bab 2 tinjauan pustaka 2.1. promosi...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan
harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau
individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.
Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku.
Dengan kata lain dengan adanya promosi kesehatan tersebut diharapkan dapat
membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran.
Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green
(1984) merumuskan definisi sebagai berikut: “Promosi Kesehatan adalah segala
bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi,
politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan
lingkungan yang kondusif bagi kesehatan”.
Promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan
lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar
dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan (Depkes, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Promosi kesehatan juga merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari
proses belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan,
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat
mengerjakan sesuatu. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga unsur pokok yang saling
berkaitan, yakni masukan (input), proses, dan keluaran (output). Dalam proses belajar,
terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain subjek belajar,
pengajar atau fasilitator belajar, metode yang digunakan dan materi atau bahan yang
dipelajari. Sedangkan keluaran merupakan hasil belajar itu sendiri, yang terdiri dari
kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Suryabrata (1998) hal-hal pokok dalam belajar adalah:
1. Bahwa belajar itu membawa perubahan.
2. Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru.
3. Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).
2.2. Pengertian Efektivitas Menurut Danfar (2009), efektivitas berasal dari kata efektif, dimana pengertian
efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan
yang telah ditetapkan atau suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan
dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat J.Guilbert
mengelompokkan faktor-faktor yang memengaruhi proses belajar yaitu faktor materi,
lingkungan, instrumental, dan faktor individual subjek belajar. Faktor instrumental
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat
peraga, dan perangkat lunak (software) seperti kurikulum (dalam pendidikan formal),
pengajar atau fasilitator belajar serta metode belajar mengajar. Untuk memperoleh
hasil belajar yang efektif, faktor instrumental dirancang sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan materi dan subjek belajar. Misalnya, metode untuk belajar pengetahuan
lebih baik digunakan metode ceramah, sedangkan untuk belajar sikap, tindakan,
keterampilan atau perilaku lebih baik digunakan metode diskusi kelompok,
demonstrasi, bermain peran (role play).
Dengan demikian dapat disimpulkan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien, maka metode pembelajaran merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran tersebut.
Notoatmodjo (1989) menyatakan bahwa agar tercapai hasil belajar (perubahan
perilaku) dengan efektif dan efisien, maka pemilihan metode pendidikan perlu
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemilihan metode hendaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan.
2. Pemilihan metode tergantung kepada kemampuan guru atau pendidiknya.
3. Pemilihan metode harus mempertimbangkan kemampuan dari sasaran belajar
(pihak yang belajar).
4. Pemilihan metode tergantung pada besarnya kelompok sasaran.
5. Pemilihan metode harus disesuaikan dengan waktu pemberian atau penyampaian
pesan.
6. Pemilihan metode hendaknya mempertimbangkan fasilitas-fasilitas yang tersedia.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Metode Promosi Kesehatan
Di dalam suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan
promosi kesehatan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu
faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang
melakukannya, dan alat-alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan
pesan. Metode dan teknik promosi kesehatan, adalah dengan cara dan alat bantu apa
yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau
masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
2.3.1. Metode diskusi
Metode diskusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam
proses pendidikan. Harus ada partisipasi yang baik dari peserta yang hadir. Diskusi
diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan, peningkatan
pemecahan masalah secara efisien, dan untuk memengaruhi para peserta agar mau
mengubah sikap (Kartono, 1998). Dalam suatu diskusi para pesertanya berpikir
bersama dan mengungkapkan pikirannya, sehingga menimbulkan pengertian pada diri
sendiri, pada pandangan peserta diskusi dan juga pada masalah yang didiskusikan
(Lunandi, 1993).
Diskusi dipakai sebagai forum untuk bertukar informasi, pendapat dan
pengalaman dalam bentuk tanya-jawab yang teratur dengan tujuan mendapatkan
pengertian yang lebih luas, kejelasan tentang suatu permasalahan dan untuk
menentukan kebijakan dalam pengambilan keputusan (Kartono, 1998). Diskusi
Universitas Sumatera Utara
merupakan saluran yang paling baik untuk menjaga kredibilitas pesan-pesan,
menyediakan informasi, dan mengajarkan keterampilan yang kompleks yang
membutuhkan komunikasi dua arah antara individu dengan seseorang sebagai sumber
informasi yang terpercaya (Graeff, 1996).
Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas
berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa
sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain,
misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pimpinan diskusi juga duduk di
antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi. Dengan kata
lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap kelompok mempunyai
kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat (Notoatmodjo, 2007). Selama
berlangsungnya diskusi, penilaian atau kritik tidak dibenarkan, sebab kritik akan
mematikan kreativitas (Effendi, 1992).
