bab 2 tinjauan pustaka 2.1 fisiologis olahraga tubuh

14
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologis Olahraga Tubuh manusia merupakan sesuatu mesin yang luar biasa di mana aktivitas tubuh yang terkoordinasi sempurna terjadi secara simultan. Peristiwa-peristiwa tubuh ini memungkinkan fungsi kompleks tubuh seperti mendengar, melihat, bernapas serta pengolahan informasi tanpa upaya kesadaran. Apabila seseorang melakukan aktivitas seperti berjalan, dia akan menggeser sistem tubuh dari keadaan istirahat kepada keadaan aktif. Jika aktivitas itu dilakukan beberapa kali, tubuhnya akan beradaptasi terhadap aktivitas tersebut. Aktivitas yang dilakukan tadi disebut „aktivitas fisik‟. Aktivitas fisik ini merupakan proses yang rumit dimana pelatih perlu mengawasi perubahan pada subjek setiap menit sewaktu aktivitas. Oleh itu, jika seseorang itu ingin menjadi atlet, dia perlu mempunyai tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi dibanding dengan populasi normal. ( Shetty, 2005) Perubahan fisiologis yang nyata dapat terjadi dalam tubuh kita apabila aktivitas fisik atau latihan olahraga yang berterusan dilakukan. Oleh karena itu, tanggapan tehadap latihan memiliki dua aspek analog dengan respon tubuh terhadap ligkungan stress. Salah satunya adalah respon jangka pendek iaitu serangan tunggal setelah sesekali olahraga ataupun dapat disebut latihan akut. Aspek kedua adalah respon jangka panjang iaitu setelah olahraga teratur yang mempermudahkan latihan berikutnya serta meningkatkan kinerjanya. Adaptasi terhadap latihan kronik ini disebut „training‟. (Willmore et al, 1999) Adaptasi terhadap latihan akut adalah respon terhadap latihan di mana efek terhadap pelatihan. (Willmore, 1994) Universitas Sumatera Utara

Upload: habao

Post on 30-Dec-2016

223 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologis Olahraga

Tubuh manusia merupakan sesuatu mesin yang luar biasa di mana aktivitas

tubuh yang terkoordinasi sempurna terjadi secara simultan. Peristiwa-peristiwa tubuh

ini memungkinkan fungsi kompleks tubuh seperti mendengar, melihat, bernapas serta

pengolahan informasi tanpa upaya kesadaran. Apabila seseorang melakukan aktivitas

seperti berjalan, dia akan menggeser sistem tubuh dari keadaan istirahat kepada

keadaan aktif. Jika aktivitas itu dilakukan beberapa kali, tubuhnya akan beradaptasi

terhadap aktivitas tersebut. Aktivitas yang dilakukan tadi disebut „aktivitas fisik‟.

Aktivitas fisik ini merupakan proses yang rumit dimana pelatih perlu mengawasi

perubahan pada subjek setiap menit sewaktu aktivitas. Oleh itu, jika seseorang itu

ingin menjadi atlet, dia perlu mempunyai tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi

dibanding dengan populasi normal. ( Shetty, 2005)

Perubahan fisiologis yang nyata dapat terjadi dalam tubuh kita apabila aktivitas

fisik atau latihan olahraga yang berterusan dilakukan. Oleh karena itu, tanggapan

tehadap latihan memiliki dua aspek analog dengan respon tubuh terhadap ligkungan

stress. Salah satunya adalah respon jangka pendek iaitu serangan tunggal setelah

sesekali olahraga ataupun dapat disebut latihan akut. Aspek kedua adalah respon

jangka panjang iaitu setelah olahraga teratur yang mempermudahkan latihan

berikutnya serta meningkatkan kinerjanya. Adaptasi terhadap latihan kronik ini disebut

„training‟. (Willmore et al, 1999) Adaptasi terhadap latihan akut adalah respon

terhadap latihan di mana efek terhadap pelatihan. (Willmore, 1994)

Universitas Sumatera Utara

Respon jangka pendek serta jangka panjang ini memenuhi kebutuhan energi.

