bab 2 tinjauan pustaka 2.1. pengertian kanker

48
11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kanker Tumor ( dalam Bahasa latin artinya “pembengkakan”) merupakan sekelompok sel abnormal yang terbentuk hasil proses pembelahan sel yang berlebihan dan tidak terkoordinasi. Dalam Bahasa medisnya, tumor dikenal sebagai neoplasia. “Neo” berarti “baru”, “plasia” berarti “pertumbuhan atau pembelahan” jadi, kanker adalah suatu akibat pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal yang kemudian berubah menjadi sel-sel kanker. Sel-sel itu selanjutnya menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive) dan terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, dan menyerang organ-organ penting serta saraf tulang belakang (Ghofar, 2015). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutase di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi dapat mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan ( mutasi germline) (Ghofar, 2015). Pada semua jenis kanker, beberapa sel tubuh mulai membelah tanpa berhenti dan menyebar ke jaringan di sekitarnya. Ketika sel tumbuh dan membelah untuk membentuk sel baru sesuai kebutuhan tubuh. Ketika sel-sel menjadi tua atau menjadi rusak, mereka mati, dan sel-sel baru terjadi. Ketika kanker berkembang, proses teratur ini rusak, sel-sel menjadi semakin abnormal, sel-

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kanker

Tumor ( dalam Bahasa latin artinya “pembengkakan”) merupakan sekelompok

sel abnormal yang terbentuk hasil proses pembelahan sel yang berlebihan dan

tidak terkoordinasi. Dalam Bahasa medisnya, tumor dikenal sebagai neoplasia.

“Neo” berarti “baru”, “plasia” berarti “pertumbuhan atau pembelahan” jadi,

kanker adalah suatu akibat pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak

normal yang kemudian berubah menjadi sel-sel kanker. Sel-sel itu selanjutnya

menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive) dan terus menyebar melalui

jaringan ikat, darah, dan menyerang organ-organ penting serta saraf tulang

belakang (Ghofar, 2015).

Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA,

menyebabkan mutase di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa

mutasi dapat mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut

sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi

dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan ( mutasi germline)

(Ghofar, 2015).

Pada semua jenis kanker, beberapa sel tubuh mulai membelah tanpa berhenti

dan menyebar ke jaringan di sekitarnya. Ketika sel tumbuh dan membelah

untuk membentuk sel baru sesuai kebutuhan tubuh. Ketika sel-sel menjadi tua

atau menjadi rusak, mereka mati, dan sel-sel baru terjadi. Ketika kanker

berkembang, proses teratur ini rusak, sel-sel menjadi semakin abnormal, sel-

12

sel tua atau rusak bertahan hidup ketika mereka harus mati, dan sel-sel baru

terbentuk ketika mereka tidak diperlukan dan membelah tanpa henti yang

dapat membentuk pertumbuhan yang disebut tumor (NCI 2015).

Tumor kanker ganas, yang berarti mereka dapat menyebar ke, atau

menyerang, jaringan terdekat. Selain itu, ketika tumor ini tumbuh, beberapa

sel kanker dapat pecah dan menyebar ke tempat-tempat yang jauh di dalam

tubuh melalui darah atau sistem getah bening dan membentuk tumor baru

yang jauh dari tumor aslinya. Tidak seperti tumor ganas, tumor jinak tidak

menyebar ke, atau menyerang jaringan terdekat. Tumor jinak kadang-kadang

bisa sangat besar. Ketika diangkat, mereka biasanya tidak tumbuh kembali,

sedangkan tumor ganas kadang-kadang tumbuh kembali (Oncolink, 2019).

2.1.1. Jenis-jenis kanker

Dalam buku yang berjudul Stop Kanker, Ariani 2015 menjelaskan

tentang jenis-jenis kanker adalah sebagai berikut:

2.1.1.1. Karsinoma

Karsinoma adalah jenis kanker yang berasal dari sel yang

melapisi permukaan tubuh atau permukaan saluran tubuh,

misalnya jaringan seperti sel kulit, testis, ovarium, kalenjer

mucus, sel melanin, payudara, leher Rahim, kolon, rektumm

lambung, pancreas, dan esofagus. Karsinoma adalah kanker

sel epitel, yaitu sel yang melindungi permukaan tubuh,

memproduksi hormon, dan membuat kalenjer. Contoh

13

karsinoma adalah kanker kulit, kanker paru-paru, kanker

usus, kanker payudara, kanker prostat, dan kanker tiroid.

2.1.1.2. Limfoma

Limfoma adalah jenis kanker yang berasal dari jaringan

yang membentuk darah, misalnya jaringan limfe, lacteal,

limfa, berbagai kalenjer limfe, timus, dan sumsum tulang.

Limfoma spesifik antara lain adalah penyakit Hodgkin (

kanker kalenjer limfe dan limfa).

2.1.1.3. Leukemia

Kanker ini tidak membentuk masa tumor, tetapi memenuhi

pembuluh darah dan mengganggu fungsi sel darah normal.

2.1.1.4. Sarkoma

Sarkoma adalah jenis kanker yang berada dipermukaan

tubuh, seperti jaringan ikat, termasuk sel-sel yang

ditemukan di otot dan tulang. Sarkoma merupakan kanker

sel mesodermal, sel yang membentuk otot-otot dan

jaringan penghubung seperti leiomyoscarcoma ( kanker

otot halus yang ditemukan pada dinding organ pencernaan)

dan Osteosarcoma ( kanker tulang).

2.1.1.5. Glioma

Kanker ini adalah kanker susunan saraf, misalnya sel-sel

glia ( jaringan penunjang ) di susunan saraf pusat.

2.1.1.6. Karsinoma In Situ

14

Istilah ini digunakan untuk menjelaskan sel epitel abnormal

yang masih terbatas di daerah tertentu sehingga masih

dianggap lesi prainvasif ( kelainan atau luka yang belum

menyebar).

Selain itu berikut ada juga jenis-jenis kanker menurut organ yang

diserang :

2.1.1.7. Kanker otak

Gejalanya antara lain sakit kepala yang sangat pada pagi hari

dan berkurang pada tengah hari, epilepsi lemah, mati rasa

pada lengan dan kaki, kesulitan berjalan, mengantuk,

perubahan tidak normal pada penglihatan, perubahan pada

kepribadian, perubahan pada ingatan, sulit bicara.

2.1.1.8. Kanker mulut

Gejalanya antara lain terdapat sariawan pada mulut, lidah

dan gusi yang tidak kunjung sembuh.

2.1.1.9. Kanker tenggorokan

Gejalanya batuk terus menerus dan suara serak atau parau.

2.1.1.10. Kanker paru

Gejalanya antara lain batuk terus menerus, dahak

bercampur darah, dan rasa sakit di dada

2.1.1.11. Kanker payudara

Gejalanya antara lain adalah benjolan, penebalan kulit

(tickening), perubahan bentuk, gatal-gatal, kemerahan,

15

rasa sakit yang tidaak berhubungan dengan menyusui atau

menstruasi.

2.1.1.12. Kanker saluran pencernaan

Gejalanya antara lain adanya darah dalam kotoran yang

ditandai dengan warna merah terang atau hitam, rasa tidak

enak terus-menerus pada perut, benjolan pada perut, rasa

sakit setelah makan, dan penurunan berat badan.

2.1.1.13. Kanker Rahim (Uterus)

Gejalanya antara lain pendarahan di periode-periode

datang bulan, pengeluaran darah saat mens yang tidak

seperti biasanya, dan rasa sakit yang luar biasa.

2.1.1.14. Kanker indung telur (Ovarium)

Mayoritas kanker ini muncul setelah seorang perempuan

melewati masa menopause. Pada fase lanjutan barulah

muncul gejala.

