dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi

utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen

halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlakukan

sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.

b. Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran atau

insinerasi karena dapat meledak.

7. Limbah Radioaktif

a. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan dan

strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi

pelaksana dan tenaga yang terlatih.

b. Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kemudian diserahkan

kepada yang berwenang untuk penanganan lebih lanjut atau dikembalikan

kepada negara distributor.

2.6.5. Teknologi pengolahan dan pembuangan limbah medis

Insinerasi biasanya merupakan metode pilihan untuk kebanyakan limbah

medis yang berbahaya dan sampai saat ini masih banyak dipakai. Namun, metode

Universitas Sumatera Utara

pengolahan alternatif yang baru-baru saja dikembangkan semakin popular. Pilihan

akhir untuk sistem pengolahan harus dipertimbangkan secara cermat dan didasarkan

pada berbagai faktor yang kebanyakan diantaranya bergantung pada persyaratan lokal

seperti efisiensi desinfeksi, pertimbangan kesehatan dan lingkungan, pengurangan

volume dan massa, pertimbangan kesehatan dan keselamatan kerja, kuantitas limbah,

tipe limbah, persyaratan infrastruktur, pilihan dan teknologi pengolahan yang ada di

tingkat lokal, pilihan yang ada untuk pembuangan akhir, pertimbangan pelaksanaan,

pemeliharaan dan ruang yang tersedia, lokasi dan kondisi sekitar lokasi pengolahan

dan fasilitas pembuangan akhir, biaya investasi dan biaya operasional, keberterimaan

masyarakat dan persyaratan perundangan (Prüss, 2005).

Menurut Chandra (2007), pengolahan limbah harus dilakukan dengan benar

dan efektif serta memenuhi persyaratan sanitasi. Adapun persyaratan sanitasi yang

harus dipenuhi, antara lain:

1. Limbah tidak boleh mencemari tanah, air permukaan, air tanah dan udara.

2. Limbah tidak boleh dihinggapi lalat, tikus dan binatang lainnya.

3. Limbah tidak menimbulkan bau busuk dan pemandangan yang tidak baik.

4. Limbah cair yang beracun harus dipisahkan dari limbah cair yang lain dan harus

memiliki tempat penampungannya sendiri.

Beberapa pilihan teknologi pengolahan dan pembuangan limbah medis yang

dapat digunakan sebagai berikut (Prüss, 2005):

Universitas Sumatera Utara

1. Insinerasi.

Insinerasi merupakan proses oksidasi kering bersuhu tinggi yang dapat

mengurangi limbah organik dan limbah yang mudah terbakar menjadi bahan

anorganik yang tidak mudah terbakar dan mengakibatkan penurunan yang sangat

signifikan dari segi volume maupun berat limbah. Proses ini biasanya dipilih untuk

mengolah limbah yang tidak dapat didaur ulang, dimanfaatkan kembali, atau dibuang

di lokasi landfill. Alat untuk melakukan insinerasi disebut insinerator yang harus

dioperasikan pada suhu antara 1000 0C dan 1200 0C.

Insinerasi tidak memerlukan pengolahan pendahuluan, asalkan limbah jenis

tertentu tidak termasuk dalam materi yang akan dibakar. Limbah yang tidak boleh

diinsinerasi seperti kontainer gas bertekanan, limbah kimia reaktif dalam jumlah

banyak, limbah radiografis atau yang mengandung garam perak, limbah yang

mengandung merkuri atau kadmium dalam kadar yang tinggi seperti termometer

pecah.

2. Insinerasi pirolitik.

Insinerasi pirolitik disebut juga insinerasi udara terkontrol yaitu limbah

dihancurkan secara termal melalui proses pembakaran suhu sedang (800-9000C)

dengan kadar oksigen yang diturunkan yang kemudian menghasilkan abu dan gas.

Abunya akan mengandung kurang dari 1% materi tak terbakar yang dapat dibuang ke

landfill. Alat yang digunakan disebut insinerator pirolitik.

Insinerator pirolitik digunakan untuk pengolahan limbah infeksius, limbah

benda tajam, limbah patologis dan residu sediaan farmasi dan bahan kimia. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

limbah dengan kontainer bertekanan dan mengandung logam berat dalam konsentrasi

tinggi tidak boleh memakai insinerator pirolitik.

Harga insinerator pirolitik relatif mahal, demikian pula biaya operasional dan

pemeliharaannya. Juga diperlukan tenaga yang terlatih dengan baik untuk

menjalankan insinerator tersebut.

