bab 2 landasan teori 2.1 navigasi udara -...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Navigasi Udara
Navigasi udara merupakan kegiatan untuk mengarahkan alat transportasi udara
(dalam hal ini pesawat) dari satu tempat ke tempat yang lain agar tidak keluar dari
jalurnya.
Navigation is the process of reading, planning, recording, and controlling the
movement of a craft or vehicle from one place to another.
[Jacob et al., 1993]
Navigasi juga diperlukan untuk mengurangi risiko kecelakaan pesawat yang
diakibatkan oleh tabrakan dengan pesawat lainnya maupun benturan dengan bukit dan
awan tebal khususnya ketika cuaca buruk atau jarak pandang pilot terbatas.
Navigasi ini dilakukan dari darat yang dibantu melalui sinyal yang dipancarkan
oleh instrumen terpasang pada menara (ground base) maupun sinyal dari satelit (satellite
base). Kemudian dengan sinyal-sinyal yang dipancarkan balik oleh pesawat, orang di
darat dapat mengetahui koordinat titik lokasi pesawat tersebut berada yang kemudian
digunakan untuk mengarahkan pesawat.
2.2 Posisi dan Sistem Koordinat
Posisi suatu titik biasanya dinyatakan dengan koordinat (dua-dimensi atau tiga-
dimensi) yang mengacu pada suatu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat itu
sendiri didefinisikan dengan menspesifikasikan tiga parameter berikut, yaitu:
• Lokasi titik nol dari sistem koordinat
7
• Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat
• Satuan yang digunakan untuk mendefinisikan posisi suatu titik dalam sistem
koordinat tersebut.
Setiap parameter dari sistem koordinat tersebut dapat dispesifikasikan lebih lanjut, dan
bergantung pada spesifikasi parameter yang digunakan.
Posisi titik di permukaan bumi diberikan dalam koordinat kartesian tiga-dimensi
(X, Y, Z) dalam sistem koordinat. Koordinat kartesian (X, Y, Z) tersebut selanjutnya
dapat ditransformasikan menjadi koordinat geodetik ( , ,h).
Gambar 2.1 Posisi titik dalam system koordinat kartesian dan geodetik
Hubungan matematis antara koordinat-koordinat kartesian dan geodetik dapat dituliskan
sebagai berikut:
(1)
8
Pada rumus di atas, dan adalah jari-jari kelengkungan vertikal dan eksentrisitas
ellipsoid yang keduanya dapat dihitung sebagai berikut:
, (2)
Di mana dan berturut-turut adalah setengah sumbu panjang dan setengah sumbu
pendek dari elipsoid.
2.3 GPS (Global Positioning System)
GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.
Nama formalnya adalah NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging
Global Positioning System). Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus
dalam segala cuaca ini, didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi
yang teliti, dan juga informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia.
Pada dasarnya GPS terdiri atas tiga segmen utama, yaitu segmen angkasa
(spacial segment) yang terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol (control
system segment) yang terdiri dari stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit, dan
segmen pemakai (user segment) yang terdiri dari pemakai GPS termasuk alat-alat
penerima dan pengolah sinyal dan data GPS. Ketiga segmen ini digambarkan secara
skematik di Gambar 2.2.
9
Gambar 2.2 Sistem Penentuan Posisi Global , GPS
Ada beberapa hal yang membuat GPS menarik untuk digunakan dalam
penentuan posisi, yakni:
• GPS dapat digunakan setiap saat tanpa bergantung waktu dan cuaca. GPS dapat
digunakan baik pada siang ataupun malam hari, dalam kondisi cuaca yang buruk
sekalipun seperti hujan ataupun kabut. Karena karakteristiknya ini maka
penggunaan GPS dapat meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas dari pelaksanaan
aktivitas-aktivitas yang terkait dengan penentuan posisi.
• Satelit-satelit GPS mempunyai ketinggian orbit yang cukup tinggi, yaitu sekitar
20.000 km di atas permukaan bumi. Jumlahnya pun relatif cukup banyak, untuk
saat ini terdapat 24 satelit. Ini menyebabkan GPS dapat meliput wilayah yang
cukup luas, sehingga akan dapat digunakan oleh banyak orang pada saat yang
sama, serta pemakaiannya menjadi tidak bergantung pada batas-batas politik dan
batas alam, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.3.
10
Gambar 2.3 Cakupan GPS yang relatif luas
• Posisi yang ditentukan dengan GPS akan mengacu pada suatu datum global yang
dinamakan WGS 1984. WGS 1984 adalah sistem koordinat kartesian terikat-
bumi. Pusatnya berimpit dengan pusat massa bumi, sumbu-Z nya berimpit
dengan sumbu putar bumi yang melalui CTP (Conventional Terrestrial Pole),
sumbu-X nya terletak pada bidang meridian nol (Greenwich), sumbu-Y nya
tegak lurus sumbu X dan Z dan membentuk sistem tangan kanan.
• GPS dapat memberikan ketelitian posisi yang spektrumnya cukup luas. Dari
yang sangat teliti (orde milimeter) sampai yang biasa-biasa saja (orde puluhan
meter). Luasnya spektrum ketelitian yang bisa diberikan ini memungkinkan
penggunaan GPS secara efektif dan efisien sesuai dengan ketelitian yang
diminta.
