bab 1 pendahuluan 1.1. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam
sebuah organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Pada
organisasi berskala besar, sumber daya manusia dipandang sebagai unsur yang
sangat menentukan dalam proses pengembangan usaha, peran sumber daya
manusia menjadi semakin penting. Perkembangan pemerintahan akan terealisasi
apabila ditunjang oleh aparatur negara yang berkualitas.
Dalam organisasi publik, bawahan bekerja selalu tergantung pada
pimpinan. Bila pimpinan tidak memiliki kemampuan memimpin, maka tugas-tugas
yang sangat kompleks tidak dapat dikerjakan dengan baik. Apabila manajer
mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi
tersebut dapat mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin
yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya
atau anak buahnya. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan
diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat memberi pengaruh dan
mampu mengarahkan bawahannya ke arah tujuan organisasi.
Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih
cukup menarik untuk diperbincangkan hingga dewasa ini. Media massa, baik
elektronik maupun cetak, seringkali menampilkan opini dan pembicaraan yang
membahas seputar kepemimpinan. Peran kepemimpinan yang sangat strategis
dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi, merupakan
2
salah satu motif yang mendorong manusia untuk selalu menyelidiki seluk-beluk
yang terkait dengan kepemimpinan.
Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting
dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi demikian juga keberhasilan atau
kegagalan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik,
biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan pemimpin. Begitu
pentingnya peran pemimpin sehingga isu mengenai pemimpin menjadi fokus
yang menarik perhatian para peneliti bidang perilaku keorganisasian. Pemimpin
memegang peran kunci dalam memformulasikan dan mengimplementasikan
strategi organisasi.
Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban
memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan,
mengarahkan semua potensi karyawan dilingkungannya agar terwujud volume
dan beban kerja yang terarah pada tujuan. Pimpinan perlu melakukan
pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap karyawan agar dapat menimbulkan
kepuasan dan komitmen organisasi sehinga pada akhirnya dapat meningkatkan
kinerja yang tinggi.
Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuan serta mampu memenuhi
tanggug jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para pimpinan. Bila
pimpinan mampu melaksanakan dengan baik, sangat mungkin organisasi
tersebut akan mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin
yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya
atau anak buah. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan
diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan
mampu mengarahkan bawahannya kearah pencapaian tujuan organisasi.
3
Setiap pimpinan di lingkungan organisasi kerja, selalu memerlukan
sejumlah pegawai sebagai pembantunya dalam melaksanakan tugas-tugas yang
menjadi volume dan beban kerja unit masing-masing. Hal ini membawa
konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang
sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua
potensi pegawai di lingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang
terarah pada tujuan. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-
sungguh terhadap pegawai di lingkungannya agar dapat meningkatkan kepuasan
kerja, komitmen organisasi dan kinerja yang tinggi.
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang
pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat orang
tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing gaya
tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang pemimpin akan
menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya.
Setiap pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina,
menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya
memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya . Perbedaan
itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang berbeda-beda pula dari setiap
pemimpin. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur
organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi
tujuan organisasi.
Dinas Sosial Kota Makassar merupakan Dinas yang paling berperan
dalam pengentasan masalah masalah kemiskinan di kota Makassar. Dinas
Sosial mempunyai tugas pokok merumuskan, membina dan mengendalikan
4
kebijakan di bidang sosial meliputi usaha kesejahteraan sosial, rehabilitasi sosial,
bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial serta bimbingan organisasi sosial.
Berdasarkan pemaparan diatas Dinas Sosial Kota Makassar mempunyai
peran yang strategis dalam hal meningkatkan kesejahtraan masyarakat, oleh
karena itu aspek-aspek yang mendukung segala bentuk tugas dan fungsi Dinas
Sosial Kota Makassar haruslah berkualitas dan profesional salah satunya adalah
sumber daya manusia yang notabene adalah pegawai yang memiliki kompetensi,
kualitas yang baik serta mempunyai integritas dan dedikasi yang baik terhadap
kesejahtraan masyarakat. Oleh karena itu, menyadari tugas dan fungsi pokok
yang dijalankan, Pimpinan Dinas Sosial Kota Makassar berperan penting untuk
meningkatkan kualitas sumber daya yang dimilikinya melalui kebijakan-
kebijakannya karena pegawai adalah penggerak utama lajunya organisasi
melalui program-program yang terencana dan berkesinambungan sehingga
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Melihat beberapa pentingnya pengaruh seorang pemimpin didalam
mengoperasikan organisasi dengan individu yang berbeda-beda, maka seorang
pemimpin harus benar – benar berkualitas agar dapat memimpin bawahannya
dengan baik sehingga produktivitas dan tujuan organisasi dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Demikian juga Pimpinan di Dinas Sosial kota Makassar yang
harus dengan cepat mengambil langkah-langkah yang tepat dalam meningkatkan
kesejateraan Masyarakat kota Makassar. Dengan demikian penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai :
“GAYA KEPEMIMPINAN PADA DINAS SOSIAL KOTA MAKASSAR”
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dijelaskan bahwa keberhasilan
suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh pimpinanannya. Gaya kepemimpinan
yang tepat pada situasi dan kondisi organisasi tertentu dapat meningkatkan
kinerja para pegawai. Oleh karena itu yang menjadi rumusan dalam penelitian ini
“Gaya kepemimpinan apa yang diterapkan Kepala Dinas dalam menjalankan
kepemimpinannya pada Dinas Sosial Kota Makassar ?”
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan ini bertujuan untuk mengetahui gaya
kepemimpinan yang diterapkan Kepala Dinas Sosial Kota Makassar.
1.4. Manfaat Penelitian
Berikut ini adalah kegunaan penelitian secara praktis dan akademis :
a) Kegunaan praktis, diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan
informasi bagi peneliti selanjutnya atau pun mahasiswa lain yang
berminat mendalami studi tentang kepemimpinan.
b) Kegunaan akademis, diharapkan dapat memperkaya referensi tentang
gaya kepemimpin yang baik dan sebagai bahan informasi tentang
kepemimpinan pada pemerintahan kota Makassar.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya
sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok
untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau
beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain,
terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak
dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-
kelebihan tertentu.
kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku
orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang
mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan
mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut. Dari
berbagai pendapat yang dirumuskan para ahli dapat diketahui bahwa konsepsi
kepemimpinan itu sendiri hampir sebanyak dengan jumlah orang yang ingin
mendefinisikannya, sehingga hal itu lebih merupakan konsep berdasarkan
pengalaman.
Hampir sebagian besar pendefinisian kepemimpinan memiliki titik
kesamaan kata kunci yakni “suatu proses mempengaruhi”. Akan tetapi kita
menemukan bahwa konseptualisasi kepemimpinan dalam banyak hal berbeda.
Perbedaan dalam hal “siapa yang mempergunakan pengaruh, tujuan dari upaya
mempengaruhi, cara-cara menggunakan pengaruh tersebut”.
7
2.1.1 Pengertian Pemimpin
Secara etimologi pemimpin berasal dari kata dasar “pimpin” (lead) berarti
bimbing atau tuntun, dengan begitu di dalamnya terdapat dua pihak yaitu yang
dipimpin (rakyat) dan yang memimpin (imam). Setelah ditambah awalan “pe”
menjadi “pemimpin” (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui
proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu
dalam mencapai tujuan tertentu. Pemimpin adalah seorang yang mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi individu dan kelompok untuk dapat bekerja
sama mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hendry Pratt Fairchild dalam
Kartini Kartono (2006:38-39) mengemukakan bahwa pemimpin dalam pengertian
yang luas adalah seseorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah
laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau mengontrol
usaha/ upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi.
Sedangkan dalam pengertian yang terbatas pemimpin ialah seseorang yang
membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan
akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.
Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam
kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang
dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti
bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi
kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan
pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Miftah Thoha, 2007:27).
Selanjutnya Sudriamunawar (Harbani, 2008:3) mengemukakan bahwa
Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat
8
mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerja sama ke arah
pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
B.H. Raven (1976) dalam Bernardine R. Wirjana dan Susilo Supardo
(2005:4) mendefinisikan pemimpin sebagai
“seseorang yang menduduki posisi di kelompok, mempengaruhi orang-orang dalam kelompok itu sesuai dengan ekspektasi peran dari posisi tersebut dan mengkoordinasi serta mengarahkan kelompok untuk mempertahankan diri serta mencapai tujuannya”.
Sedangkan D.O Sears mengatakan bahwa pemimpin adalah
“seorang yang memulai suatu tindakan, memberi arah, mengambil keputusan, menyelesaikan perselisihan di antara anggota kelompok, memberi dorongan, menjadi panutan dan berada di depan dalam aktivitas-aktivitas kelompok” (Bernardine R. Wijana dan Susilo Supardo, 2005:4).
Dahulu orang menyatakan bahwa kepemimpinan yang dimiliki oleh
seorang pemimpin itu merupakan bawaan psikologis yang dibawa sejak lahir,
khusus ada pada dirinya dan tidak dipunyai oleh orang lain sehingga disebut
sebagai Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin). Oleh karena itu,
kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya dan tidak bisa ditiru oleh
orang lain. Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin) dianggap memiliki sifat-
sifat unggul dan unik yang dibawa sejak lahir dan tidak dimiliki atau tidak dapat
ditiru oleh orang lain. Namun di zaman modern seperti sekarang, dengan
berbagai kegiatan yang serba teknis dan kompleks, dimana-mana juga selalu
dibutuhkan pemimpin. Pemimpin-pemimpin yang demikian harus dipersiapkan,
dilatih, dididik dan dibentuk secara terencana serta sistematis.
Seorang pemimpin (leader) dalam penerapannya mengandung
konsekuensi terhadap dirinya, antara lain; harus berani mengambil keputusan
sendiri secara tegas dan tepat (decision making), harus berani menerima resiko
9
sendiri; dan harus berani menerima tanggung jawab sendiri (the principle of
absoluteness of responsibility).
Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa pemimpin merupakan pribadi yang spesial, terpilih,
berwibawa dan memiliki kelebihan, sehingga mampu memotivasi serta
mempengaruhi individu atau kelompok untuk hal-hal tertentu.
2.1.2 Pengertian Kepemimpinan
Anagora (1992) dalam Harbani (2008:5) mengemukakan, bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi pihak lain, melalui
komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk
menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan
senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu.
Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi dan
mengarahkan berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota
kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi
berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan
terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama; dan kemampuan
mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara dan
mengembangkan budaya organisasi (Stogdill dalam Stoner dan Freeman 1989:
459-460). Unsur-unsur kepemimpinan menurut Stogdill adalah:
a) Adanya keterlibatan anggota organisasi sebagai pengikut.
b) Distribusi kekuasaan di antara pemimpin dengan anggota organisasi.
c) Legitimasi diberikan kepada pengikut.
d) Pemimpin mempengaruhi pengikut melalui berbagai cara.
10
Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain
agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan
diartikan sebagai kemampuan menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang
agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada
pencapaian tujuannya. Kepemimpinan juga merupakan proses menggerakkan
grup atau kelompok dalam arah yang sama tanpa paksaan.
Dari pengertian di atas, maka pemimpin pada hakikatnya merupakan
seorang yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan orang lain sekaligus
mampu mempengaruhi orang tersebut untuk melakukan sesuatu sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai. Pemimpin yang dimaksud dalam kajian ini adalah
Kepala Dinas Sosial Kota Makassar. Seorang pemimpin harus memiliki
kemampuan memimpin secara profesional dengan menggunakan gaya
kepemimpinan yang menurutnya dipandang efektif dalam pcngelolaan organisasi
atau unit kerja yang dipimpinnya.
2.2. Fungsi Pemimpin
1. Fungsi Interpersonal (The Interpersonal Roles)
Fungsi ini dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh
seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain. Fungsi
interpersonal terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan
dalam menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi umumnya
bersifat resmi, seperti menjamu makan siang pelanggan.
b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan
fungsinya dengan menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan
11
mendorong karyawannya untuk meningkatkan prestasi kerja sehingga
tujuan organisasi dapat tercapai dengan maksimal.
c. Sebagai Penghubung (Liaison). Seorang pemimpin juga berfungsi
sebagai penghubung dengan orang diluar lingkungannya, disamping ia
juga harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam
berbagai level dengan bawahannya.
2. Fungsi Informasional (The Informational Roles)
Seringkali pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan
menerima dan menyebarkan informasi. Ada tiga fungsi pemimpin disini.
a. Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang
valid, pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan
secara kontinyu terhadap lingkungannya, yakni terhadap bawahan,
atasan, dan selalu menjalin hubungan dengan pihak luar.
b. Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu
menyebarkan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukannya.
c. Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin
berfungsi untuk menyediakan informasi bagi pihak luar.
3. Fungsi Pembuat Keputusan (The Decisional Roles)
Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan.
a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu
memprakarsai pengembangan proyek dan menyusun sumber daya
yang diperlukan. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki sikap
proaktif.
12
b. Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin
sebagai penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah
dan tekanan situasi.
c. Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Disini pemimpin
harus dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan
didistribusikan ke bagian-bagian dari organisasinya. Sumber dana ini
mencakup uang, waktu, perbekalan, tenaga kerja dan reputasi.
d. Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus
mampu melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan
bawahan, atasan maupun pihak luar.
Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuannya serta mampu
memenuhi tanggung jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para
manajernya (pimpinannya). Apabila manajer mampu melaksanakan fungsi-
fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat
mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif,
yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak
buahnya. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui
sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu
mengarahkan bawahannya ke arah pencapaian tujuan organisasi.
