bab 2 landasan teori - binus librarylibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab 2_08-38.pdf ·...
TRANSCRIPT
8
BAB 2
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini diuraikan tentang teori-teori yang digunakan untuk menyusun
kerangka pemikiran teoritis. Teori yang digunakan menyangkut konsep rebranding dan
repositioning, dan industri jasa.
2.1 Rebranding
2.1.1 Branding
Menurut American Marketing Association, brand adalah sebuah nama, istilah,
tanda, simbol atau desain, atau sebuah kombinasi diantaranya, yang bertujuan untuk
mengidentifikasikan sebuah barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen dan
berfungsi sebagai pembeda dari kompetitornya.(Kotler, P., dan Keller, L. K., 2006)
Brand atau merek merepresentasikan persepsi dan perasaan konsumen terhadap
sebuah produk dan kinerja dari produk serta apa saja yang berarti bagi konsumen. Merek
ada di dalam pikiran konsumen dan nilai sebenarnya dari merek yang kuat adalah
kemampuannya untuk menangkap keinginan dan kesetiaan dari konsumen.(Kotler, P. dan
Amstrong, G., 2006)
Brand adalah aset yang berharga, mengkomunikasikan secara jelas nilai-nilai
kepada stakeholdernya.(Daly dan Moloney, 2004)
Branding adalah proses penciptaan sebuah brand image yang menarik hati dan
pikiran seorang konsumen.(Duncan, 2005)
9
2.1.2 Rebranding
Rebranding adalah “The process of taking an existing brand and reworking the
brand into something different and better than before.” (http://www.stealingshare.com/)
Rebranding adalah sebuah praktek dari pembentukan nama baru yang
merepresentasikan perubahan posisi dalam mind frame para stakeholder dan pembedaan
identitas dari kompetitornya.(Muzellec et.al, 2003)
Rebranding secara definisi berarti perubahan identitas, yang harus dilihat sebagai
sebuah keputusan strategis dengan rencana yang matang.(Daly dan Moloney, 2004)
2.1.2.1 Tingkatan Rebranding
Rebranding dapat terjadi pada 3 level yang berbeda dalam sebuah organisasi
yaitu: corporate, business unit, dan product levels yang diilustrasikan pada gambar 2.1.
Corporate Rebranding berarti penamaan kembali corporate identity secara keseluruhan,
yang sering kali mengindikasikan perubahan besar dalam level strategis atau
repositioning.
Sedangkan dalam level bisnis unit berarti, sebuah situasi dimana subsidiary atau
divisi dalam satu perusahaan besar diberikan nama yang berbeda sebagai identitas yang
berbeda dari perusahaan induknya.
Untuk level individual produk, rebranding relatif jarang terjadi dan lebih kepada
pergantian nama produk. (Muzellec et.al, 2003)
10
Gambar 2.1 Hierarchial View of Rebranding
2.1.2.2 Faktor Pendorong Rebranding
Terdapat 4 faktor utama yang mendorong proses rebranding. Faktor-faktor tersebut
antara lain: (Muzellec et.al, 2003)
11
Gambar 2.2 Drivers of Rebranding
Dari ke 4 faktor tersebut faktor perubahan ownership merupakan penyebab utama
dari proses rebranding dan alasan yang sangat kuat untuk mendorong terjadinya sebuah
proses rebranding.
12
Gambar 2.3 Penyebaran Rebranding
2.1.2.3 Proses Rebranding
Sedangkan proses dalam sebuah rebranding sendiri dapat terjadi dalam 4 tahap
yaitu: repositioning, renaming, redesign, dan relaunching.(Muzellec et.al, 2003)
13
Gambar 2.4 Four Elements of Rebranding
Brand Repositioning lebih dinamis, merupakan proses inkremental dimana harus
selalu di adjust setiap waktu untuk selalu siap dengan perubahan market trend dan
tekanan kompetitif dalam eksternal event yang lebih luas.
Untuk brand renaming merupakan yang paling komprehensif dan paling beresiko
dalam proses rebranding. Untuk renaming sendiri dapat dibedakan ke dalam beberapa
kategori yang ditunjukkan dalam gambar 2.4: (Muzellec et.al, 2003)
Gambar 2.5 Types of Brand Names
14
Gambar 2.6 Branding Names Spread
Sedangkan untuk Brand Redesign adalah sebuah inti dari filosofi perusahaan atau
atribut utama dari produk yang digambarkan ke dalam sebuah simbol.
Brand Relaunching adalah pemberitaan atau pemberitahuan brand baru ke dalam
internal dan eksternal perusahaan. Untuk internal dapat dilakukan dengan brosur atau
buletin, internal meeting, dan juga melalui workshop atau intranet.