2.1.1.15. Kanker kolon

Gejalanya antara lain pendarahan pada rectum, ada darah

pada kotoran, dan perubahan buang air besar ( diare yang

terus menerus atau sulit buang air besar).

2.1.1.16. Kanker kandung kemih

16

Gejalanya antara lain ada darah pada air seni, rasa sakit

atau perih saat buang air kecil, keseringan atau kesulitan

buang air kecil, dan sakit pada kandung kemih.

2.1.1.17. Kanker prostat

Gejalanya antara lain kencing tidak lancer, rasa sakit yang

terus-menerus pada pinggang belakang, penis dan paha

atas.

2.1.1.18. Kanker testis

Gejalanya antara lain adanya benjolan pada buah zakar,

ukuran penampungan buah zakar yang membesar dan

menebal secara mendadak, sakit pada perut bagian bawah,

dan dada membesar atau melembek.

2.1.1.19. Kanker kulit

Gejalanya antara lain adanya benjolan pada kulit yang

menyerupai kutil (mengeras seperti tanduk), infeksi yang

tak kunjung sembuh, bitnik-bintik berubah warna dan

ukuran, rasa sakit pada daerah tertentu, dan perubahan

warna kulit berupa bercak-bercak.

2.1.1.20. Komplilaksi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien kanker adalah

infeksi yaitu pada pengidap kankerstadium lanjut. Infeksi

terjadi akibat kekurangan protein dan zat gizi lainnya serta

17

penekanan system imunyang sering terjadi setelah

pengobatan konvensional.

2.1.2. Mekanisme kanker

Dalam kanker dikenal istilah karsiogenetik, yaitu proses perubahan

menjadi kanker. Proses ini melalui dua tahap, yaitu proses inisiasi

kanker dan proses promosi kanker. (Ariani, 2015).

2.1.2.1 Inisiasi Kanker

Pada tahap inisiasi, zat penimbul kanker mulai beraktivitas

mengubah susunan DNA fungsional. Akibat adanya

aktivitas tersebut, terjadilah mutase gen sehingga

menyebabkan gen berbeda dengan sebelumnya. Gen

berfungsi menekan atau menahan pertumbuhan tumor

mengalami perubahan dan tidak berfungsi lagi. Bila sudah

mengalami perubahan maka tidak ada lagi yang menahan

pertumbuhan sel kanker.

2.1.2.2 Promosi Kanker

Pada tahap ini terjadi proses floriferasi, metastasis dan

neoangiogenesis

a. Floriferasi merupakan fase sel mengalami pengulangan

siklus sel tanpa hambatan dan secara kontinus terus

mengulang.

b. Metastasis merupakan penyebab utama dari kenaikan

morbiditan dan mortalitas pada pasien dengan

18

keganasan. Proses ini melibatkan interaksi kompleks,

tidak hanya ditentukan oleh jenis sel kanker itu sendiri,

namun matriks seluler, membran sel, reseptor endotel

serta respon kekebalan host yang berpartisipasi.

Mekanisme ini merupakan indikasi bahwa pasien kanker

gagal untuk mengatasi dn memblokir penyebaran sel

kanker.

c. Neoangiogenesis merupakan suatu pembangun atau agen

transinogenik sangat beraneka ragam, diantaranya

paparan sinar ultraviolet, radiasi sinar gamma, asbestos,

merkuri, asap kendaraan bermotor, asap rokok, bahan

pengawet makanan seperti natrium benzoate, pewarna

makanan misalnya rhodamin, bumbu penyedap makanan

yang dapat menyebabkan mutasi DNA.

2.1.3. Fase-fase kanker

Dalam buku yang berjudul Stop Kanker, Ariani 2015 mengatakan

Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami

transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas

diantara sel normal. Adapun proses jangka panjang terjadinya

kanker adalah :

2.1.3.1. Fase Induksi

19

Berlangsung dalam 15-30 tahun. Kontak dengan karsinogen

membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dapat

mengubah jaringan dysplasia menjadi tumor ganas.

2.1.3.2. Fase Insitu

Berlangsung 5-10 tahun. Terjadi perubahan jaringan

menjadi lesi pre cancerous yang bisa ditemukan di serviks

uteri, rongga mulut, paru, saluran cerna, kulit, dan akhirnya

juga di payudara.

2.1.3.3. Fase Invasi

Berlangsung 1-5 tahun. Sel menjadi ganas, berkembang

biak dan menginfiltrasi melalui membrane sel jaringan

sekitarnya dan melalui pembuluh darah serta saluran limfa.

2.1.3.4. Fase Desiminasi

Berlangsung 1-5 tahun. Terjadi penyebaran ke tempat lain.

2.1.4. Faktor-Faktor Pemicu Kanker

Menurut Ariani 2015, riset mengungkapkan bahwa kanker

disebabkan oleh terganggunya siklus sel akibat mutase dari gen-gen

yang mengatur pertumbuhan. Mutase dari beberapa gen tersebut

terjadi karena diinduksi oleh suatu mutagen, seperti bahan kimia,

radiasi, radikal bebas maupun infeksi dari beberapa jenis virus

(kelompok oncovirus).

20

Namun demikian, biasanya penyebab kanker tidak dapat diketahui

secara pasti. Akan tetapi, ada beberapa factor yang diduga

meningkatkan resiko terjadinya kanker, yaitu :

2.1.4.1. Lingkungan

Beberapa kegiatan tanpa disadari mengundang resiko

tumbuhnya kanker :

a. Merokok dapat meningkatkan resiko kanker paru,

kanker mulut, kanker laring (pita suara), dan kanker

kandung kemih.

b. Sinar ultraviolet dari matahari

c. Radiasi ionisasi dalam sinar rontgen

2.1.4.2. Makanan

Beberapa jenis makanan yang bisa menyebaabkan kanker

a. Makanan yang diasap dan diasamkan (dalam bentuk

acar) meningkatkan resiko terjadinya kanker lambung.

b. Minuman yang mengandung alcohol menyebabkan

resiko lebih tinggi terhadap kanker kerongkongan

c. Zat pewarna makanan

d. Logam berat seperti merkuri yang sering terdapat pada

makanan laut yang tercemar seperti : kerang, ikan, dan

sebagainya

e. Berbagai makanan yang diproses secara berlebihan.

2.1.4.3. Infeksi

21

a. Parasit Schistosoma (bilharzia) dapat menyebabkan

kanker kandung kemih karena terjadinya iritasi

menahun pada kandung kemih. Namun, penyebab

iritasi menahun lainnya tidak menyebabkan kanker

b. Infeksi oleh Clonorchis yang menyebabkan kanker

pancreas dan saluran empedu

c. Helicobacter Pylori adalah bakteri yang dicurigai

penyebab kanker lambung, dan diduga bakteri ini

menyebabkan cidera dan peradangan lambung kronis

sehingga terjadi peningkatan kecepatan siklus sel.

2.1.4.4. Gangguan Keseimbangan Hormon

Ada kecendrungan bahwa kelebihan hormon estrogen dan

kekurangan progesteron menyebabkan meningkatnya

resiko kanker payudara, kanker leher Rahim, kanker Rahim,

kanker prostat dan kanker buah zakar pada laki-laki. Hal itu

terjadi karena hormon estrogen berfungsi merangsang

pertumbuhan sel yang cenderung mendorong terjadinya

kanker, sedangkan progesterone melindungi terjadinya

pertumbuhan sel yang berlebihan. Perempuan yang

menstruasi memiliki kadar estrogen yang tinggi, maka

perempuan yang mengalami menstruasi dini dan mencapai

menopause lambat memiliki resiko terbentuk kanker

payudara lebih tinggi.

