bab 2 landasan teori 2.1 teori hinshi 品詞) atau kelas...
TRANSCRIPT
7
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Teori Hinshi (品詞) atau Kelas Kata
Berdasarkan masa atau zaman pemakaian Bahasa Jepang, dikenal istilah
koogo bunpo (口語文法) atau gramatika bahasa Jepang klasik. Dalam hal ini,
bisa dipilah lagi antara lain menjadi gramatika zaman Nara dan zaman Heian.
Lalu, berdasarkan perbedaan para ahlinya di dalam gramatika bahasa Jepang
dikenal dengan sebutan Otsuki bunpo (Otsuki Fumihiko 1847-1928), Yamada
bunpo (YamadaYoshio 1873-1958), Matsushita bunpo (Matsushita Daisaburo
1887-1935), Tokieda bunpo (Tokieda Motoki 1900-1967) dan Hashimoto bunpo
(Hashimoto Shinkichi 1882-1945). Jenis gramatika Hashimoto bunpo yang
dikembangkan oleh Hashimoto Shinkichi, adalah gramatika yang banyak
mewarnai dalam pengajaran bahasa Jepang, baik bahsa Jepang sebagai bahasa
nasional maupun bahasa Jepang sebagai bahasa asing hingga kini.
Murakami dalam Dahidi (2004:50) membagi kata atau tango (単語)
dalam bahasa Jepang menjadi dua kelompok besar, yaitu jiritsugo (自立語) dan
fuzokugo (付属語). Yang dimaksud dengan jiritsugo adalah kelompok kata yang
dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna, sedangkan fuzokugo adalah
kelompok kata yang tidak dapat bersiri sendiri, artinya fuzokugo akan bermakna
dan berfungsi apabila bergabung dengan dengan kata lain. Istilah jiritsugo
hampir sama dengan istilah morfem bebas dalam bahasa Indonesia, dan fuzokugo
8
mirip dengan istilah morfem terikat. Pembagian kelas kata atau Hinshi bunrui
(品詞分類) menurut Kokugo Daijiten dibagi menjadi sepuluh jenis kata, yaitu:
1. Doushi (動詞) atau verba atau kata kerja. Contohnya, kaku 書く(menulis),
taberu 食べる(makan).
2. Keiyoushi (形容詞 ) atau adjektiva atau dikenal juga dengan sebutan i-
keiyoushi karena diakhiri dengan huruf i. Contohnya, shiroi 白い (putih),
atsui 熱い(panas).
3. Keiyoudoushi (形容動詞 ) atau adjektiva~na atau dikenal juga dengan
sebutan na-keiyoushi karena diakhiri dengan huruf na. Memiliki perubahan
sendiri yang berbeda dengan kata sifat golongan satu (keiyoushi). Contohnya,
kirei 綺麗 (cantik), jouzu 上手 (pintar). Dua kata tersebut biasanya
disambung dengan huruf na.
4. Meishi (名詞) atau nomina atau kata benda. Contohnya, kutsu 靴 (sepatu),
tsukue 机 (meja).
5. Rentaishi (連体詞 ) atau prenomina. Kata yang menerangkan kata lain.
Rentaishi tidak bisa menjadi subjek dan tidak memiliki perubahan bentuk.
Contohnya, sono その (itu), chiisana 小さな (kecil).
6. Fukushi (副詞 ) atau adverbia. Berfungsi sebagai kata keterangan untuk
yougen (predikat). Contohnya, zutto ずっと (terus), taihen 大変 (seperti,
seolah-olah).
9
7. Setsuzokushi (接続詞) atau konjugsi. Berfungsi untuk menyatakan hubungan
antar kalimat atau bagian kalimat atau frase dengan frase. Contohnya, soshite
そして(lalu, kemudian), suru to すると(selanjutnya, dengan demikian).
8. Kandoushi (感動詞 ) atau interjeksi. Kata yang menyatakan ekspresi ,
perasaan, cara memanggil, cara menjawab, dan sebagainya. Contohnya, ee え
え(ya, benar), moshimoshi もしもし (halo).
9. Jodoushi (助動詞) atau verba bantu. Kata yang tidak dapat berdiri sendiri,
terutama banyak melekat pada doushi, keiyoushi juga pada jodoushi lain.
Contohnya, ~rareru ~られる (bentuk dapat, contohnya taberaru=dapat
dimakan, akerareru=dapat dibuka), rashii らしい (kelihatannya, sepertinya).
10. Joshi (助詞) atau partikel. Bila kata ini terpisah dari kata lain, maka kata ini
tidak mempunyai arti. Joshi hanya berfungsi untuk menyambung kata-kata
jiritsugo dalam pembentukan kalimat bahasa Jepang dan juga menentukan
arti kata tersebut. Contohnya, no の (kepunyaan, milik), de で (dengan, di).
Dari kesepuluh kelas kata tersebut, nomor satu hingga nomor delapan
termasuk ke dalam kelompok jiritsugo. Sedangkan nomor sembilan dan nomor
sepuluh termasuk ke dalam fuzokugo.
