bab 2 landasan teori -...
TRANSCRIPT
8
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan hal yang berperan penting bagi perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya. Pengertian sistem informasi beserta tujuan dari sistem
informasi akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut ini.
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi
O’Brien (2008: 5) mendefinisikan sistem informasi sebagai “kombinasi
teratur apa pun dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi,
dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan
informasi dalam sebuah organisasi.”
Pengertian sistem informasi menurut Hall (2013: 5) “The information
system is the set of formal procedures by which data are collected, processed
into information, and distributed to users.”, dimana maksud dari sistem
informasi adalah serangkaian prosedur formal dimana data dikumpulkan,
diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada pengguna.
Sistem informasi yang diambil dari Gelinas dan Dull (2008: 13) adalah
sistem rancangan manusia yang secara umum terdiri dari komponen yang
berbasis komputer dan manual komponen yang dibuat untuk mengumpulkan,
menyimpan, dan mengolah untuk menghasilkan output informasi yang berguna
bagi user.
Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan sebuah
kombinasi dari berbagai komponen dan prosedur yang mengumpulkan,
menyimpan, memproses menjadi infromasi, dan mengirimkan informasi
tersebut kepada pengguna untuk mendukung proses pengambilan keputusan
perusahaan.
2.1.2 Tujuan Sistem Informasi
Tiga tujuan dasar dari sistem informasi menurut Hall (2013: 5) yaitu:
1. Untuk mendukung fungsi pengawasan dari manajemen. Pengawasan
mengacu kepada tanggung jawab manajemen untuk mengelola sumber
daya perusahaan secara tepat.
9
2. Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen. Sistem informasi
menyediakan informasi yang dibutuhkan pihak manajer dalam
pengambilan keputusan.
3. Untuk mendukung operasi sehari-hari perusahaan. Sistem informasi
menyediakan informasi kepada pegawai operasional untuk membantu
mereka melaksanakan tugas mereka sehari-hari secara efektif dan efisien.
2.2 Sistem informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi merupakan bagian daripada sistem informasi
perusahaan yang memiliki kegunaan, komponen yang mendukungnya, serta siklus dari
sistem informasi akuntansi. Ira Setiawati (2007: 51) mengungkapkan bahwa sistem
informasi akuntansi meliputi pemanfaatan teknologi informasi untuk menyediakan
informasi bagi para pengguna melalui pengolahan data.
2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Beberapa ahli dari berbagai literatur mendefinisikan sistem informasi
akuntansi sebagai berikut:
Sistem informasi akuntansi menurut Gelinas dan Dull (2008: 14) adalah
“Accounting information system (AIS) is a specialized subsystem of the IS. The
purpose of this separate AIS was to collect, process, and report information
related to the financial aspects of business events.” Artinya sistem informasi
akuntansi merupakan subsistem yang terspesialisasi dari sistem informasi yang
bertujuan untuk mengumpulkan, memproses, dan melaporkan informasi yang
berhubungan dengan aspek-aspek keuangan dari kegiatan-kegiatan bisnis.
Considine, Parkes, Olesen, Blount, dan Speer (2012: 12) menjelaskan
“Accounting Information System is the application of technology to the
capturing, verifying, storing, sorting, and reporting of data relating to an
organisation’s activities.” Berarti sistem informasi akuntansi adalah teknologi
aplikasi yang menangkap, memverifikasi, menyimpan, mengurutkan, dan
melaporkan data yang saling berkaitan dengan aktivitas organisasi.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Sistem
Informasi Akuntansi adalah sistem informasi berbasis komputer yang
mengumpulkan, memverifikasi, memproses, menyimpan, mengurutkan, dan
10
melaporkan data keuangan dari proses bisnis perusahaan yang berguna untuk
mendukung pengambilan keputusan.
2.2.2 Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi
M. Slamet menerjemahkan kegunaan sistem informasi akuntansi
menurut Jones dan Rama (2008: 6-7), yaitu:
1. Membuat laporan yang berisi informasi yang dibutuhkan oleh pihak
eksternal perusahaan seperti para investor, kreditur, dinas pajak, badan-
badan pemerintah, dan yang lainnya.
2. Membantu para manajer dalam menjalankan aktivitas operasional yang
rutin dilakukan dalam suatu siklus operasi perusahaan.
3. Mendukung pengambilan keputusan pada semua tingkat manajemen dalam
perusahaan, baik yang dilakukan secara rutin maupun tidak.
4. Membantu dalam membuat suatu perencanaan dan juga dalam melakukan
pengendalian terhadap setiap aktivitas yang dilakukan.
5. Melaksanakan pengendalian internal, yang mencakup aturan-aturan,
kebijakan-kebijakan, prosedur, dan sistem informasi yang digunakan untuk
melindungi aset perusahaan dari kerugian dan menjaga keakuratan data
keuangan perusahaan.
2.2.3 Komponen Sistem Informasi Akuntansi
Terdapat enam komponen yang membentuk sistem informasi akuntansi
menurut Romney dan Steinbart (2006: 6) yaitu:
1. People (orang), yang mengoperasikan system dan melakukan berbagai
fungsi.
2. Procedures and instruction (prosedur dan instruksi), baik manual dan
otomatis meliputi pengumpulan, pemrosesan dan penyimpanan data
mengenai kegiatan organisasi.
3. Data (data), mengenai proses bisnis organisasi meliputi semua data
transaksi yang terjadi mengenai proses bisnis organisasi.
4. Software (perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses data
organisasi.
5. Information technology infrastructure (infrastruktur teknologi informasi),
meliputi komputer, peralatan lainnya dan peralatan komunikasi jaringan
11
yang digunakan untuk mengumpilkan, menyimpan, memproses data, serta
mengirimkan data dan informasi.
6. Internal controls and security measures (pengendalian internal dan sistem
keamanan), yang menjaga keamanan data di dalam sistem.
2.2.4 Karakteristik Informasi
Hall (2013: 12) menjelaskan bahwa suatu informasi dikatakan berguna
atau bermanfaat bagi pemakainya jika memenuhi kriteria berikut:
1. Relevan (Relevance)
Isi sebuah laporan atau dokumen harus melayani suatu tujuan yaitu
memenuhi kebutuhan pengguna informasi. Dengan demikian laporan atau
dokumen yang bersangkutan dapat mendukung keputusan manajer.
2. Tepat Waktu (Timeliness)
Umur informasi merupakan factor yang kritikal dalam menentukan
kegunaannya. Informasi harus tidak lebih tua dari periode waktu tindakan
yang didukungnya.
3. Akurat (Accuracy)
Informasi harus bebas dari kesalahan yang sifatnya material. Materialitas
merupakan suatu konsep yang sulit dikualifikasikan dan tidak memiliki
nilai yang absolut.
4. Lengkap (Completeness)
Tidak boleh ada bagian dari informasi yang esensial bagi pengambilan
keputusan atau pelaksanaan tugas yang hilang.
5. Rangkuman (Summarization)
Informasi harus diagregasikan agar sesuai dengan kebutuhaan user.
6. Umpan Balik (Feedback)
Merupakan pesan output yang dikirimkan kembali kepada sistem sebagai
sumber daya data. Sebagai contoh adalah laporan status persediaan sebagai
tanda kepada bagian persediaan bahwa jumlah persediaan berada di bawah
batas minimum.
2.2.5 Siklus Transaksi Pada Sistem Informasi Akuntansi
Siklus pemrosesan transaksi pada sistem didefinisikan oleh Romney
dan Steinbart (2006: 29) sebagai suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan
12
perusahaan dalam melakukan bisnisnya, mulai dari proses pembelian,
produksi, hingga penjualan barang dan jasa. Siklus transaksi pada perusahaan
dapat dibagi kedalam lima subsistem, yaitu:
1. Siklus Pendapatan (Revenue cycle), yang terdiri dari transaksi penjualan
barang dan jasa untuk pada akhirnya menerima sejumlah uang.
2. Siklus Pengeluaran (Expenditure cycle), yang terdiri dari transaksi
pembelian barang untuk dijual kembali atau bahan baku yang digunakan
untuk memproduksi barang yang pada akhirnya akan mengeluarkan
sejumlah uang.
3. Siklus Penggajian / Sumber Daya Manusia (Human Resource / Payroll
cycle), yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan perekrutan dan
pembayaran atas tenaga kerja.
4. Siklus Produksi (Production cycle), yang terdiri dari peristiwa yang
berhubungan dengan pengubahan bahan mentah menjadi barang jadi yang
siap dipasarkan.
5. Siklus Pembiayaan (Financing cycle), yang terdiri dari transaksi dimana
perusahaan menjual bagian dari perusahaan kepada investor, perusahaan
meminjam sejumlah uang, dan membayar sejumlah dividen serta bunga
pinjaman kepada investor.
2.3 Teori-teori Produksi
Proses produksi merupakan proses inti dari perusahaan manufaktur untuk
menghasilkan barang yang nantinya akan dipasarkan ke masyarakat. Sebelum
melakukan proses produksi, perlu adanya perencanaan dan pengendalian atas produksi
agar perusahaan dapat mengelola harga pokok produksi seminimal mungkin.
2.3.1 Pengertian Produksi
Produksi merupakan suatu kumpulan orang, peralatan, dan aturan-
aturan yang dikelola sedemikian rupa untuk melaksanakan operasi-operasi
manufaktur dalam sebuah pabrik. Groover (2005: 1)
Hall (2013: 15) menjelaskan bahwa aktivitas produksi terjadi di dalam
siklus pengkonversian bahan baku, tenaga kerja, dan aktiva tetap yang
digunakan untuk membuat suatu barang jadi. Terdapat dua kelompok aktivitas
produksi, yaitu:
13
1. Aktivitas utama manufaktur. Terdiri dari aktivitas membentuk dan merakit
bahan baku menjadi barang jadi.
2. Aktivitas pendukung produksi. Aktivitas ini untuk memastikan bahwa
aktivitas utama manufaktur berjalan secara efektif dan efisien.
Jadi dapat disimpulkan bahwa produksi merupakan proses mengubah
bahan baku, tenaga kerja dengan menggunakan peralatan, aturan-aturan dalam
rangka untuk menghasilkan barang jadi.
2.3.2 Perencanaan dan Pengendalian Produksi (Production Planning and
Control)
2.3.2.1 Pengertian Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Perencanaan dan Pengendalian Produksi menurut Nasution
(2003: 14) merupakan usaha-usaha manajemen untuk merencanakan
dasar-dasar daripada proses produksi dan aliran bahan, sehingga
menghasilkan produk yang dibutuhkan pada waktunya dengan biaya
yang seminim mungkin dan mengatur serta menganalisa mengenai
pengorganisasian dan pengkoordinasian bahan-bahan, mesin-mesin dan
peralatan, tenaga manusia dan tindakan-tindakan lain yang
dibutuhkan.”
Pada dasarnya proses perencanaan produksi menurut Nasution
(2003: 13) dapat dikemukakan melalui 4 langkah utama yaitu:
1. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan perencanaan
produksi. Misalnya ramalan penjualan, produksi periode yang lalu
masih kurang dan harus diproduksi dan permintaan produk pada
titik waktu tertentu.
2. Mengembangkan data yang relevan menjadi informasi yang teratur.
3. Menentukan kapasitas produksi berdasarkan sumber daya yang
dimiliki perusahaan.
4. Melakukan partnership meeting yang dihadiri oleh para manajer
yang berhubungan dengan produksi.
14
2.3.2.2 Peranan Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Perencanaan dan pengendalian berperan dalam produksi
menurut Nasution (2003: 14-15) untuk mengkoordinasikan kegiatan
dari bagian-bagian yang langsung atau tidak langsung dalam
berproduksi, merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan
kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, proses sampai output
yang dihasilkan berupa barang secara efektif dan efisien.”
2.3.3 Pengertian Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan
oleh Deny Arnos Kwary (2009: 60) mencerminkan total biaya barang yang
diselesaikan selama periode yang berjalan. Biaya yang dibebankan pada
barang yang telah selesai hanya biaya manufaktur yang terdiri dari biaya bahan
langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead.