22

2.1.4.5. Psikis

Stres, dendam, kebencian yang mendalam, dan sakit hati

dapat menyebabkan atau menyebabkan atau memperberat

kanker. Gangguan emosi ini menyebabkan gangguan

keseimbangan seluler tubuh. Keadaan tegang yang terus-

menerus mampu memengaruhi sel. Akibatnya, sel menjadi

hiperaktif dan berubah sifat menjadi ganas sehingga

menimbulkan kanker.

2.1.4.6. Radikal bebas

a. Radikal bebas yang terbentuk sebagai produk

sampingan dari proses metabolisme

b. Radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh dalam

bentuk racun-racun kimiawi dari makanan, minuman,

udara yang terpolusi, dan sinar ultraviolet dari matahari

c. Radikal bebas yag terproduksi pada waktu kita makan

berlebihan maupun dalam keadaan stres berlebihan,

baik stres secara fisik, psikologis, maupun biologis.

Selain tersebut diatas Menurut Ghofar 2015 ada faktor-faktor lain

yang dapat menyebabkan timbulnya kanker, yaitu :

2.1.4.7. Usia

23

Kebanyakan kanker menyerang orang yang berumur diatas

60 tahun. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang jauh lebih

muda, bahkan anak-anak balita yang juga terkena kanker.

2.1.4.8. Riwayat Keluarga

Adakalanya gen pembawa sifat ini kemudian diturunkan

kepada anak, yang membuat anak tersebut memiliki gen

yang tidak normal. Sekalipun demikian, gen tidak normal ini

belum tentu berkembang menjadi kanker karena masih

tergantung ada tidaknya pemicu-pemicu lain dan kuat

tidaknya daya tahan tubuh. Tidak semua jenis kanker dapat

diturunkan, hanya kanker dengan jenis tertentu yang

memiliki kecendrungan diturunkan, yakni melanoma

(kanker kulit), kanker payudara, kanker kandungan, kanker

prostat, dan kanker usus besar.

2.1.5. Gejala Kanker

Menurut Ariani 2015, menjelaskan Kanker bisa menekan pembuluh

darah, menutup aliran darah dan daerah dengan banyak ruang,

seperti pada dinding usus besar. Jika kanker menyebar ke bagian

tubuh lainnya. Efek local yang sama pada iritasi dan tekanan terjadi

dengan cepat, terjadi di lokasi yang baru.

2.1.5.1. Rasa Nyeri

Pada awal tumbuh, kanker tidak menimbulkan rasa nyeri.

Namun seiring pertumbuhannya, rasa tidak nyaman

24

perlahan-lahan muncul, hal itu disebabkan oleh tekanan dari

kanker ke dalam saraf dan struktur lain.

2.1.5.2. Pendarahan

Kanker menimbulkan pendarahan karena pembuluh darah

dalam tubuh menjadi rapuh. Pada tahap awal kanker,

pendarahan ringan kemungkinan tidak dapat terdeteksi atau

dapat terdeteksi melalui tes. Pada tahap lanjut, pendarahan

kemungkinan lebih dan semakin parah atau besar sehingga

dapat mengancam nyawa.

2.1.5.3. Kehilangan Berat Badan dan Lelah

Penderita kanker akan kehilangan berat badannya seiring

bertambah parah kanker tersebut. Selain itu, penderita

kanker sering kali sangat letih dan tidur berjam-jam

seharian

2.1.5.4. Depresi

Depresi yang timbul tidak lain melainkan dari wujud rasa

ketakutan pada sekarat.

2.1.5.5. Gejala Neurologis dan Muskular

Ketika kanker berkembang di dalam otak, gejala

kemungkinan menunjukkan gejala dengan tepat, tegas

tetapi bisa pusing, pening, sakit kepala, mual dan perubahan

pada penglihatan.

2.1.5.6. Gejala-gejala Pernapasan

25

Kanker dapat menekan saluran pernapasan sehingga

menyebabkan kesulitan bernapas, batuk atau pneumonia.

Kesulitan bernapas ini bisa disebabkan oleh pendarahan ke

dalam paru-paru.

2.1.6. Komplikasi Kanker

Menurut Ariani 2015, ada beberapa komplikasi penyakit kanker,

sebagai berikut :

2.1.6.1. Cardiac Tamponade

Terjadi ketika cairan menumpuk di dalam struktur seperti

kantong yang mengelilingi jantung (pericardium atau

kantong pericardial). Cairan ini membuat tekanan pada

jantung dan mengganggu kemampuan untuk memopa

darah. Cairan bisa menumpuk ketika kanker menyerang

pericardium dan mengiritasinya.

2.1.6.2. Pleural effusion

Terjadi ketika cairan menumpuk di dalam struktur seperti

kantong di sekitar paru-paru (kantong pleural),

menyebabkan napas yang pendek.

2.1.6.3. Superior vena Cava Syndrome

Terjadi ketika sebagian kanker atau seluruhnya menyumbat

pembuluh (pembuluh cava superior) yang mengeringkan

darah dari bagian atas pembuluh cava superior,

menyebabkan pembuluh di bagian atas dada dan leher

26

menjadi bengkak, mengakibatkan pembengkakan pada

wajah, leher, dan bagian atas dada.

2.1.6.4. Spinal Cord Compression

Terjadi ketika kanker menekan tulang belakang atau saraf

tulang belakang mengakibatkan rasa sakit dan kehilangan

fungsi (seperti berkamih atau fecal incontinence).

2.1.6.5. Braind Dysfunction

Terjadi ketika fungsi otak tidak normal mengakibatkan

kanker berkembang di dalamnya, baik kanker otak primer

ataupun lainnya. Kebanykan gejala yang berbeda bisa

terjadi termasuk pusing, mengantuk, agitasi, sakit kepala,

penglihatan tidak normal, sensasi tidak normal, lemah,

mual, muntah, dan kejang.

2.1.6.6. Pendarahan

Terjadi ketika kanker berkembang ke dalam dan mengikis

pembuluh darah di sekitarnya. Pendarahan bisa terjadi dari

kanker pada daerah yang mengandung banyak pembuluh

darah besar, seperti leher dan dada.

2.2. Kemoterapi

Kemoterapi atau disebut juga dengan istilah “kemo” adalah Salah satu

program pengobatan yang harus dijalankan oleh pasien kanker. Dalam

pelaksanaannya, kemoterapi menggunakan obat-obatan sitostatika.

27

Sitostatika adalah kelompok obat (bersifat sitotoksik) yang digunakan untuk

menghambat pertumbuhan sel kanker. Kelemahan utama obat kemoterapi

adalah adanya kerusakan baik pada sel-sel kanker maupun pada sel-sel yang

normal. Apabila kemoterapi diberikan dalam dosis dan interval waktu yang

tepat, maka sel-sel normal akan sembuh. Pengobatan kanker dengan

kemoterapi memberikan efek samping berat seperti rambut rontok,

hemoglobin, trombosit, dan sel darah putih berkurang, tubuh lemah, merasa

lelah, sesak napas, mudah mengalami perdarahan, mudah terinfeksi, kulit

membiru/menghitam, kering, serta gatal, mulut dan tenggorokan terasa kering

dan masih banyak lagi keluhan fisik yang dirasakan sebagai efek dari

kemoterapi. sehingga sebelum mendapatkan kemoterapi, pasien harus

menjalani beberapa pemeriksaan diantaranya pemeriksaan darah lengkap, test

fungsi liver dan lain-lain (Usolin N.D, dkk., 2016).

2.2.1. Program Kemoterapi

2.2.1.1. Kemoterapi primer, yaitu kemoterapi yang diberikan sebelum

tindakan medis lainnya, seperti operasi atau radiasi.