Kenaikan pesat dalam kebutuhan energi sewaktu latihan memerlukan penyesuaian

peredaran darah yang seimbang untuk memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen,

nutrisi serta mengeliminasi produk akhir metabolisme seperti karbon dioksida dan

asam laktat dan membebaskan panas berlebihan. Pergeseran metabolisme tubuh terjadi

melalui kegiatan terkoordinasi dari semua sistem tubuh iaitu neuromuskuler,

respiratori, kardiovaskular, metabolik, dan hormonal. (Shetty , 2005)

2.1.1 Respon Jangka Panjang dan Jangka Pendek Terhadap Latihan Fisik

2.1.1.1 Sistem respirasi

Latihan fisik akan mempengaruhi konsumsi oksigen dan produksi karbon

dioksida. Kadar oksigen dalam jumlah yang besar akan terdifusi dari alveoli ke dalam

darah vena kembali ke paru-paru. Sebaliknya, kadar karbon dioksida yang sama

banyak masuk dari darah ke dalam alveoli. Oleh itu, ventilasi akan meningkat untuk

mempertahankan konsentrasi gas alveolar yang tepat untuk memungkinkan

peningkatan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. (William, 1999).

Permulaan aktivitas fisik ini disertai dengan peningkatan dua tahap ventilasi.

Hampir segera dapat terlihat peningkatan pada inspirasi dan kenaikan bertahap pada

kedalaman dan tingkat pernapasan. Kedua tahap penyesuaian menunjukkan bahwa

kenaikan awal dalam ventilasi diproduksi oleh mekanisme gerakan tubuh setelah

latihan dimulai, namun sebelum rangsangan secara kimia, korteks motor menjadi lebih

aktif dan mengirimkan impuls stimulasi ke pusat inspirasi, yang akan merespon

dengan meningkatkan respirasi juga. Secara umpan balik proprioseptif dari otot rangka

dan sendi aktif memberikan masukan tambahan tentang gerakan ini dan pusat

pernapasan dapat menyesuaikan kegiatan itu berdasarkan kesesuaiannya. (Guyton,

2006)

Universitas Sumatera Utara

Tahap kedua lebih bertahap dengan kenaikan respirasi yang dihasilkan oleh

perubahan status suhu dan kimia dari darah arteri. Sambil latihan berlangsung,

peningkatan proses metabolisme pada otot menghasilkan lebih banyak panas, karbon

dioksida dan ion hidrogen. Semua faktor ini meningkatkan penggunakan oksigen

dalam otot, yang meningkatkan oksigen arteri juga. Akibatnya, lebih banyak karbon

dioksida memasuki darah, meningkatkan kadar karbon dioksida dan ion hidrogen

dalam darah. Hal ini akan dirasakan oleh kemoreseptor, yang sebaliknya merangsang

pusat inspirasi, dimana terjadi peningkatan dan kedalaman pernapasan. Beberapa

peneliti telah menyarankan bahwa kemoreseptor dalam otot juga mungkin terlibat iaitu

dengan meningkatkan ventilasi dengan meningkatkan volume tidal. (Willmore, 1999)

Walaupun sistem kardiovaskular adalah begitu efisien dengan menyuplai

jumlah darah yang cukup ke jaringan, daya tahan akan masih terhalang jika sistem

pernapasan tidak membawa oksigen yang cukup untuk memenuhi permintaan. Fungsi

sistem pernapasan biasanya tidak terbatas karena ventilasi dapat ditingkatkan ke

tingkat yang lebih besar daripada fungsi kardiovaskular. Melainkan sistem

kardiovaskuler dan sistem lain, sistem respirasi juga mengalami adaptasi khusus untuk