2.3.4 Fungsi Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2005: 65) informasi harga pokok produksi yang
dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk:
1. Menentukan Harga Jual Produk
Biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan
informasi biaya produksi per satuan produk. Dalam penetapan harga jual
produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu informasi yang
dipertimbangkan disamping informasi biaya lain serta informasi nonbiaya.
2. Memantau Realisasi Biaya Produksi
Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk
dilaksanakan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang
sesungguhnya dikeluarkan di dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut.
Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan
informasi biaya produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu
untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya
produksi sesuai dengan yang diperhitungkan sebelumnya.
3. Menghitung Laba atau Rugi Bruto Periode Tertentu
Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan
dalam periode tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau
15
mengakibatkan rugi bruto, manajemen memerlukan informasi biaya
produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam perode
tertentu.
4. Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk Dalam
Proses Disajikan dalam Neraca
Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban
keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa
neraca dan laporan laba rugi. Di dalam neraca, manajemen harus
menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk
yang pada tanggal neraca masih dalam proses.
2.3.5 Sistem Perhitungan Harga Pokok
Menurut Witjaksono (2006: 25), “Sistem perhitungan harga pokok
membahas mengenai tata cara atau metode penyajian informasi biaya produk
dan jasa berdasarkan informasi dari sistem akumulasi biaya dan sistem biaya.”
Secara garis besar terdapat 2 macam alternative sistem perhitungan harga
pokok, yakni:
1. Sistem Perhitungan Harga Pokok Penuh (Full Costing / Absorption
Costing)
Di dalam sistem perhitungan harga pokok penuh, seluruh biaya produksi
variabel dan biaya produksi tetap dibebankan ke produk.
2. Sistem Perhitungan Harga Pokok Variabel (Variabel Costing)
Di dalam sistem perhitugan harga pokok variabel, hanya biaya produksi
variabel saja yang dibebankan ke produk.
2.4 Sistem Produksi
Kegiatan produksi suatu perusahaan tidak terlepas dari penggunaan sistem
yang mendukung proses produksi. Terdapat beberapa jenis sistem produksi dan jenis-
jenis proses manufkatur serta dokumen-dokumen yang digunakan terkait dengan
produksi yang akan dijelaskan berikut ini.
2.4.1 Pengertian Sistem Produksi
Menurut Nasution (2003: 2), “sistem produksi merupakan kumpulan
dari subsistem-subsistem yang saling berinteraksi dengan tujuan
mentransformasi input produksi menjadi output produksi.”
16
Gambar 2.1: Input-output sistem produksi
Sumber: Nasution (2003: 2)
Menurut Askin & Goldberg (2006: 19), “The set of resources and
procedures involved in converting raw material into products and delivering
them to customers defined the production system.” Berarti sistem produksi
adalah suatu set sumber daya dan prosedur yang terlibat dalam mengkonversi
bahan baku menjadi produk dan memberikannya kepada pelanggan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem produksi adalah suatu set sistem
yang terdiri dari sub-sub sistem yangn saling terintegrasi untuk mengolah ayau
mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi yang akan didistribusikan
kepada para pelanggan.
2.4.2 Jenis Sistem Produksi
Menurut Nasution (2003: 3), sistem produksi menurut proses
menghasilkan output dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Proses Produksi Kontinyu (Continuous Process)
Proses kontinyu t6idak memerlukan waktu set up yang lama karena proses
ini memproduksi secara terus menerus untuk jenis produk yang sama.
2. Proses Produksi Terputus (Intermittent Process/Discrete System)
Proses terputus memerlukan waktu total set up yang lebih lama karena
proses ini memproduksi berbagai jenis spesifikasi barang sesuai pesanan,
sehingga adanya pergantian jenis barang yang diproduksi akan
membutuhkan kegiatan set up yang berbeda.
Menurut Nasution (2003: 4), karakteristik dari proses produksi yang
terus menerus (continuous process) yaitu:
1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang besar dengan variasi
yang sangat sedikit dan sudah distandarisasikan.
17
2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan
peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan.
3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah mesin-
mesin yang bersifat khusus untuk menghasilkan produk tersebut, yang
dikenal dengan nama special purpose machine.
4. Oleh karena mesin-mesin bersifat khusus dan biasanya semi otomatis,
maka pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan kecil
sekali, sehingga operatornya tidak perlu mempunyai keahlian / ketrampilan
yang tinggi untuk pengerjaan produk tersebut.
5. Apabila terjadi salah satu mesin / peralatan terhenti / rusak, maka seluruh
proses produksi akan terhenti.
6. Oleh karena itu, mesin-mesinnya bersifat khusus dan variasi dari
produknya kecil maka job structure-nya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya
tidak perlu banyak.
7. Peersediaan bahan baku dan bahan dalam proses adalah lebih rendah
dibandingkan dengan proses produksi terputus.
8. Oleh karena mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus, maka proses seperti
ini membutuhkan ahli pemeliharaan yang mempunyai pengetahuan dan
pengalaman yang banyak.
9. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang
menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan (conveyor).
Menurut Nasution (2003: 9), karakteristik dari proses yang terputus
(intermittent process) adalah:
1. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil dengan
variasi yang sangat besar dan didasarkan atas pesanan.
2. Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem, atau cara penyusunan
peralatan yang berdasarkan atas fungsi dalam proses produksi, dimana
peralatan yang sama, dikelompokkan pada tempat yang sama, yang disebut
dengan process layout atau departementalisasi berdasarkan peralatan.
3. Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi seperti ini adalah mesin-
mesin yang bersifat umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan
bermacam-macam produk dengan variasi yang hamper sama.
18
4. Pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan sangat
besar, sehingga operatornya perlu mempunyai keahlian atau ketrampilan
yang tinggi dalam pengerjaan produk tersebut.
5. Proses produksi tidak akan mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan atau
terhentinya salah satu mesin atau perlatan.
6. Karena mesin-mesinnya bersifat umum dan variasi dari produknya besar,
maka terdapat pekerjaan yang bermacam-macam, sehingga pengawasannya
lebih sulit.
7. Persediaan bahan baku biasanya lebih tinggi, karena tidak dapat ditentukan
pesanan apa yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan
dalam proses akan lebih tinggi dibandingkan proses kontinyu, karena
prosesnya terputus-putus/terhenti-henti.
8. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang
bersifat fleksibel (varied path equipment) dengan menggunakan tenaga
manusia seperti kereta dorong atau forklift.
9. Sering dilakukan pemindahan bahan yang bolak-balik sehingga perlu
adanya ruangan gerak (aisle) yang besar dan ruangan tempat bahan-bahan
dalam proses (work in process) yang besar.
2.4.3 Jenis-jenis Proses Manufaktur
Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos
Kwary (2009: 306-307), dalam perusahaan dengan sistem proses, maka unit-
unit produksi umumnya melalui setiap departemen atau proses. Dalam setiap
departemen, bahan baku, tenaga kerja, dan overhead mungkin dibutuhkan. Saat
penyelsaian proses tertentu, barang setengah jadi dipindahkan ke departemen
berikutnya. Setelah melewati departemen terakhir, barang selesai diproduksi.
Berikut adalah jenis-jenis proses manufaktur:
1. Proses berurutan (sequential processing), yaitu pola pemrosesan dengan
unit yang melewati dari suatu proses ke proses lainnya dalam serangkaian
susunan.
Gambar 2.2: Proses Manufaktur Berurutan
Sumber: Hansen & Mowen (2009: 306)
19
2. Proses paralel (parallel processing), yaitu pola pemrosesan dengan dua
atau lebih proses berurutan yang disyaratkan untuk menghasilkan sebuah
barang jadi.
Gambar 2.3: Proses Manufaktur Paralel
Sumber: Hansen & Mowen (2009: 307)
2.4.4 Dokumen-dokumen yang terkait dengan Produksi
Menurut Mulyadi (2010: 413), dokumentasi yang digunakan untuk
sistem produksi pada perusahaan terbagi menjadi beberapa dokumen, yaitu:
1. Surat Order Produksi
Dokumen ini merupaka surat perintah yang dikeluarkan oleh departemen
produksi untuk ditujukan kepada bagian-bagian yang terkait dengan
produksi untuk memproduksi sebuah produksi, dimana berisi spesifikasi
kegiatan apa saja yang harus dilakukan, berapa jumlah yang harus
diproduksi, dan jangka waktu produksi.
Gambar 2.4: Surat Order Produksi
Sumber: Mulyadi (2010: 414)
2. Daftar Kebutuhan Bahan
Merupakan dokumen yang berisi daftar jenis dan kuantitas bahan baku
yang diperlukan untuk memproduksi produk yang tercantum dalam surat
order produksi.
20
Gambar 2.5: Daftar kebutuhan Bahan Baku
Sumber: Mulyadi (2010: 415)
3. Daftar Kegiatan Produksi
Dokumen ini berisi daftar urutan jenis kegiatan dan fasilitas mesin yang
diperlukan untuk memproduksi produk seperti yang tercantum dalam surat order
produksi.
Gambar 2.6: Daftar Kegiatan Produksi
Sumber: Mulyadi (2010: 416)
4. Bukti Permintaan dan Pengeluaran Barang Gudang
Merupakan dokumen yang digunakan oleh bagian produksi untuk meminta
bahan baku kepada bagian gudang untuk memproduksi produk yang
tercantum dalam surat order produksi.
21
Gambar 2.7: Bukti Permintaan dan Pengeluaran Barang Gudang
Sumber: Mulyadi (2010: 417)
5. Bukti Pengembalian Barang Gudang
Dokumen ini merupakan formulir untuk mengembalikan bahan baku ke
bagian gudang karena terdapat sisa bahan baku dalam produksi atau karena
bahan baku terseebut tidak dapat dipakai dalam produksi.
Gambar 2.8: Bukti Pengembalian Barang Gudang
Sumber: Mulyadi (2010: 418)
6. Kartu Jam Kerja
Dokumen yang merupakan kartu untuk mencatat jam tenaga kerja langsung
yang dikonsumsi untuk memproduksi produk yang tercantum dalam surat
order produksi.
22
7. Laporan Produk Selesai
Laporan produk selesai dibuat oleh bagian produksi untuk
menginformasikan selesainya produksi pesanan tertentu kepada bagian
perencanaan dan pengawasan produksi, bagian gudang, bagian penjualan,
bagian akuntansi persediaan, dan bagian akuntansi biaya.
Gambar 2.9: Laporan Produk Selesai
Sumber: Mulyadi (2010: 419)
Menurut Romney dan Steinbart (2006: 471), dokumentasi yang
digunakan untuk siklus produksi pada perusahaan terbagi menjadi beberapa
dokumen, yaitu:
1. Dokumen kebutuhan bahan (Bill of Materials)
Merupakan dokumen yang mendeskripsikan kode part, deskripsi part, dan
kuantitas dari masing-masing part yang digunakan untuk menyelesaikan
setiap unit produk.
Gambar 2.10: Bill of Materials
Sumber: Hall (2013: 305)
23
2. Formulir Permintaan Bahan Baku (Materials Requisition Form)
Merupakan formulir yang berisi permintaan spesifikasi tipe part dan
kuantitas part yang dikeluarkan dari gudang untuk digunakan di tempat
produksi.
Gambar 2.11: Material Requisition
Sumber: Romney dan Steinbart (2006: 465)
3. Surat Permintaan Produksi (Production Order Form)
Merupakan surat yang mengotorisasi kegiatan produksi suatu part menjadi
sebuah produk, dimana berisi kegiatan apa saja yang harus dilakukan,
berapa jumlah yang harus diproduksi, dan lokasi dimana part tersebut
harus dikirimkan.
Gambar 2.12: Production Order
Sumber: Romney dan Steinbart (2006: 464)
24
4. Kartu Perpindahan Barang (Move Tickets)
Merupakan kartu yang mengidentifikasikan part yang dikirim menuju
lokasi yang dituju dan waktu pengiriman part tersebut.