2.2.1.2. Kemoterapi Adjuvant, yaitu kemoterapi yang diberikan

sesudah tindakan operasi atau radiasi. Tindakan ini ditujukan

untuk menghancurkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau

metastasis kecil.

2.2.1.3. Kemoterapi neoadjuvant, yaitu kemoterapi yang diberikan

sebelum tindakan operasi yang kemudian dilanjutkan kembali

dengan kemoterapi. Tindakan ini ditujukan untuk mengecilkan

28

ukuran massa kanker yang dapat mempermudah saat

dilakukan tindakan operasi.

Program kemoterapi yang harus dijalani oleh pasien kanker tidak

diberikan dalam satu kali, tetapi diberikan secara berulang selama

enam kali siklus pengobatan dan jarak waktu antar siklus tersebut

selama 21 hari. Pasien akan memasuki waktu istirahat diantara

siklus untuk memberikan kesempatan pemulihan pada sel-sel yang

sehat. Akan tetapi frekuensi dan durasi pengobatan bergantung

beberapa faktor seperti jenis dan stadium kanker, kondisi kesehatan

pasien dan jenis rajimen kemoterapi yang diresepkan (Firmana,

2017).

Terdapat beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum dana

tau sesudaah pasien menjalani kemoterapi diantaranya sebagai

berikut:

2.2.1.1.Pemeriksaan darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis,

dan trombosit

2.2.1.2. Pemeriksaan fungsi hepar (SGOT, SGPT, alkali fosfat dan

bilirubin)

2.2.1.3. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum, kreatinin, dan creatinine

clearance test jika ada peningkatan serum kreatinin)

2.2.1.4. Pemeriksaan Audiogram (terutama jika pasiena diberikan

obat kemoterapi cisplatin)

29

2.2.1.5. Elecrocardiography ( terutama jika pasien diberikan obat

kemoterapi adriamisin atau epirubicin)

2.2.2. Jenis-Jenis Obat Kemoterapi

Menurut Firmana 2017 jenis-jenis obat kemoterapi adalah sebagai

berikut:

2.2.2.1. Obat Kemoterapi Intravena (IV)

Obat yang diberikan secara intravena (IV) terdiri atas

beberapa golongan, yaitu sebagai berikut :

a. Alkylating agents, contoh cyclophosphamide,

ifosfamide, dan dacarbazine.

b. Platinum compounds, contoh cisplatin

c. Antibiotic antharacylines, contoh doxorubicin,

idarubicin, dan adramycin

d. Antimetabolites, contoh 5-Fluorouracil (5-FU)

Golongan obat-obatan diatas pada umumnya diberikan

dalam bentuk rejimen multidose yang tidak hanya diberikan

dengan dosis tunggal. Hal ini dikarenakan dari setiap

golongan obat tersebut memiliki mekanisme kerja yang

berbeda dalam mempengaruhi sel kanker, sehingga

diharapkan dapat mencapai hasil terapi yang optimal.

2.2.2.2. Obat Kemoterapi Intraarteri (IA)

Kemoterapi intra-arteri (IAC) merupakan metode

pemberian obat kemoterapi langsung ke jaringan kanker

30

melalui pembuluh darah arteri dengan menggunakan kateter

dan system pencitraan X-ray untuk melihat arteri. Metode

IAC ini efektif, baik sebagai pengobatan primer atau

sekunder (setelah radiasi atau kemoterapi IV).

2.2.2.3. Obat Kemoterapi Per Oral (OP)

Obat kemoterapi oral dapat memberikan keuntungan

tersendiri bagi pasien diantaranya sebagai berikut :

a. Kemungkinan pasien yang menjalani program

kemoterapi oral dapat kembali bekerja lebih cepat

dibandingkan dengan pasien yang menerima

pengobatan kanker tradisional (pemberian obat

kemoterapi secara IV)

b. Tidak memerlukan akses IV, sehingga pasien dapat

merasa lebih nyaman dan terhindar dari komplikasi

infus, pembekuan darah, serta infeksi.

c. Pengeluaran biaya pengobatan dan biaya perjalanan ke

rumah sakit yang lebih sedikit.

d. Kemungkinan memiliki efek samping yang lebih ringan

dibandingkan dengan terapi IV.

2.2.2.4. Obat Kemoterapi Intratekal (IT)

Kemoterapi Intratekal (IT) merupakan komponen penting

dari profilaksis atau pengobatan keganasan hematologi

dalam system saraf pusat (SSP), terutama pada pasien

31

dengan leukemia limfoblastik akut dan limfoma agresif.

Rejimen yang berbeda dari kemoterapi IT telah

dirumuskan, sering bersamaan dengan kemoterapi dosis

tinggi sistemik yang mengarah ke penetrasi obat ke dalam

cairan serebrospinal (CSF). Ketiga obat IT yang paling

umum digunakan adalah methotrexate (MTX), sitosin

arabinoside (Ara-C), dan kortikosteroid.

2.2.2.5. Obat Kemoterapi Intraperitoneal/ Pleural (IP)

Kemoterapi intraperitoneal (IP) dapat digunakan dalam

pengobatan beberapa kanker yng tumbuh di daerah

abdomen atau organ pencernaan (seperti lambung dan

apendiks/usus buntu) dan ovarium. Kemoterapi ini

langsung diberikan melalui ruang peritoneum, yaitu

membrane (jaringan tipis) yang melapisi rongga abdomen

dan mengelilingi organ-organ yang berada di dalam

abdomen. Ada dua tipe kemoterapi IP, yaitu tipe pertama

diinfuskn melalui port yang ditanam di abdomen dan tipe

kedua yang disebut sebagai hyperthermic intraperitoneal

chemotherapy (HIPEC), diberikan setelah tindakan operasi

pengangkatan jaringan tumor di ruang operasi. Namun,

kemoterapi IP akan lebih efektif terhadap tumor yang

berukuran kurang dari 1 cm, karena kemoterapi IP ini tidak

32

mampu menembus tumor yang ukurannya lebih besar dari

1 cm.

2.2.2.6. Obat Kemoterapi Intramuscular (IM)

Obat kemoterapi IM akan diserap ke dalam darah lebih

lambat dari kemoterapi IV, sehingga efek kemoterapi IM

dapat berlangsung lama dari kemoterapi IV. Kemoterapi IM

ini dapat diberikan pada pasien setiap hari, satu kali per

minggu, atau dua kali dalam sebulan. Lamanya waktu

pemberian kemotrapi IM dapat dipengaruhi oleh jenis

kanker dan jumlah obat yang diberikan pada pasien dapat

lebih dari satu jenis obat pada suatu waktu.

2.2.2.7. Obat Kemoterapi Subcutan (SC)

Obat kemoterapi subkutan (SC) diberikn dengan cara

injeksi di bawah kulit, kemoterapi SC ini dapat diberikan

pada pasien yang memiliki akses vena yang mudah

pecah/rapuh dan menjalani rawat jalan. Efek obat

kemoterapi yang diberikan secara SC lebih lama jika

dibandingkan dengan pemberian kemoterapi IV, karena

lambatnya dalam proses penyerapan obat. Obat kemoterapi

yang digunakan pada kemoterapi SC diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. MTX dosis rendah (20-30 mg), dapat diberikan pada

kasus leukemia limfoblastik akut.

33

b. Cytarabine atau cytosine arabinoside

c. Cladibine

d. Bortezomib, dll

2.2.3. Mekanisme Kemoterapi

Golongan obat alkylating agent, anthracycline, dan platinum

compounds bekerja mengikat atau merusak DNA tidak dapat

melakukan transkripsi dan replikasi yang dapat mempengaruhi

perkembangan sel kanker. Golongan obat ini bekerja dalam setiap

fase pada siklus sel. Obat golongan antimetabolite bekerja dengan

menghambat sintesis DNA yang menyebabkan kerusakan pada sel-

sel kanker selama fase S (siklus sel), sehingga sel kanker tidak dapat

berkembang.

