bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/asli/bab2/2010-1-00426-mn bab 2.pdfdan...
TRANSCRIPT
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Evolusi CSR
Pada saat industri berkembang telah terjadi revolusi industri,
kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi
yang mencari keuntungan belaka. Mereka memandang bahwa sumbangan
kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk penyediaan lapangan
kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui produknya, dan
pembayaran pajak kepada negara. Seiring dengan berjalannya waktu,
masyarakat tidak sekedar menuntut perusahaan untuk menyedikan barang
dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung
jawab secara sosial. Karena, selain terdapat ketimpangan ekonomi antara
pelaku usaha dengan masyarakat disekitarnya, kegiatan operasional
perusahaan juga umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya
eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan disekitar operasi
perusahaan (Yusuf Wibisono, 2007).
2.1.1.1 Definisi CSR
Yang menarik, sebagai sebuah konsep yang makin populer,
CSR ternyata belum memiliki definisi yang tunggal. The World
Business Council for Sustainable Development (WBCSD) misalnya,
lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan
8
lebih dari 120 multinasional company yang berasal lebih dari
30 negara itu, dalam publikasinya Making Good Business Sense
mendefinisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai
“Continuing commitment by business to behave ethically and
contribute to economic development while improving the quality of
life of the workforce and their families as well as of the local
comunity and society at large”. Dalam bahasa bebas kurang lebih
maksudnya adalah, komitmen dunia usaha untuk terus menerus
bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi
untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan
kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga
peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih
luas (Yusuf Wibisono, 2007). Selain itu, tanggung jawab sosial atau
corporate social responsibility (CSR) perusahaan dapat didefinisikan
sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela
mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam
operasinya dan interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi
tanggung jawab organisasi di bidang hukum. Tanggung jawab sosial
secara lebih sederhana dapat dikatakan sebagai timbal balik
perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dimana
dalam proses pengambilan keuntungan tersebut seringkali
perusahaan menimbulkan kerusakan lingkungan ataupun dampak
sosial lainnya.
Corporate social responsibility mempunyai berbagai bentuk
9
tergantung pada kebijakan perusahaan. Sen dan Bhattacharya
(2001) mengidentifikasi ada enam hal pokok yang termasuk dalam
CSR ini yaitu:
- Community support, antara lain dukungan pada program-program
pendidikan, kesehatan, kesenian dan sebagainya.
- Diversity, merupakan kebijakan perusahaan untuk tidak
membedakan konsumen dan calon pekerja dalam hal gender, fisik
(cacat), atau ke dalam ras-ras tertentu.
- Employee support berupa perlindungan kepada tenaga kerja,
insentif dan penghargaan serta jaminan keselamatan kerja.
- Environment menciptakan lingkungan yang sehat dan aman,
mengelola limbah dengan baik, menciptakan produk-produk yang
ramah lingkungan dan lain-lain.
- Non-U.S operations. Perusahaan bertanggung jawab untuk
memberikan hak yang sama bagi masyarakat dunia untuk mendapat
kesempatan bekerja antara lain dengan membuka pabrik di luar
negeri (abroad operations).
- Product. Perusahaan berkewajiban untuk membuat produk-produk
yang aman bagi kesehatan, tidak menipu, melakukan riset dan
pengembangan produk secara kontinyu dan menggunakan kemasan
yang bisa didaur ulang (recycled).
Model atau pola CSR yang umum diterapkan oleh perusahaan-
perusahaan di Indonesia (Said dan Abidin, 2007) dalah sebagai
10
berikut:
1. keterlibatan langsung, perusahaan menjalankan program
CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri
kegiatan sosial atau menyerahkan sembangan ke
masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini,
perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat
seniornya, seperti corporate secretary atau publik affair
manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public
relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan,
perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan
atau kelompoknya. Model ini merupakan adopsi yang lazim
dilakukan di negara maju. Disini perusahaan menyediakan
dana awal, dana rutin, atau dana abadi yang dapat
digunakan untuk operasional yayasan.