2.2 Teori Meishi (名詞) atau Nomina
Hyougen tsumori yang menjadi topik utama pada penulisan ini termasuk
ke dalam golongan kata keishiki meishi yang berada dalam kelas kata meishi.
10
Sebelum penulis menjelaskan keishiki meishi, penulis akan terlebih dahulu
menjelaskan meishi.
Dalam skripsi Atmajayanti (2008:9), Murakami dalam Sudjianto dan
Dahidi (2004:156) menyimpulkan bahwa meishi
1. merupakan jiritsugo.
2. tidak mengalami perubahan bentuk (konjugasi).
3. dapat membentuk bunsetsu (frase) dengan ditambah partikel ga, wa, o, no, ni
dan sebagainya.
4. dapat menjadi subjek.
5. disebut juga taigen sebagai lawan yougen.
6. dilihat dari sudut pandang artinya dapat dibagi menjadi empat macam, yakni
futsuu meishi, koyuu meishi, daimeishi, dan suushi.
Sehubungan dengan poin nomor enam tersebut, Sakakura dalam Cahyadi
(2009:14) membagi meishi menjadi empat jenis. Pembagian meishi tersebut
yaitu:
1. Futsuu meishi (普通名詞), yaitu nomina yang menyatakan nama-nama benda,
barang, peristiwa, dan sebagainya yang bersifat umum, misalnya:
Kaban, kutsu, terebi, hon.
2. Keishiki meishi (形式名詞 ), yaitu nomina yang menerangkan fungsinya
secara formalitas tanpa memiliki hakekat atau arti yang sebenarnya sebagai
nomina, misalnya:
Koto, mono, wake, bakari, hodo, gurai.
11
3. Suushi (数詞), yaitu nomina yang menyatakan bilangan, jumlah, kuantitas,
dan urutan, misalnya:
Hitotsu, niban, sanbon, daiyonshou, ni, yotsu, rokko, daiichi, sangoo.
4. Daimeishi (代名詞), yaitu kata-kata yang dipakai sebagai pengganti nama
orang, benda, barang, perkara, arah, tempat, dan sebagainya. Misalnya
Watakushi, anata, kore, soko, achira, kare.
Sehubungan dengan poin nomor 2 mengenai Keishiki meishi, Yoshikawa
(2003:2) berpendapat bahwa Keishiki meishi mencangkup mono, koto, you,
tokoro, wake, hazu, dan tsumori. Oleh karena itu, untuk menjelaskan fungsi
tsumori penulis akan menggunakan penjelasan yang dijabarkan oleh Yoshikawa
(2003).
Dalam suatu kalimat nomina dapat menjadi subjek, predikat, dan kata
keterangan. Biasanya nomina dapat menjadi subjek, apabila diikuti partikel wa,
mo, sae, dake, koso, dan sebagainya. Nomina dapat menjadi predikat apabila
diikuti partikel yo, verba bantu (jodoushi) desu, da, rashii, atau diikuti partikel
no ditambah verba bantu youda (no youda/no youdesu), dan sebagainya. Meishi
(nomina) juga dapat menjadi kata keterangan dalam suatu kalimat, misalnya
nomina nihongo ‘bahasa Jepang’, jidousha ‘mobil’, dan doitsu ‘Jerman’ seperti
pada nihongo no hon ‘buku bahasa Jepang’, jidousha no zasshi ‘majalah
otomotif’, dan doitsu no kuruma ‘mobil Jerman’ yang masing-masing
menerangkan nomina hon ‘buku’, zasshi ‘majalah’, dan kuruma ‘mobil’ yang
ada pada bagian berikutnya setelah disisipi partikel no.
12
2.2.1 Teori Keishiki Meishi (形式名詞)
Izumi dalam Yoshikawa (2003:1), menjelaskan definisi keishiki meishi
adalah sebagai berikut:
“Kata yang kehilangan makna yang sebenarnya dan menjadi kata benda yang hanya memiliki peranan secara formalitas dengan syarat, jika dipadukan dengan kata lain maka akan memiliki fungsi yang sangat penting dalam tata bahasa.”
Selain itu, Terada dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:160) juga
mendefinisikan keishiki meishi sebagai berikut:
“Keishiki meishi adalah nomina yang menerangkan fungsinya secara formalitas tanpa memiliki hakekat atau arti yang sebenarnya sebagai nomina.”
Oleh karen itu ini penulis hanya akan menjelaskan keishiki meishi
tsumori yang nantinya akan menjadi data pendukung analisis pada bab 3.
2.3 Teori Tsumori (つもり)
Yoshikawa (2003:177) menyebutkan bahwa tsumori pada tahap awal
mengekspresikan keinginan pembicaranya. Contohnya, frase iku tsumori desu
mengekspresikan keinginan pembicaranya untuk pergi. Fungsi hyougen ini mirip
dengan bentuk kalimat to omou. Contohnya, iku tsumori desu bisa digantikan
dengan frase ikou to omoimasu. Namun, jika kata kerja yang muncul sebelum
kata tsumori adalah kata kerja bentuk lampau atau bentuk ta (た形), maka
fungsinya akan berbeda dengan yang kata kerja bentuk biasa atau bentuk ru (ル
形).