ketahanan pelatihan untuk memaksimalkan efisiensi. Adaptasi ini meliputi,

peningkatan ventilasi dengan peningkatan dalam pengambilan oksigen maksimal

dengan minimum empat minggu pelatihan (William, 1991) dan diikuti dengan

pengurangan yang signifikan pada ventilasi yang setara yang diamati. Akibatnya,

sedikit udara akan dihirup pada konsumsi oksigen pada tingkat tertentu. Hal ini akan

mengurangi persentase oksigen total yang digunakan dibandingkan pernapasan. Oleh

karena itu, keadaan ini membantu dalam melakukan olahraga berat yang

berkepanjangan tanpa kelelahan otot ventilasi. Mekanisme yang tepat tidak diketahui

untuk adaptasi pelatihan dalam sistem ventilasi. Secara umum, ada peningkatan dalam

'volume dan kapasitas' saat istirahat karena fungsi pernapasan ditingkatkan. (Bijalani,

1998)

Universitas Sumatera Utara

2.1.1.2 Sistem Kardiovaskular

Memahami dasar anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler, seseorang dapat

melihat secara khusus bagaimana sistem ini merespon terhadap peningkatan tuntutan

tubuh sewaktu pelatihan. Selama latihan, permintaan oksigen di otot aktif meningkat,

lebih banyak nutrisi digunakan dan proses metabolisme dipercepatkan serta

menghasilkan sisa metabolisme. Jadi, untuk memberikan lebih banyak nutrisi dan

untuk menghilangkan sisa metabolisme, sistem kardiovaskuler harus beradaptasi untuk

memenuhi tuntutan sistem muskuloskeletal selama latihan. (Willmore, 1999)

Respon akut atau langsung yang terlihat sewaktu latihan adalah peningkatan

kontraktilitas miokard, peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung,

tekanan darah dan respon perifer termasuk vasokonstriksi umum pada otot-otot dalam

keadaan istirahat, ginjal, hati, limpa dan daerah splanknikus ke otot-otot kerja dan juga

ada peningkatan tekanan darah sistolik akibat curah jantung yang meningkat. Dengan

pelatihan yang ada akan ditandai penurunan denyut nadi dan pengurangan tekanan

darah saat istirahat dengan peningkatan volume darah dan hemoglobin. (Guyton,

2006)

Selama tenaga digunakan, akan masih terjadi penurunan denyut nadi,

peningkatan stroke volume, peningkatan curah jantung (Carolin Kisner, 1996) dan

peningkatan ekstraksi oksigen oleh otot bekerja karena perubahan enzimatik dan

biokimia pada otot serta peningkatan konsumsi oksigen maksimal untuk setiap

intensitas latihan yang diberikan. ( Ganong, 2005)

Universitas Sumatera Utara

2.1.1.3 Sistem Muskuloskeletal

Peningkatan aliran darah ke otot-otot yang bekerja memberikan oksigen

tambahan. Maka, ekstraksi oksigen lebih banyak dari sirkulasi darah dan penurunan

PO2 jaringan lokal dan peningkatan PCO2. Setelah pelatihan daya tahan, ada

peningkatan aktivitas enzim mitokondria pada kedua serat lambat dan cepat tanpa

mengubah kecepatan kontraksi serat. Oleh itu, pelatihan meningkatkan kemampuan

kedua jenis serat untuk menyediakan energi selama latihan berkepanjangan. Setelah

mengikuti latihan kekuatan, kegiatan intensitas tinggi membutuhkan perbaikan besar

dalam kekuatan otot dan kapasitas aerobik tinggi. Selain itu, akan terjadi peningkatan

ukuran otot-otot yang terlibat iaitu hipertrofi. (Carolin Kisner, 1996)

2.1.1.4 Sistem Metabolik

Sumber langsung untuk kontraksi otot diisi kembali oleh proses fosforilasi

oksidatif yang membutuhkan O2. Ketika kebutuhan energi melebihi batas

metabolisme, metabolisme anaerobik akan suplemen sistem pasokan energi selama

latihan. Selama ledakan pendek kegiatan intens seperti 100 menit atau „Power Lifting‟,

hampir semua energi berasal dari ATP dan kreatinin fosfat. Sewaktu latihan

berlangsung, peningkatan penyimpanan untuk kreatinin fosfat serta glikogen

berlangsung. Aktivitas kreatin kinase meningkat karena adanya peningkatan jumlah

serta ukuran mitokondria. Dengan demikian, ada akumulasi asam laktat yang rendah

dan penurunan pH sehingga menurunkan kelelahan. (Bijalani, 1998)