3. Bermitra dengan pihak lain, perusahaan menyelenggarakan
CSR melalui kerjasama dengan lembaga/organisasi non
pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media
masa, baik dalam mengelola dana maupun dalam
melaksanakan kegiatan sosialnya.
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorium,
perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau
mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk
tujuan sosial tertentu. Pihak konsorium yang dipercaya oleh
11
perusahaan-perusahaan yang mendukung akan secara
proaktif mencari kerjasama dari berbagai kalangan dan
kemudian mengembangkan program yang telah disepakati.
2.1.1.2 Cakupan Program CSR
Menurut (Yusuf Wibisono, 2007) Mengingat bahwa tidak ada
program baku yang well implemented di setiap perusahaan maka
berikut disajikan beberapa contoh lingkup program CSR yang
disarikan dari beberapa perusahaan terkemuka :
1. Bidang Sosial antara lain :
a. Pendidikan / Pelatihan
b. Kesehatan
c. Kesejahteraan sosial
d. Kepemudaan / Kewanitaan
e. Keagamaan
f. Kebudayaan
g. Penguatan kelembagaan
h. Dan lain-lain
2. Bidang Ekonomi antara lain :
a. Kewirausahaan
b. Pembinaan UKM
12
c. Agribisnis
d. Pembukaan lapangan kerja
e. Sarana dan prasarana ekonomi
f. Usaha produktif lainnya
3. Bidang Lingkungan antara lain :
a. Penggunaan energi secara efisien
b. Proses produksi yang ramah lingkungan
c. Pengendalian polusi
d. Penghijauan
e. Pengelolaan air
f. Pelestarian alam
g. Pengembangan ekowisata
h. Penyehatan lingkungan
i. Perumahan dan pemukiman
Untuk perusahaan BUMN contoh bentuk dan jenis kegiatan Bina
Lingkungan dapat dideskripsikan sebagai berikut :
1. Bencana alam
a. Bantuan korban bencana banjir
b. Bantuan korban bencana kekeringan
c. Bantuan korban kebakaran
13
d. Bantuan korban angin topan / angin ribut / angin puyuh dll
2. Pendidikan
a. Progam beasiswa / anak asuh
b. Bantuan sarana pendidikan
c. Bantuan perpustakaan sekolah
d. Bantuan pelatihan keterampilan Karang Taruna dll
3. Peningkatan Kesehatan
a. Pengobatan umum
b. Khitanan massal
c. Program kegiatan olahraga dan kesehatan
d. Bantuan sarana olahraga
4. Pengembangan prasarana dan sarana umum
a. Perbaikan/ pembangunan sarana jalan
b. Perbaikan/pembangunan saluran sanitasi/saluran air hujan
c. Perbaikan/pembangunan balai desa/tempat pertemuan
d. Perbaikan/pembangunan sarana usaha (workshop)
e. Program penghijauan
5. Sarana ibadah
a. Perbaikan/pembangunan tempat ibadah (masjid,mushala, dll)
b. Bantuan peringatan hari besar dan kegiatan keagamaan
14
c. Kegiatan pengajian umum, sema’an dan Al Quran, haul, majelis
dzikir, istigotsah, dll.
2.1.1.3 Produk dan Konsumen
Program CSR ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk
atau jasa, antara lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan
pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan atau kelengkapan ini pada
kemasan, dan lainnya. Perusahaan seharusnya memberikan kualitas
produk dan jasa yang baik pada masyarakat. Perusahaan tidak
semata-mata mencari laba tetapi ada tanggung jawab etis perusahaan
kepada masyarakat atas produk dan jasa yang diberikan. Masyarakat
menuntut perusahaan jujur dalam iklan atas produk atau jasa yang
ditawarkan dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Perusahaan dihadapkan dengan beberapa pilihan untuk
memberikan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat. Ada
beberapa perusahaan yang menyisihkan sebagian pendapatan dari
penjualan produknya untuk program CSR. Beberapa perusahaan lain
memilih memberikan produknya secara gratis kepada masyarakat.
Apabila perusahaan memilih untuk menyisihkan sebagian dari hasil
penjualananya untuk program CSR dari aspek PPN maka setiap
kenaikan harga dari produk yang dijual kerena program CSR terhutang
PPN sebesar kenaikan harga produk tersebut (Ronny Irawan, 2009).