Gambar 2.13: Move Ticket
Sumber: Romney dan Steinbart (2006: 465)
Menurut Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 92), selain dokumen-
dokumen di atas ada beberapa dokumen pendukung lainnya, yaitu:
1. Formulir Permintaan Bahan Baku (Materials Requisition Form)
Merupakan formulir yang berisi permintaan spesifikasi tipe part dan kuantitas
part, harga per unit, dan total biaya yang dikeluarkan dari gudang untuk
digunakan di tempat produksi.
Gambar 2.14: Material Requisition Form
Sumber: Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 92)
2. Kartu Biaya (Job Cost Sheet)
Merupakan dokumen yang dipersiapkan untuk setiap pekerjaan yang akan
dilaksanakan. Berisi data part, tenaga kerja, dan overhead yang dibebankan
ke setiap pesanan yang diterima.
25
Gambar 2.15: Job Cost Sheet
Sumber: Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 92)
3. Kartu Jam Kerja (Time Ticket)
Merupakan dokumen yang berisi ringkasan aktivitas tenaga kerja setiap
jamnya. Dokumen ini digunakan sebagai dasar untuk memasukkan biaya
tenaga kerja ke dalam pencatatan akuntansi.
Gambar 2.16: Employee Time Ticket
Sumber: Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 93)
2.5 Biaya
Kegiatan produksi yang dilakukan perusaahaan tidak terlepas dari biaya yang
harus dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai biaya dan pengelompokan biaya, serta sistem perhitungan biaya.
2.5.1 Pengertian Biaya
Pengertian biaya menurut Mursyidi (2010: 213) adalah “suatu
pengorbanan yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya untuk mencapai
26
tujuan, baik yang dapat dibebankan pada saat ini maupun pada saat yang akan
datang.”
Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos
Kwary (2009: 47), “biaya adalah kas atau setara kas yang dikorbankan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau
di masa depan bagi organisasi.”
Menurut Carter & Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 29),
“akuntan telah mendefinisikan biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran atau
pengorbanan untuk memperoleh manfaat. Dalam akuntansi keuangan,
pengeluaran atau pengorbanan pada saat akuisisi diwakili oleh penyusutan saat
ini atau di masa yang akan datang dalam bentuk kas atau aktiva lain.”
Menurut Horngren, Datar, dan Foster (2009: 53), “Accountants define
cost as a resource sacrificed or forgone to achieve a specific objective. A cost
(such as direct materials or advertising) is usually measured as the monetary
amount that must be paid to acquire goods or services.” Yang dapat diartikan
bahwa akuntan mendefinisikan biaya sebagai suatu sumber yang dikorbankan
untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Biaya (seperti bahan baku langsung
atau periklanan) biasanya diukur sebagai jumlah moneter yang harus dibayar
untuk memperoleh barang atau jasa.
Dapat disimpulkan bahwa biaya adalah nilai tukar berupa kas atau
setara kas yang dikorbankan untuk memperoleh barang atau jasa yang
diharapkan dapat memberi manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi
organisasi untuk mencapai tujuannya.
2.5.2 Klasifikasi Umum Biaya
Menurut Garrison, Norren, dan Brewer (2010: 36), terdapat beberapa
klasifikasi umum biaya yang meliputi: klasifikasi biaya menurut fungsi pokok
perusahaan, konsep akuntansi keuangan, isi Laporan Keuangan, prediksi
perilaku biaya, pembebanan biaya ke obyek biaya, dan pembuatan keputusan.
Andre Henri Slat (2013: 111) juga menyatakan bahwa dalam penentuan
harga pokok produksi harus diperhatikan unsur-unsur biaya yang termasuk ke
dalamnya, dan mengalokasikan unsur-unsur biaya tersebut secara tepat,
sehingga dapat menggambarkan pengorbanan sumber ekonomi yang
sesungguhnya.
27
2.5.2.1 Klasifikasi biaya menurut Fungsi Pokok Perusahaan
Garrison & Noreen (2010: 36) juga menyatakan bahwa
beberapa perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam
dua kategori besar:
1. Biaya Produksi
Perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam tiga
kategori:
a. Bahan Langsung (Direct Material)
Merupakan bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk
jadi. Bahan baku berkaitan dengan semua jenis bahan yang
digunakan dalam pembuatan produk jadi;dan produk jadi suatu
perusahaan dapat menjadi bahan baku bagi perusahaan yang
lainnya. Bahan langsung adalah bahan yang menjadi bagian tak
terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik
dan mudah ke produk tersebut.
b. Tenaga kerja langsung (Direct Labor)
Istilah tenaga kerja langsung (Direct Labor) digunakan untuk
biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke
produk jadi. Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga
tenaga kerja manual (touch labor) karena tenaga kerja langsung
melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi. Biaya
tenaga kerja misalnya adalah tenaga kerja bagian perakitan
seperti halnya biaya untuk tukang kayu, tukang batu, dan
operator mesin. Biaya tenaga kerja yang tidak dapat ditelusuri
secara fisik dalam pembuatan produk disebut tenaga kerja tidak
langsung dan diperlakukan sebagai bagian biaya overhead
pabrik.
c. Biaya overhead pabrik (Manufacturing Overhead)
Biaya ini mencakup seluruh biaya produksi yang tidak termasuk
dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya
overhead pabrik termasuk bahan tidak langsung, tenaga kerja
tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi,
listrik dan penerangan, pajak properti, depresiasi, asuransi
fasilitas-fasilitas produksi, dan lain-lainnya. Hanya biaya-biaya
28
yang berkaitan dengan operasi pabrik yang termasuk kategori
biaya overhead produksi.
Biaya overhead pabrik ditambah dengan biaya tenaga kerja
disebut biaya konversi (conversion cost). Istilah tersebut
muncul dari fakta bahwa biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik terjadi dalam proses konversi dari bahan baku
menjadi produk jadi. Gabungan antara biaya tenaga kerja
langsung dengan bahan langsung disebut biaya utama (prime
cost).
2. Biaya Nonproduksi
Umumnya, biaya nonproduksi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Biaya pemasaran atau penjualan
Meliputi semua biaya yang diperlukan untuk menangani
pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk
disampaikan kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut disebut
pemerolehan pesanan (ordergetting) dan pemenuhan pesanan
(order-filling). Biaya pemasaran meliputi pengiklanan,
pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, komisi
penjualan, gaji untuk bagian penjualan, dan biaya penyimpanan
(gudang) produk jadi.
b. Biaya administrasi
Meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional, dan
klerikal yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi.
Contoh dari biaya administrasi ini adalah gaji eksekutif,
akuntansi umum, kesekretariatan, humas, dan biaya sejenis
yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara
keseluruhan.
29
Gambar 2.17 Ringkasan Terminologi Biaya
Sumber: Garrison & Noreen (2010: 40)
2.5.2.2 Klasifikasi biaya menurut Konsep Akuntansi Keuangan
Garrison & Noreen (2010: 38) mengklasifikasikan biaya
menjadi:
1. Biaya Produk (product cost)
Biaya produk mencakup semua biaya yang terkait dengan
pemerolehan atau pembuatan suatu produk. Dalam kasus produk
manufaktur, biaya-biaya ini terdiri atas bahan langsung, tenaga
kerja langsung, dan overhead pabrik. Biaya produk dianggap
“melekat” pada unit produk pada saat barang dibeli atau diproduksi,
dan biaya tersebut tetap melekat pada barang yang kemudian
menjadi persediaan yang menunggu untuk dijual.
2. Biaya Periodik (period cost)
Biaya periodik adalah semua biaya yang tidak termasuk
dalam biaya produk. Biaya-biaya ini dicatat sebagai beban di
laporan laba rugi pada periode saat biaya tersebut terjadi dengan
menggunakan peraturan akuntansi akrual. Biaya periodek tidak
30
termasuk biaya pembelian maupun produksi barang. Contoh biaya
periodik adalah komisi penjualan, sewa kantor, dan seluruh beban
penjualan dan administrasi. Biaya periodik akan dimasukkan ke
laporan laba rugi sebagai beban pada periode terjadinya.
2.5.2.3 Klasifikasi biaya dalam Laporan Keuangan
Pencatatan akuntansi untuk perusahaan manufaktur menurut
Garrison & Noreen (2010: 41) yaitu:
1. Neraca
Perusahaan dagang hanya memiliki satu jenis persediaan barang
yang dibeli dari pemasok yang dimiliki sampai barang tersebut
dijual ke konsumen. Sebaliknya dalam perusahaan manufaktur
terdapat tiga jenis persediaan yaitu bahan baku, barang dalam
proses, dan barang jadi.
2. Laporan Laba Rugi
Perhitungan Harga Pokok Penjualan pada perusahaan manufaktur
dan perusahaan dagang sedikit berbeda karena faktor
persediaannya.
Harga Pokok
Penjualan (HPP
Perusahaan Dagang)
= Persediaan Awal + Pembelian -
Persediaan Akhir
Harga Pokok Penjualan
(HPP Perusahaan
Manufaktur)
=
Persediaan Awal Barang Jadi + Harga
Pokok Produksi - Persediaan Akhir
Barang Jadi
2.5.2.4 Klasifikasi biaya untuk Memprediksi Perilaku Biaya
Menurut Carter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006:
58) perilaku biaya umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Biaya Tetap
Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak
berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Misalnya
overhead pabrik memasukkan item seperti supervisi, penyusutan,
sewa, asuransi properti, pajak properti.
31
2. Biaya Variabel
Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total
meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam
aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan
dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa
tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan
unit-unit yang rusak. Biaya variabel biasanya dapat
diidentifikasikan langsung dengan aktivitas yang menimbulkan
biaya.
3. Biaya Semivariabel
Biaya semivariabel didefinisikan sebagai biaya yang
memperlihatkan baik karakteristik-karakteristik dari biaya tetap
maupun biaya variabel. Contoh biaya tersebut adalah biaya listrik,
air, gas, bensin, batu bara, perlengkapan, pemeliharaan, beberapa
tenaga kerja tidak langsung, asuransi jiwa kelompok untuk
karyawan, biaya pensiun, pajak penghasilan, biaya perjalanan dinas,
dan biaya hiburan.
2.5.2.5 Klasifikasi biaya untuk Pembebanan Biaya ke Obyek Biaya
Menurut Horngren, Datar, dan Foster yang diterjemahkan oleh
Desi Adhariani (2005: 35), penelurusan atau pelacakan biaya serta
pengalokasian biaya terbagi menjadi:
1. Biaya langsung
Biaya langsung suatu obyek biaya terkait dengan suatu obyek biaya
dan dapat dilacak ke obyek biaya tertentu dengan cara yang layak
secara ekonomi (biaya efektifitas). Istilah biaya terlacak (cost
tracing) digunakan untuk menggambarkan pembebanan biaya
langsung atas suatu obyek biaya.
2. Biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung suatu obyek biaya berkaitan dengan suatu
obyek biaya namun tidak dapat dilacak ke obyek biaya tertentu
dengan cara yang layak secara ekonomis (biaya efektifitas). Istilah
32
alokasi biaya (cost allocation) digunakan untuk menggambarkan
pembebanan biaya tidak langsung pada suatu obyek biaya.
2.5.2.6 Klasifikasi biaya untuk Pembuatan Keputusan
Garrison & Noreen (2010: 52) mendefinisikan klasifikasi biaya
yang digunakan untuk mengambil keputusan yaitu:
1. Biaya Diferensial (differential cost)
Keputusan melibatkan proses pemilihan dari berbagai alternatif
yang ada. Setiap alternatif memiliki konsekuensi biaya dan manfaat
yang harus dibandingkan dengan biaya dan manfaat yang akan
diperoleh dari alternatif lain yang tersedia. Perbedaan biaya antara
dua alternatif disebut biaya diferensial. Perbedaaan penghasilan
anatara dua alternatif disebut pendapatan diferensial.
