bab 1 p e n d a h u l u a n m - isi dps
TRANSCRIPT
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 1 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Bab 1
P E N D A H U L U A N
Manusia dimulai dari sejak kelahirannya telah
dihadapkan pada berbagai macam tantangan hidup dan kehidupan. Manusia dalam kehidupannya merupakan serangkaian dari masalah-masalah, yang timbulnya bisa
bersumber dari dalam diri, lingkungan alam dan sosial serta budaya, atau saling berinteraksi atau saling berhubungan dan mempengaruhi satu dengan lainnya.
Setiap saat manusia akan dihadapkan kepada
suatu sikap untuk bisa mengambil keputusan atau tindakan sebagai reaksi terhadap kebutuhan dan keamanan dilingkungan kehidupannya.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 2 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
KEAMANAN
TEKNOLOGI
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 3 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Kebutuhan dasar umumnya berupa makan-minum (pangan), sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal),
dan bila sudah terpenuhinya kebutuhan dasar bersifat jasmani-material tersebut, lalu meningkat kepada
kebutuhan bersifat norma-rasa-batiniah, berupa nilai-nilai tertentu seperti identitas, kepribadian, harga diri-prestise (status-sosial-budaya), yg setiap saat juga
berubah dan berkembang.
Dengan menggunakan kemampuan akal, pikiran dan ketrampilannya, manusia pada akhirnya mampu mengatasi dan memecahkan berbagai masalah betapapun
rumit dan peliknya, sehingga membuahkan hasil karya dan pemikiran atau ilmu yang bermanfaat ke arah tingkat
kemajuan hidup yang lebih tinggi dan layak. Disamping itu tingkat kebutuhan manusia setiap saat pun selalu meningkat dan berkembang mengikuti selera zamannya.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 4 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Apabila kebutuhan yang bersifat pokok dan kebutuhan umum (publik) atau kolektif sudah terpenuhi.
Maka level kebutuhan manusia pun semakin meningkat atau mengerucut dan menuju level kebutuhan tertinggi
yang bersifat invidual, karena ego pribadinya juga semakin bersifat khusus dan khas.
Pembuatan produk kriya dalam periode budaya agraris (agriculture), menunjukkan suatu perkembangan
dari peradaban manusia. Perkembangan secara umum diikuti suatu peningkatan kebutuhan hidup. Sehingga memproduksi peralatan pertanian, dapur, pakaian dan
peralatan rumah-tangga lainnya, seperti: pisau, parang, cangkul, cawan, periuk, tempayan, pakaian, perhiasan, keris, kursi, mebelair dan perabotan lainnya.
Salah satu cara yang paling penting dalam
hubungan antara manusia secara sosial adalah melalui perantaraan benda-benda (produk). Menjadikan kegiatan perencanaan (desain) sebagai upaya dengan sadar untuk
mengadakan suatu tatanan yang bermakna atau bernilai tertentu. Melalui desain tentu dapat dipahami khususnya
dalam konteks waktu, dimana produk dimaksud pada akhirnya sebagai bentuk dari artefak manusia.
Indonesia masuk pusaran perpolitikan, ketika baru merdeka dan dilanjutkan membangun disegala bidang,
dari Orde Lama sampai Orde Baru dengan program yang dikenal sebagai Pelita dan P4, saat itu masih dirasakan sangat kental kehidupan bergotong-royong, dimana orang
menyadari bahwa kepentingan umum (publik/negara) lebih utama dan dinomor-satukan dari pada kepentingan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 5 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
lain seperti pribadi, kelompok dan golongan. Namun ketika ada perubahan, menjadi masa Reformasi dan
amandemen UUD. Mengadopsi nilai-nilai kehidupan global, keterbukaan dan memasukkan nilai kebebasan
menyatakan pendapat, juga yang bersifat ego pribadi atau individual, yakni menghargai tentang nilai-nilai Hak Azasi Manusia (HAM) disemua lini.
Kini perhatian Negara kepada dunia pendidikan
(20% dari APBN), Research IPTEKS dan seni-budaya. Lalu
penegakan hukum, pembangunan sarana dan prasarana serta infrastruktur yaitu jaringan komunikasi-informasi
dan pekerjaan umum. Kemudian meningkatkan kesejahteraan rakyat yaitu melalui sistem perekonomian dan perdagangan, industri dan kepariwisataan serta
berupa penanggulangan bencana atau jaminan sosial, Juga di bidang kesehatan, pelayanan dan kenyamanan
publik, kesetaraan gender, ketertiban, keamanan dan anti korupsi. Termasuk penghargaan terhadap hak individual dalam hukum dan ekonomi seperti Hak Cipta, Hak Paten,
Merek dan Hak Industrial (Haki), memasuki pasar bebas dan era globalisasi.
Kemajuan yang telah dicapai dalam pembangunan
di satu sisi, akan tetapi pada sisi yang lain, terjadi
melemahnya nilai-nilai kebangsaan terutama persatuan dan kesatuan, budaya gotong-royong, toleransi, semua itu mulai terkikis dengan nilai-nilai yang sarat dengan
kepentingan yang bersifat ego-pribadi, golongan atau kelompok tertentu.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 6 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Pada masa kini, faktor yang melemahkan sendi persatuan dan kesatuan bernegara serta adanya
peningkatan egoisitas pribadi, yang turut menjadikan banyaknya kasus korupsi. Akhirnya mulailah dicarikan
akar permasalahan, solusi atau jalan keluarnya. Salah satunya adalah melalui dunia pendidikan, seni dan kebudayaan, dengan cara menanamkan nilai-nilai moral
(akhlak) atau budi-pekerti yang luhur, mengembalikan pendidikan budi-pekerti yang lama lenyap di sekolah yang tergantikan dengan sistem kecerdasan IQ saja dan
kecerdasan yang lain terabaikan. Dengan suatu harapan dapat menjadikan generasi mendatang lebih baik lagi,
beretika dan berbudi luhur. Kepuasan tentu bersifat sementara dan temporer.
Menusia bisa saja sewaktu-waktu merasa tidak puas dengan apa yang telah dicapainya, apakah karena bosan
atau karena rutinitas ? Banyak ahli dan professional yang menganjurkan agar jangan pernah merasa bosan dengan profesi yang dipilih, bahkan harus merasa senang hingga
suatu saat disadari apa yang dikerjakan bermanfaat bagi diri dan orang lain. Apabila dalam melakukan sesuatu dengan perasaan senang, maka betapa berat beban tugas
yang diemban akan menjadi terasa lebih ringan dan baik.
Kemudian manusia menginginkan inovasi, sesuatu yang baru, atau karena dorongan kreativitas, disamping karena ilmu pengetahuan yang bertambah maju sehingga
hasil karya sebelumnya mendapat koreksi atau kritikan sehingga dilakukan perbaikan-perbaikan. Karena hal yang demikian itulah, yang menyebabkan produk-produk
hasil perekayasaan atau desain produk tidaklah mandeg
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 7 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dan terus berkembang menyesuaikan dengan tuntutan akan kebutuhan dari masyarakatnya.
Pada gilirannya, manusia ada berkeinginan dan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan zaman kekinian, yang sudah serba canggih. Manusia mencari berbagai solusi untuk dapat memecahkan atau menyelesaikan
permasalahan yang sedang dihadapi, salah satunya adalah dengan memahami dan mengetahui cara mengaplikasikan ilmu ergonomi terhadap desain produk.
Hal ini untuk mengupayakan berbagai hasil karya desain produk agar lebih bersifat manusiawi, yang nyaman,
aman, efisien dan bermutu lebih baik serta tetap mengikuti wawasan dan perkembangan dari ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, yang juga kini terus
berkembang menyesuaikan zamannya.
Pada buku ini yang berjudul “Ergonomi Desain Pada Produk Kriya”, pada bab berikutnya membahas sejarah produk kriya, karena sampai saat ini masyarakat
belum mengetahui apa sebenarnya produk kekriyaan. Dilanjutkan membahas seni dan desain produk. Lalu membahas tentang ilmu ergonomi, yang menguraikan
tentang pentingnya ilmu ergonomi sebagai ilmu yang multidisiplin, dari menjelaskan pengertian ergonomi,
sejarah ergonomi dan penerapan ergonomi. Bagian terakhir adalah desain produk kriya yang ergonomis, yaitu penjelasan tentang masalah-masalah ergonomi pada
proses desain produk dengan aplikasinya.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 8 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Bab 2
PRODUK KRIYA
Memahami produk kekriyaan melalui penelusuran
sejarah produk kriya, hubungan kriya sebagai benda sosial dan budaya, dan pemahaman istilah produk kriya serta pendapat ahli tentang kriya.
2.1. Sejarah Produk Kriya
Adanya produk atau benda kriya, bermula dari adanya kebudayaan material paling sederhana yang
muncul pada zaman batu. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat kecerdasan, perasaan dan pengetahuan yang dimiliki dan disesuaikan dengan situasi serta kondisi
yang dihadapi pada zaman tersebut. Semua itu dimaksudkan untuk dapat bertahan dan menunjang
kelangsungan hidup, manusia kemudian membuat alat-alat dari bahan-bahan yang diperoleh di alam sekitar mereka. Sebagai contoh dan bukti, yakni adanya
penemuan kapak genggam dari batu dan alat-alat perburuan yang dibuat dari tulang dan tanduk binatang.
Kebutuhan hidup dan kehidupan manusia terus berlangsung dari waktu ke waktu, dari tidak memiliki
apa-apa, dengan berbekal akal dan pikiran, memulai berburu, menghindari ancaman musuh, menyelamatkan diri keganasan alam, berpakaian, berteduh, mencari
ketenangan, kenyamanan, kesenangan dan sebagainya. Tidak hanya sekedar mencari makan, tetapi kemudian menetap dan bertani, berkumpul atau bermasyarakat,
berbudaya dan berbudi luhur.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 9 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Produk Kriya Zaman Pra-Sejarah
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 10 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Ditilik dari sudut manapun tentang evolusi manusia, ternyata manusia sejak awal mulanya telah
memiliki apa yang disebut dengan akal budi dan memiliki sejumlah tuntutan hidup dan kehidupan, baik sebagai
kebutuhan yang bersifat material maupun keperluan yang bersifat spiritual.
Perjalanan hidup dan kehidupan manusia selanjutnya menunjukkan akan peningkatan cara berfikir
dan tingkat kecerdasan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan yang semakin kompleks, bahkan kemudian manusia memikirkan, membayangkan, memperkirakan,
memperhitungkan dan merencanakan kebutuhan hidup serta kehidupan yang akan dijalani di masa yang mendatang.
Mengetahui hasil-hasil kriya masa lalu dirasakan
perlu dan penting, terutama bagi generasi muda untuk dapat mempelajari dan mengembangkannya serta dapat menghargai hasil budaya sendiri. Sejarah kriya masa lalu
sangat sedikit dibahas dan diteliti, karena apresiasi dan minat akan hal itu sangat minim atau langka. Disamping
itu literatur kriya kuno Indonesia yang ditulis juga sangat terbatas. Untuk itulah, penulis beranggapan bahwa diperlukan suatu tinjauan kriya pra-sejarah atau kriya
kuno yang ada di Indonesia dengan metode eksploratif, yaitu menggali secara mendalam tentang kriya masa lalu dengan mendaras data yang ada dan dianalisis secara
kualitatif. Ralph Mayer dalam bukunya A Dictionary of Art
Term and Techniques, menyatakan bahwa kebanyakan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 11 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
seni primitif dibuat dari kayu, batu dan tanah liat, yang diciptakan untuk beberapa tujuan relegi atau tujuan yang
praktis (Mayer, 1969). Awal mulanya keramik dibuat cenderung fungsional sebagai “wadah”. Inspirasi dari
pembuatan wadah tersebut berasal alam (sebagai sumber ide desain) yakni pemanfaatan buah-buahan berkulit tebal seperti labu yang isinya dikeluarkan untuk tempat
cairan/air, batok kelapa yang keras untuk makan-minum dan sebagainya. Juga pemanfaatan dari ruas-ruas batang pohon bambu untuk tempat minum atau cairan. Sebagai
pembungkus dan dipergunakan untuk tempat makanan (Jw: pincuk) biasa dipergunakan daun-daunan berukuran
besar seperti daun pisang, daun talas dan lainnya, bahkan dipergunakan sampai kini sebagai bahan yang ramah lingkungan.
Buah Labu yang Isinya Dikeluarkan dan Dikeringkan Lalu Difungsikan Sebagai Wadah Air dan Gayung Air serta Pemanfaatan
Ruas Bambu Untuk Teko dan Tempat Air Minum.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 12 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Uraian tentang sejarah dan kapan mulai adanya produk kriya, memang sulit ditentukan secara pasti dan
detail, baik urutan kronologis, waktu dan jenis benda yang dihasilkan. Namun sumber-sumber yang menolong
untuk memperjelas hal tersebut ada yaitu berupa perkiraan yang disimpulkan dari buku-buku tentang sejarah kebudayaan, arkeologi, sejarah seni rupa,
antropologi dan sebagainya.
Permulaan adanya benda-benda guna lebih jelas diperkirakan sejak Zaman Batu Tua (Palaeolitikum),
dengan pembuatan perlengkapan kebutuhan sehari-hari
seperti „kapak batu‟ atau „kapak genggam‟ yang sangat sederhana, alat berburu seperti tombak, alat menangkap ikan dan lainnya. Produk tersebut, selain dari batu juga
terbuat dari tulang-belulang, tanduk dan kayu, pada umumnya masih berbentuk sederhana. Masa ini orang
masih berpindah-pindah dan mengembara.
Pada Zaman Batu Tengah (Mesolitikum), orang
mulai menetap di goa-goa (sebagai manusia goa) dan mulai bercocok tanam serta menjinakkan binatang. Perlengkapan sehari-hari sudah mulai diolah dengan
dihaluskan dan kapak batu sudah mulai dibentuk lebih rapi dan mulai diberi “leher” atau pegangan agar lebih
mudah dipakai. Tempat penyimpanan makanan dan minuman dari buah-buahan berkulit tebal dan pakaian dari kulit kayu atau binatang serta dedaunan untuk alas
dan atap tempat berteduh, semua itu merupakan suatu keterampilan yang mulai terus dikembangkan. Benda-benda kriya guna untuk tempat makanan dan minuman
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 13 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
berkembang, dengan ditemukan api dan pemanfaatanya seperti pembuatan gerabah dari tanah liat juga telah
dimulai sejak zaman ini. Masa ini lukisan cap tangan dan lukisan binatang buruan mulai dibuat dan diterapkan
menghiasi dinding goa-goa.
Lukisan Binatang dan Tapak Tangan Pra-Sejarah di Dalam Goa-goa
Pada Zaman Batu Baru (Neolitik), kapak batu yang
disebut sebagai „kapak persegi bergagang‟ ini telah dibentuk dan digosok halus serta diberi tangkai atau gagang dari bahan lain, bahkan diberi hiasan. Penemuan
ini menunjukkan bahwa pembuatan benda telah berdasarkan pada sebuah “konsep” dan kegunaan sebagai tujuan dari pembuatan kapak tersebut, yang mencakup
aspek bentuk, keamanan pemakaian, teknik dan keindahan dengan diberi hiasan atau dekorasi. Zaman ini
juga banyak dibuat benda pemujaan atau relegi berupa patung dari batu besar (Zaman Megalitikum) dan sudah
dibentuk symbol-simbol nenek moyang dan diberi ukiran.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 14 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Patung Batu Besar dari Zaman Megalitikum
Berdasarkan sejarah kebudayaan, yang menunjukkan bahwa kriya sudah ada sebelumnya dan berkembang sejak zaman tersebut dengan adanya
kepandaian dalam pemanfaatan teknologi api dan bahan logam. Indonesia pada masa ini kedatangan beberapa
gelombang bangsa baru ras Mongol Tua atau Palae-Mongoloid dan menyebar di kepulauan yang ada di
Indonesia dengan membawa peradaban yang lebih tinggi dalam bercocok tanam dan membentuk kelompok-kelompok masyarakat atau suku-suku.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 15 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Adanya kebudayaan Melayu Purba yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Perunggu Tiongkok, yang
disebut kebudayaan Dongson ini, telah mempengaruhi hasil kriya Indonesia yaitu dengan pembuatan „kapak
perunggu‟ yang disebut dengan „kapak corong‟ atau „kapak sepatu‟. Bentuk kapak ini mempunyai corong kelompang tempat memasang gagang atau seperti lubang
sepatu. Kapak perunggu yang ditemukan di Indonesia ada yang berukuran besar, sedang dan kecil, ada yang polos dan ada yang diberi hiasan, ada yang pendek dan ada
yang panjang yang disebut Candrasa. Kapak berukuran besar diperkirakan sebagai alat perlengkapan upacara,
seperti halnya candrasa tersebut, dipergunakan sebagai tanda kebesaran atau kekuasaan, bukan untuk bekerja
biasa dan bentuk cukup indah dan unik. Kapak perunggu ditemukan dibeberapa tempat seperti pulau Roti, Sulewesi dan Yogyakarta.
Mereka sudah mengenal akan busana lebih baik dengan perhiasan, seperti cincin, gelang, anting-anting,
binggel, kalung dan manik-manik, berdekorasi motif sederhana yang telah menjadi koleksi kepurbakalaan atau
museum. Munculnya tokoh-tokoh adat, pemimpin suku dan adanya kekuatan alam serta kehadiran dari benda ciptaan yang dianggap memiliki kekuatan gaib serta
kepercayaan dapat melindungi mereka, melahirkan suatu bentuk kepercayaan pemujaan terhadap roh para
pemimpin atau nenek moyang. Sehubungan dengan kepercayaan tersebut, manusia bekerja keras untuk menciptakan lambang-lambang tradisi spiritual yang
bersifat magis untuk keperluan ritual (upacara) dan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 16 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
pemberian bekal kubur bagi yang meninggal. Hal tersebut dilakukan sebagai suatu usaha untuk mempersembahkan
hasil karya terbaik, sebagai suatu bentuk pengorbanan dan kesetiaan kepada para pemimpin atau tokoh yang
telah disucikan.
Sesungguhnya kepandaian membuat produk
berbahan tanah liat di Indonesia sudah cukup tua umurnya, yaitu sejak zaman Pra-sejarah. Sebagai contoh, kepandaian membuat keramik di Indonesia sebenarnya
sudah tua umurnya, sebagaimana halnya sejarah keramik diberbagai belahan Dunia, seperti China, Jepang,
Mesir, Yunani, Korea, Thailand, Peru, Philipina, Vietnam dan lain sebagainya. Di mana ketrampilan membuat keramik tersebut muncul dan tumbuh secara alami, ada
yang tumbuh dalam waktu yang bersamaan tanpa adanya pengaruh hubungan kebudayaan satu dengan lainnya.
Kepandaian membuat keramik dapat dikatakan
setua manusia itu mengenal api dan dapat
memanfaatkannya. Penemuan teknik membuat keramik ini atau pengetahuan mengenai sifat tanah liat yang mengeras setelah dibakar, diperoleh secara tidak sengaja
oleh orang primitif pada zaman Pra-sejarah, ketika melihat cekungan bekas telapak kaki dan bekas batu
pada tanah basah yang digenangi air hujan, yang memberi inspirasi (ide desain), dimana air yang tergenang tersebut dapat bertahan lama bahkan bisa berhari-hari
lamanya. Berdasarkan kenyataan tersebut, suatu ketika orang memakai keranjang bambu yang dilapisi tanah liat sebagai tempat atau wadah cairan (liquid) dan wadah
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 17 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
semacam ini tentu tidaklah bertahan lama. Secara tidak sengaja keranjang tersebut dibuang keperapian dengan
maksud untuk dimusnahkan. Namun yang terjadi keranjangnya musnah, sedang tanah pelapis masih
tersisa dan ditemukan mengeras dengan meninggalkan bekas anyaman keranjang. Dari pengalaman-pengalaman itulah, orang mulai dengan sengaja membentuk tanah liat
secara utuh sebagai wadah, yaitu produk fungsional dan juga untuk keperluan religi lainnya.
Dengan diketemukan tanah liat yang mengeras tersebut, secara tidak sengaja mereka telah menemukan
keramik dengan unsur-unsur dekorasinya sekaligus. Lebih lanjut hiasan diterapkan secara sengaja, yaitu menggunakan kulit kerang, kulit kayu, permukaan batu,
tali, anyaman, serat tumbuh-tumbuhan, kain atau benda-benda keras lain yang bertekstur atau bermotif, dengan
cara mengecapkannya pada permukaan benda dalam keadaan masih basah (lembab) sebelum dibakar.
G. Nelson, dalam bukunya yang berjudul Ceramics
menulis bahwa suatu kenyataan yang ada pada benda-benda tembikar atau keramik masa Neolitik, tekstur yang
banyak ditemukan adalah bekas anyaman (Nelson, 1960). Dengan demikian, jelas kiranya bahwa keramik lahir pada
mulanya sebagai benda praktis dan fungsional sekaligus sebagai benda estetis dari masa prasejarah.
Di Indonesia, keramik jenis gerabah dikenal sejak zaman Pra-sejarah atau zaman Neolitikum, yaitu pada
tahun 3.000 sebelum Masehi, dimana manusia saat itu sudah mulai hidup menetap dan bercocok tanam serta
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 18 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
membentuk kelompok-kelompok masyarakat. Sebagai masyarakat yang menetap, hidupnya juga memerlukan
peralatan atau perlengkapan untuk kebutuhan sehari-hari. Diantaranya adalah membuat tempat tinggal tetap,
berupa bangunan dari kayu dan batu dan orang mulai mengenal konstruksi kayu dan batu. Disamping berladang dan berternak, membutuhkan peralatan
memasak, tempat menyimpan cairan (minuman) dan makanan yang dibuat dari gerabah (tanah liat).
Produk Pakai dan Produk Pra-sejarah di Museum Bali
Para pemuka masyarakat atau pemimpin,
kemudian sangat mempengaruhi kehidupan selanjutnya,
dimana orang yang dihormati dan dipercaya tersebut dianggap dapat melindungi warganya, bahkan sampai
meninggalpun dianggap tatap dapat mempengaruhi manusia yang masih hidup. Muncullah suatu bentuk
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 19 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
kepercayaan penghormatan kepada nenek-moyang, sebagai penghormatan, maka dibuatlah perlambangan-
perlambangan dan pemujaan-pemujaan untuk dapat menenangkan arwah nenek moyang mereka. Penyertaan
benda kubur seperti patung kecil (figurin), manik-manik serta tempat makanan dan minuman merupakan bentuk penghormatan leluhur sebagai bekal dalam perjalanan ke
alam baka. Periuk kecil berisi perhiasan dan periuk besar berisi tulang-belulang adalah hasil tradisi kepercayaan
masyarakat di zaman Pra-sejarah.
Perhiasan dari Batu dan Perunggu Masa Prasejarah
Diantara Langsa di Aceh dan Medan, di pantai
timur laut Sumatera, yaitu di Bukit Kulit Kerang, telah diketemukan berupa pecahan-pecahan periuk belanga. Pecahan gerabah tersebut sangat kecil, sehingga sulit
diketahui bentuk atau wujud semula. Yang diketahui ada
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 20 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
yang berhias dan ada yang polos. Hiasan yang tampak pada penemuan itu adalah berupa goresan atau bekas
teraan benda keras, disamping itu ada motif bujur sangkar atau relief dan lain-lainnya. Kebudayaan kulit
kerang di zaman Mesolitikum dikenal sebagai kebudayaan “Kjokkenmoddinger”. Rupanya bentuk kebudayaan kulit
kerang ini bertahan lama, sedangkan ditempat lain pada
waktu yang sama telah dimulai masa Neolitikum.
Lain halnya dengan Van Es, Ia menemukan pecahan-pecahan gerabah di deretan bukit pasir tua di antara pesisir selatan Yogyakarta dan Pacitan,
menurutnya berasal dari masa Neolitik. Adapun pecahan-pecahan gerabah itu, banyak berupa hiasan anyaman dan
hiasan tali atau meander. Juga di pantai selatan pulau Jawa juga ditemukan pecahan-pecahan gerabah dengan
hiasan kain (tekstil). Dari hasil penemuan tersebut, kiranya pada masa Neolitikum di Indonesia sudah ada suatu kemampuan untuk mengungkapkan perasaan
estetis yang diterapkan pada benda pakai keperluan sehari-hari. Benda gerabah dihias semata-mata agar
benda tersebut lebih menarik saja dan akrab dengan si pemakai, tidak ada pretensi lain.
Gerabah yang diselidiki oleh L. Onvlee, ditemukan di kuburan di Melolo (Sumba), mempunyai sifat yang lain lagi. Di dalam buyung (periuk-belanga) yang ditemukan
terdapat banyak tulang-belulang dan tengkorak manusia. Selain itu terdapat benda kubur semacam guci atau kendi
berukuran kecil, dimana leher dan kepala kendi berbentuk kepala manusia, terkadang dihiasi gambar wajah-wajah. Pada badan kendi dihiasi dengan garis-garis
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 21 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
yang silang-menyilang atau segi tiga, yang digores ketika tanah liat masih basah sebelum dibakar. Guci semacam
kendi tersebut ada kalanya berisi kulit kerang atau semcam perlambangan untuk makanan dan minuman
sebagai bekal arwah nenek moyang. Tradisi penguburan jenazah dengan tempayan,
ditemukan tersebar di berbagai tempat di Indonesia, seperti di Anyer (Jawa Barat), Sa‟bang (Sulawesi Selatan), Roti (Nusa Tenggara Timur) dan Gilimanuk , Bali
(Kempers, 1960 & Utomo, 1995).
Sarkofagus
Keramik untuk kebutuhan rumah tangga terutama tempat makanan dan minuman masa Pra-sejarah, dibuat
sangat sederhana dan kebanyakan dengan teknik tatap batu atau kayu, tanpa hiasan atau polos. Kendi, periuk, piring yang semuanya dari gerabah ada yang polos dan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 22 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
ada yang dihias. Berbagai fragmen gerabah ditemukan di Gilimanuk, Bali, dengan berbagai hiasan seperti tali, kulit
kerang, hiasan jaring-jaring dan lainnya.
Bersamaan dengan masa Megalitikum dan Perunggu, gerabah dibutuhkan sebagai sarana pemujaan arwah nenek moyang, selain sebagai peralatan rumah
tangga. Benda kubur berupa tempayan gerabah, manik-manik perunggu, sarkofagus batu, telah menjadi
kebutuhan relegi dan perlambangan pemujaan arwah yang berkembang. Benda-benda gerabah sudah banyak yang diberi hiasan, seperti ditemukan di Gilimanuk, di
pantai Cekik oleh R.P. Soejono, yang berhias tali dan jaring dengan teknik cap. Pada masa tersebut, kemahiran
teknik membuat barang-barang perunggu berkembang. Juga saat itu seni hias menghias mencapai puncaknya yaitu dengan pola geometrik atau tumpal. Masa
kemahiran teknik ini kemudian dikenal sebagai masa “Perundagian”
Benda purbakala yang ditemukan di daerah Nanga
Belang di Kabupaten Kapuas Hulu dan di Kabupaten
Sintang (Kalimantan), semuanya diperkirakan dari masa Neolitikum. Selain terdapat kapak batu, juga terdapat pecahan periuk – belanga. Peninggalan gerabah Pra-
sejarah juga ditemukan di daerah Serpong di Tanggerang, Banyuwangi, Kalapadua di Bogor, Gelumpang di Sulawesi
dan di Minahasa yang juga di Sulawesi, tidak berbeda dengan penemuan di daerah lain, menggunakan teknik sederhana dengan hiasan yang juga mirip. Pecahan
gerabah dengan hiasan anyaman juga terdapat di daerah Gelumpang, Sulawesi. Aspek – aspek teknis zaman Pra –
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 23 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
sejarah tidaklah menunjukkan suatu perkembangan yang berarti. Yang perlu diketahui yaitu penggunaan alat
pelarik sudah mulai dikenal ketika akan memasuki masa Sejarah. Sebelumnya dikenal teknik tatap batu / kayu
serta pembuatan langsung dengan tangan yang disebut teknik “pinching” atau tekan jari serta teknik “coilling” atau pilin atau teknik “tali”. Aspek lainnya adalah
kemampuan untuk menghias dengan teknik cap dan torehan yang tumbuh secara alamiah.
Kemampuan membuat kerajinan ini berlangsung
terus hingga memasuki zaman kerajaan Hindu dan
Budha. Selanjutnya sampai zaman kerajaan Islam dan zaman Penjajahan. Dalam tulisan ini diungkap kembali hasil-hasil penemuan keramik Pra-sejarah.
Kepercayan akan adanya kekuatan gaib dan
pemujaan terhadap nenek moyang serta berbagai ketrampilan diwariskan kepada generasi berikutnya. Pembuatan benda keperluan sehari-hari meningkat
jumlah dan mutu serta keindahannya. Di tepi danau Kerinci, di pulau Madura, ditemukan bejana perunggu
yang sudah dihias dengan ukiran burung merak, rusa, bentuk segi tiga, spiral dan bentuk geometris.
Selain itu, pada masa ini juga dibuat nekara perunggu, mata uang, pisau atau belati dan sebagainya.
Nekara-nekara kemudian seolah-olah penuh dengan hiasan seperti perahu jenazah, bentuk manusia, bentuk binatang seperti burung enggang, katak, gajah, rusa, juga
tumbuh-tumbuhan dan garis-garis geometris (Suwaji Bastomi, 1986).
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 24 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Pada masa ini ketrampilan teknik mengolah bahan logam terutama perunggu sudah tinggi, tercermin pada dekorasi atau hiasan yang begitu rumit yang terdapat pada
nekara. Nekara perunggu ditemukan di beberapa daerah di Indonesia yaitu di pegunungan Dieng, desa Pejeng-Bali,
Jawa Tengah, Cibadak, Banten Selatan, Bima, Pulau Selayar, Pulau Alor dan sebagainya.
Bangsa Indonesia sejak zaman Neolitik atau pra-sejarah sudah pandai mengukir, membuat bejana dan
membuat patung, baik berbahan batu, logam maupun dari tulang dan kayu serta dari tanah liat (gerabah).
Sejalan dengan kemajuan teknik di masa yang disebut sebagai „prundagian” (kemahiran teknik) tersebut, manusia mampu memproduksi benda perunggu dengan
cetakan reproduksi, sebagai cikal bakal industri.
Nekara dari Pulau Selayar dan Candrasa serta Gerabah Kuno
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 25 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Nekara Dengan Hiasan Topeng Perunggu dan Cetaka dari Batu Zaman Neolitikum yang Ditemukan Desa Manuaba, Gianyar Bali.
Anyaman rerumputan, anyam bambu dan rotan
untuk keranjang, dinding dan jaring-jaring, juga kain tenun dari kulit kayu juga sudah dimulai, dengan ditemukannya bekas-bekas anyaman, motif kain dan
jaring-jaring pada benda-benda dari tanah liat (gerabah).
Memasuki zaman Sejarah, ketika mengenal tulisan dan pada abad pertama berakhirnya zaman Logam, Indonesia kedatangan bangsa yang membawa ajaran
Hindu. Terjadilah kemudian alkulturasi kebudayaan Hindu dan kebudayaan asli. Kebudayan yang lebih tinggi
akan mempengaruhi kebudayaan yang lebih rendah.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 26 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Selama 15 abad bangsa Indonesia dapat menerima kebudayaan baru tersebut berlangsung secara damai.
Linggayoni, Telapak Kaki dan Prasasti yang Diberi Tulisan
H. Kern berpendapat bahwa bangsa Hindu telah memasukkan 10 unsur kebudayaan ke Indonesia, yakni: gamelan, wayang, metrum, ilmu pelayaran, astronomi,
mencetak uang logam, pertanian, pemerintahan, bahasa dan tulisan (Suwaji Bustomi, 1986: 66). Sejak saat itu
dikenal pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Raja (sistem kerajaan) yang dianggap sebagai titisan dewa,
masyarakat mengenal ajaran agama dan kebangsawanan atau tingkatan kasta-kasta (feodalisme).
Benda-benda atau produk kriya yang dipergunakan oleh Raja tidak sama dengan yang dipergunakan oleh
bawahannya apalagi oleh rakyat biasa. Ada perlakuan khusus pada benda yang diperuntukkan untuk Raja
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 27 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
harus lebih baik dan lebih indah, baik kualitas bahan maupun pengerjaannya, sebagai wujud persembahan dan
darma-bakti serta penghormatan kepada Sang Raja.
Kompleks Candi Hindu Prambanan
Percampuran kebudayaan asli dengan kebudayaan Hindu, menghadirkan karya seni bangunan sebagai
tempat tinggal Raja (istana) dan candi-candi yang hasilnya lebih baik dari sumber aslinya di India. Dinding candi dibuat relief oleh tangan trampil menunjukkan
mutu yang bagus, menggambarkan adegan ceritera dengan nilai sastra yang tinggi. Candi-candi juga sebagai
tempat makam raja-raja yang juga sekaligus sebagai tempat pemujaan, dilengkapi dengan perlengkapan upacara dan pada bagian tertentu di hiasi dengan patung-
patung batu atau arca logam. Kriya patung berupa arca batu para raja dan permaisuri sebagai perwujudan dewa-
dewi, yang diletakkan dalam candi.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 28 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Kriya Patung berupa Arca Siwa Bhairawa sebagai perwujudan raja Kertanegara Kerajaan Singosari, Patung Ken Dedes dari Kerajaan
Singosari sebagai perwujudan dari Pradnyaparamita dan Arca Wisnu Perwujudan raja karena mengayomi rakyat masa
Kerajaan Majapahit abad 14 (Kanan)
Karya Kriya Berupa Patung Civa Mahadewi atau Roro Jonggrang
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 29 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Pengaruh agama Budha juga cukup kuat pada perwujudan candi, seperti candi Borobudur, yang berada
di daerah Kedu, Jawa Tengah, merupakan candi Budha Mahayana, bangunan stupa yg dibangun ± 850 buah dari
batu vulkanik pada sebuah bukit dan berupa bangunan bertingkat-tingkat, yg dihiasi ukiran timbul menceritakan kehidupan Budha dan arca-arca Budha. Pada bagian atas
terdapat stupa besar. Ukuran alas candi ± 120 m, tinggi sampai atas dari stupa besar ± 35 m.
Karya Kriya dan Asitektur pada Candi Borobudur Yang Megah & Indah
Relief Candi Borobudur terlihat Budha digoda oleh perempuan-perempuan cantik, menggambarkan kehidupan Sang Budha di masa lalu
yg diambil dari cerita : Jataka dan Awadana.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 30 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Masuknya agama Hindu dan Budha, memberikan perubahan tidak saja dalam hal kepercayaan, tetapi juga
pada sistem sosial dalam masyarakat. Struktur dari pemerintahan kerajaan dan sistem kasta menimbulkan
tingkatan status sosial dalam masyarakat. Masuknya pengaruh Hindu–Budha di Indonesia terjadi akibat asimilasi serta adaptasi kebudayaan Hindu-Budha dari
India, yang dibawa oleh para pedagang dan pendeta Hindu-Budha tersebut dalam kebudayaan prasejarah di
Indonesia. Kedua sistem keagamaan ini mengalami akulturasi dengan kepercayaan yang sudah ada sebelumnya di Indonesia yaitu pengkultusan terhadap
arwah nenek-moyang, dan kepercayaan terhadap spirit yang ada yang di pengaruhi alam sekitar. Kemudian kerap tumpang tindih dan bahkan terpadu ke dalam pemujaan-
pemujaan sinkretisme Hindu-Budha Indonesia (Claire Holt terjemahan Soedarsono, 2000).
Tumbuh dan berkembangnya kebudayan Hindu-
Budha di Indonesia, melahirkan kesenian berupa seni
ukir dengan aneka ragam hiasan dan patung perwujudan dewa-dewa. Dalam sistem sosial ini, kemudian lahir
sistem pemerintahan kerajaan yang berdasarkan kepada kepercayaan Hindu seperti kerajaan Sriwijaya di Sumatra, kerajaan Kutai di Kalimantan, kerajaan Tarumanagara di
Jawa Barat, Mataram Kuno Jawa Tengah, hingga kerajaan Majapahit di Jawa Timur dengan Maha Patih
Gajah Mada yang tersohor, yang kemudian membawa pengaruh Budha-Hindu sampai ke Bali, dan kegiatan seni ukir tradisional sampai sekarang masih diwarisi dan
berkembang.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 31 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Kriya Hiasan Relief Candi Jago Jawa Timur yang Mirip Wayang
Mempengaruhi Seni Lukis Bali Klasik
Busana para Raja dan kerabatnya dibuat penuh dengan hiasan atau dekorasi yang indah tercermin pada patung dan relief yang menggambarkan keadaan saat itu.