Sedangkan untuk eksternal dapat melalui press relase, advertising untuk menarik
perhatian akan brand baru tersebut dan juga dapat memfasilitasi proses adopsi dari nama
baru tersebut kepada para stakeholder. (Muzellec et.al, 2003)
15
2.1.2.4 Corporate Rebranding Framework
Setiap perusahaan yang akan melakukan rebranding sebaiknya menggunakan atau
membuat sebuah framework sebagai panduan agar proses rebranding tesebut tidak
mengalami perubahan arah dan tujuan dalam penyampaiannya. (Daly dan Moloney,
2004)
Gambar 2.7 Corporate Rebranding Framework
16
2.2 Repositioning
2.2.1 Positioning
Brand Position adalah posisi sebuah brand dalam perbandingannya dengan
kompetitor-kompetitornya di benak konsumen, calon konsumen, dan stakeholder
lainnya.(Duncan, T., 2005)
Brand Repositioning adalah suatu tindakan yang mencoba untuk merubah persepsi
konsumen dari suatu brand. Brand repositioning merubah tampilan dari brand yang juga
bertujuan untuk menarik perhatian segmen market yang baru; brand repositioning dapat
melibatkan atau tidak melibatkan perubahan pada produk.(www.learnmarketing.net,
www.buseco.monash.edu.au)
2.2.2 Repositioning
Repositioning pada dasarnya didorong oleh membesarnya gap antara kebutuhan
yang timbul di market dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
(Corstejens dan Doyle, 1989)
Repositioning tidak hanya untuk mengetahui bagaimana perubahan pada arah
mempengaruhi kapabilitas aset-aset tetapi lebih pada kelangsungan sumber daya dan
kapabilitas(tidak dapat ditiru, diganti, dan diubah).(Turner, 2003; Grant,1991; Slater,
1996; Collis dan Montgomery, 1995)
Repositioning pada dasarnya sebuah perubahan dengan memberikan perusahaan
untuk menentukan sebuah core bisnis yang berbasiskan pada apa yang dirasakan
customer yang paling menguntungkan, paling berbeda dan mempunyai kapabilitas
17
strategis, penawaran produk yang paling penting, channel yang paling penting. (Zook dan
Allen, 2001)
Tahap-tahap dalam repositioning adalah:
1. Situation Analysis
Mendefinisikan bagaimana katalog menyentuh market, dibandingkan dengan
bagaimana hal itu telah digunakan dengan baik untuk menyentuh market.
2. Audiens Analysis
Untuk mengetahui dengan jelas consumer inside and out.
3. Marketplace Analysis
Tren consumer dan tren bisnis merupakan hal yang penting dalam
repositioning.
4. Know what to keep, and what to throw away
Repositioning tidaklah sama dengan relaunching, oleh karena itu jangan sampai
meninggalkan semua customer lama demi repositioning. Karena ribuan
konsumen mengenali dan mengidentifikasi berdasarkan posisi perusahaan saat
ini.
2.3 Brand Equity
David A. Aaker(1991) menyatakan bahwa brand equity adalah serangkaian aset dan
kewajiban(liabilities) mereka yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya,
yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada
perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut.
18
Brand Equity adalah nilai tambahan dari sebuah brand yang melekat pada produk
dan jasa. Nilai ini dapat diukur dari bagaimana konsumen berpikir, merasakan dan
bertindak dengan respek terhadap brand tersebut. Brand Equity merupakan intangible
asset yang berharga secara psikologi dan finansial bagi perusahaan.(Kotler, P., dan
Keller, L. K., 2006, p258)
2.3.1 Customer-Based Brand Equity(CBBE)
Pendekatan customer-based melihat brand equity dari perspektif konsumen baik
itu individual maupun perusahaan.. Asumsi pokok model ini adalah bahwa kekuatan
sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengarkan
konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang
waktu.(Keller, L, K., 2003, p59).
Sebuah merek dikatakan memiliki customer-based brand equity positif apabila
pelanggan bereaksi secara lebih positif terhadap sebuah produk dan cara produk tersebut
dipasarkan manakala merekanya diidentifikasi, dibandingkan, bila nama mereknya tidak
teridentifikasi
Kunci pokok penciptaan ekuitas merek adalah brand knowledge, yang terdiri atas
brand awareness dan brand image. Dengan demikian, brand equity baru terbentuk jika
pelanggan mempunyai tingkat awareness dan familiaritas tinggi terhadap sebuah merek
dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif dan unik dalam memorinya. (Tjiptono, F.,
2005, p41)
19
Gambar 2.8 Piramida CBBE(Keller, 2008)
Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam building blocks
utama: brand salience, brand performance, brand imagery, brand judgments, brand
feelings, dan brand resonance.