Biaya diferensial disebut juga biaya inkremental (incremental cost
), meskipun secara teknis yang dimaksud biaya inkremental
berkaitan dengan kenaikan biaya yang terjadi karena perubahan dari
suatu alternatif ke alternatif lainnya, sedangkan penurunan biaya
sering disebut biaya dekremental (decremental cost).
2. Biaya Kesempatan (opportunity cost)
Biaya kesempatan atau biaya peluang adalah manfaat potensial
yang akan hilang bila salah satu alternatif telah dipilih dari
sejumlah alternatif yang tersedia. Biaya kesempatan tidak selalu
dicatat dalam catatan akuntansi organisasi, tetapi merupakan biaya
yang harus selalu dipertimbangkan dalam setiap pengambilan
keputusan. Setiap alternatif biaya memiliki biaya kesempatan yang
melekat padanya.
3. Biaya Tertanam (sunk cost)
Biaya tertanam adalah biaya yang telah terjadi dan tidak dapat
diubah oleh keputusan apa pun yang dibuat saat ini atau pun masa
yang akan datang. Biaya tertanam bukanlah biaya diferensial, oleh
karenanya biaya tertanam dapat diabaikan dalam pembuatan
keputusan.
33
2.5.3 Sistem Perhitungan Biaya
Menurut Carter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 155),
tujuan penting dari sistem perhitungan biaya manapun adalah untuk
menentukan biaya dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
Sistem perhitungan biaya sebaiknya ekonomis untuk dioperasikan dan
membebankan sejumlah biaya ke setiap produk sedemikian rupa sehingga
merefleksikan biaya dari sumber daya yang digunakan untuk memproduksi
produk tersebut. Ada dua sistem akumulasi biaya, yaitu:
1. Sistem Perhitungan Biaya berdasarkan Pesanan (Job Order Costing) (2006:
127).
Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (Job Order
Costing atau Job Costing), biaya produksi diakumulasikan untuk setiap
pesanan (job) yang terpisah; suatu pesanan adalah output yang
diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu atau untuk
mengisi kembali suatu item dari persediaan. Untuk menghitung biaya
berdasarkan pesanan secara efektif, pesanan harus dapat diidentifikasikan
secara terpisah. Agar rincian dari perhitungan biaya berdasarkan pesanan
sesuai dengan usaha yang diperlukan, harus ada perbedaan penting dalam
biaya per unit suatu pesanan dengan pesanan lain.
2. Sistem Perhitungan Biaya berdasarkan Proses (Process Costing) (2006:
156).
Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku,
tenaga kerja, dan overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya. Biaya yang
dibebankan ke setiap unit ditentukan dengan membagi total biaya yang
dibebankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi. Pusat biaya
biasanya adalah departemen, tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam satu
departemen. Persyaratan utama adalah semua produk yang diproduksi
dalam suatu pusat biaya selama suatu periode harus sama dalam hal sumber
daya yang dikonsumsi; bila tidak, perhitungan biaya berdasarkan proses
dapat mendistorsi biaya produk.
34
2.6 Job Order Costing
Salah satu sistem perhitungan biaya yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (job order costing) yang
meliputi pengertian, karakteristik, manfaat, serta tahapan perhitungan job order
costing.
2.6.1 Pengertian Job Order Costing System
Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos
Kwary (2009: 290), Job Order Costing merupakan suatu sistem perhitungan
biaya yang memungkinkan biaya dikumpulkan dan dibebankan ke dalam unit
produksi untuk setiap pekerjaan.
Menurut Carter & Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006: 127)
mengemukakan bahwa Job Order Costing merupakan metode perhitungan
biaya yang mengakumulasikan biaya untuk setiap pesanan, setiap batch, setiap
lot, atau setiap pesanan pelanggan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Job
Order Costing melakukan akumulasi biaya- biaya berdasarkan pekerjaan yang
terpisah dan berbeda berdasarkan pesanan, dimana untuk menghimpun biaya-
biaya tersebut dilakukan dengan memisahkan secara cermat biaya dari suatu
pekerjaan spesifik dari biaya-biaya pekerjaan lainnya.
Gambar 2.18: Arus Dokumen dalam Sistem Perhitungan Biaya
Berdasarkan Pesanan
Sumber: Garrison & Noreen (2010: 99)
2.6.2 Karakteristik Job Order Costing System
Menurut Mulyadi (2005: 38), karakteristik perusahaan yang
menggunakan job order costing adalah sebagai berikut :
35
1. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan
spesifikasi pemesanan.
2. Biaya produksi digolongkan berdasarkan hubungannya dengan produk
menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung.
3. Biaya produksi langsung terdiri biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung.
4. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai beban pokok produksi
pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi.
5. Beban pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai
diproduksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan
untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam
pesanan yang bersangkutan.
Menurut Blocher et al. yang diterjemahkan Susty Ambariani (2001:
553) menyebutkan, perbedaan karakteristik antara sistem biaya berdasarkan
pesanan dengan sistem biaya berdasarkan proses adalah:
Tabel 2.1 Perbedaan Job Order Costing dengan Process Costing
Sumber: Blocher et al. (2001: 553)
Sistem Biaya Pesanan Sistem Biaya Proses
Biaya produksi diakumulasikan
berdasarkan biaya yang dikeluarkan
Biaya produksi diakumulasikan
berdasarkan proses atau departemen
Produk dan jasa berbeda-beda Produk dan jasa homogen diproduksi
secara massal
Biaya per unit dihitung dengan cara
membagi biaya pesanan total dengan
unit produk atau jasa yang diproduksi.
Penghitungan biaya per unit dilakukan
pada saat pesanan telah selesai
Biaya per unit dihitung dengan cara
membagi biaya proses total dalam
suatu periode dengan unit produk dan
jasa yang dihasilkan. Perhitungan
biaya per unit dilakukan pada setiap
akhir periode.
2.6.3 Tahapan Job Order Costing System
Langkah – langkah dalam perhitungan job order costing menurut
Syenny Sutikno (2012) yaitu:
1. Identifikasi pekerjaan yang dipilih sebagai obyek biaya
36
Agar rincian dari perhitungan biaya berdasarkan pesanan sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukan, maka harus diidentifikasi pekerjaan sesuai
dengan obyek biaya.
2. Identifikasi biaya langsung pekerjaan
Dalam mengidentifikasi biaya manufaktur, yang dikategorikan menjadi
biaya manufaktur langsung yaitu bahan baku langsung dan tenaga kerja
manufaktur langsung.
3. Pilih dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak
langsung ke pekerjaan
Biaya manufaktur tidak langsung adalah biaya – biaya yang diperlukan
untuk menjalankan suatu pekerjaan namun tidak dapat dilacak langsung ke
pekerjaan tertentu.
4. Identifikasi biaya tidak langsung yang terkait dengan setiap dasar alokasi
biaya
Alokasi tunggal berdasarkan jam kerja tenaga manufaktur langsung dapat
digunakan untuk mengalokasikan biaya manufaktur tidak langsung bagi
produk.
5. Hitung tarif per unit dari setiap dasar alokasi biaya yang digunakan untuk
mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan.
Untuk setiap cost pool, tarif biaya tidak langsung (indirect cost rate)
dihitung dengan cara membagi biaya overhead total dalam pool biaya
(yang ditentukan pada langkah 4) dengan kuantitas total dari dasar alokasi
biaya (yang ditentukan pada langkah 3), untuk perhitungannya dapat dilihat
di bawah ini.
Tarif biaya tidak
langsung aktual =
Biaya total aktual dalam cost pool biaya tidak langsung
Total kuantitas aktual dari dasar alokasi biaya
6. Hitung biaya tidak langsung yang dialokasikan ke pekerjaan
Biaya tidak langsung dari suatu pekerjaan dihitung dengan mengalihkan
kuantitas aktual dari setiap dasar alokasi biaya (satu dasar alokasi untuk
setiap pool) yang terkait dengan pekerjaan itu dengan tarif biaya tidak
langsung dari setiap dasar alokasi biaya (yang dihitung pada langkah 5).
7. Hitung biaya total pekerjaan dengan menambahkan seluruh biaya langsung
dan tidak langsung yang dibebankan ke pekerjaan.
37
Seluruh biaya yang terkait seperti manufaktur langsung yang meliputi
bahan baku langsung dan tenaga kerja manufaktur langsung, serta biaya
manufaktur tidak langsung.
2.6.4 Prosedur Pencatatan Pada Job Order Costing
Dalam Job Order Costing, perkiraan buku besar umum barang dalam
proses ditunjang oleh perkiraan buku besar pembantu biaya pesanan,di mana
catatan terpisah menunjukkan rincian biaya setiap pesanan yang ada dalam
proses produksi. Rincian tersebut dicatat dalam kartu biaya pesanan (Job
Order Cost Sheet), yang dapat berbentuk kertas/manual atau
elektronik/terotomatisasi. Job Order Cost Sheet merupakan catatan yang
penting dalam Job Order Costing System. Job Order Cost Sheet ini berfungsi
sebagai rekening pembantu yang digunakan untuk mengumpulkan biaya
produksi tiap pesanan produk. Job Order Costing System harus memiliki
kemampuan untuk mengidentifikasi jumlah bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead yang dikonsumsi oleh setiap pekerjaan. Dokumentasi
dan prosedur dibutuhkan untuk mengaitkan input manufaktur yang digunakan
oleh suatu pekerjaan, dengan pekerjaan itu sendiri. Kebutuhan ini dipenuhi
melalui penggunaan lembar formulir bahan baku langsung, kartu jam kerja
untuk tenaga kerja langsung, dan dokumen sumber untuk penggerak aktivitas
lainnya yang mungkin digunakan dalam pembebanan overhead.
2.6.4.1 Pencatatan Biaya Bahan Baku
a. Pembelian Bahan Baku
Saat bahan baku diterima, akun bahan baku didebet (sedangkan
pada sistem periodik, yang didebet adalah akun pembelian).
Kuantitas dan harga per unit dari setiap pembelian dicatat dalam
kartu catatan bahan baku. Satu kartu digunakan untuk setiap jenis
bahan baku. Ayat jurnalnya adalah:
Persediaan Bahan baku xxx
Utang usaha xxx
b. Penggunaan Bahan Baku
Biaya bahan baku langsung dibebankan ke pekerjaan dengan
menggunakan dokumen sumber yang disebut Formulir permintaan
38
bahan baku (Materials Requisitions). Formulir ini mencatat jenis,
jumlah, dan harga per unit bahan yang dikeluarkan dari gudang dan
yang paling penting nomor pekerjaan. Dengan menggunakan
formulir ini, departemen akuntansi biaya dapat mencatat biaya
bahan baku langsung ke dalam kartu biaya pesanan. Apabila sistem
akuntansinya terotamatisasi, penjurnalan ini langsung masuk ke
dalam data pada terminal komputer, dengan menggunakan formulir
permintaan bahan baku sebagai dokumen sumber. Program
komputer selanjutnya memasukkan biaya bahan baku langsung
tersebut ke dalam catatan setiap pekerjaan. Sebagai tambahan untuk
penyediaan informasi penting pada pembebanan biaya bahan baku
langsung ke pekerjaan, formulir permintaan bahan baku juga
memilki item dari data lain, seperti nomor permintaan, tanggal dan
tanda tangan. Data-data ini bermanfaat untuk melakukan
pengendalian atas persediaan bahan baku langsung. Tanda tangan
misalnya, memindahkan tanggung jawab bahan baku dari gudang,
kepada orang yang menerima bahan baku, biasanya supervisor
produksi.
Pencatatan pemakaian bahan baku dilakukan dengan mendebit
rekening barang dalam proses dan mengkredit rekening persediaan
bahan baku atas dasar dokumen bukti permintaan dan pengeluaran
barang gudang. Ayat Jurnalnya adalah :
2.6.4.2 Pencatatan Biaya Tenaga Kerja
Dalam Job Order Costing harus dipisahkan antara upah tenaga
kerja langsung dengan upah tenaga kerja tidak langsung. Alat yang
digunakan untuk membebankan biaya tenaga kerja langsung ke setiap
pesanan adalah dokumen sumber yang disbut dengan Kartu Jam Kerja.
