bab 2 air hujan dan air permukaan
TRANSCRIPT
BAB 2
AIR HUJAN DAN AIR
PERMUKAAN
2.1 TERMINOLOGI CEKUNGAN
Secara umum cekungan dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Cekungan topografi, ialah tempat yang secara morfologi
bentuknya cekung, dibatasi oleh tinggian atau punggungan
(Gambar 2.1). Cekungan ini biasanya berasosiasi dengan Daerah
Aliran Sungai (DAS) dimana tinggian atau punggungan tersebut
merupakan batas antar DAS.
Gambar 2.1. Cekungan Topografi (Sumber : S. Mandel, 1981)
18
SASARAN :1. Memahami dasar kesetimbangan air meteorik
2. Menghitung potensi airtanah dari data neraca air
meteorik
3. Mengidentifikasi relasi antara air sungai/danau
dengan
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
b. Cekungan airtanah, ialah unit hidrogeologi yang mengandung
suatu unit akifer yang besar atau beberapa unit akifer yang
berhubungan dan saling mempengaruhi (Gambar 2.2).
Basement-nya berupa lapisan batuan yang merupakan bagian
dasar dari sistem airtanah yang ada, bersifat impermeabel dan
tidak dapat dieksploitasi lagi.
Gambar 2.2. Penampang Cekungan Airtanah (Sumber : S. Mandel, 1981)
2.2. ANALISA CURAH HUJAN
2.2.1. Distribusi Curah Hujan
Jumlah curah hujan yang jatuh, biasanya diukur dalam mm atau
inci.
Beberapa pengertian perhitungan curah hujan :
Curah hujan harian rata-rata adalah jumlah curah hujan dalam
1 (satu) bulan dibagi banyaknya hari dalam 1 (satu) bulan.
Curah hujan bulanan rata-rata adalah jumlah curah hujan
dalam 1 (satu) tahun dibagi 12.
Curah hujan tahunan adalah jumlah curah hujan per bulan
dalam tahun tertentu.
19
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Perhitungan Curah Hujan Wilayah
Ada beberapa metode, yaitu: Thiessen, Poligon, Rata-rata Aritmetik,
dll.
Alat pengukur curah hujan terdiri dari beberapa tipe, sebagai berikut:
Gambar 2.3. Penakar Hujan Otomatis tipe Bendix (Sumber : F.J.Mock, 1973)
Gambar 2.4. Ombogram Penakar Hujan tipe Bendix (Sumber : F.J. Mock, 1973)
20
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Keterangan gambar :
a : corong penampung
curah hujan
b: silinder penampung
air hujan
c :corong penyalur air
kesilinder
penampung
d : tiang dari kayu
atau beton
Gambar 2.5. Penakar Hujan Manual Tipe Observatorium (Sumber : F.J. Mock, 1973)
2.2.2. Metoda Iklim
Ada beberapa metoda iklim yang dikembangkan di Indonesia,
antara lain :
Metode Koppen : Berdasarkan parameter temperatur.
Metode Smith Ferguson : Berdasarkan parameter curah
hujan.
Metode Oldsman : Berdasarkan parameter curah hujan
untuk kebutuhan pertanian.
Ada kriteria curah hujan bulanan berdasarkan kuantitas curah
hujan (menurut Mohr) :
Kriteria Bulan basah (menurut Mohr) adalah jumlah curah
hujan bulanan lebih besar daripada 100 mm.
Kriteria Bulan kering adalah jumlah curah hujan bulanan
kurang dari 60 mm.
Kriteria Bulan transisi adalah jumlah curah hujan bulanan
antara 60-100 mm.
21
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Sedangkan kriteria curah hujan bulanan berdasarkan kebutuhan
tanaman akan air (menurut Oldsman) :
Kriteria Bulan basah adalah jumlah curah hujan bulanan >
200 mm.
Kriteria Bulan kering adalah jumlah curah hujan bulanan <
200 mm.
2.2.3. Siklus Hidrologi
Siklus Hidrologi adalah suksesi tahapan-tahapan yang dilalui
oleh air dari atmosfer bumi dan kembali lagi ke atmosfer : evaporasi
merupakan penguapan air dari tanah maupun tubuh air yang ada
contoh sungai, laut, danau dan lain-lain.
22
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Gambar 2.6. Siklus Hidrometeorologi (Sumber: Ersin Seyhan, 1990)
Kondensasi adalah proses pembentukan awan. Presipitasi
adalah proses pengembunan air dari awan yang dikenal sebagai hujan
atau salju. Setelah tahapan kondensasi kembali berlangsung proses
evaporasi sebagai suatu siklus.
Beberapa pemahaman dalam siklus Hidrometeorologi :
23
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Presipitasi : Proses mengembunnya uap air menjadi segala
bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan lain-
lain) di atmosfer yang kemudian jatuh ke atas
vegetasi, batuan, permukaan tanah, permukaan
air, dan saluran-saluran sungai.
Presipitasi saluran : Presipitasi yang kemudian menjadi
saluran sungai.
Intersepsi : Proses penangkapan air oleh vegetasi yang
jatuh akibat presipitasi.
Catatan :
Setelah diintersepsi oleh vegetasi, yang kemudian bertranspirasi
dan/atau mencapai permukaan tanah dengan menetes atau sebagai
aliran batang (melalui batang pohon). Dalam suatu kurun waktu akan
secara langsung jatuh pada tanah (through fall), khususnya pada
kasus hujan dengan intensitas yang sangat tinggi dan lama.
Evaporasi : Proses menguap air dari daratan, lautan,
sungai, dan danau ke udara
Infiltrasi : Proses masuknya air dari permukaan ke dalam
tanah pada zona air tanah tidak jenuh
(Unsaturated Zone)
Perkolasi : Proses masuknya air dari zona air tanah tidak
jenuh ke zona air tanah jenuh.
Transpirasi : Proses menguapnya air dari vegetasi.
Detensi Permukaan : Suatu selaput air yang tipis pada
permukaan tanah setelah bagian
presipitasi yang pertama membasahi
permukaan tanah dan berinfiltrasi.
24
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Limpasan Permukaan : Proses selanjutnya dari detensi
permukaan, dimana aliran (surface
Run off ) lebih besar.
Cadangan Depresi : Air yang disimpan dalam mangkok
depresi pemukaan yang diperoleh dari
Surface Run off .
Evapotranspirasi : Proses gabungan dari Evaporasi dan
Transpirasi.
2.2.4. Evapotranspirasi
Ada beberapa metode perhitungan evapotranspirasi, antara lain :
1. Cara Blaney Cricldle.
2. Cara modifikasi Blaney Cricldle.
3. Cara Thornthwhite.
4. Cara Pen Mann.
Perhitungan Evapotransportasi cara Pen Mann :
Pe=[{[ IgA * (1-a) (0.18 + 0.62 S) ]-[δT4 * (0.56-0.08 e1/2) (0.1 + 0.9 S) ]}
* [ (1/59) * ((π/γ)/(1+π/γ))] ]+[[(0.26/(1+π/γ))*(ew-e)*(1+0.4V)]]
Catatan : Perhitungan evapotranspirasi diatas dilakukan untuk 1
(satu) hari dan pada stasiun tertentu (bukan untuk luas
wilayah tertentu yang ada stasiunnya).