Keris juga dibuat memperlihatkan tanda kebesaran bagi yang mengenakannya, juga dianggap bertuah yang dibubuhi pamor seperti nekel, seng, monel, batu meteor,
emas dan perak, yang dibuat oleh para empu sebagai prestasi kemahiran yang membanggakan. Cerdik pandai
seperti empu yang terkenal seperti Empu Gandring dan Empu Supa. Pada akhir masa Hindu-Budha di daerah
gunung Wilis terkenal pula nama Empu Kriyasana yang menurunkan Empu Kriyaguna dengan hasil karya berupa keris dengan „tilam putih‟ yang dikenal hingga
akhir kolonial Belanda (Suwaji Bustomi, 1986: 69).
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 32 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Selama masuknya kebudayaan Islam ke Indonesia tidak banyak mempengaruhi akan bentuk dari benda-
benda kriya, Benda kriya produksinya lebih ditujukan untuk tujuan perdagangan, yang kemudian mengalami
perubahan dan perkembangan setelah masuknya pengaruh Eropa sekitar tahun 1522 yakni hadirnya bangsa Portugis di daerah Banten dan Ternate. Bandar-
bandar kerajaan Islam ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing seperti Spanyol, Inggris, Cina, Arab, Turki, Melayu, Vietnam, Jepang, Benggala dan Belanda. Selain rempah-
rempah, yang diperdagangkan adalah kain sutera, tembikar (keramik/porselin), kapur barus, perhiasan dan
lain sebagainya.
Kekayaan alam Indonesia menjadi perebutan
bangsa asing, yang akhirnya menjadi daerah jajahan Portugis, lalu Belanda, tentara sekutu dan terakhir
Jepang. Pada tahun 1619, Belanda membangun kota Batavia dan mendirikan benteng istana besar yang didalamnya terdapat sekitar 65 opsir, ahli-ahli
pertukangan (kriyawan), 70 serdadu dan 80 orang budak. Para tukang diwajibkan membuat perkakas rumah
tangga, pakaian, sepatu dan sebagainya. Kemajuan bidang produksi dan teknologi baru di Eropa mempengaruhi pembuatan benda kriya di Indonesia,
tenaga manusia digantikan oleh mesin-mesin (mekanisasi) atau pabrikasi. Namun demikian benda-benda kriya yang dikerjakan dengan tangan trampil
masih berlangsung dan tumbuh.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 33 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Sekitar tahun 1903 Pemerintah Penjajah Belanda mendirikan Departemen Van Landbouw, Niyverheid en
Handel (Departemen Pertanian, Kerajinan dan
Perdagangan). Hasilnya benda-benda atau produk kriya
guna meningkat dan di eksport ke Paris serta Amsterdam, seperti porselin atau keramik tiruan China dan topi bambu yang juga tiruan orang China dari Manila yang
tinggal di Cilingok-Tangerang. Juga ada diproduksi payung tiruan dari Siam oleh penduduk Tasikmalaya, yang kemudian dikembangkan khusus payung wanita
dengan hiasan bunga-bungaan dan motif lain yang dianggap indah yang diberi nama „payung Euis‟, payung ini lalu dipamerkan di San Francisco pada Wold Fair
tahun 1935.
Yang tak kalah terkenalnya dan nilai komersialnya tinggi adalah kain batik, dengan teknik tutup-celup,
bagian yang ditutup menggunakan „nasi pulut‟ dan bahan pewarna dari tumbuhan batang daun „tom‟ untuk warna biru tua dan „soga‟ untuk coklat. Kemudian berkembang
dengan teknik „batik tulis‟, menggunakan alat yang disebut „canthing‟ dengan menggunakan bahan lilin
(malam) atau wax yang jenisnya bermacam-macam. Hingga akhirnya menggunakan teknik cap yang terbuat
dari logam tembaga yang disebut „batik cap‟, sehingga semakin meningkat produksi kain batik sebagai industri massa, apalagi kemudian ditemukan bahan pewarna
kimia (naftol). Karya batik kini telah diakui secara internasional sebagai karya bangsa Indonesia.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 34 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Di daerah Jepara juga merupakan pelabuhan penting bagi masuknya pengaruh kebudayaan asing
seperti dari Campa, Cina, India dan Arab serta Negara Eropa Barat. Industri mebel kayu berkembang dan motif
ornamen yang dikembangkan yaitu dari motif yang ada di candi-candi, benda logam dan meniru gambar-gambar dari barang yang masuk ke Indonesia, seperti motif
suluran daun anggur Belanda, geometris Mesir, karpet Persia dan keramik Cina.
2.2 Kriya Sebagai Produk Sosial-Budaya
Kebutuhan dasar yang umumnya berupa makan-minum (pangan), sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal). Apabila sudah terpenuhinya kebutuhan dasar
tersebut (jasmani-material), lalu meningkat pada kebutuhan yang bersifat norma-rasa-batiniah, berupa
nilai-nilai tertentu, identitas dan kepribadian serta harga diri atau prestise (status-sosial-budaya) yang setiap saat berubah. Setiap saat pula manusia dihadapkan pada
suatu sikap untuk bisa memilih dan mengambil keputusan atau tindakan sebagai suatu reaksi terhadap
suatu kebutuhan dan keadaan aman dilingkungan yang lebih baik dari kehidupannya.
Manusia selalu bereaksi. Karena itulah, sebagai sesuatu hal yang menyebabkan manusia melangkah
untuk lebih maju dan berkembang. Tindakan untuk bereaksi juga merupakan tanggapan dari sesuatu hal akan kebutuhan, yang bisa saja timbul dari individu atau
kelompok masyarakat, baik sebagai makhluk biologis
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 35 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
maupun sebagai makhluk sosial-budaya. Bisa dengan reaksi intelektual (akal-ilmiah) atau emosional (rasa-
ekspresi) yang didorong oleh kemauan atau kehendak (karsa) untuk senantiasa berusaha memenuhi akan
kebutuhan dan memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui. Tindakan berupa kegiatan yang dimulai dari berfikir, merancang hingga mewujudkan benda-
benda bernilai, yang sebenarnya untuk memenuhi suatu kebutuhan adalah sebagai hasil dari olah cipta, olah akal, olah rasa dan karsa. Setiap orang tentu ada keinginan
untuk bisa mengungkapkan tentang perasaannya, gagasannya, tanggapannya, pendapatnya, sikap dan
pengalamannya sebagai naluri yang sebenarnya telah diwarisi secara turun-temurun.
Tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1974) adalah:
Pertama, sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya;
Kedua, sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan yang berpola dari manusia dalam masyarakat yang disebut sistem sosial;
Dan ketiga, sebagai benda-benda hasil karya manusia yang biasa disebut kebudayaan fisik.
Berupa hasil aktivitas manusia seperti benda-benda nyata atau kasat mata, dapat diraba, dan difoto, mulai benda bangunan besar dan kolosal, lalu
candi-candi serta patung atau arca-arca, pakaian, perhiasan, hingga benda yang kecil peralatan hidup sehari-hari, benda magis-spiritual, juga sampai
pada benda seni yang murni emosional.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 36 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Pandangan Koentjaraningrat tersebut dalam kenyataan hidup masyarakat sehari-hari tampak sulit
dibedakan satu dengan lainnya, karena bisa terjalin menjadi suatu rangkaian yang tidak terpisahkan. Adat-
istiadat kebiasaan dan kepercayaan serta agama turut pula mengatur atau memberi arah kepada perbuatan yang menghasilkan benda-benda fisik nyata sebagai
wujud dari konsep yang dianggap bernilai atau ideal. Kehadiran benda-benda tentu akan berakibat munculnya ide atau gagasan baru atau benda-benda yang baru pula,
demikian seterusnya dan bisa merupakan serangkaian sebab-akibat atau sebagai proses pembelajaran menuju
suatu yang lebih baik dan berkembang. Kemampuan dalam pembuatan produk kriya sudah
tampak dalam periode budaya agraris (agriculture), yang menunjukkan perkembangan peradaban. Perkembangan
yang secara umum diikuti oleh suatu peningkatan kebutuhan hidup yaitu seperti keperluan terhadap peralatan pertanian, peralatan dapur, pakaian dan
peralatan rumah-tangga lainnya, sehingga orang kemudian memproduksi beberapa produk seperti: pisau
atau parang, cangkul, cawan, periuk, tempayan, pakaian, perhiasan, kursi dan mebelair serta perabotan lainnya.
Salah satu cara yang paling penting dalam hubungan antara manusia secara sosial adalah melalui perantaraan benda-benda (produk). Budaya materi
merupakan istilah bagi kajian hubungan manusia-benda, kajian mengenai manfaat benda-benda atau objek-objek.
Dengan demikian budaya materi ini menjadi berguna, karena menunjukkan bahwa material dan budaya selalu
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 37 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
berkombinasi dalam hubungan-hubungan yang spesifik dan bahwa hubungan-hubungan ini dapat menjadi objek
studi wilayah artefak yang dikenal luas sebagai budaya materi yang mencakup: alat, peralatan, senjata, ornamen,
perkakas domestik, objek-objek relegi, barang-barang antik, artefak primitif, bahan-bahan tradisi, dan lain-lain.
Produk kekriyaan sebagai artefak merupakan salah satu produk budaya materi yang sangat penting dan merupakan salah satu sarana, yang melaluinya dapat
diperoleh satu hubungan dengan masa lalu. Semenjak produk kriya memainkan peran penting dalam kehidupan
sosial di masa lalu, misalnya keramik yang tahan waktu atau zaman, telah menjadi suatu sumber data yang bernilai untuk merekonstruksi kondisi sosial. Sehingga
jejak-jejak perubahan kebudayaan yang tercemin melalui pengalihan teknologi dan gaya keramik dalam suatu
masyarakat akan memberikan indikasi informasi yang bernilai tentang peristiwa yang terjadi di masa lalu.
Telaah melalui perubahan stifistik, morfologi dan teknologi akan mencerminkan bagaimana pengaruh dari pembuatan kriya (keramik, batu logam, kayu dan lainnya)
baik yang inovatif atau kreatif dalam masyarakat maupun akibat-akibat dari konteks sosial dan kultural. Oleh
karena itu studi perubahan melalui produk keramik atau produk logam, kayu, batu dan lainnya, melalui kajian terhadap sebab-akibat atau atas reaksi terhadap
perubahan tertentu dalam masyarakat pembuatnya akan memberikan informasi tersebut. Seperti juga produk karya seni murni dan arsitektur, objek-objek yang
dihasilkan secara industrial dapat dilihat sebagai
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 38 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
manifestasi perubahan dalam iklim mental dan sebagai kehendak sejarah. Karena dalam perencanaan (desain)
yang merupakan upaya secara sadar untuk mengadakan tatanan yang bermakna, sehingga bentuk dari artefak
manusia, melalui desainnya, dapat dipahami khususnya dalam konteks waktu.
Semua kebudayaan secara konstan berubah, tidak ada kebudayaan yang statis sepenuhnya. Bahkan dalam
semua sistem sosio-kultural juga selalu mengalami perubahan, walaupun tingkat dan bentuk perubahan berbeda-beda dari situasi satu ke situasi lainnya. Banyak
faktor yang mempengaruhi tingkat perubahan seperti: perubahan dalam lingkungan fisik, jumlah, penyebaran,
komposisi penduduk, kontak dan isolasi, nilai dan sikap, struktur sosial, kebutuhan yang dirasakan, adat-istiadat dan budaya. Sementara itu perubahan pada umumnya
akan mengikut sertakan modifikasi dalam lingkungan sosio-kultural atau lingkungan fisik. Lingkungan sosio-kultural lebih menunjuk pada orang, kebudayaan, dan
masyarakat, sedangkan lingkungan fisik menunjuk pada tata ekologi tertentu, baik alami maupun buatan manusia
(Koentjaraningrat: 1984, 90). Dalam studi perubahan produk kekriyaan, ada tiga
masalah teoritis yang perlu ditelaah dalam kaitannya dengan konteks sosial dan kultural adalah: rangsangan
terhadap perubahan, faktor internal dan eksternal dalam proses perubahan dan arah dalam proses inovasi. Proses perubahan sosial dan kultural menunjukkan berbagai
variasi seperti: penemuan, invensi dan difusi. Penemuan adalah suatu kegiatan untuk menjadikan sadar atas
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 39 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
sesuatu, terkadang yang telah ada sebelumnya tidak dirasakan dan disadari. Invensi adalah suatu kombinasi
baru dari objek-objek atau pengetahuan yang telah ada untuk membuat suatu produk baru atau merupakan
suatu sintesis dari bahan dan kondisi atau praktek yang ada sebelumnya. Dalam konteks seperti itu, invensi dapat diartikan sebagai "pembuatan". Perubahan yang berkaitan
dengan konteks sosio-kultural tersebut, kaum intelektual berperan sebagai pendahulu dalam pembentukan sistem pengetahuan masyarakat. Di samping itu terdapat
kelompok-kelompok pembawa budaya tertentu yang memiliki pengaruh besar dalam menentukan kontur
budaya konsumen sebagai konsekuensi kemampuannya di dalam mempengaruhi perkembangan fashion, gaya hidup, seni dan budaya.
Dalam pembentukan selera kesenian, massa disini
mempunyai peranan besar dan penting, sementara itu para investor dan pasar juga ikut berperan besar sebagai pembuat cita rasa massa dan pembentuk nilai-nilai
budaya bangsa. Secara luas dibangun oleh kaum intelektual yang mencakup: kriyawan, ahli, peneliti,
sarjana, dan seniman serta desainer sebagai sumber daya kreativitas. Daya kreativitas yang dimiliki kaum intelektual tersebut pada gilirannya akan melahirkan
berbagai inovasi baru. Istilah inovasi seringkali digunakan untuk
mencakup hasil penemuan dan invensi tersebut, hal ini tentu merupakan pikiran, perilaku atau sesuatu yang
baru, karena secara kualitatif berbeda dari bentuk semula. Sehingga inovasi secara longgar dipandang
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 40 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
sebagai adopsi terhadap suatu proses dan bentuk yang baru. Inovasi merupakan suatu ide atau konstelasi ide,
tetapi beberapa inovasi yang melalui sifatnya kadangkala hanya tinggal dalam organisasi mental, sementara yang
lain mungkin merupakan bentuk ekspresi yang tampak dan nyata.
Inovasi pada produk kriya tampak pada munculnya proses dan bentukan produk baru, suatu produk yang berkembang yang bersifat non-tradisional. Produksi
bentuk-bentuk non-tradisional ini didasarkan pada ide-ide dari luar yang tumbuh dari tuntutan konsumen yang
terus berubah. Untuk memahami perubahan produk kriya sebagai konsekuensi adopsi inovasi, maka telaah yang memusatkan analisis pada masyarakat, dengan
memperhatikan pertama kali pada dasar teknik produksi ekonomisnya adalah menjadi penting. Oleh karena dalam
lingkup demikian terjadinya perubahan akan dapat diamati dan dirumuskan tentang perubahan-perubahan seperti teknik proses bahan baku, teknik produksi,
mesin-mesin yang memproduksi, pakaian, perabotan, perumahan dan sebagainya, juga merupakan teknik-teknik, dengan melalui perubahan-perubahan tersebut
yang akan mempengaruhi masyarakat (Karl Mennhei, 1985: 119).
Di samping hal tersebut studi perubahan produk
kriya, ada tiga masalah teoritis yang perlu ditelaah dalam
kaitannya dengan konteks sosial dan kultural. Pertama adalah sebagai rangsangan terhadap perubahan, kedua adalah faktor internal dan eksternal dalam proses
perubahan, dan ketiga arah dalam proses inovasi.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 41 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Berkaitan dengan rangsangan perubahan tersebut, perlu juga memahami karakteristik dari kerajinan tangan (skill) itu sendiri.
Secara etnografis ada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi, mencakup berbagai aspek yang terintegrasi, yakni ekonomi internasional, pengenaan
ekonomi uang dalam komunikasi yang baik dan fasilitas transportasi. Juga suatu peningkatan dalam sektor wisata
nasional dan internasional, sampai minimnya atau mahalnya bahan bakar. Bahkan penebangan hutan dan emigrasi dari daerah pedesaan ke kota-kota dapat
berpengaruh. Tuntutan pasar dan pengembangan pasar wisata
merupakan dua kepentingan yang saling berkait dan berpengaruh pada sistem produk kekriyaan. Sementara
itu proses inovasi dan alasan mengapa kelompok tertentu dalam suatu masyarakat memilih untuk memperbaharui pandangan inovasi dalam masyarakat pertukangan atau
perajin mencakup dua hal: yakni dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Inovasi dari atas ke bawah terjadi
manakala pekerja senirupa ahli atau kriyawan yang kaya, atau paling tidak telah mapan dalam usaha perdagangannya terikat dalam inovasi. Proses inovasi dari
atas ke bawah melibatkan pengawasan negara sebagai suatu mekanisme dari atas ke bawah yang membimbing inovasi. Inovasi dari bawah ke atas melibatkan hal baru,
bentuk-bentuk berbeda yang menduduki sesuatu yang baru, yang tidak memanfaatkan celah-celah ekonomi
sebelumnya (unsur yang laku). Sementara itu proses inovasi dari bawah ke atas ini berasal dari sumber-
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 42 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
sumber di luar kontrol pengusaha atau negara. Evidensi inovasi dari bawah ke atas makin tampak dalam
gabungan dari "orang-orang biasa", dan mereka yang melibatkan dalam perubahan bisa mempertinggi jaminan
ekonomi mereka. Sedangkan arah inovasi yang berkaitan dengan suatu kombinasi antara ekonomi dan martabat (prestise), di satu sisi pembaharuan itu akan memperoleh
keuntungan secara ekonornis dan disisi lainnya akan mempersyaratkan pada kepedulian terhadap aspek-aspek
kultural yang ada. Benda-benda fisik yang mempunyai nilai fungsi
atau bermanfaat ganda, baik untuk perlengkapan hidup sehari-hari maupun untuk keperluan khusus misalnya
untuk tujuan keindahan atau dekoratif (pajangan) pada awalnya disebut sebagai benda-benda kriya. Produk kriya yang berasal dari daerah-daerah merupakan lambang
atau citra dan cita rasa dari masyarakat daerah tersebut. Kesesuaian produk dengan kepribadian masyarakat dilingkungannya, yang tentunya ada perbedaan sedikit
atau banyak dengan masyarakat daerah lainnya, karena adat kebiasaan atau kepercayaan-agama atau kompleks
sistem referensi yang bisa juga berbeda satu dengan yang lain. Semakin khusus dan khas gaya yang dimiliki benda atau produk kriya, maka semakin mudah dikenali dan
bisa mentradisi serta berkembang mencapai puncak mutu dan kejayaan dan akhirnya kemudian menjadi bersifat
klasik. Apalagi kini berkembang wacana dan perdebatan-perdebatan dikalangan praktisi dan akademisi, tentang berbagai hal tentang hasil karya kriya dan konsep
pengembangan pendidikan di perguruan tinggi seni.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 43 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Lalu bagaimanakah kelanjutan benda-benda (produk) kriya dengan wacana kekinian dengan wawasan
intelektual (ilmiah) sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern di era global ? Untuk menjawabnya tentu
diperlukan pemahaman dan wawasan tentang kekriyaan itu sendiri, terutama bagi para kriyawan muda, pengusaha, pelaku pasar, mahasiswa dan perajin untuk
dapat memberikan arah dalam pengembangan kriya masa depan. Apalagi kini berkembang wacana dan perdebatan dikalangan praktisi dan akademisi, tentang berbagai hal
tentang hasil produk kriya dan konsep pengembangannya serta pendidikan di perguruan tinggi seni.
Kekriyaan memiliki flesibilitas yang tinggi, bisa berupa kecendrungan-kecendrungan, bisa perpaduan
atau tergantung dari cara mendudukannya serta wawasan yang dipergunakan oleh seniman atau perajin
atau desainer. Pemahaman tentang kriya perlu diperjelas dan terarah, sehingga sesuai dengan kebutuhan yang makin berkembang dan kompleks seperti kondisi
masyarakat saat kini. Pengembangan seni menuju spesialisasi kriya, adalah wacana keilmuan yang khas.
Untuk bisa eksis secara mandiri, tentunya tidak berada dalam pengertian senirupa umum (awam) yang sepertinya tumpang- tindih (overlaping). Wawasan dan pengertian
yang jelas akan kekriyaan sangat dibutuhkan, untuk dapat menentukan sikap yang profesional bagi mereka
yang menekuni kekriyaan.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 44 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
2.3 Pemahaman Istilah Produk Kriya
Setengah abad istilah kekriyaan telah digunakan dalam dunia pendidikan Indonesia, namun demikian
sampai sekarang pengertian kriya masih saja menjadi perdebatan dikalangan akademisi dengan interprestasinya sendiri-sendiri. Kajian kekriyaan dilihat dari berbagai
pandangan dengan berbagai argumentasi yang berbeda, sehingga berimplikasi pada pemahaman peserta didik serta orientasi penciptaan produk kekriyaan yang
berbeda-beda pula.
Kurangnya referensi buku tentang kriya, juga menyulitkan untuk menentukan difinisi kriya yang dianggap akurat, disamping itu disebabkan oleh adanya
perkembangan produk kekriyaan yang begitu pesat, seiring dengan perkembangan IPTEKS itu sendiri.
Sementara cakupan produk kriya yang sangat luas dan adanya kegiatan yang terus-menerus dari para seniman, kriyawan, perajin dan pengusaha dalam membuat produk
kriya secara kreatif dan inovatif, sehingga agak sedikit menyulitkan untuk mendefinisikan kriya secara universal karena akan selalu bersinggungan dengan konsep nilai,
ada nilai seni, nilai desain dan nilai produk itu sendiri serta nilai yang lainnya.
Sungguh sangat ironis, bila masyarakat masih
merasa awam dan kurang akrab dengan istilah kriya,
secara umum dipahami oleh masyarakat adalah sebagai kerajinan. Seolah-olah masyarakat tidak mengenal seni
kriya, pada hal mereka sebenarnya sudah banyak bergelut dan berjuang dalam bidang tersebut. Mereka
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 45 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
tidak memahami bahwa apa yang mereka ciptakan dan menjadi mata pencahariannya adalah bidang kekriyaan.
Istilah kriya rupanya hanya dikenal oleh masyarakat akademik, yang mana di lingkungan akademik ini pun
masih selalu saja menjadi ajang perdebatan. Sudah sepantasnya penulis sebagai insan akademis untuk mendiskripsikan kriya dan mensosialisasikan pada
masyarakat luas, sehingga produk kekriyaan semakin dikenali dan menjadikan marak tumbuh dan kembangnya di masyarakat.
Kriya termasuk dalam lingkup dunia seni rupa.
Bisa sebagai bagian seni tersendiri, yang terpisah dari seni rupa murni. Jika sebelumnya dikenal ada istilah “seni kriya”, produk kriya ekspresi seni atau sebagai
bagian dari kegiatan “seni murni”, egoistis seniman lebih menonjol. Namun kemudian menjadi “kriya seni”, yang
pada hakekatnya sama saja. Lalu menjadi berkembang dan disebut dengan istilah tunggal yakni “kriya" saja, menghasilkan produk kekriyaan dengan penggunaan
beragam bahan dan fungsi. Kriya merupakan peng-Indonesia-an dari istilah
Inggris yakni Craft, yaitu kemahiran membuat produk atau barang atau benda yang bernilai “artistik” atau
“estetika seniman” (buatan seniman) dengan keterampilan tangan. Produk yang dihasilkan umumnya bersifat
eksklusif dan dibuat secara tunggal atau ganda, baik atas pesanan ataupun kegiatan kreatif individual.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 46 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Ciri dari karya kriya adalah produk yang memiliki nilai-nilai keadiluhungan, baik dalam segi estetik
(keindahan) maupun kegunaan atau fungsinya. Sedangkan karya kriya yang kemudian dibuat secara
massal (produksi) umumnya dikenal sebagai barang atau “produk kerajinan”. Gambaran tentang perkembangan produk kekriyaan masa kini, akan dijelaskan mulai dari
pemahaman tentang pengertian kriya, lalu tentang pengertian kerajinan yang diikuti hal-hal yang
mempengaruhi dalam pekerjaan seperti ergonomi, desain, teknik dan fungsi serta produk itu sendiri.
Kriya berasal dari kata: “Creat” bisa juga dari “Kria” atau “Kriya” atau “Kr” dari bahasa Sansekerta yg berarti
“kerja”, “Karya” (= produk), “Pakaryan” (bhs.Jawa), dan pembuatnya atau penciptanya atau pekerja atau
penganut (orang), disebut “Kriyawan” atau “Pengrajin” atau “Perajin” atau “Karyawan” atau “Undagi” (pencipta dengan kecakapan dan keterampilan teknik) atau “Empu”
(cerdik pandai atau ahli yang mumpuni) atau “Ahli Teknik Pertukangan” atau “Ahli Berseni”.
Untuk menguak pengertian kriya, sebenarnya
berasal dari rumpun senirupa pada umumnya. Dari
pengertian art (seni Barat), yang semula dari istilah techne (bahasa Yunani), yang berati kecakapan dalam mengolah
medium (kemampuan teknik) yang umumnya disebut craftsmanship, ide dan sensibilitas estetis. Kecakapan
„techne‟ tersebut dipadankan dalam bahasa Jawa Kuno yang diistalahkan dengan kata „kagunan‟, meliputi bidang seni tiga dimensional dan dua dimensional, seperti candi,
patung, pahat atau ukir, relief, arsitektur bangunan,
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 47 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
lukisan atau gambar, perhiasan atau aksesories, pakaian atau busana, perlengkapan rumah tangga dan mebelair,
termasuk seni pertunjukan.
Kemudian ada usaha dari berbagai pihak untuk memberikan makna baru di dunia Barat dan memisahkannya dalam artes liberalles (rumpun seni
murni), yang melahirkan „seni untuk seni‟ dan semangat avant garde serta seni modern sampai seni post-modern.
Dan artes servilles (rumpun seni terapan atau fungsional), berorientasi pada kebutuhan sosial-ekonomi-budaya dan
kebutuhan material yang bersifat fungsional. Selanjutnya produk kekriyaan dalam perkembangannya penuh dengan dinamika, sesuai perkembangan zaman dan
komunikasi yang bersifat global. Dalam bahasa Inggris, kata yang berhubungan
dengan makna „kriya‟ ditemukan dalam arti „handycraft‟ yaitu berarti pertukangan atau keprigelan atau
ketrampilan tangan. Disini keprigelan, menunjuk keahlian atau ketrampilan yang dapat menghasilkan benda (produk). Sedangkan kata „craftsman‟ berarti
tukang, ahli, juru, seniman, kriyawan, yang mempunyai keahlian tertentu sehingga dapat menghasilkan produk
kekriyaan, misalnya mebelair, peralatan rumah tangga, dekorasi interior dan eksterior, model-busana, lukisan, patung dan perhiasan atau aksesories lainnya. Disamping
itu ada juga „craftsmanship‟ berarti keahlian atau ketrampilan (John M. Echols dan Hasan Shadily 1993:
153,288).
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 48 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Pemahaman kriya secara konvensional adalah kriya sebagai produk kreativitas yang ditunjang dengan
kemampuan tangan manusia dan tumbuh dari lingkungan budaya tertentu yang bertumpu pada tradisi,
mempunyai sifat etnis, folkloris dan vernacular. Kriya selalu melibatkan unsur tempat asal, ketrampilan tangan yang tinggi, kreatifitas, tradisi dan lingkungan. Secara
tradisional kriya selalu disosialisasikan dengan daerah penghasil benda yang memproduksi.
2.4 Produk Kriya dengan Pendapat Para Ahli
Guru Besar dan akademisi ITB, Widagdo, menyebut kriya adalah sebagai bentuk budaya dari pra-industri yang masih eksis atau dapat hadir sampai pada masa
kini, meskipun dalam konteks yang berbeda. Sebagai produk budaya pra-industri, kriya diciptakan untuk
keperluan khusus, yang lebih banyak untuk keperluan seremonial yang sering disebut sebagai karya kriya “Adiluluhung”. Padananannya adalah pada jaman
renaesance adalah “High Culture”. Sedangkan karya yang dibuat untuk kebutuhan profan yang disebut dengan
“Mass Culture”. Benda-benda ini mempunyai tujuan pragmagtis dan mempunyai manfaat praktis.
(Widagdo,1999: 6.) Mantan Menteri Pariwisata RI, Joop Ave, secara
panjang lebar menjelaskan dan berpendapat bahwa kriya secara sederhana disamakan atau dianalogikan dengan kerajinan atau diterjemahkan sebagai “craft” atau
“Handicraft”. Menurutnya kriya memiliki pengertian lebih dari sekedar “Craft” yang berarti kerajinan tangan.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 49 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Meskipun memiliki kesamaan, namun kriya memiliki dimensi lain, yang sama dengan karya seni adiluhung
(bernilai luhur). Secara harfiah salah satu arti craft adalah ketrampilan manual (manual skill). Produksi craft memang memerlukan “craftsmanship” yaitu keahlian khusus tidak sekedar tenaga, dalam arti “labor” atau
“workmanship” untuk membedakan dengan kerajinan rakyat. Kriya dan kerajinan walaupun kelihatannya
hampir sama, tetapi apabila dicermati lebih dalam sangat berbeda. Kerajinan dibuat dengan ketrampilan tertentu, tetapi lebih cenderung membutuhkan “workmanship”,
yaitu ketrampilan yang terbentuk karena terbiasa dan dimiliki oleh hampir seluruh masyarakat disuatu daerah
tertentu. Sedangkan kekriyaan lebih membutuhkan “craftsmanship” (meskipun tentu saja tidak mungkin tidak
membutuhkan “workmanship”) yang dimiliki hanya oleh orang-orang tertentu yang dianggap ahli.
Tadahiro Baba, salah satu pakar kriya modern asal Jepang mengatakan bahwa, esensi kriya adalah barang
hasil ciptaan dari kebudayaan sehari-hari (dialy culture) berbasis tradisi, historis, kepercayaan nilai-nilai dan iklim lokal. Keberadaan barang kriya akan tetap langgeng di
tengah masyarakat, apabila benda tersebut digunakan dan berfungsi dalam kehidupan sehari-hari dengan
strategi pengembangan produk yang meliputi aspek-aspek kebaharuan fungsi, originalitas bentuk dan ketetapan dalam pemilihan material. Pada dasarnya kriya dapat
dikategorikan menjadi tiga yaitu:
1. Kriya tradisional yang dapat dikategorikan sebagai “Heritage” atau benda-benda peninggalan yang terkait
dengan budaya suatu daerah tertentu, sangat terkait
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 50 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dengan sejarah dan kehidupan masa lampau, terutama kehidupan para bangsawan, benda-benda
yang terkait dengan tradisi, upacara ritual maupun seremonial.
2. Kriya baru yang berbasis tradisi yaitu produk-produk yang dihasilkan dan dipakai saat ini, yaitu kriya sebagai bagian dari kehidupan masa kini yang masih
mengakar pada tradisi, sebagai bagian dari suatu “living culture”.
3. Kriya kontemporer yaitu kriya yang diproduksi berbasiskan bentuk dan gaya tanpa harus terikat dengan tradisi masyarakat. Kriya sebagai ekspresi
kriyawan untuk memenuhi kepuasan jiwanya.
Tjetjep Rohendi Rohidi, berpendapat bahwa kriya
secara umum dipahami sebagai suatu karya yang dikerjakan dengan menggunakan alat-alat sederhana, mengandalkan kecekatan tangan, dengan dasar industri
rumah tangga, dan secara fungsional memiliki kegunaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kepentingan ekonomi. Karya kriya sangat kental merefleksikan
lingkungan budaya dan geografis tempat karya itu diciptakan. Dalam karya kriya tercermin pula nilai-nilai
estetika, etika, dan logika di samping nilai craftsmanship. Seni kriya eksplorasinya lebih dititik beratkan pada pencarian nilai-nilai masa lalu, originalitas etnis dan
kemurnian, bernilai khusus dan tidak mencitrakan pengembangan kearah produktifitas, dibuat dengan
kualitas yang dapat diandalkan. Budayawan, Edi Sedyawati, yang juga mengulas
kriya mengatakan, bahwa kata “kriya” yang digunakan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 51 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dalam bahasa Indonesia berasal dari kata sansekerta Kriya(F), yang juga diambil alih ke dalam bahasa Jawa
Kuna yang artinya “Pekerjaan, tindakan khususnya pekerjaan yang berkenaan dengan upacara keagamaan”.
Dalam kitab agama Hindu disebutkan, bahwa ada empat konsep yang harus dipahami yang terdiri dari Jnana,
Yoga, Carya, dan Kriya. Jnana menjelaskan konsep-konsep tentang kebenaran keagamaan, Yoga menjelaskan
tentang metode tindakan fisik dan mental untuk menyatukan diri dengan kebenaran tertinggi, Carya menjelaskan tentang prilaku baik dalam kehidupan
sehari-hari, dan Kriya menjelaskan tentang teknik-teknik pembuatan benda-benda sarana peribadatan seperti
candi-candi dan arca-arca dewata. Dengan demikian seni yang dilahirkan lewat jalur kriya bukanlah karya seni
yang dapat memiliki kebebasan individu melainkan diarahkan pada konsep kebenaran.
Akademisi Senirupa ITB, Yan-Yan Sunarya, mendefinisikan kriya lebih jauh, Ia menjelaskan bahwa kriya sebagai „produk‟ yang dihasilkan dalam suatu
proses kegiatan dengan atau tanpa bantuan mesin, bernilai estetik, keunikan, keakraban, kegunaan dan
dapat bukan sekedar hasil ketrampilan dan bakat yang dimiliki semata, tetapi merupakan „produk‟ yang sarat pengetahuan, teknologi dan seni. Tidak semua karya yang
dibuat dengan ketrampilan tangan dapat disebut kriya. Dalam pemaknaan kriya terdapat batasan-batasan yang
dijadikan patokan untuk menyatakan karya tersebut karya kriya. Batasan tersebut adalah wilayah seni dan desain yang merupakan unsur utama dalam penciptaan
karya kriya. Perpaduan antara unsur seni dan desain
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 52 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
ditambah dengan keahlian khusus (teknis) menyebabkan kriya mempunyai nilai lebih.
Ada pendapat lain, yang mengatakan bahwa istilah
‟kriya‟ sebenarnya digali dari khasanah budaya Indonesia, tepatnya dari budaya Jawa Inggil atau tinggi, suatu budaya yang berkembang di dalam lingkup istana pada
sistem kerajaan. Denis Lombard dalam bukunya berjudul “Nusa Jawa: Silang budaya”, Ia menyatakan bahwa
„istilah kriya yang diambil dari kryan menunjukkan pada hierarki strata pada masa kerajaan Majapahit adalah
sebagai berikut; “Pertama-tama terdapat para mantri, atau pejabat tinggi serta para arya atau kaum bangsawan, lalu para kryan yang berstatus kesatriya dan para wali atau
perwira, yang tampaknya juga merupakan semacam golongan bangsawan rendah” (Denis Lombard dalam
Gustami, 2002).
Dalam bahasa Jawa ada disebut “Pakaryan”, adalah
merupakan suatu “pekerjaan” yang pada umumnya hasil dari pekerjaan itu sering disebut sebagai “karya”. Orang
Jawa sering menyebut sesuatu produk hasil dari kehalusan jiwa manusia yang indah-indah dengan istilah “kagunan”, sebagai sesuatu yang bermanfaat atau
berguna. Ada pula yang berpendapat bahwa kata „kriya‟ atau „kria‟ berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti
“kerja”. Juga sering disebut dengan “kerawitan” atau “ngrawit”, umumnya produk yang dihasilkan tersebut
memang mempunyai tekanan „jlimet‟ atau „remitan‟ atau „halus‟ dan „rumit‟ dalam pengerjaannya, sebagai hasil
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 53 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dari ketrampilan tangan atau „ke-prigel-an‟ (Inggris: handicraft).
Akademisi dan kritikus Dr. Sudjoko, mengatakan
bahwa banyak orang makin tersesat apabila tidak berani menyebut kriyawan adalah seorang kreator atau penggubah, sebab menurut asal kata „creat‟ sama dengan
„kria‟ atau „kr‟‟ yang sama-sama berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya „kerja‟ (Sudjoko, 1983).
Sementara itu menurut Prof. Dr. I Made Bandem,
kata “kriya” dalam bahasa indonesia berarti pekerjaan (ketrampilan tangan). Di dalam bahasa Inggris disebut craft berarti juga energi atau kekuatan. Pada
kenyataannya bahwa seni kriya sering dimaksudkan sebagai karya yang dihasilkan karena skill atau
ketrampilan seseorang”. Seni kriya merupakan cabang seni yang menekankan pada ketrampilan tangan yang tinggi dalam proses pengerjaannya. Kemudian istilah ini
diartikan sebagai keterampilan dan dikaitkan dengan sebuah prosesi tertentu seperti yang terlihat dalam
craftsworker (pengrajin). Pada kenyataannya bahwa seni kriya sering dimaksud sebagai karya yang dihasilkan karena skill atau ketrampilan seseorang. Diketahui bahwa
semua kerja dan ekspresi seni itu membutuhkan ketrampilan.