3. Rotary klin.

Rotary klin (tungku berputar) yang terdiri dari sebuah open berputar dan

sebuah bilik pasca pembakaran. Suhu insinerasi 1200-16000C yang memungkinkan

terjadinya penguraian bahan kimia. Rotary klin sesuai untuk kategori limbah infeksius,

limbah benda tajam, limbah patologis, limbah bahan kimia dan sediaan farmasi serta

limbah sitotoksik. Limbah yang tidak boleh diinsinerasi dengan Rotary klin adalah

kontainer bertekanan dan limbah yang mengandung logam berat berkonsentrasi tinggi.

Biaya peralatan dan biaya operasional cukup tinggi, demikian pula dengan

energi yang dibutuhkan. Limbah produk sampingan insinerasi sangat korosif sehingga

lapisan tahan panas tungku harus sering diperbaiki atau diganti. Dibutuhkan tenaga

yang terlatih dengan baik untuk menjalankannya.

4. Desinfeksi kimia.

Desinfeksi kimia yang digunakan secara rutin dalam aktivitas layanan

kesehatan untuk membunuh mikroorganisme pada peralatan medis dan pada lantai

atau dinding, saat ini telah diperluas penggunaannya untuk pengolahan limbah medis.

Zat kimia ditambahkan ke dalam limbah untuk membunuh atau menonaktifkan

patogen yang ada di dalamnya, perlakuan tersebut biasanya menyebabkan desinfeksi,

Universitas Sumatera Utara

bukan sterilisasi. Desinfeksi kimia paling sesuai untuk mengolah limbah seperti darah,

urine dan feses. Limbah medis padat dan limbah infeksius mencakup kultur

mikrobiologis, serta limbah benda tajam juga dapat didesinfeksi secara kimia dengan

syarat desinfektan yang dipergunakan berasal dari jenis yang kuat, yang juga termasuk

bahan berbahaya dan hanya boleh digunakan oleh petugas yang terlatih dan terlindung

dengan baik.

Jenis bahan kimia yang digunakan untuk desinfeksi limbah medis seperti

formaldehid, etilen oksida, glutaraldehid, natium hipoklorit dan klor dioksida.

5. Autoclaving.

Autoclaving merupakan proses desinfeksi termal basah yang efisien. Biasanya

otoklaf digunakan di rumah sakit untuk sterilisasi peralatan medis yang dapat

digunakan kembali. Peralatan tersebut hanya dapat mengolah sedikit limbah sehingga

umumnya hanya digunakan untuk limbah yang sangat infeksius misalnya kultur

mikroba atau benda tajam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inaktivasi yang efektif terhadap semua

mikroorganisme vegetatif dan kebanyakan spora bakteri dalam sedikit limbah (sekitar

5-8 kg) memerlukan siklus 60 menit pada suhu dan tekanan minimum 1210C sehingga

kondisi tersebut memungkinkan uap untuk berpenetrasi secara maksimum ke dalam

materi limbah.

6. Sanitary landfill.

Sanitary landfill adalah pembuangan limbah yang terkelola di sebuah lokasi

yang kecil, memungkinkan limbah untuk disebar merata, dipadatkan, dan ditimbun

Universitas Sumatera Utara

(ditutup dengan tanah) setiap hari. Penutupan yang adekuat bagian dasar dan sisi

lubang di lokasi untuk meminimalkan pergerakan cairan dari sampah keluar dari

lokasi.

Pembuangan limbah infeksius dan sedikit limbah sediaan farmasi dapat

dilakukan dengan sanitary landfill. Metode ini dapat mencegah kontaminasi tanah dan

air permukaan serta air tanah dan mengurangi pencemaran udara, bau, serta kontak

langsung dengan masyarakat umum.

7. Encapsulation (pembungkusan).

Encapsulation (pembungkusan) adalah pengolahan limbah dengan

memasukkan limbah ke dalam kontainer kemudian ditambahkan zat yang membuat

limbah tidak dapat bergerak kemudian kontainer ditutup. Proses ini dapat

menggunakan kotak yang terbuat dari drum logam yang tiga perempatnya diisi dengan

benda tajam atau residu bahan kimia atau sediaan farmasi. Kontainer atau kotak

tersebut kemudian ditutup dengan sejenis busa plastik, pasir bitumen, adukan semen

atau materi lempung. Setelah media tersebut kering, kontainer dapat ditutup dan

dibuang ke lokasi landfill.