13
Tsumori yang diikuti verba kamus berbeda sama sekali artinya dengan
tsumori disertai dengan verba ta. Iku tsumori dan itta tsumori memiliki arti yang
sama sekali berbeda. Iku tsumori mengekspresikan arti yang mirip dengan ikou
to omoimasu, yaitu keinginan atau maksud pembicaranya untuk pergi. Namun,
arti dari itta tsumori bukan mengkspresikan keinginan atau maksud
pembicaranya untuk pergi. Kata kerja bentuk ta + tsumori bisa mengekspresikan
sakugo dan kasou, seperti dalam kalimat berikut:
(1) とらの絵を描いたつもりです。tora no e o kaita tsumori desu. (Sakugo
(錯誤))
(2) 本を買ったつもりで貯金する。hon o katta tsumori de chokin suru.
(Kasou (仮想)). Sumber: Yoshikawa (2003:177)
Berikut ini penulis akan menjelaskan pengertian sakugo (錯誤) dan kasou
(仮想).
2.3.1 Sakugo dan Kasou
Sebelum penulis membahas lebih lanjut tentang keishiki meishi tsumori,
penulis akan membahas sedikit mengenai istilah sakugo dan kasou yang erat
kaitannya dengan fungsi keishiki meishi tsumori.
Menurut Matsuura (2005:851), sakugo berarti kekeliruan, kesalahan.
Contohnya, jidai sakugo (anakronisme), sakugo ni ochiru (membuat
kekeliruan/kesalahan). Menurut Kindaichi (2002:509):
14
<名>「文章語」「事実に対する」まちがい。あやまり、考え違
い、思い違い。
Terjemahannya:
[berlawanan dengan kenyataannya]. Kekeliruan, berbeda dengan yang
dipikirkan, tidak sesuai dengan yang dimaksudkan.
Menurut Kindaichi (1997:532):
1. 「誤り、まちがい」の意味 の漢語的表現。
2. その人がそう思っていると客観的事実が合致しないこと。
Terjemahannya:
1. Secara harafiah artinya mengekspresikan [kekeliruan, kesalahan].
2. Orang itu berpikir bahwa realita yang terjadi tidak sesuai dengan tujuan awalnya.
Menurut Matsumura (1999:743):
1. まちがい。あやまり。 2. 事実とそれに対する人の認識が一致しないこと。
Terjemahannya:
1. Kesalahan, kekeliruan. 2. Realita yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
orang (yang berhubungan dengan hal itu).
Penulis telah mengumpulkan empat definisi sakugo dari empat sumber
yang berbeda. Berikutnya penulis menuliskan empat definisi kasou dari empat
kamus yang sama dengan sama di atas. Menurut Matsuura (2005:445), kasou
adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadi. Contohnya, kasou tekikoku yang
berarti negara musuh yang potensial. Menurut Kindaichi (2002:242):
15
<名他動サ変>かりに、そうだと思うこと。かりに、そのように
見立てること。
Terjemahannya:
Berpikir bahwa hal itu bisa saja terjadi. Berpikir bahwa terlihat seperti itu keadaannya
Menurut Kindaichi (1997:249):
仮にそうなった場合のことを考えること。
Terjemahannya:
Berpikir bahwa mengenai keadaan tersebut (belum terjadi).
Menurut Matsumura (1999:352):
仮に想定する。
Terjemahannya:
Mengasumsikan sesuatu.
Maka keimpulannya sakugo memiliki makna bahwa sesorang melakukan
sesuatu kesalahan, kekeliruan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau
yang direncanakan. Kemudian kasou memiliki makna bahwa seseorang berpikir
tentang sesuatu hal yang berpotensi menjadi sesuatu atau terjadi sesuatu padanya.
Contoh pada frase kasou tekikoku yang berarti negara musuh yang potensial.
Pada kenyataannya, negara tersebut belum atau tidak bermusuhan dengan negara
lain. Tapi negara lain berpikir atau berasumsi bahwa negara yang dimaksud itu
berpotensi atau bisa saja menjadi musuh mereka. Berikut conoh sakugo dan
kasou
(1) とらの絵を描いたつもりです。tora no e o kaita tsumori desu.(錯誤)
16
(2) 本を買ったつもりで貯金する。hon o katta tsumori de chokin
suru.(仮想). Sumber: Yoshikawa (2003:177)
Terjemahannya:
(1) (Pada awalnya) saya bermaksud untuk melukis macan.
(2) Untuk membeli buku, saya menabung.
Kalimat pertama memiliki makna sakugo karena pada awalnya pembicara
bermaksud untuk melukis macan. Tapi, realita yang terjadi adalah hasil
lukisannya tidak menngambarkan sosok macan. Hal ini dapat dilihat dari kata
kaita 描いた merupakan bentuk lampau dari kaku 描く. Kalimat kedua memiliki
makna kasou karena pembicara belum melakukan perbuatannya, yaitu membeli
buku. Tapi, pembicara mengekspresikan bahwa untuk membeli buku, dia harus
menabung dahulu.