Dalam tradisi Jawa dikenal sebutan kagunan.
Dijelaskan dalam kamus Bausastra Jawa definisi kagunan (kegunan) adalah kepinteran atau yeyasan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 54 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
ingkang adipeni atau Wudaring pambudi nganakake kaendahan gegambaran, kidung, ngukir-ukir. Penjelasan
itu menunjukkan posisi dan pentingnya ketrampilan dalam membuat benda sehari-hari, karena itu apabila
karya seni dalam penciptaannya tidak didasari dengan kepekaan dan ketrampilan yang baik, maka karya tersebut tidak bisa dinikmati sebagai karya seni.
(Bandem,2002).
Seni kriya oleh Prof. Dr. Timbul Haryono, yang mensinyalir berasal dari kata “Kr” (bhs. Sanskerta) yang
berarti „mengerjakan‟, dari akar kata tersebut kemudian menjadi „karya, kriya dan kerja‟. Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan benda
atau obyek yang bernilai seni (Timbul Haryono: 2002).
Dalam pergulatan mengenai asal muasal kriya,
mengungkapkan bahwa “perkataan kriya memang belum lama dipakai dalam bahasa Indonesia; perkataan kriya
itu berasal dari bahasa Sansekerta yang dalam kamus Wojowasito diberi arti sebagai pekerjaan, perbuatan, dan dari kamus Winter diartikan sebagai „demel‟‟ atau
membuat (Soedarso, dalam Asmudjo, 2000).
Prof. Dr. Seodarso Sp., menjelaskan bahwa seni kriya adalah cabang seni rupa yang sangat memerlukan kekriyaan (craftsmanship) yang tinggi seperti misalnya
ukir kayu, seni keramik, anyam-anyaman, patung dan sebagainya. Cabang seni ini merupakan penghasil seni
terapan yang kecil-kecil yang pembuatannya memerlukan keahlian yang tinggi, sehingga hampir-hampir si seniman
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 55 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
tidak sempat menyisihkan perhatiannya untuk berekpresi.
Sesungguhnya dahulu ”semua seni adalah seni
kriya”, tetapi dalam perkembangan zaman cabang-cabang seni yang lebih ekspresif, yang murni estetik dan kurang mementingkan kekriyaan memisahkan diri. Namun dalam
perkembangannya, selanjutnya produk kriya ada yang menjadi kriya ekspresi seni (fine arts) dan kriya seni
terapan (produk fungsional) serta karena adanya desakan dari kemajuan kriya dan adanya industri kreatif dewasa ini keluar melampui batasan tersebut atau sulit
membedakannya, disebut menjadi kriya kontemporer. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kriya
diartikan sebagai „pekerjaan tangan‟. Demikian juga dalam Kamus Bahasa Kawi-Indonesia, kriya diartikan
sebagai „pekerjaan‟ atau „perbuatan‟ (Wojowasito, 1994). Dan orang yang membuat benda-benda kriya disebut sebagai „kriyawan‟ atau „karyawan‟, namun ada sedikit
perbedaannya dari kedua sebutan itu. Pada kriyawan lebih tertuju kepada konseptor pelaksana dari
penciptaan, sedangkan karyawan adalah sebagai pekerja yang memproduksi.
Tampaknya di Indonesia masih saja belum memasyarakat dalam penggunaan kata „kriya‟.
Dibandingkan dengan kata „kerajinan‟, dikarenakan ada penonjolan pada hal-hal yang bersifat kerja (individual), yang rajin dan telaten. Demikian pula pada instansi
pemerintah ada cenderung menyebut benda-benda hasil kerajinan untuk sebutan benda-benda kriya. Dari uraian
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 56 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
tersebut dapat ditarik satu kata kunci yang dapat menjelaskan pengertian kriya adalah: kerja, pekerjaan,
perbuatan, membuat benda, yang dalam hal ini bisa juga diartikan sebagai „penciptaan produk‟, khususnya karya
fungsional atau seni terapan yang didukung oleh ketrampilan (skill) yang tinggi, atau dengan metode teknik reproduksi untuk membuat benda secara massal.
Melalui tradisi besar di Jawa, telah melahirkan
istilah kriya untuk menyebut hasil seni yang diciptakan. Senimannya disebut “Abdi Dalem Kriya”, yang dewasa ini lebih dikenal dengan sebutan “kriyawan”, dimana para
kriyawan melakukan pekerjaannya dikukuhkan dengan sebutan “Kriyan”. Suatu nama yang dapat ditemukan di
daerah Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Jepara, dan daerah Jawa lainnya (Gustami,1991,2).
Menyimak pendapat Prof. SP. Gustami yang menguraikan bahwa; seni kriya merupakan warisan seni budaya yang adiluhung, yang pada zaman kerajaan di
Jawa mendapat tempat lebih tinggi dari kerajinan. Seni kriya ini mulanya dikonsumsi oleh kalangan bangsawan
dan masyarakat elit. Sedangkan yang disebut kerajinan didukung oleh masyarakat umum atau kawula alit, yakni
masyarakat yang hidup di luar tembok keraton. Seni kriya dipandang sebagai seni yang unik dan berkualitas tinggi karena didukung oleh craftmanship yang juga tinggi. Lain
dengan kerajinan dianggap atau dipandang kasar dan terkesan tidak tuntas. Hal ini bisa dibedakan pada
pembuatan keris dengan pisau, baik dalam proses, bahan, atau kemampuan si pembuatnya. Lebih lanjut Gustami menjelaskan perbedaan antara kriya dan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 57 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
kerajinan dapat disimak pada keprofesiannya, dimana kriya dimasa lalu yang berada dalam lingkungan istana
untuk pembuatnya diberikan gelar Empu, yang dalam perwujudannya produknya sangat mementingkan nilai
estetika dan kualitas skill. Sementara kerajinan yang tumbuh di luar lingkungan istana, si-pembuatnya disebut dengan Pandhe (tukang). Perwujudan benda produk
kerajinan hanya mengutamakan fungsi dan kegunaan (kagunan) yang diperuntukkan untuk mendukung
kebutuhan praktis bagi masyarakat atau rakyat (Gustami, 2002).
Pengulangan-pengulangan dan minimnya akan
pemikiran seni (art) ataupun estetika adalah satu ciri
penanda benda kerajinan. Pemisahan yang berdasarkan strata atau kedudukan tersebut mencerminkan posisi dan
eksistensi seni kriya di masa lalu di Jawa. Seni kriya bukanlah karya yang dibuat dengan intensitas rajin semata, di dalamnya juga bisa terkandung nilai-nilai
keindahan (estetika) dan juga kualitas skill yang tinggi. Sedangkan kerajinan tumbuh atas desakan kebutuhan
praktis dengan mempergunakan bahan yang tersedia dan berdasarkan pengalaman kerja yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari.
Kembali ditegaskan oleh Gustami, bahwa seni kriya
adalah karya seni yang unik dan punya karakteristik di dalamnya terkandung muatan-muatan nilai estetik, simbolik, filosofis dan sekaligus bisa fungsional, oleh
karena itu dalam proses perwujudannya harus pula didukung craftmenship yang tinggi, yang berakibat
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 58 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
kehadiran dari seni kriya digolongkan dalam kelompok seni adiluhung (Gustami, 1992:71).
Dari beberapa pendapat yang telah dibahas
sebelumnya, menjelaskan bahwa wujud awal seni kriya lebih banyak ditujukan sebagai seni pakai (terapan). Praktek seni kriya pada awal-mula bertujuan untuk
membuat barang-barang fungsional, baik ditujukan untuk kepentingan keagamaan (religius) atau kebutuhan
praktis dalam kehidupan manusia seperti adanya perkakas rumah tangga. Contohnya dapat disaksikan pada artefak-artefak berupa kapak dan perkakas pada
jaman batu serta peninggalan-peninggalan dari bahan perunggu pada jaman logam berupa nekara, moko, candrasa, kapak, bejana dari logam dan tanah liat, hingga produk perhiasan seperti gelang, kalung dan cincin. Benda-benda tersebut dipakai sebagai perhiasan,
pakaian, perlengkapan prosesi upacara ritual adat (suku) serta kegiatan ritual yang bersifat kepercayaan untuk
penghormatan terhadap arwah nenek-moyang. A.S.Hombay, menyatakan bahwa Kriya juga
disebut seni terapan (applied art) yaitu seni terap yang dibuat dengan teknik ketrampilan yang tinggi untuk
mencapai ciri-ciri dekoratif (A.S.Hombay,1963:144). Sedangkan wujud dari kriya dapat dikategorikan kedalam berbagai bidang, tergantung dari cara pengelompokannya.
Pengelompokan berasarkan bahan yang digunakan, misal terdiri dari kriya bambu, kriya kayu, kriya perak, kriya keramik atau tanah liat, kriya batik, dan sebagainya.
Dilihat dari teknik pembuatannya, maka kriya bisa dibedakan menjadi: kriya ukir atau pahat, kriya logam,
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 59 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
kriya anyam, dan lain-lain. Disamping itu, dikenal juga sebutan kriya modern dan kriya tradisional.
Arkeolog (UGM), Atmosudiro, dkk, memerinci
bahwa seni kriya adalah semua hasil karya manusia yang memerlukan keahlian khusus yang berkaitan dengan tangan, sehingga kriya sering disebut kerajinan tangan.
Seni kriya dihasilkan melalui keahlian manusia dalam mengolah bahan mentah, menjadi produk dan ruang lingkupnya dapat ditelusuri melalui bahan yang
dipergunakan tersebut, diantaranya batu, tanah liat, kayu, logam, benang, tulang, cangkang kerang, kulit,
kaca, dedaunan, buah kering, plastik, serat, dll. Seni kriya juga dapat dikelompokkan menurut tujuan penciptaannya dan kegunaannya menjadi fungsi praktis,
estetis, simbolis dan religius (Atmosudiro, 2001: 107-110)
Dalam buku ‟Tinjauan Kriya Indonesia‟ dijelaskan secara panjang lebar oleh Sugeng Toukio M, sebagai berikut: Kria (Jw = Kriya; Bausastra Jawa-Indonesia)
adalah pekerjaan tangan; seperti pandai besi, dalam bahasa Kawi, kriya juga berarti pekerjaan, perbuatan,
upacara. Kria; secara umum menunjukan suatu kegiatan atau aktifitas manusia berkaitan dengan peyasaan
bebarang. Dari pengertian di atas dapat dirangkum pengertian kriya sebagai berikut: Merupakan hasil dari kegiatan manusia yang
berkaitan peyasaan bebarang (kebutuhan produk) untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Suatu kegiatan yang melibatkan kemahiran dalam memadukan pemakaian bahan dan alat menjadi bebarang meguna (produk berguna / fungsional).
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 60 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Suatu kegiatan yang mencerminkan kegiatan, ketrampilan, daya nalar untuk menghasilkan
kekayaan yang manusiawi, meguna dan memiliki nilai keindahan sepadan dengan norma yang
berlaku. Merupakan pekerjaan yang bertautan dengan
ketrampilan tangan dan bersifat keutasan (utas =
tukang, juru, ahli) dalam menghasilkan karya yang meguna (fungsional).
Seni kriya sebagai salah satu cabang seni rupa yang
memiliki akar budaya yang panjang dalam sejarah kebudayaan Indonesia, dimasa lampau hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kini dengan kemajuan
ilmu, teknologi, seni dan sosial-ekonomi, antara lain adalah sebagai komoditas perdagangan dan pemenuhan
kebutuhan ekspresi, kini telah terjadi perubahan yang sangat kompleks.
Peranan seni kriya pun kini menjadi semakin berkembang, tidak saja sebagai komponen dalam hal kepercayaan keagamaan, namun juga telah menjadi
konsumsi golongan elit tertentu, para pengusaha, pejabat publik yaitu sebagai penanda status sosial. Kondisi
tersebut menjadikan kriya sebagai seni yang bersifat elitis karena menduduki posisi terhormat pada masa kini. Hampir tidak berbeda dengan kerajinan, yang cenderung
tumbuh dari kalangan masyarakat biasa atau golongan rakyat jelata, menjadi semacam inspirasi yang mencitrakan kedekatan individu, apalagi sebagai publik figur, untuk tujuan politis, sosial, ekonomis tertentu atau sebagai bentuk kemapanan ekonomi yang menandai status
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 61 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
seseorang. Artinya, tingkatan ekonomi yang dimiliki seseorang dapat membedakan posisi mereka dari orang
lain dengan koleksi produk kriya. Yang secara sederhana kekuasan ditentukan oleh kemampuan ekonomi idividu.
Dalam sistem masyarakat modern kondisi ini telah berubah, kaum elit yang sekarang digantikan kalangan konglomerat (pemilik modal). Kondisi ini membawa
dampak bagi posisi kriya, menjadikan kriya tidak lagi menjadi seni yang bersifat spesial karena posisi terhormatnya di masa lalu dan kini sudah terancam tidak
eksis lagi, kriya seni kini menjadi sebuah artefak warisan dari masa lalu. Terlebih lagi dalam industri dan budaya
seperti sekarang ini, kedudukan kriya seni, kini telah bergeser sebagai produk kriya obyek pasar, yang diproduksi secara massal dan diperjualbelikan demi
kepentingan kegiatan ekonomi. Kriya kini mengalami desakralisasi dari posisi yang terhormat di masa lalu, yang
adiluhung merupakan artefak yang tetap dihormati namun sekaligus juga direduksi dan diproduksi secara terus-menerus, karena banyak orang membutuhkannya baik
untuk perlengkapan rumah tangga, menghiasi setiap rumah tinggal, hotel, kantor, tempat publik yang
menyiratkan kemajuan dan apresiasi yang juga telah berkembang melengkapi kegiatan arsitektur interior dan eksterior serta rumah mode.
Kehadiran produk kriya pada jenjang pendidikan
tinggi adalah sebuah upaya untuk mengangkat harkat
kekriyaan dari hanya sebagai artefak, dan untuk menjadikannya sebagai kegiatan seni murni atau seni
terapan, yang memiliki nilai tertentu (sebagai pilihan atau alternatif), berwawasan ilmu seni-budaya dan sosial-
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 62 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
ekonomis, sehingga bisa eksis dan terhormat sekaligus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman.
Inilah tugas berat insan akademis, sebagai agen perubahan, dan kampus bukan lagi sebagai ”menara
gading” bagi masyarakatnya. Sejalan dengan perkembangan jaman, konsep
kekriyaan pun terus berkembang. Perubahan senantiasa menyertai setiap gerak laju praktek pembuatan produk kriya, khususnya di kalangan akademis yang mengalami
pergeseran orientasi penciptaan dalam senirupa.
Beberapa sumber menyebut konsep kriya memiliki pengertian yang mirip dengan „craft‟, istilah tersebut dipergunakan dalam menyebut suatu cabang seni yang
mengutamakan ketrampilan dibanding dengan ekspresi (Feldman, Edmund Burk, 1967). Kriya juga dipandang
sebagai seni terapan (applied art) yang dibuat dengan teknik ketrampilan tinggi untuk mencapai suatu ciri-ciri dekoratif (A.S. Homby, 1963). Dalam bahasa Inggris makna
kriya ditemukan dalam pengertian “handicraft” yang berarti pertukangan atau ketrampilan tangan atau
keprigelan. Sedangkan kata „craft‟ itu sendiri berarti suatu keahlian atau ketrampilan yang menghasilkan benda atau
produk. Untuk kata „craftsman‟ yang berarti tukang, ahli, juru, seniman yang memiliki ketrampilan teknik, yang menunjuk kepada seseorang yang dapat menghasilkan
benda-benda kriya. Disamping itu ada juga disebut sebagai „craftsmanship‟ yang berarti keahlian atau ketrampilan
(John M. Echolss dan Hassan S, 1993).
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 63 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Dalam buku Word Book Multimedia Encyclopedia,
pendapat tentang „craft‟ adalah sebagai benda kriya yang
diciptakan untuk keperluan dekorasi, atau sebagai sarana ungkapan imajinasi pembuat atau ekspresi seni (Lois
Moren, 1977). Pada “kriya” atau “kria” yang berasal dari kata “creat” ini, dalam bahasa Sansekertanya berarti “kerja” dan bahasa Jawanya disebut “pakaryan” serta
masyarakat pada umumnya menyebut sebagai “kerajinan”. Jika diurai dari akar keilmuannya, masih terus terjadi
perdebatan dikalangan praktisi maupun akademisi bidang seni rupa. Bidang kekriyaan atau kerajinan ini menjadi
ajang perebutan, antara masuk disiplin ilmu seni murni atau ilmu desain sehingga muncul istilah “kriya seni”, “kriya desain” atau “seni kriya” dan “desain kriya”. Karena
kriya memiliki fleksibilitas yang tinggi, bisa berupa kecendrerungan-kecenderungan, berada ditengah-tengah
dan tergantung dari kedudukan dan wawasan yang dipergunakan, yang bisa berada di wilayah atau kubu dari seni murni atau seni pakai atau seni produk (seni terapan
desain). Seni kriya adalah semua hasil karya manusia yang
memerrlukan keahlian khusus yang berkaitan dengan tangan, sehingga seni kriya disebut juga kerajinan
tangan. Seni kriya dihasilkan melalui keahlian manusia dalam mengolah bahan mentah hingga menjadi produk hasil ketrampilan tangan, menjadi artefak yang ruang
lingkup penelusurannya melalui jenis bahan yang dipergunakan, seperti batu, tanah liat, tulang, logam, cangkang kerang, kulit, kayu, benang, kaca dan lain
sebagainya. Dan kriya juga dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan pembuatan atau penciptaan dan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 64 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
kegunaannya, apakah untuk estetis, praktis, simbolis atau religious (Atmosudiro,ed.,2001:107-110).
Benda-benda hasil kerja perajin yang selama ini
biasa disebut hasil kerajinan, sesungguhnya adalah juga benda-benda kriya. Beberapa sumber menyebutkan konsep kriya memiliki arti yang sama dengan craft. Istilah
tersebut dipergunakan untuk menyebutkan suatu cabang seni yang mengutamakan keterampilan tangan dibanding
ekspresi (Edmun Burk Fledman, 1967: 144). Kerajinan memiliki ciri khas sebagai pekerjaan tangan (handicraft) yang termasuk kriya (craft). Menurut pendapat Feldman
Burk Feldman, kerajinan tangan memiki ciri-ciri antara lain bahwa:
1) Suatu objek buatan tangan, biasanya direncanakan dan dikerjakan oleh orang yang sama. Hal ini biasa dilakukan oleh perajin-seniman, akan tetapi banyak
desa kerajinan dengan ekonomi pra-industri, pembagian kerja terjadi, sehingga seniman mungkin
menggerakan desain yang diciptakan oleh orang lain dan tenaga kerja anggota keluarga melaksanakan dengan sedikit pengulangan.
2) Perajin tidak hanya melaksanakan sendiri seluruh karya, tetapi juga menambah dan mengatur (menyempurnakan) desainnya menurut kebutuhan
nasabah atau pelanggannya. Oleh karena itu karaktetistik kerajinan tangan mencakup tanggung
jawab yang utuh terhadap penciptaan objek dan penyesuaian desain dan pelaksanaan bagi kebutuhan individu patron.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 65 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
3) Keunikan objek kerajinan tangan mungkin didasarkan pada keistimewaan teknik perajin atau
keinginan tertentu dari patron. 4) Sisi lain kerajinan dalam budaya pra-industri adalah,
secara paradoksal, kesamaan relatiffnya, dalam artian bahwa variasi dalam detail terjadi karena duplikasi secara absolut tidak mungkin pada barang buatan
tangan, walaupun demikian secara umum terdapat sedikit perubahan dari apa yang dilakukan oleh perajin terhadap produk yang dihasilkan. Faktor
internal secara pasti mempengaruhi perubahan produk, seperti misalnva pertumbuhan penduduk
bertindak sebagai pendorong ekonomi yang kuat, sama pentingnya dengan individu-individu inovatif yang membuka hubungan sosial yang tegas oleh
hubungan patron-klien.
Melalui tradisi kecil di Jawa, telah lahir pula istilah “Kerajinan” sebagai sebutan hasil karya yang diciptakan para “perajin”. Adapun tempat dimana mereka melakukan
kegiatannya disebut “Desa Kerajinan”, oleh karenanya istilah ini menjadi lebih memasyarakat dan banyak dipergunakan oleh instansi pemerintah.
Dalam buku Word Book Multimedia Encyclopedia,
pendapat tentang „craft‟ adalah sebagai benda kriya yang diciptakan untuk keperluan dekorasi, atau sebagai sarana
ungkapan imajinasi pembuat atau ekspresi seni (Lois Moren, 1977).
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 66 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Kriya memang tidak dapat dipisahkan dengan seni karena dalam produk kekriyaan ada terkadung muatan
seni. Arti seni masih banyak yang memperbincangkannya, karena seni berkembang terus, masa kini kesepakatan
hanya bersifat temporer dan kondisioner, semuanya tidak ada yang permanen. Seni bagaikan sesuatu yang misterius. Entah sudah berapa kali seni didefinisikan
orang, tetapi sampai sekarang pandangan terhadapnya tidak pernah tuntas dan jelas. Masih saja terdapat perbedaan pendapat, tidak hanya diantara mereka yang
baru saja menggeluti di dunia ini, tetapi sering kali justru diantara para pakarnya. Seni, juga seni kriya memang
banyak ragamnya, yang satu dengan yang lain tidak selalu saling berdekatan, bahkan banyak juga yang berjauhan.
Soedarso Sp, Guru Besar ini, memaparkan betapa
rumitnya pemahaman terhadap seni, sehingga dibutuhkan
pengetahuan yang holostik untuk menjangkaunya. Dengan demikian, akan dapat secara proposional memandang
terhadap kehadiran seni lain dari yang biasanya digeluti (Soedarso,Sp,1998). Ia dalam bukunya yang berjudul
Seni Kekriyaan Pada Pura Jagatnatha Jembrana-Negara
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 67 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
„Triologi Seni‟, menjelaskan bahwa pada awalnya tidak ada istilah “Seni” maupun “Kriya” dan tidak pula ada
pembagian atau perbedaan antara kedua istilah tersebut sebagaimana diartikannya sekarang. Kedua terminologi
tersebut menjadi satu di bawah nama ”kegunan”, “ kerawitan” atau bahkan “kebudayaan adi luhung”.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa “ Kriya” adalah pekerjaan atau
kerajinan tangan. Jadi “kriya atau “craft” atau “handicraft” adalah suatu yang dibuat dengan tangan, dengan
kekriyaan yang tinggi, umumnya dibuat dengan sangat dekoratif atau secara visual sangat indah dan sering kali sebagai barang guna, didalam pembuatannya dapat
menggunakan alat sepanjang si pembuat sepenuhnya dapat menguasai alat tersebut. Sesuai dengan namanya seni kriya, dibuat dengan rapi atau halus, dengan
kekriyaan atau crafmanship yang tinggi dan dengan mengindahkan tatacara teknis yang benar, yakni
penentuan bahan, dan teknik kerja yang sesuai dengan bentuk yang akan dicapai.
Seni kriya memiliki tendensi sebagai barang guna atau applied art karena seni kriya bermula dari
pembuatan benda-benda yang diciptakan manusia untuk menyandang fungsi guna dalam kehidupan sehari-hari, juga berorientasi pada keindahan atau memiliki fungsi
dekoratif.
Di masa yang lalu, khususnya di Indonesia, “Seni” maupun “kriya” tidak pernah dipersoalkan sebagai sebuah termologi dalam kebudayaan, juga tidak ada
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 68 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
pembagian atau perbedaan antara kedua istilah itu sebagaimana artikulasinya sekarang. Keduanya masih
menjadi satu di bawah nama “kegunan”, “kerawitan” atas kebudayaan “adiluhung”, dan yang dimaksud dengan
istilah itu antara lain adalah patanggaring atau boman (penyekat ruang dari kayu berukir), wayang kulit, topeng,
batik tulis, lukisan, tarian dengan gambelan pengiringnya.
Ditinjau dari ide penciptaan, awalnya secara garis besar antara kriya dan seni memang sedikit berbeda.
Kriya selalu dibuat dengan tujuan pragmatis, membuat benda yang mempunyai manfaat praktis dan psikologis tertentu. Pada kriya memang craftsmanship adalah
segala-galanya. Sedangkan seni diciptakan karena keinginan mengekspresikan ide dan tujuan yang ideal,
non praktis, trasenden, dan subjektif. Seni ini timbul dari pengalaman yang subjektif manusia (Gustami, 2002: 17).
Adapun istilah “Kriya Seni” semula timbul dalam rapat konsorsium seni untuk mewadahi karya-karya
dengan nilai artistik yang tinggi dan dipakai untuk membedakan dengan kriya dalam arti “Seni Kerajinan” dan “ Desain Kriya” yang akan dimassa-produksikan dan
menitik beratkan teknik pembuatan serta kegunaan. Kriya seni terlahir sebagai dampak dari keinginan kriyawan akademik untuk ‟menyertakan ekspresi‟ yang
kental pada karya-karyanya. Akhirnya, sebagaimana kondisi kriya dan seni di awal mula, kriya seni berbatasan
dengan seni murni sangat tipis yaitu hanya aksentuasi pembuatannya, tekanannya pada ekspresi atau craftsmanship yang tinggi yang nota-bena keduanya mesti
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 69 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
ada pada setiap karya seni. Yang kuat ekspresinya adalah seni murni, dan yang craftmashipnya yang kuat adalah
kriya seni (Soedarso,1999:3).
Sebetulnya yang dimaksud “kriya seni” tidaklah harus diterjemahkan sebagai seni kriya yang dalam objeknya mirip dengan seni murni, atau menjadikan
seperti seni lukis atau seni patung dalam material kayu atau logam atau keramik atau benang / serat, yang
merupakan bahan-bahan yang sudah lama diakrabi oleh kriyawan. Kriya seni bisa saja berbentuk batik atau keramik yang begitu indah buatannya dengan motif atau
bentuknya yang merupakan ciptaan baru. Dapat disimpulkan bahwa kriya seni adalah produk seni yang bagus pembuatannya (craftmanshipnya tinggi), bentuknya
indah dan dekoratif, namun satu syarat bagi eksistensi seni telah hilang, yaitu bahwa kriya jenis ini tidak lagi
menyandang fungsi praktis atau fungsional, baik karena keindahanya sehingga si pemilik merasa sayang untuk memakainya dalam kehidupan sehari-hari, maupun
karena produk tersebut sejak didesain memang sudah melepaskan dari fungsi tersebut (Soedarso,2006:113).
Bidang kriya, telah menjadi ajang perebutan antara
masuk ke dalam disiplin ilmu seni atau ilmu desain.
Penulis tidak ingin menambah kekusutan dari perang definisi, karena seni kriya dapat berada dan mencangkup
kedua ilmu tadi. Namun demikian kriya bisa dan diharapkan berdiri dan eksis tersendiri pula. Kondisi ini memberi kesadaran, seharusnya bahwa kriya memiliki
fleksibilitas yang tinggi dalam beraktivitas untuk memujudkan suatu karya.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 70 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Jika produk kekriyaan telah menjadi barang-barang pesanan dalam jumlah besar, maka otomatis
pertimbangan-pertimbangan seperti teknik produksi, cost, ergonomi, estetika dan nilai-nilai kepraktisan akan
menjadi faktor yang penting. Mengkaji dan mengembangkan konsep kekriyaan
dalam Komferensi Kriya di ITB Bandung (1999), berdasarkan sifatnya, kriya di Indonesia dapat dibagi ke
dalam dua kelompok besar, yaitu Kriya Tradisional dan Kriya Modern atau Kontemporer. Kriya Tradisional adalah segala bentuk produk hasil kebudayaan materi tradisional
masyarakat, tanpa mengalami perubahan-perubahan yang berarti pada masa kini. Sebagai contoh kriya
kelompok ini adalah aneka perhiasan, benda-benda perlengkapan upacara atau religi, wayang kulit, senjata-senjata tradisional, seperangkat gamelan dan lain-lain.
Beberapa produk tradisional masih tetap diproduksi, terutama untuk kebutuhan pasar pariwisata. Adapun Kriya Modern atau Kontemporer adalah produk-produk
kriya yang memiliki kebaruan-kebaruan dalam konsep pengembangan desain, teknik produksi dan perupaan.
Bagaimanapun, Kriya Modern atau Kontemporer dapat tetap berbasis tradisional, dalam arti produk tersebut merupakan hasil pengembangan dari teknik-teknik lama
dan bentuk–bentuk tradisional atau bermuatan nilai-nilai filosofis masa lalu.
Seni kriya yang pada situasi awal secara jelas dan
tegas menunjukan ketidak terpisahannya dengan fungsi
praktis. Teknik penciptaan sebagai wahana mengungkapkan ide bagi pelakunya menjadi bagian
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 71 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
sangat penting. Hampir pada setiap langkah penciptaannya, seni kriya penuh pemikiran terkait
dengan bahan, teknik serta konstruksinya, sehingga seolah-olah tidak ada ruang gerak bagi ekspresi. Akan
tetapi bukan berarti bahwa produk seni kriya nihil ekspresi. Pencermatan terhadap produk-produk prasejarah melalui torehan garis pada tanah-tanah liat
maupun bentuk-bentuk pahatan pada batu, misalnya karakter garis yang dihasilkan menyiratkan keekspresifannya. Dalam variasi produk yang lain, nilai
keekspresifannya juga menghiasi relief atau ukiran pada elemen arsitektural rumah hunian.
Seorang Empu, untuk dapat menciptakan sebilah
keris membutuhkan waktu tidak hanya dalam proses
garapan, yang tekniknya dilakukan secara sistematis dalam pencapaian nilai-nilai eksetoriknya, akan tetapi
membutuhkan waktu panjang dan dengan melalui tahapan-tahapan mistis untuk memberikan muatan nilai isetoriknya. Dalam relief candi seperti Borobudur,
misalnya walaupun atmosfir religius demikian kuat akan tetapi fragmentasi yang hadir padanya membawa interpretasi keluasan makna. Relief tersebut tidak sekedar
rangkaian komposisional yang berdemensi keagamaan, akan tetapi padanya juga mengekspresikan (dalam arti
luas) gagasan atau pikiran yang bersifat edukatif terhadap kehidupan yang lebih baik. Ajaran yang bersifat moral termanifestasikan ke dalam relief yang membantu
memudahkan pemahaman hidup menuju ke nirwana. Teknik penciptaan untuk mengungkapkan ajaran moral keagamaan secara visual ilustratif itu memudahkan
pemahaman terhadap gagasan, pikiran yang hendak
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 72 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
disampaikan kepada umatnya, merupakan suatu ekspresi religius yang dikomunikasikan melalui fragmentasi relief.
Jadi ekspresi bukanlah monopoli salah satu aliran
maupun cabang seni, ia hadir dalam berbagai manifestasi dengan beragam medium ungkapnya. Demikian juga halnya persoalan teknik, ia akan selalu menyertai
kehadiran karya seni. Persoalan teknik ini, seringkali memperoleh apresiasi komprehensipnya tanpa meninggalkan teknik. Kerena betapapun masalah teknik
berkaitan dengan aspek improvisasi karya, sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain, selain tujuan
untuk memberi karakter dan isi karya seni. Sehubungan dengan itu, membedakan teknik karya sebagai wahana komunikasi emosional dengan nilai dan karakter emosi
yang diekspresikan, yang pertama terkait dengan bentuk yang dapat dikomunikasikan secara efektif oleh seniman
dalam karyanya dan yang kedua terkait dengan kemanfaatan emosi.
Untuk menjiwai suatu karya perlu dipilih dan dipertimbangkan materi tertentu, karena materi mendukung atau bahkan menjiwai (menghidupkan) karya
seni. Sementara itu ekspresi menuntut adanya perwujudan material, supaya seni tidak hanya berhenti
sebagai imajinasi belaka. Sebagai wahana ekspresi, teknik penciptaan menyertai berbagai perwujudan karya, ia tidak memilah dalam peruntukannya bagi seni-seni modern
semata, akan tetapi juga tampak pada seni-seni primitif maupun pada waktu-waktu sesudahnya. Demikian dalam seni murni maupun seni terapan, keduanya mutlak
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 73 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
membutuhkan jasa teknik sebagai pembingkai ide yang digagaskan oleh seniman.
Terbukanya wilayah yang lebih luas dan bebas
menuntut keberanian dari para kriyawan untuk bisa menciptakan karya-karya yang spektakler dan keluar dari belenggu ketrampilan semata, dengan catatan melahirkan
sebuah karya yang originalitas dengan penuh kreasi dan gagasan dengan hasil yang sempurna.
Keragaman gaya dan teknik masing-masing bidang kriya merupakan sebuah kekayaan yang perlu dijadikan
media eksperimen kemudian disatukan dalam sebuah perwujudan baru yaitu kriya seni. Merupakan tugas kriyawan kreatif untuk memanfaatkan kekayaan tersebut
dengan melahirkan karya yang agung dengan nilai karya yang tinggi.
Munculnya konsep-konsep baru dalam penciptaan
kriya seni yang mengarah kepada tujuan ekspresi pribadi,
merupakan suatu realitas perkembangan yang lahir berdasarkan kemerdekaan berkreasi. Perkembangan tersebut seiring dengan perubahan situasi dan kondisi
lingkungan masyarakat sekarang ini. Usaha kreatif dan inovatif bagi terciptanya karya kriya seni baru melalui
media ungkap ekspresi pribadi sangat diperlukan agar dapat mendorong proses kreatif sesuai dengan jati diri, dengan cara menciptakan karya-karya baru sesuai
dengan perubahan dan perkembangan zaman. Sekarang ini kekriyaan memasuki perkembangan
global. Dalam proses ini seni kriya tidak bisa menghindar
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 74 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dari tanda-tanda budaya yang beragam karena globalisasi, dan juga tidak bisa menghindar dari kondisi
multi-kultural dunia. Wacana industri kreatif yang sekarang sering didengungkan berbagai pihak
memberikan tantangan pada perkembangan seni kriya di Indonesia. Pewacanaan ini didasari keyakinan yang mempunyai pemahaman, penafsiran bahkan pandangan
bersifat personal tentang seni kriya yang mampu memberikan inovasi-inovasi kreatif yang bermuara pada produk-produk budaya.
Produk Inovatif merupakan kegiatan berkarya,
membuat produk seni dan desain yang terkait dengan usaha inovasi untuk memberikan pembaharuan dan munculnya kreasi produk baru, material baru, proses
baru, metode baru atau bahkan teknologi baru yang dapat memberikan warna baru dalam kriya produk (craft). Hasil karya yang diharapkan adalah berfokus pada kreasi baru yang memiliki identitas kepemilikan intelektual dan memberikan konstribusi pada lingkup industri kreatif
sebagai kegiatan yang bersumber dari kreativitas, keahlian, dan talenta individu dan berpeluang dapat
meningkatkan usaha ekonomi produktif melalui penciptaan karya kriya produk.
Selama ini banyak yang masih merasa belum jelas akan eksistensi pendidikan Kriya dan bahkan terasa awam. Namun masyarakat lebih akrap dengan nama
pendidikan „senirupa‟, „keterampilan‟ atau „kerajinan‟. Dikalangan pendidikan dasar dan menengah, pelajaran
kriya juga tidak populer serta kurang dipahami. Berbeda halnya dengan seni lukis yang sudah diperkenalkan sejak
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 75 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
pendidikan anak usia dini dengan sering hadirnya kegiatan lomba menggambar. Bahkan lembaga yang
dibentuk pemerintah mengambil kata kunci “kerajinan”, seperti Dewan Kerajinan Nasional (DEKRANAS) dan
lainnya. Kenyataannya yang terjadi di masyarakat, bahwa produk kriya telah mengepung atau mengelilingi dan merupakan bagian dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan
menjadi salah satu sumber alternatif penghasilan perekonomian yang cukup menjanjikan. Apalagi di Era Glabalisasi yang penuh persaingan.