• Selain memberikan informasi posisi, GPS juga dapat memberikan informasi
mengenai jarak, kecepatan, percepatan, dan waktu secara teliti.
11
2.3.1 Metode Penentuan Posisi Kinematik
Penentuan posisi secara kinematik (kinematic positioning) adalah penentuan
posisi dari titk-titik yang bergerak. Hasil penentuan posisi bisa diperlukan pada saat
pengamatan (real-time) ataupun sesudah pengamatan (post-processing). Problem utama
dari penentuan posisi kinematik secara teliti adalah penentuan ambiguitas fase secara on-
the-fly, yaitu penentuan ambiguitas fase pada saat receiver sedang bergerak dalam waktu
sesingkat mungkin.
2.3.2 GPS dan Perhubungan Udara
Organisasi Penerbangan Sipil Sedunia, ICAO (International Civil Aviation
Organization) sudah sejak 1966 melakukan investigasi terhadap potensi satelit dalam
mendukung navigasi pesawat udara. Pada periode 1969 – 1970, Komisi Penasihat ATC
(Air Traffic Control) dari Departemen Transportasi Amerika Serikat juga sudah
melakukan investigasi terhadap kemungkinan penggunaan satelit sebagai elemen utama
pada ATC ataupun pada pesawat terbang untuk keperluan komunikasi, navigasi, dan
pemantauan. Komisi ini menganalisis penggunaan satelit untuk aplikasi penerbangan di
atas lautan maupun daratan. Komisi penasehat ATC ini berkesimpulan bahwa meskipun
sistem CNS (Comunication, Navigation and Surveillance) berbasis satelit tersebut secara
konsepsional memungkinkan dan juga potensinya sangat besar.
Pada awal 1980-an RTCA (Radio Technical Commision for Aeronautics) di
Amerika Serikat mulai melakukan investigasi yang berkaitan dengan teknologi,
keuntungan-keuntungan, serta kebutuhan-kebutuhan pemakai dari sistem-sistem CNS di
masa mendatang untuk pengelolaaan lalu lintas udara dan navigasi , dengan penekanan
12
khusus pada aplikasi dari teknologi satelit. Komisi Khusus dari RCTA, setelah
melakukan investigasi selama tiga tahun berkesimpulan bahwa penggunaan teknologi
satelit tidak hanya memikat, tetapi secara nyata tampaknya akan menjadi satu-satunya
metode yang mampu memberikan pelayanan untuk navigasi serta pengelolaan lalu lintas
yang memenuhi persyaratan penerbangan di masa mendatang dalam skala global.
Selanjutnya pada November 1983, ICAO membentuk kelompok kerja
internasional yang bernama FANS (Future Air Navigation Systems) yang terdiri atas
negara anggota ICAO dan peninjau dari organisasi internasional sebanyak 32 negara.
Secara lebih spesifik, kelompok kerja FANS ini bertujuan melakukan studi, identifikasi,
dan konsolidasi dari konsep-konsep dan teknologi baru dalam bidang navigasi udara,
termasuk teknologi satelit, serta memformulasikan rekomendasi bagi pengembangan
bidang navigasi udara sipil di masa mendatang untuk periode 25 tahun (1990 - 2015).
Kelompok kerja FANS ini selama lima tahun masa kerjanya telah mengembangkan
konsep dari suatu sistem komunikasi, navigasi, dan pemantauan (CNS) terpadu yang
berbasiskan pada teknologi satelit.
Untuk komponen komunikasi dan pemantauan, FANS menggunakan GNSS
(Global Navigation Satellite System) yang mencakup sistem-sistem satelit GPS. Pada
saat ini organisasi-organisasi penerbangan banyak terlibat dengan pengembangan
spesifikasi dan standar penerbangan untuk penggunaan GPS dan sistem-sistem yang
terkait.
13
2.3.3 Aplikasi dan Manfaat Penggunaan GPS pada Perhubungan Udara
Potensi penggunaan GPS dalam bidang perhubungan udara terutama terkait
dengan aspek-aspek navigasi dan pemantauan. Kalau kita mengacu pada fase-fase
navigasi yang umum dikenal yaitu en-route/terminal (oceanic, domestic, terminal,
remote areas, special helicopter operations) dan approach and landing (non-precision,
precision), maka pada dasarnya dapat dikatakan bahwa GPS akan punya manfaat dan
peran yang besar untuk setiap fase tersebut. Di samping dapat memberikan informasi
tentang posisi tiga-dimensi pesawat (termasuk parameter tinggi) dari waktu ke waktu
secara teliti, GPS juga dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang kecepatan,
arah terbang, serta atitude (pitch, roll) dari pesawat yang bersangkutan.
Gambar 2.4 Automatic Dependent Surveillance
Penggunaan GPS dalam bidang perhubungan udara tidak hanya akan
memengaruhi sistem kokpit pesawat, tetapi juga sistem ATC (Air Traffic Control), dan
ground base systems. Beberapa aplikasi GPS dalam bidang penerbangan yang sedang
dikembangkan meliputi:
Aplikasi yang segera direalisasikan
• Oceanic en-route navigation and surveillance
14
• Domestic en-route navigation and surveillance
• Terminal area navigation and surveillance
• Non-precision approach guidance
• Instrument landing guidance
• Altimetry
• Runway incrusion detection
Aplikasi masa mendatang
• Precision landing guidance
• Attitude and heading reference
• Airport surface guidance
Dalam dunia penerbangan, minat terhadap GPS dan kemampuan navigasinya
timbul sebagian karena hasil studi yang menunjukkan bahwa penggunaan GPS
mempunyai manfaat yang berdampak ekonomis cukup besar bagi perusahaan-
perusahaan penerbangan, bisnis penerbangan, dan komunitas penerbangan secara umum.