Keberhasilan metode diskusi banyak tergantung dari pimpinan diskusi untuk
memperkenalkan soal yang dapat perhatian para peserta, memelihara perhatian yang
terus-menerus dari para peserta, memberikan kesempatan kepada semua orang untuk
mengemukakan pendapatnya dan menghindari dominasi beberapa orang saja,
membuat kesimpulan pembicaraan-pembicaraan dan menyusun saran-saran yang
diajukan, memberikan bahan-bahan informasi yang cukup agar peserta sampai pada
kesimpulan yang tepat. Metode diskusi mempunyai kelemahan yaitu jika peserta
kurang berpartisipasi secara aktif untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan serta
adanya dominasi pembicaraan oleh satu atau beberapa orang saja.
Universitas Sumatera Utara
Diskusi membutuhkan perencanaan dan persiapan, serta terdapat banyak cara
untuk memicu dan mempersiapkan stuktur yang akan membantu setiap orang untuk
berpartisipasi. Diskusi dapat dipicu dengan menyajikan suatu pokok masalah,
sebaiknya hal yang kontroversial (Ewless, 1994).
Menurut Suprijanto (2008), ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam
diskusi kelompok, antara lain:
1. Kelompok buzz (Buzz Groups).
Pada teknik ini peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, hasil diskusi
kelompok kecil ini dilaporkan pada kelompok besar. Caranya sekretaris kelompok
kecil membuat catatan tentang ide-ide yang disarankan oleh anggota kelompok dan
menyiapkan kesimpulan yang akan disampaikan kepada kelompok besar setelah
diskusi kelompok buzz selesai. Biasanya sesi buzz memerlukan waktu 10-20 menit
tergantung pada topik yang dibicarakan. Kelebihan teknik ini adalah mudah
dilakukan, menjamin partisipasi semua anggota kelompok dan peserta dihadapkan
pada suasana yang tidak terlalu formal, sehingga peserta lebih mudah mengeluarkan
pendapat secara spontan, selain itu teman-teman sekitar dapat langsung memberi
sambutan.
2. Diskusi mangkuk ikan (Fishbowl Discussion).
Pada teknik ini peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dalam
dan kelompok luar. Kelompok dalam bertugas mendiskusikan sesuatu, sedangkan
kelompok luar menyaksikan jalannya diskusi, tetapi juga boleh berpartisipasi dalam
diskusi. Partisipasi tersebut dapat berupa pertanyaan atau menyumbangkan gagasan.
Universitas Sumatera Utara
3. Teknik urun pendapat.
Teknik ini digunakan dalam memecahkan suatu masalah dengan
mengumpulkan gagasan atau saran-saran dari semua peserta. Dalam teknik ini tidak
ada gagasan atau saran-saran dari semua peserta yang disalahkan. Semua peserta
diberikan kesempatan yang leluasa untuk berbicara, mengungkapkan gagasan maupun
saran-sarannya. Gagasan tersebut dicatat ketika muncul dari setiap peserta. Peserta
kemudian dibagi menjadi beberapa sub kelompok dan membahas gagasan tersebut.
Kesimpulan dari hasil diskusi ditentukan masing-masing peserta sesuai dengan
pengalaman dan menurut sudut pandang mereka.
2.3.2. Metode ceramah
Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang sering digunakan.
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah
(Notoatmodjo, 2007).
Ceramah adalah suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah, yakni dari
penceramah kepada hadirin. Pada metode ini penceramah lebih banyak memegang
peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi penyuluhannya dengan sedikit
memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya
(Lunandi, 1993).
Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi
biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta
daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi
yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim,
Universitas Sumatera Utara
maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat.
Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya
adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama (Lunandi, 1993).
Ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi apa
yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan
mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam
diagram atau skema serta mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya
makalah singkat, slide, transparan, sound system, dan sebagainya. Menurut
Notoatmodjo, dkk (1989) ceramah akan berhasil apabila teknik ceramah dimodifikasi
dengan melakukan tanya-jawab sesudah penyampaian materi. Hal ini bertujuan agar
peserta dapat bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya tentang materi yang
sudah diberikan penceramah.
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah
tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah dapat melakukan
hal-hal sebagai berikut: sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh
bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan
harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (dipertengahan),
seyogyanya tidak duduk, menggunakan alat-alat bantu lihat semaksimal mungkin
(Notoatmodjo, 2007).
2.4. Domain Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap stimulus, baik yang berasal dari luar
Universitas Sumatera Utara
maupun dari dalam dirinya (Depkes RI, 1997). Perilaku manusia merupakan hasil dari
segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Sarwono, 1993).
Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Benyamin Bloom
(1908) membagi perilaku seseorang kedalam tiga domain, ranah atau wilayah yakni
pengetahuan (cognitive domain), sikap (affective domain) dan tindakan (psychomotor
domain).