2.1.1.5 Perubahan sistem lain

Universitas Sumatera Utara

Perubahan sistem lainnya meliputi penurunan lemak tubuh, kolesterol darah

dan kadar trigliserida, peningkatan aklimatisasi panas dan peningkatan kekuatan

tulang, ligamen dan tendon. (Shetty, 2005)

2.2 Faal Paru

2.2.1 Mekanisme Pernapasan

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan

normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-

paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-

paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Paru-paru teregang dan

berkembang pada waktu bayi baru lahir. Pada akhir ekspirasi tenang, cenderung terjadi

“recoil” dinding dada yang diimbangi oleh kecenderungan dinding dada berkerut

kearah yang berlawanan. (Guyton, 2006)

Otot diafragma yang terletak di bagian dalam dan luar interkostalis

kontraksinya bertambah dalam. Rongga toraks menutup dan mengeras ketika udara

masuk ke dalam paru-paru, diluar muskulus interkostalis menekan tulang iga dan

mengendalikan luas rongga torak yang menyokong pada saat ekspirasi sehingga

bagian luar interkostalis dari ekspirasi menekan bagian perut. Kekuatan diafragma

kearah atas membantu mengembalikan volume rongga pleura. (Guyton, 2006)

Pada waktu menarik napas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran

pernapasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan

napas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan

bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas

Universitas Sumatera Utara

bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernapas dalam

dan volume udara bertambah. (Syaifuddin, 2001)

Paru-paru merupakan struktur elastik yang mengempis seperti balon yang

mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk

mempertahankan pengembangannya, tidak terdapat perlengketan antara paru-paru dan

dinding rongga dada. Paru-paru mengapung dalam rongga dada dan dikelilingi lapisan

tipis berisi cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga

dada. Ketika melakukan pengembangan dan berkontraksi maka paru-paru dapat

bergeser secara bebas karena terlumas dengan rata. (Ganong, 2005)

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan

volume intratoraks. Selama bernapas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5mmHg

relatif terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan

paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara

sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir

inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-

paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernapasan seimbang menjadi

sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru. (Syaifuddin, 2001)

Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura dn paru-paru berhenti

sebentar ketika tekanan dalam paru-paru bersamaan bergerak mengelilingi atmosfer.

Pada waktu penguapan, pernapasan volume sebuah paru-paru berkurang karena

naiknya tekanan udara untuk memperoleh dorongan keluar pada sistem pernapasan.

(Syaifuddin, 2001)

Selama pernapasan tenang, ekspirasi adalah pasif, dalam arti bahwa tidak ada

otot-otot yang menurunkan volume unuk toraks berkontraksi. Pada permulaan

Universitas Sumatera Utara

ekspirasi, kontraksi ini menimbulkan kerja yang menahan kekuatan recoil dan

melambatkan ekspirasi. Insiprasi yang kuat berusaha mengurangi tekanan intrapleura

sampai 30mmHg sehingga menimbulkan pengembangan paru-paru dengan derajat

yang lebih besar. Bila ventilasi meningkat seluas deflasi maka paru-paru meningkat

dengan kontraksi otot-otot pernapasan yang menurunkan volume intratoraks.