Kemudian obat golongan topoisomerase-inhibitor, vinca alkaloid,

dan taxanes bekerja dengan cara menghentikan proses mitos dalam

reproduksi sel. Golongan obat ini bekerja selama fase M, tetapi

dapat merusak sel pada semua fase dalam siklus sel. Sementara obat

golongan enzim memiliki kinerja dalam memberikan hambatan pada

sintesis protein, sehingga terjadi hambatan pada sintesis DNA dan

RNA yang berpengaruh terhadap perkembangan sel kanker

(Firmana, 2017)

2.2.4. Efek Samping Kemoterapi

Kemoterapi bukannya tanpa efek samping. Pasien yang menjalani

kemoterapi baik per IV di rumah sakit maupun OP secara mandiri di

34

rumah keduanya memiliki resiko terhadap efek dan ketidakpatuhan

dalam menjalani pengobatan. Ada beberapa efek samping yang

membuat banyak pasien kanker mengurungkan diri untuk

melakukan keoterapi. Beberapa pasien pada akhirnya menolak dan

memilih pengobtan alternatif yang tidak melibatkan medis

(Firmana, 2017)

Dalam buku Keperawatan Kemoterapi Firmana 2017 menyebutkan

efek kemoterapi tidak hanya menghancurkan sel kanker, tetapi sel-

sel sehatpun ikut terbasmi. Hal ini dikarenakan obat kemoterapi

tidak dapat membedakan antara sel kanker dan sel sehat. Dengan

demikian, kemoterapi dapat mengakibatkan terjadinya efek

samping, diantaranya sebagai berikut:

2.2.4.1. Kerontokan Rambut (Alopesia)

Kerontokan rambut merupakan salah satu konsekuensi

bagi pasien yang menjalani kemoterapi. Diketahui bahwa

obat kemoterapi tidak mampu membedakan se

sehat/normal dengan sel yang berbahaya (kanker),

sehingga sel-sel folikel rambut ikut hancur dan terjadinya

kerontokan.

2.2.4.2. Mual dan Muntah (CINV)

Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV)

disebabkan oleh adanya rangsangan zat obat kemoterapi

dan hasil metabolitnya terhadap pusat mual dan muntah,

35

yaitu vomiting center yang terdapat dimedula oblongata

dan chemoreceptor trigger zone (CTZ) yang terdapat

diarea postrema (AP) batas belakang ventrikel keempat

melalui serabut saraf aferen. Selanjutnya rangsangan

direspon melalui serabut saraf eferen di nervus vagus dan

secara bersamaan pusat muntah memberikan stimulus

reflex otonom dan reflex simpatis yang menyertai mual

dan muntah, yaitu berupa kontraksi otot abdomen dan

diafragma, gerakan balik peristaltic usus, vasokontraksi,

takikardi, dan diaphoresis. Proses ini melibatkan beberapa

neurotransmitter dan kemoreseptor.

Menurut Hesketh (2008) dan Grunberg (2004), CINV

dikategorikan menjadi tiga berdasarkan pada waktu

terjadinya, yaitu sebagai berikut:

a. Acute

Mual muntah yang terjadi dalam 1 sampai 24 jam

pertama pasca pemberian kemoterapi dan berakhir

dalam waktu 24 jam.

b. Delayed

Mual muntah yang muncul minimal 24 jam pertama

hingga lima hari pasca kemoterapi.

c. Anticipatory

36

Mual muntah yang muncul sebelum 12 jam dimulainya

kemoterapi selanjutnya

2.2.4.3. Mulut Kering, Sariawan (Stomatitis) dan Sakit

Tenggorokan

Stomatitis atau mukositis adalah peradangan mukosa mulit

dan merupakan komplikasi utama pada kemoterapi kanker.

Tanda dini stomatitis adalah eritema dan edema yang dapat

berkembang menjadi ulkus nyeri yang menetap dalam

beberapa hari sampai seminggu atau lebih. Eritematosa

mukosit biasanya muncul 7 sampai 10 hari setelah

memulai terapi kanker dosis tinggi. (Firmana, 2017)

2.2.4.4. Diare (Chemotherapy-Induced Diarrhea)

Fungsi normal dalam gastrointestinal track (GIT) adalah

keseimbangan antara metabolism, sekresi, asupan oral, dan

penyerapan cairan. Fungsi utama dari usus kecil adalah

pencernaan. Permukaan luminal diatur dalam kriptus, vili,

dan enzim yang membantu dalam pencernaan,

metabolism, dan penyerapan.

Kemoterapi mempengaruhi daya serap dan adanya

peningkatan zat terlarut dalam lumen usus. Hal ini

menyebabkan pergeseran osmotik air ke lumen, sehingga

terjadinya diare. Sebuah gangguan pada epitel usus juga

dapat menyebabkan diare eksudatif yang dihasilkan dari

37

kebocoran elektrolit, lender, protein dan sel-sel darah

merah dan putih ke dalam lumen usus (Firmana, 2017)

2.2.4.5. Pansitopenia

Beberapa jenis obat kemoterapi dapat memberikan

toksisitas pada jaringan atau organ lainnya. Salah satu efek

dari toksisitas yang banyak ditemukan adalah

pansitopenia. Salah satu golongan obat antikanker yang

menyebabkan efek tersebut adlah alkylating. Golongan

obat ini mempengaruhi kinerja sumsum tulang (supresi

sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya penurunan

produksi sel darah puti, sel darah merah dan trombosit).

(Firmana, 2017)

2.2.4.6. Konstipasi

Obat kemoterapi dapat menyebabkan konstipasi, terutama

obat kemoterapi golongan vinca-alkaloid yang dapat

mempengaruhi suplai saraf ke usus. Kondisi konstipasi ini

akan semakin memburuk jika mengonsumsi obat analgesic

secaar bersamaaan, dikarenkan obat analgesic juga dapat

memberikan efek samping konstipasi.

Konstipasi yangbterjadi pada pasien juga dapat disebbkan

oleh kanker yang menekan pada saraf di sumsum tulang

belakang. Penekanan tersebut dapat memperlambat atau

menghentikan gerakaan usus dan menyebabkan konstipasi.

38

Kanker atau tumor dia abdomen dapat menyumbat,

memeras, atau mempersempit usus sehingga berpengaruh

pada gerakan usus. Selain itu, tumor yang tumbuh pada

lapisan usus dapat mempengaruhi pasokan saraf ke otot

dan menyebabkan konstipasi. (Firmana, 2017)

2.3. Konsep Tidur

2.3.1. Pengertian Tidur

Secara fisiologis, tidur merupakan proses fisiologis seseorang yang

bersiklus secara bergantian dengan periode yang lebih lama dari

keterjagaan (Potter et al., 2016). Tidur juga dapat dikatakan sebuah

keadaan perubahan kesadaran dengan minimnya aktivitas tetapi

masih dapat dibangunkan (Berman et al., 2011) dalam (syamsul &

Evy 2018).

Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat,

saraf perifer, endoktrin, kardiovaskular, respirasi dan

muskuluskeletal. Pengaturan dan control tidur tergantung dari

hubungan antara dua mekanisme serebral yang secara bergantian

mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun.

Reticular activating system (RAS) di batang otak bagian atas

diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam mempertahankan

kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual,

auditori, nyeri, dan sensori raba. Selain itu, juga menerima stimulus

39

dari korteks serebri (emosi dan proses piker) (Tarwoto, Wartonah

2015).