Perguruan Tinggi Seni wajib memberikan semua
ilmu yang bersifat ilmiah (masuk akal) kepada mahasiswanya dalam rangka menunjang kesarjanaan kekriyaan itu sendiri, sehingga memiliki bekal dan juga
berhak untuk menentukan sikap dan arah (wawasan) sebagai pilihan hidup nantinya. Apakah ia memilih
sebagai seniman, kriyawan, desainer produk, bahkan sebagai PNS, wirausahawan atau praktisi atau pengusaha. Berikut pernyataan Sekjen Depdiknas tahun
2006, Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS, ketika mengunjungi pameran kriya seni “Dimensi Kriya dalam Keragaman” di Museum Sidik Jari-Denpasar, ketika itu
didampingi Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Wayan Rai, MA. (tgl. 29 Mei 2006), yang mengatakan: “Jika kita
berpikiran jernih, sebenarnya “seni”lah termasuk “kriya” yang merupakan keunggulan bangsa Indonesia, bukan teknologi !. “Ya, Seni Kriya !” tandasnya,
sebagai unggulan bangsa memang sudah sangat layak mendapatkan prioritas utama dalam dunia pendidikan karena sudah menjadi identitas bangsa”. Secara pribadi
Ia kagum akan karya-karya yang ditampilkan oleh
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 76 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Jurusan Kriya, FSRD-ISI Denpasar. Dan karya produk kriya dianggap perlu sering ditampilkan dalam pameran,
agar dikenal luas di masyarakat sehingga mampu menjadi unggulan serta alternatif pilihan calon mahasiswa yang
siap bersaing dalam era globalisasi.
Beberapa Produk dari Karya Kriya
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 77 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Bab 3
S E N I D A N D E S A I N
Pada masyarakat agraris tradisional di masa yang
lampau tidaklah membedakan atau mempermasalahkan antara seni, ilmu pengetahuan, teknologi dan keagamaan, melainkan lebih banyak menyatu dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan dan keagamaan itu sendiri. Indonesia pada peralihan zaman Batu ke zaman Perunggu, dikenal sebagai masa “Perundagian” yaitu suatu masa
“kemahiran teknik” terutama mengolah bahan dan mengukir logam, dan para ahli ketukangan disebut sebagai “Undagi”. Orang-orang “cerdik pandai” atau
“orang bijaksana” atau “ahli-ahli” pada masa lampau di Indonesia sering pula disebut sebagai “Empu”, yaitu
sebagai orang yang menguasai akan ilmunya atau “mumpuni”. Pada masa di kerajaan Hindu ada disebut
Empu Gandring sebagai ahli pembuat keris, Empu Tantular sebagai cerdik pandai dengan kitab sastra “Sutasoma”, Empu Prapanca dengan kitab “Negara Kertagama” dan lain-lain.
Bali yang merupakan bagian dari wilayah kerajaan Majapahit, pernah memperoleh sekotak wayang dari Raja Hayam Wuruk, yang diterima oleh Raja Gelgel, yaitu
Dalem Semara Kepakisan, seusai upacara pensucian roh (Srada) dari Rajapatni, nenek Hayam Wuruk, pada tahun
1362. Tersebutlan nama Raden Sangging Prabangkara (Putra Brawijaya terakhir), yang telah melakukan perubahan dan penyempurnaan warna-warna pada
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 78 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
pakaian wayang sesuai dengan martabat ketokohannya, sehingga ahli senirupa atau desainer zaman Majapahit
ini, namanya sering dipakai sebagai gelar atau sebutan untuk para ahli seni rupa atau perancang atau desainer dengan sebutan “Sangging” atau “Sungging” atau “Undagi” dan “Prabangkara”.
3.1 Pengertian Seni
Pengertian “seni” bagi orang Jawa adalah “kencing”
atau buang “air kecil” dan air kencing itu sering pula disebut sebagai “air seni”. Juga perkatan “seni” juga
untuk menyatakan suatu benda berukuran “kecil” atau “mungil” atau “Jlimet” atau “rumit”. Orang Jawa sering
pula menyebut suatu produk hasil dari kehalusan jiwa manusia yang indah-indah dengan istilah “kagunan”
sebagai sesuatu yang bermanfaat. Sering pula disebut “ngrawit”, dimana pada umumnya produk yang
dihasilkan memang mempunyai tekanan pada “halus” atau “remitan” atau “rumit” dalam pengerjaannya, yang
umumnya disebut “kerajinan” atau “kriya‟ yang memerlukan ketrampilan atau “keprigelan”.
Cikal bakal senirupa dan industri yang bersumber dari Barat, dimulai dari kata „technic” atau “teknik” yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “techne” dipadankan dengan kata “ars” bahasa Latin, memiliki arti atau
makna “kecakapan” atau “ketrampilan” yang berguna, merupakan cikal-bakal dari sebutan “seni”, “ilmu pengetahuan” dan “teknologi” yang ada kemiripannya
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 79 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dengan arti “kagunan” dalam bahasa Jawa atau sesuatu
yang berguna atau bermanfaat dalam arti luas. Orang Belanda sering menyebut “kepintaran” sebagai “Genie” atau “Jenius” yang mirip dengan “ketangkasan” atau
“kemahiran” seperti istilah “techne” atau “ars” yang sepadan pula dengan pengertian “seni- kagunan” di Jawa. Sehingga sampai masa kini pun pengertian “seni-
kagunan“ sebagai “kepandaian” atau “kepintaran” atau
“ketangkasan” atau “kemahiran” dan “ketrampilan” masih sering dipergunakan seperti istilah “seni mengajar”, “seni
memasak”, “seni bela diri”, “seni berhitung”, “seni bercocok tanam”, “seni membaca” , “seni bangunan” dan
lain sebagainya.
Sebelum Revolusi Industri di Eropa kata “ars”
mencakup disiplin ilmu tata bahasa, logika, dan astrologi. Pada abad pertengahan di Eropa terjadi pembedaan kelompok ars yaitu “artes liberales” atau kelompok “seni
tinggi” yang terdiri dari bidang tata bahasa, dialektika, retorika, aritmatika, geometri, musik dan astronomi; Dan “artes serviles” atau kelompok “seni rendah” yang
mengandalkan tenaga kasar dan berkonotasi sebagai
“pertukangan”. Dari tujuh bidang bidang keahlian hanya musik yang masuk “seni tinggi”, sedangkan lukis, patung, arsitektur, pembuatan senjata dan alat-alat transpor
termasuk katagori “seni rendah”. Kemudian Leonardo da Vinci (1452-1519), pelukis Italia dari masa Renaissance,
mempelopori perjuangannya dan berhasil memasukkan atau menaikkan seni lukis ke dalam status “seni tinggi”. Sebagai orang yang serba bisa dan memiliki kemampuan
sebagai arsitek dan ilmuwan itu, Leonardo, kemudian
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 80 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
beragumentasi bahwa melukis juga memerlukan pengetahuan “teoritis” seperti matematika, perspektif dan
anatomi serta mempunyai tujuan moral seperti puisi lewat penggambaran sikap dan ekspresi wajah dalam
lukisan.
Suatu fenomena kemudian terjadi bersamaan
dengan Revolusi Industri di Eropa akhir abad ke 18 sampai awal abad ke 19, dimana masyarakat industri yang baru tumbuh menuntut adanya pembagian kerja dan spesialisasi kerja dalam mengembangkan proses
produksi. Dalam masyarakat industri status “seni”
menjadi tiga kelompok yaitu:
a) Sebagai seni tinggi (high art),
b) Sebagai seni menengah (middle art),
c) Sebagai seni rendah (low art).
Katagori seni di atas masih memperlihatkan kelanjutan dari tradisi klasik, yaitu semakin tinggi
kedudukan seni apabila semakin dekat atau tinggi tingkat integrasinya dengan industri, demikian pula sebaliknya semakin jauh tingkat hubungannya dengan industri
maka semakin rendah pula kedudukan seninya.
Pertemuan seni dan industri ini mengakibatkan
banyak benturan, dimana penemuan-penemuan mesin-mesin produksi massal mendorong kalangan industri
untuk mengembangkan teknik produksi dan hanya “menempelkan” reproduksi dari karya-karya seni klasik
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 81 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
yang berstandar pada bentuk produk yang dihasilkan. Sehingga menimbulkan reaksi keras dan serius dari
kalangan seniman, sebab standariasi dan mekanisasi serta penempelan begitu saja karya-karya klasik pada
produk merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup seni, disamping tidak sesuai bentuk dan dengan motif dekorasi yang ditempelkan tersebut. Sehingga akhirnya
seni harus memutuskan hubungan dengan ikatan-ikatan seni masa lalu yang dianggap membelenggu dan membatasi perkembangan seni, karena dianggap tidak
ada hubungannya dengan nilai-nilai estetika.
Masa otonomi seni, diharapkan seni dapat mempertegas dan meningkatkan standar nilai estetik secara terus-menerus atau berkelanjutan. Pada akhirnya
seni selalu saja melahirkan norma yang menjunjung nilai kebaruan, nilai keaslian dan nilai kreativitas yang lebih
lanjut mendasari pandangan seni modern pada abad ke 19 – 20.
Ketika seni telah menjadi komoditi dan tunduk pada hukum permintaan dan penawaran ekonomi, maka seni dianggap jatuh pada selera massa yang dianggap
rendah dan seni itu kemudian menjadi seni “picisan” atau kitsch. Status rendah ini dikarenakan seni telah
kehilangan “roh seni” atau “jiwa seni”. Jelaslah kiranya pengertian “seni” yang sekarang dan sepadan dengan “art” adalah datangnya dari Dunia Barat yang terbentuk
pada abad ke 18 sampai abad 20.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 82 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Produk industri, dimana teknologi semakin maju, banyak industri yang mendorong terjadinya spesialisasi
yang juga semakin menyempit. Manusia bekerja dalam pabrik hanya mengerjakan sebagian kecil dari suatu
produk yang lebih besar, yang dibuat berates, beribu kali atau berulang-ulang tanpa merasakan hubungan antara kegiatannya dengan total produksi. Keahlianpun
terkadang hanya sebagian kecil dari bagian produk. Istilah industri pada umumnya mengandung makna produksi yang jumlahnya sangat besar atau dengan
istilah lain “produksi massa dan massal” (jumlah banyak).
Perbedaan industri, maka kerajinan tangan (handicrafts) dimana pekerja seni lebih menguasai dan merasakan seluruh proses produksi (jumlah terbatas),
mulai dari tahap desain sampai selesai pekerjaan. Bahkan adakalanya alatnya pun (tools) dibuat oleh perajin sendiri
yang sesuai dengan cara kerjanya. Sehingga kegiatan yang demikian lengkap dalam produk kekeriyaan atau kerajinan memberikan perasaan kepuasan individual
yang luar biasa, yang jarang diperoleh dalam masyarakat teknologi modern.
Sumber inspirasi kekriyaan dimulai sejak zaman prasejarah, yang pada dasarnya dari alam, bahan dan
fungsi serta pengembangannya tergantung dari imajinasi. Alam memberikan kesempatan untuk meningkatkan
sensitivitas dalam mencari bentuk, irama, tekstur, dan sebagainya. Disamping itu manusia sendiri banyak menjadi sumber inspirasi bagi kreativitas dan kebutuhan
hidup yang lebih maju atau berkembang.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 83 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Istilah “senirupa” di Indonesia muncul dalam surat-surat kabar untuk pertama kali pada masa pendudukan
Jepang, dalam laporan dan resensi tentang pameran lukisan. Oleh pemerintah pendudukan secara resmi
istilah itu dipakai dalam sebutan “bagian senirupa” yaitu nama bagian Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) yang berurusan terutama dalam hal lukis-melukis
(Sanento Yuliman, 1983). Para seniman sebelumnya tidak begitu populer menggunakan istilah “seni” atau “seniman”
yang sepadan dengan “ art ” atau pun “artis”, yakni masih mempergunakan istilah “ahli gambar” seperti pada nama PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia), Balai
Pendidikan Universiter Guru Gambar (kini menjadi FSRD-ITB) dan sebagainya.
Kamus Modern Bahasa Indonesia oleh Mohammad Zain, terbit sekitar tahun 1950,
menerangkan bahwa yang masuk senirupa ialah seni lukis, seni pahat dan seni patung. Memang hingga kini dalam pemakaian populer, istilah “senirupa” sering
digunakan dengan lingkup pengertian yang terbatas pada seni lukis, dan seni pahat atau seni patung. Akan tetapi
pendidikan formal senirupa di Indonesia dalam perkembangannya telah memperluas lingkup pengertian istilah itu. Pendidikan tinggi seni rupa dapat
menyelenggarakan sejumlah keahlian seperti seni grafis atau desain grafis atau komunikasi visual, desain industri
atau desain produk, desain interior atau arsitektur interior, desain tekstil, seni keramik, seni lukis, seni
patung dan seni kriya (kriya seni) kayu-logam-kulit-keramik dan sebagainya.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 84 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
I Gusti Bagus Sugriwa dalam tulisannya “Dasar-dasar Kesenian Bali”, mengatakan bahwa “seni” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “sani”, yang berarti
pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan atau pencarian
yang jujur (IGB Sugriwa, 1957: 219-233). Seni menurut WJS Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976), yaitu suatu karya yang dibuat atau
diciptakan dengan kecakapan yang luar biasa seperti sanjak, lukisan dan sebagainya. Atau kecakapan
menciptakan sesuatu yang elok dan indah.
Definisi seni menurut Ki Hadjar Dewantara adalah
“Segala perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah, hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia lainnya” (1962:
330). Sedangkan Thomas Munro mengatakan: “Seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-
efek psikologis atas manusia lainnya yang melihat. Efek tersebut mencakup tanggapan-tanggapan yang berujud pengamatan, pengenalan imajinasi, rasional maupun
emosional” (1963: 419).
Lebih lanjut Herbert Read (1962), mengatakan bahwa lahirnya sebuah karya seni melalui beberapa tahapan sebagai suatu proses, antara lain:
Tahapan yang pertama, adalah pengamatan kualitas-kualitas bahan seperti tekstur, warna dan banyak lagi kualitas fisik lainnya yang sulit untuk
didefinisikan.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 85 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Tahapan kedua, yaitu adanya penyusunan hasil daripada pengamatan kualitas tadi dan menatanya
menjadi suatu susunan.
Dan tahapan ketiga, yaitu proses suatu
obyektifikasi dari tahapan-tahapan di atas yang berhubungan dengan keadaan sebelumnya.
Keindahan yang berakhir pada tahapan pertama belum
dapat disebut seni, karena seni jauh telah melangkah ke arah emosi atau perasaan. Seni telah mengarah pada ungkapan sebagai “peng-ekspresian” dengan tujuan
untuk komunikasi perasaan.
Berdasarkan uraian di atas dan pengertian secara umum senirupa dapat diterjemahkan (diinterpretasikan) sebagai ungkapan atau ekspresi, bentuk, arti, simbol,
abstrak, indah, guna atau pakai, kepandaian atau kepintaran atau kemahiran atau ketangkasan, wakilan
(representatif), cantik, molek, mungil atau kecil, rumit, halus, fungsi, kreasi, imajinasi, intuisi dan lain sebagainya yang dapat dilihat secara visual (memiliki rupa) tampak 2
dimensi atau 3 dimensional.
Revolusi Industri (1745-1770 M) di Eropa, dimana industri massal ini kemudian menghasilkan barang-barang pakai yang menjadi murah baik dalam mutu
maupun ekonomi. Memasuki suatu masa spesialisasi dan otonomi seni, dimana bidang teknik dipisahkan dengan
bidang seni, sehingga seni bukan lagi bagian penting dalam keteknikan. Kejenuhan akan hasil industri, membuat orang – orang tertentu mulai menolak buatan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 86 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
mesin yang dianggap kaku dan polos tanpa sentuhan tangan manusia. Hal inilah yang membuat para
pengusaha dan pemilik modal kembali menarik seni disaat barang atau produk pabrik tidak laku dan menjadi
murah. Dalam hal ini agar supaya produk terjual atau dapat menarik pembeli kemudian para pengusaha atau industriawan membeli seni seperti barang lepas yang
tidak ada hubungannya dengan produksi, kemudian menempelkan begitu saja pada benda produksinya.
Mereka membeli seni dari berbagai masa seperti zaman klasik Yunani, gaya Neo-clasic, seni Barok,
Rococo dan Renaissance dengan menerapkannya pada
produk industri dengan seenaknya saja. Tindakkan yang keliru ini menunjukkan belum adanya pengertian
terhadap persoalan yang sebenarnya dan beranggapan bahwa seni tidak ada hubungannya dengan mesin. Saat
itu belum disadari bahwa masalah tersebut dapat di atasi dengan “perencanaan” bentuk yang akan dihasilkan oleh mesin yang dikenal sekarang sebagai industrial design
atau desain produk. William Morris (1870) adalah salah seorang yang
mempertanyakan kembali akan hasil industri saat itu, dan menganjurkan untuk kembali kepada ketrampilan
atau kriya atau kerajinan tangan, yaitu mencari kemungkinan baru dengan memadukan atau pun mempertemukan antara fungsi yang praktis dengan seni
sebagai unsur keindahan. Pertemuan antara seni dan industri sebagai “seni tengah”, yang awal kemunculannya disebut sebagai “seni industri” atau “seni dekoratif” atau
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 87 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
“seni terapan” dan pada akhirnya disebut sebagai “desain”.
Melalui gerakan “Art & Craft” (seni dan kerajinan)
memberikan nafas baru kepada barang pakai dengan menekankan pada faktor fungsi dan dekorasi sesuai dengan metode industri atau sistem pembuatan produk
dalam jumlah banyak. Selain desain juga kriya yang termasuk “seni tengah” ini, memiliki persamaan yang berkaitan dengan proses penciptaan obyek pakai.
Sedangkan perbedaannya, desain menghasilkan rancangan yang berupa gambar-sketsa, foto, diagram,
model, spesifikasi verbal dan numerik, maka kriya hasil akhirnya adalah benda pakai.
Dalam proses desain industri realisasi produk dilakukan dengan proses manufaktur. Sedangkan kriya,
produk dikerjakan secara tradisional dan manual, mulai dari bahan mentah hingga menjadi produk benda pakai, sebagai tradisi techne di masa lalu. Muncullah kemudian
suatu istilah “machine art” atau “Seni Mesin” yang
menunjukkan perlunya unsur seni diterapkan pada
produk yang dihasilkan oleh mesin. Kemudian berkembang menjadi industrial art atau “seni industri”,
terjadi ketika mekanisasi semakin berkembang di
berbagai industri manukfakturing. Sistem tersebut ternyata menuntut ketrampilan ketukangan dan wawasan
industri si seniman dalam merangcang produk. Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan
mekanisasi di dalam banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi massal dengan ketelitian tinggi.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 88 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Sebagai dampaknya, keahlian tangan seorang seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan
kehalusan buatan mesin. Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak mungkin dicapai
oleh produksi massal (atau jika bisa, akan biaya pembuatannya menjadi sangat mahal). Produk lukisan dan karya-karya seni rupa dan produk kriya seni
diarahkan kepada kurva-kurva halus, yang kebanyakan terinspirasi dari keindahan garis-garis tumbuhan di alam, bentuknya unik dan rumit.
Pada zaman Jepang, munculah kata “seni”
sebagaimana artinya sekarang dan sementara itu karena adanya pengaruh seni dari Barat, unsur ekspresi menjadi bagian yang penting dalam seni dan dianggap terhormat.
Dalam perkembangannya, keunggulan bersifat
individual berimplikasi pada perbedaan yang tajam antara “art” dan “craft”. Art dipahami sebagai seni yang didorong untuk terus menerus untuk mencari secara kreatif dan
eksploratif, sedangkan “craft” dipahami sebagai kerja ketrampilan semata, yang bisa dilatih sampai ke tingkat
unggul, namun tidak segera memunculkan harapan yang menyuguhkan loncatan-loncatan kebaharuan. Dengan pandangan demikian itu, Sedyawati, berpendapat bahwa
kriya dipandang rendah dihadapan seni murni (sebagai seni picisan ala Barat), yang pada akhirnya berimplikasi
lebih lanjut, dimana semua hasil karya seni rupa tradisi, dari daerah manapun itu adalah “hanya kriya” semata. Itupun karena sifatnya yang hanya meneruskan tradisi
saja, harus dianggap lebih rendah daripada hasil kriya modern yang dihasilkan oleh orang intelektual
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 89 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
(Sedyawati,1999,3). Padangan seperti itu dianggap ke-Barat-baratan, dianggap kurang netral dan menyudutkan
pihak tertentu. Kenyataan sekarang bahwa “seni bersifat lokalitas atau seni tradisi, yang diusung oleh para
seniman akademis, justru mampu eksis menuju globalisasi”, karena dengan cara mengangkat kearifan lokal tersebut mampu mengharumkan nama Indonesia,
itu semua tergantung dari usaha dan kesempatan untuk bisa tampil. Seni yang dapat mendunia, kini tidak dimonopoli bangsa Barat atau Eropa yang maju dan dari
pemikiran Barat saja, namun saja bisa muncul dan direbut oleh seni tradisi daerah atau lokal dan ini pun
sangat didukung oleh negara-negara berkembang. Untuk bisa hadir di tingkat internasional, harus disesuaikan dengan kecanggihan sistem komunikasi dan informasi
global yang serba canggih, bekerjasama dengan berbagai pihak dan otoritas tertentu.
Terdapat beberapa kelompok masyarakat yang
melihat bahwa kriya berbeda dengan seni, seperti apa
yang terlihat di dunia Barat, dan bahkan paham ini sudah berpengaruh keseluruh dunia termasuk Indonesia. Di dunia Barat muncul wacana kesenian yang didasari
oleh estetika „atres liberals‟ yang menempatkan kepekaan, juga ketrampilan, telah memperoleh tempat yang penting
dalam proses kreasi seni. Prof. Dr. Made Bandem, melihat ada kecendrungan bahwa seni merupakan ekspresi individual, dan kriya dipercaya sebagai jantung
dari sebuah karya yang berguna bagi kehidupan. Seni adalah kepekaan rasa dan kriya adalah kepekaan teknik,
maka sesungguhnya antara seni dan kriya tidak terpisahkan dan saling melengkapi (Bandem,2002,1).
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 90 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Wasasan senirupa telah terbagi menjadi tiga arah pengembangan berdasarkan sifat dan ciri khas seni, yaitu
seni murni (ekspresi) dan seni kriya (kerajinan) serta seni pakai (fungsi guna). Dalam proses pengembangan
senirupa, sering kali terdeteksi ada mempunyai kecenderungan-kecenderungan tertentu. Bahkan dalam pandangan yang umum dan juga awam, terkadang terjadi
suatu pemahaman yang tumpang tindih (overlaping), sehingga terlihat terpadu dan sulit dibedakan seni yang
satu dengan yang lainnya (Utomo, 2007).
WAWASAN CARA PANDANG SENIRUPA
Keterangan:
A : Ciri Khas Seni Murni B : Ciri Khas Seni Pakai C : Ciri Khas Seni Kriya (Kerajinan)
AC : Kecendrungan Seni Murni (ekspresi) dgn Seni Kriya (Kerajinan)
BC : Kecendrungan Seni Pakai (fungsi guna) dgn Seni Kriya (Kerajinan)
AB : Kecendrungan Seni Murni (ekspresi) dgn Seni Pakai (fungsi guna)
ABC: Perpaduan Seni (Awam)
KHAS (arah keluar)
PADU (arah kedalam)
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 91 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
3.2 Pengertian Desain
Desain atau anggitan atau sungging, secara awam
pengertiannya adalah motif contoh, mode, pola, dan
model. Menurut Purwadarminto, anggitan adalah “menyusun atau menggubah atau mengarang” (KBI, 1976). Kata „desain‟ merupakan kata serapan dari istilah asing „disegno‟, yaitu gambar atau rancangan yang
dihasilkan oleh seniman patung dan seniman lukis
sebelum mereka memulai bekerja. Gambar tersebut dapat berupa sketsa (coretan bebas) atau gambar yang telah terukur atau berskala.
Desain dalam ranah senirupa merupakan pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual
atau unsur-unsur sat-mata sedemikian rupa sehingga menjadi kesatuan organik, ada hubungan dan hormoni
antara bagian dan secara keseluruhan.
Pengertian desain menurut terminologinya dari bahasa Latin yaitu “designare” atau bahasa Inggris “design” (to mark out). John Echols (1975) dalam
kamusnya mengatakan sebagai potongan, pola, model, mode, konstruksi, tujuan dan rencana. Sedangkan Kamus Webster (1974), pengertiannya adalah gagasan
awal, rancangan, perencanaan, pola, susunan, rencana, proyek, hasil yang tepat, produksi, membuat, mencipta,
menyiapkan, meningkatkan, pikiran, maksud, kejelasan dan sterusnya. Demikian Webster berfikir jauh lebih luas
akan beban makna. Desain merupakan rancangan atau
seleksi atau aransemen dari elemen formal karya seni.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 92 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Dapat dikatakan ekspresi konsep seniman dalam berkarya yang mengkomposisikan berbagai elemen dan
unsur yang mendukung. Desain juga merupakan aktivitas menata unsur-unsur karya seni yang memerlukan
pedoman atau azas-azas desain khususnya dalam seni rupa. Desain dapat diartikan sebagai pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual sedemikian rupa
menjadi kesatuan organik dan harmonis antara bagian-bagian serta secara keseluruhan, yang dalam proses desain dikenal ada beberapa “prinsip desain” atau
principles of design sebagai berikut:
1) Kesatuan (unity);
2) Keseimbangan (balance);
3) Perbandingan (proportion);
4) Tekanan (center of interest / point of emphasis);
5) Irama (rhytme);
6) Keselarasan (harmony).
Desain terkait dengan komponen visual seperti
garis, warna, bentuk, bangun, tekstur, cahaya atau gelap-terang. Desain pada saat-saat tertentu bisa dianggap sebagai sebuah karya seni yang selesai, hal tersebut juga
tergantung konsep dan desainernya sendiri sebagai pencipta karya.
Dalam sejarah, arti kata „desain‟ berkembang luas maknanya menjadi tidak sekedar merancang atau
membuat karya seni patung dan lukis serta kekriyaan saja, melainkan menjadi segala kegiatan perancangan produk pakai untuk keperluan rumah tangga sehari- hari
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 93 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
seperti alat-alat dapur, produk keramik, mebelair atau furniture, alat-alat elektronik, tekstil, pakaian, hingga
berbagai keperluan manusia lainnya misalnya otomotif, pesawat terbang, produk pertanian dan sebagainya.
Barulah setelah Perang Dunia ke II tatkala bisnis modern yang mencanangkan modal, pemasaran dan
industrialisasi melanda Eropa Barat dan Amerika, persaingan tak terelakkan lagi dan konsekuensinya setiap
industriawan atau pengusaha harus menyusun strategi untuk menjawab dan menjabarkan kebutuhan konsumen yang beraneka ragam, dari daya beli, latar belakang
sosial-budaya, cita-rasa dan tuntutan lainnya. Dan mengangkat perancang yang disebut sebagai “desainer” yang berprofesi menelaah bentuk fisik produk dan
memikirkan pula kelayakan psikologis, fisiologis-ergonomis, sosial, ekonomis, estetis, fungsi dan teknis.
Prinsip-prinsip desain merupakan hasil dari
eksperimentasi jangka panjang baik secara empiris maupun intuitif. Desain merupakan suatu proses dan hasil dari proses tersebut yang berupa: bentuk, gaya, dan
makna yang telah di rencanakan. Secara semantik kebermaknaan itu dikemas dalam bentuk ekspresi seperti: "indah", “lucu", sejuk", mungil", "tersembunyi",
"realistik", "abstrak", "baik”, “nyaman dipergunakan” dan lain sebagainya, disamping itu juga terdapat makna-
makna sosial lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi proses desain
yakni: gagasan dari desainer; faktor teknologi yang
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 94 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
menentukan dalam pembuatan produk; tuntutan sosio-ekonomis proses manufaktur dan konsumsi produk akhir;
konteks kultural yang memberikan tumbuhnya suatu kebutuhan terhadap suatu objek; dan kondisi dari
manufakturnya. Demikian juga pada hasil atau produk, sebagai realisasi dari suatu proses, merupakan objektifikasi dari kesadaran manusia. Sehingga desain,
melalui suatu produk yang diciptakan, dengan demikian dapat dikatakan telah dipengaruhi oleh suatu kebutuhan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi ideologi dan
perubahan sosial.
Sebagai budaya fisik yang lahir dari kegiatan berpikir atau gagasan dengan pertimbangan perasaan, dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial-budaya-ekonomi-
teknologi, penemuan Ipteks, tata nilai, politik, etika dan estetika serta berbagai proyeksi perkembangan atas
kebutuhan masa depan. Sehingga desain dapat mewakili peradaban suatu bangsa, sehingga di era tahun 1980 hingga 1990 negara Singapura, Malaysia dan Thailand
telah memperhitungkan desain. Sedang Philipina sentra kriya lebih dahulu dikembangkan.
Selama dalam perjalanan sejarah, kriya dan desain, dimana teknologi telah diterima dan dipahami oleh umat
manusia serta menjadikan desain sebagai suatu kegiatan yang “khusus” atau “tersendiri” dari bagian kegiatan industri. Desain merupakan juga bagian dari aktifitas
suatu penelitian dan pengembangan bentuk yang direncanakan, yang kemudian menjadi bagian tersendiri dari proses rangkaian kerja untuk dapat
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 95 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
merealisasikannya. Sehingga desain dinilai semakin penting dalam peradaban manusia, terutama untuk
menunjang industri dan peningkatan kualitas hidup dan kehidupan.
Desain (wikipedia) menterjemahkannya sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif
lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata “desain” bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja.
Sebagai kata kerja, “desain” memiliki arti “proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru”. Sebagai kata benda, “desain” digunakan untuk menyebut “hasil akhir
dari sebuah proses kreatif”, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata.
Pengertian desain sejauh ini hanya membahas apa sebenamya yang dimaksud dengan “desain”. Bila ditinjau dari istilah “disain” atau “desain” dalam ejaan bahasa Indonesia, berasal dari kata “design” dalam bahasa
Inggris. Istilah desain, secara umum dapat berarti:
potongan, model, moda, bentuk atau pola; konstruksi, rencana, mempunyai maksud, merencanakan dengan baik atau bagus atau indah bentuknya. Istilah “disain”,
dalam ejaan bahasa Indonesia, merupakan suatu istilah yang dituliskan berdasar bunyi pengucapan (pelafalan) dari kata design dalam bahasa Inggris. Suku-kata “de”
pada kata design dalam bahasa Inggris, umumnya diucapkan seperti mengucapkan suku kata Vi dalam bahasa Indonesia. Sedangkan suku-kata "sign" pada kata
design dalam bahasa Inggris, umumnya diucapkan
(dilafalkan) seperti mengucapkan suku-kata "sain" dalam
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 96 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
bahasa Indonesia. Karenanya, istilah design dalam bahasa Inggris, kemudian dituliskan menjadi ”disain”
dalam ejaan bahasa Indonesia, sesuai dengan bunyi pelafalannya. Istilah desain dalam ejaan bahasa
Indonesia, juga merupakan suatu istilah yang dituliskan berdasar bunyi pengucapan (pelafalan) dari kata design
dalam bahasa Inggris, tetapi dengan sedikit perbedaan pada bunyi pengucapan (pelafalan) suku-kata "de" pada kata "design" dalam bahasa Inggris, yang dilafalkan
dengan penekanan lebih banyak ke arah bunyi "e", dari pada bunyi "i". Karena itulah kemudian penulisannya
dalam ejaan bahasa Indonesia, menjadi "desain". Bagaimanapun juga, kedua istilah ini, yaitu istilah disain atau istilah desain, adalah bermakna sama dan arti
kedua istilah ini tidak dibedakan, dengan pengertian yang setara. Kata ‟mendesain‟, mempunyai pengertian yang secara umum adalah merancang, merencana, merancang-
bangun, atau mereka-yasa; yang artinya setara dengan istilah to design atau "designing" dalam bahasa Inggris.
Istilah ini mempunyai makna melakukan kegiatan (aktivitas, proses) untuk menghasilkan suatu desain atau rancangan atau rancang-bangun.
Selama perjalanan sejarah kriya dan desain,
dimana teknologi telah diterima dan dipahami oleh umat manusia serta menjadikan desain sebagai suatu kegiatan
“khusus” atau “tersendiri” dari bagian kegiatan industri. Desain merupakan juga bagian dari aktifitas suatu penelitian dan pengembangan bentuk, yang kemudian
menjadi bagian tersendiri dari proses kerja dengan pendekatan antar dan lintas disiplin ilmu, seperti
memasukkan dan mengintergrasikan dengan ilmu ergonomi. Untuk dapat merealisasikannya, pemikiran
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 97 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
desain terus-menerus mengalami perkembangan dan perubahan yang mengikuti perkembangan IPTEKS.
Desain baru yang berbasis industri maju, kini tidak lepas dari komputerisasi dan digital, system komunikasi-
informasi global (internet, seluler), telah membangkitkan suatu kesadaran desain dan penemuan-penemuan baru, disamping bernafaskan pola berfikir khusus dan umum
(universal).
3.3 Desain Menurut Pendapat Ahli
Zaman Revolusi Industri (1745-1770 M)
menawarkan teknik produksi dan material baru, di Eropa, dimana industri massal ini kemudian menghasilkan barang-barang pakai yang menjadi murah, baik dalam
mutu maupun ekonomi. Karena proses industrialisasi yang dinilai kurang humanis, telah menciptakan trauma
dan reaksi sosial dari sekelompok seniman, kriyawan dan desainer.
Memasuki suatu masa spesialisasi dan otonomi
seni, dimana bidang teknik dipisahkan dengan bidang seni, sehingga seni bukan lagi bagian penting dalam keteknikan. Kejenuhan akan hasil industri, membuat
orang – orang tertentu mulai menolak buatan mesin yang dianggap kaku dan polos tanpa sentuhan tangan manusia. Hal inilah yang membuat para pengusaha dan
pemilik modal kembali menarik seni disaat barang atau produk pabrik tidak laku dan menjadi murah. Dalam hal
ini agar supaya produk terjual atau dapat menarik pembeli kemudian para pengusaha atau industriawan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 98 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
membeli seni seperti barang lepas yang tidak ada hubungannya dengan produksi, kemudian menempelkan
begitu saja pada benda produksinya. Mereka para pengusaha industri membeli seni dari berbagai masa seperti zaman klasik Yunani, gaya Neo-clasic, seni Barok, Rococo dan Renaissance dengan menerapkannya
pada produk industri dengan seenaknya saja. Tindakkan
yang dianggap keliru ini menunjukkan belum adanya pengertian terhadap persoalan yang sebenarnya dan beranggapan bahwa seni tidak ada hubungannya dengan
mesin. Saat itu belum disadari bahwa masalah tersebut dapat di atasi dengan “perencanaan” bentuk yang akan
dihasilkan oleh mesin yang dikenal sekarang sebagai industrial design atau desain produk.
William Morris (1870) adalah salah seorang yang mempertanyakan kembali akan hasil industri dan
menganjurkan untuk kembali kepada ketrampilan atau kriya atau kerajinan tangan, yaitu mencari kemungkinan
baru dengan memadukan atau mempertemukan antara fungsi yang praktis dengan seni sebagai unsur keindahan. Pertemuan antara seni dan industri sebagai “seni tengah”,
yang awal kemunculannya disebut sebagai “seni industri” atau “seni dekoratif” atau “seni terapan” itu
dan pada akhirnya disebut sebagai “desain”.
Lembaga Bauhaus, 1919, di Weimar-Jerman, seolah-olah merupakan tonggak pembaharuan kegiatan desain yang disebabkan masyarakat Barat yang gemar
sekali menghias benda secara berlebihan, setelah gerakan Art & Craft dan Noveau di Eropa. Gerakan ini dipimpin
oleh John Ruskin, William Morris, Norman Shaw dan C.R. Ashbee. Kemudian mendapat dukungan arsitek
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 99 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
A.W. Pugin tahun 1988, dikala mereka mempromosikan karya-karya yang berketerampilan tinggi.
Melalui gerakan “Art & Craft” (seni dan kerajinan)
atau gerakan sosial anti industri (1850-1900), memberikan nafas baru kepada barang pakai dengan
menekankan pada faktor fungsi dan dekorasi yang sesuai dengan metode industri atau sistem pembuatan produk dalam jumlah banyak. Selain “desain”, juga “kriya”
termasuk dalam “seni tengah” ini memiliki persamaan yang berkaitan dengan proses penciptaan obyek pakai.
Sedangkan perbedaannya adalah desain menghasilkan rancangan yang berupa gambar-sketsa, foto, diagram, model, spesifikasi verbal dan numerik, maka kriya hasil
akhirnya adalah benda pakai. Dalam proses desain industri realisasi produk dilakukan dengan proses manufaktur. Sedangkan kriya, produknya dikerjakan
secara tradisional dan manual mulai dari bahan mentah hingga menjadi produk benda pakai, sebagai tradisi techne di masa lalu.