2.4.1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Perilaku baru atau adopsi
perilaku yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif akan bersifat
langgeng (long lasting). Sedangkan perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan
kesadaran tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang
berbeda-beda, yang secara garis besar dapat dibagi dalam enam tingkatan pengetahuan
menurut Notoatmodjo (2005), yaitu:
1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
Universitas Sumatera Utara
kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Tahu (know) merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang
telah dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluasi), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
2.4.2. Sikap (attitude)
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak
senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Menurut Notoatmodjo
(2005) yang mengutip pendapat Campbell (1950) sikap adalah suatu sindroma atau
kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan
pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Azwar (2007) yang mengutip pendapat Allen, dkk (1980)
mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif,
predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap
adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Sikap, menurut Setiana (2005) yang mengutip pendapat Widayatun (1999)
adalah kesiapan seseorang untuk bertindak atau berperilaku tertentu. Sikap juga dapat
diartikan sebagai suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui
pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respon individu
pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Komponen sikap adalah
pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak.
Menurut Notoatmodjo (2005), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk memberikan
jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
Hal ini menunjukkan bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk mengajak
orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah.
4. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Tindakan atau Praktik (practice)
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu
terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan atau
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,
antara lain adanya fasilitas dan dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo,
2007).
2.5. Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit pelaksana teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung-jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional, standar wilayah kerja
Puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di suatu kecamatan terdapat lebih
dari satu puskesmas, maka tanggung-jawab wilayah kerja dibagi diantara puskesmas-
puskesmas tersebut. Masing-masing puskesmas tersebut bertanggung jawab langsung
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 128/Menkes/SK/2004 tahun
2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat disebutkan bahwa fungsi
Puskesmas adalah sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama
(Depkes, 2005). Dengan demikian, puskesmas mempunyai upaya wajib yang harus
dilaksanakan oleh semua puskesmas, salah satunya adalah kesehatan lingkungan
selain promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, perbaikan
Universitas Sumatera Utara
gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan pengobatan
(Trihono, 2005). Ini berarti bahwa setiap tenaga kesehatan di puskesmas memiliki
kewajiban untuk melaksanakan upaya wajib tersebut.
Dinas Kesehatan Kota Medan terdiri dari 39 unit puskesmas yang terdiri dari
13 unit puskesmas rawat inap dan 26 unit puskesmas non rawat inap (Dinas Kesehatan
Kota Medan, 2009). Dalam kegiatan pelayanan kesehatan, puskesmas Kota Medan
menghasilkan limbah medis padat maupun limbah padat non medis. Untuk
pemusnahan limbah medis padat, maka berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit/Puskesmas dibuatlah nota kesepahaman (Memorandum of Understanding)
antara Rumah Sakit Dr.Pirngadi Kota Medan dengan Dinas Kesehatan Kota Medan
tahun 2006, untuk mengadakan kerjasama dalam pemusnahan limbah medis padat
puskesmas yang berada di bawah wewenang Dinas Kesehatan Kota Medan (DKK) di
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan. Dengan adanya nota kesepahaman tersebut, di
puskesmas Kota Medan telah disediakan tempat khusus pembuangan limbah medis
padat berupa kotak karton tertutup dan wadah plastik beserta tutupnya, yang
diletakkan di ruangan-ruangan penghasil limbah medis. Limbah medis padat yang
telah dikumpulkan pada tempatnya, akan diangkut ke tempat pembuangan akhir oleh
petugas pengangkut limbah medis dari Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Konsep Limbah Medis Padat
2.6.1. Karakteristik limbah medis
Menurut Prüss (2005), limbah layanan kesehatan adalah limbah yang
mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas
penelitian dan laboratorium. Selain itu, limbah layanan kesehatan juga mencakup
limbah yang berasal dari sumber-sumber kecil misalnya limbah hasil perawatan yang
dilakukan di rumah (suntikan insulin). Sekitar 75-90% limbah yang berasal dari
instalasi kesehatan merupakan limbah yang tidak mengandung resiko atau limbah
umum dan menyerupai limbah rumah tangga. Limbah tersebut kebanyakan berasal
dari aktivitas administratif dan keseharian instalasi, disamping limbah yang dihasilkan
selama pemeliharaan bangunan instalasi tersebut. Sisanya yang 10-25% merupakan
limbah yang dipandang berbahaya dan dapat menimbulkan berbagai jenis dampak
kesehatan.
Kepmenkes Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 mengatakan
Limbah Rumah Sakit ada 3 macam, yakni:
1. Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
2. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
insinerator, dapur, perlengkapan generator, anestesi dan pembuatan obat
sitotoksik.
Universitas Sumatera Utara
3. Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan
rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis.
Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan,
farmasi, laboratorium, radiografi, fasilitas penelitian yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan
dan lingkungan (Djojodibroto, 1997).
Menurut Chandra (2007), limbah medis padat adalah limbah yang langsung
dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk
kegiatan medis di ruang poliklinik, ruang perawatan, ruang bedah, ruang kebidanan,
ruang otopsi dan ruang laboratorium seperti perban, kasa, alat injeksi, ampul dan botol
bekas obat injeksi, kateter, swab, plester, masker, plasenta, jaringan organ, sediaan
dan media sampel untuk pemeriksaan laboratorium.
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/ SK/ X/2004, Depkes RI, 2004).
Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat
dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi
kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan
tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis padat dan
Universitas Sumatera Utara
ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah padat non medis
(Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).