13
2.3. Peranan Pemimpin
Menurut pendapat Stodgil (Sugiyono, 2006:58) ada beberapa peranan
yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin, yaitu :
1. Integration, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada peningkatan
koordinasi.
2. Communication, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada
meningkatnya saling pengertian dan penyebaran informasi.
3. Product emphasis, yaitu tindakan-tindakan yang berorientasi pada volume
pekerjaan yang dilakukan.
4. Fronternization, yaitu tindakan-tindakan yang menjadikan pemimpin
menjadi bagian dari kelompok.
5. Organization, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada perbedaan
dan penyesuaian daripada tugas-tugas.
6. Evaluation, yaitu tindakan-tindakan yang berkenaan dengan
pendistribusian ganjaran-ganjaran atau hukuman-hukuman.
7. Initation, yaitu tindakan yang menghasilkan perubahan-perubahan
pada kegiatan organisasi.
8. Domination, yaitu tindakan-tindakan yang menolak pemikiran-pemikiran
seseorang atau anggota kelompoknya.
14
2.4. Karakteristik Kepemimpinan
Kepemimpinan mungkin hanya terbentuk dalam suatu lingkungan yang
secara dinamis melibatkan hubungan di antara sejumlah orang. Kongkritnya,
seorang hanya bias mengklaim dirinya sebagai seorang pemimpin jika ia memiliki
sejumlah pengikut. Selanjutnya antara para pemimpin dan pengikutnya terjalin
ikatan emosional dan rasional menyangkut kesamaan nilai yang ingin disebar
dan ditanam serta kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Walupun dalam
realitasnya sang pemimpinlah yang biasanya memperkenalkan atau bahkan
merumuskan nilai dan tujuan.
Dalam kepemimpinan ada beberapa unsur dan karakter yang sangat
menentukan untuk pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut Gibb dalam
Salusu (2006:203), ada empat elemen utama dalam kepemimpinan yang saling
berkaitan satu sama lain, yaitu Pemimpin yang menampilkan kepribadian
pemimpin, Kelompok, Pengikut yang muncul dengan berbagai kebutuhannya,
sikap serta masalah-masalahnya, dan situasi yang meliputi keadaan fisik dan
tugas kelompok. Selanjutnya Blake dan Mounton dalam Salusu (2006:204-205),
menawarkan enam elemen yang dianggapnya dapat menggambarkan efektifnya
suatu kepemimpinan. Tiga elemen pertama berkaitan dengan bagaimana
seorang pemimpin menggerakkan pengaruhnya terhadap dunia luar, yaitu
Initiative, Inquiry dan Advokasi. Tiga elemen yang lainnya yaitu, Conflict Solving,
Decision making, dan Criticque. Berhubungan dengan bagaimana memanfaatkan
sumber daya yang tersedia dalam organisasi untuk dapat mencapai hasil yang
benar. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut :
15
1. Inisiatif. Seorang pemimpin akan mengambil inisiatif apabila ia melakukan
suatu aktivitas tertentu, memulai sesuatu yang baru atau menghentikan
sesuatu yang dikerjakan.
2. Inquiry (menyelidiki). Pemimpin membutuhkan yang komprehensif mengenai
bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia perlu
mempelajari latar belakang dari suatu masalah, prosedur-prosedur yang harus
ditempuh, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan yang
dibidanginya.
3. Advocacy (Dukungan atau Dorongan). Aspek memberi dorongan dan
dukungan sangat penting bagi kepemimpinan seseorang karena sering timbul
keraguan atau kesulitan mengambil keputusan di antar para eksekutif dalam
oraganisasi atau karena adanya ide yang baik tetapi yang bersangkutan
kurang mampu untuk mempertahankannya.
4. Cinflict Solving (memecahkan Masalah). Apabila timbul masalah atu konflik
dalam organisasi, maka sudah menjadi kewajiban pemimpin untuk
menyelesaikannya. Ia perlu mencari sumber dari konflik tersebut, dan
menyelesaikannya dengan musyawarah untuk mufakat.
5. Decision Making (Pengambilan Keputusan). Keputusan yang dibuat
hendaknya keputusan yang baik, tidak mengecewakan, tidak membuat
frustasi, yaitu keputusan yang dapat memberi keuntungan bagi banyak orang.
6. Critique (Kritik). Kritik disini sebagai proses mengevaluasi, menilai dan jika
sesuatu yang telah diperbuat itu baik adanya maka tindakan serupa untuk
masa-masa mendatang mungkin sebaiknya tetap dijalankan.
16
Dalam Ryaas Rasyid (2000:37) dijelaskan beberapa karakter
kepemimpinan yang berbeda satu sama lain, yaitu sebagai berikut :
1. Kepemimpinan yang Sensitif
Kepemimpinan ini ditandai dengan adanya kemampuan untuk secara dini
memahami dinamika perkembangan masyarakat, mengenai apa yang mereka
butuhkan, mengusahakan agar ia menjadi pihak pertama yang memberi
perhatian terhadap kebutuhan tersebut. Dalam karakter kepemimpinan
tersebut, kemampuan berkomunikasi daripada pemimpin pemerintahan yang
disertai pada penerapan transformasi di dalam proses pengambilan
keputusan merupakan prasyarat bagi pemerintah dalam mengemban segala
tugas-tugasnya.
2. Kepemimpinan yang Responsif
Dalam konteks ini, pemimpin lebih aktif mengamati dinamika masyarakat
dan secara kreatif berupaya memahami kebutuhan mereka, maka
kepemimpinan yang responsif lahir lebih banyak berperan menjawab aspirasi
dan tuntutan masyarakat yang disalurkan melalui berbagai media komunikasi,
menghayati suatu sikap dasar untuk mendengar suara rakyat, mau
mengeluarkan energi dan menggunakan waktunya secara cepat untuk
menjawab pertanyaan, menampung setiap keluhan, memperhatikan setiap
tuntutan dan memanfaatkan setiap dukungan masyarakat tentang suatu
kepentingan umum.
3. Kepemimpinan yang Defensif
Karakter kepemimpinan ini ditandai dengan sikap yang egoistik, merasa
paling benar, walaupun pada saat yang sama memiliki kemampuan
argumentasi yang tinggi dalam berhadapan dengan masyarakat. Komunikasi
17
antara pemerintah dengan masyarakat cukup terpelihara, tetapi pada
umumnya pemerintah selalu mengambil posisi sebagai pihak yang lebih
benar, lebih mengerti. Oleh karena itu, keputusan dan penilaiannya atas
sesuatu isu lebih patut diikuti oleh masyarakat. Posisi masyarakat lemah,
sekalipun tetap tersedia ruang bagi mereka untuk bertanya , menyampaikan
keluhan, aspirasi dan lain sebagainya. Karakter kepemimpinan samacam ini
bisa berhasil dalam jangka waktu tertentu. Tetapi ketika berhadapan dengan
masyarakat yang semakin berkembang, baik secara sosial-ekonomi maupun
secara intelektualitas, karakter defensif ini akan sulit untuk melakukan
manufer.
4. Kepemimpinan yang Represif
Karakter kepemimpinan ini cenderung sama egois dan arogannya dengan
karakter kepemimpinan defensif, tetapi lebih buruk lagi karena tidak memiliki
kemampuan argumentasi atau justifikasi dalam mempertahankan keputusan
atau penilaiannya terhadap suatu isu ketika berhadapan dengan masyarakat.
Karakter kepemimpinan yang represif ini secara total selalu merupakan beban
yang berat bagi masyarakat. Ia bukan saja tidak memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan berbagai masalah fundamental dalam masyarakat, tetapi
bahkan cenderung merusak moralitas masyarakat. Singkaynya kepemimpinan
yang represif ini lebih mewakili sifat diktatorial.
18
2.5. Gaya Kepemimpinan
Menurut Heidjrachman dan S. Husnan gaya kepemimpinan adalah pola
tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan
tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. (Heidjrachman,2002:224).
Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah
pola tingkah laku (kata-kata dan tindakantindakan) dari seorang pemimpin yang
dirasakan oleh orang lain (Hersey, 1994:29).
Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami
kesuksesan dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa
yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah
gayanya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat
diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan
membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan
menghasilkan produktivitas yang tinggi.
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang
pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini dapat diambil
manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam memimpin bawahan
atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
dipergunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya
kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus
disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap
bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam
19
kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang
dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti
bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi
kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan
pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Thoha, 2007:23).
Gatto dalam Salusu (2006:194-195) mengemukakan 4 gaya
kepemimpinan yaitu :
1. Gaya Direktif
Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat keputusan-keputusan
penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Semua kegiatan berpusat
pada pemimpin dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan
bertindak yang diizinkan. Pada dasarnya gaya ini adalah gaya otoriter.
2. Gaya Konsultatif
Gaya ini dibangun atas gaya direktif. Kurang otoriter dan lebih banyak
melakukan interaksi dengan para staf atau anggota dalam organisasi. Fungsi
pemimpin dalam hal ini lebih bayak berkonsultasi, memberikan bimbingan,
motivasi, memberi nasehat dalam rangka pencapaian tujuan.
3. Gaya Partisipatif
Gaya pertisipasi bertolak dari gaya konsultatif, yang bisa berkembang ke
arah saling percaya antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan cenderung
memberi kepercayaan pada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan
sebagai tanggung jawab mereka. Sementara itu kontak konsultatif tetap berjalan
terus. Dalam gaya ini pemimpin lebih banyak mendengar, menerima, bekerja
sama, dan memberi dorongan dalam proses pengambilan keputusan dan
perhatian diberikan kepada kelompok.
20
4. Gaya Delegasi
Gaya delegasi ini mendorong staf untuk menngambil inisiatif sendiri.
Kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan pemimpin, sehingga upaya ini hanya
bisa berjalan apabila staf memperhatikan tingkat kompetensi dan keyakinan akan
mengejar tujuan dan sasaran organisasi.
Gaya kepemimpinan situasional yang berhasil menurut Heidjrachman
dan Husnan (2002:174) adalah pemimpin yang mampu menerapkan gayanya
agar sesuai dengan situasi tertentu. Selanjutnya pimpinan perlu
mempertimbangkan setiap situasi khusus dalam rangka memahami gaya mana
yang lebih tepat untuk diterapkan. Kepemimpinan situasional berlandaskan pada
hubungan saling mempengaruhi antara :
a) Sejumlah tingkah laku dalam tugas diperlihatkan oleh seorang pemimpin.
b) Sejumlah tingkah laku dalam berhubungan sosial diperlihatkan oleh seorang
pemimpin.
c) Tingkat kesiapan ditunjukkan oleh para bawahan dalam pelaksanaan tugas
dan kegiatan tertentu (Hersey, 1994:52-53). Kemampuan dan keinginan
menentukan kesiapan seorang individu maupun kelompok, karena itu gaya
kepemimpinan harus menyesuaikan diri dengan tingkat kesiapan para
bawahan.
Reddin dalam Sutarto (2006: 118-120), Beliau membagi kepemimpinan
kedalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut :
1. Kelompok Gaya Dasar
a) Separated (Pemisah), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak
dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun
terhadap tugas.
21
b) Dedicated (Pengabdi), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan
nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah terhadap orang dan
berorientasi tinggi terhadap tugas.
c) Related (Penghubung), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan
nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan
rendah terhadap tugas.
d) Integrated (Terpadu), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak
dari perilakunya yang berorientasi tinggi, baik terhadap orang maupun
terhadap tugas.
2. Kelompok Gaya Efektif
a) Bureaucrat (Birokrat), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak
dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun
terhadap tugas. Pemimpin bergaya birokrat terutama tertarik terhadap
berbagai peraturan dan keinginan untuk memelihara perturan tersebut
serta mengontrol situasi yang mereka gunakan dan nampaknya secara
sunguh-sunguh.
b) Benevolent Autocrat (Otokrat Bijak), Pemimpin yang menerapkan gaya ini
akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah terhadap orang
dan berorientasi tinggi terhadap tugas. Pemimpin bergaya otokrat bijak
mengetahui dengan pasti apa yang dia inginkan dan bagaiman memenuhi
keinginan itu tanpa menyebabkan kebencian di pihak lain.
c) Developer (Pengembang), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan
nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan
berorientasi rendah terhadap tugas. Pemimpin bergaya pengembang
22
memiliki kepercayaan penuh terhadap para bawahannya dan sangat
memperhatikan pengembangan para bawahan sebagai individu-individu.
d) Executive (eksekutif), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak
dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang maupun
terhadap tugas. Pemimpin bergaya eksekutif merupakan seorang
pendorong yang baik, menetapkan ukuran baku yang tinggi, menghargai
perbedaan-perbadaan individu para bawahannya, serta memanfaatkan
tim dalam bekerja.
3. Kelompok Gaya tak Efektif
a) Deserter (Pelari). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari
perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun
terhadap tugas. Pemimpin bergaya pelari tidak bersedia terlibat bersedia
dalam tugas dan pasif.
b) Autocrat (Otokrat). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak
dari perilakunya yang berorientasi rendah terhadap orang dan
berotientasi tinggi terhadap tugas. Pemimpin bergaya otokrat tidak
mempunyai kepercayan kepada orang lain, tidak menyenangkan dan
hanya tertarik pada pekerjaan yang segera selesai.
c) Missionary (Penganjur). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan
nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan
berotientasi rendah terhadap tugas. Pemimpin bergaya penganjur
merupakan tipe “do-gooder” yang menilai keserasian dalam dirinya
sendiri.
d) Compromiser (Kompromis). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan
nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang maupun
23
terhadap tugas dalam situasi yang memaksa hanya memperhatikan pada
seseorang atau tidak. Pemimpin bergaya kompromis adalah pembuat
keputusan yang buruk, bayak tekanan yang mempengaruhi.
Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling
komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan
transformasional dan transaksional.
a) Kepemimpinan Tranformasional
kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai
kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu.
Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan
merasa dipercaya, dihargai, loyal dan tanggap kepada pimpinannya.
Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang
menginsprirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan
pribadi mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa,
Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan
pada pembangunan pengikut, oleh karena itu, ada tiga cara seorang
pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:
Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha.
Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok.
Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri
dan aktualisasi diri.
b) Kepemimpinan Transaksional
kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana
seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi
interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan
24
hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan
mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan
penghargaan. Gaya kepemimpinan transaksional menurut dibentuk oleh
faktor-faktor yang berupa imbalan kontingen (contingent reward),
manajemen eksepsi aktif (active management by exception), dan
manajemen eksepsi pasif (passive management by exception).
White dan Lippit (Harbani, 2008:46), mengemukakan tiga (3) gaya
kepemimpinan, yaitu :
1. Kepemimpinan Otokratis
Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri "policy" dan
dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan
sendiri, namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus
patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan
atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya. Pemimpin otokratis biasanya
merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka inginkan dan
cenderung mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam
bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahan. Dalam
kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan,
sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah :
a. Keputusan dapat diambil secara tepat.
b. Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin,
kurang inisiatif, bergantung pada atasan kerja, dan kurang
kecakapan.
25
c. Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat
keputusan terletak pada satu orang yaitu pemimpin.
Kelemahannya adalah :
a. Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil
keputusan atau tindakan maka bawahan tersebut tidak dapat
belajar mengenai hal tersebut.
b. Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif
bawahannya tersebut.
c. Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.
d. Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan
tergantung pada atasan saja.
2. Kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)
Dalam gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan
mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang
berhubungan dengan kelompok. Disini pemimpin seperti moderator atau
koordinator dan tidak memegang peranan seperti pada kepemimpinan
otoriter. Partisipan digunakan dan kondisi yang tepat, akan menjadikan
hal yang efektif. Maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan pada
bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan
memotivasi bawahan dalam menyelesaikan tugasnya untuk
meningkatkan produktivitasnya pada pemimpin demokratis, sering
mendorong bawahan untuk ikut ambil bagian dalam hal tujuan-tujuan dan
metode-metode serta menyokong ide-ide dan saran-saran. Disini
pemimpin mencoba mengutamakan "human relation" (hubungan antar
manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar.
26
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah :
a. Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk
mengadakan kontrol terhadap supervisor.
b. Merasa lebih bertanggungjawab dalam menjalankan pekerjaan.
c. Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen
dengan catatan bila situasi memungkinkan.
d. Ada kesempatan untuk mengisi kebutuhan egoistisnya.
e. Lebih matang dan bertanggungjawab terhadap status dan pangkat
yang lebih tinggi.
Kelemahannya adalah :
a. Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi.
b. Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil keputusan.
c. Memberikan persyaratan tingkat "skilled" (kepandaian) yang relative
tinggi bagi pimpinan.
d. Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak
karena jika tidak dapat menimbulkan perselisihpahaman.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan berarti
tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi bahwa suatu
tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-
teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka
mencapai sasaran-sasaran dan kebiiakan oraanisasi. Kepemimpinan
pada tipe ini melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan
pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pada
tipe ini pemimpin akan meletakkan tanggung jawab keputusan
27
sepenuhnya kepada para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau
hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya
ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya
kepada bawahannya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini:
a. Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan
kemampuannya, daya kreativitasnya untuk memikirkan dan
memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung
jawab.
b. Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang ia
anggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga proses
yang lebih cepat.
Kelemahannya adalah :
a. Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan
terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan
serta dapat mengakibatkan salah tindak dan memakan banyak
waktu bila bawahan kurang pengalaman.
b. Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan tepisah dari
bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan
tertentu.
c. Kelompok dapat mengkambinghitamkan sesuatu, kurang
stabil, frustasi, dan merasa kurang aman.
28
Tabel 2.1 Gaya kepemimpinan
Otokratis Demokratis Laissez Faire
Pemimpin menentukan
semua keputusan
mengenai kebijakannya
Semua kebijakan
dirumuskan melalui
musyawarah dan
diputuskan oleh
kelompok, sedangkan
pemimpin mendorong
Kelompok mempunyai
kebebasan
sepenuhnya untuk
mengambil keputusan
dengan partisipasi
minimal dari pemimpin
Setiap langkah
kegiatan dengan cara
pelaksanaannya untuk
setiap saat ditentukan
oleh pemimpin
sehingga langkah
berikutnya tidak pasti
Ditetapkan kegiatan
secara bersama-sama
untuk mencapai tujuan
kelompok. Apabila
diperlukan saran teknis,
pemimpin mengajukan
beberapa alternatif untuk
dipilih.
Kegiatan diberikan
pemimpin dengan
keterangan bahwa ia
akan memberikan
penjelasan jika diminta
Pemimpin biasanya
memberikan
penugasan tertentu
pada setiap anggota
kelompok
Setiap anggota bebas
bekerja sama dengan
siapapun dan pembagian
tugas diserahkan kepada
kelompok
Pemimpin tidak
pernah berpartisipasi
secara penuh
Pemimpin cenderung
lebih dari pribadi dalam
pemberian
penghargaan dan kritik
terhadap setiap
anggota kelompok
Pemimpin bersikap
objektif dan senantiasa
berdasarkan fakta dalam
memberikan penghargaan
dan kritik.
Kadang-kadang
memberikan komentar
spontan terhadap
kegiatan anggota atau
pertanyaan dan tidak
bermaksud menilai
atau mengatur suatu
kejadian
Sumber : Harbani (2008:46)
29
2.6. Teori Kepemimpinan
George R. Terry dalam Kartono (2006:71-80), mengemukakan
mengemukakan sejumlah teori kepemimpinan, yaitu teori-teori sendiri ditambah
dengan teori-teori penulis lainnya, yaitu sebagai berikut:
1. Teori Otokratis
Kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas perintah-perintah,
paksaan, dan tindakan-tindakan yang arbiter (sebagai wasit). Ia melakukan
pengawasan yang ketat agar semua pekerjaan berlangsung secara efisien.
Kepemimpinannya berorientasi pada struktur organisasi dan tugas-tugas.
Pemimpin tersebut pada dasarnya selalu mau berperan sebagai pemain orkes
tunggal dan berambisi untuk merajai situasi. Oleh karena itu dia disebut sebagai
otokrat keras. Adapun ciri-ciri khasnya antara lain :
a) Dia memebrikan perintah-perintah yang dipaksakan dan harus dipatuhi.
b) Dia menentukan policy/kebijakan untuk semua pihak tanpa berkonsultasi
dengan para anggota.
c) Dia tidak pernah memberikan informasi mendetail tentang rencana-rencana
yang akan datang, akan tetapi cuma memberitahukan pada setiap anggota
kelompoknya langkah-langkah segera yang harus mereka lakukan.
d) Dia memberikan pujian atau kritik pribadi terhadap setiap anggota
kelompoknya dengan inisiatif sendiri. Sikapnya selalu menjauhi kelompoknya
(menyisihkan diri) sebab ia menganggap diri sendiri sangat istimewa atau
eksklusif. Ringkasnya, ia ibarat sebuah sistem pemanas kuno, yang
memberikan energinya tanpa mempertimbangkan iklim emosional
lingkungannnya.
30
2. Teori Psikologis
Teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah
memunculkan dan mengembangkan sistem motivasi terbaik, untuk merangsang
kesediaan bekerja dari para pengikut dan anak buah. Pemimpin merangsang
bawahan agar mereka mau bekerja guna mencapai sasaran-sasaran
organisatoris maupun untuk memenuhi tujuan-tujuan pribadi. Maka
kepemimpinan yang mampu memotivasi orang lain akan mementingkan aspek-
aspek psikis manusia seperti pengakuan (recognizing), martabat, status sosial,
kepastian emosional, memeperhatikan keinginan dan kebutuhan pegawai,
kegairahan kerja, minat, suasana hati dan lain-lain.
3. Teori Sosiologis
Kepemimpinan dianggap sebagai usaha-usaha untuk melancarkan antar-
relasi dalam organisasi, dan sebagai usaha untuk menyelesaikan setiap konflik
organisatoris antara para pengikutnya, agar tercapai kerja sama yang baik.
Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan, dengan menyertakan para pengikut dalam
pengambilan keputusan terakhir. Selanjutnya juga mengidentifikasi tujuan, dan
kerap kali memberikan petunjuk yang diperlukan bagi para pengikut untuk
melakukan setiap tindakan yang berkaitan dengan kepentingan kelompok. Setiap
anggota mengetahui hasil apa, keyakinan apa dan kelakuan apa yang diharapkan
dari mereka oleh pemimpin dan kelompoknya. Pemimpin diharapkan dapat
mengambil tindakan-tindakan korektif apabila terdapat kepincangan-kepincangan
dan penyimpangan-penyimpangan dalam organisasi.
4. Teori Suportif
Menurut teori ini, para pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan
bekerja dengan penuh gairah, sedang pemimpin akan membimbing dengan
31
sebaik-baiknya melalui policy tertentu. Untuk maksud ini pemimpin perlu
menciptakan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan dan bisa membantu
mempertebal keinginan setiap pengikutnya untuk melaksanakan pekerjaan sebaik
mungkin, sanggup bekerja sama dengan pihak lain, mau mengembangkan bakat
dan keterampilannnya dan menyadari benar keinginan sendirir untuk maju.
5. Teori “Laissez Faire”
Kepemimpinan ini ditampilkan oleh seorang tokoh “ketua dewan” yang
sebenarnya tidak becus mengurus dan dia menyerahkan semua tanggung jawab
serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggotanya. Dia adalah
seorang “ketua” yang bertindak sebagai simbol dengan berbagai macam hiasan
atau ornamen yang yang mentereng. Biasanya ia tidak memiliki keterampilan
teknis. Sedangkan kedudukan sebagai pemimpin (direktur, ketua dewan, kepala,
komandan dan lain-lain) dimungkinkan oleh sistem nepotisme, atau lewat praktik
penyuapan. Dia mempunyai sedikit keterampilan teknis namun disebabkan oleh
karakternya yang lemah, tidak berpendirian serta tidak berprinsip, maka semua
hal itu menyebabkan tidak adanya kewibawaan juga tidak ada kontrol. Dia tidak
mampu mengkoordinasikan semua jenis pekerjaan, tidaik berdaya menciptakan
suasana yang kooperatif. Sehingga lembaga atau perusahaan menjadi kacau
balau, kocar-kacir, dan pada hakikatnya organisasinya mirip dengan seekor
“belut tanpa kepala”. Pendeknya, pemimpin Laissez Faire itu pada intinya
bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian yang sebenarnya. Semua
anggota yang “dipimpinnnya” bersikap santai-santai dan bermotto “lebih baik
tidak usah bekerja saja”. Mereka menunjukkan sikap acuh tak acuh. Sehingga
kelompok tersebut praktis menjadi tidak terbimbing dan tidak terkontrol.
32
6. Teori Perilaku Pribadi
Kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi
atau pola kelakuan para pemimpinnya. Teori ini menyatakan bahwa seorang
pemimpin itu selalu berkelakuan kurang lebih sama, yaitu ia tidak melakukan
tindakan-tindakan yang identik sama dalam setiap situsi yang dihadapi. Dengan
kata lain dia harus bersikap fleksibel, luwes, bijaksana, “tahu gelagat”, dan
mempunyai daya lenting yang tinggi karena dia harus mampu mengambil
langkah-langkah yang paling tepat untuk suatu masalah. Sedang masalah sosial
itu tidak akan pernah identik sama di dalam runtunan waktu yang berbeda.
7. Teori Sifat Orang-orang Besar (Traits of Great Men)
Sudah banyak usaha yang dilakukan orang untuk mengidentifikasikan
sifat-sifat unggul dan kualitas superior serta unik, yang diharapkan ada pada
seorang pemimpin untuk meramalkan kesuksesan kepemimpinannya. Ada
beberapa ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan dimiliki oleh
seorang pemimpin, yaitu memiliki intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik,
punya kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan
komunikatif, memiliki kepercayaan diri, peka, mau memberikan partiipasi sosial
yang tinggi, dan lain-lain.
8. Teori Situasi
Teori ini menjelaskan bahwa harus terdapat daya lenting yang
tinggi/luwes pada pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan situasi,
lingkungan sekitar dan zamannya. Faktor lingkungan ini harus dijadikan
tantangan untuk diatasi. Maka pemimpin itu harus mampu menyelasaikan
masalah-masalah aktual. Sebab permasalahan-permasalahan hidup dan saat-
saat krisis (perang, revolusi, dan lain-lain) yang penuh pergolakan dan ancaman
33
bahaya, selalu akan memunculkan satu tipe kepemimpinan yang relevan bagi
masa itu. Dalam hal ini, kepemimpinan harus bersifat multi-dimensional serba
bisa tanpa serba terampil agar ia mampu melibatkan diri dan menyesuaikan diri
terhadap masyarakat dan dunia bisnis yang cepat berubah. Teori ini
bernaggapan bahwa kepemimpinan itu terdiri atas tiga elemen dasar, yaitu
pemimpin, pengikut, situasi. Maka situasi dianggap sebagai elemen paling
penting karena memiliki paling banyak variable dan kemungkinan yang bisa
terjadi.