Muncullah kemudian suatu istilah “machine art”
atau “seni Mesin” yang menunjukkan perlunya unsur seni diterapkan pada produk yang dihasilkan mesin (1900-1930). Kemudian “seni industri” atau “industrial art” terjadi ketika mekanisasi semakin berkembang di
berbagai industri manukfakturing. Sistem tersebut ternyata menuntut ketrampilan ketukangan dan wawasan industri si seniman dalam merangcang produk.
Barulah setelah Perang Dunia ke II tatkala bisnis
modern yang mencanangkan modal, pemasaran dan industrialisasi telah melanda Eropa Barat dan Amerika,
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 100 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dimana persaingan tak terelakkan lagi dan konsekuensinya setiap industriawan atau pengusaha
harus menyusun strategi untuk menjawab dan menjabarkan kebutuhan konsumen yang beraneka
ragam, dari daya beli, latar belakang sosial-budaya, cita-rasa dan tuntutan lainnya. Dan kemudian mengangkat banyak perancang yang disebut sebagai “desainer” yang
berprofesi menelaah bentuk fisik produk dan memikirkan pula kelayakan psikologis, fisiologis-ergonomis, sosial, ekonomis, estetis, fungsi dan teknis.
Pengertian desain dan perkembangannya pada abad
20, Walter Grofius (1919), mengatakan desain adalah suatu kreasi seniman untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara tertentu. Lembaga Bauhaus (1919)
di Weimar Jerman, dianggap sebagai pembaharuan kegiatan desain, karena masyarakat Barat saat itu gemar
menghias benda-benda secara berlebihan setelah masa Art Noveau dan Art & Craft terjadi di Eropa. Muncullah
kemudian gerakan “fungsionalisme dan rasionalisme”
sebagai implementasi dari positivisme yang digagas oleh Comte, telah menjadi spirit pengembangan awal desain yakni falsafah “form follow fuction” oleh Sulivan. Desain
rasionalistis puncaknya terjadi tahun 1960-an, dimana Acher mengatakan bahwa desain merupakan pemecahan
masalah dengan target yang jelas, dan sebagai bentuk kebutuhan badani dan rohani manusia yang dijabarkan melalui berbagai bidang pengalaman, keahlian dan
pengetahuan yang mencerminkan perhatian apresiasi dan adaptasi terhadap lingkungan sekelilingnya, terutama
berhubungan dengan bentuk, komposisi, arti, nilai dan berbagai tujuan benda buatan manusia. Lalu Alexander
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 101 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
berpendapat bahwa desain sebagai temuan unsur yang paling obyektif.
Victor Papanek, seorang pemikir desain terkenal
merumuskan, bahwa tujuan desain sebagai “pengubah lingkungan manusia dan peralatannya, bahkan lebih jauh lagi mengubah manusia itu sendiri”. Berikut ini beberapa
pendapat tentang desain, seperti Alexander (1963), seorang arsitek yang menyatakan bahwa desain sebagai pencarian komponen fisik yang paling tepat. Seorang
Guru Besar Royal Academy of Art, London, Bruce Archer, menyatakan sebagai aktifitas pemecahan masalah yang
terarah. Lalu Gregory mengatakan “Mempertautkan situasi (kenyataan) dengan produk untuk mendapatkan kepuasan”. Dan J.K. Page menyebut sebagai “Lompatan
yang penuh imajinasi dari kenyataan kini ke kemungkinan-kemungkinan masa mendatang”. Ditelusuri
lebih jauh secara filosofis oleh J.C Jones, sebagai peragaan suatu keyakinan akan kebenaran, merupakan tindakan dan inisiatif untuk merubah karya manusia.
Sedangkan Reswich dan Guy Bonsiepe yang menekankan pada unsur-unsur inovatif dan kreatif
sebagai ”Suatu kegiatan menjadikan sesuatu keadaan tidak ada ke ada yang mempunyai daya guna”. Persoalan desain tidak hanya sekedar bentuk dan dekorasi saja,
tetapi lebih mendalam lagi pada suatu kebutuhan hidup manusia itu sendiri.
Akademikus dari FSRD-ITB, Imam Buchori, berpendapat dan mengatakan bahwa desain mengalami
perkembangan makna, tidak lagi suatu kegiatan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 102 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
menggambar, melainkan kegiatan ilmiah. Memang masih terdapat polemik antara desain sebagai kegiatan enjinering ataukah sebagai kegiatan intuitif, namun
menekankan pada desain sesungguhnya adalah
berurusan dengan nilai-nilai. Dan bersifat relatif terhadap acuan nilai yang dianut oleh pengambil keputusan. Oleh karena itu, desain akan terus berkembang dengan dua pendekatan, yakni engineering dan humanities.
Melatari lahirnya sains desain, yang membuktikan bahwa
desain, baik konsep dan teori maupun konfigurasi artefaknya selalu bersifat kontekstual.
Sedang Guru Besar ITB, Widagdo, berpendapat bahwa desain selalu mengacu pada estetika dan tidak semata berkenaan dengan persepsi visual-fisikal saja,
namun mencakup konsep yang abstrak, yakni yang benar, teratur dan berguna. Ia memaparkan bahwa
estetika memiliki watak transendental, keberaturan, dan pragmatik. Estetika memperoleh tantangan ketika
modernisme memilah antara “kegunaan” dan “estetik”, sebagaimana antara desain dan seni. Selanjutnya post-
modern juga melepas estetika, dari persepsi tentang
keindahan menuju pada pluralisme makna. Metoda dasar yang digagaskan para pemikir dunia ribuan tahun lalu, khususnya desainer, hendaknya memperjuangkan
kebenaran estetik, sebab “desain adalah suatu kearifan yang ditampakkan”.
Kegiatan desain kemudian dipahami sebagai kegiatan mencari solusi dari suatu kebutuhan, maka
dapat dikatakan bahwa bidang keahlian desain dalam
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 103 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
rangka menyamakan persepsi dan mengkaji gagasan keserumpunan desain, dikenal akan hal-hal yang khusus
tentang “mechanical engineering design”. Sebagai contoh desain yang berciri ”murni” mesin dan desain yang
memerlukan keahlian multi-disiplin yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkaji kontribusi dari masing-masing bidang keahlian. Untuk menyamakan dan
membangun persepsi keserumpunan, diperlukan suatu komunikasi dan sinergi kompetensi, yang menyatakan
kontribusi berbagai disiplin ke dalam suatu desain dengan permasalahan yang semakin rumit.
Desain sebagai kegiatan interdisiplin bisa didekati dari berbagai sudut. Secara umum, arsitek ITB, Yuswadi
Saliya, menelusuri literasi sejarah untuk mengamati kecenderungan baru, seperti fenomena gerakan Renaisance dan pencerahan di Eropa (Barat) beserta
dampak paradigmatik sosial-budayanya terhadap pemahaman ranah desain atau seperti kebangkitan
kembali akan kesadaran tubuh dan pengalaman pragmatik sehari-hari. Secara khusus, Ia juga menyoroti gagasan simbiosis Kurokawa dari Jepang yang
mencerminkan pendekatan ketimuran bersandingan dengan gagasan adaptasi (Piaget /Norberg-Schulz) sebagai
landasan desain yang baru. Cara untuk tahu secara desain, sebagai budaya ketiga (cross), diketengahkan
sebagai pembanding terhadap kecenderungan dikotomik-hegemonik modernis yang dipandang bermasalah.
Gagasan Richard Buchanan diajukan sebagai excursus, untuk membaca kategorisasi dalam wacana desain secara interdisipliner. Penjelajahan awal ini diakhiri secara
terbuka dengan mengemukakan berbagai kemungkinan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 104 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dalam bentuk amsal sesudah terbebasnya kembali berbagai variabel dalam desain.
Rachel Cooper, juga menyoroti gaya hidup
metropolitan dan cara berkompetisi, sampai pada post-modern Indonesia atau dalam ranah budaya kontemporer.
Pengertian dan persepsi desain selalu berubah, sejalan dengan peradaban itu sendiri atau menyuarakan budaya
zamannya. Tindakan ini terkait dengan pemberian jaminan kontinuitas, juga adanya inovasi dan kreativitas penciptaan produk masa depan, sebagai strategi dan
pemberian makna yang baru.
3.4 Tinjauan Desain
Tinjauan desain merupakan suatu ilmu untuk mencermati, mengamati dan mengkritisi berbagai fenomena desain maupun hal-hal lain yang berkaitan
dengan dunia keperancangan secara umum, baik yang berbentuk fisik atau teraga (karya fisik) maupun yang berupa konsep atau tak teraga (konseptual), hingga
berdampak pada masyarakat. Objek orientasi dan kajian dari tinjauan desain menyangkut keberbagai bidang
disiplin ilmu. Tinjauan desain membahas antara lain : a) Teori desain, b) Karya dan proses desain, c) Nilai-nilai estetik karya desain, d) Gaya hidup, e) Dampak sosial
karya desain, dan f) Sejarah desain.
Teori desain, merupakan pengetahuan tentang perencanaan dan pembuatan sesuatu, ilmu desain merupakan „akumulasi‟ berbagai bidang disiplin ilmu,
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 105 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
misalnya: ilmu seni, ilmu humaniora, profesi kemanusian, socio behavior science, sain, dan teknologi.
Parameter–parameter keilmuan dalam bidang
desain, meliputi :
1) Sain & Teknologi :
Sain dan Teknologi memiliki parameter “yang terukur” dan memiliki kriteria “Validitas”. Aspek yang menjadi
indikasi adalah : “Benar/Tidak Benar”. Sebagai contoh dapat dilihat pada penggunaan material (bahan baku) untuk suatu produk desain, berdasarkan
keilmuan (sain) dapat diamati dan dibuktikan konsep penggunaan material yang benar/salah, misalnya: material yang benar diterapkan untuk produk mobil
adalah logam, dan yang tidak benar adalah material plastik. Demikian pula halnya dengan Teknologi,
dimana konsep teknologi menegaskan bahwa teknik penyambungan komponen mobil yang benar adalah dengan cara dilas menggunakan teknologi tingkat
tinggi, dan yang tidak benar adalah dengan cara dilem. Sangat jelas, bahwa parameter yang digunakan sangat
terukur dan memiliki validitas (tingkat kebenaran yang tinggi).
2) Seni : Parameter yang digunakan untuk mengkaji desain dari seni adalah “Apresiasi”, sehingga kriteria yang
dimaksud adalah “Relevansi”, karena keberhasilan dari suatu produk seni dapat diukur dari karya-karya
yang relevan dengan kebutuhan publik. Indikasi yang dilihat meliputi: “Aspek Estetik atau nilai Baik atau
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 106 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Buruk”. Sebagai contoh apabila menilai suatu produk desain dari aspek seni yang terkandung di dalamnya,
maka sangat mungkin dipastikan bahwa setiap orang yang menilai, akan memiliki visi (pandangan) yang
berbeda, tergantung dari wawasan, ilmu seni yang dimiliki dan kepentingannya serta selera yang dimilikinya terhadap produk tersebut. Misalnya,
seorang yang memiliki wawasan, ilmu dan taste yang tinggi terhadap karya seni serta berada dalam
lingkungan gaya hidup hi-class, akan memberikan penilaian dan penghargaan yang yang sangat tinggi pada produk-produk haute couture, dibandingkan
dengan masyarakat golongan menengah ke bawah yang kurang memiliki wawasan, ilmu dan taste
terhadap karya seni fashion.
3) Humaniora, Profesi Kemanusiaa & Socio Behavior Science:
Berkaitan dengan Fenomena yang berhubungan
dengan aspek kemanusiaan. Parameter yang berkaitan dengan ketiga bidang keilmuan di atas adalah “Fenomena eksistensi manusia”, sehingga kriteria
yang ditetapkan adalah pada Aspek “Pantas atau Tidak Pantas”. Sebagai contoh penggunaan busana
pada lingkungan (kultur, profesi dan lingkup sosial) tertentu, akan sangat berbeda dan sangat normatif apabila dibandingkan dengan lingkungan lainnya.
Misalnya, busana panggung yang biasa digunakan oleh seorang biduanita akan sangat tidak pantas apabila digunakan oleh seorang guru untuk aktivitas
mengajarnya, demikina pula sebaliknya, seragam guru tidak pantas digunakan oleh seorang artis pada saat
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 107 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
melakukan show di atas panggung. Contoh lain adalah pada penggunaan busana pesta. Masyarakat Eropa
dan masyarakat Barat lainnya tentu sangat menerima dan merasa pantas apabila mengenakan gaun dengan
model dada terbuka pada saat menghadiri pesta malam, namun masyarakat Timur pada umumnya akan merasa risih dan merasa tidak ethis.
Ide Desain Dari Binatang Dengan Prinsip Kerangka Teknis
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 108 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Ide desain dapat diinpirasikan oleh alam, mahluk hidup, menjadi bersifat teknis seperti konstruksi
jembatan dan alat angkut serta lainnya. Ide-ide lainnya misalnya sebagai berikut:
Dari melihat alam dan lingkungan sekitar. Berdasarkan pengalaman.
Berdasarkan kebutuhan atau permintaan atau survey pasar.
Memperbaiki suatu kondisi.
Ilmu dan teknologi yang berkembang. Adanya suatu permasalahan tertentu.
Budaya dan tradisi Gaya hidup dan globalisasi Seni dan daya kreasi atau inovasi individual.
Studi dan riset serta mendaras kepustakaan.
Tinjauan terhadap karya desain meliputi hal berikut ini:
a. Orientasi pada Kreator (Desainer) : Orisinalitas Ide Life time Design
Kreativitas Intuisi
Keterampilan Keunikan Tradisi
Style Pribadi Trend Setter
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 109 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
b. Orientasi pada Produk :
Engineering Efisiensi Produktifitas Produksi Massa
Strategi Pasar Standarisasi Strategi Harga Inovasi Laba Promosi
Marketing Merek
c. Orientasi pada Konsumen
Gaya Hidup Globalisasi
Etnicity Faktor Geografis Prilaku Konsumen Just In Time
Design Life Cycle Function Follow Form Peluang
Masing-masing kalangan, mempunyai sifat,
keakhlian, dan spesialisasi tertentu; dgn latar ilmu pengetahuan dan teknologi yg dimiliki juga berbeda.
Sehingga dengan demikian untuk membuat sebuah produk (terutama produk industri yang rumit), diperlukan perencana-perencana atau desainer yg berasal dari
berbagai kalangan atau disiplin ilmu yg berbeda. Sedangkan proses pelaksanaannya, lebih bersifat antar disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi. Para pelaku
proses desain, para pembuat rencana, serta para pembuat produk masa kini, jikalau diperluas dapat
meliputi berbagai kalangan yg sangat beragam, dgn lingkungan yg beragam pula.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 110 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
3.5 Definisi Prinsip Desain
Pengetahuan tentang beragam prinsip desain dan dekorasi yang sangat diinginkan pada saat merencanakan
dekorasi. Pengetahuan ini akan membantu untuk merencanakan desain yang lebih menarik dan menyenangkan. Desain yang berarti susunan,
memperhatikan dengan seksama bahwa ada perubahan dari ketidakteraturan menjadi teratur atau terarah, ini biasanya berarti pula semacam aturan tentang sesuatu,
meliputi prinsip-prinsip berikut ini:
a) Repetition adalah mengulang motif yang sama dalam
segala arah. b) Rhythm adalah gerakan anggun yang diciptakan
dengan menempatkan garis, bentuk, nada atau warna dalam suatu garis dimana mata dapat melihat dengan
jelas. c) Balance adalah efek tenang dari daya tarikyang
seimbang pada masing-masing sisi dari garis tengah
semu. d) Proportion adalah hubungan antara berbagai jenis
dan ukuran satu sama lain. e) Alternation adalah pengulangan satu atau dua motif
dalam susunan yang biasa. f) Sequence adalah perubahan seragam diantara bagian
yang terpisah atau seri. Anda dapat memberi efek dengan garis, nada dan warna.
g) Radiation adalah pembentukan yang anggun dari
bagian desain dari suatu titik tengah atau axis.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 111 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
h) Parallelism adalah lanjutan dari garis atau bentuk
pada arah yang sama, kurang lebih dengan jarak yang
sama. i) Transition adalah mengubah dari satu garis, bentuk,
nada atau warna menjadi sesuatu yang berbeda. j) Symmetry adalah menempatkan dua bentuk yang
sama persis di masing-masing sisi dengan jarak yang
sama dari garis tengah. k) Bisymmetry tepat bila setengah dari bentuk tersebut
berada di masing-masing sisi. l) Quadrilateral symmetry bila empat bentuk
ditempatkan disekeliling axis. m) Contras adalah tekanan yang datang dari garis,
warna, bentuk, tekstur yang berbeda besar dan kecil, panjang dan pendek, tinggi dan rendah.
n) Emphasis adalah penempatan bagian desain dimana
mata melihat hal terpenting terlebih dahulu. Dari situ
akan membawa kepada detail lain supaya memenuhi kepentingannya sebagai pusat daya tarik.
Mungkin satu illustrasi yang paling bagus di alam dari semua prinsip ini adalah kepingan salju. Setiap keping
sempurna memiliki ragam yang tak terbatas dan tak ada yang sama satu sama lain.
Kegiatan mendesain sebagai suatu aktivitas yang ditujukan untuk menghasilkan suatu produk, yang secara fungsional sangat dekat kaitannya dengan aspek
manusia dan fenomenanya, juga merupakan salah satu aspek yang menjadi pemicu berkembangnya gaya hidup
(lifestyle) dalam masyarakat.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 112 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Bab 4
ERGONOMI PRODUK
Memahami pentingnya ilmu ergonomi, yang
berkaitan dengan aspek manusia bekerja dan menghasilkan suatu produk tertentu dan kemudian
memanfaatkannya. Terutama bagi mereka-mereka yang berkepentingan dengan produk fungsional (pakai) dan kegiatan mendesain atau perancangan. Demikian pula
perlu diketahui oleh para pihak, baik sebagai pengguna atau konsumen maupun produsen atau industri atau produsen suatu produk.
4.1 Pengertian Ergonomi
Istilah ergonomi dalam bahasa Yunani disebut
“ergein” yang artinya bekerja dan sebenarnya berasal dari
bahasa Latin yaitu “Ergon” yang berarti „kerja‟ dan “Nomos” yang berarti „norma‟ atau „hukum alam‟ (natural
law) atau „aturan‟. Ergonomi berarti bekerja atau pekerjaan menurut aturan atau norma yang berlaku. Ilmu dengan pendekatan berbagai bidang keilmuan, yang
bertujuan untuk mengoptimalkan system manusia dan pekerjaannya sehingga tercapai cara kerja yang sehat,
aman, efisien, nyaman, selamat. Dalam The American Heritage® Dictionary of the
English Language (1992), dikatakan bahwa ergonomic (kata sifat) atau ergonomist (kata benda) adalah ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalam mendesain peralatan kerja, tempat kerja dengan tujuan untuk memaksimalkan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 113 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
produktivitas dengan mengurangi kelelahan dan ketidak nyamanan.
Ergonomi menurut Prof. Manuaba, adalah Ilmu
atau pendekatan yang multi & interdisipliner untuk menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia demi
tercapainya kesehatan, keselamatan, kenyamanan dan efisiensi yang setinggi-tingginya (Manuaba, 1998). Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang
aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya, yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
managemen dan desain atau perancangan (Eko Nurmianto,1996:1). Definisi ergonomi selengkapnya: adalah Ilmu, teknologi dan seni atau pendekatan multi
dan interdisipliner untuk menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan
keterbatasan manusia demi tercapainya kesehatan, keselamatan, kenyamanan dan efisiensi yang setinggi-tingginya sehingga tercapai produktivitas yang tinggi pula,
melalui pemanfaatan fungsional tubuh manusia secara optimal dan maksimal (Manuaba, 2006).
Ergonomi merupakan ilmu tentang kemampuan dan keterbatasan tubuh manusia, serta kriteria lainnya
yang berkaitan dengan perancangan. Rancangan ergonomi adalah perancangan peralatan kerja, perlengkapan, mesin-mesin, pekerjaan, tugas, tempat
kerja duduk, organisasi, dan lingkungan, berdasarkan informasi karakteristik tubuh manusia untuk
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 114 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan effektifitas fungsi tubuh manusia (Manuaba, 2007).
International Labour Organization (ILO)
mendefinisikan ergonomi sebagai penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia
secara optimum dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan (Effendi, 2002).
International Ergonomics Association (IEA) yakni
mendefinisikan ergonomi sebagai ilmu yang
mengaplikasikan pengetahuan mengenai kemampuan fisik maupun mental manusia untuk merancang produk,
proses, stasiun atau tempat kerja (workplaces) atau interaksi manusia-mesin (juga lingkungan fisik kerja) yang kompleks. Definisi paling sederhana dan ringkas;
adalah studi tentang kerja, dikaitkan dengan kerja fisik (physical) dan mental (psychological) manusia (Sritomo,
2006).
Ergonomi sangat diperlukan didalam suatu
kegiatan yang melibatkan manusia di dalamnya dengan memperhitungkan adanya kemampuan, kebolehan dan
kelemahan serta tuntutan tugas. Kesepahaman antara Kriya dengan Ergonomi, dimana ada pengertian “kriya” yang merujuk sebagai “kerja” atau hasil ”karya”, bisa saja
disepadankan dengan pengertian “ergonomi” yang berasal dari kata Yunani “Ergon” (kerja) dan “Nomos” (norma atau aturan). Sama-sama membahas manusia yang bekerja
menghasilkan aturan, nilai atau pun system atau
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 115 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
manusia sebagai kriyawan sebagai orang yang menghasilkan rancangan suatu karya atau produk
tertentu atau produk seni. Juga karyawan sebagai pekerja atau buruh atau tenaga kerja yang memproduksi sesuatu
rancangan atau desain menjadi seatu produk.
4.2 Manfaat Ilmu Ergonomi
Dalam ilmu ergonomi ada disebut User Oriented,
yang maksudnya adalah bahwa apabila seorang desainer
hendak merancang suatu produk, hendaknya benar-benar mempertimbangkan kepentingannya dan kesehatan dalam memakaian suatu produk. Lalu ada Man Oriented, yang
maksudnya dalam mendesain peralatan, lingkungan kerja dan produk hendaknya benar-benar mempertimbangkan
kenyamanan dan kesehatan baik para pemilik, pekerja, operator serta pengguna produk atau berorientasi kepada
manusia secara menyeluruh.
Ergonomi pada industri kecil yang berorientasi kepada manusia (man-oriented) cukup penting untuk
dikemukakan agar permasalahan yang ada pada industri kecil tersebut dapat teridentifikasi untuk dipecahkan atau diselesaikan. Akibat atau dampak negatif yang timbul dari
proses kerja industri kecil juga dapat diminimalkan. Hal ini seperti harapan dari ilmu ergonomi, yaitu suatu
pendekatan yang multi dan interdisipliner untuk menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia demi
tercapainya kesehatan, keselamatan, kenyamanan dan efisiensi yang setinggi-tingginya (Manuaba, 1998).
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 116 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Ergonomi merupakan disiplin ilmu yang bersifat multidisipliner, dimana terintegrasi ilmu fisiologi,
psikologi, anatomi, higiene, teknologi, sosial-budaya, ekonomi dan ilmu lainnya yang berkaitan dengan suatu
pekerjaan. Berbagai macam disiplin yang berkaitan dengan masalah manusia. Melalui ergonomi, berbagai macam disiplin bisa berkaloborasi dengan tujuan yang
sama yaitu peningkatan kesejahteraan manusia, tapi bukan semua masalah bisa diselesaikan dengan
ergonomi.
Area dari kajian ergonomi yaitu menserasikan alat,
cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga tercipta kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien untuk
mencapai produktivitas kerja yang setinggi-tingginya.
Berkumpulnya Berbagai Disiplin Ilmu Membicarakan Suatu Permasalahan Untuk Keputusan dan Tujuan Yang Sama.
Di dalam praktek dan perkembangannya bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya mencegah munculnya cedera dan penyakit
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 117 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
akibat kerja serta mempromosikan kepuasan kerja. Juga untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, memperbaiki
kualitas kontak sosial dan mengorganisir kerja sebaik-baiknya, demi meningkatkan efisiensi sistem manusia-
mesin dengan bijaksana dan pertimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomi, anthropologi, seni dan budaya.
Berhubungan dengan peralatan dan lingkungan
kerja, Manuaba (1992b) menyarankan untuk mengurangi
dampak negatif dalam pekerjaan pertama kali adalah dengan menyesuaikan pekerjaan terhadap manusia. Bila
karena alasan teknis atau ekonomis tidak mungkin dilakukan maka diarahkan agar manusia dapat menyesuaikan diri terhadap pekerjaannya melalui proses
seleksi, latihan dan adaptasi. Untuk melaksanakan hal tersebut ada dua pendekatan yang digunakan yaitu,
pertama dengan menerapkan ergonomi saat perencanaan dengan pendekatan konseptual, dan kedua dengan memperbaiki atau memodifikasi pekerjaan yang sudah
ada dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ergonomi yang dikenal dengan pendekatan kuratif.
Adanya kemampuan manusia yang ditentukan oleh faktor profil, kapasitas, fisiologi, psikologi dan kapasitas
biomekanik. Sedangkan tuntutan tugas dipengaruhi oleh karakteristik materi suatu pekerjaan, tugas yang harus dilakukan, organisasi dan lingkungan dimana pekerjaan
tersebut dilakukan (Manuaba, 2003c). Dengan ilmu ergonomi sesungguhnya dapat ditekan dampak negatif dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi,
karena dengan ilmu ergonomi bisa dihindari atau ditekan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 118 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dampak sekecil-kecilnya berbagai penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja, pencemaran, keracunan, ketidak
puasan kerja dan kesalahan unsur manusia (Manuaba, 1996 dan 2003).
Ergonomi dipergunakan oleh berbagai macam
keahlian atau profesional pada bidangnya misalnya dalam
perancangan atau desain atau aktivitas rancang bangun dan lingkungan kerja (working environment) atau rancang
ulang (re-desain) sesuatu produk, meliputi perangkat keras seperti perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja
(workholders), system pengendali (controls), alat peraga (displays), jendela, pintu, jalan dan lorong (acces ways),
analisis, sintesis, evaluasi hasil kerja, produk-produk industri, manejerial, pemerintahan, dosen dan mahasiswa
dalam proses belajar-mengajar. Ergonomi dapat berperan sebagai desain kegiatan
atau pekerjaan suatu organisasi, seperti pengaturan istirahat, shift kerja, variasi pekerjaan, desain perangkat
lunak yang berkaitan dengan computer, informasi sesuai kemampuan pemrosesan informasi manusia dan lainnya. Juga meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan
kerja, mengurangi rasa nyeri pada system kerangka otot manusia, meminimalkan kelelahan bekerja, kesalahan
respon transfer informasi menyebabkan kecelakaan dan mengoptimalkan produktivitas serta efisiensi.
Pemanfaatan prinsip-prinsip ergonomi dalam mendesain suatu produk, agar membuat produk tersebut menjadi lebih sesuai dengan pemakai (user friendly),
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 119 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
memuaskan, nyaman dan aman (Velasco, 2002). Untuk memudahkan dan mengurangi dampak negatif yang
mungkin timbul dari penggunaan suatu produk, penerapan ergonomi dalam desain hendaknya
memperhitungkan ukuran produk yang standar atau yang sesuai dengan situasi dan kondisi dari pemakai, mempergunakan bahasa sederhana, bahasa perusahaan,
bahasa teks dan bahasa atau simbol visual yang dimengerti publik atau bahasa masyarakat yang mudah.
Maksudnya adalah bahwa, apabila hendak merancang suatu produk hendaknya benar-benar
mempertimbangkan kepentingan dan kesehatan pemakai produk tersebut (user oriented). Demikian pula yang maksudnya, bahwa dalam mendesain peralatan,
lingkungan kerja dan produk hendaknya benar-benar mempertimbangkan kenyamanan dan kesehatan baik
para pemilik, pekerja, operator atau pengguna produk atau berorientasi kepada manusia secara menyeluruh (man oriented).
Akhirnya melalui pendekatan SHIP, yaitu singkatan
dari Systemic, Holistic, Interdiscipliner dan Participatory. Suatu pendekatan dalam penerapan ergonomi, yang dilakukan dengan cara:
a) Systemic: semua pekerjaan harus dilakukan dalam
satu kesatuan system yang utuh dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan lainnya.
b) Holistic: kajian komprehenship berbagai aspek
secara menyeluruh yang meliputi aspek teknis,
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 120 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
ekonomis, sosial-budaya, lingkungan, ergonomic dan psikologi.
c) Interdisipliner: kajian yang dilakukan secara terintegrasi antara semua aspek atau elemen dari
berbagai disiplin ilmu.
d) Partisipatory : sejak awal perencanaan sudah melibatkan berbagai unsur terkait mulai dari
pemilik, operator pengguna produk dan masyarakat setempat.
Pendekatan SHIP tersebut hendaknya selalu dapat
dimanfaatkan dalam pemecahan suatu masalah atau merencanakan sesuatu produk sehingga tidak ada lagi
masalah yang tertinggal atau muncul dikemudian hari, disamping itu penerapan dan pemilihan alih teknologi sehingga dirasakan tepat guna dengan persyaratan
sebagai berikut (Manuaba, 2000a, 2003b, 2004a dan b) :
1) Secara teknik hasilnya lebih baik, 2) Secara ekonomi lebih menguntungkan, 3) Secara sosial budaya dapat diterima,
4) Kesehatan dapat dijamin dan dapat dipertanggung-jawabkan,
5) Hemat dalam pemakaian energy, 6) Tidak merusak lingkungan.
Pada prinsipnya ilmu ergonomi dilakukan untuk
memberi perasaan aman, nyaman, efesien, produktif,
ramah, akrab, dapat menguntungkan dari segi waktu dan finasial, baik saat pergi dan bekerja sampai kembali ke
rumah. Tampaknya seakan tidak mungkin terpisahkan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 121 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dari keberadaan ilmu ergonomi. Dengan kata lain, ilmu ini untuk „memudahkan” atau “mengenakkan” bahkan
untuk “memuliakan manusia” dalam menjalankan hidup dan kehidupan, dengan segala macam bentuk benda
disekeliling manusia dan menghiasi serta membantunya.
4.3 Sejarah Ergonomi
Sebenarnya pemikiran ergonomi sudah ada sejak manusia lahir untuk mencapai hidup yg lebih efektif dan
efisien. Ergonomi adalah naluri manusia yang ingin enak dan nyaman.
Pada tahun 1881, di Inggris, seorang dokter bernama
CT. Thackrah yang meneruskan pekerjaan Ramazzini
orang Italia tentang lingkungan kerja tidak nyaman yang dirasakan operator, dimana postur tubuh saat bekerja menjadi masalah kesehatan, yakni posisi dan dimensi
meja-kursi yang tidak sesuai secara antropometri serta pencahayaan yang tidak ergonomis yang menyebabkan
seorang penjahit menjadi bungkuk dan mengalami iritasi indra penglihatannya. Juga temperatur lingkungan kerja yang tinggi serta kurangnya ventilasi sehingga jam kerja
menjadi panjang dengan gerakan berulang-ulang (repetitive work).
FW. Taylor, dari Amerika, adalah seorang insinyur,
pada tahun 1898, menerapkan metoda ilmiah untuk menentukan cara terbaik melakukan pekerjaan yang merupakan konsep ergonomi dan manajemen modern. FB.
Gilbreth juga dari Amerika, pada tahun 1911, seperti
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 122 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
halnya Taylor mengamati dan menganalisa gerakan tetapi lebih detail untuk mengoptimasi metoda kerja dengan
menunjukkan bagaimana postur membungkuk dapat diatasi dengan mendesain suatu sistem meja yang dapat
diatur naik-turun (adjustable). Sebuah lembaga di Inggris yaitu Badan Penelitian
Untuk Kelelahan Industri (Industrial Fatigue Research Board) yang didirikan tahun 1918, sebagai penyelesaian
masalah yang terjadi pada pabrik amunisi pada Perang Dunia Pertama. Badan ini menunjukkan output setiap hari meningkat dengan jam kerja per-harinya yang menurun.
Juga mengamati waktu siklus optimum untuk sistem kerja berulang (repetitive work systems) dengan menyarankan
adanya variasi dan rotasi pekerjaan. Seorang warga negara Australia bernama E. Mayo,
bersama teman-temannya dari Amerika pada tahun 1933, memulai beberapa studi di perusahaan listrik yakni Westrn
Electric Company, Hawthorne, Chicago, bertujuan untuk
mengkuantifikasi pengaruh dari variabel fisik seperti pencahayaan, dan lamanya waktu istirahat terhadap faktor
efisiensi dari para operator kerja dan perakitan. Pada saat Perang Dunia Kedua, di Inggris dan
Amerika terjadi masalah operasional pada peralatan militer, yang berkembang secara cepat seperti pada pesawat
terbang yang harus melibatkan sejumlah kelompok interdisiplin ilmu secara bersama-sama, mempercepat perkembangan ergonomi. Masalah penempatan dan
identifikasi untuk pengendali pesawat terbang, efektifitas alat peraga (display), handel pembuka, ketidak nyamanan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 123 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
karena terlalu panas atau terlalu dingin, desain pakaian untuk suasana terlalu panas dan terlalu dingin, dan
pengaruhnya pada kinerja operator.
Ketika para ahli berkumpul untuk memecahkan dan mencari solusi tentang persoalan-persoalan manusia bekerja yang menggunakan alat, menghasilkan produk,
penggunaan norma atau aturan atau sistem, untuk bisa mencapai nilai-nilai akan kemanfaatan, keefisienan, keamanan dan kesehatan serta kenyamanan.
Istilah “ergonomi” mulai dicetuskan pada tahun
1949, akan tetapi aktivitas yang sudah ada puluhan tahun sebelumnya. Pembentukan Masyarakat Peneliti Ergonomi (the Ergonomics Research Society) di Inggris
pada tahun 1949 itu melibatkan beberapa professional yang berkecimpung dalam bidang ini, yang menghasilkan
jurnal ergonomi (majalah ilmiah) pertama pada Nopember 1957. Kerjasama itulah melahirkan ilmu “ergonomic” yang berasal dari kata Yunani “Ergon” (kerja) dan “Nomos”
(norma/aturan). Kerjasama tersebut terpelihara dan terbina tidak hanya untuk alat perang, tetapi juga untuk
industri, alat-alat dan sarana pembangunan. Hasil yang gilang-gemilang ergonomi yakni
masalah pesawat ruang angkasa, sebagai contoh hasil dari kerjasama multidisiplin tersebut. Juga yang
diterapkan pada alat transportasi seperti mobil, pesawat udara, kapal laut, kereta api, traktor, mesin-mesin, mebelair, alat-alat rumah tangga dan sebagainya. Karena tuntutan, ergonomi berkembang terus dari mikro
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 124 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
ergonomi menjadi makro ergonomi lalu total ergonomi.
Masuk Indonesia melalui Universitas atau Institut di
bagian teknik dan kesehatan serta K3, Ada di Indonesia dan terlihat gaungnya sejak tahun 1969. Di Amerika disebut juga dengan Istilah Human Factor pada tahun 1957. Dipergunakan nama lain Bioteknologi dan Human Engineering. Sekarang berkembang menjadi Human Ergonomic and Human Society.
Ergonomi sebagai “ilmu” muncul pada Perang
Dunia ke-I dan ke- II, lebih menonjol lagi karena ada bukti-bukti yg menuntut perlunya ilmu tersebut terutama
Perang Dunia II, dimana tentara Sekutu mengalami kerugian yakni akibat langsung dari perang dan tidak diperhatikan secara serius tentang faktor manusia,
khususnya kemampuan, kebolehan dan keterbatasannya. Inggris banyak kalah dikarenakan tentaranya strees,
beban kerja yg berat, adanya kelelahan, dsbnya. Di Afrika dan Eropa Timur, tentara kedinginan, kelaparan dan terutama kehausan. Adanya penggunaan waktu kerja yg
berlebihan, orang dipekerjakan 18 jam/hari --- ini hanya 3 bulan saja efektifnya --- setelah 3 bulan kemampuan menurun drastis karena fatigue (kelelahan). Semua ahli
berkumpul dan bekerjasama, para teknisi, pengelola perang, dokter, biolog, psikolog, ahli anatomi, dsbnya,
yang tentu mengetahui mengenai apa, siapa, bagaimana tentang manusia itu.
Organisasi Ergonomi seperti The International
Ergonomic Association (IEA), di U.S.A, dimulai pada
tahun 1957. Patut diketahui pula bahwa Komprensi Ergonomi Australia yang pertama terselenggara pada
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 125 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
tahun 1964 yang mencetuskan terbentuknya The Ergonomics Society of Australia and New Zealand
(Masyarakat Ergonomi Australia dan New Zealand). Di Asia ada Asia Pasific Computer Human Interaction
(APCHI) berdiri pada tahun 1995 dan Ergonomic Society of Singapore (EES).