Tabel 2.1 Kategori Limbah Medis (Prüss, 2005)
No Kategori Limbah Definisi Contoh
1.
2.
3.
Limbah infeksius
Limbah patologis
Limbah benda tajam
Limbah yang terkontaminasi organisme patogen (bakteri, virus, parasit atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada pejamu yang rentan. Limbah berasal dari pembiakan dan stok bahan yang sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius. merupakan materi yang dapat menyebabkan luka iris atau luka tusuk. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
kultur laboratorium, limbah dari bangsal isolasi, kapas materi, atau peralatan yang tersentuh pasien yang terinfeksi, ekskreta. bagian tubuh manusia dan hewan, darah dan cairan tubuh yang lain, janin.
jarum, jarum suntik, pisau bedah, peralatan infuse, gergaji bedah, dan pecahan ampul obat.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Lanjutan
No Kategori Limbah Definisi Contoh
4.
Limbah farmasi
mencakup produk farmasi. Kategori ini juga mencakup barang yang akan dibuang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan, masker, selang penghubung dan ampul obat.
obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah kadaluarsa, tidak digunakan, tumpah dan terkontaminasi yang tidak diperlukan lagi.
5. Limbah sitotoksik/ genotoksik
Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel.
Sumbernya dari materi yang terkontaminasi pada saat persiapan dan pemberian obat, misalnya spuit, jarum, ampul, kemasan, obat-obatan kadaluarsa, larutan sisa/berlebih, urin, tinja, muntahan pasien yang mengandung obat sitotoksik atau metabolitnya.
6. Limbah kimia Limbah yang mengandung zat kimia yang berbentuk padat, cair maupun gas yang berasal dari aktivitas diagnostik dan eksperimen serta dari pemeliharaan kebersihan dengan menggunakan desinfektan.
reagent di laboratorium, larutan pencuci film untuk rontgen, desinfektan yang kadaluarsa atau sudah tidak diperlukan lagi, solven/zat pelarut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Lanjutan
No Kategori Limbah Definisi Contoh
7.
Limbah radioaktif
Bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionuklida. Limbah ini dapat berasal dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.
cairan yang tidak terpakai dari radioaktif atau riset di laboratorium, peralatan kaca, kertas absorben yang terkontaminasi, urine dan ekskreta dari pasien yang diobati atau diuji dengan radionuklida yang terbuka.
8. Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi
Limbah yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi termasuk dalam subkategori limbah kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik.
limbah merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak (misalnya: termometer, alat pengukur tekanan darah, residu yang berasal dari ruang pemeriksaan gigi).
9. Limbah kontainer bertekanan
Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas yang digunakan dalam kegiatan di instalasi kesehatan.
tabung gas anestesi, tabung oksigen, kaleng aerosol.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Pengaruh limbah medis terhadap lingkungan dan kesehatan
Menurut Wicaksono (2001), pengaruh limbah medis terhadap lingkungan dan
kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:
1. Gangguan kenyamanan dan estetika.
Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan estetika
lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga mengganggu kenyamanan
pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat sekitar. Ini berupa warna yang
berasal dari larutan bahan kimia, dan bau phenol.
2. Kerusakan harta benda.
Dapat disebabkan oleh zat-zat kimia yang terlarut (korosif, reaktif, menimbulkan
karat) yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar lingkungan layanan
kesehatan maupun masyarakat luar.
3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang.
Ini dapat disebabkan oleh residu bahan farmasi yang mengandung antibiotik dan
antiseptik, zat kimia seperti fenol, logam berat seperti merkuri dan lain-lain.
4. Gangguan terhadap kesehatan manusia.
Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia beracun, buangan
yang terkena kontaminasi serta benda-benda tajam dapat menimbulkan gangguan
kesehatan berupa kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja. Penyakit
HIV/AIDS dan Hepatitis B dan C terjadi melalui cidera akibat jarum suntik yang
terkontaminasi darah manusia. Bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anestesi dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja
Universitas Sumatera Utara
(peledakan, cidera) yang mengancam jiwa bagi tenaga kesehatan (Depkes RI,
2007). Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme
pembawa penyakit melalui proses infeksi silang, dari petugas ke pasien ataupun
dari pasien ke petugas, yang dikenal dengan nama infeksi nosokomial. Ini dapat
disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, senyawa
logam seperti Hydrargyrum (Hg), Cadmium (Cd), dan Plumbum (Pb) yang
berasal dari bagian kedokteran gigi. Keracunan air raksa atau Hydrargyrum (Hg)
menimbulkan gejala susunan saraf pusat seperti tremor, konvulsi, pikun,
insomnia, gangguan pencernaan dan kulit seperti dermatitis dan ulcer. Keracunan
Cadmium (Cd) akut akan menyebabkan gejala pencernaan, penyakit ginjal, dan
fase lanjut menyebabkan pelunakan tulang dan patah (fraktur) tulang punggung.
