bab 1 laporan hasil penelitian
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita lihat dalam keadaan dewasa ini telah banyak contoh yang
memperlihatkan bahwa pergaulan remaja di Kabupaten Pinrang khususnya di
Kelurahan Pacongan sangat memprihatinkan. Ini terbukti karena banyak remaja yang
memutuskan sekolahnya bukan karena faktor eksternal tapi karena mental mereka
rusak akibat pergaulan yang tidak relevan.
Menurut para remaja yang pergaulannya menyimpang dari norma-norma
yang berlaku, kelakuan mereka itu masih dalam tahap kewajaran. Tetapi, bagi orang-
orang yang berdomisili di tempat yang rawan akan kenakalan remaja, mereka anggap
kelakuan para remaja itu sangat merisihkan kebanyakan masyarakat. Karena ulah
mereka yang selalu berbuat keonaran demi kesenangannya semata.
Lebih buruknya lagi, para remaja lainnya yang terkontaminasi dan bimbang
memilih teman. Akibatnya banyak remaja yang masih polos ikut terjerumus ke
pergaulan remaja yang merusak mental mereka. Ini diakibatkan karena mareka salah
memilih teman. Bahkan penyebab lainnya adalah kebanyakan remaja yang tidak ikut
trend pergaulan remaja, di anggap sebagai gagap pergaulan. Dan dampaknya orang
tua tidak lagi mempercayai anaknya berbohong. Contohnya saja harga buku
Rp.25.000,00, anak tersebut meminta uang Rp. 50.000,00 otomatis itu salah satu
indikasi bahwa kebohongan bagi remaja yang tekena pergaulan itu sudah biasa tanpa
1
2
memikirkan perasaan karena akibat mereka terkena pergaulan sehingga kebanyakan
dari mereka kedua orang tuanya.
Untuk mengubah keadaan tersebut sebaiknya para remaja sadar bahwa
kelakuan yang mereka lakukan tidak ada gunanya hanya untuk kesenangan mereka
sementara dan hal tersebut tidak berlangsung lama. Oleh karena itu, peran orang tua
sangat penting dalam hal ini. Para orang tua harus membina secara intensif anaknya.
Tetapi para orang tua juga harus mengerti sepenuhnya bahwa anaknya masih dalam
masa-masa transisi sehingga jiwanya masih selalu ingin membuat hal-hal yang
menyimpang. Jadi orang tua, jangan mendidik anak yang terkena pergaulan dengan
kekerasan, tapi anak tersebut harus diberikan perhatian dan bimbingan yang lebih
bersifat membangun karakter anak tesebut.
Dengan demikian perlahan-lahan anak tersebut akan sadar bahwa tidak ada
gunanya kita bergaul dengan cara-cara yang menyimpang. Sehingga remaja yang lain
ikut terpanggil mengubah diri sehingga tecipta keadaan yang kondusif dari dampak
pergaulan remaja yng sangat merugikan dari berbagi pihak. Berdasarkan uraian
tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Studi Tentang
Pergaulan Remaja di Kelurahan Pacongan, Kabupaten Pinrang“.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut Bagaimanakah pergaulan remaja di Kelurahan Pacongan, Kabupaten
Pinrang?
3
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penulis menetapkan tujuan penelitian, yaitu
untuk mengetahui pergaulan remaja di Kelurahan Pacongan, Kabupaten Pinrang.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi para orang tua dalam mendidik anaknya.
2. Sebagai bahan pertimbangan guru di sekolah untuk mengajarkan akibat-akibat
dari pergaulan remaja.
3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah untuk membenahi pergaulan
remaja yang melanggar kaidah-kaidah dan norma-norma.
4. Sebagai masukan bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian yang relevan
dengan penelitian ini.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka yang dipaparkan dalam penelitian ini pada dasarnya
merupakan landasan teoretis dalam melaksanakan penelitian. Landasan teori tersebut
dimaksudkan untuk mendukung dan memperjelas penelitian baik dalam
pengumpulan data, penganalisaan data, maupun penarikan kesimpulan. Sehubungan
dengan hal tersebut, berikut ini di kemukakan beberapa pendapat yang berkaitan
dengan penelitian ini.