Pe = Potensial evapotranspirasi (mm/hari), dihitung rata-rata
per hari dalam satu bulan tertentu
IgA = Maksimum Radiasi Matahari (cal/cm2), dihitung rata-rata
untuk satu bulan tertentu, nilainya bergantung kepada
posisi astronomis dan dianggap konstan untuk bulan yang
sama untuk tahun-tahun yang berbeda. Sebagai contoh
untuk stasiun Lembang nilainya adalah sebagai berikut :
25
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Besaran Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nop Des
IgA(cal/cm2)
881.92 888.9 884.3 888.7 790.38 769.1 788.26 823.82 873.73 880.07 872.67 857.52
Catatan : nilai diatas bisa dipakai untuk perhitungan Lembang.
Tabel 2.1. Nilai-nilai Max solar Rad (IgA).
a = Koefisien Albedo penguapan akibat pantulan permukaan,
konstanta karakteristik suatu daerah
S = Penyinaran Matahari (%), rata-rata per hari dalam satu
bulan tertentu
δ = Konstanta Stefan Boltzmann = 1.1825 * 10-7
cal/cm2/hari/°K
T = Temperatur udara (°K), dihitung rata-rata dalam satu
bulan tertentu
E = Tekanan uap air rata-rata dalam satu bulan tertentu
(milibar)
ew = Tekanan uap air jenuh/maksimum rata-rata dalam satu
bulan tertentu (milibar)
V = Kecepatan angin rata-rata selama satu bulan tertentu
(mil/hari)
Keterangan :
Yang dicari adalah Pe (Potensial Evapotranspirasi).
IgA, S, T diperoleh dari tabel data-data Stasiun Meteorologi
terdekat dari daerah yang dianalisa.
a untuk penguapan permukaan sangat bergantung pada tutupan
lahan permukaan lokasi pengamatan yang besarnya dapat
diperkirakan sebagai berikut :
26
Lokasi Nilai aDaerah Hutan 0.11Daerah Batu 0.16
Daerah Tumbuhan Hijau 0.20Daerah Semak 0.24Daerah Pasir 0.26
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Tabel 2.2. Albedo-albedo penguapan untuk berbagai jenis daerah.
e = ew* Kelembaban Nisbi, dimana Kelembaban Nisbi
dinyatakan dalam %.
ew, δT4, (1/59) * ((π/γ)/(1+π/γ)),dan 0.26/(1+π/γ) diperoleh dari
tabel-tabel baku pada lampiran.
Besaran-besaran diatas semuanya dihitung rata-rata per hari
dalam satu bulan tertentu.
Interpolasi perlu dilakukan jika daerah penelitian diantara
daerah-daearah yang disebutkan dalam tabel diatas, misal Daerah
Bangunan (identik dengan Daerah Batu) dan Daerah Tumbuhan
Hijau, maka albedo (a) daerah tersebut :
a = (albedo untuk Daerah Bangunan +albedo untuk Daerah
Tumbuhan Hijau) / 2
= (0.16 + 0.12 ) / 2 = 0.18.
Potensial Evapotranspirasi (Pe) yang dihitung ini adalah potensial
evapotranspirasi rata-rata harian dalam satu bulan tertentu, sehingga
untuk bulanan dikalikan dengan banyaknya hari dalam setiap
bulannya. Potensial Evapotranspirasi mengasumsikan bahwa air
selalu tersedia cukup di alam, tetapi kenyataannya di alam tidak
begitu, sehingga perlu dihitung Evapotranspirasi Minimal, yang
memperhitungkan waktu tidak terjadi hujan. Evapotranspirasi
Minimal disebut juga sebagai Evapotranspirasi Terbatas (Limited
Evapotranspirasi).
27
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Persamaannya adalah sebagai berikut :
dimana :
ΔE = Perbedaan antara Ep dan Et (mm/bln)
Ep = Potensial Evapotranspirasi (mm/bln)
Et = Limited Evapotranspirasi (mm/bln)
n = Jumlah hari hujan tiap bulan
m = Perkiraan permukaan yang tidak tertutup tanaman
Catatan :
Perhitungan Et (Limited Evapotranspirasi) ini untuk
stasiun tertentu (bukan untuk luas wilayah tertentu yang
ada stasiunnya).
Nilai faktor m dapat diperkirakan melaui jenis musim dalam tiap
bulannya, yaitu :
1. Bulan Kering, didefinisikan memiliki < 5 hari hujan.
m = 0% untuk hutan belantara
m = 0 –10 % untuk daerah tumbuhan
hijau/perkebunan
m = 10-40 % untuk daerah erosi
m = 30 – 50 % untuk daerah persawahan
m = 20% – 60% untuk daerah pertokoan.
2. Bulan Peralihan, didefinisikan menjadi 5 – 8 hari hujan, nilai m
sama dengan musim kering.
3. Bulan Basah, didefinisikan memiliki 8 hari hujan, nilai m
berkisar antara 10 – 20 %.
28
ΔE = Ep * m * (30-n)/30
Et = Ep – ΔE,
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
2.3. ANALISA WATER BALANCE
Analisa Water Balance adalah suatu kajian keseimbangan air
yang menghitung kelebihan air (water surplus) berdasarkan Curah
Hujan dan Limited Evapotranspirasi . Analisa Water Balance
biasanya dilakukan dalam satu bulan tertentu. Keseimbangan air
menyatakan bahwa jumlah air yang masuk (diimplementasikan
sebagai Curah Hujan) sama dengan jumlah air yang keluar
(diimplementasikan dalam bentuk Limited Evapotranspirasi, Soil
Moisture, dan Water Surplus).
Analisa Analisa Water Balance bertujuan untuk menghitung
potensi air di suatu daerah berdasarkan data-data klimatologi, seperti
Curah Hujan, Temperatur Udara, Lama Penyinaran Matahari,
Kelembaban Udara, Kecepatan Angin, dan lain-lain. Sebelum
dilakukan perhitungan Water Balance, terlebih dahulu dilakukan
perhitungan potensial Limited Evapotranspirasi dengan Metoda Pen
Mann sebagai salah satu metoda. Dalam buku ini metode yang
digunakan adalah metode F. J. Mock.
1. Water Balance
Jumlah air yang terdapat di alam adalah tetap dan terdistribusi
tidak merata setiap daerah. Banyaknya air yang masuk (in flow)
dengan air yang keluar (out flow) biasanya dinyatakan dalam
kesetimbangan air (Water Balance). Kesetimbangan ini bisa
dihitung dengan persamaan F.J. Mock yang didasarkan atas
perhitungan nilai limited evapotranspirasi dan presipitasi.
2. Soil Moisture (Lengas Tanah)
Adalah suatu harga kelembaban tanah yang nilainya berubah-
ubah. Perubahan ini dipengaruhi oleh Curah Hujan dan nilai
29
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
evapotranspirasi. Harga Soil Moisture yang paling besar disebut
Soil moisture maksimum. Nilai Soil moisture maksimum
diperkirakan atas dasar kombinasi tekstur tanah dan vegetasi.