2.3.4 Kinerja dan Keterbatasan GPS
Telah banyak pertanyaan dilontarkan mengenai peran GPS sebagai sistem
navigasi sipil untuk penerbangan. Terutama berkaitan dengan aspek-aspek ketelitian,
keandalan, integritas, dan ketersediaannya dalam melayani fase-fase penerbangan. Baik
itu en-route/terminal maupun approach and landing. Berikut ini kinerja dan
keterbatasan dari GPS akan dibahas dengan mengacu pada aspek-aspek ketelitian,
keandalan, integritas, dan ketersediaan.
15
Dari aspek ketelitian, sistem satelit navigasi seperti GPS sebenarnya mempunyai
level ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan sistem-sistem navigasi lainnya, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Ketelitian tipikal dari beberapa sistem navigasi [Jacob et al., 1993; DoD and DoT,1993]
Sistem Navigasi Ketelitian tipikal
GPS (C/A code, L1) 100 m, 2 D, 95% DGPS (Carrier Smoothed Code) < 3 m DGPS (Carrier Phase, Kinematik) < 0,5 m GLONASS 18 m VOR (jarak = 10 nm, Dc = 4 derajat) 1200 m DME (Distance Measuring Equipment) < 450 m VLF – W > 1000 m INS (Inertial Navigation System) 1800 m / jam AHRS > 18000 m / jam
Kalau hanya memerhatikan masalah ketelitian, sebenarnya GPS dapat melayani
semua fase navigasi dari penerbangan. Dari Tabel 2.2 berikut terlihat bahwa secara
teoritis dari segi ketelitian dapat dikatakan bahwa GPS dapat melayani semua fase
sampai tahap kategori 3. Meskipun dari segi ketelitian GPS lebih baik dibanding sistem
lainnya, tetapi sampai saat ini GPS hanya disertifikasi sebagai sistem navigasi suplemen
di samping sistem-sistem navigasi yang telah ada. Alasan utamanya adalah masalah
integritas dari GPS dan juga adanya degradasi yang sifatnya periodik dari geometri
satelit di beberapa tempat di permukaan bumi ini.
16
Tabel 2.2 Persyaratan ketelitian untuk penerbangan sipil [DoD and DoT, 1993]
Fase Sub-Fase Ketelitian (Source Accuracy) 2drms (meter)
Oceanic Domestic 1000 (normal and high traffic density)
2000 (low traffic density) Terminal 500 Remote 1000 – 4000
En-Route / Terminal
Special Helicopter Operation
500 (high traffic density) 1000 - 2000 (low traffic density)
Non-Precision 100 CAT I Lateral : 17,1 Vertikal : 4,1 precision CAT II 5,2 1,7
Approach and landing
CAT III 4,1 0,6
Mengingat pentingnya masalah integritas sistem navigasi dalam dunia
penerbangan dan jga mengingat bahwa kelemahan GPS yang utama adalah dalam
masalah integritas ini, banyak penelitian yang difokuskan pada cara-cara meningkatkan
dan memantau tingkat integritas dari GPS.
Perlu dicatat bahwa sistem GPS sendiri sebenarnya sudah dilengkapi dengan
karakteristik built-in serta prosedur operasional yang dimaksudkan untuk memantau dan
sekaligus menjamin integritas dari GPS. Tetapi meskipun begitu, delay waktu sebesar 15
- 20 menit masih ada antara terjadinya anomali (kesalahan) pada satelit dengan indikasi
awalnya yang diamati oleh Segmen Kontrol GPS. Di samping itu waktu tambahan
sekitar satu jam biasanya diperlukan untuk meng-update data yang ditransmisikan ke
pengguna. Delay waktu yang inhren dalam kemampuan pemantauan dari Segmen
Kontrol GPS ini tidak memenuhi syarat integritas yang dituntut baik oleh ICAO maupun
FAA untuk semua fase navigasi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3.
17
Tabel 2.3 Persyaratan integritas untuk penerbangan sipil [DoD and DoT, 1993]
Fase Sub-Fase Time-to-
Alarm (detik) Oceanic 30 Domestic 30
En-Route / Terminal
Terminal 10 Non-Precision 10 CAT I 6 Precission CAT II 2
Approach and Landing
CAT III 2
2.4 Interpolasi
2.4.1 Ilustrasi Interpolasi
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dengan GPS selanjutnya
akan diproses sehingga menghasilkan titik-titik koordinat pesawat, di mana titik-titik ini
digunakan sebagai jalur pendaratan pesawat.
Sebagai ilustrasi, sebuah perekaman titik koordinat oleh GPS adalah setiap 400
meter. Permasalahan yang diangkat dengan data tersebut adalah menentukan nilai di
antara titik-titik diskrit tersebut (tanpa harus melakukan pengukuran lagi). Misalkan dari
pengukuran di atas, diinginkan posisi titik koordinat setiap 100 meter. Maka sebelumnya
akan ditentukan fungsi yang menghubungkan peubah-peubah yang ada. Solusinya
adalah mencari fungsi yang mencocokkan (fit) titik-titik data tersebut. Pendekatan
seperti ini di dalam metode numerik dinamakan pencocokan kurva ( Curve fitting ).