8. Inertisasi.

Proses inertisasi mencakup pencampuran limbah dengan semen dan substansi

lain sebelum dibuang guna meminimalkan resiko berpindahnya substansi yang

terkandung dalam limbah ke air permukaan atau air tanah. Proporsi campuran terdiri

dari 65% limbah farmasi, 15% batu kapur, 15% semen dan 5% air. Metode ini sangat

sesuai untuk limbah sediaan farmasi dan untuk abu insinerasi yang mengandung

Universitas Sumatera Utara

logam berkadar tinggi. Proses ini tidak mahal dan dapat dilakukan dengan peralatan

yang sederhana. Tetapi inertisasi tidak bisa digunakan untuk limbah infeksius.

2.7. Landasan Teori

Pengelolaan limbah medis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

higiene layanan kesehatan dalam hal ini puskesmas dan pengendalian infeksi. Limbah

medis harus dipandang sebagai reservoir mikroorganisme patogen, yang dapat

menyebabkan kontaminasi dan infeksi. Jika limbah medis tidak dikelola dengan tepat,

mikroorganisme ini dapat berpindah melalui kontak langsung, melalui udara, atau

melalui berbagai jenis vektor. Dengan cara inilah limbah infeksius berkontribusi pada

kejadian infeksi nosokomial, yang menempatkan perawat menjadi orang yang

beresiko tinggi.

Untuk mencegah agar limbah medis tidak menimbulkan pencemaran

lingkungan dan efek yang merugikan kesehatan manusia khususnya perawat itu

sendiri, serta memastikan bahwa limbah medis telah menjalani proses pemilahan yang

tepat dan dikemas secara aman, terutama limbah benda tajam yang harus dikemas

dalam wadah anti robek, maka diperlukan promosi/pendidikan kesehatan, sehingga

perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam upaya

pengelolaan/pembuangan limbah medis tersebut. Promosi kesehatan sebaiknya

menggunakan metode yang sesuai dengan kelompok sasaran, sehingga tujuan promosi

kesehatan tercapai.

Universitas Sumatera Utara

Pengetahuan dan sikap bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, namun muncul

karena pengaruh lingkungan dan atau melalui proses belajar. Proses belajar akan

mempengaruhi hasil belajar berupa perubahan pengetahuan dan sikap. Dalam proses

belajar ada tiga unsur pokok yang saling berkaitan yaitu masukan (input), proses, dan

keluaran (output) (Notoatmodjo, 2007).

Teori Asosiasi yang dikemukan oleh John Locke dan Herbart merupakan salah

satu teori proses belajar. Menurut teori asosiasi, belajar adalah mengambil tanggapan-

tanggapan dan menggabung-gabungkan tanggapan dengan jalan mengulang-ulang.

Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau

rangsangan-rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus, maka makin

memperkaya tanggapan pada subjek belajar. Teori proses belajar yang lain adalah

teori belajar Gestalt yang mengemukakan bahwa belajar adalah memberikan problem

kepada subjek belajar untuk dipecahkan dari berbagai macam segi (Notoatmodjo,

2007).

Peningkatan pengetahuan dan sikap sebagai hasil belajar dipengaruhi oleh

metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Agar tercapai hasil belajar

(perubahan perilaku), maka pemilihan metode yang paling efektif perlu

dipertimbangkan sesuai dengan kondisi setempat. Salah satu metode yang paling

umum digunakan untuk meningkatkan pengetahuan adalah metode ceramah. Metode

ini dapat menyampaikan pesan dalam waktu yang singkat tetapi kelemahannya adalah

pesan tersebut mudah dilupakan setelah beberapa lama sesudahnya (Lunandi, 1993).

Selain metode ceramah, metode diskusi juga merupakan pilihan yang dapat dipakai

Universitas Sumatera Utara

dalam proses belajar. Diskusi diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan

pengetahuan, peningkatan pemecahan masalah secara efisien, dan untuk

mempengaruhi sasaran agar mau mengubah sikap (Kartono, 1998).

Pengetahuan merupakan dasar pembentukan sikap. Dengan meningkatnya

pengetahuan diharapkan dapat mempengaruhi sikap, seterusnya sikap juga akan

mempengaruhi tindakan sesuai dengan yang diinginkan.

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah seperti yang tercantum pada gambar 2.1

Pre-test Post-test

Intervensi Metode Diskusi

Pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat

Pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat

Intervensi Metode Ceramah

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Konsep utama penelitian adalah untuk menganalisis efektifitas metode diskusi

dan metode ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang

limbah medis padat.

Universitas Sumatera Utara