2.3.1.1 Konsep Hyougen
Menurut Hunt dalam Takamizawa (1997:111) pola kalimat yang
berkaitan dengan hyougen (ungkapan) biasanya digunakan dalam kalimat, maka
yang disebut dengan dengan kalimat adalah struktur ekspresi bahasa atau gengo
hyougen no kata (言語表現の型). Menurut Hunt dalam Takamizawa (1997:112),
metode dalam pengajaran bahasa pada pendidikan bahasa Jepang, berbagai
macam ekspresi bahasa disusun dalam tipe yang sederhana dalam jumlah yang
terbatas, dengan mempertimbangkan frekuensi dan tingkat kesulitannya dan
17
memperkenalkannya dalam urutan yang sudah ditentukan, mengubahnya dan
secara berurutan mendekati hyougen yang rumit.
Berdasarkan pada sudut pandang tata bahasa, pola kalimat diatur dalam
jenis sebagai berikut: kelas kata atau hinshi (品詞), konjugashi atau katsuyou (活
用), partikel atau joushi (助詞), dan kata kerja bantu atau jodoushi (助動詞).
Dikelompokkan dari struktur kalimat yang dasar dan sederhana hingga menjadi
struktur kalimat majemuk dan rumit.
2.3.2 Tsumori da
Tsumori da dijelaskan oleh Yoshikawa (2003:178) sebagai berikut:
「現在形+つもり」は<意志>を表すとされているが、それは意
志動詞の場合だけで、形容詞や形容動詞などによる無意志動詞の
場合は意志を表さない。また、意志動詞でも現実困難な動作を表
す場合は「つもり」の特性から特別の意味・ニュアンスを表すこ
とになる。
Terjemahannya:
Kalimat bentuk biasa+tsumori mengekspresikan keinginan pembicaranya, namun hanya untuk kasus verba keinginan, sedangkan untuk verba tanpa keinginan dengan adjektiva dan adjektiva-na tidak mengekspresikan keinginan. Ditambah lagi, dengan verba keinginan, tsumori mengekpresikan nuansa atau makna khusus perbuatan untuk melakukan sesuatu yang sukar direalisasikan.
Selanjutnya, penulis akan menjelaskan pola kalimat yang telah disebutkan
di atas berdasarkan penjelasan dari Yoshikawa.
2.3.2.1 Bentuk Biasa Verba Ishi (意志) yang Menyatakan Maksud +Tsumori da
Pada kasus ini pola kalimat tersebut mengekpresikan “keinginan”.
18
Contohnya, Tokyo ni iku tsumori da. Hon wo yomu tsumori da.
Cara untuk mengekpresikan “keinginan” tidak hanya dengan
menggunakan tsumori saja. Berikut cara untuk mengekpresikan “keinginan”:
2.3.2.2 Adjektiva Bentuk Biasa + Tsumori
Yoshikawa (2003:178) berpendapat bahwa pada kasus ini pola kalimat
tersebut tidak mengekspresikan “keinginan”. Contohnya, watashi wa mada mada
wakai tsumori desu. Kalimat tersebut mengekspresikan bahwa pembicara
berpikir bahwa dia masih merasa muda. Pembicara bertekad bahwa dirinya
masih muda. Bisa juga menunjukkan kepercayaan diri yang besar pembicaranya.
Hal yang sama juga berlaku bagi adjektiva-na. Contohnya, watashi wa mada
mada genki na tsumori da.
Berikut pendapat Yoshikawa (2003:178) mengenai hubungan adjektiva
dan adjektiva-na dengan tsumori:
形容詞や形容動詞(ナ形容詞)は状態を表すことばである。つま
り、状態を表すことばが「つもり」の前に来ると<思い込み>を
表す、と言えそうである。しかし、そうではない、「いる」は状
Verba Contoh
a. dengan verba keinginan saja
b. dengan ishi kei (bentuk keinginan)
c. menggunakan tsumori
iku. ikimasu
ikou. ikouto omoimasu
iku tsumori da. iku tsumori desu
19
態動詞であり、同時に意志動詞である。したがって、「いるつも
り」は<意志>の意味になる。
形容詞や形容動詞は状態を表すと同時に無意志表現をなすもので
ある。「無意志表現+つもり」が<思い込み>を表すのである。
Terjemahannya:
Adjektiva dan adjektiva-na adalah kata yang mengekspresikan keadaan. Dengan kata lain, kata yang mengekspresikan keadaan yang berada di depan kata tsumori akan mengekspresikan tekad atau curahan pikiran seseorang terhadap keadaannya. Namun, tidak berarti demikian. Iru adalah kata kerja keterangan dan di saat yang sama adalah kata kerja keinginan juga. Dengan demikian, iru tsumori mempunyai makna “keinginan”. Adjektiva dan adjektiva-na mengekspresikan sebuah keadaan dan di saat yang sama berfungsi sebagai hyougen ”tanpa keinginan”. Bentuk hyougen “tanpa keinginan” + tsumori mengekspresikan omoikomi (pembicaranya tercurahkan pikiran akan sesuatu; bertekad).