Jadi Soil Moisture maksimum adalah harga tetapan tanah pada
suatu daerah tertentu per meter persegi sampai lapisan
impermeabel. Pendugaan nilai Soil Moisture maksimum
dilakukan atas dasar kombinasi tekstur dan vegetasi itu seperti
terlihat pada tabel berikut :
Tekstur Tanah Air tersedia
Zona Perakaran
Lengas Tanah
Tumbuhan Berakar Dangkal
Pasir halus
Lempung berpasir halus
Lempung liat
Liat
100
150
250
300
0.50
0.50
0.40
0.25
50
75
100
75
Tumbuhan Berakar Menengah
Pasir halus
Lempung berpasir halus
Lempung berdebu
Lempung liat
Liat
100
150
200
250
300
0.75
1.00
1.00
0.80
0.50
75
150
200
200
150
Tumbuhan Berakar Dalam
Pasir halus
Lempung berpasir halus
Lempung berdebu
Lempung liat
Liat
100
150
200
250
300
1.00
1.00
1.25
1.00
0.87
100
150
250
250
200
Kebun Buah (Orchard)
Pasir halus
Lempung berpasir halus
Lempung berdebu
100
150
200
1.50
1.67
1.50
150
250
300
30
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Lempung liat
Liat
250
300
1.00
0.67
250
200
HutanBelantara Tertutup
Pasir halus
Lempung berpasir halus
Lempung berdebu
Lempung liat
Liat
100
150
200
250
300
2.50
2.00
2.00
1.60
1.17
250
300
400
400
250
Tabel 2.3. Pendugaan Lengas Tanah Berdasarkan Tekstur danVegetasi.
3. Water Surplus (Kelebihan air)
Water Surplus biasanya dinyatakan dalam mm per bulan tertentu.
Kelebihan air yang terukur dapat dihitung dari besarnya Curah
Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi. Air hujan yang turun
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi.
Bila Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi bernilai
negatif (-) maka terjadi nilai Lengas Tanah berkurang dari
harga maksimum.
Bila Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi bernilai
positif (+) maka terlebih dahulu mengisi kekurangan harga
Soil Moisture hingga mencapai harga maksimum. Water
Surplus terjadi bila kelebihan air setelah Soil Moisture telah
maksimum dan kelebihan air ini yang merupakan Water
Surplus. Kelebihan air ini merupakan gabungan antara air
yang mengalir langsung (Direct Run off) di permukaaan dan
air yang masuk ke dalam tanah (Infiltrasi).
31
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
4. Perhitungan Base Flow, Direct Run Off Dan Run Off
Perhitungan ini dilakukan untuk menghitung kandungan air
pada suatu daerah tertentu. Kandungan air ini dinyatakan dalam
Baseflow, Direct Run Off, dan Run Off. Dalam perhitungan awal,
biasanya satuan besaran-besaran ini adalah mm/thn atau mm/bln
tertentu pada suatu blok tanah atau batuan dengan luas sebesar 1
m2 dengan tebal tanah/batuan yaitu dari permukaan sampai dasar
zona jenuh (lapisan impermeabel) yang tebalnya tergantung pada
daerah-daerah yang berbeda (F. J. Mock, 1973) seperti pada
gambar di bawah ini :
Keterangan gambar :
DROn = Direct Run Off ke-n
(mm/bln atau mm/thn)
In = Infiltrasi bulan ke-n (mm/bln )
Vn = Volume Simpan bln ke – n
(mm/bln), berada pada pori-pori
batuan
Bn = Base Flow ke – n (mm/bln
atau mm/thn)
Ws = Water Surplus
Dari gambar terlihat bahwa zona jenuh
adalah bagian dari Base Flow
Luas Daerah Penelitian = 1 m2
MAT = Muka Air
Tanah
P = Perkolasi
Run Offn = DROn + Bn
Ws = DROn + In
Gambar 2.7. Ilustrasi Model Hidrodinamika Air (F. J. Mock, 1973)
Penjelasan mengenai istilah-istilah pada Gambar 2.7, diberikan
bagian di bawah ini. Dari gambar di atas, maka bisa dihitung
besaran-besaran Base flow, Direct Run Off, dan Run Off. Untuk
32
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
menghitung total kandungan air pada suatu wilayah tertentu,
maka harus diketahui luas total daerah tertentu tersebut, dengan
asumsi bahwa Lengas Moisture Maximum tetap untuk tiap luas 1
mm2 pada suatu wilayah tertentu dari permukaan sampai lapisan
impermeabel.
5. Infiltrasi
Infiltrasi yaitu proses masuknya air hujan ke dalam permukaan
tanah/batuan melalui gaya gravitasi dan kapiler (lihat ilustrasi
diatas). Jumlah air yang masuk tersebut bergantung pada jenis
atau macam tanah /batuan. Kemampuan untuk memasukkan air
hujan ini dinyatakan dalam Infiltrasi (I). Sedangkan kapasitas
untuk memasukkan air hujan ini dinyatakan sebagai Faktor
Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi (k). Faktor yang mempengaruhi
Kapasitas Infiltrasi antara lain : kondisi permukaan tanah, struktur
tanah, vegetasi, suhu tanah, dll. Kapasitas infiltrasi dapat didekati
dengan mengetahui porositas suatu batuan/tanah. Besarnya nilai
porositas yang telah diukur Morris dan Johnson terlihat pada
Tabel 2.4. Nilai ini bisa dipakai untuk pendekatan Harga
Kapasitas Infiltrasi.
No. MaterialPorositas
(%)No. Material
Porositas (%)
1. Kerikil kasar 28 13 Batupasir kasar 452. Kerikil sedang 32 14. Loess 493. Kerikil 34 15. Peat 924. Pasir kasar 39 16. Schist 385. Pasir menengah 39 17. Batulumpur 35
33
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
6. Pasir halus 43 18. Batulempung 437. Lumpur (silt) 46 19. Shale 68. Lempung (clay) 42 22. Tuff 41
9.Batupasir butir
halus33 23. Basalt 17
10. Batupasir sedang 37 24. Gabro lapuk 4311. Batu kapur 30 25. Granit lapuk 4512. Dolomit 26
(Sumber : Todd, 1980)
Tabel 2.4. Tabel Pendugaan tekstur infiltrasi berdasarkan porositas batuan.
Nilai infiltrasi dapat dihitung dengan rumus :
Dimana
k = Faktor Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi, dinyatakan
dalam persen (%).
Infiltrasi (In) dinyatakan dalam mm, biasanya dalam per
bulan tertentu dalam luas 1 m2.
Water Surplus didapatkan dari perhitungan sendiri,
dinyatakan juga dalam mm per bulan tertentu atau per
tahun tertentu dalam luas 1 m2.
Indeks n menyatakan perhitungan dilakukan dalam bulan
tertentu n.