9. Teori Humanistik/Populastik
Fungsi kepemimpinan menurut teori ini adalah merealisir kebebasan
manusia dan memenuhi segenap kebutuhan insani yang dicapai melalui interaksi
pemimpin dengan rakyat. Untuk melakukan hal ini perlu adanya organisasi yang
baik dan pemimpin yang baik, yang mau memperhatikan kepentingan dan
kebutuhan rakyat. Organisasi tersebut juga berperan sebagai sarana untuk
melakukan kontrol sosial, agar pemerintah melakukan tugas dan fungsinya
dengan baik serta memperhatikan kemampuan serta potensi rakyat. Semua itu
dapat dilaksanakan melalui interaksi dan kerja sama yang baik antara
pemerintah dan rakyat dengan memperhatikan kepentingan masing-masing.
Pada teori ini, ada tiga variabel pokok yang harus diperhatikan, yaitu sebagai
berikut :
a. Kepemimpinan yang cocok dan memperhatikan hati nurani rakyat
dengan segenap harapan, kebutuhan dan kemampuannya.
b. Organisasi yang disusun dengan baik agar bisa relevan dengan
kepentingan rakyat di samping kebutuhan pemerintah.
34
c. Interaksi yang akrab dan harmonis antara pemerintah dan rakyat untuk
menggalang persatuan dan kesatuan/cohesiness serta hidup damai
bersama.
Fokus dari teori ini ialah rakyat dengan segenap harapan dan kebutuhan
harus diperhatikan dan pemerintah maumendengar suara hati nurani rakyat agar
tercapai Negara yang makmur, adil dan sejahtera bagi setiap warga Negara dan
individu.
35
2.7. Kerangka Konsep
Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses mempengaruhi orang lain.
Selain itu kepemimpinan juga juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi,
menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau
sekelompok orang untuk tujuan tertentu. Dalam upaya mempengaruhi tersebut
seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda-beda dalam setiap situasi.
Sekarang ini bisa dikatakan bahwa kemajuan yang dicapai dan kemunduran
yang dialami oleh suatu organisasi, sangat ditentukan oleh peranan
pemimpinnya yang dapat dilihat dari gaya kepemimpinannya. Dalam
penelitian ini penulis mengangkat tiga gaya yang dikemukakan White dan Lippit
yaitu gaya kepemimpinan Otokratis, gaya kepemimpinan Demokratis, dan gaya
kepemimpinan Laizzes faire. Kerangka pikirnya digambarkan dalam tabel
berikut :
Gambar 1: Bagan Kerangka Konsep Penelitian
GAYA KEPEMIMPINAN:
1. OTOKRATIS
2. DEMOKRATIS
3. LAIZZES FAIRE
KEPALA DINAS
KEBERHASILAN
PENCAPAIAN TUJUAN
ORGANISASI
36
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dengan
melakukan survey yaitu penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun
kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari
populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distributif, dan
hubungan antar variabel secara sosiologis maupun psikologis (dalam Sugiyono,
2006).
Adapun tipe penelitiannya yaitu deskriptif kuantitatif. Sedangkan jenis
data dalam penelitian ini adalah gabungan antara data kuantitatif dengan data
kualitatif. Metode ini digunakan dengan pertimbangan bahwa metode ini relevan
dengan materi penulisan skripsi, dimana penelitian yang dilakukan hanya bersifat
deskriptif yaitu menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga
memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka
mengetahui dan memahami gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala
Dinas Sosial Kota Makassar.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana
penelitian akan dilakukan. Adapun tempat penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis berlokasi di Dinas Sosial Kota Makassar. Sedangkan Waktu yang
digunakan dalam penelitian ini ± 1 bulan yaitu bulan April-Mei 2011.
37
3.3 Populasi danSampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2003:90). Dalam
penelitian ini, populasi yang dimaksud adalah pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas
Sosial Kota Makassar yang menjadi bawahan Kepala Dinas Sosial Kota
Makassar. Jadi jumlah keseluruhan populasi adalah 42 orang Dengan rincian
berdasarkan jabatan sebagai berikut :
1. Sekretaris = 1 Orang
2. Kasubag = 3 Orang
3. Kabid = 4 Orang
4. Kasie = 12 Orang
5. Kepala UPTD = 1 Orang
6. Staff = 21 orang
42 orang
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Sampel yang dapat mewakili populasi memerlukan metode
pengambilan sampel (teknik sampling) yang tepat. Teknik sampling
menggunakan teknik sampling jenuh karena jumlah populasi pegawai Dinas
Sosial Kota Makassar yang hanya sebanyak 42 orang. Jumlah populasi ini
terhitung relative kecil.
38
3.4. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu, yakni seluruh pegawai
Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Sosial Kota Makassar yang menjadi bawahan
kepala dinas.
3..5. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah
Data Kualitatif, yaitu data yang tidak dapat dihitung (bukan
berupa angka) dan diperoleh dalam bentuk informasi dari instansi
maupun pihak-pihak lain yang ada kaitannya dengan masalah yang
akan dibahas.
Data Kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka yang
dapat dihitung.
b. Sumber Data
Sumber Data terdiri atas :
Data primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari para responden di lokasi
penelitian melalui pengamatan langsung maupun hasil wawancara
berstruktur yaitu penyebaran kuesioner.
Data sekunder
Yaitu data yang mendukung data primer yang diperoleh dari literatur,
dokumen, serta laporan yang berhubungan dengan permasalahan
yang diteliti.
39
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data, guna memperoleh data primer
dan data skunder penelitian ini menggunakan dua teknik yaitu studi lapangan
dan studi kepustakaan. Adapun tujuan dari teknik pengumpulan data tersebut
adalah untuk mencari dan menentukan informasi yang sesuai dengan topik
penelitian, sehingga dapat menjelaskan permasalahan penelitian secara objektif.
Studi lapangan antara lain dilakukan dengan membagikan kuisioner atau
angket ke beberapa responden (pegawai). Kuisioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Sedangkan studi kepustakaan dilakukan dengan menghimpun data dari
berbagai literatur, baik di perpustakaan maupun di tempat lain. Literatur yang
dipergunakan tidak terbatas pada buku-buku, tetapi juga dapat berupa artikel dari
internet. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan kerangka teori dalam
menentukan arah penelitian, serta konsep dan bahan teoritis lain yang sesuai
dengan konteks penelitian.
3.7. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh di lapangan akan dianalisis dengan teknik kuantitatif.
Data akan dianalisis dengan menggunakan tabel-tabel frekuensi. Hasil
analisisnya diuraikan secara deskriptif dengan memberikan gambaran mengenai
gaya kepemimpinan pada Dinas Sosial Kota Makassar. Gaya kepemimpinan
tersebut akan diukur dengan menggunakan skala Likert. Jawaban atas setiap
pertanyaan ditentukan berdasarkan urutan pola jawaban 1,2,3, 4 dan 5 dengan
asumsi bahwa :
40
Jawaban Selalu diberi skor 5 ( sangat baik )
Jawaban Sering diberi skor 4 ( baik )
Jawaban Kadang-Kadang diberi skor 3 ( cukup baik )
Jawaban Jarang diberi skor 2 ( kurang baik )
Jawaban tidak pernah diberi skor 1 ( tidak baik )
Terhadap data yang telah siperoleh melalui kuesioner selanjutnya
dipastikan jawaban responden berdasarkan total skor masing-masing jawaban.
Dari data tersebut, kemudian dilakukan analisis deskriptif melalui penghitungan
persentase dan sistem skor untuk mengetahui komposisi jawaban responden.
Adapun rumus perhitungan skor untuk setiap item pertanyaan, yaitu :
Dimana :
P = Persentase Jawaban.
f = Frekuensi Jawaban.
N = Jumlah Responden.
3.8. Definisi Operasional
Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk
mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai
tujuan tertentu. (Heidjrachman dan Husnan, 2002:224).
White dan Lippit (Harbani, 2008:46), mengemukakan tiga (3) gaya
kepemimpinan, yaitu :
P = f x 100%
N
41
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan autokratis gaya kepemimpinan yang
mendeskripsikan pemimpin yang hanya berfokus pada kekuasaan,
memberikan perintah, menciptakan keputusan sepihak dan membatasi
partisipasi karyawan. Adapun indikator empirik gaya kepemimpinan
autokratis adalah sebagai berikut
Kesejahteraan bawahan kurang diperhatikan.
Komunikasi hanya satu arah.
Pemimpin mendikte teknik dan langkah-langkah kegiatan.
Pemimpin memberikan rincian tugas selengkap-Iengkapnya.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya kepemimpinan yang
mendeskripsikan seorang pemimpin cenderung membuat keputusan
dengan melibatkan karyawan. Adapun indikator empirik gaya
kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut:
Pemimpin memperhatikan kesejahteraan karyawan.
Pemimpin menentukan kebijaksanaan dengan karyawan.
Pemimpin memberikan altematif dalam menentukan keputusan.
Pemimpin bersikap obyektif atau fact-minded.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Gaya kepemimpinan Laissez Faire atau kendali bebas adalah gaya
kepemimpinan yang memberikan kebebasan kepada karyawan dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya dengan cara yang dianggap paling sesuai.
Adapun indikator empirik dari gaya kepemimpinan kendali bebas adalah
sebagai berikut:
42
Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum.
Karyawan mengatur dirinya sendiri
Pemimpin tidak mengambil bagian dalam diskusi kerja.
Pemimpin lebih suka membaca laporan tertulis daripada
mengawasi kerja karyawan.
43
BAB 4
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Dinas Sosial Kota Makassar
Dinas Sosial Kota Makassar yang sebelumnya adalah Kantor
Departemen Sosial Kota Makassar didirikan berdasarkan Keputusan Presiden
No. 44 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen dan
Keputusan Presiden No. 45 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi
Departemen beserta lampiran-lampirannya sebagaimana beberapa kali dirubah,
terakhir dengan Keputusan Presiden No. 49 Tahun 1983.
Khusus di Indonesia Timur didirikan Departemen Sosial Daerah Sulawesi
Selatan yang kemudian berubah menjadi Jawatan Sosial lalu dirubah lagi
menjadi Kantor Departemen Sosial berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI
tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Departemen Sosial di
Propinsi maupun di Kabupaten/ Kotamadya. Dan akhirnya menjadi Dinas Sosial
Kota Makassar pada tanggal 10 April 2000 yang ditandai dengan Pengangkatan
dan Pelantikan Kepala Dinas Sosial Kota Makassar berdasarkan Keputusan
Walikota Makassar Nomor : 821.22.24.2000 tanggal 8 Maret 2000.
H. Ibrahim saleh,SE,MM terangkat menjadi kepala dinas pada tahun 2009
dengan pangkat pembina utama muda yang didapatkan pada tahun 2007. Beliau
telah menjadi pegawai negeri selama 20 tahun dengan pendidikan terakhir S2
manajamen sumber daya manusia pada tahun 2004 di Universitas Muslim
Indonesia Makassar .
44
4.1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Dinas Sosial, maka Visi Dinas Sosial
Kota Makassar adalah sebagai berikut:
“ Pengendalian permasalahan sosial berbasis masyarakat tahun 2014 ”
Maknanya adalah manusia membutuhkan kepercayaan diri yang dilandasi oleh
nilai-nilai kultur lokal yang diarahkan kepada aspek tatanan kehidupan dan
penghidupan untuk menciptakan kemandirian local sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan dasar, peningkatan keterampilan kerja, ketentraman, kedamaian, dan
keadilan sosial yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraan sosial bagi
dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan sosial masyarakatnya, serta mendorong
tingkat partisipasi sosial masyarakat dalam ikut melaksanakan proses pelayanan
kesejahtraan sosial masyarakat.