2.3.2.3 Verba yang Mengekspresikan Perbuatan yang Sulit Direalisasikan
Verba yang mengekspresikan perbuatan yang sulit direalisasikan terdapat
pada kalimat berikut:
私は医者になるつもりだ。Watashi wa isha ni naru tsumori da.
(Saya bermaksud untuk menjadi dokter.)
Isha ni naru sendiri mengekspresikan keinginan pembicara untuk
menjadi dokter (医者). Isha ni naru tsumori da bisa diganti dengan isha ni narou
to omou. Namun, menjadi seorang dokter bukanlah hal yang mudah. Orang yang
mengucapkan isha ni naru tsumori da mungkin memiliki kepercayaan diri yang
besar akan kemampuannya untuk menjadi dokter. Menurut Yoshikawa
(2003:179), ketika verba keinginan + tsumori, maka kalimat tersebut akan
mengekspresikan kepercayaan diri yang besar. Sehingga pembicara berpikir
20
bahwa dia mampu menjadi dokter adalah suatu bentuk kepercayaan diri yang
besar.
2.3.2.4 Bentuk Biasa + Tsumori datta
Frase iku tsumori da dan frase ikou to omou kurang lebih memiliki makna
yang sama. Karena itu, frase iku tsumori datta dan frase ikou to omotta juga
memiliki makna yang kurang lebih sama.
Contoh: Ryokou ni iku tsumori datta. (= ryokou ni ikou to omotta.)
Hon o kau tsumori datta. (= hon o kaou to omotta.)
(Yoshikawa, 2003:181)
Akan tetapi, terdapat perbedaan pada kalimat berikut.
a. Ikou to omotta. Soshite itta.
b. Ikou to omotta. Shikashi, ikenakunatteshimatta.
c. Iku tsumori datta. Soshite, itta.
d. Iku tsumori datta. Shikashi, ikenakunatteshimatta.
Ikou to omotta bisa disambung dengan soshite dan shikashi. Iku tsumori
datta tidak bisa disambung dengan soshite, namun dapat disambung dengan
shikashi. Dengan kata lain, kalimat yang mengandung tsumori memiliki makna
bahwa ada kemungkinan apa yang menjadi tujuan pembicara bisa saja tidak
terjadi (Yoshikawa 2003:179).
21
2.3.2.5 Fungsi Makna Tsumori yang Terdapat dalam Kalimat Dialog
Berikut ini penulis akan menjelaskan fungsi makna tsumori yang terdapat
dalam dialog. Mari kita perhatikan dua kalimat berikut:
(1) Kono hito, keirin senshu ni naru tsumori nan desu.
(2) Doushitemo ukeru tsumori? Tokyo no gakkou. (Yoshikawa, 2003:182)
Terjemahannya:
(1) Orang ini bermaksud untuk jadi atlet balapan sepeda.
(2) Apakah kamu bersikeras untuk mengambil ujian masuk sekolah di
Tokyo?
Kalimat pertama memiliki nuansa keirin senshu ni naru no wa muri
darou ga yang berarti pembicara menyatakan keraguannya akan kemampuan
orang yang dibicarakannya untuk menjadi atlet balapan sepeda. Kalimat kedua
mengisyaratkan keraguan pembicara akan kemampuan lawan bicaranya untuk
bisa lulus ujian masuk melalui pertanyaannya (doushitemo ukeru tsumori?).
Bisa dikatakan bahwa tsumori seperti ini memiliki nuansa muri kamoshirenai
(無理かもしれない), artinya “mungkin mustahil terjadi”. Dengan kata lain,
tsumori bisa dijadikan kata kunci untuk mengekspresikan “sesuatu yang sulit
direalisasikan”. Tetapi, yang dimaksud sulit untuk direalisasikan bukan
berdasarkan objek dialognya, melainkan subjek dialognya. Pada kaliamt
pertama objek dialognya adalah keirin senshu dan pada kalimat 2 adalah tokyo
gakkou. Subjek pada kalimat 1 adalah kono hito dan subjek pada kalimat 2
adalah lawan bicaranya, terdapat dalam kalimat berikut ini:
a. Fuyu yasumi ni wa ryokou ni ikimasu.
22
b. Fuyu yasumi ni wa ryokou ni iku tsumori desu.
c. Fuyu yasumi ni wa ryokou ni iku tsumori desu ga, ikenaru
kamoshiremasen. Sumber: Yoshikawa (2003:182)
Ikimasu pada kalimat [a] mengindikasikan keinginan yang sudah pasti
terlaksana. Iku tsumori desu pada kalimat [b] mengekspresikan bahwa
pembicara memiliki keinginan untuk melakukan hal itu. Kalimat [c] memiliki
nuansa perbuatan itu tidak terealisasi.