a. Brand salience
Berkenaan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek, seperti seberapa sering
dan mudah sebuah merek diingat dan dikenali dalam berbagai situasi. Faktor ini
menyangkut seberapa bagus elemen merek menjalankan fungsinya sebagai
pengidentifikasi produk. Brand awareness bukan hanya sekedar menyangkut apakah
konsumen mengetahui nama merek dan pernah melihatnya, namun berkaitan pula
dengan mengkaitkan merek(nama merek, logo, simbol, dan seterusnya) dengan
asosiasi-asosiasi tertentu dalam memori konsumen bersangkutan.
20
b. Brand performance
Berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan
fungsional konsumen. Secara garis besar, ada lima atribut dan manfaat pokok yang
mendasari kinerja merek:
(i) unsur primer dan fitur suplemen
(ii) reliabilitas, durabilitas, dan serviceability produk
(iii) efektivitas, efisiensi, dan empati layanan
(iv) model dan desain
(v) harga.
Pada hakikatnya, kinerja merek mencerminkan intrinsic properties merek dalam
hal karakteristik inheren sebuah produk atau jasa.
c. Brand imagery
Menyangkut extrinsic properties produk atau jasa, yaitu kemampuan merek dalam
memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan. Brand imagery bisa
terbentuk secara langsung(melalui pengalaman konsumen dan kontaknya dengan
produk, merek, pasar sasaran, atau situasi pemakaian) dan tidak langsung (melalui
iklan dan komunikasi). Empat kategori utama brand imagery meliputi:
(i) Profil pemakai, baik berdasarkan faktor demografis deskriptif (seperti
usia, gender, ras, atau pendapatan) maupun psikografis abstrak (seperti
sikap terhadap hidup, karir, kepemilikan, isu sosial atau institusi
politik);
21
(ii) Situasi pembelian (berdasarkan tipe saluran distribusi, toko spesifik,
kemudahan ; pembelian, dan sejenisnya) dan situasi pemakaian (kapan
dan di mana merek digunakan);
(iii) Kepribadian dan nilai-nilai; serta
(iv) Sejarah, warisan(heritage), dan pengalaman.
d. Brand judgments
Berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen terhadap merek
berdasarkan kinerja merek dan asosiasi citra yang dipersepsikannya. Aspek brand
judgments meliputi:
(i) Brand quality, yakni persepsi konsumen terhadap nilai dan kepuasan
yang dirasakannya;
(ii) Brand credibility, yaitu seberapa jauh sebuah merek dinilai kredibel
dalam hal expertise (kompeten, inovatif, pemimpin pasar),
trustworthiness (bisa diandalkan, selalu mengutamakan kepentingan
pelanggan) dan likeability (menarik, fun, dan memang layak untuk
dipilih dan digunakan);
(iii) Brand consideration, yaitu sejauh mana sebuah merek
dipertimbangkan untuk dibeli atau digunakan konsumen;
(iv) Brand superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek
bersangkutan unik dan lebih baik dibandingkan merek-merek lain.
e. Brand feelings, yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap merek.
Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan warmth, fun, excitement, security,
social approval, dan self-respect.
22
f. Brand resonance, mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan
terhadap merek spesifik. Resonansi tercermin pada intensitas atau kekuatan
ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat aktivitas yang
ditimbulkan loyalitas tersebut (misalnya, tingkat pembelian ulang, usaha dan
waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek, dan seterusnya). Secara
spesifik, resonansi meliputi loyalitas behavioral (Share of Category
Requirements), loyalitas attitudinal, sense of community (identifikasi dengan
brand community), dan keterlibatan aktif (berperan sebagai brand evangelists dan
brand ambassadors).
2.4 Industri Jasa(Service)
2.4.1 Definisi
Industri service telah berkembang sangat pesat di beberapa tahun terakhir ini dan
menguasai seperempat dari keseluruhan perdagangan di dunia. Ada bermacam-macam
jenis industri jasa. Pemerintah menawarkan service melalui pengadilan, tenaga kerja,
rumah sakit, militer, polisi dan pemadam kebakaran, pos, dan sekolah. Organisasi swasta
non profit juga menawarkan service melalui museum, badan amal, gereja, foundation ,
dan rumah sakit. Dan organisasi bisnis besar menawarkan service melalui penerbangan,
bank, hotel, perusahaan asuransi, jasa konsultasi, konsultasi kesehatan dan hukum,
perusahaan hiburan, real estate, retail, dan lain-lain.(Kotler, P., dan Amstrong, G., 2007,
p243)
Menurut Lovelock, C. dan Wirtz, J.(2004, p9), Jasa(Service) adalah suatu tindakan
atau kegiatan yang ditawarkan oleh satu atau kelompok kepada orang lain. Walaupun,
23
prosesnya mungkin berhubungan dengan produk fisik, kinerjanya adalah sementara, lebih
sering tidak kelihatan, dan hasilnya tidak berupa kepemilikan dari segala faktor produksi.