6. Volume Simpan
34
Infiltrasi (In) = k * Water Surplusn
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Volume Simpan adalah suatu kemampuan tanah/batuan untuk
menyimpan sejumlah air dalam bulan tertentu dalam luas
wilayah 1 m2 (Gambar 2.7). Volume simpan ini berada pada
pori-pori atau celah-celah (rongga-rongga/ruangan-ruangan pada
tanah/batuan). Harga volume simpan tidak dipengaruhi oleh
infiltrasi saja, tetapi juga dipengaruhi oleh debit Run Off dan
volume simpan bulan sebelumnya. Untuk menghitung volume
simpan bulan ini (n) harus ditentukan lebih dahulu volume
simpan sebelumnya (n-1) dengan cara tertentu.
Volume Simpan (storage volume) dirumuskan :
Vn = K * Vn-1 + ½ * (1 + K) * (In)
dimana,
Vn = Volume simpan bulan n (bulan sekarang), dinyatakan
dalam mm per bulan tertentu.
Vn-1 = Volume simpan bulan n-1 (bulan sebelumnya),
dinyatakan dalam mm per bulan tertentu.
K = Koefisien aliran air tanah, harganya diasumsikan <1,
tanpa dimensi, dapat ditentukan sebagai berikut :
Kt = qt / q0
qt = Run off sesaat t, t dinyatakan dalam hari atau
bulan ke-n (dengan anggapan harga konstan
selama satu hari atau bulan).
q0 = Run off pada saat t = 0, hari atau bulan
sebelumnya (n-1). Run off ini direfleksikan
sebagai debit sungai andalan (Base Flow).
In = Infiltrasi bulan n, dinyatakan dalam mm per bulan.
35
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Cara menghitung Vn-1
Solusi yang dipakai untuk menghitung V n-1 adalah
mengasumsikan bahwa volume simpan Vn-1 bulan Januari sama
dengan volume simpan Vn bulan Desember pada akhir tahun.
Rumus Vn bulan Januari (V1) adalah :
dimana :
V1 = Volume Simpan bulan Januari (mm).
Cn = koefisien bulan ke-n
Kn = K pangkat n, nilai K (Koefisien aliran air tanah)
dianggap konstan untuk tiap bulannya.
In = Infiltrasi bulan ke-n (mm).
Dengan rumus diatas bisa ditentukan V1 sehingga untuk bulan-
bulan berikutnya bisa ditentukan Vn –nya.
7. Base Flow atau Aliran Dasar
adalah jumlah air yang mengalir di dalam tanah/batuan setelah
volume simpan (Vn ) terpenuni. Base flow terjadi setelah Infiltrasi
In memenuhi Volume Simpan Vn. Sebagian Base flow akan
mendistribusikan airnya sebagai aliran air tanah dalam zona jenuh
(lihat ilustrasi diatas). Pada akhirnya Base Flow akan keluar
sebagai aliran debit minimum (debit sungai andalan) pada sungai.
Base Flow didapat dari :
Bn = In – (Vn – Vn-1) pers. (7)
Dimana :
Bn = Base Flow pada bulan n (sekarang), dinyatakan dalam mm
per bulan atau per tahun.
36
V1 = C12 / (1-K12)
dimana:
C12 = 0.5*[ I2 (K12 + K11) + I3 (K11 + K10) + I4 (K10 + K9) + I5 (K9 + K8) + . . . + I1 (K
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
8. Direct Run Off
Direct Run Off adalah total jumlah air yang mengalir di
permukaan akibat kelebihan air hujan (Water Surplus), baik
dalam bentuk air sungai maupun aliran lapisan air permukaan
tipis/detensi permukaan yang pada akhirnya mengalir ke sungai
(lihat ilustrasi di atas).
Direct Run Off didapat dari :
DROn = Water Surplusn – Infiltrasin
DROn = Direct Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam
mm per bulan atau per tahun.
9. Run Off
Run Off adalah total air yang mengalir pada suatu daerah baik di
permukaan ataupun di bawah permukaan (akifer bebas) yang
akan mengisi sungai (lihat ilustrasi diatas).
Run Off didapat dari :
ROn = DROn + Bn
ROn = Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam per bulan
atau per tahun.
Untuk mengetahui lebih lanjut banyaknya air yang tersedia di
permukaan dapat dihitung dengan rumus :
Qn = ROn * A
dimana,
37
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Qn = Jumlah air yang tersedia per bulan atau tahun tertentu,
biasanya dalam meter3/bulan
ROn = Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam
meter/bulan
A = Luas wilayah penelitian (meter2)
Catatan :
Semua perhitungan besaran-besaran seperti : Water Surplus
(Ws), Infiltrasi (In), Volume Simpan (Vn), Base Flow (Bn), Direct
Run Off (DROn), dan Run Off (Rn) adalah berlaku untuk stasiun
tertentu (bukan wilayah tertentu yang ada stasiun
klimatologinya). Nilai-nilainya dihitung dalam satuan mm/tahun
atau mm/bulan dalam luas wilayah 1 mm2.
Untuk menghitung besaran-besaran diatas supaya berlaku
untuk satu wilayah, maka harus dihitung curah hujan rata-rata
setiap stasiun klimatologi pada suatu daerah tertentu, misalnya
dengan Metode Theissen, Poligon, Rata-rata Aritmetik, dll.
2.4. AIR HUJAN SEBAGAI SUMBER AIR TANAH
Imbuhan (recharge) airtanah merupakan proses yang terjadi
secara alami (natural recharge) maupun secara buatan (artificial
recharge), yakni dimana air ditambahkan/diinjeksikan ke dalam
daerah jenuh air dalam suatu akifer. Sumber imbuhan secara alami
dapat berupa air hujan, kolam, danau, sungai atau aliran antar akifer.
Imbuhan air hujan akan mengisi air pada akifer, sehingga air
hujan yang meresap masuk ke dalam akifer (lapisan permeabel yang
dapat meneruskan air serta dapat menyimpan air dan mengisi sumur-
sumur). Dari analisis imbuhan airtanah, maka dapat diperkirakan
38
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
berapa kemampuan akifer tersebut untuk menampung dan
mengalirkan air, berapa kecepatan airtanah mengalir, serta berapa
lama pengisian tersebut.
Adapun perkiraan daerah imbuhan utama melibatkan beberapa
parameter, antara lain adalah :
Iklim (curah hujan)
Topografi (daerah tangkapan air dan daerah sumber mataair)
Geologi (permeabilitas dari daerah yang tidak jenuh dan daerah
yang jenuh)
Vegetasi (evapotranspirasi)
Perkiraan daerah imbuhan harus didasarkan pada pengertian
saat menetapkan model dari sistem aliran airtanah dan pemahaman
atas proses-proses imbuhan yang nyata di lapangan. Untuk sistem
airtanah secara umum perlu diketahui beberapa hal, yaitu penentuan
akifer-akifer yang berperan dan delineasinya, berapa besar
kesanggupan kapasitas akifer saat pengisian, dan berapa kapasitas air
yang diteruskan.
Terdapat beberapa teknik untuk memperkirakan daerah
imbuhan. Hal ini bergantung pada lokasi dimana pengukuran dan
perhitungan dibuat. Salah satu metode yang dipakai adalah metode
respon akifer yang meliputi studi tentang perubahan permukaan
airtanah, aliran airtanah atau kualitas airtanah yang merupakan fungsi
dari imbuhan, dikenal juga sebagai Metode “outflow”.