Setiap hari, pegawai perusahaan mengisi kartu jam kerja yang
mengidentifikasi nama, tingkat gaji, dan jam kerja tiap pekerjaan. Kartu
jam kerja ini dikumpulkan dan dikirim ke departemen akuntansi biaya,
yang menggunakan informasi tersebut untuk mencatat biaya tenaga
Barang dalam proses - biaya bahan baku xxx
Utang usaha xxx
39
kerja langsung ke pekerjaan tertentu. Kartu jam kerja digunakan hanya
untuk tenaga kerja langsung. Oleh karena tenaga kerja tidak langsung
ada di semua pekerjaan, biayanya termasuk overhead dan dialokasikan
dengan menggunakan satu atau lebih tarif overhead yang telah
dianggarkan. Upah tenaga kerja langsung dicatat dengan mendebit
rekening barang dalam proses, dan dicatat pula dalam dalam kartu
harga pokok pesanan yang bersangkutan. Upah tenaga kerja tidak
langsung, dicatat dengan mendebit rekening biaya overhead pabrik
sesungguhnya. Pencatatan biaya tenaga kerja dilakukan melalui 3,
yaitu:
1. Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan
Atas dasar daftar gaji dan upah yang dibuat, jurnal untuk mencatat
biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan adalah sebagai
berikut:
Gaji dan upah xxx
Utang gaji dan upah xxx
2. Pencatatan distribusi biaya tenaga kerja
Kebanyakan perusahaan mendistribusikan biaya tenaga kerja secara
bulanan, kartu jam kerja karyawan diurutkan berdasarkan pesanan,
datanya dimasukkan ke dalam kartu biaya pesanan, dan dicatat
dengan menggunakan ayat jurnal sebagai berikut:
Barang dalam proses – biaya upah langsung xxx
Biaya upah tidak langsung xxx
Beban gaji xxx
3. Pencatatan Pembayaran Gaji dan upah
Pembayaran gaji dan upah yang terutang dicatat dengan jurnal
berikut:
Utang gaji dan upah xxx
Kas xxx
2.6.4.3 Pencatatan Biaya Overhead pabrik
Pencatatan biaya overhead pabrik dibagi menjadi dua:
pencatatan biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk
40
berdasarkan tarif yang ditentukan di muka dan pencatatan biaya
overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi. Di dalam Job Order
Costing, produk dibebani biaya overhead pabrik dengan menggunakan
tarif yang ditentukan di muka. Tarif biaya overhead pabrik ini dihitung
berdasarkan angka anggaran biaya overhead pabrik.
Jurnal untuk mencatat pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan
tarif adalah:
Barang dalam proses xxx
Biaya overhead pabrik yang dibebankan xxx
Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya
terjadi, misalnya pada parusahaan terdapat penyusutan mesin dan
asuransi pabrik yang sudah jatuh tempo untuk bulan tersebut, maka
jurnalnya adalah:
Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya
xxx
Akumulasi depresiasi mesin xxx
Asuransi dibayar dimuka xxx
2.6.4.4 Pencatatan Harga pokok produk Jadi
Pesanan yang telah selesai diproduksi ditransfer ke bagian
gudang oleh bagian produksi. Harga pokok pesanan yang telah selesai
diproduksi ini dapat dihitung dari informasi biaya yang dikumpulkan
dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. Jurnal untuk
mencatat harga pokok produk jadi tersebut adalah sebagai berikut:
Persediaan Produk jadi xxx
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead pabrik xxx
2.6.4.5 Pencatatan harga pokok produk dalam proses
Pada akhir periode kemungkinan terdapat pesanan yang belum
selesai diproduksi. Biaya yang telah dikeluarkan untuk pesanan tersebut
dapat dilihat dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan.
41
Jurnal untuk mencatat harga pokok produk dalam proses adalah sebagai
berikut:
Persediaan Produk Dalam Proses xxx
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja xxx
Biaya overhead pabrik xxx
2.6.4.6 Pencatatan harga pokok produk yang dijual
Harga pokok produk yang diserahkan kepada pemesan dicatat
dalam rekening harga pokok penjualan dan rekening persediaan produk
jadi. Jurnal untuk mencatat harga pokok pesanan yang diserahkan
kepada pemesan adalah sebagai berikut:
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan produk jadi xxx
2.6.4.7 Pencatatan Pendapatan penjualan Produk
Pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk kepada
pemesan dicatat dengan mendebit rekening piutang dagang dan
mengkredit rekening hasil penjualan. Jurnal yang dibuat untuk
mencatat piutang pemesan adalah sebagai berikut:
2.7 Laporan Biaya Produksi
Setiap biaya yang dikeluarkan untuk produksi akan dihitung dan dirangkum ke
dalam sebuah bentuk laporan biaya produksi yang memberikan informasi bagi pihak
manajemen untuk mendukung pengambilan keputusan.
Laporan produksi menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny
Arnos Kwary (2009: 308) adalah “dokumen yang meringkas aktivitas manufaktur
yang terjadi di suatu departemen dalam periode tertentu. Laporan produksi berisi
informasi biaya-biaya yang ditambahkan dalam departemen itu sendiri, seperti bahan
baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead.” Adapun laporan produksi
terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Bagian informasi unit, yang memiliki dua sub bagian utama yaitu:
a. Unit untuk diperhitungkan
Piutang dagang xxx
Hasil Penjualan xxx
42
b. Unit yang telah dihitung
2. Bagian informasi biaya, yang memiliki dua sub bagian utama yaitu:
a. Biaya untuk diperhitungkan
b. Biaya yang telah dihitung
2.8 Sistem Pengendalian Internal
Dalam menjalankan suatu proses produksi, perusahaan menggunakan
pengendalian internal untuk memastikan proses tersebut berjalan sesuai dengan
prosedur yang berlaku dan mencegah terjadinya penyimpangan. Pada sub-sub bab
berikut ini akan dibahas mengenai pengertian, tujuan, dan komponen-komponen
terkait pengendalian internal yang ada.
2.8.1 Pengertian Pengendalian Internal
Gelinas dan Dull (2008: 216) dalam Committee of Sponsoring
Organization (COSO) mendefinisikan pengendalian internal sebagai suatu
proses yang dipengaruh oleh dewan direksi, manajemen, dan pihak personal
lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan jaminan atau
keyakinan yang memadai terkait dengan pencapaian tujuan seperti efektivitas
dana efisiensi operasi, kehandalan laporan keuangan, dan ketaatan dengan
peraturan yang berlaku.
2.8.2 Tujuan Sistem Pengendalian Internal
Adapun tujuan dari pengendalian internal menurut Romney dan
Steinbart (2006: 96) adalah sebagai berikut:
1. Menjaga asset, termasuk mencegah atau mendeteksi, secara regular,
perolehan, penggunaan, atau pembuangan material yang tidak terotorisasi
dari asset perubahan.
2. Memelihara catatan dalam detil yang cukup untuk secara akurat dan sesuai
menggambarkan asset perusahaan.
3. Menyediakan informasi yang akurat dan dapat dipercaya.
4. Menyediakan kepastian bahwa laporan keuangan dipersiapkan sesuai
dengan GAAP.
5. Meningkatkan efisiensi operasional termasuk memastikan penerimaan dan
pengeluaran perusahaan dibuat sesuai dengan otorisasi manajer dan
direktur.
43
6. Meningkatkan kedisiplinan terhadap kebijakan manjerial yang telah
ditetapkan.
2.8.3 Komponen-komponen Pengendalian Internal
Terdapat lima komponen yang berhubungan dengan pengendalian
internal menurut Jones dan Rama (2008: 134) yang diterjemahkan oleh M.
Slamet Wibowo, yaitu:
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Berkaitan dengan faktor-faktor umum yang menetapkan sifat organisasi
dan memengaruhi kesadaran karyawannya terhadap pengendalian. Faktor-
faktor ini meliputi integritas, nilai etika, filosofi manajemen, dan gaya
operasi manajemen. Juga meliputi cara manajemen memberikan wewenang
dan tanggung jawab, mengatur dan mengembangkan karyawannya, serta
perhatian dan arahan yang diberikan oleh dewan direksi.
2. Penilaian Resiko (Risk Assesment)
Merupakan proses identifikasi dan analisis terhadap resiko yang dapat
mengganggu pencapaian sasaran pengendalian internal.
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Merupakan kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi
untuk menghadapi resiko-resiko yang mungkin terjadi. Adapun aktivitas
pengendalian meliputi:
a. Penelaahan kinerja (Performance review)
Yaitu kegiatan yang berhubungan dengan analisis terhadap kinerja,
dengan cara membandingkan hasil yang didapat dengan anggaran,
standar perhitungan, dan data pada periode sebelumnya.
b. Pemisahan tugas (Segregation of duties)
Mencakup pembebanan tanggung jawab untuk melakukan otorisasi
transaksi, pelaksanaan transaksi, mencatat transaksi, dan pemeliharaan
aset kepada karyawan yang berbeda-beda
c. Pengendalian aplikasi (Application control)
Berhubungan dengan pengendalian yang diterapkan dalam aplikasi
sistem informasi akuntansi.
d. Pengendalian umum (General control)
44
Adalah pengendalian umum yang berkaitan dengan banyak aplikasi.
Sebagai contoh, pengendalian yang membatasi akses ke komputer,
peranti lunak, dan data perusahaan. Pengendalian umum juga
mencakup pengendalian atas proses pengembangan dan pemeliharaan
peranti lunak aplikasi.
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Sistem informasi yang dimiliki perusahaan merupakan kumpulan dari
prosedur (baik otomatis maupun manual) dan pencatatan yang dibuat untuk
memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan kejadian atas proses-
proses entitas. Komunikasi meliputi penyediaan pemahaman mengenai
peran dan tanggung jawab individu.
5. Pengawasan (Monitoring)
Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan
bahawa pengendalian organisasi berfungsi sebagaimana dimaksudkan.
2.8.4 Pengendalian pada proses produksi
Sebuah siklus produksi perlu dilakukan adanya pengendalian. Van Der
Bij, Hans & Jeroen H.W. Van Ekert (2010 : 676) mengungkapkan bahwa
“Production control system comprises a system of tasks, methods, and means,
which an organisation uses to agree and maintain the availability of products
to the expectations of the internal or external customer with respect to time,
quantity, and place.”, dimana perusahaan mengelola produk terbaik yang
dihasilkan demi pelanggannya melalui sistem pengendalian produksi yang
memiliki metode, sistem kerja, dan batasan terkait produksi tersebut.
Hall (2013: 313) juga menjabarkan pengendalian yang berkaitan
dengan siklus produksi meliputi:
1. Transaksi yang Terotorisasi (Transaction Authorization)
Transaksi yang terotorisasi pada siklus produksi meliputi:
a. Pada perusahaan manufaktur, perencanaan dan pengendalian produksi
(production planning and control) mengotorisasi kegiatan produksi
dengan mengeluarkan surat permintaan kerja (work order). Dokumen
ini berisi berapa banyak produksi yang akan dilakukan dimana
merupakan selisih dari banyaknya produk yang diminta berdasarkan
ramalan penjualan dengan jumlah finished good yang ada.
45
b. Kartu perpindahan (Move tiket) ditandatangani oleh setiap supervisor
dari setiap departemen untuk setiap aktivitas dan perpindahan dari
produk.
c. Permintaan bahan baku (material requisition) diotorisasi oleh bagian
penyimpanan untuk dikeluarkan dari gudang penyimpanan dan
dikirimkan ke tempat produksi.
2. Pemisahan Tugas (Segregation of Duties)
Salah satu tujuan dari prosedur pengendalian ini adalah untuk memisahkan
tugas dari transaksi yang terotorisasi dan proses transaksi. Tujuan lain
adalah untuk memisahkan pencatatan dan yang memegang asset.