Keracunan Plumbum (Pb) atau timbal menyebabkan gangguan pencernaan dan
susunan saraf pusat (Slamet, 2002). Bahan radioaktif seperti radium mempunyai
sifat kimia seperti kalsium, oleh karena itu mempunyai kecenderungan untuk
terabsorbsi ke dalam tulang jika masuk ke dalam tubuh sehingga dapat
mengganggu kesehatan (Fardiaz, 2003).
5. Gangguan genetik dan reproduksi.
Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun
beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan
sistem reproduksi manusia misalnya bahan radioaktif.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Peran perawat dalam pengelolaan limbah medis
Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan
kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam
fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada di luar fasilitas serta
memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau yang beresiko akibat
kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama yang beresiko
antara lain dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan, tenaga bagian pemeliharaan
layanan kesehatan, pasien dan pengunjung, tenaga bagian layanan pendukung yang
bekerjasama dengan instansi layanan kesehatan misalnya bagian binatu, pengelolaan
limbah dan bagian transportasi, pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya
di tempat penampungan sampah akhir atau di insinerator) termasuk pemulung (Prüss,
2005).
Dengan demikian, peran dan tanggung jawab tenaga kesehatan termasuk
perawat didalam keseluruhan program pengelolaan harus diterapkan dengan seksama,
konsisten, dan menyeluruh sehingga dapat menggugah kesadaran terhadap
permasalahan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang berkaitan dengan limbah
layanan kesehatan.
Pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme
sumberdaya manusia dibidang kesehatan lingkungan yang secara fungsional
merupakan sumberdaya inti dalam pengelolaan dan penyelenggaraan program
lingkungan sehat (Depkes, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Pengelolaan limbah medis padat
Persyaratan pengelolaan limbah medis padat pada layanan kesehatan sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004:
A. Minimisasi Limbah
1. Setiap layanan kesehatan harus melakukan reduksi limbah dimulai dari
sumbernya.
2. Setiap layanan kesehatan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan
kimia yang berbahaya dan beracun.
3. Setiap layanan kesehatan harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan
farmasi.
4. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari
pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari
pihak yang berwenang.
B. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan
limbah.
2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang
tidak dimanfaatkan kembali.
3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor,
anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak dapat membukanya.
Universitas Sumatera Utara
4. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses
sterilisasi.
Metode sterilisasi terdiri dari:
a. Sterilisasi termal, ada dua yaitu sterilisasi kering dalam oven “Poupinel”
dengan suhu 1600C selama 120 menit atau 1700C selama 60 menit, dan
sterilisasi basah dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama 30 menit.
b. Sterilisasi kimia dengan ethylene oxide (gas) dengan suhu 500C–600C
selama 3-8 jam atau glutaraldehyde (cair) selama 30 menit.
5. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.
Apabila fasilitas layanan kesehatan tidak mempunyai jarum yang sekali pakai
(disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah
melalui proses salah satu metode sterilisasi.
6. Pewadahan limbah medis padat menurut Kepmenkes RI No.
1204/Menkes/SK/X/2004 harus memenuhi persyaratan dengan menggunakan
wadah dan label seperti tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori
No. Kategori Wadah kontainer/kantong
plastik
Lambang Keterangan
1.
Radioaktif
Merah
Kantong boks timbal dengan simbol radioaktif
2. Sangat infeksius Kuning
Kantong plastik kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf
3. Limbah infeksius, patologis
Kuning
Plastik kuat dan anti bocor atau kontainer
4. Sitotoksik Ungu
Kontainer plastik kuat dan anti bocor
5. Limbah kimia dan farmasi
Coklat - Kantong plastik atau kontainer
7. Proses daur ulang tidak bisa dilakukan oleh fasilitas layanan kesehatan kecuali
untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari pengolahan foto rontgen.
8. Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi
label bertuliskan “Limbah Sitotoksik”.
Universitas Sumatera Utara
C. Tempat Penampungan Sementara
1. Lokasi penampungan sementara untuk limbah layanan kesehatan harus
dirancang agar berada di dalam wilayah instansi layanan kesehatan.
2. Lokasi penampungan sementara tidak boleh berada di dekat lokasi
penyimpanan dan penyiapan makanan.
3. Limbah, baik dalam kantong maupun kontainer, harus ditampung di area,
ruangan atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kuantitas
limbah yang dihasilkan dan frekwensi pengumpulannya.
4. Ruangan atau area penampungan harus dapat dikunci untuk mencegah
masuknya mereka yang tidak berkepentingan, dan jangan sampai mudah
dimasuki serangga, burung dan binatang lainnya.
D. Transportasi
1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut
harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun
binatang.
3. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang
terdiri topi, masker, pelindung mata, pakaian panjang (coverall), apron untuk
industri, pelindung kaki/sepatu boot dan sarung tangan khusus (disposable
gloves atau heavy duty gloves).