Fungsi yang diperoleh dengan pendekatan ini merupakan fungsi hampiran, karena itu
nilai fungsinya tidak setepat nilai sesungguhnya. Namun, cara ini dalam prakteknya
18
sudah mencukupi karena rumus yang benar – benar menghubungkan beberapa buah
besaran fisik sulit ditemukan
Gambaran perekaman koordinat oleh GPS :
400m kedua 400m keempat
400m pertama 400m ketiga 400m kelima
Ketelitian data koordinat yang diinginkan setiap 100 meter
400m kedua 400m keempat
400m pertama 400m ketiga 400m kelima
Gambar 2.5 Perekaman koordinat oleh GPS
Pencocokan kurva tidak hanya bertujuan menghitung nilai fungsi, tetapi ia juga
digunakan untuk mempermudah perhitungan numerik yang lain seperti menghitung nilai
turunan (derivative) dan menghitung nilai integral ( ∫ ). Misalnya kita dihadapkan
dengan fungsi yang bentuknya cukup rumit, seperti fungsi berikut :
19
( ) ( )5
322/1
21
42ln
x
xxxf
+
−= . (3)
Menghitung turunan fungsi tersebut pada nilai x tertentu, misalnya di ax = ,
( ) =af ' ?
merupakan pekerjaan yang cukup sulit, apalagi bila turunan yang dibutuhkan
semakin tinggi ordenya. Demikian juga dengan menghitung nilai integral fungsi ( )xf
pada selang integrasi ],[ ba , misalnya selang [0,1],
( )∫
+
−1
05
22/1
21
42ln
x
xx. (4)
Hal ini merupakan pekerjaan yang sulit, bahkan secara analitik pun belum tentu
dapat dilakukan. Rumus integrasi untuk fungsi semacam ini tidak tersedia. Satu
pendekatan untuk melakukan dua perhitungan ini ialah dengan menyederhanakan fungsi
( )xf menjadi polinom pn(x) yang berderajat ≤ n.
( ) ( )xpxf n= , (5)
yang dalam hal ini,
( ) nnn xaxaxaaxp ++++= ...2
210 . (6)
Menghitung turunan atau mengintegralkan suku-suku polinom menjadi lebih mudah
karena rumus untuk menghitung turunan atau mengintegrasikan polinom sangat
sederhana, yaitu
(i) Jika ( ) naxxf = maka ( ) 1' −= nnaxxf , a dan n konstan.
(ii) ( )∫ ++
= + Cxn
adxax nn 1
1, a dan n konstan, n ≠ -1.
20
Untuk membentuk polinom ini, kita mengambil beberapa titik diskrit (yang
umumnya berjarak sama) pada kurva fungsi f. Titik-titik tersebut secara alami
direpresentasikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya titik-titik data ini dicocokkan untuk
menentukan polinom ( )xpn yang menghampiri fungsi aslinya.
Gambar 2.6 Pencocokan kurva dengan Interpolasi
Pencocokan kurva adalah sebuah metode yang mencocokkan titik-titik data
dengan sebuah kurva (fitting curve) fungsi.
2.4.2 Metode Interpolasi
Bila data diketahui mempunyai ketelitian yang sangat tinggi, maka kurva
cocokannya dibuat melalui setiap titik, persis sama kalau kurva fungsi yang sebenarnya
dirajah melalui tiap titik itu. Kita katakan di sini bahwa kita menginterpolasi titik-titik
data dengan sebuah fungsi (Gambar 2.6). Bila fungsi cocokan yang digunakan berbentuk
polinom, polinom tersebut dinamakan polinom interpolasi. Pekerjaan menginterpolasi
titik-titik data dengan sebuah polinom disebut interpolasi (dengan) polinom. Contoh
data yang berketelitian tinggi adalah titik-titik yang dihitung dari fungsi yang telah
y
x
21
diketahui (seperti dari persamaan 3), atau data tabel yang terdapat di dalam acuan ilmiah
(seperti data percepatan gravitasi bumi sebagai fungsi jarak sebuah titik ke pusat bumi).
Selain dengan polinom, interpolasi titik-titik data dapat dilakukan dengan fungsi spline,
fungsi rasional (pecahan), atau deret Fourier.
2.4.3 Persoalan Interpolasi Polinom
Diberikan n+1 buah titik berbeda (x0,y0),(x1,y1), … ,(xn,yn). Tentukan polinom
pn(x) yang menginterpolasi (melewati) semua titik-titik tersebut sedemikian rupa
sehingga
( )ini xpy = untuk i = 0,1,2, … ,n
Nilai yi dapat berasal dari fungsi matematika f(x) sedemikian sehingga yi = f(xi),
sedangkan pn(x) disebut fungsi hampiran terhadap f(x). Atau yi berasal dari nilai empiris
yang diperoleh melalui percobaan atau pengamatan.