3. Supervisi (Supervision)
Prosedur supervise berikut terkait dengan siklus produksi:
a. Supervisor yang berasa di tempat produksi mengawasi pemakaian
bahan baku yang digunakan di proses produksi. Ini dilakukan untuk
memastikan bahwa semua bahan baku yang dikeluarkan dari gudang
digunakan dalam produksi dan meminimalisir pemborosan bahan baku.
Kartu jam kerja (time cards) karyawan dan kartu kerja (job tickets) juga
harus diperiksa untuk akurasi.
4. Kontrol Akses (Access Control)
Siklus produksi memungkinkan akses secara langsung maupun tidak
langsung.
a. Akses secara langsung ke asset
1) Perusahaan cenderung membatasi hak akses ke dalam area sensitif
seperti gudang, tempak produksi, dan gudang penyimpanan finished
good. Cara mengontrolnya seperti adanya identifikasi tanda
pengenal, petugas keamanan, alat pengintaian, dan berbagai sensor
elektronik dan alarm.
2) Pemakaian standard cost menyediakan sebuah akses kontrol.
Dengan menspesifikasikan jumlah bahan baku dan tenaga kerja
untuk setiap produk, perusahaan membatasi akses yang tidak
terotorisasi
b. Akses tidak langsung ke aset
Di dalam siklus produksi, dokumen-dokumen penting termasuk
permintaan bahan baku, kartu jam kerja karyawan. Metode
46
pengendalian ini juga mendukung adanya audit untuk pemakaian
dokumen secara berurutan.
5. Pencatatan Akuntansi (Accounting Records)
Tujuan dari teknik pengendalian ini adalah untuk menghasilkan rekam
jejak audit untuk setiap transaksi, termasuk pemakaian surat permintaan
kerja (work order), cost sheet, kartu perpindahan (move tickets), kartu kerja
(job tickets), permintaan bahan baku (material requisition), work in process
file, dan finished good inventory file. Dengan menggunakan penomoran
dokumen secara berurutan dan mereferensikannya dengan pencatatan work
in process, perusahaan dapat melacak setiap finished good yang di produksi
ke bahan baku yang digunakannya.
6. Verifikasi secara Independen (Independent Verification)
Langkah verifikasi dalam siklus produksi meliputi:
a. Akuntansi biaya merekonsiliasi pemakaian bahan baku dan tenaga
kerja yang dilihat dari permintaan bahan baku (material requisition dan
kartu kerja (job tickets).
b. Departemen general ledger juga mempunyai fungsi verifikasi penting
dengan memeriksa total perpindahan produk dari work in process
menjadi finished goods. Ini dilakukan dengan merekonsiliasi jurnal
voucher dari akuntansi biaya dengan merangkum buku besar pembantu
persediaan.
c. Internal dan external auditor secara periodik memverifikasi bahan baku
dan finished goods yang ada di tangan dengan perhitungan secara fisik.
Membandingkan kuantitas aktual persediaan dengan pencatatan
persediaan dan membuat penyesuaian (adjustments) atas pencatatan.
47
Gambar 2.19: Summary of Conversion Cycle Controls
Sumber: Hall (2013: 314)
2.9 Analisis dan Perancangan Berorientasi Obyek
Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 60) object oriented analysis
mendefinisikan semua tipe obyek yang melakukan pekerjaan di dalam sistem dan
menunjukkan apa saja interaksi pengguna yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tugas-tugas tersebut. Object oriented design mendefinisikan semua tipe obyek yang
dibutuhkan untuk berkomunikasi dengan orang-orang dan alat-alat didalam sistem
serta menunjukkan bagaimana obyek-obyek tersebut berinteraksi untuk menyelesaikan
tugas dan menyempurnakan definisi dari masing-masing obyek agar dapat
diimplementasikan dengan bahasa atau lingkungan tertentu.
2.9.1 Konsep Pengembangan Sistem
Dalam suatu pengembangan sistem diperlukan panduan dalam
mengembangkan sistem dengan memerlukan metode-metode tertentu, dimana
metode pengembangan sistem tersebut menurut Satzinger, Jackson, dan Burd
(2005: 47) merupakan suatu acuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
setiap aktivitas dalam pengembangan sistem, di antaranya termasuk models,
tools, dan teknik-teknik tertentu lainnya. Definisi Models dalam hal ini adalah
perumpamaan dari suatu aspek yang ada di dalam dunia nyata, sedangkan tools
merupakan perangkat lunak pendukung dalam pembuatan model atau
komponen lain yang dibutuhkan dalam suatu proyek.
48
2.9.1.1 Unified Modeling Language (UML)
Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 48) mendefinisikan
Unified Modeling Language sebagai seperangkat model konstruksi dan
notasi yang dibentuk dalam pengembangan berorientasi obyek. Model
yang dicakup dalam metode pengembangan sistem adalah
perumpamaan input, output, proses, data, obyek, interaksi antar obyek,
lokasi, jaringan, dan peralatan.
Adapun model komponen sistem yang menggunakan Unified
Modeling Language terdiri dari tujuh diagram, yaitu:
1. Use Case diagram
2. Class diagram
3. Activity diagram
4. Sequence diagram
5. Communication diagram
6. Package diagram
7. Deployment diagram
2.9.1.2 Unified Process (UP) sebagai Metode Pengembangan Sistem
Salah satu metode yang digunakan dalam pengembangan sistem
adalah Unified Process (UP), yang merupakan sebuah metode
pengembangan sistem berorientasi obyek. Metode ini sudah menjadi
salah satu metode yang banyak digunakan dalam pengembangan sistem
berorientasi obyek.
Perancangan Unified Process (UP), Unifief Modeling Language
(UML) models, tools, dan teknik-teknik bermanfaat untuk memperkuat
contoh praktik terbaik dari banyak metode yang digunakan dalam
pengembangan sistem, seperti:
1. Pengembangan secara iteratif
2. Penjabaran dan pengelolaan system requirements
3. Pengunaan arsitektur komponen
4. Pembuatan model visual
5. Verifikasi kualitas
6. Pengendalian perubahan
49
UP memperkenalkan pendekatan baru untuk siklus hidup
pengembangan sistem yang menggabungkan perulangan (iterations)
dan tahapan (phases) yang disebut siklus hidup UP (UP life cycle). UP
mendefinisikan empat tahapan siklus hidup yaitu: inception,
elaboration, construction, dan transition.
Gambar 2.20: UP Disciplines
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 264)
1. Business Modeling
Tujuan utama dari business modeling discipline adalah untuk
memahami dan mengkomunikasikan sifat dasar dari lingkungan
bisnis dimana sistem tersebut akan dibuat. Analis harus memahami
masalah saat ini dan perbaikan yang memungkinkan dari sistem
yang baru. Tiga aktivitas utama dalam business modeling:
a. Memahami lingkungan bisnis
b. Membuat system vision
c. Membuat business models
2. Requirements
Tujuan utama dari requirements discipline adalah untuk memahami
dan mendokumentasikan kebutuhan bisnis dan persyaratan proses
dari sistem yang baru. Aktivitas yang termasuk dalam requirements
discipline adalah:
a. Mengumpulkan informasi secara detil
b. Mendefinisikan kebutuhan / persyaratan fungsional
c. Mendefinisikan kebutuhan / persyaratan non fungsional
d. Memprioritaskan kebutuhan
50
e. Membangun user interface dialogs
f. Mengevaluasi kebutuhan dengan users
3. Design
Tujuan dari design discipline adalah untuk merancang sistem solusi
berdasarkan kebutuhan yang telah didefinisikan sebelumnya. High-
level design terdiri dari membangun struktur arsitektural untuk
komponen software, databases, user interface, dan lingkungan
operasional. Low-level design memerlukan pembangunan detailed
classes, methods, dan struktur yang dibutuhkan dalam
pembangunan software. Enam aktivitas utama dalam design
discipline:
a. Merancang support service architecture dan deployment
environment,
b. Merancang arsitektur software
c. Merancang use case realizations
d. Merancang database
e. Merancang system and user interfaces
f. Merancang keamanan sistem dan kontrol
4. Implementation
Implementation discipline merupakan tahap mengimplementasikan
sistem yang telah dirancang terdiri dari aktivitas membangun
komponen software, memperoleh komponen software, dan
mengintegrasikan komponen software.
5. Testing
Pada tahap ini melakukan proses pengecekan atu pengetesan
terhadap sistem yang telah diimplementasikan. Terdiri dari unit
testing, integration testing, usability testing, dan user acceptance
testing.
6. Deployment
Deployment discipline mengacu kepada aktivitas yang dibutuhkan
agar sistem berjalan secara operasional. Terdiri dari aktivitas:
memeperoleh hardware dan software sistem, package and install
komponen, melatih user, dan convert and initialize data.
7. Project management
51
8. Configuration and change management
9. Environment
2.9.2 Konsep Object Oriented
Terdapat tiga pendekatan berorientasi obyek meninjau sistem informasi
sebagai kumpulan dari obyek-obyek yang saling berinteraksi menurut
Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 60), yaitu:
1. Object-Oriented Analysis (OOA) mendefinisikan semua tipe obyek yang
melakukan suatu pekerjaan dalam sistem dan menunjukkan interaksi apa
saja yang dibutuhkan pengguna untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan
tersebut.
2. Object-Oriented Design (OOD) mempunyai peran mengkomunikasikan
semua tipe obyek yang dibutuhkan dengan orang-orang dan perangkat di
dalam sistem untuk menunjukan interaksi obyek-obyek dalam
menyelesaikan pekerjaan dan memperbaiki definisi setiap tipe obyek,
sehingga dapat diimplementasikan dengan bahasa atau lingkungan yang
spesifik.
3. Object-Oriented Programming (OOP) yang berisi pernyataan tertulis
berupa bahasa pemrograman untuk mendefinisikan setiap tipe obyek yang
ada di dalam sistem, termasuk pesan-pesan yang dikirim antar obyek.
2.10 Modeling and Requirement Disciplines
2.10.1 Requirements Discipline
2.10.1.1 System Requirements
System requirements menurut Satzinger, Jackson, dan Burd
(2005: 130) merupakan syarat yang dibutuhkan user dan fungsi yang
harus ada di dalam suatu sistem. Secara umum, system requirements
terbagi ke dalam dua kategori, yaitu:
1. Functional Requirement
Meliputi semua aktivitas yang harus ditangani oleh sistem atau
fungsi-fungsi yang harus ada di dalam sistem.
2. Nonfunctional Requirement
52
Meliputi karakteristik sistem selain aktivitas yang harus ada pada
sistem. Nonfunctional requirement terbagi menjadi 5 bagian,
yaitu:
a. Technical requirement
Mencakup karakteristik operasional terkait dengan lingkungan
organisasi, hardware, dan software.
b. Performance requirement
Mencakup karakteristik operasional terkait dengan
pengukuran beban kerja, seperti waktu respon.
c. Usability requirement
Mencakup karakteristik operasional terkait dengan users,
seperti user interface, prosedur kerja, bantuan online, dan
dokumentasi.
d. Reliability requirement
Mencakup karakteristik operasional terkait dengan
ketergantungan suatu sistem, pencatatan semua event,
pemrosesan kesalahan, serta deteksi dan perbaikan kesalahan.
e. Security requirement
Mencakup pembagian akses setiap user pada fungsi-fungsi
yang ada di dalam sistem.
2.10.1.2 Activity Diagram
Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 144), activity
diagram merupakan diagram alur kerja sederhana yang
menggambarkan aktivitas dari user (atau sistem) yang berbeda-beda,
pihak yang melakukan tiap aktivitas, dan aliran yang berurutan dari
aktivitas-aktivitas tersebut. Adapun beberapa simbol yang digunakan
dalam mendesain activity diagram, yaitu:
1. Swimlane
Merupakan suatu bentuk persegi yang merepresentasikan
aktivitas-aktivitas yang diselesaikan setiap agen.