Secara tidak langsung, semua teknik yang ada bergantung
pada konsep model yang digunakan. Namun demikian, perlu
dipertimbangkan adanya data lapangan yang tidak diketahui
langsung. Masalah ini menimbulkan kesulitan untuk memperkirakan
39
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
imbuhan yang secara lebih teliti, terutama pada daerah non tropis
dimana ruang dan keragaman yang bersifat sementara besar
pengaruhnya.
Teknik perkiraan daerah imbuhan yang baik dicirikan oleh :
Adanya konsiderasi neraca air
Pencantuman model yang digunakan
Perkiraan kesalahan yang mungkin muncul
Data yang mudah diperoleh
2.4.1.Imbuhan Air Hujan
Imbuhan yang berasal dari air hujan merupakan imbuhan airtanah
yang dipengaruhi langsung oleh curah hujan. Adapun penyimpanan
fluida di atas permukaan airtanah dapat dituliskan dalam persamaan
berikut :
Imbuhan = Presipitasi – Limpasan – Evapotranspirasi +
Storativitas
(menurut Lerner, David N., Groundwater Recharge)
Metode untuk memperkirakan imbuhan air hujan secara langsung
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Pengukuran langsung pada daerah dengan luasan di atas 100 m2.
Metode empiris, dimana biasanya merupakan penyederhanaan
dari persamaan di atas sehingga menjadi :
Imbuhan = f (Presipitasi)
40
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Fungsi di atas dapat berbentuk linear atau non-linear dan dapat pula
meliputi ukuran lainnya seperti ketinggian dan luas area. Beberapa
metode penentuan fungsi imbuhan adalah sebagai berikut :
Metode kesetimbangan neraca air
Pendekatan persamaan Darcy dimana pemakaiannya
menggunakan persamaan aliran air pada daerah di atas airtanah
Environmental or applied tracers yaitu dengan cara menelusuri
jejak bergeraknya bagian air pada daerah yang tidak jenuh
(Beberapa usaha telah dilakukan untuk mendapatkan hubungan yang
sederhana antara curah hujan dengan proses pengimbuhan).
Formulasi perbandingan yang sederhana dari imbuhan diberikan dari
perbandingan air hujan dimana :
R = f (p)
Dimana :
R = imbuhan
f (p) = fungsi
presipitasi
Fungsi f (p) bergantung pada keadaan di lapangan dan keadaan iklim
yang selalu berubah. Contohnya adalah sebagai berikut :
Mandel dan Shiftan (1981) memberikan formulasi untuk imbuhan
pada iklim Mediterania (Laut Tengah) adalah sebagai berikut :
R = 0,9 (p – 360)
Dengan 450<p<650 mm/th
Dengan :
R = imbuhan
p = presipitasi
41
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Turc’s (1954) yang memasukkan temperatur rata-rata
tahunan, dimana formulasinya adalah sebagai berikut :
R = p (1 – (0,9 + p2/L2)-0,5)
L = 300 + 25T + 0,05 T2
Dimana :
R = imbuhan rata-rata tahunan
p = presipitasi (mm/th)
T = temperatur rata-rata tahunan (oC)
L = merupakan angka koefisien
2.4.2. Hidrolika Aliran Airtanah
Airtanah dalam keadaan sebenarnya mempunyai gerakannya
yang tidak berubah. Gerakan tersebut diatur oleh prinsip-prinsip
hidrolika. Pada aliran airtanah lewat akifer, dasar hukum yang
berlaku adalah Hukum Darcy dan Hukum Kontinuitas, maka debit
aliran air yang mengalir pada lapisan akifer dapat dihitung dengan
formulasi sebagai berikut :
Hk. Darcy (Q) = K.I.A
= K. A .(h1 – h2)/S
dengan :
Q = debit (m3/det)
A = luas penampang (m2)
S = panjang penampang
(h1 – h2) = perbedaan
tinggi potensial (m)
42
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Sedangkan harga koefisien permeabilitas dapat diperoleh dengan
mengetahui harga transmisivitas (T), dimana :
K = T/b
Dengan :
T = transmisivitas (m2/det)
K = permeabilitas (m/det)
B = tebal akifer (m)
2.5. HUBUNGAN MASUKKAN/KELUARAN ANTARA
ALIRAN SUNGAI DAN AKIFER (PENDEKATAN
TEORITIS)
2.5.1 Prinsip Umum dan Terminologi
Sungai yang mengalir di suatu wilayah dapat bersifat permanen
atau intermiten. Dalam hal ini relasi antara aliran air sungai sebagai
sumber resapan ke dalam akifer sangat dikontrol oleh kondisi geologi
dan hidrogeologi yang dilewatinya.
Oleh karena itu, setiap sungai utama hendaknya diketahui
bagian mana yang merupakan “discharge” airtanah dan bagian mana
pula sebagai “recharge” airtanah seperti terlihat pada gambar berikut.
Identifikasi dan penetapan besarnya infiltrasi setiap bagian sungai
sangat berperan untuk menghitung besarnya keluaran dan masukan
air dari dan ke dalam akifer. Demikian pula untuk menentukan dan
menilai kualitas dan kontinuitas imbuhan airtanah. Terminologi suatu
aliran sungai dapat berupa “influent” apabila sungai bertindak
sebagai pengimbuh / pengisi air ke dalam akifer. Sebaliknya sungai
itu disebut efluent apabila terjadi pengaliran airtanah ke badan sungai
(Lee R, 1980) seperti pada gambar 2.8.
43
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Gambar 2.8. Berbagai Relasi antara Airtanah dan Air Sungai (Sumber : Lee, 1980)
2.5.2. Pendekatan Teoritis Perhitungan Isian Sungai ke dalam
Akifer
Banyaknya rembesan dari parit dan sungai ke dalam akifer pada
suatu sistem cekungan airtanah dapat digunakan untuk mengevaluasi
keseimbangan imbuhan alami. Banyak peneliti terdahulu telah
memasukkannya namun di Indonesia hubungan ini masih sangat
jarang dibahas dan masih bersifat kualitatif. Berbagai metoda telah
dirumuskan misalnya oleh Muskat (1937) dan Polubarinova-Kochina
(1962). Perhitungan infiltrasi secara umum telah diberikan antara lain
44
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
oleh Philip (1969), Selim dan Kirkham (1973) dan Zyvoloski dkk
(1976).
Pada gambar tersebut di mana Bw adalah lebar bagian atas
sungai dan dc adalah kedalaman maksimum air pada bagian tengah
sungai.
Pendekatan matematik yang diterapkan mengacu kepada :
1. Bentuk sungai dapat ditentukan dengan persamaan :
x d yc
B d
d
yw c
c
2 22
1
cos
2. Akifer diasumsikan sebagai lapisan yang sangat porous
dan penyebarannya tek terhingga
3. Laju rembesan q dari sekeliling sungai (per satuan
panjang) adalah : (rumus)
4. Asimtot dari kedua free surface (permukaan air bebas)
pada kedua sisi sungai (tangents at infinity) adalah jarak
(Bw+dc). Dengan kata lain, laju aliran q = luas daerah
dikalikan dengan kecepatan darcy vv sehingga menjadi :
q K B d B d vw c c v ( ) ( )2 2
atau vv = K
5. Dari persamaan tersebut di atas dapat diketahui bahwa
kedalaman y B dw c 1 5 2, ( ) atau lebih besar.