(Syaifuddin, 2001)

2.2.2 Tekanan Selama Pernapasan

Tekanan intrapleura adalah tekanan ukuran dalam antara lapisan pleura luar

dan lapisan pleura dalam. Pleura parietal dan pleura viseral dipisahkan oleh selaput

tipis pleura yang berisi zat cair dan gas. (Guyton, 2006)

Tekanan pleura adalah tekanan cairan ruang sempit antara pleura paru-paru

dengan pleura dinding dada. Secara normal terdapat sedikit isapan suatu tekanan

negatif yang ringan. Selama inspirasi pengembangan rangka dada akan mendorong

permukaan paru-paru dengan kekuatan sedikit lebih besar dan selama ekspirasi

peristiwa yang terjadi adalah sebaliknya. (Guyton, 2006)

Tekanan alveolus adalah tekanan bagian alveoli paru. Saat itu, glottis terbuka

dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam maupun ke luar paru-paru maka tekanan

pada semua jalan napas sampai alveoli semua sama dengan tekanan atmosfer yaitu 0

cm tekanan air. (Syaifuddin, 2001)

Selama inspirasi, tekanan dalam alveoli turun sampai dibawah tekanan

atmosfer atau tekanan negatif yang cukup untuk mengalirkan sekitar 0,5 liter udara ke

dalam paru-paru dalam waktu 2 detik. Selama ekspirasi terjadi perubahan yang

berlawanan , tekanan alveolus meningkat sampai sekitar 1cm air. Tekanan ini

mendorong 0,5 liter udara ke luar paru selama 2-3 detik. (Syaifuddin, 2001)

Universitas Sumatera Utara

Pada waktu inspirasi, setelah udara melewati hidung, faring udara dihangatkan

dan diambil uap airnya. Udara berjalan melalui trakea, bronkus, bronkiolus,

respiratorius, dan duktus alveolaris ke alveoli. Alveoli dikelilingi oleh kapiler-kapiler

paru-paru. Pada sebagian besar struktur antara udara dan kapiler, darah O2 dan CO2

berdifusi sangat tipis. Terdapat kira-kira 300 juta alveoli pada paru-paru manusia dan

luas total dinding paru-paru yang bersentuhan dengan kapiler-kapiler pada kedua paru-

paru kira-kira 70m2. (Syaifuddin, 2001)

Terdapat empat volume paru-paru. Pertama volume tidal merupakan volume

udara yang dinspirasikan dan diekspirasikan di setiap pernapasan normal, jumlahnya

kira-kira 500ml. Volume cadangan inspirasi merupakan volume tambahan udara yang

dapat dinspirasikan di atas volume tidal normal, biasanya 3000ml. Volume cadangan

ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi

tidal yang normal, jumlahnya lebih kurang 1100ml. Akhirnya, volume sisa merupakan

volume udara yang masih tersisa di dalam paru-paru setelah kebanyakan ekspirasi

kuat, volume ini rata-rata 1200ml. (Guyton, 2006)

Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk.

Sewaktu bernapas dalam, volume udara bertambah sehingga inspirasi gerakan datang

menjadi luas dan berakhir. Hal tersebut terjadi akibat kombinasi dari pernapasan

dangkal. Pada waktu istirahat, pernapasan dangkal terjadi akibat tekanan perut yang

terkumpul sehingga membatasi gerakan diafragma.( Ganong, 2005)

Alveoli dibatasi oleh dua jenis sel epitel, yaitu sel tipe I dan tipe II. Sel tipe I

adalah sel gepeng dengan sitoplasma yang luas tersebar dan merupakan sel utama. Sel

tipe II memiliki pneumosit granular lebih tebal dan mengandung sejumlah lamel-lamel

Universitas Sumatera Utara

badan inklusi. Bronkus dan bronkiolus mengandung otot polos dan dipersarafi oleh

saraf otonom. (Syaifuddin, 2001)

2.2.3 Volume dan Kapasitas paru-paru

Metode yang sederhana untuk meneliti ventilasi paru-paru dengan merekam

volume pergerakan udara yang masuk dan ke luar paru-paru dinamakan spirometri.

Spirogram memperlihatkan perubahan dalam volume paru-paru pada berbagai keadaan

pernapasan. Ada empat volme paru, dan bila semua dijumlahkan maka sama dengan

volume maksimal paru mengembang. (Syaifuddin, 2001)

Dalam peristiwa siklus paru-paru diperlukan penyatuan dua volume atau lebih.