Misi Dinas Sosial ditetapkan sebagai berikut:
- Meningkatkan partisipasi sosial masyarakat melalui pendekatan
kemitraan dan pemberdayaan sosial masyarakat dengan semangat
kesetiakawanan sosial masyarakat
- Mengembangkan sistim perlindungan sosial
- Melakukan jaminan sosial
- Pelayanan rehabilitasi sosial secara optimal
- Mengembangkan pemberdayaan sosial
Adapun tujuannya sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial yang bermartabat
sehingga tercipta kemandirian lokal penyandang masalah kesejahteraan
sosial (PMKS)
45
2. Meningkatkan pendayagunaan sumber daya dan potensi aparatur
(structural dan fungsional) dengan dukungan sarana dan prasarana yang
memadai untuk mampu memberikan pelayanan di bidang kesejahteraan
sosial yang cepat, berkualitas dan memuaskan
3. Meningkatkan koordinasi dan partisipasi sosial masyarakat/ stakeholders
khususnya Lembaga Sosial Masyarakat dan Orsos serta pemerhati di
bidang kesejahteraan sosial masyarakat
4.1.3 Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Walikota Makasssar Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi dan Tata kerja Dinas Sosial
Kota Makassar terdiri dari:
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat, terdiri dari :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
b. Sub Bagian Keuangan
c. Sub Bagian Perlengkapan
3. Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial, terdiri dari:
a. Seksi Penyuluhan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial
b. Seksi Pembinaan Keluarga Penyandang Masalah Kesejateraan
Sosial
c. Seksi Bimbingan Karang Taruna dan Potensi Sumber Kesejahteraan
Sosial
4. Bidang Rehabilitasi Sosial, terdiri dari:
a. Seksi Rehabilitasi Penyandang Cacat
b. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial
46
c. Seksi Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan Pengemis, Pengamen
dan Pemulung
5. Bidang Pengendalian Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial, terdiri
dari:
a. Seksi Pemberdayaan Fakir Miskin
b. Seksi Penanganan Korban Bencana
c. Seksi Jaminan Kesejahteraan Sosial
6. Bidang Bimbingan Organisasi Sosial, terdiri dari :
a. Seksi Bimbingan Sumbangan Sosial
b. Seksi Bimbingan Organisasi Sosial Anak Terlantar
c. Seksi Pelestarian Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kejuangan
7. UPTD
Unit Pelaksana Teknis Dinas ini sebagai unsur pelaksana operasional
dinas pada Dinas Sosial Kota Makassar
47
KEPALA DINAS
SEKRETARIS
KASUBAG. PERLENGKAPAN
KASUBAG KEUANGAN KASUBAG UMUM & KEPEGAWAIAN
KABID. REHSOS
KASI. REH. PACA
PEJABAT FUNGSIONAL
KABID. U K S KABID. BJKS KABID. BIMBINGAN ORSOS
KASI PENYL.SOSIAL &
PENELITIAN
KASI PK & PKMS
KASI. PKT & PSKS
KASI. REH. TUNA SOSIAL
KASI. PEMB. ANJAL & GEPENG
KASI. PENGGL. BENCANA ALAM
KASI. PEMB. FAKIR MISKIN
KASI. JAMINAN KESJ. SOSIAL
KASI. BIMB. ORSOS & AT
KASI. BIMB. SUMBANGAN
SOSIAL
KASI. PERINTIS KKK
KEPALA UPTD
Gambar 2. Struktur Organisasi
48
4.1.4 Tugas Pokok Dan Fungsi
1. Dinas Sosial Kota Makassar mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan
sebagian tugas pokok sesuai kebijakan walikota dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, merumuskan kebijaksanaan, mengoordinasikan, dan
mengendalikan tugas-tugas dinas.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana pada point 1, Kepala Dinas
menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis dibidang usaha kesejahteraan sosial, yang
meliputi partisipasi sosial masyarakat, perlindungan sosial, jaminan sosial,
rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial, serta pembinaan organisasi
sosial
b. Perencanaan program di bidang usaha kesejahteraan sosial, yang
meliputi partisipasi sosial masyarakat, perlindingan sosial, jaminan sosial,
rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial, serta pembinaan organisasi
sosial
c. Pembinaan pemberian perizinan dan pelayanan umum di bidang usaha
kesejahteraan sosial, yang meliputi perlindungan sosial, jaminan sosial,
rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial, serta pembinaan organisasi
sosial
d. Pengendalian dan pengamanan teknis opersional di bidang usaha
kesejahteraan sosial, yang meliputi perlindungan sosial, jaminan sosial,
rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial serta bimbingan organisasi
sosial
e. Melakukan pembinaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
49
4.1.5. Bidang Kewenangan Dinas Sosial
1. Perencanaan pembangunan kesejahteraan sosial wilayah kabupaten/kota
dan pendataan penyandang masalah kesejahteraan sosial
2. Penyuluhan dan bimbingan sosial
3. Pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan
4. Pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar (dalan dan luar panti)
5. Pelayanan kesejahteraan sosial anak balita melalui penitipan anak dan
adopsi lingkup kabupaten/kota
6. Pelayanan anak terlantar, anak cacat dan anak nakal (dalam dan luar panti)
7. Pelayanan dan rehabilitasi sosial penderita cacat
8. Pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial ( tuna susila, geladangan,
pengemis, dan eks narapidana )
9. Pemberdayaan keluarga miskin meliputi fakir miskin, komunitas adat
terpencil dan wanita rawan sosial ekonomi
10. Pemberdayaan karang taruna/ organisasi kepemudaan
11. Pemberdayaan organisasi sosial/ LSM lingkup kabupaten/kota
12. Pemberdayaan tenaga kerja sosial masyarakat
13. Pemberdayaan dunia usaha ( partispasi dalam usaha kesejahteraan sosial )
14. Pemberdayaan pengumpulan sumbangan sosial lingkup kabupaten/ kota
15. Penanggulangan korban bencana alam lingkup kabupaten/ kota
16. Penaggulangan korban tindak kekerasan (anak, wanita dan lanjut usia)
17. Penanggulangan korban napza
18. Pelayanan kesejahteraan sosial keluarga
19. Pelayanan kesejahteraan angkatan kerja
50
20. Penelitian dan uji coba pengembangan usaha kesejahteraan sosial lingkup
kabupaten/ kota. Penyelenggaraan sistem informasi kesejahteraan sosial
lingkup kabupaten/ kota
21. Penyelenggaraan pelatihan tenaga bidang usaha kesejahteraan sosial
lingkup kabupaten/ kota
22. Penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial
lingkup kabupaten/ kota
23. Monitoring, evaluasi dan pelaporan hasil pelaksanaan pelayanan
kesejahteraan sosial
Adapun sasaran dari Bidang Kewenangan tersebut adalah :
Penyandang masalah kesejahteraan sosial yang meliputi :
1. Anak balita terlantar
2. Anak terlantar
3. Anak nakal
4. Anak jalanan
5. Tuna sosial
6. Gelandangan pengemis
7. Eks korban penyalahgunaan napza
8. Anak, wanita dan lanjut usia korban tindak kekerasan
9. Penyandang cacat
10. Eks kusta
11. Eks napi
12. Lanjut usia terlantar
13. Wanita rawan sosial ekonomi
14. Keluarga fakir miskin
51
15. Keluarga berumah tidak layak huni
16. Perintis kemerdakaan
17. Keluarga pahlawan nasional
18. Keluarga veteran
19. Korban bencana alam
20. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana
21. Keluarga bermasalah sosial psikologis
22. Korban tindak kekerasan
23. Pekerja migrant
Sedangkan yang dikategorikan dalam potensi dan sumber kesejahteraan sosial
adalah :
1. Pekerja sosial masyarakat ( PSM )
2. Organisasi sosial ( Orsos )
3. Karang taruna ( KT )
4. Wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat ( WKSBM )
5. Lembaga pemberdayaan masyarakat ( LPM )
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), meliputi
1. Anak Balita Terlantar
Permasalahan pokok yang berkaitan dengan anak balita terlantar antara
lain kondisi gizi yang buruk, keterbatasan jangkauan pelayanan sosial
bagi anak balita, disamping itu semakin terbatasnnya waktu kedua orang
tua untuk memberikan perhatian penuh bagi keberlangsungan tumbuh
kembangnya anak dalam lingkungan keluarganya.
52
2. Anak terlantar
Pelayanan sosial yang diberikan kepada anak terlantar yaitu
pemberdayaan anak terlantar melalui pemberian bantuan usaha
ekonomis produktif dan kelompok usaha bersama serta pemberian latihan
keterampilan melalui panti sosial bina remaja.
3. Anak nakal
Pelayanan sosial yang diberikan terhadap anak nakal yaitu melalui
pembinaan dalam panti yang dilaksanakan di Panti Marsudi Putra
Salodong.
4. Anak jalanan
Pelayanan sosial yang diberikan kepada anak jalanan berupa pemberian
beasiswa bagi anak jalanan usia sekolah, pemberian latihan keterampilan
dan praktek kerja bagi anak jalanan serta pemberdayaan keluarga anak
jalanan. Populasi anak jalanan yang tersebar di Kota Makassar tercatat
1769 anak.
5. Penjaja seks komersial ( PSK )
Penanganan terhadap PSK yang terjaring melalui razia diberikan
pembinaan melalui panti dan non panti. Pembinaan dalam panti berupa
pemberian latihan keterampilan yang dilaksanakan di Panti sosial karya
wanita mattiro deceng. Sedangkan pembinaan luar panti melalui kegiatan
pemberdayaan berupa pemberian latihan keterampilan.
6. Gelandangan pengemis
Di kota Makassar, gelandangan pengemis yang tercatat berdasarkan
pendataan tahun 2010 berjumlah 340 orang. Penanganan yang telah
dilaksanakan oleh Dinas Sosial yaitu melakukan pengawasan dan
53
penertiban terhadap gepeng serta pemberdayaan gepeng beserta
keluarganya melalui pemberian bantuan modal usaha.
7. Eks korban penyalahgunaan napza
Seseorang yang pernah menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat
adiktif lainnya termasuk minuman keras di luar tujuan pengobatan atau
tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.
8. Anak, Wanita dan lanjut usia korban tindak kekerasan
Anak yang berusia 5-18 tahun, wanita yang berusia 18-59 tahun dan
lanjut usia yang berusiaa 60 tahun keatas yang terancam secara fisik
atau non fisik (psikologis) yang mengalami tindak kekerasan,
diperlakukan salah satu atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga
atau lingkungan sosial terdekatnya.
9. Penyandang cacat
Jumlah penyandang cacat di Kota Makaassar adalah 1.431 orang.
Pelayanan sosial yang diberikan bagi penyandang cacat adalah
pemberian bantuan dana jaminan sosial bagi penyandang cacat berat
melalui Departemen Sosial RI.
10. Eks kusta
Eks kusta adalah seseorang yang pernah menderita penyakit kusta dan
telah dinyatakan sembuh secara medis, tetapi mengalami hambatan
untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari karena dikucilkan keluarga atau
masyarakat. Penanganan yang diberikan bagi eks kusta adalah
pemberdayaan kelurga eks kusta.
54
11. Eks narapidana
Eks narapidana adalah seseorang yang telah selesai masa hukuman atau
masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami
hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat
sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan kehidupannya secara
normal.
12. Lanjut usia terlantar
Penanganan terhadap lanjut usia terlantar yang masih produktif yaitu
pemberdayaan lanjut usia melalui pemberian bantuan usaha ekonomis
produktif dan kelompok usaha bersama. Selain itu ada juga pemberian
bantuan pelayanan dan jaminan sosial lanjut usia terlantar yang berasal
dari Departemen Sosial RI.
13. Wanita rawan sosial ekonomi
Wanita rawan sosial ekonomi adalah seorang wanita dewasa berusia 18-
59 tahun belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
14. Keluarga fakir miskin
Populasi fakir miskin di Kota Makassar yang tercatat pada Dinas Sosial
adalah 22.926 KK, pelayanan sosial yang diberikan bagi keluarga fakir
miskin yaitu pengembangan potensi keluarga fakir miskin, pemberian
latihan keterampilan berusaha bagi keluarga fakir miskin, pendampingan
UEP dan KUBE fakir miskin.
55
15. Keluarga berumah tidak layak huni
Pelayanan sosial yang diberikan adalah rehabilitasi rumah tidak layak
huni berupa pemberian bantuan bahan bangunan rumah seperti seng,
balok kayu, tripleks dan papan.
16. Perintis kemerdekaan
Perintis kemerdekaan adalah orang-orang yang telah berjuang
mengantarkan Bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan
yang diakui dan disahkan melalui Kepmensos RI No.15/HUK/1996
sebagai perintis kemerdekaan. Di kota Makassar Perintis Kemerdekaan
ada 6 orang.
17. Keluarga Pahlawan nasional
Keluarga pahlawan nasional adalah suami atau isteri dan anak dari
seorang pahlawan yang pernah berjuang untuk bangsa dan Negara.
Keluarga pahlawan nasional yang ada di kota Makassar berjumlah 3
orang.
18. Keluarga veteran
Keluarga veteran adalah suami atau isteri dan anak dari seorang yang
telah menjadi anggota veteran berdasarkan surat keputusan dari Menteri
pertahanan dan keamanan RI. Jumlah keluarga veteran yang ada dikota
Makassar yaitu 115 orang.
19. Korban bencana alam
Bantuan yang diberikan bagi korban bencana alam berupa dapur umum,
apabila korban lebih dari 10 KK atau 75 jiwa dengan waktu 3 (tiga) hari
atau bias ditambah 2 (dua) hari menjadi 5 (lima) hari apabila keadaan
betul-betul darurat, selain itu ada bantuan permakanan dan tenda.
56
20. Keluarga bermasalah sosial psikologis
Keluarga bermasalah sosial psikologis yang tercatat pada Dinas Sosial
yaitu 19 KK.
21. Masyarakat yang tinggaldi daerah rawan bencana
Wilayah yang paling rawan bencana di Kota Makassar yaitu kecamatan
ujung tanah, karena selain berpenduduk padat juga berlokasi di pesisir
pantai.
22. Korban tindak kekerasan
Keluarga maupun kelompok yang mengalami tindak kekerasan baik
dalam bentuk penelantaran, perlakuan salah, pemaksaan, diskriminasi,
dan bentuk kekerasan lainnya maupun orang yang berbeda dalam situasi
yang membahayakan dirinya sehingga mengakibatkan penderitaan atau
fungsi sosialny terganggu.
23. Pekerja Migran
Seseorang yang bekerja diluar tempat asalnya menetap sementara
ditempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi
terlantar. Pelayanan sosial yang diberikan yaitu pemberdayaan bagi
pekerja migran.
4.1.6. Perencanaan Kinerja
1. STRATEGI
a. Pencegahan sebagai salah satu upaya menekan kemungkinan akan
terjadinya dampak negatif yang mencakup seluruh aspek kegiatan
pembangunan di bidang kesejahteraan sosial yang akan timbul,
meluas dan kambuhnya permasalahan sosial dalam kehidupan
perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas masyarakat.