2. Synchronization bar
Merupakan notasi yang berfungsi memisahkan (split) atau
menyatukan (join) urutan jalur aktivitas .
53
3. Starting activity (Pseudo)
Merupakan notasi yang menunjukkan dimulainya suatu aktivitas.
4. Transition arrow
Merupakan notasi berupa anak panah yang mendeskripsikan arah
perpindahan dari suatu aktivitas.
5. Activity
Merupakan notasi yang mendeskripsikan aktivitas-aktivitas.
6. Ending Activity (Pseudo)
Merupakan notasi yang menunjukkan diakhirinya suatu aktivitas.
7. Decision Activity
Merupakan notasi yang mendeskripsikan kondisi dari suatu
aktivitas.
Gambar 2.21: Activity Diagram Symbols
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 145)
Gambar 2.22: Activity Diagram
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 146)
2.10.2 Use Case and Domain Classes
2.10.2.1 Event Table
Event menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 167)
adalah sesuatu yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu yang
54
dapat digambarkan dan berharga untuk diingat. Event terbagi dalam 3
tipe, yaitu:
1. External event
Event yang terjadi diluar sistem, biasanya dimulai oleh external
agent. External agent adalah orang atau unit organisasi yang
menyediakan atau menerima data dari sistem, tetapi belum tentu
mereka adalah pengguna sistem. Contoh dari external event
adalah “pelanggan melakukan pemesanan”. Pelanggan
menggambarkan external agent, dan melakukan pemesanan
adalah kegiatan yang mempengaruhi sistem.
2. Temporal event
Event yang terjadi akibat dari tercapainya suatu titik waktu
tertentu. Sistem akan menghasilkan output yang dibutuhkan tanpa
harus diperintah. Dengan kata lain, external agent tidak membuat
permintaan, tetapi sistem harus menghasilkan informasi atau
output yang dibutuhkan ketika informasi tersebut dibutuhkan.
Contoh dari temporal event adalah sistem penjualan yang
menghasilkan laporan penjualan bulanan, dengan event berupa
“saat untuk menghasilkan laporan penjualan.”
3. State event
Event yang terjadi ketika sesuatu terjadi di dalam sistem sehingga
memicu adanya kebutuhan untuk pemrosesan. Sebagai contoh,
jika stok persediaan berada dibawah reorder point, maka state
event yang dihasilkan dapat berupa “telah mencapai reorder
point.”'
Dalam pengembangan sistem, event-event yang ada di dalam
sistem perlu diketahui dalam rangka merespon permintaan pengguna.
Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 174), event table
merupakan katalog dari use case yang mendaftar event-event ke
dalam baris-baris dan informasi mengenai setiap event ke dalam
kolom-kolom. Informasi yang ditampilkan dalam event table terdiri
dari:
55
1. Event: peristiwa yang menyebabkan sistem melakukan sesuatu.
2. Trigger: sinyal yang memberitahu sistem bahwa peristiwa telah
terjadi karena adanya data yang harus diproses atau karena
suatu titik waktu tertentu.
3. Source: pihak external agent memberikan data ke dalam sistem.
4. Use Case: apa yang dilakukan sistem ketika peristiwa terjadi.
5. Response: output yang dihasilkan sistem.
6. Destination: external agent menerima data dari sistem.
Gambar 2.23: Event Table
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 175)
2.10.2.2 Domain Model Class Diagram
Domain model class diagram menurut Satzinger, Jackson, dan
Burd (2005: 184) adalah sebuah diagram UML yang
merepresentasikan semua pekerjaan user, kelas-kelas problem
domain, atribut, serta hubungan antar kelas.
Dalam suatu class diagram, sebuah class digambarkan
berbentuk kotak. Kotak tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu pada
bagian atas diberi nama kelas, pada bagian tengah diberi atribut-
atribut dari kelas, dan pada bagian bawah diberi method. Hubungan
atau asosiasi antar class digambarkan dengan garis penghubung antar
class.
56
Gambar 2.24: UML Domain Class Symbol with names and attributes
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 185)
Gambar 2.25: Domain Model Class Diagram
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 187)
Hubungan antar class yang digambarkan dengan garis
penghubung disebut multiplicity of association, yang dapat dibedakan
menjadi enam jenis dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 2.26: Multiplicity of Association
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 186)
Dalam class diagram, Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:
189) menjelaskan apabila terdapat karakteristik class yang sama
digunakan hierarki yang berguna untuk menyusun class dimulai dari
karakteristik umum sampai dengan khusus. Class yang memiliki
karakteristik umum dikenal sebagai superclass, sedangkan class yang
57
memiliki karakteristik khusus dikenal sebagai subclass. Adapun
penurunan karakteristik atau inheritance dapat diterapkan apabila
karakteristik suatu superclass dimiliki oleh suatu subclass.
Ada dua hierarki dalam notasi class diagram, yaitu:
1. Generalization/specialization notation
Generalization adalah pengelompokan hal-hal dengan jenis yang
sama, contohnya ada banyak jenis kendaraan seperti mobil,
motor, sepeda, pesawat, dan sebagainya. Sedangkan
specialization adalah pengkategorian jenis-jenis hal yang berbeda,
sebagai contoh jenis khusus dari mobil adalah mobil sport, sedan,
jeep, dan sebagainya.
Generalization/specialization hierarchy digunakan untuk
mengurutkan hal-hal umum menjadi khusus.
Gambar 2.27: Generalization/Specialization Hierarchy
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 190)
2. Whole-part hierarchy notation
Whole-part hierarchies menggambarkan hubungan keterkaitan
antara sebuah obyek dengan komponennya. Ada dua jenis whole-
part hierarchies, yaitu:
a. Aggregation
Aggregation digunakan untuk menggambarkan sebuah
hubungan antara agregat (keseluruhan) dan komponennya
(bagian-bagian) dimana bagian-bagian tersebut dapat berdiri
sendiri secara terpisah.
58
Gambar 2.28: Whole-part Hierarchy (Aggregation)
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 192)
b. Composition
Composition digunakan untuk menggambarkan hubungan
keterikatan yang lebih kuat, dimana tiap-tiap bagian tidak
dapat berdiri sendiri secara terpisah.
Gambar 2.29: Whole-part Hierarchy (Composition)
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 193)
2.10.3 Use Case Modeling and Detailed Requirements
2.10.3.1 Use Case
Use case menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 166)
adalah aktivitas yang dilakukan oleh sistem berupa respon terhadap
permintaan pengguna. Use case merepresentasikan pendekatan visual
yang dapat digunakan dalam proses pemodelan dalam pengembangan
sistem.
59
Gambar 2.30: Use Case Notation
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 215)
Gambar 2.31: Use Case Diagram
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 216)
Penggambaran use case diagram menggunakan beberapa
simbol atau lambang untuk melambangkan setiap pengguna dan hal-
hal yang dilakukan sistem untuk merespon permintaan pengguna atas
sistem.
2.10.3.2 Use Case Description
Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 220) menjelaskan Use
Case Description sebagai penjelasan secara terperinci mengenai
proses dari suatu use case. Perbedaan Use Case Description terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Brief Description
Penggunaan brief description diperuntukkan bagi use case yang
sangat sederhana dan sistem yang dikembangkan berskala kecil.
60
Gambar 2.32: Brief Description Use Case
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 221)
2. Intermediate Description
Merupakan pengembangan dari brief description untuk
menggambarkan aliran aktivitas internal dari sebuah use case.
Penggunaan eksepsi atau exception dapat didokumentansi bila
dibutuhkan.
Gambar 2.33: Intermediate Description Use Case
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 222)
3. Fully Developed Description
Merupakan metode formal yang dapat digunakan dalam
mendokumentasikan suatu use case.
61
Gambar 2.34: Fully Developed Description Use Case
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 223)
2.10.3.3 System Sequence Diagram
System Sequence diagram menurut Satzinger, Jackson, dan
Burd (2005: 226) adalah suatu diagram yang menggambarkan
interaksi antara sistem dengan dunia luar yang direpresentsikan oleh
actor. Sistem itu sendiri diperlakukan sebagai object tunggal yang
dinamakan dengan :System. System sequence diagram digunakan
untuk mendokumentasikan masukan dan keluaran sistem untuk use
case tunggal atau scenario.
Penggunaan notasi dalam sequence diagram terdiri dari:
1. Lifeline
Merupakan garis vertikal yang dibentuk untuk menunjukkan
waktu hidup dari sebuah obyek.
2. Object
Merupakan simbol yang merepresentasikan pengguna sistem atau
sistem yang telah terotomatisasi.
3. Input message
Merupakan garis horizontal yang menunjukkan pesan masuk dari
pengguna.
62
4. Output message
Merupakan garis putus-putus horizontal yang menunjukkan hasil
dari pesan yang dimasukkan oleh pengguna.
Gambar 2.35: System Sequence Diagram
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 229)
Gambar 2.36: System Sequence Diagram for Repeating message
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 229)
2.11 Design Discipline
2.11.1 Design Activities and Environment
2.11.1.1 Deployment Environment
Deployment environment mempunyai komponen hardware,
software, dan networking yang membuat suatu sistem dapat berjalan.
63
Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 270) membagi deployment
environment tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Single Computer Architecture
Merupakan sistem komputer yang menjalankan software secara
tunggal. Adapun sistem informai yang dijalankan pada arsitektur
ini mudah dirancang, dibangun, dioperasikan dan dikelola.
Gambar 2.37: Single Computer Architecture
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 271)
2. Multitier Computer Architecture
Merupakan tipe arsitektur yang mengeksekusi suatu proses dalam
beberapa komputer. Arsitektur ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu :
a. Clustered Architecture
Merupakan arsitektur yang menggunakan beberapa computer
dengan model dan produksi yang sama.
Gambar 2.38: Clustered Architecture
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 271)
b. Multicomputer Architecture
Merupakan arsitektur yang menggunakan beberapa computer
dengan spesifikasi yang berbeda-beda.
64
Gambar 2.39: Multicomputer Architecture
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 271)
Deployment architecture terbagi menjadi dua bagian menurut
Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 272), yaitu:
1. Centralized Architecture
Merupakan arsitektur yang mendeskripsikan penyebaran sistem
komputer pada suatu lokasi. Arsitektur ini umumnya digunakan
untuk proses aplikasi berskala besar, seperti real-time application.
2. Distributed Architecture
Merupakan arsitektur yang mendeskripsikan penyebaran sistem
komputer pada beberapa lokasi dengan menggunakan jaringan
komputer.
2.11.1.2 Software Architecture
Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 277) membagi software
architecture ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Client/server architecture
Arsitektur ini membagi software ke dalam dua bagian, yaitu client
dan server. Server berfungsi sebagai alat untuk mengolah sumber
informasi, sedangkan client berfungsi sebagai alat untuk
berkomunikasi dengan server untuk memenuhi permintaan
sumber daya.
2. Three-layer client/server architecture
Arsitektur ini merupakan pengembangan dari arsitektur
client/server yang terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu:
a. Data layer
Merupakan lapisan untuk mengatur penyimpanan data pada
suatu database.
65
b. Business logic layer
Merupakan lapisan yang mengimplementasikan aturan dan
prosedur dari suatu proses bisnis.
c. View layer
Merupakan lapisan yang menerima input dan menampilkan
output sebagai hasil dari proses yang berjalan.
Gambar 2.40: Three-layer architecture
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 280)
2.11.2 Use Case Realization: The Design Discipline within UP Iterations
2.11.2.1 Design Class Diagram
Design Class Diagram digunakan untuk merepresentasikan
software classes yang termasuk ke dalam sistem baru. Lebih
menunjukkan mengenai rancangan aktual dari software. Design Class
Diagram mempunyai methods yang menggambarkan apa yang
dilakukan obyek dari class.
Gambar 2.41: Design Class Notation
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 304)
Format yang digunakan untuk menentukan masing-masing atribut
adalah:
1. Attribute visibility: visibility menunjukkan apakah object lain
dapat mengakses attribute secara langsung atau tidak. Tanda +
66
(plus) mengindikasikan attribute dapat terlihat atau bersifat
public, dan tanda – (minus) menandakan bahwa attribute tidak
dapat terlihat atau bersifat private.