15
2.1.1 Promosi
Perusahaan harus berhati-hati dalam memadukan alat-alat promosi
utama tersebut - periklanan, penjualan pribadi, promosi penjualan,
hubungan masyarakat. Perusahaan harus berhati-hati dalam memadukan
alat-alat promosi agar dapat menghasikan bauran promosi yang
terkoordinasi (Kotler dan Armstrong, 2001).
2.1.1.1 Sifat dari setiap Alat Promosi
Setiap alat promosi-periklanan, penjualan pribadi, promosi
penjualan, hubungan masyarakat – mempunyai karakteristik dan
biaya yang unik. Pemasar harus memahami karakteristik ini sebelum
memilih alat yang akan dipergunakan (Kotler dan Armstrong, 2001).
1. Periklanan
Iklan dapat menjangkau begitu banyak pembeli yang
tersebar diberbagai tempat dengan biaya tayang yang rendah. Iklan
membuat penjala dapat mengulang pesan berkali-kali. Iklan juga
membuat pembeli dapat menerima dan membanding-bandingkan
pesan yang disampaikan para pesaing. Karena periklanan bersifat
terbuka, konsumen cenderung memandang produk yang diiklankan
sebagai standar dan sah. Pembeli tahu bahwa membeli produk yang
diiklankan akan dimaklumi dan diterima semua pihak. Iklan
berukuran besar menyatakan hal-hal yang positif mengenai besar
penjual, popularitas, dan keberhasilannya.
16
2. Penjualan Personal
Penjualan personal adalah alat yang paling efektif pada
sejumlah tahap tertentu dalam proses pembelian, khususnya dalam
membentuk preferensi, keyakinan, dan tindakan pembeli.
Dibandingkan dengan periklanan, penjualan personal memiliki
beberapa keunikan. Alat ini melibatkan interaksi pribadi antara dua
orang atau lebih, sehingga setiap orang dapat mengamati
kebutuhan dan karakteristik. Pihak lain dan melakukan penyesuaian
diri dengan cepat. Penjualan personal juga memungkinkan
terjadinya segala bentuk hubungan, mulai dari hubungan penjualan
semata sampai hubungan persahabatan antar pribadi.
3. Promosi Penjualan
Promosi penjualan meliputi berbagai jenis peralatan –
kupon, perlombaan, potongan harga, hadiah, dan lain-lain –
semuanya mempunyai keunikan masing-masing. Semuanya menarik
perhatian konsumen dan menyediakan informasi yang dapat
menghasilkan pembelian. Semuanya dapat mempercepat pembelian
dengan menyediakan dorongan atau kontribusi dengan dapat
memberikan nilai tambah bagi konsumen dan promosi penjualan
mengundang dan membayar respon yang cepat.
17
4. Hubungan Masyarakat
Hubungan masyarakat memiliki beberapa sifat unik.
Perangkat ini biasanya sangat dipercaya – cerita, fitur, dan berbagai
peristiwa tampak lebih nyata dan lebih terpercaya dimata pembaca
daripada apa yang mereka lihat lewat iklan. Hubungan masyarakat
juga dapat menjangkau calon-calon yang biasanya menjauhi
wiraniaga dan iklan – pesan sampai pada pembeli sebagai “berita”
dan iklan, hubungan masyarakat pun dapat mendramatisasi suatu
perusahaan atau produk.
5. Pemasaran Langsung
Walaupun banyak bentuk pemasaran langsung –
pengepasan langsung (direct mail), telemarketing, pemasaran
elektronik, pemasaran online, dan lain-lain – semuanya berbagi 4
karakteristik yang unik. Pemasaran langsung bersifat nonpublik
(tertutup): pesan biasanya disampaikan ke orang tertentu.
Pemasaran langsung juga bersifat segera dan khusus : pesan dapat
dibuat dengan cepat, dan dapat disesuaikan agar mengundang
ketertarikan konsumen tertentu. Akhirnya, pemasar langsung
bersifat interaktif: dapat terjadi dialog antara pemasaran dan
konsumen, dan pesan dapat dibah tergantung pada respon
konsumen. Jadi, pemasaran langsung sangat cocok untuk upaya
pemasaran bertarget tinggi dan membangun hubungan satu-satu
dengan pelanggan.