57
b. Pemberdayaan sosial dimaksudkan sebagai upaya menciptakan
kemandirian masyarakat PMKS sehingga tercipta ketahanan sosial
keluarga dan pembinaan bagi pelaku pembangunan kesejahteraan
sosial untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja serta
pemulihan kepercayaan diri dan peluang kepada masyarakat,
Ormas, Orsos dan PSKS untuk mencegah dan mengatasi masalah
sosial dilingkungannya. Partisipasi sosial untuk menciptakan
prakarsa dan peran serta dari masyarakat penerima pealayanan dan
lingkungan sosial dalam pengambilan keputusan serta melakukan
pilihan terbaik untuk melaksanakan aktivitas sosial dalam kerangka
proses peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat yang
bermartabat.
c. Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk menigkatkan jangkauan
pemerataan rehabilitasi sosial terhadap PMKS dan mengembangkan
koordinasi dan jaringan kerjasama dengan stakeholder.
d. Advokasi sosial, dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk
mendukung, membela dan melindungi masyarakat dari bencana
alam dan bencana sosial, serta bantuan diskriminasi dan ekploitasi
sehingga dapat menolong mereka memenuhi kesejahteraan sosial.
e. Kemandirian sosial sebagai usaha meningkatkan kepercayaan diri
PMKS melalui pemberian bantuan stimulan untuk memperoleh
pelayanan sosial dan lapangan kerja yang layak sehingga mampu
membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan terlepas
dari ketergantungan hidup.
58
f. Kesetiakawanan sosial dimaksud untuk memupuk dan
mengembangkan nilai-nilai kepedulian sosial yang dilandasi oleh
keyakinan dan kepercayaan untuk merubah sikap dan perilaku
individu, kelompok dari individualis menjadi karakter yang memiliki
kepedulian tinggi terhadap penanganan permasalahan sosial
dilingkungan sekitarnya.
g. Kemitraan sosial dimaksudkan sebagai upaya untuk melibatkan
komponen masyarakat dan stakeholder lainnya secara terarah dan
terpadu dalam penanganan sosial yang mengarah kepada
penyantunan sosial baik dalam sistim panti maupun non panti.
2. KEBIJAKAN
Pembangunan kualitas manusia
Potensi dan sumber daya manusia yang ada di Dinas Sosial Kota
Makassar merupakan modal dasar dalam rangka pembangunan di
bidang sosial, oleh karena itu kualitas sumber daya manusia Dinas
Sosial Kota Makassar perlu ditingkatkan agar mereka mampu berperan
secara aktif dalam memberikan pelayanan kepada para penyandang
masalah kesejahteraan sosial dalam rangka peningkatan taraf
kehidupan menuju masyarakat yang bermartabat.
Perwujudan sebagai kota sejahtera merupakan harapan warga
masyarakat kota Makassar, juga merupakan tantangan yang harus
disikapi dengan semangat yang kuat disertai dengan kerja keras
Karena itu Dinas Sosial kota Makassar harus menyikapinya dengan
membangun manusia yang sejahtera dan terampil.
59
3. PROGRAM
Program yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota Makassar, yaitu:
Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT)
dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
lainnya
Pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial
Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (Eks Narapidana,
PSK, narkoba dan penyakit sosial lainnya)
Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial
Pembinaan panti asuhan/ panti jompo
Pembinaan anak terlantar
Pembinaan para penyandang cacat dan eks taruna
4. KEGIATAN
Pembentukan dan pembinaan kube fakir miskin
Pemberdayaan dan pembinaan UEP bagi fakir miskin
Rehabilitasi rumah tidak layak huni bagi keluarga miskin
Sosialisasi pemberdayaan rehabilitasi rumah tidak layak huni
bagi fakir miskin
Latihan kerja pola kemitraan usaha produktif
Pelayanan dan pemulangan orang terlantar karena bencana dan
musibah lainnya
Kesiapsiagaan penaggulangan bencana alam dan musibah
lainnya
Penegakan Perda No.2 tahun 2008
Sosialisasi UU. No.2 Tahun 1954 dan UU No.29 Tahun 1980
60
Penyuluhan sosial bagi PMKS
Peningkatan kualitas lansia non produktif
Penyuluhan dan Bimbingan Sosial bagi PSK
Sosialisasi pembentukan jaringan UKS/WKSBM
Lomba kelurahan terpadu
Peringatan hari korban 40.000 jiwa
Pemberdayaan legiun veteran, Pepabri dan Wredatama
Pemeliharaan makam diponegoro
Pelatihan keterampilan pola kemtraan bagi pengurus/ anggota
karang taruna
Pelatihan manajemen organisasi pengurus Orsos
Lomba Orsos
Rehabilitasi atap monumen korban 40.000 jiwa
Pembinaan dan pendayagunaan penyandang cacat eks kusta
Bimbingan teknik pengasuhan anak dalam panti
Pengiriman pelatihan anak terlantar ke PSBR
61
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian ini dibagi ke dalam dua bagian, yaitu deskripsi
mengenai kondisi atau keadaan responden dan deskripsi tentang gaya
kepemimpinan pada Dinas Sosial Kota Makassar saat ini yang diperoleh melalui
data dari hasil kuesioner.
4.2.1 Deskripsi Responden
Kuisioner yang disebarkan dalam penelitian ini berjumlah 42 kuisioner
dengan subyek penelitian ialah pegawai Dinas Sosial Kota Makassar. Kuisioner
yang kembali juga berjumlah 42 kuisioner. Jadi, respone rate dalam penelitian ini
ialah 100% artinya semua jawaban lengkap dan layak digunakan untuk analisa.
Berikut akan dipaparkan deskripsi responden secara umum berdasarkan jenis
kelamin, umur, pendidikan dan masa kerja.
a. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik responden yang menjadi subyek penelitian ini menurut jenis
kelamin ditunjukkan dalam table 4.1 dibawah ini:
Tabel 4.1 Persentase responden berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-laki 24 57.14
2 Perempuan 18 42.86
Jumlah 42 100
Sumber: Data primer yang diolah,2011
Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.1 dapat dilihat melalui jumlahnya
bahwa responden laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan responden
perempuan. Jumlah responden laki-laki yaitu 24 orang (57.14%), sedangkan
jumlah responden perempuan yaitu 18 orang (42.86%).
62
b. Deskripsi Responden Berdasarkan Umur
Karakteristik responden yang menjadi subyek penelitian ini menurut umur
ditunjukkan dalam table 4.2 dibawah ini:
Tabel 4.2 Persentase responden berdasarkan umur
No Klasifikasi Umur Jumlah Persentase %
1 21 s/d 30 tahun 1 2.4
2 31 s/d 40 tahun 6 14,3
3 41 s/d 50 tahun 18 42.9
4 50 tahun ke atas 17 40.4
Jumlah 42 100
Sumber: Data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.2 terlihat bahwa distribusi usia
responden paling banyak pada usia 41 – 50 tahun ke atas yaitu 35 orang atau
83.3 %. Sedangkan distribusi umur responden paling sedikit yaitu pada usia 21 –
40 yaitu 7 orang atau 16.7%. Jumlah responden yang berusia muda (produktif)
sangat sedikit dari jumlah responden yang berusia tua.
c. Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Karakteristik responden pegawai yang menjadi subyek penelitian ini
menurut tingkat Pendidikan ditunjukkan dalam tabel 4.3 dibawah ini
Tabel 4.3 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
No Pendidikan Jumlah Persentase %
1 SD/Sederajat 1 2.4
2 SLTP/Sederajat 0 0
3 SLTA/Sederajat 7 16.7
4 Diploma 2 4.7
5 S1 25 59.5
6 S2 7 16.7
Jumlah 42 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2011
63
Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.3, terlihat bahwa tingkat
pendidikan responden paling banyak pada jenjang S1 yaitu 25 orang atau 59.5%,
kemudian diikuti oleh S2 dan SLTA/sederajat dengan jumlah masing-masing 7
orang atau 16.7%, kemudian Diploma dengan jumlah 2 orang atau 4.7 % dan
SD/Sederajat dengan jumlah 1 orang atau 2.4%. Dari data tersebut, nampak
bahwa sebagaian besar Pegawai Negeri Sipil di Dinas Sosial yang terpilih
sebagai responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.
d. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
Karakteristik responden pegawai yang menjadi subyek penelitian ini
menurut masa kerja ditunjukkan pada tabel 4.4. dibawah ini:
Tabel 4.4 Persentase responden berdasarkan masa kerja
No Masa Kerja Jumlah Persentase %
1 1-5 tahun 9 21.4
2 5-10 tahun 1 2.4
3 10-15 tahun 15 35.7
4 15-20 tahun 6 14.3
5 20 tahun keatas 11 26.2
Jumlah 42 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa terdapat 9 orang atau 21,4
persen masa kerja responden antara 1-5 tahun, sebanyak 1 orang atau 2,4
persen masa kerja responden antara 5-10 tahun, sebanyak 15 orang atau 35,7
persen masa kerja responden antara 10-15 tahun, sebanyak 6 orang atau 14,3
persen masa kerja responden antara 15-20 tahun dan 11 orang atau 26,2 persen
masa kerja responden 20 tahun keatas.
Dari data diatas, dapat dinyatakan bahwa dari 42 responden yang paling
banyak masa kerjanya antara 10 sampai 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
64
tingkat pengalaman kerja pegawai pada Dinas Sosial Kota Makassar sudah
cukup lama. Sehingga berdasarkan pengalaman kerja yang cukup lama tersebut
tentu akan menghasilkan kinerja yang baik.
4.2.2 Deskripsi Gaya Kepemimpinan pada Dinas Sosial Kota Makassar
Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang diterapkan Kepala Dinas
Sosial kota Makassar, penulis memilih 3 dimensi gaya kepemimpinan yang
dikemukakan oleh White & Lippit yaitu Otokratis, Demokratis, dan Laissez faire.
Besarnya Gaya Kepemimpinan terhadap masing-masing indikator ditetapkan
dalam bentuk persentase dari jawaban yang diberikan dari tiap-tiap indikator,
dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :
a. Gaya kepemimpinan Otokratis
Untuk mengetahui tentang tanggapan responden terhadap pernyataan
pada kuesioner mengenai mengenai gaya kepemimpinan otokratis, dapat dilihat
pada tabel-tabel berikut ini :
Tabel 4.5 Tanggapan responden bahwa sikap Kepala Dinas yang menyelesaikan
persoalan sendiri dalam organisasi.
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 0 0%
2 Sering 3 7,1%
3 Kadang-Kadang 16 38,1%
4 Jarang 16 38,1%
5 Tidak Pernah 7 16.7%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.5, dapat terlihat tanggapan responden terhadap perilaku
kepala dinas yang menyelesaikan sendiri persoalan dalam organisasi dengan
65
jumlah persentase jawaban sering 7.1%, jawaban Kadang-kadang 38.1%,
jawaban jarang 38.1%, dan jawaban tidak pernah sebanyak 16.7%. Dari jawaban
tersebut nampak bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa kepala
dinas jarang menyelesaikan sendiri persoalan dalam organisasi. Semua
persoalan sepatutnya harus melibatkan bawahan dalam penyelesaiannya.
Tabel 4.6 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas menentukan sendiri prosedur
pelaksanaan tugas.
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 7 16.7%
2 Sering 5 11,9%
3 Kadang-Kadang 11 26.2%
4 Jarang 9 21,4%
5 Tidak Pernah 10 23.8%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.6, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap kepala
dinas yang menentukan sendiri prosedur pelaksanaan tugas dinas dengan
jumlah persentase jawaban kadang-kadang 26.2%, jawaban jarang 21.4%,
jawaban tidak pernah 23.8%, jawaban sering sebanyak 11.9%, dan jawaban
selalu 16.7. Dari hasil tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa
prosedur pelaksanaan tugas ditentukan oleh kepala dinas namun terkadang
dirembukkan bersama para bawahan.
66
Tabel 4.7
Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas memberikan rincian tugas lengkap kepada pegawai.
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 13 30.9%
2 Sering 15 35.7%
3 Kadang-Kadang 12 28.6%
4 Jarang 0 0%
5 Tidak Pernah 2 4.8%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.7, dapat terlihat tanggapan responden terhadap gaya
kepemimpinan kepala dinas yang memberikan rincian tugas lengkap kepada
pegawai dengan jumlah persentase jawaban sering 35.7%, jawaban selalu
30.9%, jawaban kadang-kadang 28.6%, dan jawaban tidak pernah hanya 4.8%.
Data ini menyimpulkan bahwa kepala dinas sering memberikan rincian tugas
yang lengkap kepada seluruh pegawai.
Tabel 4.8 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas memberikan Deadline kepada
pegawai dalam pelaksanaan tugas.
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 15 35.7%
2 Sering 18 42.9%
3 Kadang-Kadang 9 21,4%
4 Jarang 0 0%
5 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.8, dapat terlihat tanggapan responden terhadap perilaku
kepala dinas yang memberikan deadline kepada pegawai dalam pelaksanaan
tugas dengan jumlah persentase jawaban sering 42.9%, jawaban selalu 35.7%,
67
dan jawaban kadang-kadang 21.4%. ini menandakan bahwa kepala dinas sering
memberikan batas waktu penyelesaian tugas terhadap semua pegawainya.