Kombinasi seperti ini disebut kapasitas paru-paru. Jenis-jenis kapasitas paru-paru itu,

yakni kapasitas inspirasi, kapasitas sisa fungsional, kapasitas vital, dan kapasitas total

paru. Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah dengan volume

cadangan inspirasi. Kira-kira 3500ml jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang,

mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru-parunya sampai jumlah

maksimum. Kapasitas sisa fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi

ditambah volume sisa. Jumlah udara yang tersisa di dalam paru-paru pada akhir

ekspirasi normal kira-kira 2300ml. (Guyton, 2006)

Seterusnya, kapasitas vital sama dengan volume cadangan ditambah dengan

volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Jumlah udara maksimum yang dapat

dikeluarkan dari paru-paru setelah ia mengisinya sampai batas maksimum dan

kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya yaitu sekitar 4600ml. Kapasitas total

paru adalah volume maksimum pengembangan paru-paru dengan usaha inspirasi yang

sebesar-besarnya, kira-kira 5800ml. (Syaifuddin, 2001)

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Tingkat ekspirasi istirahat

Ventilasi paru-paru normal hampir sepenuhnya dilakukan oleh otot-otot

inspirasi. Pada waktu otot inspirasi berelaksasi sifatnya elastik. Paru-paru dan toraks

mengempis secara pasif. Bila semua otot berelaksasi kembali ke keadaan istirahat

maka volume udara di dalam paru-paru sama dengan kapasitas sisa fungsional,

2300ml. (Syaifuddin, 2001)

Volume sisa adalah udara yang tidak bias dikeluarkan dari paru-paru,

bahkan dengan ekspirasi yang kuat pun tidak bisa dikeluarkan. Fungsinya

menyediakan udara dalam alveolus untuk mereaksikan darah di antara dua siklus

pernapasan. Seandainya tidak ada udara sisa maka konsentrasi oksigen dan karbon

dioksida di dalam darah akan naik dan turun secara jelas sehingga setiap pernapasan

akan merugikan proses pernapasan. (Syaifuddin, 2001)

Glottis adalah otot yang mengabduksikan laring hingga berkontraksi pada

permulaan inspirasi sehingga menarik pita suara saling menjauh dan membuka glottis.

Terdapat refleks kontraksi otot-otot abduktor yang menutup glottis dan mencegah

aspirasi makanan cairan dan muntah ke dalam paru-paru. Pada penderita yang tidak

sadar, penutupan glottis semakin tidak sempurna sehingga muntah dapat masuk ke

dalam trakea dan menyebabkan aspirasi pneumonia. (Syaifuddin, 2001)

2.2.5 Volume respirasi per menit

Volume respirasi per menit adalah jumlah total udara baru yang masuk ke

dalam saluran pernapasan setiap menit, sama dengan volume tidal kecepatan respirasi.

Volume tidal normal sekitar 500ml dan kecepatan respirasi normalnya 12 kali per

menit. Rata-rata volume respirasi per menit sekitar 6 liter/menit. Seseorang dapat

Universitas Sumatera Utara

hidup untuk waktu yang singkat dengan volume repirasi per menitnya terendah 1,5

liter dan kecepatan respirasi terendahnya 2-4 kali per menit. (Guyton, 2006)

Kecepatan respirasi kadang-kadang mencapai 40-50 kali per menit dan volume

tidal dapat menjadi sama besar dengan kapasitas vital kira-kira 4600ml pada pria

dewasa muda. Kecepatan bernapas tinggi tidak dapat mempertahankan suatu volume

tidal yang lebih besar dari separuh kapasitas vital, dengan mengkombinasikan kedua

faktor ini, laki-laki dewasa muda mempunyai kapasitas pernapasan maksimum yaitu

100-120 liter/menit. (Syaifuddin, 2001)