18
2.1.1.2 Promosi Sebagai Sumber Kekuatan Merek
Inti pengenalan produk dimata konsumen adalah melalui
promosi. 5 (lima) alat promosi yang dikemukakan oleh Kotler yaitu:
periklanan, promosi penjualan, public relations, and publicity,
penjualan personal serta pemasaran langsung masih merupakan
senjata utama, namun untuk consumer product biasanya iklan tetap
merupakan pilihan pertama sebgai cara penciptaan awareness
(Irawan, 2000).
Keberhasilan dan efektifitas periklanan ditelevisi ditentukan
oleh beberapa hal diantaranya dampak iklan dalam pembentukan
respon emosional audience yang timbul dan mempengaruhi
consumer’s reasoning process yang mengarah pada sikap dan
perilaku. Affective strategies dapat berupa resonance advertising
maupun emotional advertising. Resonance advertising
menghubungkan produk dengan pengalaman konsumen untuk
membangun ikatan yang lebih kuat antara produk dengan
konsumen. Emotional advertising menimbulkan emosi yang sangat
kuat yang akan mengarahkan pada product/brand recall serta
preferensi pilihannya.
19
2.1.2 Sikap Konsumen
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004, p222) mengatakan bahwa
sikap adalah prediposisi yang dipelajari dalam merespon secara konsisten
sesuatu objek, dalam bentuk suka/tidak suka.
Menurut Simamora dan Kanuk (2004, p152) Tidak ada definisi yang
baku. Sikap adalah ekspresi perasaan yang mencerminkan apakah seseorang
senang atau tidak, suka atau tidak terhadap suatu objek. Objek yang
dimaksud bisa berupa merek, layanan, pengecer, perilaku tertentu, dan lain
– lain. Sedangkan sikap menurut Paul dan Olson (Simamora 2004, p153)
adalah evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang.
Evaluasi merupakan tanggapan pada tingkat intensitas dan gerakan yang
relative rendah. Evaluasi dapat diciptakan oleh afektif dan kognatif yang
merupakan bagian dari komponen sikap. Tiga komponennya tersebut
adalah:
a. Kognitif
Kognitif terdiri dari kepercayaan konsumen dan pengetahuan
tentang objek.
b. Afektif
Merupakan perasaan dan reaksi emosional kepada suatu objek.
Misalkan konsumen mengatakan, “saya menyukai merek A”. Itu
merupakan hasil emosi atau evaluasi afektif dari suatu merek.
c. Konatif
Komponen ini adalah respons dari seseorang terhadap objek atau
aktivitas seperti: keputusan untuk membeli tidaknya suatu produk.
20
Ketiga komponen tersebut berada dalam suatu hubungan yang
konsisten sebelum suka atau tidak suka (komponen afektif) terhadap suatu
objek, tentu seseorang harus tahu dan yakin lebih dahalu (komponen
kognitif). Seseorang membeli suatu produk (komponen konatif), tentu
karena suka (komponen afektif), kecuali karena dalam keadaan terpaksa.
Menurut Ferrinadewi (2008 p97) model sikap terdiri dari tiga
komponen yaitu,
Cognitive Afektif Konatif
(pikiran) (perasaan) (perilaku)
Gambar 2.1
Komponen sikap
Sumber : Ferrinadewi (2008 p97)
Menurut Siswanto Sutojo (2009, p64) Yang dimaksud dengan sikap
adalah penilaian atau perasaan seseorang terhadap objek atau pendapat
tertentu. Sikap seseorang akan menentukan apakah mereka menyukai suatu
objek tertentu termasuk barang atau jasa.
Menurut J. Setiadi (2003, p214) Sikap disebut juga sebagai konsep paling
penting khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer.