2. Attribute name
3. Type-expression: dapat berupa character, string, integer,
number, currency, atau date.
4. Initial value
5. Property: ditempatkan dalam kurung kurawal. Contoh: {key}.
Format yang digunakan dalam method list:
1. Method visibility
2. Method name
3. Type-expression: tipe dari return parameter dari method.
4. Method parameter list: argumen yang masuk.
Gambar 2.42: Domain Model Class Diagram and Design Class Diagram
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 305)
2.11.2.2 First-Cut Design Class Diagram
Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005 : 309), First-cut
class diagram adalah perkembangan dari domain class diagram
melalui dua tahap, yaitu dengan mendeskripsikan atribut dengan tipe
dan nilai awal dan menambahkan navigation visibility arrows, yang
merupakan arah untuk menunjukkan kemampuan suatu obyek yang
dapat berinteraksi dengan obyek lain.
67
Gambar 2.43: First-cut class diagram
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 311)
Dalam proses mendesain, penggunaan navigation visibility
terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Attribute navigation visibility
Terbentuk ketika class mempunyai atribut yang mereferensikan
obyek lain.
Gambar 2.44: Attribute Navigation Visibility
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 307)
2. Parameter navigation visibility
Terbentuk ketika class sesuai dengan parameter yang
mereferensikan obyek lain. Parameter tersebut diteruskan melalui
method call.
Beberapa petunjuk mengenai penetapan navigation visibility adalah:
1. Hubungan One-to-many yang menandakan adanya
superior/subordinate relationship. Nagivasi berarah dari superior
ke subordinate. Contohnya: dari Order ke OrderItem.
68
2. Mandatory relationships, dimana obyek di suatu class tidak dapat
berdiri tanpa obyek dari class lain. Navigasi berarah dari
independen class ke dependen class. Contohnya: dari Customer
ke Order.
3. Saat suatu obyek membutuhkan informasi dari obyek lain, maka
panah navigasi mengarah kepada obyek yang membutuhkan
informasi.
4. Navigation arrows mungkin mengarah kepada dua arah.
2.11.2.3 Completed Three-Layer Design Sequence Diagram
Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 325), completed
three-layer design sequence diagram merupakan pengembangan dari
first-cut sequence diagram dengan menambahkan data access layer.
Gambar 2.45: Completed Three-Layer Design Sequence Diagram
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 325)
69
2.11.2.4 Updated Design Class Diagram
Pengembangan design class diagram menurut Satzinger,
Jackson, dan Burd (2005: 337) dapat dilakukan pada setiap layer,
dimana dalam view dan data access layer dilakukan penentuan
beberapa class baru. Pada domain layer, class baru yang ditambahkan
berfungsi sebagai use case controller.
Penambahan method untuk setiap class dalam updated class
diagram dapat dilakukan, dimana method tersebut terdiri dari 3 jenis,
yaitu:
1. Constructor methods
Merupakan method yang membentuk instance dari suatu obyek.
2. Data get and set methods
Merupakan method yang mengambil dan mengubah nilai atribut.
3. Use case specific methods
Merupakan method yang mewakili use case yang ada.
Gambar 2.46: Updated Design Class Diagram
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 340)
70
2.11.2.5 Package Diagram
Package diagram menurut Satzinger, Jackson, dan Burd
(2005: 339) merupakan diagram yang mengasosiasikan class-class
dari suatu kelompok yang terkait. Di dalam diagram tersebut terbagi
menjadi tiga layer, yaitu view layer, domain layer, dan data access
layer.
Package yang digunakan dalam diagram ini digambarkan
dengan persegi panjang, sedangkan hubungan antar package
digambarkan dengan anak panah bergaris putus-putus (dashed
arrow), yang mewakili dependency relationship. Buntut panah
terhubung dengan dependent package, sedangkan kepala panah
terhubung dengan independent package. Dependency relationship
sendiri menggambarkan suatu hubungan antar elemen dalam package
diagram, dimana jika terjadi perubahan pada suatu elemen (elemen
yang independent), maka elemen lainnya (elemen yang dependent)
juga dapat berubah.
Gambar 2.47: Package Diagram
Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 341)
71
2.11.3 Designing the User Interface Layer
2.11.3.1 User Interface
User interface Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:
442) pada dasarnya memiliki input dan output serta melibatkan
pengguna sistem secara langsung. Aspek-aspek yang terkait dengan
user interface meliputi semua hal yang digunakan pengguna saat
menggunakan sistem tersebut, baik dari segi fisik, persepsi, maupun
konseptual. Berikut adalah penjelasan aspek-aspek tersebut:
1. Aspek fisik
Meliputi perangkat-perangkat yang dapat disentuh oleh pengguna
seperti keyboard, mouse, touch screen, dan lain sebagainya.
2. Aspek persepsi
Meliputi hal-hal yang dapat dicakup oleh indera manusia seperti
penglihatan (garis, angka, kata-kata, bentuk), pendengaran (suara
notifikasi dari sistem), atau penyentuhan oleh pengguna
(menggunakan mouse untuk mengakses tombol-tombol di layar).
3. Aspek konseptual
Meliputi hal-hal yang diketahui pengguna mengenai penggunaan
sistem, operasi yang dapat dilaksanakan, serta prosedur yang
diikuti agar operasi yang dilakukan berjalan dengan baik.
Beberapa organisasi pengembangan sistem menggunakan
interface design standards, yaitu aturan dan prinsip-prinsip umum
yang harus diikuti dalam mengembangkan sistem. Standar
perancangan membantu untuk memastikan bahwa semua user
interface berjalan dengan baik dan semua sistem yang dikembangkan
oleh organisasi memiliki rasa dan tampilan yang sama.
Delapan prinsip yang dapat diterapkan pada interactive system
yang disebut dengan “Eight Golden Rules” menurut Ben
Shneiderman yaitu:
1. Usahakan untuk konsisten (strive for consistency).
Sistem harus konsisten dalam menentukan nama dan letak menu
items, ukuran dan bentuk icon, urutan tugas, serta bagaimana
informasi diatur dalam suatu form.
72
2. Memungkinkan pengguna untuk menggunakan shortcut (enable
frequent users to use shortcuts).
Shortcut digunakan untuk mengurangi jumlah interaksi untuk
tugas yang dijalankan, sehingga pengguna dapat menghemat
waktu. Selain itu, perancang harus menyediakan fasilitas macro
bagi pengguna untuk membuat shortcut mereka sendiri.
3. Memberikan umpan balik yang informatif (offer informative
feedback).
Umpan balik yang berupa konfirmasi dari sistem sangat penting
bagi pengguna sistem, terutama bagi mereka yang bekerja dengan
menggunakan sistem sepanjang hari. Contohnya, ketika pengguna
ingin menghapus suatu data makan akan muncul dialog box untuk
memastikan apakah pengguna sudah yakin data tersebut benar-
benar ingin dihapus atau tidak. Akan tetapi, sebaiknya sistem juga
tidak memperlambat pekerjaan pengguna sistem dengan
menampilkan terlalu banyak dialog box, dimana pengguna harus
merespon tiap dialog box.
4. Merancang dialog untuk menghasilkan penutupan (design dialogs
to yield closure).
Untuk setiap dialog dengan sistem harus diorganisasikan dengan
urutan yang jelas, yaitu dari awal, tengah, dan akhir agar
pengguna dapat mempersiapkan dirinya untuk fokus ke tindakan
berikutnya.
5. Memberikan penanganan kesalahan yang sederhana (offer simple
error handling).
Saat sistem menemukan sebuah kesalahan, pesan kesalahan harus
menegaskan secara spesifik apa yang salah dan menjelaskan
bagaimana cara untuk menanganinya. Pesan kesalahan juga tidak
boleh menghakimi pengguna. Selain itu sistem harus bisa
mengatasi kesalahan dengan mudah, contohnya jika pengguna
memasukkan ID pelanggan yang salah, maka sistem akan
memberitahukan kepada pengguna dan meletakkan kursor pada
textbox ID pelanggan yang berisi angka yang telah dimasukkan
sebelumnya dan siap untuk diubah.
73
6. Memungkinkan untuk kembali ke tindakan sebelumnya dengan
mudah (permit easy reversal of actions).
Salah satu cara untuk menghindari kesalahan, sebagaimana user
menyadari telah melakukan kesalahan, user dapat membatalkan
tindakan yang sedang dijalankan dan kembali ke tindakan
sebelumya.
7. Mendukung tempat pengendalian internal (support internal locus
of control).
Sistem harus membuat user merasa bahwa mereka yang
memutuskan apa yang harus dilakukan dan bukan sistem yang
mengontrol mereka.
8. Mengurangi muatan memori jangka pendek (reducing short-term
memory load). Rancangan yang terlalu rumit dan terlalu
banyaknya form dapat menjadi beban bagi ingatan pengguna.
2.12 Perancangan Basis Data
Menurut Conolly dan Begg (2010: 15) basis data merupakan suatu kumpulan
data yang berhubungan secara logis yang dipakai bersama, dan deskripsi dari data
tersebut dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi suatu organisasi.
Menurut Conolly dan Begg (2010, p354) ERD adalah penggambaran dari
sebuah kebutuhan penyimpanan data dengan cara kerja dari suatu perusahaan atau
organisasi tersebut yang bebas dari ambiguitas. ERD digunakan untuk
mengidentifikasikan dan menjelaskan tentang hubungan antara data yang akan
disimpan, diolah dan diubah untuk mendukung aktifitas bisnis suatu organisasi
Komponen-komponen yang digunakan antara lain sebagai berikut :
a. Entity Set
Pada Entity Relationship Diagram (ERD) digambarkan dengan sebuah bentuk
persegi panjang. Entity set merupakan simbol utama dari ERD. Entity adalah suatu
obyek yang ada dalam suatu sistem nyata maupun abstrak dimana data tersimpan
dan diberi nama dengan kata benda. Entity set adalah kumpulan entity yang
sejenis. Secara umum entity set dapat dikelompokkan dalam beberapa kelas, yaitu:
obyek, agen dan kejadian-kejadian yang ada di dalam sistem.
b. Relationship Set
74
Pada Entity Relationship Diagram (ERD) setiap relationship set digambarkan
dengan sebuah bentuk belah ketupat, dengan garis yang menghubungkan satu
entity dengan entity lain yang terkait. Relationship set menunjukkan hubungan
alamiah yang terjadi pada entity. Relationship set adalah kumpulan relationship
yang sejenis. Pada umumnya relationship set diberi nama dengan kata kerja.
c. Attribute
Secara umum attribute adalah sifat atau karakteristik dari setiap entity maupun
relationship yang menyediakan penjelasan detail tentang entity atau relationship
tersebut, sehingga sering dikatakan adalah elemen data dari entity dan relationship.
d. Cardinality
Cardinality adalah tingkat hubungan antara entitas dan dilihat dari segi kejadian
atau banyak tidaknya hubungan yang terjadi antara entity pada ERD. Ada tiga
kemungkinan tingkat hubungan yang ada, yaitu:
a. One To One (1:1)
Terjadi bila suatu entitas hanya memiliki sebuah hubungan dengan entitas
lainnya dan hubungan dinyatakan satu pada satu kejadian.
Gambar 2.48: Contoh One-to One Relationship
b. One To Many atau Many To One (1:M, M;1)
Terjadi apabila sebuah entitas memiliki banyak hubungan dengan entitas lain
atau sebaliknya.
Gambar 2.49: Contoh One-to Many Relationship
c. Many To Many (M:N)
Terjadi apabila dua buah entitas memiliki banyak hubungan.
Gambar 2.50: Contoh Many-to Many Relationship
75
2.13 Kerangka Berpikir
Dalam menentukan langkah-langkah penelitian, maka dibuat kerangka berpikir
dalam bentuk bagan sebagai berikut:
Gambar 2.51: Kerangka Berpikir