Tahun 1970 berdiri Ikatan Ergonomi Indonesia (IEA) dan Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI) yang
beranggotakan para ahli, praktisi, akademisi, teknisi, pengusaha dan orang-orang dari berbagai disiplin ilmu, yang mengadakan seminar berkala atau tahunan tentang
ergonomi. Tahun 1984 berdiri Ikatan Ergonomi Asia Tenggara dan tahun 1985 kongres I di Bali. Tahun 1985 berdiri South East Asian Ergonomics Society (SEAES).
Ilmu ergonomi dipakai oleh Kantor Perburuhan
Internasional (ILO) yang berpusat di Jenewa, untuk memberi petunjuk yang mudah dalam meningkatkan
keselamatan dan kondisi kerja para pekerja (buruh). Bekerjasama berbagai pihak dalam mengatasi suatu
problem atau permasalahan yang dihadapi, diantaranya bisa saja antar profesi atau gabungan dalam teamwork,
bisa dari unsur teknisi, manajer atau pengusaha, pengelola strategi perang dan persenjataan dalam militer, ekonom, hukum-sosial-budaya-kemasyarakatan, dokter,
biolog, psikolog, ahli anatomi, agamawan, seniman, kriyawan, desainer, kriyawan dan sebagainya. Tentunya
mereka-mereka itu yang mengetahui tentang manusia dengan segala aspeknya yaitu mengenai apa, siapa, mengapa, dimana, bagaimana manusia itu menghasilkan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 126 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
sesuatu kesepakatan atau nilai-nilai positif atau produk tertentu.
Kerjasama yang saling mendukung dan
menemukan titik temu semua pihak, kemudian melahirkan ilmu “ergonomik”. Kerjasama tersebut terpelihara dan terbina tidak hanya untuk proses
pembuatan produk, tetapi juga untuk instalasi industri dan inspeksi serta perawatan. Juga pada alat-alat, undang-undang atau peraturan, manajemen dan sarana
pembangunan lainnya. Hasil gemilang manusia di ruang angkasa adalah sebagai contoh hasil dari kerjasama
multi-disipliner tersebut. Juga pada alat transportasi seperti mobil, pesawat udara, kapal laut, kereta api, traktor, mesin-mesin, produk alat-alat rumah tangga dan
sebagainya. Karena tuntutan zaman, ilmu ergonomi berkembang terus dari mikro ergonomi yaitu adalah
suatu kajian ergonomi yang bertujuan untuk mengoptimalkan pekerja dengan menitik-beratkan pada detail desain kerja yang meliputi: tuntutan tugas (task, sub task), tempat kerja (antropometri, biomekanik dan data processing), alat kerja atau desain produk (motory interfaces, sensory interfaces dan informatory interfaces) yang bersifat obyektif, dan lingkungan kerja (bising, suhu,
getaran, penerangan, radiasi); Kemudian menjadi makro ergonomi, tentang kajian system perusahaan dan sosio masyarakat dan penerapan ergonomi secara menyeluruh
yang lalu berkembang menjadi total ergonomi. Ergonomi masuk Indonesia melalui Universitas dan
Intitut di bagian teknik, produk industri dan kesehatan, menjadi bidang studi khusus atau sebagai mata kuliah.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 127 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Juga telah diserap oleh Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) bagian dari Depertemen
Tenaga Kerja RI dan organisasi LSM lainnya, sebagai ilmu multi-disipliner.
Pendekatan ergonomi yang memanfaatkan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia di
dalam penetapan pilihan alam, cara dan lingkungan kerja, yang dilakukan sejak awal perencanaan yang dalam hal ini prinsip-prinsip ergonomik sudah menjadi bagian dari perencanaan menyeluruh disebut conseptual ergonomics.
Sedangkan suatu pendekatan ergonomi yang memanfaatkan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan
manusia di dalam penetapan pilihan alam, cara dan lingkungan kerja, yang diperlukan untuk melakukan
perbaikan terhadap system yang sudah ada dinamakan curative ergonomics.
Pertimbangan alih teknologi diharapkan secara teknis lebih efisien, pekerjaan lebih mudah, memerlukan energi lebih kecil, produktivitas dapat ditingkatkan, sesuai
dengan keahlian operator (pekerja) dan resiko kecelakaan menjadi kecil. Secara ekonomi lebih menguntungkan
yakni tidak menimbulkan kesenjangan sosial, tidak menyebabkan timbulnya pengangguran, dapat meningkatkan efisiensi tanpa menambah biaya
operasional dan memperpanjang rantai produksi, pemilihan terhadap penggunaan padat karya atau padat
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 128 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
modal yang harus dilakukan dengan cara bijaksana. Secara ergonomik tidak menimbulkan kecelakaan atau
penyakit, dapat mengurangi kerja fisik dan mental, menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang nyaman
sehingga tidak membahayakan kesehatan pekerja dan meningkatkan kepuasan kerja, menciptakan kondisi yang seimbang antara unsur teknik, ekonomi, antropologi,
kebudayaan dan system manusia-mesin sehingga efisiensi dapat ditingkatkan.
Pagar Pengaman Naik Tangga dan Pengaman Lubang Tangga
Alih teknologi, secara sosio-kultural juga bisa
dipertanggungjawabkan, keharmonisan kultural harus dipertimbangkan agar alih teknologi berjalan maksimal, harus pula mempertimbangkan adat-istiadat, organisasi
Fasilitas Publik Berupa
Toilet Umum di Tepi Jalan
di Perancis disebut “Sanisette”,
Bentuknya Menarik
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 129 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
kerja, kelompok kerja, agama, norma-norma yang berlaku setempat sehingga tidak terjadi benturan dengan budaya
yang sudah ada, dan alih teknologi harus dilakukan secara total dan menyeluruh sehingga benar-benar dapat
dikuasai dan dijalankan. Disamping itu hemat energi dan ramah lingkungan, dimana penggunaan energi juga harus diminimalisasi, menggunakan sumber energi yang bersih,
dan penting untuk memelihara kelangsungan sumber daya alam dan SDM serta produksi sebagaimana kelangsungan dari kultur.
Dalam rangka kompetisi global, setiap produk yang
dihasilkan benar-benar kompetitif atau mempunyai nilai tambah, seperti pencantuman bahwa produk tersebut bernilai ergonomis, yakni aman, nyaman, sehat karena
tidak menjadi sumber penyakit dan bila dipergunakan tidak cepat menimbulkan kelelahan, lebih produktif dan efisien. Dari sisi manajemen, dikenal Total Quality Management (TQM) dengan ergonomi mempunyai tujuan
yang sama, yakni berorientasi terpenuhinya keinginan
dan kebutuhan, terutama para pelanggan atau pengguna. Secara Internasional semuanya diukur dengan standar
mutu atau mengacu pada standar ISO 9000 atau ISO 14000 serta harus benar-benar ergonomi diterapkan untuk memberikan suatu kepercayaan dan kelayakan uji
publik. Kini produk Indonesia juga secara nasional standar mutunya telah ditetapkan sebagai Standar Mutu Industri Indonesia (SII). Para desainer kini menyadari
akan arti penting standarisasi dan fumigasi dalam proses manufakturing yang efisien dan rasional dalam produk
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 130 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
terutama untuk ekspor, demikian juga industri kerajinan tangan (craft basd industry).
Beberapa usaha perbaikan ergonomi (correction Ergonomics) yang pernah dilakukukan oleh para ahli di mancanegara, yang pencatatan datanya baik, rapi dan
teratur, terbukti bahwa penerapan ergonomi mampu memberikan keuntungan secara ekonomi, meningkatkan keselamatan dan kenyamanan atau kepuasan kerja, sehingga sampai pada kesimpulan good ergonomic is good economic (Hendrick, 2002).
Macam-macam Simbol ASME yang Digunakan
Untuk Peta Proses
Peringatan dan Petunjuk Memang Diperlukan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 131 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Bab 5 ERGONOMI DAN KONDISI KERJA INDUSTRI
5.1 Stasiun kerja dan sikap kerja
Menurut Ahli ergonomi, Manuaba (1999), yang
menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain, pekerjaan, mesin dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungan, sehingga manusia dapat hidup dan bekerja
secara sehat, aman, nyaman, dan efisien. Sutalaksana (1999), menyatakan bahwa desain alat kerja disebut ergonomis apabila secara antropometris, faal, biomekanik
dan psikologis sesuai dengan pemakainya.
Untuk memperoleh suatu cara, sikap, alat, dan lingkungan kerja yang sehat dan aman perlu dipertimbangkan hal-hal kemampuan, kebolehan, dan
keterbatasan manusia, maka untuk perbaikan kondisi kerja haruslah melalui pendekatan ergonomi (Netrawati,
dkk. 2001). Sikap kerja dalam hal ini adalah sikap tubuh ketika melakukan suatu pekerjaan yang diakibatkan oleh hubungan antara dimensi tubuh pekerja dengan dimensi
variasi dari tempat kerjanya. Secara mendasar sikap tubuh ketika tidak melakukan gerakan atau pekerjaan adalah sikap berdiri, berbaring, jongkok dan duduk
(Pheasant, 1991).
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 132 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Sikap kerja yang tidak fisiologis atau sikap paksa akan dapat mengurangi produktivitas. Ada kalanya
seorang perajin harus mengeluarkan tenaga tertentu akibat adanya beban tambahan yang tidak perlu,
sedangkan dalam posisi sikap paksa seseorang tidak mampu mengerahkan kemampuannya secara optimal. Sikap kerja yang tidak fisiologis dapat bertindak sebagai
penyebab timbulnya berbagai gangguan pada sistem muskuloskeletal (Manuaba, 1990).
Contoh Sikap Paksa Para Siswa SMK Batubulan Dalam Melakukan Kegiatan
Mengukir
Dan Mengangkat Barang yang
Tidak Aman
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 133 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
5.2 Pertimbangan antropometri pada perbaikan
stasiun kerja
Setiap desain produk, baik yang sederhana maupun yang
kompleks, antropometri penting untuk diperhatikan dan harus mampu mengacu pada antropometri pemakainya. Sanders & Mc.Cormick (1987); juga Pheasant (1988),
menyatakan bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia atau karakteristik fisik tubuh
lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang.
Antropometri Tubuh Manusia
Sutarman (1972) juga menyatakan bahwa dengan mengetahui ukuran antropometri tenaga kerja, akan dapat
dibuat suatu desain alat-alat kerja yang sepadan bagi tenaga kerja yang menggunakan alat kerja tersebut,
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 134 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dengan harapan dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja.
Mengukur Antropometri Kepala, Tangan dan Kaki
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 135 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Peralatan Ukur Antropometri
Cara Mengukur
Antropometri Orang
Duduk
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 136 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Aplikasi ergonomi dengan antropometri menjadi dua divisi utama yaitu: (1) ergonomi berhadapan dengan
tenaga kerja, mesin beserta sarana pendukung lainnya dan lingkungan kerja. Tujuannya untuk menciptakan
kemungkinan situasi terbaik pada pekerjaan sehingga kesehatan fisik dan mental tenaga kerja dapat terus dipelihara, juga efisiensi produktivitas dan kualitas
produk dapat dihasilkan secara optimal; dan (2), ergonomi berhadapan dengan karakteristik produksi yang
berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk (Annis & McConville, 1996).
5.3 Stasiun kerja dan sikap kerja duduk
Grandjean, menyatakan bahwa bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain:
pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi (Grandjean, 1993). Demikian pula menurut Suma’mur (1992), pendapatnya
bahwa keuntungan bekerja pada posisi duduk adalah berkurangnya kelelahan pada paha dan betis,
terhindarnya sikap-sikap yang tidak fisiologis, berkurangnya pemakaian energi dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah. Sedangkan menurut Clark
(1996), bahwa desain stasiun kerja dengan posisi duduk mempunyai derajat stabilitas tubuh yang tinggi, mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja
lebih dari 2 jam. Ukuran tempat duduk menurut Pheasant, haruslah disesuaikan dengan dimensi
antropometri pemakainya. Fleksi lutut membentuk sudut
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 137 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
90º dengan telapak kaki bertumpu pada lantai atau injakan kaki (Pheasant, 1988).
Head level
Shoulders
relaxed
Feet supported
Wrists straight
Elbows at sides
Low back
supported
Desain dengan sikap kerja duduk, posisi tubuh ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilaksanakan.
Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Sutalaksana (dalam Sutajaya: 2006) menyatakan bahwa dalam bekerja
manusia akan memposisikan dirinya untuk mengikuti rancangan sistem yang ada, hal ini sering menimbulkan keluhan atau rasa sakit pada tulang belakang, leher,
bahu, lengan, pergelangan tangan, tangan, paha, betis, dan kaki.
Pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk seperti membuat sandal, memungkinkan adanya
Antropometri Sikap Duduk
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 138 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
perubahan dan variasi posisi. Hubungan sikap kerja dengan tinggi landasan kerja, seseorang yang melakukan
kegiatan manual, maka sikap kerjanya sangat ditentukan tinggi bidang kerja, apabila bidang kerja terlalu tinggi,
maka bahu dan anggota atas sering terangkat sehingga mempercepat timbulnya rasa lelah dan terjadi ketegangan otot di bahu. Dan apabila terlalu rendah, badan akan
membungkuk dapat munyebabkan posturak stress pada tulang belakang dan otot-ototnya. Sander & Mc.Cormick
(1987), memberikan pedoman untuk mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk sebagai berikut yaitu landasan kerja harus memungkinkan lengan bisa
menggantung pada posisi rileks dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horisontal atau sedikit menurun, dan ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi
tulang belakang yang berlebihan.
5.4 Stasiun kerja dan sikap kerja berdiri
Menurut para ahli seperti Manuaba (1986);
Sanders & Mc.Cormick (1987); Grandjean (1993), yang merekomendasikan bahwa untuk pekerjaan yang
memerlukan ketelitian landasan kerja adalah 5 – 10 cm di atas tinggi siku pada posisi berdiri; untuk pekerjaan yang sering memerlukan ruangan untuk peralatan landasan
kerja adalah 10 - 15 cm di bawah tinggi siku pada posisi berdiri, sedangkan untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan kuat, tinggi landasan kerja adalah 15
– 40 cm di bawah tinggi siku pada posisi berdiri.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 139 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Tinggi Meja Kerja Menyesuaikan Tinggi Siku
5.5 Stasiun kerja dan sikap kerja dinamis
Stasiun kerja yang desainnya ditentukan oleh
jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan. Desain stasiun kerja, baik yang untuk posisi duduk maupun posisi
berdiri, keduanya mempunyai keuntungan dan kerugian. Chavalitsakulchai dan Shahnavas (1991), mengatakan bahwa gangguan pada sistem muskuloskeletal yaitu pada
pinggang, leher, bahu dan paha diakibatkan oleh sikap kerja yang salah seperti sikap kerja duduk atau berdiri.
Das (1991) dan Pulat (1992), menyatakan bahwa posisi duduk-berdiri merupakan posisi terbaik dan lebih dikehendaki daripada hanya posisi duduk saja atau
berdiri saja. Selanjutnya Helander (1995), menyatakan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 140 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
bahwa posisi duduk-berdiri yang telah banyak dicobakan di industri ternyata mempunyai keuntungan secara
biomekanis, dimana tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan posisi
duduk ataupun berdiri terus menerus. Hal tersebut ternyata dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam intervensi ergonomi, sehingga penerapan posisi kerja
duduk - berdiri dapat memberikan keuntungan-keuntungan bagi sebagian besar tenaga kerja. Penelitian
yang mendukung intervensi adalah Sutajaya (1998), yang mengungkap banyak manfaat akibat perbaikan sarana kerja dan sikap kerja secara ergonomis.
3.6 Lingkungan kerja
Lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadaap kelelahan, keluhan subyektif dan
produktivitas kerja. Manuaba (1992) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif.
Kaitannya dengan masalah lingkungan kerja pada Home Industry atau industri kerajinan, yang perlu diperhatikan
adalah mikrolimat. Bernard, menyatakan bahwa mikrolimat dalam lingkungan kerja terdiri dari suhu
udara, kelembaban relatif, panas radiasi, dan gerakan udara (Bernard, 1996). Dalam kaitannya dengan suhu panas lingkungan kerja, Grandjean (1993), memberikan
batas toleransi suhu tinggi sebesar 35 – 40 º C, kecepatan udara 0,2 m / detik, kelembaban antara 40 – 50 %,
perbedaan suhu permukaan < 4 º C.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 141 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
5.7 Penerangan
Jenis pekerjaan dalam laboraturium yang tergolong teliti diperlukan 350-700 luks. Penerangan 400 luks
sudah dianggap memadai. Keuntungan penerangan memadai juga diperlukan untuk menggambar, adalah untuk menghasilkan peningkatan kecermatan, pekerjaan
dapat dilakukan dengan benar, kinerja meningkat, nyaman, kesalahan dapat dihindari dengan cepat, kecelakaan dan keselamatan terjamin serta meningkatkan
produktivitas.
Berkaitan dengan penerangan dan pencahayaan dalam ruangan, Amstrong (1992), menyatakan bahwa intensitas penerangan yang kurang dapat menyebabkan
gangguan visibilitas dan eyestrain. Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan juga dapat menyebabkan
glare, reflection, excessive shadows, visibility dan eyestrain. Lalu Amstrong, lebih lanjut memberikan atau
merekomendasikan intensitas penerangan umum (general litghting) yang sesuai dengan pekerjaan dengan tingkat
ketelitian dan kontras sedang, adalah antara 240 – 400 luks, seperti pekerjaan pada Home Industry / industri kerajinan ini. Manuaba menyarankan antara 170 – 350
luks (Manuaba, 1986). Sedangkan ahli lain seperti Sanders & Mc.Cormick (1987) dan Gradjean (1993),
merekomendasikan antara 200 – 300 luks.
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan seseorang pegawai atau tenaga kerja atau pelajar atau mahasiswa dapat melihat pekerjaan
dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu,
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 142 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan. Sifat-sifat dari penerangan
yang baik ditentukan oleh pembagian luminansi dalam lapangan penglihatan, pencegahan kesilauan, arah sinar,
warna dan panas penerangan terhadap keadaan lingkungan. Sedang penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya
daya efisiensi kerja, kelelahan mata, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata,
kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan.
Intensitas penerangan harus sesuai dengan jenis pekerjaan antara lain sebagai berikut: pekerjaan kasar 80 – 170 luks, pekerjaan ketelitian sedang: 200 – 250 luks,
fine work 500 – 700 luks, pekerjaan sangat teliti 1000 - 2000 luks. Penambahan penerangan lokal pada tempat
atau meja kerja diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis-jenis pekerjaan, terutama dalam menggambar desain produk, grafis, interior dan melukis.
3.8 Organisasi kerja
Dalam suatu organisasi kerja, umumnya menyangkut tentang waktu kerja, waktu istirahat, sistem
kerja (harian / bulanan / borongan), musik dan insentif dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja, baik langsung maupun tidak langsung. Manuaba menjelaskan
bahwa jam kerja berlebihan, jam kerja lembur di luar batas kemampuan, akan dapat mempercepat munculnya
kelelahan, menurunkan ketepatan, kecepatan dan ketelitian kerja (Manuaba, 1990). Oleh karena setiap
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 143 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
fungsi tubuh memerlukan keseimbangan yang ritmis antara asupan energi dan penggantian energi (istirahat
kerja). Diperlukan istirahat pendek dengan sedikit kudapan atau minum (15 menit setelah 2 jam bekerja)
untuk mempertahankan performan dan efisiensi kerja. 5.9 Sistem Keluhan Muskuloskeletal dan Kelelahan
Adanya keluhan (sakit) karena pada sistem otot
rangka terganggu, yang berfungsi menyelenggarakan pergerakan yang meliputi penggerakkan bagian-bagian tubuh atau berjalan (movement), mempertahankan sikap
tertentu, dan menghasilkan panas (Ganong, 1979). Otot-otot tersusun dari gumpalan serat-serat otot. Semakin
besar otot semakin besar pula tekanan yang dilakukan pada otot itu. Untuk tindakan-tindakan mekanis, tekanan otot pada tulang dimana otot itu berada dan berkontraksi
menghasilkan tekanan. Otot-otot bisa menghasilkan tekanan maksimum pada keadaan meregang dan sebuah kontraksi otot dapat menggunakan tekanan yang kecil.
Sebuah otot menghasilkan kerja mekanik dengan mengubah energi kimia ke energi mekanik (Bridger, 1985;
Kroemer, 1994; Pulat, 1992). Menurut Manuaba (1992a) bahwa sikap tubuh yang buruk (sikap paksa) sewaktu bekerja dan berlangsung lama menyebabkan adanya
beban pada sistem muskuloskeletal dan efek negatif pada kesehatan. Kelelahan otot terjadi akibat dari adanya kerja
otot statik. Kehilangan fungsi otot akibat kelelahan dapat meningkatkan resiko cidera pada sistem muskuloskeletal (Kroemer, 1970). Kelelahan otot adalah fenomena fisiologi
yang dapat diukur langsung dengan alat Electromyograph (EMG), oleh ergonom digunakan untuk mendeteksi
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 144 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
pengaruh tugas-tugas (task) dan workspace. Teknik pengukuran subjektif pada pekerja dilakukan dengan cara
menanyakan dan menunjukkan diagram tubuh untuk menentukan lokasi keluhan sistem muskuloskeletal yang
dirasakan pekerja.
Penilaian gangguan sistem muskuloskeletal (kenyerian otot pada anggota tubuh tertentu) dapat dilakukan dengan menggunakan Kuesioner Nordic Body Map (NBM) dengan pemberian skor (Corlett, 1992).
Kuesioner Nordic Body Map atau Body Map for Evaluating Body Part Discomfort sebelum dan sesudah bekerja
dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
A= tidak sakit (nilai 1): Subjek tidak merasakan adanya
keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh tertentu. B= agak sakit (nilai 2) : Subjek merasakan adanya sedikit
keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh tertentu,
tetapi keluhan atau kenyerian tidak mengganggu pekerjaan.
C= sakit (nilai 3): Subjek merasakan adanya keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh tertentu dan sering kali mengganggu pekerjaan. Keluhan atau
kenyerian tersebut masih dirasakan setelah selesai bekerja, namun sudah tidak terasa atau hilang pada malam harinya.
D= sangat sakit (nilai 4): Subyek merasakan adanya keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh tertentu
dan sangat mengganggu pekerjaan. Keluhan atau kenyerian tersebut masih terasa atau tidak hilang sampai malam harinya.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 145 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Contoh Kuesioner Nordic Body Map. (Jawablah pertanyaan berikut ini dengan
memberi tanda ( ) pada kolom disamping pertanyaan yang sesuai dengan kondisi/perasaan saudara)
NO JENIS KELUHAN TINGKAT
KELUHAN
A
B
C D
0 Sakit/kaku di leher bagian atas
1 Sakit/kaku di leher bagian bawah
2 Sakit di bahu kiri
3 Sakit di bahu kanan
4 Sakit pada lengan atas kiri
5 Sakit di punggung
6 Sakit pada lengan atas kanan
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada bokong
9 Sakit pada pantat
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit pada lengan bawah kiri
13 Sakit pada lengan bawah kanan
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri
17 Sakit pada tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan
26 Sakit pada kaki kiri
27 Sakit pada kaki kanan
Keterangan : A: Tidak sakit
C: Sakit, B: Agak sakit
D: Sakit sekali
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 146 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
3.10 Kelelahan Akibat Kerja
a. Pengertian kelelahan
Kelelahan merupakan suatu mekanisme dari perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan
setelah istirahat. Pada umumnya kelelahan biasa ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena bersifat
monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan
dan keadaan asupan gizi. Para Ahli mendeteksi kelelahan secara umum dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai pada perasaan yang sangat
melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja
melebihi 30 – 40 % dari tenaga aerobik maksimal (Astrand & Rodahl, 1977; Pulat, 1992).
b) Faktor penyebab kelelahan akibat kerja
Grandjean (1993), menyatakan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan sangat bervariasi, dan untuk memelihara atau mempertahankan kesehatan
dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan (cancel out the stress). Rodahl (1977),
berpendapat bahwa kerja dapat dipertahankan beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang dikerahkan tidak lebih dari 8% dari
maksimum tenaga otot. Waters & Bhattacharya (1966), berpendapat bahwa kontraksi otot, baik statis
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 147 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu
ketahanan otot terlampaui. Sedangkan Anis & Mc.Conville (1996) berpendapat bahwa saat
kebutuhan metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga
kelelahan seluruh badan terjadi.
c) Pengukuran kelelahan
Cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara
langsung, sampai saat ini belum ada. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti hanya
berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Menurut Grandjean (1993) metode pengukuran kelelahan dikelompokkan dalam
beberapa kelompok sebagai berikut: a) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan; b) Perasaan kelelahan yang subjektif; c) Uji hilangnya kelipan; d)
Uji psiko-motor; Dan e) Uji mental. Kelelahan secara umum dapat diprediksi melalui pengisian Kuesioner 30 Item Kelelahan dengan penilaian skala Likert dari JAIH (Japan Association of Industrial and Health). Di
samping itu digunakannya Kuesioner 30 Item Kelelahan dapat menunjukkan perbandingan adanya
kelelahan dalam kegiatan atau aktivitas (1-10), kelelahan motivasi (11-20) dan kelelahan fisik (21-30).
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 148 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
5.11 Beban Kerja
a) Jenis beban kerja
Rodahl (1989) menyatakan bahwa hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh faktor yang sangat kompleks, baik faktor internal
maupun eksternal. 1) Faktor internal, meliputi: faktor somatis dan
faktor psikis 2) Faktor eksternal, meliputi: tugas-tugas, organisasi
dan lingkungan kerja
b) Penilaian beban kerja
Menurut Astrand & Rodahl (1977); Rodahl (1989), penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan
dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dengan cara mengukur energi yang dikeluarkan melalui asupan oxigen selama bekerja,
dan metode pengukuran tidak langsung, dengan cara menghitung denyut nadi selama kerja. Selanjutnya
Christensen (1991); Grandjean (1993), menjelaskan bahwa salah satu pendekatan untuk mangetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan
menghitung nadi kerja, konsumsi oxigen, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Kemudian Konz
(1992) mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi. Kategori beban kerja dapat dilihat pada Tabel berikut:
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 149 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Kategori Beban Kerja
Katagori
Beban Kerja
Konsumsi
Oksigen (1/min)
Ventilasi Paru
(1/min)
Suhu Inti
Tubuh (º C)
Denyut Nadi
(denyut/min)
Ringan 0,5-1,0 11-20 37,5 75-100
Sedang 1,0-1,5 20-30 37,5-38,0 100-125
Berat 1,5-2,0 31-43 38,0-38,5 125-150
Sangat Berat 2,0-2,5 43-56 38,5-39,0 150-175
Sangat Berat Sekali
2,5-4,0 60-100 >39 >175
Sumber: Grandjean (1988).
Pada penelitian ini yang digunakan sebagai
parameter beban kerja adalah denyut nadi.
5.12 Produktivitas Kerja
Produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input) per-satuan waktu
(time). Pheasant (1991) dan Chew (1991) mengatakan bahwa produktivitas meningkat apabila jumlah luaran meningkat dengan jumlah masukan yang sama. Hal
tersebut tentu dapat dipergunakan untuk menghitung produktivitas di semua sektor, termasuk industri kecil.
Manuaba (1992a) menjelaskan peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala biaya, termasuk sumber daya manusia (input) dan
meningkatkan keluaran sebesar-besarnya (output).
Pengukuran produktivitas dapat dilakukan dengan menghitung secara keseluruhan (total) maupun secara parsial. Dalam kajian ini produktivitas dihitung secara
parsial dari sudut pandang ergonomi, yaitu perbandingan dari luaran (output) dengan satu jenis masukan (input) yaitu berupa beban kerja yang diterima oleh pekerja
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 150 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
bersangkutan. Menurut Chew (1991) produktivitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Output (O)
Produktivitas =
Input (I) X Time (T)
Dalam hal ini, output adalah berupa rerata hasil kerja yang dapat diselesaikan selama 1 hari kerja (8 jam).
Sedangkan input adalah beban kerja yang diterima tenaga kerja selama bekerja. Dalam hal ini beban kerja adalah
nadi kerja dikurangi nadi istirahat (DNK-DNI) dalam satuan denyut per-menit.
Bagan Input-Output Dalam Proses Produksi
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 151 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Hal-hal yang berpengaruh langsung terhadap produktivitas menurut Heidjracman (1987) adalah
pengembangan teknologi, bahan baku, dan peralatan yang dipergunakan. Pengaruh tidak langsung adalah
kemampuan kerja, motivasi, kepemimpinan, kebutuhan individu pekerja dan kondisi fisik pekerja. Pendapat Grandjean (1998), Pheasant (1991) dan Manuaba (1995),
bahwa faktor yang berpengaruh adalah: (a) Tenaga kerja (umur, gizi, kondisi fisik, ketrampilan, psikologi pekerja); (b) Peralatan kerja (alat, mesin dsbnya); (c) Lingkungan
kerja (panas, debu, bising, kondisi alat, keselamatan dan bau); (d) Cara kerja ( sikap dan posisi kerja); dan (e)
Organisasi kerja (administrasi, shif work, waktu kerja dan waktu istirahat). Untuk mencapai produktivitas yang setingginya maka faktor tersebut harus serasi dan sesuai
dengan kemampuan, kebolehan serta keterbatasan manusia pekerja, diharapkan tidak menimbulkan beban
tambahan. 5.13 Break Even Cost Analysis
Break Even Cost merupakan suatu analisis
terhadap biaya impas untuk memastikan apakah peningkatan produktivitas juga memberikan manfaat yang riil bagi unsur manajemen maupun perajin. Yang
dimaksud dengan Break Even Cost Analysis sebenarnya adalah analisis rugi-laba dengan membandingkan antara
alternatif dimana biaya masing-masing alternatif dipengaruhi oleh variabel tunggal. Sedangkan titik impas (Break Even Point) adalah analisis dimana nilai variabel
untuk point pada biaya masing-masing alternatif adalah sama.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 152 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Untuk menganalisis Break Even Point pada proses intervensi ergonomi adalah dilakukan dengan cara :
a. Menghitung seluruh biaya intervensi untuk kerja yang ergonomis, yang dilakukan dalam upaya perbaikan.
b. Menghitung peningkatan atau selisih antara hasil kerja sebelum dan sesudah intervensi.
c. Break Even Point dicapai pada saat terjadi titik temu
antara biaya dan manfaat yang diperoleh setelah intervensi ergonomi yang dilakukan.
Break Even Cost Analysis untuk mengetahui manfaat
riilnya, termasuk pada intervensi ergonomi. Cara lain untuk analisis rugi-laba dari perbaikan ergonomis adalah dengan cara menghitung Benefit Cost Ratio (BCR). Newman (1990) dan Kodoatie (2000) menyatakan bahwa BCR dapat dihitung dengan rumusan:
Benefit
BCR =
Cost
Suatu perbaikan dianggap layak (fisible) jika: Benefit – Cost > 0 atau BCR > 1.
Dari pertimbangan ekonomi, uang yang ditanamkan untuk perbaikan harus kembali paling tidak selama umur peralatan yang ergonomis tersebut. Umur ekonomis
adalah jangka waktu dari pembuatan dan penggunaannya sampai pada perkiraan, dimana peralatan yang diperbaiki
tersebut sudah tidak ekonomis lagi untuk dioperasikan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 153 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
atau rusak. Peralatan tidak ekonomis lagi, kalau biaya kepemilikan dan biaya operasi termasuk biaya
pemeliharaan ternyata lebih besar dari ongkos yang diterima bila peralatan dioperasikan atau dipergunakan.
Biaya kepemilikan adalah biaya dari pembelian atau pembuatan yang seharusnya diterima kembali, yang dihitung per jam atau per hari kerja atau per bulan dan
diperhitungkan selama umur ekonomis (Rochmanhadi, 1984).
5.14 Pengertian Intervensi, Kerja dan Kinerja
Daryanto (1997), memerinci apa pengertian dari intervensi, kerja dan kinerja adalah sebagai berikut: a. Intervesi adalah suatu tindakan campur tangan (ada
dua pihak). b. Kerja adalah perbuatan melakukan suatu kegiatan
yang bertujan untuk mendapatkan hasil atau penghasilan (nafkah).
c. Kinerja adalah prestasi, sesuatu yang dicapai atau
yang diperlihatkan dari suatu kemampuan kerja.
Pengertian ketiga kata tersebut diatas adalah suatu
tindakan campur tangan dalam penerapan ergonomi terhadap perbaikan yang ergonomis untuk memperoleh
peningkatan prestasi atau hasil yang lebih baik dari kemampuan kerjanya.
5.15 Perancangan Stasiun Kerja
Perancangan stasiun kerja berupa tempat kerja,
meja kerja dan kursi kerja, secara ergonomis memerlukan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 154 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
beberapa pertimbangan, baik ukuran antropometri perajin maupun cara bekerjanya
Untuk tipe pekerjaan yang membutuhkan tekanan
kuat, permukaan bidang kerja dalam hal ini posisi netral sebelumnya harus berada pada rentang 15 – 40 cm di bawah tinggi siku berdiri dan rentang jangkauan 35-65
cm. Maka untuk kenyamanan bekerja, lebar dan panjang meja harus memperhitungkan rentangan tersebut
ditambah dengan penempatan alat dan bahan serta hasil produksi.
Perancangan tinggi meja dan kursi atau bangku kerja diusahakan adanya cukup ruang bagi lutut dengan
persentil 95 dari ukuran telapak kaki sampai puncak lutut. Untuk laki-laki 63,5 - 73,6 cm ditambah kelonggaran 2,5 cm dan 2,5 cm untuk sepatu atau sandal
serta diberi landasan miring untuk injakan kaki.
Rancangan Stasiun Kerja Perakitan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 155 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Gambar Meja Kerja Mempertimbangkan Rentangan Jangkauan Perajin Atau Pekerja yang Sesuai Antropometri
(Sumber: Nurmianto, 1996)
Stasiun Kerja Ergonomis Dengan Peralatan Dalam Jangkauan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 156 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Ada hal yang harus dipertimbangkan untuk tempat duduk yaitu ketinggian alas duduk, bila tidak sesuai
dengan antropometri menyebabkan penekanan pembuluh darah di paha dan menyebabkan tegangan pada otot kaki
dan daerah lumbar.
Posisi Kaki di Bawah Meja Kerja (Sumber: ILO, Suyanto,1985 dan Nurmianto, 1996)
Dengan demikian ukuran tinggi alas duduk mengacu
kepada tinggi popliteal pada persentil 5. Kemudian lebar alas duduk, mengacu pada lebar pinggul pada persentil 95 ditambah kelelonggaran dompet celana 4 mm pada
setiap sisi, keleluasaan gerak 3,5 cm, dan pergeseran 2 cm. Demikian juga panjang alas duduk mengacu pada
ukuran jarak buttock – poplitea pada persentil 5. Sandaran punggung ada tiga macam sandaran yaitu sandaran rendah yang berfungsi menyangga lumbar tulang belakang
berdasarkan tinggi lumbar. Kemudian ada sandaran menengah untuk menyangga sampai ke pucuk belikat
bawah, tinggi sandaran yaitu tinggi bahu dikurangi
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 157 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
penyesuaian sebesar 160 mm. Sandaran tinggi untuk menyangga leher dan kepala yang pengukurannya
berdasar tinggi duduk pada posisi tegak.
Rancangan Kursi Flexible Yang Ergonomis Mudah Disetel
Diskusikan Dari Berbagai Disiplin Masalah Desain Produk Untuk Mencari Solusi Yang Tepat
Head level
Shoulders
relaxed
Feet supported
Wrists straight
Elbows at sides
Low back
supported
Sikap Kerja Yang Mudah Lelah
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 158 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Bab 6 ERGONOMI DESAIN PRODUK
Produk merupakan suatu perwujudan dari hasil kerja desainer dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Produk yang dihasilkan tersebut
dan diprkenalkan kepada konsumen tidaklah seluruhnya dapat memuaskan atau memenuhi keinginan konsumen. Hal ini disebabkan desainer memperoleh kesulitan untuk
menterjemahkan keinginan konsumen yang bervariasi dan berubah-ubah setiap saat. Namun demikian secara
umumnya produk yang sudah ada di pasaran memberi manfaat yang besar bagi pemakai dan menjadi tolok ukur tentang keberhasilan desain serta kemunculan desain
produk yang baru sebagai jawaban ketidak puasan atau sebagai koreksi atas produk sebelumnya.