Keyakinan
konsumen akan
suatu objek
Perasaan dan
evaluasi
Tindakan berdasarkan
keyakinan dan
perasaan
21
Sikap juga merupakan salah satu konsep yang laing penting yang digunakan
pemasar untuk memahami konsumen. Seperti dijelaskan dalam gambar:
Mencari dan mengevaluasi
Menetukan alternatif-alternatif
Menentukan pilihan dan memutuskan pembeli
Membeli
Puas/ tidak puas Desonansi pasca bali
Perilaku pasca beli
Gambar 2.2
Konsep Pemahaman Konsumen
Sumber: Restiyanti Prasetijo dan John.J.O.I Ihalauw (2004, p14)
Pengaruh Internal: - Kebutuhan dan Motivasi - Kepribadian - Psikografik - Persepsi - Pembelajaran - Sikap
Kosumen: - Kebutuhan (pilihan atribut produk) - Sikap - Persepsi - Gaya hidup
Pengaruh eksternal: - Keluarga - Kelas budaya - Budaya dan sub budaya - Kelompok acuan - Komunikasi pemasaran
22
Salah satu jurusan dari perusahaan adalah untuk meningkatkan
keuntungan, keuntungan dapat diperoleh jika hasil penjualan yang diterima
perusahaan melebihi BEP perusahaan dalam jangka waktu tertentu. (Lamb,
Hair, Mc Daniel, 2001, p268) Harga merupakan sesuatu yang diserahkan
dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa. Uang
yang harus dibayar untuk mendapatkan produk.
2.1.2.1 Kognitif
Mengacu pada proses mental dan struktur pengetahuan
yang dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap
lingkungannya. Misalnya, termasuk didalamnya adalah pengetahuan
yang didapat orang dari pengalamannya dan yang tertanam dalam
ingatan mereka. Termasuk juga didalmnya proses psikologis yang
terkait dengan pemberian perhatian pada dan pemahaman terhadap
aspek-aspek lingkungan, mengingat kejadian dimasa lalu,
pembentukan evaluasi dan pembuatan keputusan pembelian (J.Paul
Peter dan Jerry C. Olson,1999, p19). Sedangkan (Supranto dan
Limakrisna, 2007 p212) berpendapat kognitif adalah pengetahuan
(cognitive) dan presepsi yang diperoleh melalui kombinasi dari
pengalaman langsung dan obyek sikap (attitude object) dan
informasi terkait yang didapat dari berbagai sumber. Komponen ini
sering kali dikenal sebagai keyakinan atau kepercayaan (beliefs)
sehingga konsumen yakin bahwa suatu objek sikap memiliki atribut-
atribut tertentu dan bahwa perilaku tertentu akan menjurus keakibat
atau hasil tertentu. Dalam komponen kognitive terdiri dari keyakinan
23
dan pengetahuan konsumen tentang produk ini berbeda antara satu
konsumen dengan konsumen yang lain.
Gambar 2.3
Model sikap Kognitif
Sumber : Supranto dan Limakrisna (2007 p212)
Gambar diatas menunjukan bahwa pengetahuan, arti dan kepercayaan
dapat dipanggil kembali dari ingatan (diaktifkan) dan digunakan dalam
Lingkungan
Proses Interpretasi
Perhatian pemahaman
Pengetahuan, arti dan kepercayaan
Proses Integrasi
Sikap dan keinginan prngambilan keputusan
Perilaku
Ingatan
Pengetahuan, arti dan kepercayaan
24
proses integrasi. Selama proses integrasi, konsumen mengkombinasikan
beberapa pengetahuan, arti dan kepercayaan tentang produk atau merek
untuk membentuk evaluasi menyeluruh. Kepercayaan tersebut dapat
dibentuk melalui proses interpretasi atau diaktifkan dari ingatan.
2.1.2.2 Tanggapan Afektif
Orang dapat mengalami empat jenis tanggapan afektif :
emosi, perasaan tertentu, suasana hati, dan evaluasi (Paul Peter,
Jerry C. Olson, 1999 p38). Emosi dan perasaan konsumen mengenai
produk atau merek tertentu merupakan komponen afektif dari sikap
tertentu. Emosi dan perasaan ini sering dianggap oleh para peneliti
konsumen sangat evaluatif sifatnya; yaitu mencakup penilaian
seseorang terhadap objek secara langsung dan menyeluruh
(apakah produk itu disukai atau tidak, atau apakah produk itu baik
atau buruk. Misalnya, Juwita suka terhadap vitamin C (Simamora,
2004 p155).