Gambar 2.7 Interpolasi dan Ekstrapolasi
(x1,y1)
(x0,y0)
(x2,y2)
(x3,y3) (a,pn(a))
(y=pn(x)) (xn‐1,yn‐1)
(xn,yn)
(b,pn(b))
(x = a) (x = b)
(menginterpolasi) (mengekstrapolasi)
22
Setelah polinom interpolasi pn(x) ditemukan, pn(x) dapat digunakan untuk
menghitung perkiraan nilai y di x = a, yaitu y = pn(a). Bergantung pada letaknya, nilai
x=a mungkin terletak di dalam rentang titik-titik data (x0 < a < xn) atau di luar rentang
titik-titik data (a < x0 atau a > xn) :
(i) Jika x0 < a < xk maka yk = p(xk) disebut nilai interpolasi (interpolated value)
(ii) Jika xn < xk atau x0 > xk maka yk = p(xk) disebut nilai ekstrapolasi (extrapolated
value)
Keduanya, (i) dan (ii), ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Beberapa metode perhitungan polinom interpolasi telah ditemukan oleh para
analis numerik tanpa menggunakan cara pendekatan di atas. Beberapa di antaranya akan
diberikan di sini yaitu :
a. Polinom Lagrange
b. Polinom Newton
c. Polinom Newton-Gregory (kasus khusus dari polinom Newton)
Untuk sejumlah titik-titik data yang diberikan, metode interpolasi yang berbeda-
beda ini tetap menghasilkan polinom yang sama (unik), tetapi dalam bentuk yang
berbeda satu sama lain, dan berbeda juga dalam jumlah komputasi yang dilibatkan.
2.5 Polinom Newton
Pada Polinom Lagrange terdapat beberapa kelemahan yaitu:
a. Banyaknya komputasi yang dibutuhkan untuk satu kali interpolasi adalah besar.
Interpolasi untuk nilai x yang lain memerlukan jumlah komputasi yang sama
karena tidak ada bagian komputasi sebelumnya yang dapat digunakan.
23
b. Bila jumlah titik-titik data meningkat atau menurun, hasil komputasi sebelumnya
tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya hubungan antara
pn-1(x) dan pn(x) pada polinom Lagrange.
Polinom Newton dibuat untuk mengatasi kelemahan ini. Dengan polinom
Newton, polinom yang dibentuk sebelumnya dapat dipakai untuk membuat polinom
derajat yang lebih tinggi.
Pada polinom lanjar persamaannya:
( ) ( )( ) ( )0
01
0101 xx
xxyy
yxp −−−
+= (7)
Bentuk persamaan ini dapat ditulis sebagai
P1(x) = a0+a1(x-x0) (8)
Di mana
a0 = y0 =f(x0) (9)
dan
( )
01
01
01
011
)(xx
xfxfxxyy
a−−
=−−
= (10)
Persamaan (10) ini merupakan bentuk selisih-terbagi (divided-difference) dan dapat
disingkat penulisannya menjadi
a1 = f[x1, x0] (11)
Setelah polinom lanjar, polinom kuadratik dapat dinyatakan dalam bentuk
p2(x) = a0 + a1(x-x0) + a2(x-x0)(x-x1) (12)
atau
p2(x) = p1(x) + a2(x-x0)(x-x1) (13)
24
Persamaan (13) memperlihatkan bahwa p2(x) dapat dibentuk dari polinom sebelumnya,
p1(x). Ini mengarahkan kita pada pembentukan polinom Newton untuk derajat yang
lebih tinggi. Nilai a2 dapat ditemukan dengan menyulihkan x = x2 untuk memperoleh
( ) ( )( )( )1202
021022 xxxx
xxaaxfa−−
−−−= (14)
Nilai a0 dan nilai a1 pada persamaan (9) dan (10) dimasukkan ke dalam persamaan (14)
untuk memberikan
( ) ( ) ( ) ( )
12
01
01
02
02
2 xxxx
xfxfxx
xfxf
a−
−−−
−−
=
Dengan melakukan perhitungan aljabar, persamaan terakhir ini lebih disukai ditulis
menjadi
( ) ( ) ( ) ( )
02
0112
02
01
01
12
12
2],[],[
xxxxfxxf
xxxx
xfxfxx
xfxf
a−−
=−
−−−
−−
= (15)
Demikian seterusnya, kita dapat membentuk polinom Newton secara bertahap : polinom
derajat n dibentuk dari polinom derajat (n-1). Polinom Newton dinyatakan dalam
hubungan rekursif sebagai berikut :
(i) Rekurens : pn(x) = pn-1(x) + an(x-x0)(x – x1) ... (x – xn-1) (16)
(ii) Basis : p0(x) = a0
Jadi, tahapan pembentukan polinom Newton adalah sebagai berikut :
p1(x) = p0(x) + a1(x – x0)
= a0 + a1(x – x0)
p2(x) = p1(x) + a2(x – x0)(x – x1)
= a0 + a1(x – x0) + a2(x – x0)(x – x1)
25
p3(x) = p2(x) + a3(x – x0)(x – x1)(x – x2)
= a0 + a1(x – x0) + a2(x – x0)(x – x1) + a3(x – x0)(x – x1)(x – x2)
...