Peneliti lain selain Polubarinova - Kochina (1962) adalah
Kozeny. Kozeny di mana bentuk sungai dibuat dengan melakukan
pendekatan penampang bersistem dengan berbagai nilai Bw dan d.
Selanjutnya Polubarinova - Kochina (1962) menyatakan,
apabila batas bawah kedap dan tidak terbatas, seperti terlihat pada
gambar digunakan persamaan sebagai berikut :
45
Persamaan a)
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
x d y sungaic
B d
d
yw c
c
2 22
1
cos ( )
q K B dw c ( )2Persamaan untuk permukaan bebas (sebelah kanan) adalah :
Kecepatan darcy sebanding dengan K, sehingga laju aliran q adalah :
q K B A dw q c ( )
Selanjutnya tabel di bawah ini adalah harga x dan y untuk
menggambarkan batas-batas sungai berdasarkan persamaan
B dw c 4 5, . Diasumsikan penyebaran akifer ke bawah tak terhingga
dan merupakan lapisan yang porous.
Contoh tabel plot batas sungai yang berhubungan dengan persamaan a)
46
y d yc2 2
B w d c
d
y
c
21c o s
x
2 0 0 01.75 -0.968 2.091 1.1231.5 -1.323 2.991 1.6681.25 -1.561 3.706 2.145
1 -1.732 4.333 2.6010.75 -1.854 4.909 3.0550.5 -1.936 5.454 3.5180.25 -1.934 5.981 3.997
0 -2 6.5 4.5
Aq = Koefisien yang besarnya bervariasi antara 2,25 dan 3,25 untuk penampang dengan bentuk trapesium
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
2.6. LATIHAN SOAL
1. Gambarlah daur hidrologi yang meliputi informasi : hujan,
evaporasi, infiltrasi, limpasan permukaan, aliran intra, aliran
airtanah, transpirasi, aliran sungai, laut. Kemudian, jelaskan
makna praktis mengenai hubungan keseimbangan antara
aliran ke dalam (inflow) dan aliran ke luar (outflow)
dinamakan neraca air (water balance) yang ditunjukkan :
I. P = D + E + G + M
P = presipitasi, D = debit, E = evapotranspirasi, G =
penambahan suplai airtanah, M = penambahan kadar
kelembaban tanah (moisture content).
2. Tuliskan secara berturut-turut faktor-faktor yang
mempengaruhi besaran infiltrasi baik yang menyangkut faktor
geologi, faktor topografi, dan faktor pelapukan tanah di
daerah tropis !
3. Saudara perlu sekali mengetahui proporsi ketersediaan air di
Bumi dan komposisi kimia berbagai jenis air secara umum.
Oleh karena itu Saudara diminta untuk mengisi dua tabel
berikut ini :
Keterangan Volume (km3) Persentase
a)Air permukaan :- Air sungai dan Danau- Air laut- Salju dan gletserb)Airtanahc)Air di udara
……………………….……………………………………….……………………….
……………………..……..
……..……..……………………………………………….
J u m l a h …………….. ………………..Unsur
Kimiawi/IonAir laut (gram/liter) Airtawar (gram/liter)
47
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
NaKCaMgCl
SO4CO3
10,700…………………..………………….…………………
19,300………………….………………….
0,021……………………….……………………….……………………….
0,041……………………….………………………..
J u m l a h 34,883 0,301
4. Gambarkan suatu penampang ideal yang memperlihatkan
kawasan imbuhan (recharge area), kawasan pengaliran, dan
kawasan pengambilan airtanah (discharge area) dilengkapi
dengan kondisi sumur produksi artesis nol, negatif, dan
positif.!
5. Jelaskan prinsip dasar perhitungan neraca air meteorik (Water
Balance) untuk mendapatkan besaran nilai koefisien infiltrasi
menurut metode F.J Mock !
2.7. PUBLIKASI
48
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
2.7.1. Program Cikapundung Bersih: Menelusuri Tatanan
Airtanah Sepanjang Aliran Sungai Cikapundung
Kerap kali kita melihat suatu pemandangan padatnya hunian
di sepanjang bantaran aliran sungai yang mengalir melewati kota-
kota besar,sebagai contoh kasus Sungai Cikapundung,satu-satunya
sungai yang oleh pemerintah Kota Bandung sedang giat-giatnya
dikelola kebersihannya. Sungai Cikapundung mengalir melalui dua
daerah administratif yaitu Kabupaten Bandung dan Kota Bandung.
Pemukiman yang padat mulai terlihat di bagian tengah aliran Sungai
Cikapundung, yaitu mulai Dago Pakar – Ciumbeuleuit hingga bagian
hilirnya, yaitu Dayeuhkolot. Kondisi saat ini, padatnya pemukiman
di sepanjang aliran Sungai Cikapundung berdampak kepada
menurunnya kualitas air sungai dan airtanah akibat dari banyaknya
pembuangan sampah dan limbah domestik, secara langsung ke aliran
sungai.
Sungai Cikapundung mengalir dari utara ke selatan melewati
berbagai batuan penyusun akifer Formasi Cibeureum, Formasi
Cikapundung, dan Formasi Kosambi. Ketiga formasi batuan tersebut
mengendalikan terjadinya tiga jenis interaksi aliran air antara air yang
mengalir di sungai dengan airtanah yang mengalir dalam
akifer.Akifer tersebut menghampar pada dasar sungai dan pada
dinding kiri-kanan bantaran sungai. Fenomena interaksi ini telah
diteliti dengan bantuan metoda analisis aliran (flow net
analysis)dalam sebuah studi hidrogeologi rinci di sepanjang aliran
Sungai Cikapundung, oleh Deny Juanda P. dan R. Fajar Lubis
(periode 1997-1999). Hasil studi tersebut sangat menarik dan berhasil
mengkategorikan interaksi hidrodinamika air sungai dengan airtanah
dalam akifer (lihat gambar)ke dalam tiga tipe. Pertama,Tipe Aliran
49
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Cikapundung I,dengan karakter aliran air terisolasi,dijumpai mulai
dari Maribaya sampai Curug Dago. Kedua, Tipe Aliran
Cikapundung II,mempunyai karakter terjadinya aliran airtanah
secara konvergen dari akifer menuju sungai,dijumpai mulai Curug
Dago hingga kawasan Viaduct. Pada segmen aliran sungai tipe II
terjadi fenomena discharge/pengurasan airtanah. Pengurasan akifer
tersebut terjadi melalui akifer yang tersingkap pada dinding kiri dan
kanan bantaran sungai,sepanjang tahun dengan gradien hidrolik aliran
airtanah sebesar 27%(dinding kanan) dan 8% (dinding kiri).