25
Tabel 2.1
Jenis Tanggapan Afektif
Sumber : J. Paul Peter, Jerry C. Olson (1999, P.38)
Jenis
Tanggapan
Afektif
Tingkat
Gerakan
Fisiologis
Intensitas
atau
Kekuatan
Perasaan
Contoh
Afeksi
Positif dan
Negatif
Emosi
Perasaan
tertentu
Suasana hati
Aktivasi
dan
gerakan
tinggi
Kuat
- gembira, cinta
- Takut, bersalah,
marah
- Kehangatan,
penghargaan,
kepuasan
-Kesedihan, muak
- Siaga, santai,
tenang
- Sendu, bosan, lesu
- suka, bagus,
menyenagkan
26
Evaluasi Aktivasi
dan
gerakan
rendah
Lemah - Tidak suka, jelek,
tidak menyenangkan
2.1.2.3 Konatif
Konatif, komponen terakhir dari komponen sikap ini
berhubungan dengan kemungkinan atau kecendrungan bahwa
individu akan melakukan tindakan khusus atau berperilaku dengan
cara tertentu terhadap objek sikap tertentu. Dalam riset pemasaran
dan konsumen, komponen konatif sering dianggap sebagai
pernyataan maksud konsumen untuk membeli. Misalnya, Juwita
akan membeli vitamin C (Simamora, 2004, p155). Konatif ialah
kecendrungan seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan dan
perilaku dengan cara tertentu terhadap suatu objek sikap. Menurut
Shiffman dan Kanuk (2007 p227), komponen terakhir dari 3 model
sikap tiga komponen berhubungan dengan kemungkinan atau
kecendrungan bahwa individu akan melakukan tindakan khusus,
komponen konatif mungkin mencakup perilaku sesungguhnya itu
sendiri. Komponen konatif dalam riset konsumen (intention to buy).
Keyakinan dan rasa suka pada suatu produk akan mendorong
konsumen melakukan tindakan sebagai wujud dari keyakinan dan
perasaannya.
27
2.1.3 Brand Image
Brand supaya dikenal harus memiliki identitas. Identitas merupakan
pendahuluan dari image. Identitas merek adalah seperangkat asosiasi yang
unik yang ingin diciptakan dan dipelihara pemasar. Tujuannya adalah
menciptakan gambaran atau brand image.
Brand image adalah ringkasan dari presepsi konsumen (Susanto dan
Wijanarko, 2004 p67). Juga dikatakan dalam artikel “merek adalah sakral”
oleh Hermawan Kartajaya bahwa jumlah berbagai presepsi yang timbul
itulah yang akan membentuk The Total Image of The Brand.
Rangkaian asosiasi-asosiasi yang membentuk citra merek harus
dipertahankan oleh perusahaan, karena rangkaian asosiasi-asosiasi ini
merupakan kekuatan bagi suatu perusahaan. Sedangkan menurut (Kotler
dan keller, 2006 p286) “brand image is the preception and beliefs held by
consumers, as reflected in association held in consumer memory”. Brand
image merupakan bagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat
dicapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus/presepsi
pelanggan atas sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh mereknya.
Berikut ini merupakan gambaran alur penciptaan merek.
28
Gambar 2.4
Alur Penciptaan Merek
Brand Equity Tingkat tertinggi atau fase terakhir dari suatu merek pada diri pelanggan
(sudah memiliki nilai jual tinggi)
Brand Preference Merupakan tahap untuk menjadikan suatu merek digunakan dibandingkan
dengan merek lainnya.