pn(x) = pn-1(x) + an(x – x0)(x – x1) ... (x – xn-1)
= a0 + a1(x – x0) + a2(x – x0)(x – x1) + a3(x – x0)(x – x1)(x – x2) +
... + an(x – x0)(x – x1) ... (x – xn-1) (17)
Nilai konstanta a0, a1, a2,…an merupakan nilai selisih-terbagi dengan nilai masing-
masing :
a0=f(x0)
a1=f [x1, x0]
a2=f [x2, x1,x0]
:
an = f [xn, xn-1,…,x1,x0]
di mana,
[ ] ( ) ( )ji
jiji xx
xfxfxxf
−−
=, (18)
[ ] ( ) ( )ki
kjjikji xx
xxfxxfxxxf
−−
=,,
,, (19)
[ ] ( ) ( )on
nnnnnn xx
xxxfxxxfxxxxf−−= −−−
−02111
011,...,,,...,,,,...,, (20)
dengan demikian polinom Newton pada persamaan (16) dapat ditulis dalam hubungan
rekursif sebagai berikut
(i) Rekurens :
26
( ) ( ) ( )( ) ( ) [ ]0111101 ,,...,,... xxxxfxxxxxxxpxp nnnnn −−− −−−+= (21)
(ii) Basis : p0(x) = f(x0)
atau dalam bentuk polinom yang lengkap sebagai berikut :
pn(x) = f(x0) + (x – x0) f[x1,x0] + (x – x0)(x – x1) f[x2,x1,x0]
+ (x – x0)(x – x1) … (x – xn-1) f[xn,xn-1, … ,x1,x0] (22)
Karena tetapan a0, a1, a2,..., an merupakan ini selisih terbagi, maka polinom Newton
dinamakan juga polinom interpolasi selisih-terbagi Newton. Nilai selisih terbagi ini
dapat dihitung dengan menggunakan tabel yang disebut tabel selisih-terbagi, misalnya
tabel selisih terbagi untuk empat buah titik (n = 3 ) berikut :
Tabel 2.4 Tabel Selisih Terbagi untuk Empat buah Titik
i xi yi = f(xi) ST – 1 ST – 2 ST – 3 0 1 2 3
x0 x1 x2 x3
f(x0) f(x1) f(x2) f(x3)
f[x1,x0] f[x2,x1] f[x3,x1]
f[x2,x1,x0] f[x3,x2,x1]
f[x3,x2,x1,x0]
Keterangan : ST = Selisih-Terbagi
Sekali tabel selisih-terbagi dibentuk, polinom interpolasi yang melewati sekumpulan
titik (x1,y1) berbeda (misalnya untuk i = 0,1,2, atau i = 1,2,3) dapat ditulis dengan
mudah. Bila bagian tabel yang diarsir dinyatakan di dalam matriks ST [ 0...n, 0...n],
maka evaluasi pn(x) untuk x = t dapat dinyatakan sebagai
pn(t) = ST(0,0) + ST[0,1](t-x0) + ST[0,2](t – x0)(t – x1)
+ ST[0,n](t – x0)(t – x1) … (t – xn-1)
Kelebihan Polinom Newton
Alasan mengapa Polinom Newton lebih disukai untuk dibuat program, yaitu
27
a. Karena polinom Newton dibentuk dengan menambahkan satu suku tunggal
dengan polinom derajat yang lebih rendah, maka ini memudahkan perhitungan
polinom derajat yang lebih tinggi dalam program yang sama. Karena alasan itu,
polinom Newton sering digunakan khususnya pada kasus yang derajat
polinomnya tidak diketahui terlebih dahulu.
b. Penambahan suku-suku polinom secara beruntun dapat dijadikan kriteria untuk
menentukan tercapainya titik berhenti, yaitu apakah penambahan suku-suku yang
lebih tinggi tidak lagi memperbaiki nilai interpolasi, atau malahan menjadi lebih
buruk.
c. Tabel selisih terbagi dapat dipakai berulang-ulang untuk memerkirakan nilai
fungsi pada nilai x yang berlainan.
2.6 Polinom Newton – Gregory
Polinom Newton-Gregory merupakan kasus khusus dari polinom Newton untuk
titik-titik yang berjarak sama. Pada kebanyakan aplikasi nilai-nilai x berjarak sama,
misalnya pada tabel nilai fungsi, atau pada pengukuran yang dilakukan pada selang
waktu yang teratur.
Untuk titik-titik yang berjarak sama, rumus polinom Newton menjadi lebih
sederhana. Selain itu, tabel selisih-terbaginya pun lebih mudah dibentuk. Di sini kita
menamakan tabel tersebut sebagai tabel selisih saja, karena tidak ada proses pembagian
dalam pembentukan elemen tabel.
Ada dua macam tabel selisih, yaitu tabel selisih maju (forward difference) dan
karena itu, ada dua macam polinom Newton – Gregory, yaitu polinom Newton-Gregory
28
maju dan polinom Newton Gregory mundur. Pada tugas akhir ini yang dibahas adalah
polinom Newton-Gregory Maju.
2.7 Polinom Newton-Gregory Maju
Polinom Newton-Gregory maju diturunkan dari tabel selisih maju. Sebelum
menurunkan rumusnya, kita bahas terlebih dahulu tabel selisih maju.
2.7.1 Tabel selisih Maju
Misal diberikan lima buah titik dengan absis xi, i=0,1,...,4 yang berjarak sama.