Ketiga,Tipe Aliran Cikapundung III, mempunyai karakter aliran
air dari sungai,secara divergen, menuju akifer,terletak mulai dari
kawasan Viaduct ke arah hilir aliran sungai (selatan) hingga ke
bermuara ke Sungai Citarum. Fenomena tipe III memberi imbuhan
(recharge) alamiah secara permanen ke dalam akifer (khususnya
akifer bebas), baik di dasar sungai maupun di kanan – kiri bantaran
sungai. Pada tipe ini terjadi dominasi aliran air sungai menuju akifer
airtanah bebas,mengalir secara lateral ke dalam akifer yang berada
pada dasar dan dinding kiri kanan bantaran sungai. Gradien hidrolik
aliran airtanah yang terukur pada zona ini sebesar 2,5%( dinding
kanan) dan 4%( dinding kiri). Berdasarkan uraian di atas, kawasan
antara Viaduct sampai muara Sungai Cikapundung merupakan
kawasan yang sangat rentan terhadap terjadinya pencemaran airtanah
oleh polutan yang berasal dari air sungai.
Dengan demikian, kualitas air di sepanjang aliran sungai
Cikapundung harus tetap terjaga kebersihannya agar terhindar dari
terjadinya pencemaran airtanah dengan polutan yang berasal dari air
sungai,khususnya pada segmen aliran sungai tipe III(antara Viaduct
sampai muara sungai Cikapundung).Namun perlu dicatat bahwa
50
ALIRAN EFLUENALIRAN INFLUEN(Sungai Mengisi Akifer) (Sungai Diisi Akifer)
Pusat Kota B andung
(S
ungai dan Akifer Tidak Berhubungan)
ALIRAN TERISOLASI
K ET ERA NG AN
Arah Aliran Airtanah
6 5 0Kontur Topografi
Jenis batuan: Lava Basalt
Formasi Cibeureum
Jenis batuan: Perselingan Pasir Lempung
Formasi Kosambi
Jenis batuan: Breksi Gunungapi
Formasi Cikapundung
TIPE CIKAPUNDU NG ITIPE CIKAPUNDU NG IITIPE CIKAPUNDU NG III
1 2 0 0
12 0 0
1100
1 100
1 0 0 0
100 0
9 0 0
900
8 0 0
80 0
7 00
7 0 0
0 750 m
C iham pelas
ITBBanceuyViaduct
LengkongBesar
Bojong Soang
D ayeuh Kolot
Sungai C itarum
C urug D ago
Pakar
M aribayaU
S oil S o il
M at .
T B
0
1 m 1 m Le m pung pasira n
Lem pu n g pasiranLem pu n g pasiran M at M at
T
B
B reks i G unu ng ap i s is ip an tu f
So il S o il
B T
M at.
S oil
B reks i gu nun ga p i
B reks i gu nun ga p i
Penam pa ng Tipe C ikapundung IPenam pa ng Tipe C ikapundung IIPenam pa ng Tipe C ikapundung III
B reks i
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
kondisi aktual mengenai kualitas air sungai dan airtanah serta jenis
dan konsentrasi polutan masih dalam proses akhir penelitian.
Belajar dari observasi adanya berbagai tipe relasi aliran
sungai-airtanah pada sepanjang aliran sungai Cikapundung, maka
secara akademik program Cikapundung Bersih yang digagas
walikota Bandung sangat saintifik,relevan dan tepat dalam kerangka
konservasi dan proteksi sumberdaya air dan lingkungan. Program
Cikapundung Bersih tentunya akan sangat lebih baik, cepat berhasil
dan langgeng bila juga disertai dengan pelaksanaan gerakan bersama
“peduli cikapundung” antara masyarakat pengguna bantaran sungai,
perguruan tinggi dan pemerintah daerah. Gerakan bersama tersebut
antara lain melalui penyuluhan dan melalui pembuatan bangunan
pengolah air limbah mini (waste water traitmen plan) yang sederhana
dan cocok untuk kepentingan domestik.Dengan demikian,
pengendalian kualitas air buangan domestik tersebut dapat terkendali
dan terencana serta memenuhi persyaratan kualitas pada saat air
buangan tersebut dialirkan/dibuang ke Sungai Cikapundung. Program
ini dapat menjadi contoh nyata bagaimana seharusnya pengelolaan
dan pengendalian kualitas air dan lingkungan secara terintegrasi
khususnya pada sungai-sungai besar yang mengalir melalui pusat
kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Makasar,
dll.<*)Penulis: Dosen Hidrogeologi, Departemen Teknik Geologi,
ITB>
51
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
2.8. COMPARISON GEOMETRY AQUIFER AND RELATION
BETWEEN GROUNDWATER-STREAM IN CILIWUNG
AND CIKAPUNDUNG RIVER AREA
2.8.1. ABSTRACT
Study relation of geometrical aquifer-river body are very
important to get a better understanding about hydrodynamic of
groundwater and surface water interaction. The study based on
method of research field and isofreatic mapping along the River.
Hence the relation of geometrical aquifer along the river showed a
different characteristic. Lithology controls play as a significant part.
In addition, the research results identify that both the river
contributes as one of the groundwater recharge area. The study is
very useful for the water management in part of conjunctive use of
the groundwater and surface water. Indonesia, which is consisting of
90 River Basin Entity with 5.886 River Basin, is a potential research
52
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
area and generally, this research method is first time applied in
Indonesia
2.8.2. INTRODUCTION
In The present day, sustainable water resources management
has to consisting three aspects. The aspects are social economics
aspect, environmental aspect, and interdisciplinary relationship
aspect. This paper are showing how importance the interdisciplinary
aspect. Especially in hydrodynamics relation between river and
groundwater. To get a better understanding about the relationship,
some case study has been done.
2.8.3. GROUNDWATER AND RIVER RELATIONSHIPS
In a humid region many rivers are fed by overland flow,
interflow and baseflow at high altitudes. As they wind their way to a
lower elevation, the local precipitation amounts decrease;
consequently, there is less infiltration and a lower water table. There
may also be a dramatic change in the depth to groundwater when a
stream draining of lower or higher permeability materials. For
whatever reason there are 4 type of the interaction of groundwater-
river (Lee, 1980): effluent (gaining) stream, the typical stream
receives groundwater discharge. Influent (losing) stream, if the
bottom of the stream Chanel is higher than the local water table and
groundwater receives river discharge. Isolated stream, the typical
where there is no interaction between stream and groundwater.
Perched stream, the typical of stream Chanel
flows on unsaturated zone such as soil or unconsolidated materials
(Figure 2.9)
53
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
A stream that is normaly an effluent stream during baseflow
recessions may temporarily become an influent stream during floods.
If the flood-crest depth in the channel is greater than the local water
table elevation, the hydraulic gradient in the aquifer next to stream is
reserved. The hydrologic interaction in stream-aquifer system can be
described by use a flow net model along the river.