Pengertian lainnya, Jasa adalah sebuah aktifitas ekonomi yang membuat sebuah nilai dan
menyediakan keuntungan bagi costumer pada waktu dan tempat yang spesifik dengan
membawa perubahan dari atau atas keinginan penerima dari jasa tersebut.(Lovelock, C.
dan Wirtz, J., 2004, p9)
2.4.2 Business School
“A business school is a university-level institution that confers degrees in Business
Administration. .”( http://en.wikipedia.org/wiki/Business_school)
“A graduate school offering study leading to a degree of Master in Business
Administration”(http:// wordnet.princeton.edu/perl/webwn)
Dunia pendidikan secara umum dengan universitas khususnya merupakan salah
satu industri jasa dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia. Dimana Binus Business
School sendiri merupakan salah satu universitas swasta terbesar di Indonesia yang
terletak di Jakarta.
2.5 Atribut Kepercayaan(Crederence attributes)
Menurut Lovelock, C. dan Wright, L. (2002, p84), atribut kepercayaan dari sebuah
jasa adalah karakteristik produk atau jasa yang dimana karakteristik itu tidak mungkin
untuk dievaluasi oleh konsumen walaupun setelah produk tersebut dibeli atau
dikonsumsi.
24
Hal ini dikarenakan konsumen dipaksakan untuk percaya bahwa keuntungan dari
jasa telah diberikan walaupun hal tersebut sulit untuk didokumentasi. (Lovelock, C. dan
Wirtz, J., 2004, p42).
2.6 SWOT(Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)
SWOT adalah sebuah analisis terhadap keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman sebuah perusahaan atau bisnis. SWOT terbagi 2 yaitu analisis lingkungan
eksternal (analisis peluang dan ancaman) dan analisis lingkungan internal (analisis
kekuatan dan kelemahan). (Kotler, P. dan Keller, K., 2006, p50)
Environmental Scan
/ \
Internal Analysis External Analysis
/ \ / \
Strengths Weaknesses Opportunities Threats
|
SWOT Matrix
Gambar 2.9 SWOT Analysis Framework1
Analisis lingkungan eksternal:
1. Analisis Peluang
Analisis lingkungan luar yang mungkin membuka peluang baru
untuk keuntungan dan pertumbuhan bagi perusahaan.
1 http://www.quickmba.com/strategy/swot/
25
2. Analisis Ancaman
Perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar perusahaan yang dapat
menimbulkan ancaman kepada perusahaan.
Analisis lingkungan internal:
1. Analisis Kekuatan
Kekuatan perusahaan adalah sumberdaya dan kemampuannya yang
dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan keunggulan
kompetitif.
2. Analisis Kelemahan
Kekurangan atas kekuatan dapat dipandang sebagai kelemahan.
Strengths Weaknesses
Opportunities S-O strategies W-O strategies
Threats S-T strategies W-T strategies
Gambar 2.10 SWOT / TOWS Matrix2
S-O strategies mengejar setiap kesempatan yang cocok dengan kekuatan
perusahaan.
W-O strategies mengatasi kelemahan untuk mengejar kesempatan.
2 http://www.quickmba.com/strategy/swot/
26
S-T strategies mengidentifikasi setiap jalan yang perusahaan dapat
menggunakan kekuatannya untuk mengurangi kemungkinan terkena serangan
yang datang dari ancaman luar.
W-T strategies membuat rencana pertahanan untuk mencegah kelemahan
perusahaan yang bisa membuat rentan terhadap ancaman luar.
2.6.1 Keterbatasan Analisis SWOT3
Selain berguna untuk mengurangi jumlah yang besar dari faktor-faktor yang
situasional menjadi faktor yang lebih dapat diatur, kerangka SWOT mempunyai
kecenderungan untuk menyederhanakan secara berlebihan dengan mengklasifikasikan
faktor-faktor lingkungan ke dalam kategori-kategori yang tidak selalu cocok. Klasifikasi
beberapa faktor sebagai kekuatan atau kelemahan, atau sebagai peluang atau ancaman
sering kali menjadi ambigu. Contohnya perubahan teknologi dapat dipandang sebagai
peluang atau ancaman.
3 http://www.netmba.com/strategy/swot/