Manusia selalu dijadikan objek dalam pengembangan desain produk, karena semua aktifitas
yang terjadi di alam berhubungan dengan kepentingan atau kebutuhan manusia. Akan tetapi masih dijumpai produk fungsional di pasaran, yang dijual dan yang
beredar tidaklah selalu benilai ergonomis. Manusia sebagai pengguna tidak menyadari pentingnya nilai
ergonomis, dan mempergunakannya karena tidak ada pilihan atau alternatif lainnya. Bagi perancang produk hal tersebut merupakan peluang untuk memenangkan
persaingan pasar karena mempunyai nilai plus yaitu sebagai produk yang ergonomis, bisa menaikkan nilai jual (superior custumer value) dan keunggulan bersaing
(competitive advantage). Sangat disayangkan bila desainer
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 159 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
kurang memahami ilmu ergonomi, sehingga mamfaat kurang dapat dirasakan bahkan bisa mengakibatkan efek
negatif pada penggunanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produk yang dirancang tidak
menggunakan konsep ergonomis tidak memberikan manfaat yang basar, terkadang ditinggalkan dan tidak diminati konsumen, akhirnya dapat menurunkan nilai
jual dan tidak memiliki daya saing.
Penerapan ergonomi banyak yang dilaksanakan
sekedarnya saja, namun bisa saja terjadi keuntungan besar diperoleh dengan hanya menerapkan suatu prinsip
ergonomi yang sederhana. Umumnya merupakan kasus ergonomi yang belum diterima sepenuhnya dan belum diterapkannya dalam proses desain atau dalam
perencanaan sejak awal, sehingga menimbulkan biaya yang tinggi dalam perbaikan (correction ergonomics).
Dalam banyak hal, produk umumnya juga mengalami koreksi dan perbaikan serta evaluasi, sehingga menjadi produk yang lebih baik, indah dan trendy, lebih efisien,
lebih nyaman dan aman, mempunyai kelebihan tersendiri untuk menghadapi persaingan produk sejenis di pasaran.
Terkadang masih banyak aspek ergonomi yang jauh
dari kesadaran manusia, seperti karakteristik fungsional
manusia, kemampuan penginderaan (penglihatan, bau, kebisingan, perabaan dan rasa), waktu atau respon atau
tanggapan, daya ingat, jangkauan yang sesuai bidang kerja, posisi optimum tangan dan kaki untuk efisiensi kerja otot dan sebagainya masih belum sepenuhnya
dipahami oleh masyarakat awam.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 160 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Agar diperoleh suatu bentuk rancangan dari pekerjaan atau didapat suatu desain produk yang
berkualitas maksimum diperlukan pendekatan yang bersifat ilmiah atau masuk akal sejak awal sudah
dilakukan, daripada tergantung dengan “trial and error” atau “correction ergonomics” dalam persaingan global yang begitu cepat direpon pasar dan mempengaruhi pemasaran
produk itu sendiri.
Ilmu terapan yang berhubungan dengan fungsi tubuh manusia adalah anatomi dan fisiologi. Untuk pembuatan produk yang berhubungan dengan kerja dan
kegunaan benda perlu mempelajari atau mengetahui fungsi dari system kerangka otot dan fungsi benda itu
sendiri.
Jangkauan Dalam Bekerja
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 161 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Ilmu yang memberikan dasar dan untuk mengatasi masalah postur dan pergerakan manusia di tempat dan
ruang kerja, yaitu ilmu mekanika pergerakan manusia (mechanics of human movement) disebut Kinesiologi, ada
juga aplikasi ilmu mekanika teknik untuk analisis system kerangka otot dan jaringan tubuh manusia yang disebut Biomekanika.
Suatu hal yang dianggap vital pada penerapan
ilmiah untuk ergonomi adalah ilmu yang disebut Antropometri (kalibrasi dan dimensi fisik tubuh
manusia). Antropometri merupakan ukuran dan proporsi
tubuh manusia yang mempunyai manfaat praktis untuk menentukan ukuran suatu produk atau benda guna atau
alat-alat kerja.
Keluasan Jangkauan Saat Berdiri
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 162 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Berdasarkan pengetahuan ilmu ergonomi, pada perancangan benda pakai, banyak dilakukan penelitian
berbagai ukuran yang mencakup volume, bobot, dan nilai dari satuan-satuan panjang, lebar, tebal atau tinggi,
termasuk garis ukur yang membentuk volume tertentu. Ukuran yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian dikemukakan berdasar satuan-satuan yang bertitik tolak
dari tubuh manusia.
Julius Parero, ahli ergonomi mengemukaan tentang
ilmu yang mempelajari hubungan khusus dengan ukuran tubuh manusia untuk menentukan pedoman, untuk
individu, kelompok masyarakat tertentu dan sebagainya. Ukuran tubuh orang Asia (Jepang, Indonesia, China) dan orang Barat (Eropa, Amerika dll) tentunya berbeda yaitu
orang Asia rata-rata lebih pendek dari pada orang Barat yang rata-rata lebih tinggi. Dauglas Smith, mencari data
data ukuran standar normal dengan pendekatan terhadap tinggi benda dan data ukuran tinggi manusia yang lebih mendekati ukuran rata-rata tinggi manusia Asia. Le
Corbusier, seorang arsitek, mengemukakan pembagian sikap gerak manusia melalui system modul.
Dalam arsitektur tradisional Bali, satuan ukuran juga diambil dari bagian-bagian tubuh manusia
pemakainya, seperti sebutan”sikut”, “depa agung”, “depa madya” dan “depa alit” yang umumnya untuk mengukur
panjang dan lebar pekarangan rumah (natah umah). Juga menggunakan tapak kaki untuk mengukur jarak masa bangunan ke tembok pekarangan sekeliling. Ukuran dari
detail bangunan dan ukiran tradisi dipakai satuan ukuran bagian dari tangan, seperti ruas jari dan tebal jari
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 163 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
yang masing-masing disebut aguli, agemel, acengkang, alengkat dan amusti.
Terminologi Gerakan Lengan dan Tangam Kegiatan manusia sehari-hari, diantara sekian
banyak gerak yang dilakukan seperti duduk, berdiri dan berbaring. Sikap duduk sering dinilai sikap statis atau istirahat, tetapi sebenarnya tidak demikian, karena sikap
duduk yang tidak benar baik karena sarana tempat duduk yang kurang baik atau cara duduk yang tidak
tepat atau salah bisa mengakibatkan rasa sakit pada bagian tubuh tertentu. Tubuh yang sedang duduk bukan sekedar diletakkan begitu saja di tempat duduk, tetapi
terjadi juga aktivitas dalam organ tubuh seperti peredaran darah. Apabila pada bagian tertentu pada tubuh tertekan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 164 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
atau tertekuk melebihi batas normal bisa mengganggu peredaran darah dan timbul rasa kesemutan pada kaki,
pegal pada pinggang, punggung dan sebagainya. Gejala seperti itu sangat terasa bagi mereka yang duduk dan
bekerja di kantor-kantor, supir, operator, dan lainnya. Untuk mengatasi hal itu diperlukan rancangan atau desain tempat duduk (kursi) yang berdasarkan ukuran
yang teliti dan benar dari antropometri penggunanya. Juga berlaku pada sarana kerja lainnya, seperti meja tulis,
meja makan, rak penyimpanan, meja rias, meja telepon dan rak berbagai jenis produk yang masing-masing memerlukan ukuran dan persyaratan tersendiri.
Alat kerja untuk berbagai keperluan, terutama
peralatan kerja yang memerlukan ketelitian, disiplin tinggi
dan ketempilan khusus harus dirancang secara cermat dan tepat. Juga seperti peralatan di pabrik-pabrik, mesin-
mesin, pesawat terbang, semua jenis kendaraan yang bergerak dengan resiko tinggi karena menyangkut nyawa manusia. Segala gerak dan energi manusia yang
mempergunakan mesin harus diperhitungkan dengan cermat agar bisa mencapai efisiensi yang tinggi, ketepatan
waktu, aman, nyaman untuk waktu tertentu. Rancangan peralatan kerja ergonomis tidak hanya
yang di pabrik, tetapi peralatan kerja yang dikatagorikan ringan juga memerlukan rancangan yang baik, fungsional dan tepat sesuai kegunaannya, seperti pisau, kompor,
panci, penggorengan dan peralatan dapur lainnya. Peralatan dapur umumnya harus mempertimbangkan
masalah bobot, volume, kemudahan untuk menyimpan atau mengepak atau mengemas, mengambil, memegang,
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 165 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
membersihkan dan sebaginya, semuanya banyak dilakukan oleh kaum wanita dan harus sesuai dengan
kemampuan wanita.
Peralatan kerja industri kecil, seperti palu, pahat, pengutik dengan berbagi jenis, pisau potong dan pembelah, gergaji dengan berbagai fungsi, semua itu
dirancang dengan persyaratan tertentu agar bisa dimanfaatkan secara maksimal, setidaknya peralatan dibuat berdasarkan kebiasaan dan ukuran pemakai
tangan pemakai.
Mendesain peralatan sebuah obeng. Obeng sebaiknya didesain dengan ukuran gagang yang sesuai dengan ukuran genggaman tangan pemakai. Bahannya
juga harus cukup kuat agar tidak rusak saat memutar sekrup, pada bagian handle (pegangan) sebaiknya
menggunakan bahan yang tidak licin untuk memudahkan dalam penggunaannya. Juga pada butsir, pisau kerja dan lainnya.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 166 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Desain Peralatan Kerja Ergonomis
Untuk mendesain peralatan kerja tangan yang baik
(nyaman), aspek ergonomi harus diperhatikan. Prinsip umum perancangan perkakas kerja (hand tool): 1. Persyaratan umum peralatan kerja yang efisien: Dapat difungsikan secara optimal sesuai
kegunaannya,
Proporsional terhadap antropometri pemakai, Di desain sesuai dengan kekuatan dan kapasitas
kerja pemakai, Aman bagi operator, tidak menyebabkan adanya
sikap kerja paksa, tidak memerlukan energi yang
tinggi, tingkat kelelahannya rendah. Biaya operasional dan pemeliharaan rendah.
2. Prinsip desain hand tool : Diameter handle harus sesuai kekuatan genggam
dilakukan dengan mengukur lebar genggaman.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 167 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Untuk power grip 30-40 mm, untuk precision grip 8-16 mm.
Panjang handle harus sesuai dengan antropometri lebar tangan yang diukur berdasarkan metakarpal.
Ukuran panjang handle yang ergonomis adalah 75 mm – 125 mm.
Bentuk handle: silindris atau lingkaran memberikan torsi putar terbesar.
Permukaan dan bahan handle harus memberikan
kenyamanan pada pemakai, tidak licin, tidak kasar. Handle dari kayu mempunyai daya resistensi yang
baik untuk getaran, bersuhu rendah dan merupakan isolator sehingga tidak dapat
menghantarkan listrik. Handle yang terbuat dari besi atau logam harus dilapisi karet supaya memberikan kenyamanan.
Orientasi handle tidak menimbulkan RSI (repetition strain injury) yaitu rasa nyeri (ngilu) terhadap otot,
tendon dan otot lainnya yang disebabkan oleh pekerjaan yang berulang-ulang.
Kekuatan genggam.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa peralatan
baik dan nyaman dipakainya sudah merupakan setengah dari pekerjaan telah selesai, sebaliknya peralatan kurang tepat (tidak ergopnomis) disamping kurang efisien dalam
berproduksi dimungkinkan juga bisa mencelakai sipemakainya.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 168 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
(Sumber: Axelsson)
Relasi Antar Faktor Desain – Ergonomis
Penerapan ergonomi pada proses perancangan atau
mendesain produk seperti banda pakai atau benda fungsional, disamping nilai estetika atau keindahan untuk penampilannya, juga harus memenuhi persyaratan desain
plus ergonomi sebagai dasar rancangan, seperti faktor bentuk, warna, tekstur, bahan, ornamen atau hiasan.
Secara ergonomis dipertimbangkan prinsip-prinsip berikut:
1) Faktor bentuk. Bentuk yang tepat untuk suatu benda yang
dirancang, akan terkait pada ukuran, volume, ketebalan dan bobot atau berat benda tersebut. Sebagai contoh dalam merancang hiasan dinding yang
akan digantung, apa itu di dinding atau di langit-langit (plafon) ruangan dalam rumah. Sebelum
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 169 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
menentukan nilai estetik atau artistik dari benda tersebut, haruslah diperhitungkan dahulu apa yang
menjadi persyaratan dasar, seperti berat maksimal, pemilihan dan penentuan kemampuan / kekuatan
bahan yang akan digunakan, system atau cara menggantungnya, system pengamannya, volume ruang yang akan diperlukan dan sebagainya.
Perhitungkan kemungkinan gangguan lainnya dengan cermat, sehingga diperoleh kenyamanan, selain keindahan penampilan itu sendiri.
2) Faktor Warna.
Warna tidak tidak hanya ditentukan oleh nilai estetika atau artistik saja, tetapi juga mempertimbangkan pengaruh warna terhadap psikologis dan penglihatan
serta keserasian terhadap lingkungan. Dikenal beberapa jenis warna, ada kelompok warna dasar atau
warna dasar dan warna campuran jumlahnya ribuan jenis. Masing-masing warna mempunyai sifat atau karakter, ada yang warna sebagai symbol tertentu
dalam tradisi masyarakat tertentu. Ada warna kesepakatan publik dan hasil penelitian, bahkan warna diakui secara nasional dan international,
misalnya warna tombol informasi operasional produk, warna rambu-rambu dan produk untuk lalu lintas
dan lainnya. Yang jelasnya setiap warna mempunyai pengaruh yang berbeda dalam ruang dan waktu pada manusia.
3) Faktor Tekstur.
Tekstur adalah keadaan permukaan suatu benda,
misalnya halus, lembek, keras, kasar, perpaduan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 170 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
kasar dan halus, licin dan sebagainya. Kondisi yang dapat ditimbulkan oleh benda bertekstur bisa
berkesan dingin, hangat, panas, lembut, segar dan lainnya. Pemilihan bahan bertekstur atau pembuatan
tekstur disesuaikan dengan tujuan dan fungsi benda yang akan dirancang.
4) Faktor Hiasan. Hiasan atau ornamen mempunyai peranan sangat penting untuk menambah nilai keindahan suatu
produk. Dalam mendesain produk pakai, faktor hiasan harus dirumuskan lebih dahulu bagaimana
penempatannya. Penempatan ornaman yang tampak berlebihan, disamping mengganggu penampilan secara keseluruhan, juga harus mempertimbangkan
akibat yang terjadi pada si pemakai, misal penempatan ornamen pada kursi atau furniture dan
lainnya, karena perancang terlalu asyik dan fikiran terfokus pada nilai seni atau keindahannya tanpa disadari penuh ukiran yang rumit dan penuh tonjolan
runcing diletakkan bertebaran di seluruh bagian kursi mengakibatkan si pemakai merasa tidak nyaman dan
sakit. Dengan demikian kursi tidak mempunyai nilai fungsi guna yang diharapkan alias tidak ergonomis, walaupun mungkin ukirannya menarik dan indah
dipandang. Kesesuaian antara ergonomi dengan perancangan
(desain), ada seorang insinyur bernama Alexander (1963), yang menekankan desain produk sebagai “pencarian
komponen fisik yang tepat”. Menekankan pencarian komponen yang tepat dapat mengandung upaya mencari
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 171 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
mutu struktur dan material yang juga tepat dalam desain. Gregory menyatakan “mempertautkan situasi (kenyataan)
dengan produk untuk mendapatkan kepuasan”. Seorang professor pada Royal Academy of Art di London-Inggris,
bernama Bruce Archer, merumuskan sebagai “aktivitas pemecahan masalah yang terarah”, maksudnya sebagai suatu proses yakni suatu proses berfikir sistematis untuk
mencapai mutu yang optimal dalam perencanaan, selain ada unsur ketrampilan dan bakat seni rupa dan desain. J.C. Jones yang menelusuri secara filosofis memandang
sebagai “peragaan suatu keyakinan akan kebenaran”. Pendapat Matcheet sebagai “penyelesaian yang paling
optimal dari kebutuhan-kebutuhan nyata” (Zainuddin, 1983).
Dari segi pandangan melihat desain ke depan, J.K. Page mengemukakan sebagai “lompatan yang penuh
imajinasi dari kenyataan kini dan kemungkinan masa datang”. Sedang Reswick dan Guy Bonsiepe, lebih menekankan “unsur inovatif dan kreatifnya yaitu suatu
kegiatan menjadikan dari sesuatu keadaan tidak ada ke ada yang menpunyai daya guna” (Zainuddin, 1983).
Pada hakekatnya, desain yang ergonomis adalah suatu metode untuk mencari mutu yang lebih baik dan
bisa diandalkan, mutu material, teknis, performansi, bentuk dan semuanya juga bermutu baik atau berstadar serta dapat memuaskan berbagai pihak.
Taiwan merupakan Negara industrI Timur Jauh
yang dianggap sukses, Director of the Industrial Design Promotion Centre, bernama Paul Y.C. Cheng, menurutnya
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 172 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
kemajuan industri Taiwan tidak lepas dari kemajuan akan persepsi terhadap desain industri, dengan banyaknya
peserta yang mengikuti kontes “good design”, termasuk desain industri kerajinan skala kecil sampai menengah
serta desain (Zainuddin, 1983). Seluruh industri modern memanfaatkan jasa dari desainer yang berwawasan ergonomik, seperti elektronik, mainan anak, furniture,
permesinan, kerajinan dan souvenir.
Dalam pekerjaan sehari-hari, ergonomi dapat membantu mencegah timbulnya masalah kesehatan dan keselamatan manusia. Dalam hal ini ergonomi dapat
membantu misalnya dari segi pembagian shift kerja yang disesuaikan dengan kemampuan optimal manusia dan
lingkungan kerja (panas, lembab dsb). Selain itu perlu diperhatikan agar tubuh saat bekerja tidak mengalami sikap paksa. Dalam jangka pendek sikap paksa dapat
menimbulkan kelelahan otot dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan otot dan tulang yang permanen.
Walaupun prinsip-prinsip ergonomi sudah dikenal
cukup lama dan tanpa disadari sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, namun masih banyak orang enggan untuk menerapkannya. Pertama, hal ini
disebabkan oleh belum dikenal dan dipahaminya manfaat penerapan prinsip ergonomi dalam masyarakat luas.
Masih banyak orang yang melakukan pekerjaan pertukangan dan pertanian dengan alat-alat dan sikap kerja yang kurang ergonomi sehingga membuat pekerja
cepat lelah. Hal tersebut berakibat produktivitas kerja
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 173 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
menjadi rendah. Dalam bekerja, manusia sering terpapar oleh bahaya mesin dan bahan-bahan kimia. Perlindungan
manusia terhadap bahaya ini seringkali sangat minim. Hal ini jelas diakibatkan kurangnya pemahaman prinsip
ergonomi dan tidak adanya usaha yang terencana untuk memperbaiki kondisi ini. Disamping itu adanya “kebiasaan” manusia dalam melakukan pekerjaan
tertentu yang sulit diubah karena sifat “lamban” manusia.
Faktor kedua adalah adanya pengertian bahwa
penerapan ergonomi akan menyebabkan membengkaknya biaya operasional dan produk menjadi sangat mahal.
Pengertian ini tidak sepenuhnya salah jika dilihat dalam jangka pendek karena penerapan ergonomi memerlukan perbaikan alat, perubahan sikap kerja (kebiasaan kerja)
dan banyak kreativitas. Hal inilah yang menyebabkan mahal. Tapi jika berpikir jangka panjang, “investasi” ini
akan terkompensasi dengan berkurangnya biaya yang dibutuhkan untuk mengobati manusia yang sakit akibat tidak diterapkannya prinsip ergonomi dan meningkatnya
pendapatan karena produktivitas yang meningkat. Disamping itu, bagi Indonesia penerapan ergonomi tidak menimbulkan peningkatan biaya yang signifikan terutama
dalam pembuatan produk yang ergonomi karena di negara Indonesia kreativitas atau ide masih kurang
dihargai padahal dalam pendisaian produk ergonomi di negara maju, unsur ini justru sangat dihargai sehingga produk yang ergonomi menjadi mahal. Ini berarti
penerapan ergonomi di Indonesia tidak mesti mahal.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 174 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Desain yang ergonomis adalah metode untuk mencari mutu yang lebih baik dengan mutu material,
teknis, performansi, bentuk dan semuanya juga bermutu baik atau berstadar. Predikat baik disini tergantung pada
sasaran dan filosofi perancang, bahwa sasaran itu beragam atau berbeda-beda menurut kebutuhan dan kepentingannya, juga pada setiap desain harus
berorientasi kepada hasil yang seoptimal mungkin dan dimungkinkan pula dengan biaya serendah-rendahnya. Dengan demikian dapat dikatakan produk desain itu lebih
baik, apabila harga, citra, fungsi praktis, kenyamanan, indah, memenuhi kesehatan dalam pemakaian dan
pemeliharaan serta keamanan, semuanya memenuhi sasaran dan kebutuhan yang optimum.
Secara lebih jelas desainer lebih dahulu menetapkan atau merumuskan sasaran yaitu: apa,
mengapa, bagaimana, dimana, kapan dan untuk siapa diperuntukkan. Dalam ilmu yang bersifat ilmiah, dalam proses desain dikenal dengan tahapan “identifikasi
permasalahan” merupakan salah satu kunci yang menentukan keberhasilan. Kemudian dilanjutkan dengan “merumuskan masalah” sebagai upaya pengembangan
produk (product development). Lalu menentukan faktor-faktor apa saja yang akan dikaji dan ergonomi yang
diperdalam, seperti faktor-faktor performansi, fungsi, produksi, pemasaran, kepentingan pemakai atau konsumen, kepentingan produsen, dan kualitas atau
mutu produk.
Suatu produk dikatakan mempunyai performansi baik dikarenakan desainnya praktis, ekonomis dalam
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 175 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
penggunaan tenaga, aman, sesuai dengan kondisi psikologis dan fisiologis. Pertimbangan yang ergonomis,
yakni segi kenyamanan, kepraktisan, keselamatan, kemudahan dalam penggunaan atau operasional,
kemudahan dalam pemeliharaan dan kemudahan dalam perbaikan.
Dari segi fungsi, bahwa desain secara fisik dan teknis harus dapat bekerja sesuai dengan fungsi yang dituntut dengan mempertimbangkan kelayakan yang
mempunyai peraturan-peraturan khusus (petunjuk pengoperasian produk), keandalan produk, spesifikasi
dari material menyangkut tipe, kekuatan dan ukuran, lalu struktur, system tenaga (manusia, alam, kimiawi) dan sebagainya.
Pertimbagan dari faktor produksi, bahwa desain
atau rancangan yang dibuat dimungkinkan untuk dapat diproduksi sesuai dengan metoda dan proses yang telah ditentukan, meliputi antara lain permesinan yang akan
dipergunakan menyangkut kemampuan, light duty atau heavy duty, bahan baku yakni pengadaannya dan
sortasinya, system proses produksi apakah itu manual, semi mekanis, job order, batch, automasi, biaya produksi, tingkat ketrampilan pekerja dan standarisasi.
Dari segi pemasaran, bahwa desain dikatakan
berhasil apabila jangkauan pasar makin meluas dan masa hidup rancangan (design life) dapat bertahan dalam waktu yang lama. Untuk itulah perlu dipertimbangkan seperti
selera konsumen, citra produk, sasaran pasar apakah
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 176 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
local, regional, internasional atau ekspor. Juga penentuan harga yang sesuai dan saluran distribusinya.
Pertimbangan untuk produsen, bahwa desain
haruslah bertujuan menghasilkan laba atau keuntungan, sehingga menjamin kehidupan atau kelangsungan hidup produsen. Maka perlu dipertimbangkan identitas
perusahaan, juga statusnya apakah milik pemerintah (BUMN), milik swasta atau milik yayasan.
Kualitas penampilan, bentuk desain produk harus sedemikian rupa menarik, sehingga bisa menimbulkan
kenikmatan secara estetis. Dalam hal ini penting dalam kaitannya dengan peningkatan citarasa seseorang atau masyarakat konsumen dengan cara menampilkan spirit
dan gaya zaman, apakah tradisi, modern, masa kini atau gaya baru yang eksklusif, jelasnya punya daya tarik
apakah dari warnanya, garis, bidangnya, teksturnya, komposisi, ritme, keseimbangan dan proporsinya. Tak kalah pentingnya adalah penyelesaian detail dan
finishing, sampai padas kemungkinan bentuk-bentuk yang sesuai dengan struktur dan karakteristik bahan, bahkan kombinasi dengan bahan lainnya.
Dalam studi perubahan, desain produk kekriyaan,
ada tiga masalah teoritis yg perlu ditelaah dalam kaitannya dengan konteks seni, sosial dan kultural. Rangsangan terhadap perubahan, ada faktor internal dan
eksternal, dalam proses perubahan mengarah pada proses kreatif dan inovasi.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 177 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
6.1 Strategi Ergonomi-Desain Produk
Manusia pada umumnya selalu menginginkan kesehatan, kenyamanan, keselamatan dan efisiensi dalam
melangsungkan kehidupan kesehariannya. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, manusia membutuhkan alat bantu atau alat kerja yang mudah,
nyaman dan aman untuk dipergunakan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Hal tersebut tercermin dalam penggunaan suatu produk (alat) maupun dalam
melakukan pekerjaan, antara lain:
a. Sehat artinya tidak merasakan sakit saat memakai
produk atau dalam melakukan suatu pekerjaan. b. Nyaman artinya tidak terjadi sikap paksa saat
memakai suatu produk atau saat melakukan
pekerjaan seperti membungkuk, mendongak yang dialami terus menerus sehingga nantinya dapat
menimbulkan penyakit. c. Keselamatan artinya manusia di dalam
menggunakan suatu produk atau di dalam
melakukan pekerjaan tidak mengalami kecelakaan, misalnya tidak terjadinya keracunan berkaitan penggunaan bahan-bahan kimia dalam pembuatan
suatu produk. d. Di samping itu hasil produk sebaiknya
memperhitungkan konstruksi dan bentuk dari produk yang akan dibuat sehingga dapat meminimalkan timbulnya kecelakaan pada
pemakainya. e. Efisiensi artinya waktu, tenaga dan modal yang
digunakan dalam bekerja dapat ditekan seminimal
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 178 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
mungkin tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas hasil yang dicapai.
f. Kesehatan, kenyamanan, keselamatan dan efisiensi merupakan prinsip-prinsip dasar dari ilmu ergonomi.
Pengertian sebenarnya dari ilmu ergonomi adalah suatu “ilmu” atau pendekatan multi dan interdisipliner
untuk menserasikan alat, cara kerja dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia demi tercapainya kesehatan, keselamatan,
kenyamanan dan efisiensi yang setinggi-tingginya. Dalam kaitannya dengan desain alat atau produk, ilmu ergonomi
dapat membantu dalam merancang alat atau produk dan stasiun kerja yang disesuaikan dengan antropometri pemakai, demi pertimbangan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan pemakainya. Selain pertimbangan dari antropometri, juga harus bersifat alamiah dan tidak ada
sikap paksa dalam melakukan pekerjaan yang sifatnya terus-menerus dalam waktu lama, yang menyebabkan adanya rasa sakit. Terakhir adalah keindahannya yang
juga menambah kenyaman pemakai.
Antropometri pemakai sebagai pedoman ukuran desain. Sebaiknya dalam mendesain produk atau alat dan stasium kerja menggunakan pedoman antropometri pengguna, dengan mengukur: (E Granjean, 1982, S. Wignyosoebroto, 2003)
1) Dimensi tubuh posisi berdiri tegak 2) Tinggi mata berdiri tegak 3) Tinggi bahu berdiri tegak
4) Tinggi siku posisi berdiri tegak
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 179 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
5) Tinggi kepalan tangan yg terjulur lepas berdiri tegak 6) Tinggi tubuh posisi duduk diatas tempat duduk
(pantat sampai kepala) 7) Tinggi mata dalam posisi duduk
8) Tinggi bahu posisi duduk 9) Tinggi siku dalam posisi duduk 10) Tebal atau lebar paha
11) Panjang paha (pantat sampai ujung lutut) 12) Panjang paha (pantat sampai bagian belakang
lutut/betis)
13) Tinggi lutut (posisi duduk atau berdiri) 14) Tinggi tubuh posisi duduk (lantai sampai paha)
15) Lebar dari bahu (posisi duduk/berdiri) 16) Lebar pinggul 17) Lebar dada dalam keadaan membusung
18) Lebar perut 19) Panjang siku, (siku sampai ujung jari-jari tegak
lurus) 20) Lebar kepala 21) Panjang tangan diukur dari pergelangan tangan
sampai ujung jari 22) Lebar telapak tangan 23) Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-
lebar kesamping kiri-kanan 24) Tinggi jangkauan dalam posisi tegak berdiri ,
jangkauan tangan lurus keatas 25) Tinggi jangkauan dalam posisi duduk tegak 26) Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan (dari
bahu sampai ujung jari tangan).
Dalam perancangan atau mendesain perlu
mempertimbangkan prinsip-prinsip system kerja manusia
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 180 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dengan sifat dan kemampuannya, bahan baku, mesin dan peralatan kerja lainnya, serta lingkungan fisik sehingga
dicapai tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi. Dalam system maka prakteknya mempertimbangkan :
a) Who (siapa) yang akan melaksanakan kegiatan
tersebut. Dalam hal ini apakah diperlukan pekerja atau operator dengan persyaratan tertentu (job requirement) ?
b) How (bagaimana) kegiatan tersebut diselesaikan.
Apa ada metoda kerja yang dirancang? c) Bisa ditinjau dari: aspek kecepatan, kesederhanaan
atau kemudahan, ketelitian, borongan atau harian,
fasilitas kerja, dan sebagainya. d) Where (dimana) kegiatan tersebut diselenggarakan.
Apakah lingkungan sudah dirancang secara layak pakai yang memberikan kenyamanan dan keamanan bagi manusia di dalamnya. Juga
lingkungan sosial – budaya sekitarnya bisa mendukung kesinambungan proses kerja yang berkelanjutan perlu memperoleh pertimbangan
yang matang. Selanjutnya, ada pertanyaan mengapa demikian?
Semua pertanyaan harus dijawab sampai ada suatu kepuasan dari berbagai pihak yang terkait (multidisipliner) atau diperoleh kesepakatan atau keputusan sementara
untuk dilanjutkan kearah perbaikan-perbaikan (control) atau pemikiran yang lebih baik dan lebih maju dari yang
sebelumnya. Bila perlu diputuskan dalam suatu diskusi dan mengurai segala permalahan yang dihadapi serta diinginkan.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 181 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
6.2 Penerapan Ergonomi Pada Desain Keyboard
Sebagai contoh produk misalnya rancangan keyboard komputer. Pada gambar ada yang
menunjukkan keyboard yang kurang ergonomis, dimana
posisi pergelangan tangan pada saat mengoperasikan tidak alamiah (tertekuk). Posisi pergelangan tangan yang
tertekuk secara terus menerus akan dapat menimbulkan simtom Repetitive Strain Injury (RSI).
Apabila dibandingkan dengan gambar berikut yang menunjukkan keyboard yang ergonomis, dimana posisi
dan bentuk tombol-tombol hurufnya didesain sedemikian rupa sehingga posisi pergelangan tangan pemakai tidak tertekuk (lihat gambar).
Keyboard Yang Ergonomis
Keyboard Tidak Ergonomis
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 182 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Contoh Perancangan Keyboard Yang Ergonomis
Produk Maskot Eksekutif (Maltron) dan Model-K (Kroenmer)
Penggunaan Keyboard dengan Bentuk Desain Yang Ergonomis
Konsep Ergonomik dari ACM SIGCHI
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 183 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
6.3 Ergonomi Pada Desain Tradisional dan Kerajinan
Sebenarnya prinsip dasar ergonomi sudah dikenal dari dulu. Contohnya pada bangunan tradisional Bali di
mana sirkulasi udaranya sudah diperhitungkan dalam ukuran dan rancangan pintu, jendela, tinggi dinding serta penggunaan plafond ekspos (tidak menggunakan penutup
plafond) yang sudah sesuai dengan kebutuhan manusia. Hal ini memberikan kenyamanan bagi penghuninya.
Disamping itu, disain rumah seperti ini dapat menghemat biaya karena tidak lagi memerlukan pendingin ruangan buatan (AC) karena semuanya sudah diberikan oleh alam
dan tidak harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menutup plafond. Keuntungan lain adalah plafond ekspos
memiliki nilai keindahan yang tinggi.
6.3.1 Topeng Bondres
Topeng atau tapel bondres, secara visual dibuat
dalam bentuk lucu yang awalnya merupakan bagian dari drama tradisional “babad dalem”, berdasarkan penelitian
Made Ida Mulyati (2000), terhadap 20 orang penari bondres di Singapadu, Gianyar, Bali, yang kemudian
dilakukan perbaikan atau intervensi. Secara tradisi, pembuatan desain hanya menggunakan 2 ukuran wajah yaitu panjang dan lebar. Mereka belum menggunakan
unsur ergonomi yakni ukuran sesuai antropometri pemakainya agar nyaman bila dipergunakan. Metoda
yang dipergunakan mengukur antropometri wajah penari atau pemakai, pengukuran topeng bondres sebelum dan
sesudah perbaikan dan wawancara kepada pemakai topeng bondres. Data diperoleh sebagai berikut:
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 184 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
JENIS TOPENG BONDRES PEREMPUAN PRIA
Jarak dahi dengan dagu 18,0 18,5
Jarak mata dengan dagu 11,0 11,0
Jarak hidung dengan dagu 9,0 9,5
Jarak mulut dengan dagu 5,0 6,0
Jarak ujung hidung dengan lekukan
antara lubang hidung
1,5 0,8
Lebar pelipis ke pelipis 13,0 13,0
Jarak kedua mata 7,0 7,5
Jarak tulang pipi ke tulang pipi 13,5 13,3
Jarak kedua lubang hidung 2,0 2,5
Jarak kedua cuping hidung 2,5 3,5
Ukuran Antropometri Topeng Bondres (dalam cm)
VARIABEL RENTANGAN RERATA SD
Umur 33-65 46,33 9,33
Tinggi Badan 155-170 165,57 5,23
Berat Badan 33-65 46,33 9,33
Jarak dahi -dagu 16-18 17,23 0,68
Jarak mata-dagu 11-12,5 11,61 0,56
Jarak hidung - dagu 7-9,5 7,64 0,82
Jarak mulut - dagu 4-5,5 4,72 0,41
Jarak hidung – lekukan antara
lubang hidung
1,5-2 1,76 0,25
Lebar pelipis ke pelipis 13-14,5 13,63 0,55
Jarak mata ke mata 7-8 7,40 0,38
Jarak tulang pipi ke tulang pipi 14-15,5 14,71 0,47
Jarak kedua lubang hidung 1,9-2,7 2,34 0,28
Jarak kedua cuping hidung 3,6-4,4 4,21 0,18
Semua ukuran panjang-lebar dalam cm, ukuran berat dalan kg, dan umur dalam tahun
Hasil Pengukuran 20 orang Penari Bondres
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 185 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
JENIS TOPENG
BAGIAN YG TAK NYAMAN
ALASAN JML ORANG
TOPENG PEREMPU
AN
Pada ujung hidung
Pada kedua
lubang hidung
Pada cuping
hidung
Pada tulang
alis
Pada pipi bagian
bawah
Pada hidung terasa tertekan
Susah
bernafas
Cuping
hidung
tertekan
Alis terasa
sakit
Engsel
topeng menekan pipi
(lihat gambar sisi dalem)
20
20
12
20
20
TOPENG PRIA
Pada ujung
hidung
Pada kedua lubang hidung
Pada cuping
hidung
Pada rahang
bawah
Pada hidung
terasa tertekan
Susah bernafas
Cuping
hidung tertekan
Engsel
topeng
menekan rahang
(lihat gambar sisi dalam)
20
20
19
20
Hasil Wawancara 20 Orang Perempuan dan Pria Penari Bondres
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 186 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Topeng
Perempuan
Topeng Pria Topeng Perbaikan
Bentuk Luar Topeng.
Topeng Sebelum Perbaikan.
Topeng Sesudah Perbaikan, hanya Ukurannya yang
Diperbaiki
Topeng Bagian Dalam Diperbaiki,
Sesuai Antropometri Muka
Agar Nyaman Dipakai
Topeng Bondres Perempuan dan Pria
6.3.2 Ergonomi Produk Industri Kerajinan Sandal
Industri kerajinan khususnya usaha kecil dan menengah (IKM / UKM) diharapkan akan tumbuh dan
berkembang menjadi kegiatan usaha mandiri dan mampu berperan sebagai penggerak pembangunan yang tangguh dan bersaing di era-global. Berdasarkan UU No.5 Th.1986
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 187 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
dan KEPPRES 6/1986: Industri kecil adalah kegiatan dengan asset dari Rp. 5 juta s/d Rp.200 juta atau
mempunyai tenaga kerja 5 s/d 19 orang, Industri menengah Rp. 200 juta s/d Rp.10 milyar atau
mempunyai tenaga kerja 20 s/d 99 orang dan Industri besar dengan asset di atas Rp. 10 milyar dengan tenaga kerja di atas 100 orang (Rika, 2006).