Pada keadaan sadar, neuron-neuron dalam RAS melepaskan

ketakolamin, misalnya neropinefrin. Saat tidur disebabkan oleh

pelepasan serum serotonin dari sel-sel sfesifik di spons dan batang

otak tengah yaitu bulbar synchronizing regional (BSR). Bangun dan

tidurnya seseorang tergantung dari keseimbangan impuls yang

diterima dari pusat otak, reseptor sensorik perifer misalnya bunyi,

stimulus cahaya, dan system limbik seperti emosi (Tarwoto,

Wartonah 2015).

2.3.2. Pengertian Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu perasaan kepuasan seseorang terhadap

tidur sendiri, sehingga seseorang tersebut tidak mengeluhkan

perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,

kehitaman di sekitar kantung mata, kelopak mata bengkak,

konjungtiva merah, mata terasa perih, konsentrasi menurun, sakit

kepala dan sering menguap atau mengantuk yang bukan pada

waktunya. Tidur dikatakan berkualitas apabila seseorang tersebut

(Buysse et al., 2008, Ohayon et al., 2017) dalam (syamsul & Evy

2018)

a. Menilai kualitas tidur sendiri sangat baik,

b. Dapat tertidur ≤15 menit atau dalam waktu 30 menit,

c. Memiliki jumlah jam tidur >7 jam per malam,

40

d. Dapat tertidur lebih lama saat di tempat tidur sekurang-

kurangnya 85% dari waktu total tidur,

e. Terbangun dari tidur tidak lebih dari sekali per malam,

f. Tidak ada gangguan tidur selama satu bulan terakhir,

g. Dapat tertidur tanpa menggunakan obat-obatan tidur,

h. Tidak ada tanda-tanda disfungsi dalam kegiatan aktivitas

sehari-hari.

2.3.3. Komponen Kualitas Tidur

Adapun komponen-kompen dari kuliatas tidur terdiri sebagai

berikut (Buysse et al., 1989b) dalam (syamsul & Evy 2018)

a. Kualitas tidur subjektif

Kualitas tidur subjektif merupakan penilaian seseorang terhadap

tidurnya apakah tidurnya sangat baik atau sangat buruk.

b. Latensi tidur

Durasi mulai dari berangkat tidur hingga tertidur disebut dengan

latensi tidur. Apabila seseorang dengan kualitas tidur baik

menghabiskan waktu kurang dari atau sama dengan 15 menit

untuk dapat memasuki tahap tidur selanjutnya secara lengkap.

c. Durasi tidur

Durasi tidur terhitung dari waktu seseorang tidur sampai

terbangun di pagi hari tanpa menyebutkan terbangun pada

tengah malam. Durasi tidur pada orang dewasa rata-rata 7 jam

41

setiap malam dan hal tersebut dapat dikatakan memiliki kualitas

tidur yang baik.

d. Efisiensi kebiasaan tidur

Efisiensi kebiasaan tidur adalah rasio persentase antara jumlah

total jam tidur dibagi dengan jumlah jam yang dihabiskan di

tempat tidur.

e. Gangguan tidur

Gangguan tidur merupakan berubahnya kondisi pola tidur-

bangun seseorang dari kondisi pola kebiasaannya. Hal tersebut

menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas tidur

seseorang.

f. Penggunaan obat-obatan

Obat-obatan mempunyai efek terhadap terganggunya tidur pada

tahap REM. Contohnya obat hipnotik mengganggu untuk

mencapai tahap tidur yang lebih dalam (Potter & Perry, 2005).

g. Disfungsi aktivitas sehari-hari

Apabila kualitas tidur seseorang itu buruk, maka seseorang itu

akan menunjukkan keadaan mengantuk ketika beraktivitas di

siang hari, kurang antusias atau perhatian, tidur sepanjang siang,

kelelahan, depresi, mudah mengalami distres, dan penurunan

kemampuan beraktivitas.

2.3.4. Tahapan Tidur

42

Dalam buku Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan

Tarwoto, Wartonah 2015 mengatakan Normalnya, tidur dibagi

menjadi dua yaitu nonrapid eye movement (NREM) dan rapid eye

movement (REM). Masa NREM seseorang terbagi menjadi empat

tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur.

Sementara itu, tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira 90

menit sebelum tidur berakhir.

2.3.4.1. Tahapan Tidur NREM

a. NREM tahap I :

1) Tingkat transisi

2) Merespon cahaya

3) Berlangsung beberapa menit

4) Mudah terbangun dengan rangsangan

5) Aktivitas fisik, tanda vital, dan metabolism

menurun

6) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.

b. NREM tahap II :

1) Periode suara tidur

2) Mulai relaksasi otot

3) Berlangsung 10-20 menit

4) Fungsi tubuh berlangsung lambat

5) Dapat dibangunkan dengan mudah.

c. NREM tahap III :

43

1) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak

2) Sulit dibangunkan

3) Relaksasi otot menyeluruh

4) Tekanan darah menurun

5) Berlangsung 15-30 menit.

d. NREM tahap IV

1) Tidur nyenyak

2) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif

3) Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun

4) Sekresi lambung menurun

5) Gerak bola mata cepat

2.3.4.2. Tahapan tidur REM

a. Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur

NREM

b. Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari

tidur malamnya.

c. Jika individu terbangun dari tidur REM, maka

biasanya terjadi mimpi

d. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental,

emosi, juga berperan dalam belajar, memori dan

adaptasi.

2.3.5. Pola Tidur Normal

44

Dalam buku Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan

Tarwoto, Wartonah 2015 menjelaskan pola tidur manusia sesuai

tingkat usia adalah sebagai berikut:

2.3.5.1. Neonates sampai dengan 3 bulan

a. Membutuhkan 16 jam/hari

b. Mudah berespon terhadap stimulus

c. Pada minggu pertama kelahiran 50% adalah tahap

REM

2.3.5.2. Bayi

a. Pada malam hari kira-kira tidur 8-10 jam

b. Usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira 14

jam/hari

c. Tahap REM 20-30%

2.3.5.3. Toddler

a. Tidur 10-12 jam/hari

b. Tahap REM 20-30%

2.3.5.4. Prasekolah

a. Tidur 11 jam pada malam hari

b. Tahap REM 20%

2.3.5.5. Usia Sekolah

a. Tidur 10 jam pada malam hari

b. Tahap REM 18,5%

2.3.5.6. Usia Remaja

45

a. Tidur 8,5 jam pada malam hari

b. Tahap REM 20%

2.3.5.7. Usia Dewasa Muda

a. Tidur 7-9 jam/hari

b. Tahap REM 20-25%

2.3.5.8. Usia Dewasa Pertengahan

a. Tidur kurang lebih 7 jam/hari

b. Tahap RE 20%

2.3.5.9. Usia Tua

a. Tidur kurang lebih 6 jam/hari

b. Tahap REM 20-25%

c. Tahap NREM IV menurun dan kadang-kadang absen

d. Sering terbangun pada malam hari

Faktor- faktor yang mempengaruhi tidur menurut Tarwoto,

Wartonah 2015 adalah sebagai berikut :

2.3.5.1. Penykit

Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur

lebih banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit

menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur.

2.3.5.2. Lingkungan

Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan

nyaman, kemudian terjadi perubahan suasana, maka akan

menghambat tidurnya.

46

2.3.5.3. Motivasi

Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat

menimbulkan keinginan untuk tetap bangun dan waspada

menahan kantuk.

2.3.5.4. Kelelahan

Kelelahan dapat memperpendek periode pertama pada

tahap REM.

2.3.5.5. Kecemasan

Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan

saraf simpatis sehingga mengganggu tidurnya.

2.3.5.6. Alkohol

Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang

tahan minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan

lekas marah.