2.3.3 Tsumori de
Yoshikawa (2003:180) mengatakan bahwa tsumori de apabila digunakan
di tengah kalimat, juga dapat ditambahkan pada akhir kalimat. Memiliki fungsi
yaitu mengekspresikan perbuatan verba keinginan dan sesuatu yang sulit
direalisasikan.
2.3.3.1 Verba Ishi + Tsumori de yang Mengekspresikan Keinginan
Yoshikawa (2003:180) mengungkapkan bahwa jika dalam bentuk verba
keinginan biasa, misalnya iku tsumori artinya sama dengan ikou to omou, maka
iku tsumori de artinya sama dengan ikou to omotte. Dengan kata lain, artinya
mengekspresikan “keinginan”. Selain itu, bentuk tsumori ini juga menyatakan
perbuatan yang dilakukan untuk merealisasikan maksud atau niat seseorang.
Mari kita pehatikan dua kalimat berikut ini:
1. 年末に旅行に行くつもりでそのときの日程をあけておいて。
2. 優勝するつもりで懸命に走った。Sumber: Yoshikawa (2003:180)
23
Terjemahannya:
1. Saya mengosongkan jadwal pada waktu akhir tahun dengan maksud untuk
pergi bertamasya.
2. Saya berlari dengan bersungguh-sungguh dengan maksud menjadi juara.
Kedua kalimat di atas sama menggunakan kata tsumori de diikuti oleh
sebuah frase yang mengandung kata kerja. Kalimat pertama mengandung kata
akete oite (あけておいて) yang artinya membuka atau mengosongkan, dan
kalimat kedua mengandung kata hashitta (走った) yang artinya berlari. Kata
akete oite digunakan untuk oleh pembicaranya untuk menerangkan perbuatannya
demi merealisasikan keinginannya, yaitu “pergi bertamasya”. Sama halnya
dengan kata hashitta digunakan oleh pembicaranya untuk menerangkan
perbuatannya demi merealisasikan keinginannya, yaitu “menjadi juara”.
2.3.3.2 Verba Ishi + Tsumori de yang Mengekspresikan Sesuatu yang Sulit
Direalisasikan
「優勝する、1位になる、合格する」(yuushou suru, ichi i ni naru,
goukaku suru) diterjemahkan menjadi menjadi juara, jadi juara 1, lulus. Ketiga
kata tersebut adalah verba keinginan. Dengan demikian, yuushou tsuru tsumori
de yang artinya sama dengan yuushou to omotte yang memiliki arti
mengekspresikan “keinginan”. Kalimat jenis ini bergantung dari kasus masing-
masing, maka maknanya yang berbeda seperti: ada tidaknya kalimat jenis ini
memiliki arti ganbaru (berjuang) setelahnya. Ada tidaknya kalimat yuushou
dekiru to... (bisa menjadi juara) memiliki arti omoikomi (pembicaranya
24
tercurahkan pikiran akan sesuatu; bertekad). Hal itu tergantung dari kasus
masing-masing maka maknanya pun akan berbeda. Bagaimana pun juga, bisa
dibilang ada nuansa kepercayaan diri yang besar akan kemampuannya sendiri.
Dengan kata lain, pada kasus ini tsumori de mengekspresikan “keinginan”,
namun akan menimbulkan nuansa “kepercayaan diri yang besar” dan pada
akhirnya akan menimbulkan nuansa bahwa pembicara tercurahkan pikirannya
pada keyakinannya tersebut.
2.3.3.3 Perbedaan Antara Subjek Verba yang Muncul di depan Tsumori dengan
Subjek Kalimat
Perbedaan antara subjek verba yang muncul di depan tsumori dengan
subjek kalimat terdapat dalam kalimat ini:
私は仕事がすぐ片付くつもりでやってきた。(Watashi wa shigoto shigoto
ga sugu katazuku tsumori de yattekita.) Sumber: Yoshikawa (2003:181)
Terjemahannya:
Saya datang dengan maksud untuk segera menyelesaikan pekerjaan.
Pada kalimat tersebut subjeknya katazuku adalah shigoto, subjeknya
yattekita adalah watashi. Frase katazuku tsumori de (bermaksud untuk
menyelesaikan) bisa diartikan (watashi ga sono shigoto ga) katazuku to omotte
(saya bermaksud untuk meneyelesaikan pekerjaan itu). Kalimat ini juga memiliki
makna omoikomi (pembicaranya tercurahkan pikiran akan sesuatu; bertekad).
Dengan menggunakan verba transitif yang sesuai dengan kalimat watashi wa
25
shigoto o katazukeru tsumori de yattekita, maka artinya menjadi “keinginan”
yang mengekspresikan subjek.
Contoh lain dari kalimat tersebut:
(1) 外国語ができるつもりで通訳をかって出た。(Gaikokugo ga dekiru
tsumori de tsuuyaku o katte deta.)
(2) 病気がすぐなおるつもりで入院した。(Byouki ga sugu naoru tsumori
de nyuuin shita.) Sumber: Yoshikawa (2003:182)
Terjemahannya:
(1) Saya membeli (alat) penerjemah dengan maksud untuk segera memahami
bahasa asing.