Tabel selisih maju yang dibentuk dari kelima titik tersebut adalah
Tabel 2.5 Tabel Selisih Maju dari Lima Titik
x f(x) Δf Δ2f Δ3f Δ4f x0 x1 x2 x3 x4
f0 f1 f2 f3 f4
Δf0 Δf1 Δf2 Δf3 Δf4
Δ2f0 Δ2f1 Δ2f2 Δ2f3 Δ2f4
Δ3f0 Δ3f1 Δ3f2 Δ3f3 Δ3f4
Δ4f0 Δ4f1 Δ4f2 Δ4f3 Δ4f4
Lambang Δ menyatakan selisih maju. Arti setiap simbol di dalam tabel adalah :
( ) 000 yxff ==
( ) 111 yxff ==
...
( ) 444 yxff ==
Notasi : ( )pp xff =
010 fff −=Δ
121 fff −=Δ
29
...
343 fff −=Δ
Notasi : ppp fff −=Δ +1
0102 fff Δ−Δ=Δ
1212 fff Δ−Δ=Δ
2322 fff Δ−Δ=Δ
Notasi : ppp fff Δ−Δ=Δ +12
02
12
03 fff Δ−Δ=Δ
12
22
13 fff Δ−Δ=Δ
Notasi : ppp fff 21
23 Δ−Δ=Δ +
Bentuk umum :
pn
pn ff Δ=Δ +1 , n = 0, 1, 2, ... (23)
2.7.2 Penurunan Rumus Polinom Newton-Gregory Maju
Sekarang kita mengembangkan polinom Newton-Gregory maju yang didasarkan
pada tabel selisih maju.
[ ]01, xxf ( ) ( )
01
01
xxxfxf
−−
=
( )hxf 0Δ
=
30
hf!1
0Δ= (24)
[ ]012 ,, xxxf [ ] [ ]
02
0112 ,,xx
xxfxxf−−
=
( ) ( ) ( ) ( )
02
01
01
12
12
xxxx
xfxfxx
xfxf
−−−
−−−
=
hh
ff
2
01 Δ−Δ
=
20
2
!2 hfΔ
= (25)
Bentuk umum :
[ ] ( )n
n
n
n
n hnf
hnxf
xxxf!!
,,..., 0001
Δ=
Δ= (26)
Dengan demikian polinom Newton untuk data berjarak sama dapat ditulis
sebagai :
( )xpn = ( ) ( ) [ ] ( )( ) ( ) ++−−+−+ ...,,, 012100100 xxxfxxxxxxfxxxf
( )( ) ( ) [ ]011110 ,,...,,... xxxxfxxxxxx nnn −−−−−
= ( ) ( )( ) ++Δ
−−+Δ
−+ ...!2!1 2
02
100
00 hf
xxxxhf
xxf
( )( ) ( ) n
n
n hnf
xxxxxx!
... 0110Δ
−−− − (27)
Persamaan (27) ini dinamakan polinom Newton-Gregory maju. Persamaan ini
dapat juga ditulis sebagai relasi rekursif :
31
( ) ( ) ( )( ) ( ) n
n
nnn hnf
xxxxxxxpxp!
... 01101Δ
−−−+= −− (28)
Jika titik-titik berjarak sama dinyatakan sebagai
ihxxi += 0 , ni ,...,2,1,0=
dan nilai x yang diinterpolasikan adalah
shxx += 0 , Rs∈
maka, persamaan (27) dapat juga ditulis dalam parameter s sebagai
( ) ( ) ( )( ) ( )00
22
2
00 !1...21...
!21
!1f
hnhnssssf
hhssf
hshfxp n
n
n
n Δ+−−−++Δ−+Δ+=
yang menghasilkan
( ) ( ) ( )( ) ( )00
200 !
1...21...!21
!1f
nnssssfssfsfxp n
n Δ+−−−++Δ−+Δ+= (29)
atau dalam bentuk relasi rekursif,
(i) Rekurens : ( ) ( ) ( )( ) ( )01 !
1...21 fn
nssssxpxp nnn Δ+−−−+= −
(ii) Basis : ( ) ( )00 xfxp = (30)
Seringkali persamaan (29) dinyatakan dalam bentuk binomial :
( ) ∑=
Δ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
n
k
kn f
ks
xp0
0 (31)
yang dalam hal ini,
,10
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ s
( )( ) ( )!
1...21k
kssssks +−−−=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ (s > 0, bilangan bulat positif)
dan kk .....2.1!=
32
Tahap pembentukan polinom Newton-Gregory maju untuk titik-titik berjarak
sama dapat dituliskan sebagai berikut :
( ) 00 fxp =
( ) ( )!101sxpxp += 000 !1
fsff Δ+=Δ
( )xp2 = ( ) ( )0
21 !2
1 fssxp Δ−+
=( )
02
00 !21
!1fssfsf Δ−+Δ+
( )xp3 = ( ) ( )( )0
32 !2
21 fsssxp Δ−−+
=( ) ( )( )
03
02
00 !221
!21
!1fsssfssfsf Δ−−+Δ−+Δ+
2.7.3 Taksiran Galat Interpolasi Newton-Gregory Maju
Seperti halnya pada polinom Newton, taksiran galat interpolasi Newton-Gregory
dapat dihitung dengan menghampiri turunan fungsi ke (n + 1) dengan nilai pada tabel
selisih.
Tinjau kembali polinom Newton-Gregory Maju :
( ) ( ) ( )( ) ( ) n
n
nnn hnf
xxxxxxxpxp!
... 01101Δ
−−−+= −−
Naikkan suku
( )( ) ( ) n
n
n hnf
xxxxxx!