2.3.5.7. Obat-obatan

Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan

tidur adalah sebagai berikut :

a. Deuretik; menyebabkan insomnia

b. Antidepresan; menyupresi REM

c. Kafein; meningkatkan saraf simpatis

d. Beta-bloker; menimbulkan insomnia

e. Narkotika; menyupresi REM

2.3.6. Gangguan Kondisi Tidur

47

Menurut Tarwoto, Wartonah 2015 ada beberapa gangguan kondisi

tidur yaitu :

2.3.6.1. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh secara

cukup kualitas dan kuantitas tidur. Tiga macam insomnia,

yaitu:

a. Insomnia Inisial (initial insomnia) adalah adanya

ketidakmampuan untuk tidur.

b. Insomnia Intermiten (intermittent insomnia)

merupakan ketidakmampuan untuk tetap

mempertahankan tidur karena sering terbangun

c. Insomnia Terminal (terminal insomnia) adalah bangun

lebih awal, tetapi tidak pernah tertidur kembali.

Penyebab insomnia adalah ketidakmampuan fisik,

kecemasan, dan kebiasaan minum alkohol dalam jumlah

banyak.

2.3.6.2. Hipersomnia

Hipersomnia adalah berlebihan jam tidur pada malam hari,

lebih dari 9 jam, biasanya disebabkan oleh depresi,

kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit ginjal, hati, dan

metabolism.

2.3.6.3. Parasomnia

48

Parasomnia merupakan sekumpulan penyakit yang

mengganggu tidur anak, seperti samnohebalisme (tidur

sambal berjalan).

2.3.6.4. Narkolepsi

Narkolepsi adalah suatu keadaan atau kondisi yang ditandai

oleh keinginan yang tidak terkendali untuk tidur.

Gelombang otak penderita pada saat tidur sama dengan

orang yang sedang tidur normal, juga tidak terdapat gas

darah atau endoktrin.

2.3.6.5. Apnea Tidur dan Mendengkur

Mendengkur bukan dianggap sebagai suatu gangguan tidur,

namun bila disertai apnea maka dapat menjadi maslah.

Mendengkur disebabkan oleh adanya rintangan

pengeluaran udara di hidung dan mulut, misalnya amandel,

adenoid, otot-otot di belakang mulut mengendor dan

bergetar. Periode apnea berlangsung selama 10 detik

sampai 3 menit.

2.3.6.6. Mengigau

Hamper semua orang pernah mengigau. Hal itu terjadi

sebelum tidur REM.

Dalam sebuah artikel tentang Sleep Problems (Insomnia) in the

Cancer Patient 2018 menyatakan Insomnia dapat muncul sebagai

kesulitan tidur, beberapa kali terjaga di malam hari, atau bangun di

49

pagi hari dengan ketidakmampuan untuk kembali tidur. Pasien

mungkin memiliki satu atau semua keluhan ini, tetapi mereka harus

memenuhi kriteria khusus agar dapat diklasifikasikan sebagai

sindrom insomnia sebagaimana didefinisikan oleh Klasifikasi

Internasional Gangguan Tidur. Kriteria ini adalah: kesulitan tidur

yang ditandai dengan (atau keduanya) 30 menit atau lebih untuk

tertidur, atau lebih dari 30 menit waktu malam terbangun, dengan

rasio total waktu tidur dengan waktu yang dihabiskan di tempat tidur

kurang dari 85%. Gangguan tidur harus terjadi setidaknya 3 malam

per minggu, dan menyebabkan gangguan signifikan pada siang hari

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Tidur pada Pasien

Kemoterapi

2.4.1. Stadium Kanker

Sistem Staging TNM adalah salah satu sistem staging yang paling

umum digunakan. Sistem ini dikembangkan dan dikelola oleh

American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan diadopsi oleh

Union for International Cancer Control (UICC). Sistem klasifikasi

TNM dikembangkan sebagai alat bagi dokter untuk melakukan

berbagai jenis kanker berdasarkan kriteria standar tertentu.

Sistem Staging TNM didasarkan pada luasnya tumor (T), luasnya

penyebaran ke kelenjar getah bening (N), dan adanya metastasis

(M).

50

2.4.1.1. Kategori T menggambarkan tumor asli (primer).

a. TX - Tumor primer tidak dapat dievaluasi

b. T0 - Tidak ada bukti tumor primer

c. Tis - Carcinoma in situ (kanker awal yang belum

menyebar ke jaringan tetangga)

d. T1 – T4 - Ukuran dan / atau luas tumor primer

2.4.1.2. Kategori N menjelaskan apakah kanker telah mencapai

kelenjar getah bening di dekatnya.

a. NX - Nodus limfa regional tidak dapat dievaluasi

b. TIDAK - Tidak ada keterlibatan kelenjar getah bening

regional (tidak ditemukan kanker di kelenjar getah

bening)

c. N1-N3 - Keterlibatan kelenjar getah bening regional

(jumlah dan / atau luas penyebaran)

2.4.1.3. Kategori M mengatakan apakah ada metastasis jauh

(penyebaran kanker ke bagian lain dari tubuh).

a. MO - Tidak ada metastasis jauh (kanker belum

menyebar ke bagian tubuh lain)

b. M1 - Metastasis jauh (kanker telah menyebar ke bagian

tubuh yang jauh)

51

Setiap jenis kanker memiliki sistem klasifikasi sendiri, sehingga

huruf dan angka tidak selalu berarti sama untuk setiap jenis kanker.

Setelah T, N, dan M ditentukan, mereka digabungkan, dan "Tahap"

keseluruhan I, II, III, IV ditugaskan. Kadang-kadang tahap-tahap ini

juga dibagi lagi, menggunakan huruf-huruf seperti IIIA dan IIIB.

Kanker tahap awal memasuki stadium satu yaitu kanker telah masuk

ke lapisan sekitarnya. Pada stadium dua, kanker menyebar ke

jaringan terdekat tetapi belum sampai ke kelenjar getah bening

(http://kanker.roche.co.id, diakses 14/09/14).

Tahap lanjut atau stadium lanjut apabila kanker memasuki stadium

tiga. Stadium tiga berarti kanker telah menyebar ke kelenjar getah

bening terdekat tetapi belum sampai ke organ tubuh yang letaknya

lebih jauh. Tahap akhir atau disebut stadium akhir apabila telah

masuk pada stadium empat. Stadium empat menunjukkan bahwa

kanker telah menyebar ke organ tubuh atau jaringan

lain(http://kanker.roche.co.id, diakses14/09/14).

Stadium kanker dibagi menjadi :

a. Stadium 0 : kanker in situ, dimana sel-sel kanker berada pada

tempatnya di dalam jaringan payudara normal.

52

b. Stadium I (stadium dini) : tumor dengan garis tengah 2-2,5 cm

dan belum menyebar pada kalenjar getah bening. Pada stadium

ini, kemungkinan sembuh adalah 70%

c. Stadium IIa : tumor dengan garis tengah 2-5 cm dan belum

menyebar ke kalenjar getah bening atau tumor dengan garis

tengah kurang dari 2 cm tetapi sudah menyebar ke kalenjar

getah bening.

d. Stadium IIb : tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm

dan belum menyebar ke kalenjar getah bening atau tumor

dengan garis tengah 2-5 cm tetapi sudah menyebar ke kalenjar

getah bening.

e. Stadium IIIa : tumor dengan garis tengah kurang dari 5 cm dan

sudah menyebar ke kalenjar getah bening disertai perlengketan

satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainnya, atau

tumor dengan garis tengah lebih dari 5 cm dan sudah menyebar

ke kalenjar getah bening.

f. Stadium IIIb : tumor telah menyusup keluar organ yang

diserang, yaitu ke dalam kulit atau telah menyebar ke kalenjar

getah bening di dalam organ lain. Pengobatan dilakukan

dengan penyinaran, kemoterapi dan pembedahan.

g. Stadium IIIc : sebagaimana stadium IIIb, tetapi telah menyebar

pada pembuluh getah bening dalam organ lain (kanker telah

53

menyebar lebih dari sepuluh titik di saluran getah bening

dibawah tulang selangka).

h. Stadium IV : tumor telah menyebar keluar daerah organ yang

diserang, misalnya ke hati, tulang, atau paru-paru. Pengobatan

dilakukan kemoterapi, kemudian dilanjutkan dengan radiasi

dan hormonal. Untuk stadium lanjut, setelah pengobatan

harapan hidup pasien hanya 4 tahun (Anonim, 2007).