Universitas Sumatera Utara
E. Pengolahan, Pemusnahan dan Pembuangan Akhir Limbah Padat
1. Limbah Infeksius dan Benda Tajam
a. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius
dari laborium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti
dalam autoklaf sedini mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup
dengan cara desinfeksi.
b. Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan dan dapat
diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok
untuk benda tajam.
c. Setelah insinerator atau desinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat
penampungan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) atau dibuang ke landfill
jika residunya sudah aman.
2. Limbah Farmasi
a. Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik
(pyrolitik incinerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary landfill,
dibuang ke sarana air limbah atau insinerasi. Tetapi dalam jumlah besar
harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary klin,
kapsulisasi dalam drum logam dan inersisasi.
b. Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada
distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak mungkin
dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas
1000 0C.
Universitas Sumatera Utara
3. Limbah Sitotoksik
a. Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan
penimbunan (landfill) atau saluran limbah umum.
b. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa
harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi
keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak dipakai lagi.
c. Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1200°C dibutuhkan untuk
menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat
menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.
d. Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi
atau inersisasi dapat dipertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.
4. Limbah Bahan Kimiawi
a. Pembuangan limbah kimia biasa.
Limbah biasa yang tidak bisa daur ulang seperti asam amino, garam, dan
gula tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor.
b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil.
Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat
dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi
atau ditimbun (landfill).
5. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi
Limbah dengan kandungan merkuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau
diinsinerasi karena beresiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak
Universitas Sumatera Utara
boleh dibuang/ditimbun karena dapat mencemari air tanah. Limbah dapat
dibuang ke lokasi pembuangan yang didesain khusus untuk pembuangan akhir
limbah berbahaya hasil industri.
6. Limbah Kontainer Bertekanan
a. Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah
dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi
utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen
halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlakukan
sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.
b. Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran atau
insinerasi karena dapat meledak.
7. Limbah Radioaktif
a. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan dan
strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi
pelaksana dan tenaga yang terlatih.
b. Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kemudian diserahkan
kepada yang berwenang untuk penanganan lebih lanjut atau dikembalikan
kepada negara distributor.
2.6.5. Teknologi pengolahan dan pembuangan limbah medis
Insinerasi biasanya merupakan metode pilihan untuk kebanyakan limbah
medis yang berbahaya dan sampai saat ini masih banyak dipakai. Namun, metode
Universitas Sumatera Utara
pengolahan alternatif yang baru-baru saja dikembangkan semakin popular. Pilihan
akhir untuk sistem pengolahan harus dipertimbangkan secara cermat dan didasarkan
pada berbagai faktor yang kebanyakan diantaranya bergantung pada persyaratan lokal
seperti efisiensi desinfeksi, pertimbangan kesehatan dan lingkungan, pengurangan
volume dan massa, pertimbangan kesehatan dan keselamatan kerja, kuantitas limbah,
tipe limbah, persyaratan infrastruktur, pilihan dan teknologi pengolahan yang ada di
tingkat lokal, pilihan yang ada untuk pembuangan akhir, pertimbangan pelaksanaan,
pemeliharaan dan ruang yang tersedia, lokasi dan kondisi sekitar lokasi pengolahan
dan fasilitas pembuangan akhir, biaya investasi dan biaya operasional, keberterimaan
masyarakat dan persyaratan perundangan (Prüss, 2005).
Menurut Chandra (2007), pengolahan limbah harus dilakukan dengan benar
dan efektif serta memenuhi persyaratan sanitasi. Adapun persyaratan sanitasi yang
harus dipenuhi, antara lain:
1. Limbah tidak boleh mencemari tanah, air permukaan, air tanah dan udara.
2. Limbah tidak boleh dihinggapi lalat, tikus dan binatang lainnya.
3. Limbah tidak menimbulkan bau busuk dan pemandangan yang tidak baik.
4. Limbah cair yang beracun harus dipisahkan dari limbah cair yang lain dan harus
memiliki tempat penampungannya sendiri.
Beberapa pilihan teknologi pengolahan dan pembuangan limbah medis yang
dapat digunakan sebagai berikut (Prüss, 2005):
Universitas Sumatera Utara
1. Insinerasi.
Insinerasi merupakan proses oksidasi kering bersuhu tinggi yang dapat
mengurangi limbah organik dan limbah yang mudah terbakar menjadi bahan
anorganik yang tidak mudah terbakar dan mengakibatkan penurunan yang sangat
signifikan dari segi volume maupun berat limbah. Proses ini biasanya dipilih untuk
mengolah limbah yang tidak dapat didaur ulang, dimanfaatkan kembali, atau dibuang
di lokasi landfill. Alat untuk melakukan insinerasi disebut insinerator yang harus
dioperasikan pada suhu antara 1000 0C dan 1200 0C.
Insinerasi tidak memerlukan pengolahan pendahuluan, asalkan limbah jenis
tertentu tidak termasuk dalam materi yang akan dibakar. Limbah yang tidak boleh
diinsinerasi seperti kontainer gas bertekanan, limbah kimia reaktif dalam jumlah
banyak, limbah radiografis atau yang mengandung garam perak, limbah yang
mengandung merkuri atau kadmium dalam kadar yang tinggi seperti termometer
pecah.