Brand awerness/Brand knowledge Kesadaran seseorang/ objek terhadap adanya merek tertentu dari sebuah kategori produk. Konsep ini adalah bagaimana mengenalkan produk (baru)
melalui promosi atau marketing communication secara kesinambungan
Brand Loyalty Merupakan suatu pengukuran derajat dimana konsumen mengakui suatu
merek, yang dihasilkan dari kepuasan yang berkelanjutan dan adanya peningkatan dalan pembelian kembali suatu produk dengan sedikit
pemikiran namun dengan keterlibatan yang tinggi
Brand Image / association Merupakan sesuatu yang ada dan melekat dimata konsumen terhadap
“unique set of association” dimana didasarkan atas identitas merek tersebut. Hal ini didasarkan juga atas respresentasi yang ditunjukan merek
terhadapa janji merek itu sendiri.
Brand Personanality Kepribadian yang nampak dari suatu merek atas dasara keinginan pada diri konsumen personality yang dimiliki suatu brand harus berbeda dari produk
pada umumnya.
29
2.1.3.1 Membangun Merek yang Kuat
Adanya kesadaran awal konsumen terhadap konsumen terhadap
keberadaan merek (brand cognitif) akan berlanjut menuju brand personality
pada prespektif sikap terhadap merek yang dipicu oleh beberapa indikator
seperti pengalaman konsumsi, perilaku dari mulut kemulut dan adanya sikap
positif terhadap iklan (Assael, 1998). Dalam hal ini, periklanan memegang
peranan penting dalam proses membangun brand image karena konsumen
yang mempunyai sikap positif terhadap iklan dapat menimbulkan:
1. peningkatan perhatian terhadap iklan tersebut
2. kecenderungan sikap positif terhadap merek produk yang diklankan
tersebut dan lebih jauh lagi mengarah pada niat beli konsumsi
(Rossiter and Percy, 1997).
Ketika sebuah merek berjanji bahwa merek memiliki asosiasi yang bagus,
relevansi dan diferensiasi, maka merek tersebut harus mendukungnya.
Sangatlah penting untuk menyediakan penyampaian superior daripada
keuntungan yang diharapkan yang berhubungan dengan merek tersebut.
Merek dapat memiliki enam level pengertian yaitu: atribut, manfaat, nilai
budaya, kepribadian, dan pemakai (Kotler, 2003).
2.1.4.2 Karakteristik Merek Sebagai Atencendent Kepercayaan
pada Merek
2.1.4.2.1 Reputasi Merek
Reputasi merek merupakan presepsi konsumen tentang
pengetahuan mereka terhadap merek dan tanggapan atau pendapat
individu lain terhadap merek. Membangun reputasi suatu merek
30
dapat dikembangkan meleui periklanan dan public relation tapi core
concept adalah kualitas produk dan kinerja merek. Jika merek dapat
memenuhi kebutuhan yang diharapkan konsumen, maka reputasi
yang bagus suatu merek akan memperkuat tingkat kepercayaan
konsumen dan selanjutnya konsumen akan mengandalkan pada
merek tersebut. Terbentuknya reputasi merek ditentukan oleh opini
dari konsumen terhadap merek, yaitu apakah sebuah merek baik
dan dapat dipercaya dalam perspektif kualitas yang dijanjikan secara
konsisten (Erdem Swait, Louviere, 2002).
2.1.4.2.2 Kemampuan Memprediksi Merek
Kemampuan memprediksi merek (brand predictability)
merupakan presepsi konsumen terhadap konsistensi merek dengan
mengamati dan mengantisipasi dengan kuat kinerja suatu merek
setiap kali menggunakan merek dan hubungannya dengan harapan
konsumen pada merek tersebut (Lau dan Lee, 1999).
2.1.4.2.3 Kompetensi Merek
Kompetensi merek (brand competence) merupakan
kemampuan yang dimiliki oleh suatu merek untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi oleh konsumen (Lau dan Lee, 1999).
Skin dan Roth (1993) seperti dikutip oleh Lau dan LEE (1999)
menyatakan bahwa kemampuan merek melalui dua cara yaitu
penggunaan langsung merek tersebut dan world-of-mouth
communication.