Sebuah studi insomnia yang dilakukan Fiorentino. L, et al tahun

2007 menyatakan bahwa karakteristik klinis, dan faktor risiko

pada 300 pasien kanker payudara, menemukan bahwa faktor yang

terkait dengan risiko tinggi insomnia adalah cuti sakit,

pengangguran, janda, lumpectomy, kemoterapi, dan stadium

kanker saat diagnosis. Pada pasien dengan kanker stadium lanjut,

status kinerja yang lebih rendah, kecemasan, depresi, dan

kebingungan dilaporkan berhubungan dengan gangguan tidur.

Davidson et al. [10, Kelas III], dalam survei skala besar yang

disebutkan sebelumnya, menemukan bahwa faktor risiko terkait

insomnia termasuk kelelahan, usia, kaki gelisah, penggunaan obat

penenang / hipnosis, suasana hati buruk, mimpi, kekhawatiran,

dan operasi kanker baru-baru ini.

2.4.2. Program Kemoterapi

54

Penelitian yang dilakukan oleh Melia (2012) yang menyatakan

bahwa pemberian kemoterapi dengan frekuensi tertentu sesuai

dengan jenis obat kemoterapi dapat berdampak pada perubahan

status fungsional responden dikarenakan munculnya efek samping

dari pemberian kemoterapi tersebut dan ditemukan hubungan yang

kuat serta berbanding terbalik antara frekuensi kemoterapi dengan

status fungsional pasien kanker yang menjalani kemoterapi (Melia,

E.KD.A.2012) dalam (Setiawan,dkk 2018).

Berdasarkan hasil penelitian dan dari beberapa teori yang

menyebutkan bahwa frekuensi pemberian kemoterapi pada pasien

kanker payudara tidak sekedar diberikan satu kali saja, akan tetapi

diberikan secara berulang (siklus) yang berarti pasien menjalani

kemoterapi setiap satu siklus, dua siklus, tiga siklus dan seterusnya

artinya setiap siklus terdapat proses pengobatan dengan kemoterapi

beserta dengan masa pemulihan yang akan berlanjut dengan masa

pengobatan kembali dan seterusnya seperti itu sesuai dengan

protokol pengobatan kemoterapi yang telah ditentukan

(Tjokronegoro, A. 2006) dalam (Setiawan,dkk 2018).

Sel yang terpapar obat kemoterapi bisa saja tidak terjadi kematian

sel, karena sebelum sel mati, sel harus melewati beberapa fase

pembelahan, maka dari itu hanya beberapa sel yang mati akibat obat

yang diberikan pada frekuensi tertentu serta dosis kemoterapi yang

55

tetap diberikan secara berulang agar dapat mengurangi jumlah sel

kanker (Sudoyo, A. W. dkk. 2009) dalam (Setiawan,dkk 2018).

Semakin banyak frekuensi pemberian kemoterapi maka sel kanker

yang mengalami kerusakan dan kematian semakin banyak pula,

kerusakan tidak hanya terjadi pada sel kanker, setelah menjalani

beberapa periode satu sampai tiga minggu, sel sehat juga akan

mengalami kerusakan. Kerusakan pada sel sehat akan berefek pada

fungsi dan ketahanan tubuh, dimana akan terjadi suatu penurunan

dan hal ini akan terus berlanjut pada pemberian kemoterapi

berikutnya (Smeltzer & Bare. 2002) dalam (Setiawan,dkk 2018).

Pada pasien kanker yang menjalani program kemoterapi, insomnia

merupakan gangguan tidur yang umum terjadi. gangguan Gangguan

tidur dapat terjadi pada 33-50% pada pasien kanker. Gangguan

tersebut terjadi karena efek samping fisik yang ditimbulkan oleh

kanker serta pengobatannya (rasa panas, mual, dan nokturia),

lingkungan (suhu dan kebisingan ruangan), gaya hidup (pola makan,

olahraga, rutinitas tidur, kondisi emosional) Selain itu dampak

psikologis juga ditimbulkan seperti rasa tidak nyaman, cemas, takut,

serta meningkatkan resiko kecemasan dan depresi. (Hananta,dkk

2014).

Berlandasakan teori tersebut diatas, secara umum pasien pasien

kanker yang menjalani kemoterapi akan merasakan penurunan pada

fungsi fisik serta psikologisnya. Setiap perubahan dalam kesehatan

56

dapat menjadi stressor yang mempengaruhi pola tidur pasien

(Hananta,dkk 2014).

2.4.3. Onset Penyakit

Onset dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti serangan atau

permulaan. Dalam dunia kedokteran, kata onset sering digunakan

untuk menggambarkan waktu permulaan munculnya suatu penyakit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lisnawati, dkk 2014

gangguan tidur dapat disebabkan oleh gangguan arousal, sehingga

pasien akan sulit untuk masuk dalam fase tidur atau mudah

terbangun pada saat tertidur. Terdapat dua neurotransmitter penting

pada manusia yang mengatur pola tidur-bangun, yaitu histamin dan

GABA (gamma-aminobutyric acid). Pola tidur dapat terganggu

ketika pada malam hari tubuh terlalu banyak memproduksi histamin

dan tidak cukup memproduksi GABA, sehingga dapat menyebabkan

insomnia; namun pada siang hari, tubuh terlalu banyak

memproduksi GABA dan tidak cukup memproduksi histamin,

sehingga dapat menyebabkan kantuk yang berlebihan. Pada pasien

kanker diketahui sebanyak 48% menderita insomnia yang

dilaporkan terjadi pascadiagnosis (6 bulan pradiagnosis hingga 18

bulan pascadiagnosis).

Sebuah studi insomnia yang dilakukan Fiorentino. L, et al tahun

2007 menyatakan gangguan tidur mempengaruhi antara 30% hingga

75% dari pasien kanker yang baru didiagnosis atau baru dirawat,

57

tingkat yang telah dilaporkan dua kali lipat dari populasi umum.

Survei menunjukkan bahwa keluhan tidur pada pasien kanker terdiri

dari sulit tidur dan sulit tidur, dengan sering terbangun malam hari.

Pasien melaporkan keluhan ini baik sebelum pengobatan [6] dan

selama pengobatan [7, Kelas III]. Keluhan yang paling umum adalah

kesulitan tidur (40%), sulit tidur (63%), dan tidak merasa istirahat di

pagi hari (72%), Lebih jauh lagi, 19% pasien kanker dilaporkan

mengalami kesulitan tidur sebelum diagnosis kankernya.

58

2.5. Kerangka Konsep

2.1 Skema Kerangka Konsep

2.6. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis yang akan diajukan adalah ada hubungan antara faktor

stadium kanker, program kemoterapi, dan onset penyakit terhadap

gangguan kondisi tidur pasien kanker yang menjalani kemoterapi.

Faktor- faktor :

1. Stadium Kanker

2. Program

Kemoterapi

3. Onset penyakit

Kualitas Tidur

Pasien kanker yang

menjalani

kemoterapi 1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Pendidikan

4. pekerjaan

Tidak diteliti

Diteliti