2. Insinerasi pirolitik.
Insinerasi pirolitik disebut juga insinerasi udara terkontrol yaitu limbah
dihancurkan secara termal melalui proses pembakaran suhu sedang (800-9000C)
dengan kadar oksigen yang diturunkan yang kemudian menghasilkan abu dan gas.
Abunya akan mengandung kurang dari 1% materi tak terbakar yang dapat dibuang ke
landfill. Alat yang digunakan disebut insinerator pirolitik.
Insinerator pirolitik digunakan untuk pengolahan limbah infeksius, limbah
benda tajam, limbah patologis dan residu sediaan farmasi dan bahan kimia. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
limbah dengan kontainer bertekanan dan mengandung logam berat dalam konsentrasi
tinggi tidak boleh memakai insinerator pirolitik.
Harga insinerator pirolitik relatif mahal, demikian pula biaya operasional dan
pemeliharaannya. Juga diperlukan tenaga yang terlatih dengan baik untuk
menjalankan insinerator tersebut.
3. Rotary klin.
Rotary klin (tungku berputar) yang terdiri dari sebuah open berputar dan
sebuah bilik pasca pembakaran. Suhu insinerasi 1200-16000C yang memungkinkan
terjadinya penguraian bahan kimia. Rotary klin sesuai untuk kategori limbah infeksius,
limbah benda tajam, limbah patologis, limbah bahan kimia dan sediaan farmasi serta
limbah sitotoksik. Limbah yang tidak boleh diinsinerasi dengan Rotary klin adalah
kontainer bertekanan dan limbah yang mengandung logam berat berkonsentrasi tinggi.
Biaya peralatan dan biaya operasional cukup tinggi, demikian pula dengan
energi yang dibutuhkan. Limbah produk sampingan insinerasi sangat korosif sehingga
lapisan tahan panas tungku harus sering diperbaiki atau diganti. Dibutuhkan tenaga
yang terlatih dengan baik untuk menjalankannya.
4. Desinfeksi kimia.
Desinfeksi kimia yang digunakan secara rutin dalam aktivitas layanan
kesehatan untuk membunuh mikroorganisme pada peralatan medis dan pada lantai
atau dinding, saat ini telah diperluas penggunaannya untuk pengolahan limbah medis.
Zat kimia ditambahkan ke dalam limbah untuk membunuh atau menonaktifkan
patogen yang ada di dalamnya, perlakuan tersebut biasanya menyebabkan desinfeksi,
Universitas Sumatera Utara
bukan sterilisasi. Desinfeksi kimia paling sesuai untuk mengolah limbah seperti darah,
urine dan feses. Limbah medis padat dan limbah infeksius mencakup kultur
mikrobiologis, serta limbah benda tajam juga dapat didesinfeksi secara kimia dengan
syarat desinfektan yang dipergunakan berasal dari jenis yang kuat, yang juga termasuk
bahan berbahaya dan hanya boleh digunakan oleh petugas yang terlatih dan terlindung
dengan baik.
Jenis bahan kimia yang digunakan untuk desinfeksi limbah medis seperti
formaldehid, etilen oksida, glutaraldehid, natium hipoklorit dan klor dioksida.
5. Autoclaving.
Autoclaving merupakan proses desinfeksi termal basah yang efisien. Biasanya
otoklaf digunakan di rumah sakit untuk sterilisasi peralatan medis yang dapat
digunakan kembali. Peralatan tersebut hanya dapat mengolah sedikit limbah sehingga
umumnya hanya digunakan untuk limbah yang sangat infeksius misalnya kultur
mikroba atau benda tajam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inaktivasi yang efektif terhadap semua
mikroorganisme vegetatif dan kebanyakan spora bakteri dalam sedikit limbah (sekitar
5-8 kg) memerlukan siklus 60 menit pada suhu dan tekanan minimum 1210C sehingga
kondisi tersebut memungkinkan uap untuk berpenetrasi secara maksimum ke dalam
materi limbah.
6. Sanitary landfill.
Sanitary landfill adalah pembuangan limbah yang terkelola di sebuah lokasi
yang kecil, memungkinkan limbah untuk disebar merata, dipadatkan, dan ditimbun
Universitas Sumatera Utara
(ditutup dengan tanah) setiap hari. Penutupan yang adekuat bagian dasar dan sisi
lubang di lokasi untuk meminimalkan pergerakan cairan dari sampah keluar dari
lokasi.
Pembuangan limbah infeksius dan sedikit limbah sediaan farmasi dapat
dilakukan dengan sanitary landfill. Metode ini dapat mencegah kontaminasi tanah dan
air permukaan serta air tanah dan mengurangi pencemaran udara, bau, serta kontak
langsung dengan masyarakat umum.