31
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.5
Kerangka pemikiran
Program CSR: (X1) 1. SDM dan Pendidikan 2. Lingkungan Hidup 3. Praktik bisnis yang
jujur 4. membantu
masyarakat lingkungan
5. Program-program penanganan pelanggan atau produk
6. Program-program komunikasi dan pelaporan
Promosi: (X2) 1.Periklanan 2. Penjualan Personal 3.Promosi Penjualan 4. Hubungan Masyarakat 5. Pemasaran Langsung
Sikap Konsumen: (Y) 1.Kognitif 2. Afektif 3. Konatif
Brand Image (Z)
1. Brand equity 2. Brand
awarness 3. Brand quality 4. Brand loyalty 5. Brand
personality 6. Brand
competence
32
2.3 Hipotesis
Menurut Supranto (2001,p124) hipotesis pada dasarnya merupakan suatu
proporsi atau tanggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar
pembuatan atau keputusan/ pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian
lebih lanjut. Anggapan atau asumsi dari suatu hipotesis juga merupakan data, akan
tetapi karena kemungkinan bisa salah, maka apabila akan digunakan sebagai dasar
pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan data primer
dan sekunder. Hipotesis selalu dimasukan dalam bentuk pernyataan yang
menghubungkan antar dua variabel atau lebih, yaitu: variabel terpengaruh dan
variabel berpengaruh.
Untuk menguji hasil hipotesis digunakan data yang dikumpulkan dari sampel
sehingga merupakan data perkiraan. Oleh karena itu, keputusan yang dibuat dalam
menolak atau menerima hipotesis mengandung ketidakpastian. Ada dua jenis
kesalahan yang dapat terjadi dalam pengujian hipotesis, kesalahan itu bisa terjadi
karena menolak hipotesis nol padahal hipotesis itu benar (disebut kesalahan jenis I)
atau menerima hipotesis nol padahal hipotesis itu salah (disebut kesalahan jenis II).
Misalnya apabila hipotesis itu benar diberi simbol Ho dan kalau hipotesis alternatif
benar Ha.
• Bagaimanakah pengaruh atau kontribusi Program CSR dan Promosi
terhadap Sikap Konsumen?.
1. Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2 dan Y.
Ho : Variabel Program CSR dan Promosi tidak berkontribusi secara
simultan dan signifikan terhadap variabel Sikap Konsumen.
33
Ha : Variabel Program CSR dan Promosi berkontribusi secara simultan
dan signifikan terhadap variabel Sikap Konsumen.
2. Hipotesis pengujian secara individual antara X1 dan Y.
Ho : Variabel Program CSR tidak berkontribusi secara signifikan
terhadap variabel Sikap Konsumen.
Ha : Variabel Program CSR berkontribusi secara signifikan terhadap
variabel Sikap Konsumen.
3. Hipotesis pengujian secara individual antara X2 dan Y.
Ho : Variabel Promosi tidak berkontribusi secara signifikan terhadap
variabel Sikap Konsumen.
Ha : Variabel Promosi berkontribusi secara signifikan terhadap variabel
Sikap Konsumen.
• Bagaimanakah pengaruh dan kontribusi Program CSR dan Promosi
yang diterapkan mempengaruhi Sikap Konsumen dan dampaknya
terhadap Brand Image produk TELKOM secara simultan dan parsial?.
1. Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2, Y dan Z.
Ho : Variabel Program CSR dan Promosi, dan Sikap Konsumen tidak
berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel
Brand Image Produk.
Ha : Variabel Program CSR dan Promosi, dan Sikap Konsumen
berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel
Brand Image Produk.
34
2. Hipotesis pengujian secara individual antara X1 dan Z.
Ho : Variabel Program CSR tidak berkontribusi secara signifikan
terhadap variabel Brand Image Produk.
Ha : Variabel Program CSR berkontribusi secara signifikan terhadap
variabel Brand Image Produk.
3. Hipotesis pengujian secara individual antara X2 dan Z.
Ho : Variabel Promosi tidak berkontribusi secara signifikan terhadap
variabel Brand Image Produk.
Ha : Variabel Promosi berkontribusi secara signifikan terhadap variabel
Brand Image Produk.
4. Hipotesis pengujian secara individual antara Y dan Z.
Ho : Variabel Sikap Konsumen tidak berkontribusi secara signifikan
terhadap variabel Brand Image Produk.
Ha : Variabel Sikap Konsumen berkontribusi secara signifikan terhadap
variabel Brand Image Produk.