(2) Saya dirawat di rumah sakit dengan maksud untuk segera sembuh.
2.3.4 Verba Bentuk Lampau + Tsumori da
Verba bentuk lampau + tsumori da terdapat kalimat berikut ini:
(1) 確かに火を消したつもりだ。(Tashika ni hi o keshita tsumori desu.)
(2) いい本を買ったつもりです。(Ii hon o katta tsumori desu.)
(3) とらの絵をかいたつもりです。(Tora no e o kaita tsumori desu.)
Sumber: Yoshikawa (2003:182)
Terjemahannya:
(1) Saya yakin bahwa saya telah memadamkan api.
(2) Saya yakin bahwa buku yang (telah) saya beli bagus.
26
(3) Saya yakin bahwa saya telah menggambar macan.
Menurut Yoshikawa (2003:182):
「過去形+つもり」は「現在形+つもり」と全く異なる意味を表
す.
Terjemahannya:
Kalimat bentuk lampau + tsumori mengekspresikan arti yang sama sekali berbeda dengan kalimat bentuk biasa + tsumori.
Kalimat 1 mengungkapkan pembicara berpikir bahwa dia telah
memadamkan api. Pada kalimat 2, kata hon (buku) diikuti oleh kata keterangan ii
(bagus), sehingga artinya adalah pembicara berpikir bahwa buku yang telah dia
beli itu adalah buku yang bagus. Kalimat 3, tanpa menghiraukan bahwa
kenyataannya dalam lukisan tersebut yang terlihat adalah (misalnya) seekor
kucing, pembicara (yang melukis lukisan tersebut) bersikeras bahwa dia
bermaksud untuk melukis seekor macan.
Ketiga kalimat tersebut sama-sama mengekspresikan omoikomi
(pembicaranya tercurahkan pikiran akan sesuatu; bertekad).
2.3.5 Verba Bentuk Lampau + Tsumori de
Verba bentuk lampau + tsumori de terdapat dalam kalimat berikut ini:
(1) 火を消したつもりで外出した。(Hi o keshita tsumori de gaishutsu
shita.)
(2) 小さい子どもになったつもりで遊ぼう。(Chiisai kodomo ni natta
tsumori de asobou.)
27
(3) 死んだつもりでがんばります。(Shinda tsumori de ganbarimasu.)
(4) 本を買ったつもりで貯金した。(Hon wo katta tsumori de chokin shita.)
Sumber: Yoshikawa (2003:182)
Terjemahannya:
1. Saya yakin sudah memadamkan api lalu keluar.
2. Kita jadi (seperti) anak kecil lalu bermain.
3. Saya akan berjuang (seolah-olah) sampai mati.
4. Untuk membeli buku, saya menabung.
Menurut Yoshikawa (2003:182):
「過去形+つもりで」は<思い込み>を表す場合と<仮想>を表
す場合とがある。
Terjemahannya:
Kalimat bentuk lampau + tsumori de mengekspresikan omoikomi dan 仮想 kasou.
Kalimat 1 memiliki arti pembicaranya berpikir bahwa dia sudah
memadamkan api (sebelum dia keluar). Kalimat 2 pembicaranya sadar bahwa dia
tidak bisa kembali menjadi anak kecil sehingga dia mengatakan kodomo ni natta
tsumori de. Dia berasumsi bahwa dia menjadi anak kecil. Karena itu, pembicara
sadar betul bahwa apa yang dia ucapkan sangat berbeda dengan kenyataannya
sehingga dia hanya berasumsi <仮想>(kasou) mengenai hal itu.
Kalimat 3 dan 4 adalah contoh mengenai asumsi <仮想>(kasou). Pada
kalimat 3, pembicara tidak mati. Dia hanya berasumsi mengenai hal itu saja.
Pada kalimat 4 pun pembicara tidak membeli buku tersebut. Dia hanya
28
berasumsi membeli buku tersebut. Kalimat-kalimat tersebut adalah contoh tipikal
kalimat yang mengekspresikan “asumsi”.
2.4 Bentuk Verba Tsumori wa nai dan Verba nai tsumori
Verba tsumori wa nai dan verba nai tsumori kalimat berikut ini:
(1) 旅行に行くつもりはありません。 (Ryokou ni iku tsumori wa
arimasen.)
(2) 旅行に行かないつもりです。 (Ryokou ni ikanai tsumori desu.)
Sumber: Yoshikawa (2003:184)
Terjemahannya:
(1) Saya tidak bermaksud untuk pergi berwisata.
(2) Saya tidak bermaksud untuk pergi berwisata.