Tabel 4.9 Tanggapan responden terhadap sikap Kepala Dinas yang memberikan
pengawasan ketat kepada seluruh pegawai
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 17 40.5%
2 Sering 21 50%
3 Kadang-Kadang 4 9.5%
4 Jarang 0 0%
5 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.9, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap kepala
dinas yang memberikan pengawasan ketat kepada seluruh pegawai dengan
jumlah persentase jawaban sering 50%, selalu 40.5%, dan jawaban kadang-
kadang hanya 9.5%. Dari hasil tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan
bahwa kepala dinas sering memberikan pengawasan yang ketat demi
kedisiplinan seluruh pegawai.
Tabel 4.10 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas banyak terlibat dalam pelaksanaan
tugas.
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 17 40.5%
2 Sering 13 30,9%
3 Kadang-Kadang 5 11.9%
4 Jarang 7 16.7%
5 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
68
Berdasarkan tabel 4.10 diatas, terlihat bahwa terdapat 17 responden atau
40.5% yang menyatakan selalu, 13 responden atau 30.9% menyatakan sering, 7
responden menyatakan jarang serta 5 responden menyatakan kadang-kadang
terhadap perilaku pimpinan yang banyak terlibat dalam pelaksanaan tugas. Dari
data diatas, dapat dilihat bahwa kepala dinas selalu ikut serta dalam
pelaksanaan tugas dinas.
Tabel 4.11 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas sangat memperhatikan kedisiplinan
pegawai
No. Jawaban Jumlah Responden Persentase
1 Selalu 27 64.3%
2 Sering 7 16.7%
3 Kadang-Kadang 8 19%
4 Jarang 0 0%
5 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Berdasarkan tabel 4.11 diatas, terlihat bahwa terdapat 27 responden atau
64.3% yang menyatakan selalu dan 7 atau 16.7% menyatakan sering serta 8
responden atau 19% menyatakan kadang-kadang terhadap sikap pimpinan yang
sangat memperhatikan kedisiplinan pegawainya. Dari data diatas, dapat dilihat
bahwa kepala dinas sangat memperhatikan kedisiplinan pegawai-pegawainya.
69
Tabel 4.12
Rekapitulasi Pernyataan Responden Terhadap Gaya Kepemimpinan otokratis
No. Pernyataan
Jawaban
Total
Selalu Sering Kadang-kadang
Jarang Tidak
pernah
1. Kepala dinas menyelesaikan persoalan sendiri dalam organisasi.
0 3 16 16 7 42
2. Kepala dinas menentukan sendiri prosedur pelaksanaan tugas.
7 5 11 9 10 42
3. Kepala dinas memberikan rincian tugas lengkap kepada seluruh pegawai.
13 15 12 0 2 42
4.
Kepala dinas memberikan deadline kepada pegawai dalam pelaksanaan tugas.
15 18 9 0 0 42
5. Kepala dinas memberikan pengawasan yang ketat kepada seluruh pegawai.
17 21 4 0 0 42
6. Kepala dinas banyak terlibat dalam pelaksanaan tugas.
17 13 5 7 0 42
7. Kepala dinas sangat memperhatikan kedisiplinan pegawai.
27 7 8 0 0 42
Total 96 82 65 32 19 294
Persentase 32.6 27.9 22.1 10.9 6.5 100%
Sumber: Data primer yang diolah, 2011
Pada tabel di atas dapat dilihat gaya kepemimpinan Kepala Dinas dalam
mejalankan kepemimpinannya di Dinas Sosial Kota Makassar berdasarkan gaya
kepemimpinan otokratis, dilihat dari persentase hasil di atas bahwa 32.6%
menyatakan selalu, 27.9% menyatakan sering, 22.1% menyatakan kadang-
kadang , 10.9% menyatakan jarang dan 6.5% menyatakan tidak pernah. Dengan
data ini maka dapat dinyatakan bahwa Kepala Dinas Sosial Kota Makassar biasa
70
menggunakan gaya kepemimpinan otokratis dalam menjalankan
kepemimpinannya.
b. Gaya kepemimpinan Demokratis
Untuk mengetahui tentang tanggapan responden terhadap pernyataan
pada kuesioner mengenai mengenai gaya kepemimpinan demokratis, dapat
dilihat pada tabel-tabel berikut ini :
Tabel 4.13 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas memperhatikan kesejahteraan
bawahannya.
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 5 11.9%
2 Sering 27 64.3%
3 Kadang-Kadang 10 23.8%
4 Jarang 0 0%
5 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Berdasarkan tabel 4.13 diatas, terlihat bahwa terdapat 27 responden atau
64.3% yang menyatakan sering dan 10 atau 23.8% menyatakan kadang-kadang
serta 5 responden atau 11.9% menyatakan sering terhadap sikap pimpinan yang
memperhatikan kesejahtraan pegawainya. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa
kepala dinas sering memperhatikan kesejahteraan pegawai-pegawainya.
71
Tabel 4.14
Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk memberikan saran
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 25 59.5%
2 Sering 15 35.7%
3 Kadang-Kadang 2 4.8%
4 Jarang 0 0%
5 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.14, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap
kepala dinas yang memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk
memberikan saran dengan jumlah persentase jawaban selalu 59.5% dan
jawaban sering 35.7%, serta jawaban kadang-kadang yang hanya 4.8%. Dari
hasil tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa Kepala Dinas
memberi kebebasan kepada bawahannya untuk memberikan saran.
Tabel 4.15 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas memberikan penghargaan kepada
pegawai yang berprestasi
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 1 2.4%
2 Sering 18 42.8%
3 Kadang-Kadang 11 26,2%
4 Jarang 7 16.7%
5 Tidak Pernah 5 11.9%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.15, dapat terlihat tanggapan responden terhadap kepala
dinas yang memberikan penghargaan kepada pegawai yang berprestasi dengan
jumlah persentase tanggapan sering 42.8%, tanggapan selalu 2.4%, tanggapan
72
kadang-kadang 26.2%, tanggapan jarang 16.7% dan tidak pernah sebanyak
11.9%. ini menandakan bahwa kepala dinas biasa memberikan award kepada
bawahannya yang mempunyai kinerja yang baik.
Tabel 4.16 Tanggapan responden kepada Kepala Dinas yang memberikan alternatif dalam
menentukan keputusan
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 21 50%
2 Sering 12 28.6%
3 Kadang-Kadang 9 21.4%
4 Jarang 0 0%
5 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Berdasarkan tabel 4.16 diatas, terlihat bahwa setengah dari jumlah
responden atau 50% menyatakan selalu dan 12 atau 28.6% menyatakan sering
serta 9 responden atau 21.4% menyatakan kadang-kadang terhadap kebiasaan
Kepala Dinas yang memberikan alternatif dalam menentukan keputusan. Dari
data diatas, dapat dilihat bahwa kepala dinas selalu memberikan alternatif dalam
penentuan keputusan.
Tabel 4.17 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas mengajak bawahannya untuk
bersama-sama merumuskan kebijakan
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 15 35.7%
2 Sering 11 26.2%
3 Kadang-Kadang 14 33.3%
4 Jarang 0 0%
5 Tidak Pernah 2 4.8%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
73
Dari tabel 4.17, dapat terlihat tanggapan responden terhadap kepala
dinas yang mengajak bawahan untuk bersama-sama merumuskan kebijakn
dengan jumlah persentase tanggapan selalu 35.7%, tanggapan sering 26.2%,
tanggapan kadang-kadang 33.3%, serta tanggapan tidak pernah 4.8%. ini
menandakan bahwa kepala dinas senantiasa merumuskan kebijakan dinas
bersama-sama dengan bawahannya.
Tabel 4.18 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas mengambil bagian dalam diskusi
kerja
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 19 45.2%
2 Sering 20 47.7%
3 Kadang-Kadang 3 7.1%
4 Jarang 0 0%
5 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Berdasarkan tabel 4.18 diatas, terlihat bahwa terdapat 20 responden atau
47.7% yang menyatakan sering dan 19 atau 45.2% menyatakan selalu serta 3
responden atau 7.1% menyatakan kadang-kadang terhadap sikap Kepala Dinas
yang mengambil bagian dalam diskusi kerja. Dari data diatas, dapat dilihat
bahwa kepala dinas banyak mengambil baian dalam diskusi kerja.
74
Tabel 4.19 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas memberikan bimbingan langsung
kepada pegawai dalam pelaksanaan tugas
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 3 7.1%
2 Sering 15 35.7%
3 Kadang-Kadang 12 28.6%
4 Jarang 8 19.1%
5 Tidak Pernah 4 9.5%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.19, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap
kepala dinas yang memberikan bimbingan langsung kepada pegawai dalam
pelaksanaan tugas dengan jumlah persentase jawaban selalu 7.1%, jawaban
sering 35.7%, jawaban kadang-kadang yang 28.6%, jawaban jarang 19.1% dan
jawaban tidak pernah 9.5%. Dari hasil tanggapan responden tersebut dapat
disimpulkan bahwa Kepala Dinas biasa memberikan bimbingan kepada sebagian
besar pegawai.
75
Tabel 4.20 Rekapitulasi Pernyataan Responden Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis
No. Pernyataan
Jawaban
Total
Selalu Sering Kadang-kadang
Jarang Tidak
pernah
1.
Kepala dinas memperhatikan kesejahteraan bawahannya
5 27 10 0 0 42
2.
Kepala dinas memberikan kesempatan kepada para bawahannya untuk memberikan saran
25 15 2 0 0 42
3. Kepala dinas memberikan penghargaan kepada pegawai yang berprestasi
1 18 11 7 5 42
4. Kepala dinas memberikan alternatif dalam menentukan keputusan
21 12 9 0 0 42
5.
Kepala dinas mengajak bawahan untuk bersama-sama merumuskan kebijakan
15 11 14 0 2 42
6. Kepala dinas mengambil bagian dalam diskusi kerja
19 20 3 0 0 42
7.
Kepala dinas memberikan bimbingan langsung kepada pegawai dalam pelaksanaan tugas
3 15 12 8 4 42
Total 89 118 61 15 11 294
Persentase 30.3 40.1 20.8 5.1 3.7 100%
Sumber: Data primer yang diolah, 2011
Pada tabel di atas dapat dilihat gaya kepemimpinan Kepala Dinas dalam
mejalankan kepemimpinannya di Dinas Sosial Kota Makassar berdasarkan gaya
kepemimpinan Demokratis, dilihat dari persentase hasil di atas bahwa 30.3%
menyatakan selalu, 40.1% menyatakan sering, 20.8% menyatakan kadang-
kadang , 5.1% menyatakan jarang dan 3.7% menyatakan tidak pernah. Dengan
data ini maka dapat dinyatakan bahwa Kepala Dinas Sosial Kota Makassar
76
sering menggunakan gaya kepemimpinan Demokratis dalam menjalankan
kepemimpinannya.
c. Gaya kepemimpinan Laizzes Faire
Untuk mengetahui tentang tanggapan responden terhadap pernyataan
pada kuesioner mengenai mengenai gaya kepemimpinan Laizzes Faire, dapat
dilihat pada tabel-tabel berikut ini :
Tabel 4.21 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas memberikan kebebasan kepada
pegawai untuk menentukan tim kerjanya sendiri
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 5 11.9%
2 Sering 8 19.1%
3 Kadang-Kadang 10 23.8%
4 Jarang 14 33.3%
5 Tidak Pernah 5 11.9%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.21, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap
kepala dinas yang memberikan kebebasan kepada pegawai untuk menentukan
tim kerjanya sendiri dengan jumlah persentase jawaban selalu 11.9%, jawaban
sering 19.1%, jawaban kadang-kadang yang 23.8%, jawaban jarang 33.3% dan
jawaban tidak pernah 11.9%. Dari hasil tanggapan responden tersebut dapat
disimpulkan bahwa Kepala Dinas jarang memberikan kebebasan kepada
pegawai untuk menentukan tim kerjanya sendiri.
77
Tabel 4.22 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas lebih aktif diluar kantor/dinas.
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 0 0%
2 Sering 5 11.9%
3 Kadang-Kadang 16 38.1%
4 Jarang 15 35.7%
5 Tidak Pernah 6 14.3%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.22, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap
kepala dinas yang lebih aktif diluar kantor/dinas dengan jumlah persentase
jawaban sering 11.9%, jawaban kadang-kadang yang 38.1%, jawaban jarang
35.7% dan jawaban tidak pernah 14.3%. Dari hasil tanggapan responden
tersebut dapat disimpulkan bahwa Kepala Dinas lebih aktif dikantornya sendiri.
Tabel 4.23 Tanggapan responden bahwa Kepala dinas kekurangan informasi tentang
keadaan internal kantor.
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 0 0%
2 Sering 0 0%
3 Kadang-Kadang 13 31%
4 Jarang 15 35.7%
5 Tidak Pernah 14 33.3%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.23, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap
kepala dinas yang memberikan kebebasan kepada pegawai untuk menentukan
tim kerjanya sendiri dengan jumlah persentase jawaban kadang-kadang yang
31%, jawaban jarang 35.7% dan jawaban tidak pernah 33.3%. Dari hasil
78
tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa Kepala Dinas sangat
jarang kekurangan informasi tentang keadaan internal kantor.
Tabel 4.24 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas mendelegasikan seluruh tugas-
tugasnya kepada bawahan.