7. Encapsulation (pembungkusan).
Encapsulation (pembungkusan) adalah pengolahan limbah dengan
memasukkan limbah ke dalam kontainer kemudian ditambahkan zat yang membuat
limbah tidak dapat bergerak kemudian kontainer ditutup. Proses ini dapat
menggunakan kotak yang terbuat dari drum logam yang tiga perempatnya diisi dengan
benda tajam atau residu bahan kimia atau sediaan farmasi. Kontainer atau kotak
tersebut kemudian ditutup dengan sejenis busa plastik, pasir bitumen, adukan semen
atau materi lempung. Setelah media tersebut kering, kontainer dapat ditutup dan
dibuang ke lokasi landfill.
8. Inertisasi.
Proses inertisasi mencakup pencampuran limbah dengan semen dan substansi
lain sebelum dibuang guna meminimalkan resiko berpindahnya substansi yang
terkandung dalam limbah ke air permukaan atau air tanah. Proporsi campuran terdiri
dari 65% limbah farmasi, 15% batu kapur, 15% semen dan 5% air. Metode ini sangat
sesuai untuk limbah sediaan farmasi dan untuk abu insinerasi yang mengandung
Universitas Sumatera Utara
logam berkadar tinggi. Proses ini tidak mahal dan dapat dilakukan dengan peralatan
yang sederhana. Tetapi inertisasi tidak bisa digunakan untuk limbah infeksius.
2.7. Landasan Teori
Pengelolaan limbah medis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
higiene layanan kesehatan dalam hal ini puskesmas dan pengendalian infeksi. Limbah
medis harus dipandang sebagai reservoir mikroorganisme patogen, yang dapat
menyebabkan kontaminasi dan infeksi. Jika limbah medis tidak dikelola dengan tepat,
mikroorganisme ini dapat berpindah melalui kontak langsung, melalui udara, atau
melalui berbagai jenis vektor. Dengan cara inilah limbah infeksius berkontribusi pada
kejadian infeksi nosokomial, yang menempatkan perawat menjadi orang yang
beresiko tinggi.
Untuk mencegah agar limbah medis tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan dan efek yang merugikan kesehatan manusia khususnya perawat itu
sendiri, serta memastikan bahwa limbah medis telah menjalani proses pemilahan yang
tepat dan dikemas secara aman, terutama limbah benda tajam yang harus dikemas
dalam wadah anti robek, maka diperlukan promosi/pendidikan kesehatan, sehingga
perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam upaya
pengelolaan/pembuangan limbah medis tersebut. Promosi kesehatan sebaiknya
menggunakan metode yang sesuai dengan kelompok sasaran, sehingga tujuan promosi
kesehatan tercapai.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan dan sikap bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, namun muncul
karena pengaruh lingkungan dan atau melalui proses belajar. Proses belajar akan
mempengaruhi hasil belajar berupa perubahan pengetahuan dan sikap. Dalam proses
belajar ada tiga unsur pokok yang saling berkaitan yaitu masukan (input), proses, dan
keluaran (output) (Notoatmodjo, 2007).
Teori Asosiasi yang dikemukan oleh John Locke dan Herbart merupakan salah
satu teori proses belajar. Menurut teori asosiasi, belajar adalah mengambil tanggapan-
tanggapan dan menggabung-gabungkan tanggapan dengan jalan mengulang-ulang.
Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau
rangsangan-rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus, maka makin
memperkaya tanggapan pada subjek belajar. Teori proses belajar yang lain adalah
teori belajar Gestalt yang mengemukakan bahwa belajar adalah memberikan problem
kepada subjek belajar untuk dipecahkan dari berbagai macam segi (Notoatmodjo,
2007).
Peningkatan pengetahuan dan sikap sebagai hasil belajar dipengaruhi oleh
metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Agar tercapai hasil belajar
(perubahan perilaku), maka pemilihan metode yang paling efektif perlu
dipertimbangkan sesuai dengan kondisi setempat. Salah satu metode yang paling
umum digunakan untuk meningkatkan pengetahuan adalah metode ceramah. Metode
ini dapat menyampaikan pesan dalam waktu yang singkat tetapi kelemahannya adalah
pesan tersebut mudah dilupakan setelah beberapa lama sesudahnya (Lunandi, 1993).
Selain metode ceramah, metode diskusi juga merupakan pilihan yang dapat dipakai
Universitas Sumatera Utara
dalam proses belajar. Diskusi diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan
pengetahuan, peningkatan pemecahan masalah secara efisien, dan untuk
mempengaruhi sasaran agar mau mengubah sikap (Kartono, 1998).
Pengetahuan merupakan dasar pembentukan sikap. Dengan meningkatnya
pengetahuan diharapkan dapat mempengaruhi sikap, seterusnya sikap juga akan
mempengaruhi tindakan sesuai dengan yang diinginkan.
2.8. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah seperti yang tercantum pada gambar 2.1
Pre-test Post-test
Intervensi Metode Diskusi
Pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat
Pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat
Intervensi Metode Ceramah
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Konsep utama penelitian adalah untuk menganalisis efektifitas metode diskusi
dan metode ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang
limbah medis padat.
Universitas Sumatera Utara