Sekilas jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kedua kalimat
tersebut tidak memiliki perbedaan. Namun, dalam bahasa Jepang makna kedua
kalimat tersebut agak berbeda. Berikut pendapat Yoshikawa (2003:184)
mengenai hal tersebut:
「V つもりはない」は「V つもりだ」の否定の形で、よく使われ
る。それに比べて「V ないつもり」はあまり使われない。 「行くつもりはない」は、行くという意志は全くない、とういう
意味になる。これに対して、「行かないつもり」は、行かないと
いう意志があることはあるが、ひょっとしたら逆の事態(行くこ
と)になるかもしれない、というニュアンスを含む。
Terjemahannya:
29
Verba tsumori wa nai adalah bentuk negatif dari verba tsumori da dan sering digunakan. Dibandingkan dengan bentuk itu, bentuk verba nai tsumori jarang digunakan. Arti dari iku tsumori wa nai adalah sama sekali tidak punya tujuan atau
maksud untuk pergi. Terhadap hal tersebut ikanai tsumori berarti bahwa
pembicara punya niat atau tujuan untuk tidak pergi, namun ada nuansa
kemungkinan pada akhirnya dia pergi juga (keadaan yang sebaliknya
dengan yang dia ucapkan).
2.5 Bentuk「V ているつもり」と「V つもりでいる」(verba teiru tsumori) dan
(verba tsumori de iru)
Bentuk「V ているつもり」と「V つもりでいる」 (verba teiru
tsumori) dan (verba tsumori de iru) kalimat berikut ini:
(1) いつまで泊まっているつもりか。
(2) 慣れているつもりです。
(3) よく知っているつもりです。
(4) 読むつもりでいる。Sumber: Yoshikawa (2003:185)
Terjemahannya:
(1) Sampai kapan kamu bermaksud untuk menginap?
(2) Saya bermaksud untuk terbiasa.
(3) Saya bermaksud untuk memahaminya.
(4) Saya bermaksud untuk membacanya.
Perbedaan antara keempat kalimat tersebut dijelaskan oleh Yoshikawa
(2003:185) sebagai berikut:
30
「V ているつもり」は、その「V ている」の意味によって違って
くる。一般に、意志動詞では動作の継続を表し<意志>の意味と
なり、無意志動詞では結果の状態を表し<思い込み>の意味にな
る。
Terjemahannya:
Verba teiru tsumori akan memiliki makna yang berbeda tergantung dari verba teiru. Secara umum, verba keinginan mengekspresikan kelanjutan sebuah perbuatan dan memiliki arti “keinginan”, sementara dengan verba “tanpa keinginan” mengekspresikan omoikomi (curahan pikiran seseorang terhadap) keadaan hasil sebuah perbuatan.
Kalimat 1 mengekspresikan keinginan untuk melanjutkan menginap.
Kalimat 2 mengekpresikan pembicaranya yakin dapat terbiasa, dan memiliki
kepercayaan diri yang besar pada keterampilannya. Kalimat 3 mengekspresikan
keyakinan pembicaranya bahwa dia mengetahui sesuatu.
Verba tsumori de iru, seperti halnya pada kalimat 4, mengekspresikan
pembicaranya tetap memiliki keinginan tersebut.
2.6 Bentuk 「その(そんな・どいうい)つもり」 (sono [sonna, dou iu
tsumori])
Berikut pendapat Yoshikawa (2003:185) mengenai bentuk ini:
次に、「つもり」の前に「その、そんな、どういう」ということ
ばが、付いた言い方、つまり「そのつもり」「そんなつもり」
「どういうつもり」について、考えてみよう。これらは、特に、
談話機能として重要な役割を果たしていると思われるので、それ
について重点的に述べることにする。
Terjemahannya:
Berikutnya, mari kita perhatikan bentuk tsumori yang di depannya muncul kata sono, sonna, dou iu, dengan kata lain menjadi sono tsumori, sonna tsumori, dou iu tsumori.
31
Berikut pendapat Yoshikawa (2003:185) mengenai sono tsumori:
「そのつもり」の「その」は、談話において前の発話者のことば
を受ける場合と、当人のことばを受ける場合とがある、また、受
けることばが動詞の場合もあり、名詞の場合もある。
Terjemahannya:
Sono pada sono tsumori bisa merujuk pada suatu hal yang disebutkan oleh pembicaranya dan juga bisa merujuk pada suatu hal yang disebutkan lawan bicaranya. Selain itu, hal yang disebutkan bisa berupa verba atau bisa berupa nomina.
Sono tsumori terdapat dalam kalimat berikut ini:
A: Kore kara bijutsukan e irasshaimasuka?
B: Ee, sono tsumori desu. Sumber: Yoshikawa (2003:185)
Terjemahannya:
A: Apakah anda sekarang akan pergi ke galeri?
B: Ya, saya bermaksud demikian.
Pada kalimat di atas, kata sono yang diucapkan oleh B terdapat dalam
ucapan A (irasshaimasu), dengan kata lain B menerima verba iku. Irassharu
adalah bentuk bahasa sopan (sonkeigo) dari iku. Untuk menghindari pengulangan
maka digunakan frase sono tsumori desu. Dengan kata lain, sono tsumori
berfungsi menyatakan keinginan. Pada kasus ini sono tidak bisa dihilangkan
demi penghematan. Jadi ee, tsumori desu tidak bisa digunakan.