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 3 7.1%
2 Sering 4 9.6%
3 Kadang-Kadang 16 38.1%
4 Jarang 16 38.1%
5 Tidak Pernah 3 7.1%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.24, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap
Kepala Dinas mendelegasikan seluruh tugas-tugasnya kepada bawahan dengan
jumlah persentase jawaban selalu 7.1%, jawaban sering 9.6%, jawaban kadang-
kadang yang 38.1%, jawaban jarang 38.1% dan jawaban tidak pernah 7.1%.
Dari hasil tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa Kepala
Dinas jarang mendelegasikan seluruh tugas-tugasnya kepada bawahan.
Tabel 4.25 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas memberikan kebebasan kepada
pegawai untuk berkreatifitas dalam melaksanakan tugas.
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 9 21.4%
2 Sering 14 33.3%
3 Kadang-Kadang 15 35.7%
4 Jarang 4 9.6%
5 Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
79
Dari tabel 4.25, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap
Kepala Dinas yang memberikan kebebasan kepada pegawai untuk berkreatifitas
dalam melaksanakan tugas dengan jumlah persentase jawaban selalu 21.4%,
jawaban sering 33.3%, jawaban kadang-kadang yang 35.7%, dan jawaban
jarang 9.6%. Dari hasil tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa
Kepala Dinas biasa memberikan kebebasan kepada pegawai untuk
berkreatifitas dalam melaksanakan tugas.
Tabel 4.26 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas menyerahkan Penyelesaian
masalah/Konflik internal organisasi kepada bawahan
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 1 2.4%
2 Sering 5 11.9%
3 Kadang-Kadang 6 14.3%
4 Jarang 16 38.1%
5 Tidak Pernah 14 33.3%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.26, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap
Kepala Dinas menyerahkan Penyelesaian masalah/Konflik internal organisasi
kepada bawahan dengan jumlah persentase jawaban selalu 2.4%, jawaban
sering 11.9%, jawaban kadang-kadang yang 14.3%, jawaban jarang 38.1% dan
jawaban tidak pernah 33.3%. Dari hasil tanggapan responden tersebut dapat
disimpulkan bahwa Kepala Dinas jarang menyerahkan Penyelesaian
masalah/Konflik internal organisasi kepada bawahan.
80
Tabel 4.27 Tanggapan responden bahwa Kepala Dinas meninggalkan kantor/pulang lebih
awal daripada bawahannya .
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Selalu 0 0%
2 Sering 2 4.8%
3 Kadang-Kadang 6 14.3%
4 Jarang 23 54.7%
5 Tidak Pernah 11 26.2%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.27, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap
Kepala Dinas meninggalkan kantor/pulang lebih awal daripada bawahannya
dengan jumlah persentase jawaban sering 4.8%, jawaban kadang-kadang yang
14.3%, jawaban jarang 54.7% dan jawaban tidak pernah 26.2%. Dari hasil
tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa Kepala Dinas tidak
terbiasa meninggalkan kantor/pulang lebih awal daripada bawahannya .
81
Tabel 4.28 Rekapitulasi Pernyataan Responden Terhadap Gaya Kepemimpinan Laissez
Faire
No. Pernyataan
Jawaban
Total
Selalu Sering Kadang-kadang
Jarang Tidak
pernah
1.
Kepala Dinas memberikan kebebasan kepada pegawai untuk menentukan tim kerjanya sendiri.
5 8 10 14 5 42
2. Kepala Dinas lebih aktif diluar kantor/dinas.
0 5 16 15 6 42
3. Kepala dinas kekurangan informasi tentang keadaan internal kantor.
0 0 13 15 14 42
4.
Kepala Dinas mendelegasikan seluruh tugas-tugasnya kepada bawahan.
3 4 16 16 3 42
5.
Kepala Dinas memberikan kebebasan kepada pegawai untuk berkreatifitas dalam melaksanakan tugas.
9 14 15 4 0 42
6.
Kepala Dinas menyerahkan Penyelesaian masalah/Konflik internal organisasi kepada bawahan.
1 5 6 16 14 42
7.
Kepala Dinas meninggalkan kantor/pulang lebih awal daripada bawahannya.
0 2 6 23 11 42
Total 18 38 82 103 53 294
Persentase 6.1% 12.9% 27.9% 35% 18% 100%
Sumber: Data primer yang diolah, 2011
Pada tabel di atas dapat dilihat gaya kepemimpinan Kepala Dinas dalam
mejalankan kepemimpinannya di Dinas Sosial Kota Makassar berdasarkan gaya
kepemimpinan Laissez Faire, dilihat dari persentase hasil di atas bahwa 6.1%
82
menyatakan selalu, 12.9% menyatakan sering, 27.9% menyatakan kadang-
kadang , 35% menyatakan jarang dan 18% menyatakan tidak pernah. Dengan
data ini maka dapat dinyatakan bahwa Kepala Dinas Sosial Kota Makassar tidak
terbiasa menggunakan gaya kepemimpinan Laissez Faire dalam menjalankan
kepemimpinannya.
Tabel 4.29 Rekapitulasi Total Gaya Kepemimpinan
No. Pernyataan Jawaban
Total Skor Rata-
rata SL S KD JS TP
1. Gaya Kepemimpinan
Otokratis 96 82 65 32 19 294 1086 3.69
2. Gaya kepemimpinan
Demokratis 89 118 61 15 11 294 1141 3.88
3. Gaya kepemimpinan
laissez Faire 18 38 82 103 53 294 747 2.54
Sumber: Data primer yang diolah, 2011
Dari tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa dari ketiga gaya
kepemimpinan yang diterapkan, gaya kepemimpinan Demokratis merupakan
gaya yang paling dominan diterapkan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Makassar
saat ini. Hal ini terlihat pada hasil perhitungan akhir yang menunjukkan nilai rata-
rata untuk gaya kepemimpianan Demokratis yaitu sebesar 3.88, Gaya
kepemimpinan Otokratis sebesar 3.69 sedangkan gaya kepemimpinan Laissez
faire sebesar 2.54. Hal ini berarti bahwa penerapan gaya kepemimpinan
Demokratis cukup baik di Dinas Sosial kota Makassar.
83
4.2.3 Deskripsi Pencapaian Tujuan Organisasi
Untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan Dinas Sosial kota
Makassar dalam mencapai visi, misi, dan tujuannya, maka penulis membuat
suatu pernyataan untuk responden yang dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 4.27 Tanggapan responden bahwa pencapaian visi,misi dan tujuan organisasi telah
berjalan dengan baik dan benar
No. Jawaban Jumlah
Responden Persentase
1 Ya 31 73.8%
2 Tidak 11 26.2%
Jumlah 42 100%
Sumber : Diolah dari data primer, 2011
Dari tabel 4.27, dapat terlihat tanggapan responden terhadap pencapaian
visi,misi dan tujuan organisasi telah berjalan dengan baik dan benar dengan
jumlah persentase jawaban Ya 73.8%, dan jawaban tidak 26.2%. Dari hasil
tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa Dinas Sosial Kota
Makassar telah menjalankan pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi dengan
baik dan benar.
84
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya,
maka dapat dinyatakan bahwa Kepala Dinas dalam menjalankan
kepemimpinannya di Dinas Sosial Kota Makassar menerapkan ketiga gaya
kepemimpinan yang dikemukakan oleh White & Lippit, yakni gaya kepemimpinan
Otokratis, gaya kepemimpinan Demokratis, dan gaya kepemimpinan Laizzes
Faire. Namun intensitas penerapan gaya kepemimpinannya masing-masing
berbeda karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Hasil perhitungan dari
kuesioner menunjukkan bahwa Gaya Kepemimpinan Demokratis merupakan
gaya kepemimpinan yang paling dominan diterapkan oleh Kepala Dinas Sosial
Kota Makassar dalam hal ini Bapak H. Ibrahim Saleh, dengan total skor tertinggi
yaitu 1141 dengan rata-rata 3,88. Sedangkan gaya kepemimpinan otokratis
sebesar 1086 dengan rata-rata sebesar 3,69 sedangkan gaya kepemimpinan
laissez faire sebesar 747 atau dengan rata-rata sebesar 2,54.
Dinas Sosial kota Makassar telah berhasil melaksanakan sebagian besar
program kerjanya, ini tebukti dari data laporan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah (LAKIP) membuktikan bahwa pencapaian target dari program kerja
Dinas Sosial Kota Makassar menunjukkan rata-rata keberhasilan pencapaian
sebesar 95%. Oleh karena itu gaya kepemimpinan yang telah diterapkan pada
Dinas Sosial Kota Makassar dalam hal ini gaya kepemimpinan demokratis,
sangat membantu Kepala Dinas untuk mencapai tujuan organisasi tebukti dari
85
31 atau 73.8% responden menyatakan bahwa pencapaian visi, misi, dan tujuan
organisasi telah dijalankan dengan baik dan benar.
5.2. Saran
Dari hasil penlitian dan kesimpulan yang ada, dengan melihat prospek ke
depan, maka penulis dapat mengemukakan beberapa hal yang kemudian
dijadikan sebagai bahan rekomendasi, yaitu sebagai berikut :
1. Kepala Dinas Sosial kota Makassar dapat mempertahankan dan terus
mengembangkan gaya kepemimpinan demokratis yang saat ini masih
diterapkan agar pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi dapat
dijalankan dengan lebih baik lagi.
2. Hendaknya dalam menjalankan tugasnya setiap pemimpin harus lebih
terbuka dan transparan terhadap seluruh bawahannya.
3. Dinas Sosial merupakan instansi yang bergerak di bidang pelayanan
masyarakat yang mengharuskan pegawainya aktif dalam memberikan
pelayanan kepada warga. Dengan menambah pegawai yang mempunyai
usia produktif maka pelayanan dapat lebih efektif lagi.
4. Walaupun dengan penerapan gaya kepemimpinan demokratis pada
Dinas Sosial kota Makassar saat ini berjalan dengan baik, namun
kebebasan harus ditunjang dengan pengawasan yang baik demi
mengembangkan kedisiplinan pegawai tersebut.
86
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Edisi VI. Rhineka Cipta : Yogyakarta.
Dale, Robert D. 1992. Pelayanan sebagai Pemimpin. Gandum Mas : Malang. Handoko, Hani T, Dr.MBA dan Reksohadiprodjo Sukanto, Dr. M.Com.1996.
Organisasi Perusahaan. Edisi kedua Yogyakarta : BPFE. Harbani, Pasolong. 2008. Kepemimpinan Birokrasi, Bandung : CV.Alfabeta. Heidjrachman, H. Suad. 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta : BPFE. Hersey, Paul. 1994. Kunci Sukses Pemimpin Situasional. Jakarta : Delaprasata. Kartono, Kartini. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan
Abnormal Itu?. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta. Kristiadi. 1996. Kepemimpinan. Jakarta: LAN RI Nawawi, Hadari & Hadari, M. Martini. 2004. Kepemimpinan yang Efektif. Gadjah
Mada University Press : Yogyakarta Mangkunegara, A. A. P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia.Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya. Mathis, Robert dan John Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia
Buku 2. Jakarta: PT. Salemba 4. Pangewa, Maharuddin. 1989. Kepemimpinan dalam proses administrasi. Ujung
Pandang: FPIPS IKIP. Prasetyo, Bambang. 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada. Rasyid M Ryaas. 2000. Makna Pemerintahan. Mutiara sumber Widya : Jakarta Rivai, Veithzal. 2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Edisis Kedua. PT.
RajaGrafindo Persada : Jakarta Robbins, Stephen. P. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Terjemahan
Oleh Halida , Dewi Sartika. Erlangga Salusu. 2006. Pengambilan keputusan stratejik. PT. Grasindo : Jakarta. Sedarmayanti. 2007. Manajemen SDM cetakan 1. PT. Refika Aditama. Bandung.
87
Siagian P. Sondang. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta:
Rhineka Cipta. Sugiyono. 2006, Metode Penelitian Administrasi, Bandung : CV.Alfabeta. Sutarto, 2006, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Cetakan Ketujuh.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Thoha, Miftah.2007. Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada. Tohardi, Ahmad. (2002). Pemahaman praktis manajemen sumber daya manusia.
Bandung: Mandar Maju. Usman, Husaini. 2004, Metodologi Penelitian Sosial , Jakarta: PT. Bumi Aksara Wirjana, Bernardine R, Susilo Supardo 2005, Kepemimpinan dasar-dasar dan
pengembangannya, Andi : Yogyakarta.
Dokumen
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Sosial Kota Makassar
2009
88
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhammad Juraiz Alkharni
Tempat/ tanggal lahir : Ujung Pandang, 03 April 1989
Email : [email protected]
Alamat : Jl. A.P.Pettarani komp. IDI blok GA7/2 Makassar
No. Tlp/ Hp : 085299717773
Agama : lSLAM
Nama Orang Tua : Ayah = H.M.Anas
Ibu = Hj. Sudiawati
Status Dalam Keluarga : Anak Pertama Dari Empat Bersaudara
Riwayat Pendidikan Formal :
TK Athirah Makassar (1994-1995)
SD Negeri Sudirman 1 Makassar (1995-2001)
SLTP Negeri 6 Makassar (2001-2004)
SMA Negeri 1 Makassar (2004-2007)
Universitas Hasanuddin, Jurusan Ilmu Administrasi FISIP (2007-2011)
Pengalaman Organisasi :
Wakil Ketua Ekskul Badminton SMA Neg.1 Makassar (2006-2007)
Pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Unhas (2009-2010)
Pengurus UKM Bulutangkis Universitas Hasanuddin (2009-2010)
Ketua Umum UKM Bulutangkis Universitas Hasanuddin (2010-2011)