2.8.4. FLOW LINE METHOD
Flow line, in this case, is an imaginary line that traces the path
that a particle of groundwater would follow as it flows through an
aquifer (Fetter, 1988). Flow lines are helpful for visualizing the
movement of groundwater (Figure 2). In this study flow line are used
to determine and identification the relation between stream and
aquifer based on water table and stream level measurement. The
method of flow-net construction presented here is based on the
following assumption:
1. The aquifer is homogenous.
2. The aquifer is fully saturated 3. The aquifer is isotropic
3. There is no change in the potential field with time (steady state)
4. The soil and water are incompressible Flow is laminar, and
Darcy's law is valid 7. All boundary condition are known
5. To get a better understanding about this method, some case study
has been done.
2.8.5. CASESTUDY
54
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
The case study took place along Cikapundung River in
Bandung Basin and Ciliwung River in Jakarta Basin. Cikapundung
River as the tributary, which lays, on the upstream of Citarum River
across the Bandung City, West Java-Indonesia. Geographycally
situated in 6043' - 7001' LS and 10703 1' - 107045' BT. Ciliwung
River as a main stream across the Bogor District, West Java and DKI
Jakarta. Geographycally situated in 60 10' 60 37' LS and 106' 50' -
106' 52' BT. (Figure 3.) Both of the river also passes on the various
litology (Koesoemadinata dkk, 1981 & Sule dkk, 1988), which
expected contribute to the geometrical model relation and is
interesting to be investigated.
2.8.6. GROUNDWATER AND RIVER RELATIONSHIPS IN
CIKAPUNDUNG RIVER
The result of research method based on litology and appears
groundwater flow characteristics. Hence, the relation of geometrical
aquifer along the Cikapundung River can be identified into three
types of geometry. The three types are; Type I is the river flow
recharge to the groundwater (influent type), Type 2 is the river flow
discharge by the groundwater (efluent type), and Type 3 is no
relationship between the river flow and the groundwater (isolated
type). Based on the geometrical type 1, in the case of the river flow
polluted, the groundwater will also be polluted.
Based on the geometrical type, Cikapundung River has two
kinds of hydrodynamic relationships. Between Lengkong Besar and
Buah Batu area which has litology changes from volcanic breccia to
Lake Deposit, which is in the approximately 700 rnsl high, is assume
as the boundary of the two relation. The upstream zone of the
55
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
river is the discharge area and the downstream zone of the
Cikapundung River is the recharge area. The identification of this
recharge area is there is no springs appear and has the spreading
groundwater flow due to the geometrical type. (Figure 4).
2.8.7. GROUNDWATER AND RIVER RELATIONSHIPS IN
CILIWUNG RIVER
The result of research method based on litology and appears
groundwater flow characteristics. Hence, the relation of geometrical
aquifer along the Ciliwung River can be identified into two types of
geometry. The two types are; Type I is the river flow recharge to the
groundwater (influent type), Type 2) is the river flow discharge by
the groundwater (efluent type). Based on the geometrical ty a 1, in
the case of the river flow polluted, the groundwater will also be
polluted.
Based on the geometrical type, Ciliwung River has three
kinds of hydrodynamic relationships. In the Upstrewn dominated by
breccia volcanic is the discharge area. Between Bogor and Pasar
Minggu area, which has litology changes from volcanic breccia to
volcanic fan, is assume as the boundary of mix two-relation type
(transitory type). The downstream zone of the Ciliwung River is the
recharge area. The identification of this recharge area is there is no
springs appear and has the spreading groundwater flow due to the
geometrical type. (Figure 29).
2.8.9.RESULT
Base on the result of a flow-net analysis, it shows that there is
considerable amount of natural groundwater flow. The present study
reveals an intricate groundwater flow pattern that is controlled by
56
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
lithological and structural factors that create zones of surface water
and groundwater interaction (Table 25).
2.8.10. CONCLUSION
Identification of hydrodynamics relation between River and
Groundwater using Flow Nets Analysis are satisfied. In addition, the
results indicate that Cikapundung River and Ciliwung River
contributes as one of the groundwater recharge area.
The results of research method state that study of
hydrodynamic of groundwater and surface water interaction became
very important. Surface water bodies are integral parts of
groundwater flow systems. Groundwater interacts with surface water
in nearly all landscapes, ranging from small streams to major river
valleys. Although it generally is assumed that topographically high
areas are groundwater recharge areas and topographically low areas
are groundwater discharge areas, this is just true primarily for
regional flow systems. The superposition of local flow systems
associated with surface-water bodies' results in complex interactions
between groundwater and surface water. Hydrologic processes
associated with the surface-water bodies themselves, such as
seasonally high surface-water levels, evaporation and transpiration of
groundwater from around the perimeter of surface-water bodies, are a
major cause of the complex and seasonally dynamic groundwater
flow fields associated with surface water.
This study may also contribute, in how to manage water in
river basin and its interaction with groundwater along river stream
area. The approach in this study can be used as a water resources
management model, in part of conjunctive use of the groundwater
57
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
and surface water for more than 5.886 river streams, which is
consisting of 90 river basins in Indonesia. Actually, this research
method is first time applied in Indonesia.
Table 25. Possibility of surface water and groundwater interaction control
Figure 2.9. Relation between groundwater and surface water (Lee, 1980)
58
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Figure 2.10. Flow line model visualizing (Forcheimer, 1941 op. Cit Fetter, 1988)
Figure 2.11. Western part of Java Showing The Study Area
59
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
Figure 2.12. result of study in Cikapundung River (Lubis R.F&Deny J.P, 2001)
Figure 2.13. Result of study in Ciliwung Riverr (Deny J.P & Lubis R.F,2003)
2.9. DAFTAR PUSTAKA
60
BAB 2. AIR HUJAN DAN AIR PERMUKAAN
1. Boonstra & Ridder, 1990, Numerical Modelling of
Groundwater Basins, ILRI Publication 29, Netherlands.
2. Brassington, R, 1993, Field Hydrogeology, John Wiley & Sons,
New York, USA.
3. Ersin Seyhan, 1990, Dasar-Dasar Hidrologi, Gajah Mada
University Press.
4. Mandel, S. dan Shiftan, Z.L., 1981, Groundwater Resources,
Academic Press.
5. Mock, F.J., 1973, Land Capability Appraisal Indonesia & Water
Availability Appraisal, Food and Agricultural Organization
(FAO) of The United nations, Bogor.
6. Todd, DK., 1984, Groundwater Hydrology, 2nd ed, John Wiley &
Sons, New York, USA.
7. Fetter (1988). Applied Hydrogeology, Merrill Pubs. Co.
Columbus Ohio United States of America p 37 - 60.
8. Koesoemadinata R.P & Hartono D (1981). Stratigrafi dan
Sedimentasi Daerah Bandung, IAGI Proceeding Bandung, 23 p.
9. Lubis R>F & Juanda D (2001). Hydrodynamics Relation
Between River and Groundwater by Using Flow Nets Analysis,
Case Study: Cikapundung River Area, West Java - Indonesia,
IAGI Proceeding Yogyakarta, 5 p.
10. Sule A, Tjiptaasmara, Suherman D, Delinom R, Tayang A &
Hehanussa P (1988). Potensi dan Kualitas Sumberdaya Air di
Hula Ciliwung. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam
Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan IndonesiaJakarta.p 18 -
22.
61