Dengan sistem penanganan yang sederhana dan
fleksibel, usaha insustri kerajinan mampu menyerap
tenaga kerja dan dapat mengurangi angka pengangguran, dari sektor ini, misal tahun 1990 mampu menyerap
tenaga kerja 14,9 % dari total angkatan kerja (BPPT-P3SKP Bali, 2001). Data tenaga kerja industri kerajinan Bali setiap tahun menunjukkan peningkatan dari tahun
2002 berjumlah 189.655, tahun 2003 naik 196.310, tahun 2004 menjadi 208.287 dan tahun 2005 berjumlah
224.326 (Rika, 2006). Hingga kini tahun 2013, bidang ini juga diperlukan untuk mendapat perhatian yang semestinya dari berbagai pihak terkait.
Dengan demikian, sektor ini juga dapat dijadikan
pemecahan masalah pengangguran yang dapat menekan angka kejahatan yang diakibatkan oleh banyaknya orang menganggur. Usaha memberdayakan industri kerajinan
dan usaha kecil-menengah ini, adalah usaha kreatif, baik dalam menciptakan desain-desain baru dari produk
kerajinan, pemasaran dan manajemen produksi. Sebagai industri kreatif memang sudah saatnya dan layak mendapatkan dukungan pemerintah,
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 188 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Pekerjaan yang dilakukan dengan cara borongan ini perlu diteliti, apakah ada sikap kerja dan stasiun kerja
yang tidak ergonomis dan juga apakah diperlukan suatu usaha untuk menurunkan tingkat keluhan akibat kerja
yang tidak alamiah (ruda paksa). Semua itu tentu diperlukan suatu penelitian lanjutan yang nantinya dapat diintervensi untuk meningkatkan produktivitas dari
kegiatan industri kerajinan sepatu-sandal.
Tarwaka menyebutkan, bahwa intervensi ergonomi untuk sikap kerja duduk-berdiri bergantian dapat
meningkatkan produktivitas kerja secara signifikan dibandingkan dengan sikap kerja berdiri. Sedangkan Adiputra menyebut melalui intervensi ergonomi pada
industri skala kecil dengan memberikan meja dan kursi ergonomis, tenaga kerja bisa bekerja lebih nyaman.
Intervensi terhadap sikap kerja dan stasiun kerja yang menuju ergonomis, sesuai dengan jenis pekerjaan
dimungkinkan dapat mengurangi keluhan subyektif dan kelelahan serta dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Penelitian untuk memecahkan permasalahan ergonomi-fisiologi kerja perlu dilakukan, khususnya terhadap perbaikan sikap kerja dan stasiun kerja pada Home Industry-Shoes, yang dilakukan dengan pendekatan partisipatoris, sehingga mereka akan merasa terlibat
dan berkontribusi terhadap perbaikan yang akan dilakukan.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 189 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Tampak Sikap Kerja Jongkok dan bersila Penyebab Keluhan
Muskuloskeletal dan Kelelahan Kerja (tidak ergonomis)
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 190 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Untuk lebih jelasnya dari proses kerja Home Industry-Shoes di Bali dapat dilihat pada bagan berikut di bawah
ini :
Pengusaha GTN : 1. Produk Persanan dgn desain /
Order (atas permintaan)
2. Produk Contoh / Sampel (baca pasar / inisiatif pengusaha)
Permintaan Konsumen
/ Pasar: Wisatawan, Pengusaha / Pebisnis & Masy. Umum
1) Luar Negeri
2) Dalam Negeri
Desain: *Rancangan Bentuk / Gbr Sandal-Sepatu
*Rancangan Proses Pembuatan
Sandal (bahan, alat dan proses pembuatan & finishing)
Proses: 4 Finishing
* Pasang accessories * Pasang Label (Jenis
Produk & Nomor )
* Pembungkusan
Diterima Konsumen / Pasar 1.Pemesanan (order), 2.Art Shop,
3.Masy.Umum
Proses: 3 Pembentukan
*Perekatan / Pelapisan / Soul
*Penjahitan & Pembalutan *Penghalusan / Bubut
*Penulangan & Pasang
Hak
Proses 2 Pemotongan
* Menggunting bahan
sesuai dgn desain (manual) * Ngeplong (pemotongan dgn
mesin potong)
Proses: 1 Gambar
* Mall bentuk dasar sandal * Mall bentuk tambahan (hak,
lapisan, tali & accessories)
Order Kepada Mitra Usaha &
Ibu-ibu RT:
Hak (bantalan) dari kayu
Monte-monte-an / Rajutan, dll
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 191 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Pertimbangan antropometri, yakni pengukuran dimensi tubuh manusia atau karakteristik fisik tubuh
lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Dengan mengetahui ukuran antropometri tenaga kerja, akan dapat dibuat suatu desain alat-alat kerja yang sepadan bagi tenaga kerja yang menggunakan,
dengan harapan dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja.
Setiap desain produk, baik yang sederhana maupun yang kompleks, ukuran atau dimensi penting untuk
diperhatikan dan harus mampu mengacu pada antropometri pengguna atau pemakainya. Aplikasi
ergonomi dengan antropometri menjadi dua divisi utama yaitu: Pertama, ergonomi berhadapan dengan tenaga
kerja, mesin beserta sarana pendukung lainnya dan lingkungan kerja. Tujuannya untuk menciptakan kemungkinan situasi terbaik pada pekerjaan sehingga
kesehatan fisik dan mental tenaga kerja dapat terus dipelihara, efisien, produktivitas dan kualitas produk dapat dihasilkan secara optimal; Kedua, ergonomi berhadapan dengan karakteristik produksi yang berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk.
Dalam hal ini penanganan desain sandal
diusahakan pendekatan dengan koefisien variansi data interpolasi kaki orang Indonesia. Mengetahui ukuran antropometri kaki orang Indonesia akan dapat dibuat
suatu desain sandal yang sesuai dengan harapan, sehingga dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan,
keselamatan, keamanan dan estetika bagi penggunanya.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 192 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Interpolasi data antropometri kaki orang Indonesia menurut suatu sumber sebagai berikut :
DIMENSI
P R I A WANITA
5 th 50
th
95
th
SD 5 th 50
th
95
th
SD
1. Panjang Telapak Kaki 230 248 266 11 212 230 248 11
2. Panjang Telapak Lengan Kaki
165 178 191 8 158 171 184 8
3. Panjang Kaki sampai Jari
Kelingking
186 201 216 9 178 191 204 8
4. Lebar Kaki 82 89 96 4 81 88 95 4
5. Lebar Tangkai Kaki 61 66 71 3 49 54 59 3
6. Tinggi Mata Kaki 61 66 71 3 59 64 69 3
7. Tinggi Bagian Tengah Kaki
68 75 82 4 64 69 74 3
8. Jarak Horisontal Tangkai Mata Kaki
49 52 55 2 46 49 52 2
Sumber: Nurmianto (2004)
Stasiun kerja dan sikap kerja, perlu diperhatikan,
dimana ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia, kapasitas dan
keterbatasannya terhadap desain pekerjaan, mesin dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungan, sehingga
manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat, aman, nyaman, dan efisien. Berkaitan dengan alat kerja bahwa desain alat kerja yang ergonomis apabila secara
antropometris, faal, biomekanik dan psikologis sesuai dengan pemakainya.
Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain: pembebanan pada kaki,
pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Desain stasiun kerja dengan posisi
duduk mempunyai derajat stabilitas tubuh yang tinggi,
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 193 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
mengurangi kelelahan dan keluhan subyektif bila bekerja lebih dari 2 jam. Ukuran tempat duduk disesuaikan
dengan dimensi antropometri pemakainya. Fleksi lutut membentuk sudut 90º dengan telapak kaki bertumpu
pada lantai atau injakan kaki. Ergonom merekomendasikan bahwa untuk
pekerjaan yang memerlukan ketelitian landasan kerja adalah 5 – 10 cm di atas siku berdiri; untuk pekerjaan
yang sering memerlukan ruangan untuk peralatan landasan kerja adalah 10 – 15 cm di bawah tinggi siku berdiri, sedangkan untuk pekerjaan yang memerlukan
penekanan dengan kuat, tinggi landasan kerja adalah 15 – 40 cm di bawah tinggi siku berdiri.
Stasiun kerja desainnya ditentukan oleh jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan. Desain stasiun kerja baik
yang untuk posisi duduk maupun posisi berdiri, keduanya mempunyai keuntungan dan kerugian.
Gangguan pada sistem muskuloskeletal yaitu pada pinggang, leher, bahu dan paha diakibatkan oleh sikap kerja yang salah seperti sikap kerja duduk atau berdiri.
Posisi duduk-berdiri merupakan posisi terbaik dan lebih dikehendaki daripada hanya posisi duduk saja atau
berdiri saja. Selanjutnya dikatakan bahwa posisi duduk-berdiri yang telah banyak dicobakan di industri ternyata mempunyai keuntungan secara biomekanis, dimana
tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan posisi duduk ataupun
berdiri terus menerus. Hal tersebut ternyata dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam intervensi ergonomi, sehingga penerapan posisi kerja duduk-berdiri dapat
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 194 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
memberikan keuntungan-keuntungan bagi sebagaian besar tenaga kerja.
Kelelahan akibat kerja, dengan pengertian
kelelahan yang merupakan suatu mekanisme dari perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.
Pada umumnya kelelahan biasa ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena bersifat monoton, intensitas dan lamanya
kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan asupan gizi. Kelelahan
secara umum dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai pada perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila
rata-rata beban kerja melebihi 30 – 40 % dari tenaga aerobik maksimal.
Faktor penyebab kelelahan akibat kerja, yaitu kelelahan dan penurunan kapasitas kerja serta
ketahanan yang disebabkan karena melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan yang ditandai dengan sensasi
kelelahan, penurunan motivasi dan aktivitas sampai akhirnya tidak kuat melakukan suatu pekerjaan. Faktor penyebab terjadinya kelelahan sangat bervariasi, dan
untuk memelihara atau mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan (cancel out the stress). Bekerja dapat
dipertahankan beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang dikerahkan tidak lebih dari 8%
dari maksimum tenaga otot. Kontraksi otot, baik statis maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan otot
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 195 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu ketahanan otot terlampaui. Disaat kebutuhan
metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan tenaga kerja, maka kontraksi otot
akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi.
Cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung, sampai saat ini belum ada. Pengukuran-
pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Ada beberapa metode pengukuran kelelahan
dikelompokkan dalam beberapa kelompok sebagai diantaranya sebagai berikut: a) kualitas dan kuantitas
kerja yang dilakukan, b) perasaan kelelahan yang subyektif, c) uji hilangnya kelipan, uji psiko-motor dan uji mental.
Hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja
dipengaruhi oleh faktor yang sangat kompleks, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi: faktor somatis dan faktor psikis dan faktor eksternal
meliputi tugas-tugas, organisasi dan lingkungan kerja.
Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara obyektif, yaitu metode penilaian langsung dengan cara mengukur energi yang dikeluarkan
melalui asupan oxigen selama bekerja, dan metode pengukuran tidak langsung, dengan cara menghitung
denyut nadi selama kerja. Salah satu pendekatan untuk mangetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 196 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
menghitung nadi kerja. konsumsi oxigen, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh.
Katagori
Beban Kerja
Konsumsi
Oksigen (1/min)
Ventilasi
Paru (1/min)
Suhu Inti
Tubuh (ºC)
Denyut Nadi
(denyut/min)
Ringan 0,5-1,0 11-20 37,5 75-100
Sedang 1,0-1,5 20-30 37,5-38,0 100-125
Berat 1,5-2,0 31-43 38,0-38,5 125-150
Sangat Berat 2,0-2,5 43-56 38,5-39,0 150-175
Sangat Berat Sekali
2,5-4,0 60-100 >39 >175
Sumber: Grandjean (1988). Fitting The Tasks to The Man
Denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan
vasodilatasi.
Lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadaap kelelahan, keluhan subyektif dan produktivitas kerja. Lingkungan kerja yang nyaman
sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Kaitannya dengan masalah
lingkungan kerja pada Home Industry-Shoes yang perlu diperhatikan adalah mikrolimat. Mikrolimat dalam
lingkungan kerja terdiri dari unsur, suhu udara, kelembaban, panas radiasi, dan gerakan udara.
Dalam kaitannya dengan suhu panas lingkungan kerja diberikan batas toleransi suhu tinggi sebesar 35 – 40 º C, kecepatan udara 0,2 m / detik, kelembaban
antara 40 – 50 %, perbedaan suhu permukaan < 4 º C. Berkaitan dengan penerangan, yaitu intensitas
penerangan yang kurang dapat menyebabkan gangguan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 197 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
visibilitas dan eyestrain. Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan juga dapat menyebabkan
glare, reflection, excessive shadows, visibility dan eyestrain. Ergonom merekomendasikan intensitas
penerangan umum (general litghting) yang sesuai dengan pekerjaan dengan tingkat ketelitian dan kontras sedang,
adalah antara 240 – 400 luks, seperti pekerjaan pada Home Industry-Shoes ini. Ada yang menyarankan antara
170 – 350 luks . Juga ada yang merekomendasikan antara 200 – 300 luks.
Dalam suatu organisasi kerja, pada umumnya menyangkut tentang waktu kerja, waktu istirahat, sistem
kerja (harian / bulanan / borongan), musik dan insentif dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja, baik
langsung maupun tidak langsung. Jelasnya bahwa jam kerja berlebihan, jam kerja lembur di luar batas kemampuan, akan dapat mempercepat munculnya
kelelahan, menurunkan ketepatan, kecepatan dan ketelitian kerja. Oleh karena setiap fungsi tubuh memerlukan keseimbangan yang ritmis antara asupan
energi dan penggantian energi (istirahat kerja). Diperlukan istirahat pendek dengan sedikit kudapan atau
minum (15 menit setelah 2 jam bekerja) untuk mempertahankan performan dan efisiensi kerja.
Contoh hasil penelitian di lingkungan kerja Home Industry-Shoes / Sandal “GTN”, mempunyai data sebagai
berikut: suhu basah 27,5 ºC dan suhu kering 33 ºC, kelembaban relatif 68%, intensitas cahaya dalam ruangan
200 lux, rata-rata intensitas suara bising 72 dB dan ukuran ruang kerja terdapat bervariasi yaitu dua ruang
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 198 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
kerja berukuran 2 X 1,5 meter (ruang ”selep” dan semprot lem) terpisah disela gang lebar 1 meter dan dua ruangan
berukuran 3 X 3 meter untuk proses pembentukan dan finishing.
Data Karakteristik Fisik Subjek Perajin
Home Industry-Shoes “GTN”
No Variabel n Rerata SB Rentangan
1 Umur 8 23, 875 4,969 19-35
2 Berat Badan (Kg) 8 58,625 8,534 47-70
3 Tinggi Badan (cm)
8 164,5 3,295 159-168
4 Pengalaman Kerja (th)
8 3,5 2,138 1-7
Data karakteristik perajin diketahui bahwa rerata
umur subjek 23,875 tahun, rerata berat badan 58,635 kg, rerata tinggi badan 164,5 cm dengan rerata pengalaman
kerja 3,5 tahun. Berdasarkan data tersebut subjek termasuk dalam katagori normal dengan pengalaman yang memadai.
Dari hasil proses kerja sederhana pembuatan
sandal tersebut terdapat sikap kerja pekerja pada Home Industry ”GTN” tidak ergonomis. Berdasarkan penelitian pendahuluan dengan menggunakan kuesioner Nordic
Body Map, ternyata terdapat kenyerian pada anggota tubuh bagian bawah seperti paha, lutut dan betis. Juga
kuesioner 30 item kelelahan menunjukkan data cukup melelahkan. Untuk lebih jelas hasil kuesioner yang telah
didata dapat dilihat perbandingan kelelahan pada tabel berikut:
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 199 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
No. Variabel Rerata SB Rentangan
1. Kelelahan
bekerja
sebelum perbaikan:
- Kegiatan /
Aktivitas
- Motivasi
- Keadaan
fisik
20,14
20,86
23,28
2,34
8,19
4,57
18-24
15-40
18-29
2. Kelelahan
setelah
intervensi perbaikan:
- Kegiatan
- Motivasi
- Keadaan
fisik
13,5
16,72
12,38
3,89
7,07
7,34
10-17
16-20
14-22
Beban kerja diukur berdasarkan denyut nadi pekerja, baik pada waktu istirahat (DNI) maupun pada
saat kerja (DNK).
No.
V ariabel
N
Kontrol Perlakuan Nilai
Rerata SB Rerata SB t p
1 DNI (dpm) 8 116,625 1,776 117,250 2,251 -0,626 0,551
2 DNK (dpm) 8 117,250 2,251
132,750 5,625 -8,896 0,000
3 Nadi Kerja (beda)
8 0,625 0,441 15,50 10,960 0,264 0,000
Rerata Denyut Nadi Pekerja Home Industry Shoes / Sandal “GTN”
Analisis beban kerja yang diukur berdasarkan denyut nadi pekerja, baik waktu istirahat (DNI) maupun
Data Kelelahan Pekerja Home Industry-Shoes / Sandal “GTN” Sebelum dan Sesudah Intervensi
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 200 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
saat kerja (DNK). Sebelum dilakukan analisis efek perlakuan perbaikan, perlu diuji normalitas terhadap
denyut nadi tersebut yang menunjukkan bahwa DNI dan DNK berdistribusi normal. Kondisi awal pekerja baik DNI
maupun DNK pekerja bisa dianggap sama. Dengan perlakuan perbaikan sikap kerja dan stasiun kerja terjadi penurunan 15,50 dpm, bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara sebelum perbaikan dengan sesudah perbaikan (p<0,05).
Dalam proses pembuatan sandal terdapat sikap kerja pekerja dan stasiun kerja pada Home Industry ”GTN”
tidak ergonomis. Apabila dilakukan sampai lebih dari batas waktu dua jam tidak ada istirahat (aktif atau pasif)
akan menimbulkan keluhan-keluhan sakit dikemudian hari, apalagi dilaksanakan dengan sikap kerja tidak alamiah dan dilakukan dengan waktu cukup lama 8 s/d
12 jam (plus lembur) perhari, maka dapat merugikan para pekerja dan pengusaha itu sendiri. Tentunya biaya pengobatan dan tidak masuk kerja bertambah sehingga
produktivitas akan menurun. Hal ini terlihat cukup jelas disebabkan karena adanya sikap kerja jongkok dan
duduk bersila dilantai serta lainnya. Sikap kerja statis tersebut menyebabkan sensasi ketidaknyamanan, kelelahan dan kenyerian pada anggota tubuh tertentu.
Berdasarkan penelitian awal ditemukan 2 sikap
kerja tidak ergonomis yakni jongkok terus menerus dan duduk bersila di lantai (lihat gambar). Mengingat kedua sikap kerja tersebut termasuk sikap kerja paksa atau
tidak alamiah, maka perlu kiranya diadakan perubahan sikap kerja dan perbaikan stasiun kerja agar bisa
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 201 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
melakukan pekerjaan dengan baik sebagai sikap kerja yang ergonomis.
Perbaikan atau intervensi ergonomi dalam bekerja di Home Industry-Shoes / Sandal ”GTN” di Kuta Bali,
dapat dilihat pada pekerjaan ”selep”, yaitu penghalusan tepian sandal terlihat masalah debu belum tertangani
dengan baik (lihat gambar) dan perbaikannya dengan memberi alat kipas pendorong atau pengisap debu yang kemudian diarahkan kepenampungan debu hasil olahan
kedalam karung plastik modifikasi, sehingga debu dapat dikurangi dan tidak banyak mengotori baju, rambut dan yang terhirup serta dapat mencemari lingkungan.
Perbaikan dilakukan dengan memberi kipas tambahan pada as dinamo motor dan menutupnya seperti cerobong
yang berfungsi menyedot debu dan disalurkannya kedalam karung plastik. Dalam waktu seminggu ternyata 1 karung plastik telah penuh dengan debu untuk
kemudian dibuang.
Pencatatan kelelahan terhadap pekerja sebelum intervensi dengan menggunakan kuesioner kelelahan 30 item secara umum diperoleh hasil sebagian besar pekerja
mengeluh lelah dan dirasakan berat (sakit) setelah bekerja baik menyangkut aktivitas kegiatan, motivasi maupun
keadaan fisik. Namun setelah dilakukan intervensi atau perbaikan terhadap stasiun kerja dan sikap kerja para pekerja, yaitu dengan penambahan meja dan kursi
walaupun menggunakan meja seadanya dan kursi yang bisa distel sesuai ukuran pengguna, ada perubahan ke arah yang positif lebih baik, lihat gambar berikut dimana
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 202 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
pekerja terlihat lebih santai dan terasa lebih nyaman serta kelelahan pun tampak menurun.
Pada sikap kerja menjahit dari penggunaan kursi plastik yang belum tentu cocok bagi setiap orang perajin diganti dengan kursi yang bisa distel (sementara khusus
penelitian) sesuai dengan antropometri masing-masing pekerja yang menggunakan dan menurut perajin ternyata
lebih sesuai dan lebih nyaman (lihat gambar). Untuk itu perlu lebih lanjut nantinya (sebagai usulan) dibuatkan desain kursi khusus atau dibuatkan kursi yang sesuai
dengan ukuran antropometri pekerja.
Terlihat Pekerja pada Awalnya Menutup Bagian Kepala dan Rambutnya Penuh Debu, Berikutnya Setelah Perbaikan Alat
dengan Menampung Debu
pada Karung Penampung Cukup Menutup Bagian Hidung dan Mulut Saja Pakai Kain Sutra Putih atau Merah Halus atau
Masker.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 203 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Hasil Produksi
Home Industry-Shoes / Sandal
”GTN”
Terlihat Penggunaan Kursi Plastik Diganti dengan Kursi yang Bisa di-Stel
(disesuaikan) dengan Penggu
Mal dan
Peralatan
Perajin
Sandal
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 204 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Mal Sandal dan Sepatu Milik Perajin
Dalam pembuatan sandal dan sepatu, terutama
untuk sepatu olahraga sebaiknya dilengkapi dengan
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 205 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
lapisan sol yang lengkap, ada insole, midsole dan outsole, dengan pemilihan bahan yang baik dan sesuai fungsinya.
Struktur Sol Sepatu Olahraga (Sumber: Turner, Shape: 11)
6.4 Perancangan Produk Desain Kekriyaan
Melihat pentingnya ergonomi bagi manusia, maka pemikiran ergonomi sebaiknya dimasukan di dalam
konsep perencanaan untuk meminimalkan kesalahan dalam pencapaian keamanan, kesehatan, kenyamanan,
keselamatan dan untuk mendapatkan efisiensi yang setinggi-tingginya di dalam proses pelaksanaannya atau penggunaannya.
Pertimbangan dalam perencanaan dan juga
pembuatan desain produk kekriyaan, yang menyangkut kebutuhan masyarakat luas (publik), ergonomi harus dilibatkan untuk meminimalis kesalahan dan keinginan
mendekati kesempurnaan atau kepuasan. Adapun
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 206 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
pertimbangan menyangkut fungsi, ergonomi, teknis, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, kedalam suatu
aktivitas membentuk atau merekayasa estetika, seperti terlihat pada bagan berikut:
Variasi Produk dengan Berbagai Fungsi yang Ditawarkan Ke Pasar
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 207 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Hal lain yang diperlukan dalam mendesain obyek estetik terapan pada produk kekriyaan untuk
masyarakat, mempunyai tujuan-tujuan seperti pada bagan berikut:
Dalam proses perencanaan produk kekriyaan
diperlukan data non-fisik seperti ekspresi dan imajinasi manusia dan suasana lingkungan (sosial-ekonomi-budaya-agama), lalu bebarapa pendekatan seperti data-
fakta dilapangan, literatur, standard, bahan dan teknis, fungsi dan ergonominya. Tak kalah penting elemen
senirupanya (warna, bentuk, tekstur, garis dan finishing). Setelah data dan pendekatan diperoleh, kemudian mecari dan menemukan permasalahannya. Setelah menetapkan
UJUAN SOSIAL:
Kenyamanan
Kenikmatan
Kesenangan
Kebahagiaan
Kesejahteraan
Keselamatan
Kesehatan
Keindahan
TUJUAN EKONOMI:
Daya saing
Kualitas
Harga
TUJUAN TEKNIS:
Ekspresi
Informatif
Komunikatif
TUJUAN LINGKUNGAN:
Keselarasan
Keharmonisan
Kebaikan
Kesehatan
TUJUAN AKTUALISASI
DIRI:
Identitas
Simbol
Ciri khas
Gengsi
Kebanggaan
TUJUAN SBG IDEA:
Kebenaran
Keimanan
Persembahan
Pemujaan
ERGONOMI
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 208 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
masalah, dibuat gagasan ide desain menyangkut aktivitas dan analisa situasi-kondisi serta kebutuhan, semua yang
tertuang dalam konsep dan pemecahan masalah atau solusinya. Kemudian dibuat gambar sampai modelnya
secara visual sehingga kendala teknis terlewati.
Berdasarkan uraian di atas, diharapkan dapat menjembatani kesenjangan antara konsep ergonomi dengan pengembangan produk pada umumnya,
khususnya produk kekriyaan yang akan dihasilkan oleh para desainer yang berwawasan luas dan memberikan
manfaat besar bagi produsen dan konsumen.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 209 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Produk Jemuran Listrik Ditawarkan Mengantisipasi Musim Hujam
Pameran Perlengkapan
Jelajah atau Pecinta Alam yang Ergonomis,
Tahun 2007 di Bandung, berupa:
Pakaian (Baju, Celana dan Jaket), Tas,
Sepatu Menggunakan Bahan Bermutu yang
Tampak Diuji Rendam Dalam Air.
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 210 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
PUSTAKA
Adiputra, N. Metodologi Ergonomi. Monograf diperbanyak Program Studi Ergonomi-Fisiologi
Kerja, Universitas Udayana, Denpasar, 1998 Anies, Penyakit Akjibat Kerja: Berbagai Penyakit
Akibat Lingkungan Kerja dan Upaya
Penanggulangannya (Seri Kesehatan Umum), PT.
Alex Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta,
2005 Anis, J.F & McConville. Anthropometry. Dalam
Battcharya, A & Mc Glothlin, J.D.eds, Occupational Ergonomics, Marcel Dekke Inc USA, 1996
Anonim, 2006. Jurnal Ilmu Desain, dalam : Imam
Buchori Zainudin, Desain, Sains Desain dan Sains tentang Desain: Telaah Filsafat Ilmu. hal. 17 – 34
Anonim, 2006. Jurnal Ilmu Desain, Widagdo, Estetika Dalam Perjalanan Sejarah: Arti dan Peranannya dalam Desain. hal. 3-16
Anonim, 1995. Creativity and Madness: Psychological Studies of Art and Artist Burbank, Aimed Press,
hal.18 Anonim, 2005, Bahasa dan Seni, Tahun 33, Nomor 1,
Februari 2005 Amstrong, R., Lighting at Work, Occupational Health
& Safety Authority, Melbourne, Australia, 1992
Artayasa, I Nyoman, Konsep Estetika dan Teknis Dalam Bingkai Ergonomi Total Pada Desain Interior,
FSRD-ISI Denpasar, Denpasar, 2011 Astrand P.O, & Rohdhl, K. Texbook of Work
Physioology-Physiological Bases of Exercise, 2 nd
edt. McGraw-Hill Book Company, USA, 1977
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 211 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Bastomi, Suwaji, Seni Kria Apresiasi dan Perkembangannya, Pn. IKIP Semarang Press,
Semarang, 1986 Bernard, T.E, Occupational Heat Stress. Dalam
Battacharya, A & Mc Glothlin, J.D.eds, Occupational Ergonomics, Marcel Dekker Inc USA, 1996
Christensen, E.H. Physiology of Work. Dalam:
Parmeggiani, L. ed. Encyclopedia of Occupational Health and Safety, Third (revised) edt, ILO Geneva:
1698-1700, 1991 Chavalitsakulchai, P & Shahnavaz. Musculuskeletal
Discomfort and Feeling of Fatigue Among Femele Professional Workers: The Need for Ergonomics Consideratin. J. Human Ergol, 1991
Clark, D.R. Work Station Evaluation and Design.
Dalam Battacharya, A & McGlothlin, J.D. eds.
Occupational Ergonomic. Marcel Dekker Inc USA, 1996.
Das, B. Industrial Work Station and Work Space
Design: An Ergonomic Approach. Dalam: Pulat,
B.M. & Alexander, D.C. eds. Industrial Ergonomics. Induustrial Engineering and Management. Institute of Industrial Engineers. Noreross Georgia. USA, 1991
Eko Nurmianto, Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Pn. PT.Guna Widya, Jakarta, 1996 Francis, Abraham M. Modernisasi di Dunia Ketiga:
Suatu Teori Umum Pembangunan. Yogyakarta.
1991 Feldman, B.F. Art As Image and Idea. Englewood
Cliffs, New Jersey, Prentice Hall Inc. 1967
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 212 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Feldman, Edmund Burk, Arts and Idea,1967
Goris, R, Atlas Kebudayaan, Pemerintah RI, Jakarta,
1953 Grandjean, E. Fitting the Task to the Man. A Texbook
of Occupational Ergonomics, 4 th Edition London:
Taylor & Francis. 1993 Gustami, Sp. et al., Pola Hidup dan Produk Kerajinan
Keramik Kasongan. Yogyakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan, Direktorat Jendral
Kebudayaan, Proyek Penelitian Pengkajian Kebudayaan Nusantara. 1985
Gustami, Sp. Seni Kerajinan Keramik Kasongan.
Yogyakarta: Kontinuitas dan Perubahannya , Tesis S2 Universitas Gajah Mada. 1988
Heskett, John, Industrial Desain, Thames and Hudson,
London, 1980 Helander, M. A Guede to the Ergonomics of
Manufacturing. Taylor & Francis, Great Britain,
1995 Jonh M. Echols dan Hassan Shadely, 1993
Kempers, AJB, Bali Purbakala, PT. Ichtiar, Jakarta, 1960 Konperensi Kriya, Tahun Kriya dan Rekayasa 1999,
Institut Teknologi Bandung, 26 Nov” 99. 1999 Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas dan
Pembangunan. Gramedia Jakarta. 1984 Konz, S, Physiology of Body Mopvement. Dalam
Battacharya, A & McGlothlin, J.D. eds. Occupational Ergonomics, Marcel Dekker Inc, USA, 1992
Lois Moren, Word Book Multimedia Encyclopedia, 1977.
Manuaba, Adnyana, Bunga Rampai Ergonomi Vol. 1,
Kumpulan Artikel PS Ergonomi – Fisiologi Kerja, Unud Denpasar, 1998, Hal. 1
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 213 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Manuaba, Adnyana, Pengaruh Ergonomi Terhadap Produktivitas. Dalam Seminar Produktivitas
Tenaga Kerja, Jakarta, 1992a Manuaba, Adyana, Beban Kerja untuk Prajurit
Dikaitkan dengan Norma Ergonomi di Indonesia. Seminar Ergonomi di Lingkungan ABRI, Jakarta, 1990
Manuaba, Adnyana, Ergonomi Meningkatkan Kineja Tenaga Kerja dan Perusahaan. Dalam Proceedings
Simposium dan Pameran Ergonomi Indonesia 2000, Teknologi Business Operation Unit IPTN, Bandung,1999
Manuaba, Adnyana. Penerapan Ergonomi Kesehatan Kerja di Rumah Tangga. Peningkatan Peranan Dharma Wanita dan Gerakan Keluarga Sehat,
Jakarta, 1986 Mayer, Ralph, A Dictionry of Art Term & Techniques,
Adan & Charter Black Ltd, London, 1969 Manhei, Karl, Sosiologi Sistematis (Terjemahan Soerjono
Soekanto), Rajawali, Jakarta,1985 Monro, Thomas, Evolution in The Arts, The Cleveland
Museum of Atr Clevend, 1963
Mulyati, I Made. Topeng Bondres Pemeran Rakyat Buatan Wayan Tangguh di Desa Singapadu, Kec. Sukawati, Kab. Gianyar dalam Kaitannya Dengan
Kenyamanan Si Pemakai, Prabangkara, Unud, Edisi 2, 16 Mei 2000
Myers, Bernard S, Dictionari of Art, 1951
Mulyati, Made Ida. Desain Sepatu Voli Mempengaruhi Keluhan Subyektif Pada Kaki dan Kemampuan
Loncat Tegak, Prabangkara , Unud, Vol.4 No.6, 2002
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 214 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Nelson, Glenn C, Ceramics, Holt Rinehart and Winston
Inc, USA, 1960
Nurmianto, E. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Guna Widya, Surabaya, 2004
Pheasant, S. Ergonomics, Work and Health. Macmillan
Academic and Professional Ltd. London, 1991 Pulat, B.M. Fundamentals of industrial Ergonomics.
Hall International, Englewood Cliffs, New Jersey, USA, 1992
Read, Herbert, The Meaning of Art, Faber and Faber
Limited, London, 1962 Rika, I Made, Pola Pikir-Prilaku Karya Seni Akan
Berpengaruh Terhadap Mutu Hasil Produksi Industri Kerajinan Daerah Bali, Makalah Seminar, Diperindag Propinsi Bali, Denpasar, 2006
Rodahl, K. The Physiologi of Work. Talor & Francis. Ltd.
Great Britain, London: 1989 Sanders, M.S. & McCormick, E.J. Human Factors In
Engineering and Design, 6th edt. McGraw-Hill
Book Company. USA.: 331-454, 1987
Sritomo W. Soebroto, Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, Teknik Analisir Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Pn. PT.Guna Widya, Jakarta,2003 Sritomo W. Subroto, Proceeding Seminar Nasional
Ergonomi 2006, 21-22 Nopember 2006, Auditorium Ged. A-D Usakti, Jakarta, hal. 11
Sutajaya, I Made, Manfaat Praktis Ergonomi, Ilmu Faal
Kedokteran-Unud Denpasar dan Mipa Undiksha, Singaraja, 2006
Suma‟mur, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja,
Gunung Agung, Jakarta, 1967
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 215 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Sutalaksana, IZ. Produk-produk Ergonomis dan Strategi Mewujudkannya. Dalam Proceedings Simposium
dan Pameran Ergonomi Indonesia 2000, Teknologi Business Operation Unit IPTN, Bandung, 1999
Sutarman. Pengetrapan Ergonomi di Perusahaan. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja V-1, Jakarta, 1972
Soedarso Sp., Tinjauan Seni: Pengantar Apresiasi Seni, Saku Dayar Sana, Yogyakarta.1987
Tamplin, Donald, The Arts: A History of Expression in the 20th Century. London: Harrap. 1991
Virshup, Evelyn, Jackson Pollok Art Versus Alchohol.
dalam Barry Panter dan Virshup. Creativity and Madness: Psychological Studies of Art and Artist. Burbank: Aimed Press, 1995.
Wiyoso Yudoseputro, Seni Kerajinan Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. 1983
Wiyoso Yudoseputro, Seni Kerajinan Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, hal.151. 1983
Yuswadi Saliya, Pendekatan Interdisiplin dalam Desain:
Suatu Penjelajahan Awal. Hal. 785 – 8. 1999 Tim DK3N, Pedoman Praktis Ergonomik: Petunjuk
Yang Mudah Dalam Meningkatkan Keselamatan dan Kondisi Kerja (Terjemahan), dipersiapkan ILO dan IEA, Jenewa, Jakarta, 2000
Utomo, A.M, Produk Kekriyaan Dalam Ranah Senirupa dan Desain, FSRD-ISI Denpasar dan Hijrah.M.,
Denpasar, 2011 Utomo, A.M, Wawasan dan Tinjauan Seni Keramik, Pn.
Paramita, Surabaya, 2007
Ergonomi Desain Pada Produk Kriya - 216 - Drs. Agus Mulyadi Utomo,M.Erg
Waters, T.R. & Bhattacharya, A. Physiological Aspects of Neuromuscular Function. Dalam Battacharya,
A & Mc Glothlin, J.D. eds, Occupational Ergonomics, Marcel Dekker Inc USA, 1996
Yuliman, Sanento, Lingkup Seni Rupa: Kumpulan Karangan Tentang Cabang-cabang Seni Rupa, ITB, Bandung, 1983
Zainuddin, Imam Buchori, Peranan Desain Dalam Peningkatan Mutu Produk, SR-ITB, Bandung,
1983