2.3 Spirometri

2.3.1 Definisi Spirometri

Spirometri adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur aliran udara

kedalam dan keluar dari paru. (Blonshine, 2000)

2.3.2 Deskripsi Spirometri

Seseorang yang bernapas melalui „mouth piece‟ spirometri perlu ditutup

hidungnya. Responden yang meniup diinstruksi mengenai cara bernapas sewaktu

prosedur. Tiga maneuver pernapasan dicoba dahulu sebelum menentukan data

prosedur dan data yang tertinggi dari tiga kali percobaan diambil untuk mengevaluasi

pernapasan. Prosedur ini mengukur aliran udara melalui prinsip-prinsip perpindahan

elekronik atau mekanik dan menggunakan mikropresessor dan perekam untuk

menghitung serta memplot aliran udara. (Fink, 2000)

Tes ini menghasilkan rekaman ventilasi responden dalam kondisi yang

melibatkan usaha normal dan maksimal. Rekaman yang diperoleh disebut „spirogram‟

yang akan menunjukkan volume udara serta tingkat aliran udara yang memasuki dan

Universitas Sumatera Utara

keluar dari paru. Spirometri dapat menghitung beberapa kapasitas paru. Akurasi

pengukuran tergantung pada betapa benar responden melakukan maneuver ini.

Pengukuran yang paling umum diukur melalui spirometri adalah :

a) Vital Capacity (VC) adalah jumlah udara (dalam liter) yang keluar dari paru

sewaktu pernapasan yang normal. Responden diinstruksi untuk menginhalasi dan

mengekspirasi secara normal untuk mendapat ekspirasi yang maksimal. Nilai normal

biasanya 80% dari jumlah total paru. Akibat dari elastisitas paru dan keadaan toraks, jumlah

udara yang kecil akan tersisa didalam paru selepas ekspirasi maksimal. Volume ini

disebut residual volume (RV). (Guyton, 2006)

b) Forced vital capacity (FVC). Setelah mengekspirasi secara maksimal, responden

disuruh menginspirasi dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan

cepat. FVC adalah volume udara yang diekspirasi kedalam spirometri dengan usaha

inhalasi yang maksimum. (Ganong, 2005)

c) Forced expiratory volume (FEV). Pada awalnya maneuver FVC diukur dengan

volume udara keluar ke dalam spirometri dengan interval 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 detik.

Jumlah dari semua nilai itu memberikan ukuran sebanyak 97% dari FVC. Secara umum,

FEV-1 digunakkan lebih banyak yaitu volume udara yang diekspirasi kedalam spirometri

pada 1 saat. Nilai normalnya adalah 70% dari FVC. ( Ganong, 2005)

d) Maximal voluntary ventilation (MVV). Responden akan bernapas sedalam dan

secepat mungkin selama 15 detik. Rerata volume udara (dalam liter)

menunjukkan kekuatan otot respiratori. (Guyton, 2006)

Semua nilai normal pengukuran yang dilakukan melalui spirometri sangat tergantung pada

umur, kelamin, berat badan, tinggi dan ras. (Braunwald, 2001)

2.3.3 Tujuan Spirometri

Spirometri dapat membantuk untuk mendeteksi berbagai penyakit yang

menggangu fungsi paru. Antaranya adalah asma, chronic obstructive pulmonary

disease (COPD), emphysema, dan kelainan kronik paru yang lain. Jika nilai spirometri

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan nilai dibawah batas normal, maka dapat dipastikan adanya kelainan

fungsional paru. Prosedur spirometri dapat dilakukan dengan cepat tanpa

menyebabkan nyeri. . (Blonshine, 2000)

2.3.4 Kontraindikasi

Spirometri dikontraindikasi pada responden yang :

a) Hemoptisis

b) Pneumotoraks

c) Sakit jantung

d) Angina Pektoris

e) Aneurisme pada toraks, abdominal, cranial

f) Kondisi trombotik

g) Pembedahan toraks atau abdominal

h) Nausea dan muntah .

(Blonshine, 2000)

Universitas Sumatera Utara