... 0110Δ
−−− −
dari n menjadi n + 1 :
33
( )( ) ( )( )( ) 10
1
110 !1... +
+
− +Δ
−−−− n
n
nn hnf
xxxxxxxx
Bentuk terakhir ini bersesuaian dengan rumus galat interpolasi
( ) ( )( ) ( ) ( )( )1...
1
10 +−−−=
+
ntfxxxxxxxE
n
n
Sehingga, f(n+1)(t) dapat dihampiri dengan
( ) ( ) 10
11
+
++ Δ
n
nn
hf
tf (32)
Jadi, taksiran galat dalam menginterpolasi f(x) dengan polinom Newton-Gregory
maju adalah
( ) ( )( ) ( ) ( )!1... 1
01
10 +−−−= +
+
nhff
xxxxxxxE n
n
n (33)
atau dalam bentuk lain,
( ) ( )( ) ( )( )!1...21 0
1
+Δ
−−−=+
nf
nssssxEn
(34)
dengan ( ) hxxs /0−=
2.7.4 Manfaat Tabel Selisih Maju
Pada contoh-contoh perhitungan yang diberikan sebelum ini, derajat polinom
interpolasi ditentukan pada soal. Bila polinom interpolasi derajat n yang diinginkan,
maka jumlah titik yang dibutuhkan harus (n + 1) buah. Sebaliknya, bila diberikan (n+1)
titik, maka kita dapat menginterpolasi titik-titik itu dengan polinom derajat satu (jadi
hanya dua titik yang diperlukan), polinom derajat dua (tiga titik), polinom derajat tiga
(empat titik) dan maksimal polinom derajat n (jadi semua titik yang dipakai). Timbul
34
pertanyaan, dengan polinom derajat berapakah sekumpulan titik data sebaiknya
diinterpolasi agar memberikan galat interpolasi yang minimum? misalkan kita
membentuk tabel selisih untuk fungsi f(x)=x,f(x)=x2 dan f(x)=x3 pada titik-titik x yang
berjarak sama yaitu :
(i)
Tabel 2.6 Selisih fungsi f(x)=x
x f(x)=x Δf Δ2f Δ3f 0 h 2h 3h
0 h 2h 3h
h h h
0 0
0
(ii)
Tabel 2.7 Selisih fungsi f(x)=x2
x f(x)=x2 Δf Δ2f Δ3f 0 h 2h 3h 4h
0 h2 4h2 9h2 16h2
h2 3h2 5h2 7h2
2h2 2h2 2h2
0 0
(iii)
Tabel 2.8 Selisih fungsi f(x)=x3
x f(x)=x2 Δf Δ2f Δ3f 0 h 2h 3h 4h
0 h3 8h3 27h3 64h3
H3 7h3 19h3 37h3
6h3 6h3
0
h adalah jarak antara nilai-nilai x. Selisih orde pertama adalah
35
( )xfΔ = ( ) ( )xfhxf −+
= ( ) ( ){ } { }nn
nn xaxaahxahxaa +++−++++ ...... 1010
= ( )[ ] ( )[ ]+−++−+ −−−
111
nnn
nnn xhxaxhxa suku-suku derajat ≤ n-2
( ) ( )( )[ ]+−++−+−+ −−−−−−
1123211 ...21 nnnnn
n xhhxnhxnxa
suku-suku derajat ≤ n-2
= +−1nn xnha suku-suku derajat ≤ n-2
Jadi kesimpulan kita benar. Apakah kegunaan kesimpulan ini? Bila di dalam
tabel selisih ditemukan Δ k bernilai (hampir) konstan (≠ 0) maka polinom yang tepat
mengiterpolasi titik-titik adalah polinom berderajat k. Pada contoh tabel (iii) diatas : Δ 3
konstan, jadi titik – titiknya tepat diinterpolasi dengan polinom derajat tiga (sama
dengan fungsi aslinya, f(x) = x3)
Bagaimana jika tidak terdapat Δyang bernilai tetap ? Misalnya diberikan tabel
selisih di bawah ini :
Tabel 2.9 Δyang tidak bernilai tetap
x f(x)=1/x Δf Δ2f Δ3f Δ4f 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60
10.00 5.00 3.33 2.50 2.00 1.67
-5.00 -1.67 -0.83 -0.50 -0.33
3.33 0.83 0.33 0.17
-2.49 -0.51 -0.16
1.98 0.35
Pada tabel selisih di atas, tidak ada Δ k yang mendekati nilai tetap. Jadi f(x) = 1/x
tidak tepat dihampiri dengan polinom derajat 1, 2, 3, atau 4 di dalam selang [0.10, 0.60].
Tetapi jika selang datanya diperkecil dengan penngambilan h yang lebih kecil dan
digunakan empat angka benar sebagai berikut :
36
Tabel 2.10 Δyang bernilai tetap
x f(x)=1/x Δf Δ2f Δ3f 0.25 0.26 0.27 0.28 0.29 0.30
4.000 3.846 3.704 3.571 3.448 3.333
-0.154 -0.142 -0.133 -0.123 -0.115
0.012 0.009 0.010 0.008
-0.003 0.001 -0.002
Maka dari tabel ini ditemukan Δ 2 mendekati nilai tetap yaitu sekitar 0.010. karena
itu f(x) = 1/x dapat dihampiri sebanyak empat angka bena dengan polinom kuadratik
di dalam selang [0.25, 0.30].