A. Pendapat Ahli
1. Konsep Kenakalan Remaja
Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja
yang tak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini
Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak
cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang
ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai
suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku
pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku/
tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta
ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
4
5
Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan
remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma
hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam
undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran
hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai
dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar
hukum bila dilakukan orang dewasa. Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985)
membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka
berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2)
kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil
tanpa SIM (Surat Izin Mengemudi), mengambil barang orang tua tanpa izin (3)
kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah,
pemerkosaan dan lain-lain. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja
dalam penelitian.
Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang,
pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto,
1985 : 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu
dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “ Rules of Sociological
Method” dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin
menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh
perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut
terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak
6
disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku
nakal/jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
2. Keberfungsian sosial
Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh
individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga
dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi
penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap
individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan
dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-
tugasnya, menurut (Achlis:1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang
dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi sosial
tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya
mencapai kebutuhan hidupnya.
Keberfungsian sosial kelurga mengandung pengertian pertukaran dan
kesinambungan, serta adaptasi resprokal antara keluarga dengan anggotannya,
dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya. Kemampuan berfungsi sosial secara
positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunnya jika berhasil dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam
sosialisasi terhadap anggota keluarganya.
7
3. Hal-hal yang mempengaruhi kenakalan remaja
Kenakalan remaja dapat ditimbulkan oleh beberapa hal, sebagai berikut,
diantaranya adalah :
1. Pengaruh teman sepermainan
Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk
prestasi tersendiri. Makin banyak teman, makin tinggi nilai mereka di mata teman-
temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya,
anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan
mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Di zaman sekarang,
pengaruh teman bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi
bahkan juga pada orang tuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya
mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini
adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan
menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab teman dari kalangan tertentu pasti juga
mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti
tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka
anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan
melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.
Pengaruh teman ini memang cukup besar. Pengaruh teman sering diumpamakan
sebagai segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun
itupun akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan
selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan
8
sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian
seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh karena itu, orangtua para remaja
hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya
bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar.
Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak
menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain
mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga
memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga
kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan
maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah
teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat
mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak
mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka
dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik
untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman
yang baik.
2. Perilaku seksual
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang
menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang
dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan
mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah
9
pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk
gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi
persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi
informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu.
Akibatnya, di zaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh
karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme
dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering
tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan.
Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran
sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya. Dalam memberikan
pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua
hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan.
Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak
harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang
dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia
makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak.
Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang
telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua
dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak.
Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan
kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil,
10
gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah
adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi
sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah
dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya
kepada orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini,
orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka,
sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan
tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya
kematangan seksual.
3. Pendidikan
Agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah
yang bermutu. Selain itu, perlu dipikirkan pula latar belakang agama pengelolah
sekolah. Hal ini penting untuk menjaga agar pendidikan yang telah diperoleh anak di
rumah tidak kacau dengan yang diajarkan di sekolah. Ketika anak telah berusia 17
tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih
perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa
depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan
kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih
sering terjadi dalam masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di
masa depan anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan
orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan.
11
Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak
orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian
menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka
malah pergi bersama dengan teman-temannya, bersenang-senang tanpa mengenal
waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
Anak pasti juga mempunyai hobi tertentu. Seperti yang telah disinggung di
atas, biarkanlah anak memilih jurusan sekolah yang sesuai dengan kesenangan
ataupun bakat dan hobi si anak. Tetapi bila anak tersebut tidak ingin bersekolah yang
sesuai dengan hobinya, maka berilah pengertian kepadanya bahwa tugas utamanya
adalah bersekolah sesuai dengan pilihannya, sedangkan hobi adalah kegiatan
sampingan yang boleh dilakukan bila tugas utama telah selesai dikerjakan.
4. Penggunaan Waktu Luang
Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan
seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada
kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan
timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan.
Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan
masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat
terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan
iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja
untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal
dari orangtuanya maupun teman sepermainannya. Celakanya, teman sebaya sering
12
menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang
sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri,
merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya. Munculnya kegiatan
iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan
teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya
apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan
dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati
si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan teman-temannya. Akhirnya
ia terjerumus.
Oleh karena itu, orangtua hendaknya memberikan pengarahan yang
berdasarkan cinta kasih bahwa sikap iseng negatif seperti itu akan merugikan dirinya
sendiri, orangtua, maupun lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua
hendaknya hanya membatasi keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur dengan
urusan remaja. Ada kemungkinan, keisengan remaja adalah semacam refreshing atas
kejenuhannya dengan urusan tugas-tugas sekolah. Dan apabila anak senang
berkelahi, orangtua dapat memberikan penyaluran dengan mengikutkannya pada satu
kelompok olahraga bela diri.
Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada
baiknya pula orangtua ikut memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya
tersita oleh kesibukan sehari-hari. Orangtua hendaknya tidak hanya memenuhi
kebutuhan materi remaja saja. Orangtua hendaknya juga memperhatikan
perkembangan batinnya. Remaja, selain membutuhkan materi, sebenarnya juga
13
membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, waktu luang yang
dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana
rekreasi. Kegiatan keluarga ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota
keluarga. Kegiatan keluarga dapat berupa bentuk permainan bersama, misalnya
scrabble, monopoli, dan lain sebagainya. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar
pikiran dan berbicara dari hati ke hati. Misalnya, dengan makan malam bersama atau
duduk santai di ruang keluarga.
5. Uang Saku
Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian
bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya
dididik agar dapat menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak
suka memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir.
Pemberian uang saku kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan.
Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan
berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat
menimbulkan masalah, Yaitu:
a. Anak menjadi boros
b. Anak tidak menghargai uang, dan
c. Anak malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang.
BAB III
14
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian kenakalan remaja. definisi operasional variabel
dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang variabel-variabel yang
diselidiki. Batasan dari variabel-variabel tersebut diuraikan sebagai berikut:
Pergaulan remaja adalah suatu perbuatan yang menyimpang dari norma-
norma dan kaidah-kaidah yang berlaku dan dapat menjadi salah satu faktor rusaknya
mental remaja.
C. Populasi dan Sampel / Data dan Sumber Data :
1. Populasi
Penentuan populasi mutlak dilakukan dalam suatu penelitian karena populasi
memberikan batasan terhadap objek yang akan diteliti. Populasi ini memberikan arti
yang sangat penting karena merupakan sumber informasi dan data dalam penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang berdomisili di Kelurahan
Pacongan, Kabupaten Pinrang. Total populasi sebanyak 70 orang.
2. Sampel 14
15
Jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitin ini adalah 100% dari jumlah
populasi yaitu 70 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah
probabilitas sampling dimana memberikan peluang yang sama terhadap semua
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Arikunto (2002:112) mengemukakan
bahwa apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya
besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-
tidaknya dari:
a) Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana.
b)Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya data.
c) Besar kecilnya risiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang
risikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik.
Sesuai yang di ungkapkan Arikunto maka penelitian ini relevan apa yang
telah dikemukakan oleh Arikunto.
D. Teknik Pengumpulan Data
Tes, dimana serentetan pertanyaan atau lstilah serta alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki individu atau kelompok. Yang dimana macam tes yang digunakan adalah tes
kepribadian yaitu tes yang digunakan untuk mengungkap kepribadian seseorang.
E. Teknik Analisis Data
16
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan mendeskripsikan kuesioner yang
telah diisi oleh responden.
BAB IV
17
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Analisis Data
Pada bagian ini akan disajikan hasil penelitian “Studi Tentang Kenakalan
Remaja di Kelurahan Pacongan, Kabupaten Pinrang”.
1. Bentuk Kenakalan Remaja yang Dilakukan Responden
Berdasarkan data di lapangan dapat disajikan hasil penelitian tentang
kenakalan remaja sebagai salah satu perilaku menyimpang. Adapun ukuran yang
digunakan untuk mengetahui kenakalan yaitu (1) kenakalan biasa (2) Kenakalan
yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan dan (3) Kenakalan Khusus.
Responden dalam penelitian ini berjumlah 70 responden, dengan jenis kelamin laki-
laki 55 responden, dan perempuan 19 responden. Mereka berumur antara 21 tahun.
Terbanyak mereka yang berumur antara 18 tahun-21 tahun
Tabel 4.1 beberapa bentuk kenakalan remaja putri di Kelurahan
Pacongan, Kabupaten Pinrang17
18
Bentuk Kenakalan
Jenis
kelamin
F
1. Memiliki geng pelajar
2. Merokok
3. Berhubungan seks
4. Minum minuman beralkohol
P
P
P
P
23
7
7
5
Pada tabel di atas di tunjukkan bahwa remaja putri ternyata banyak juga yang
melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari norma. Di mana remaja putri
di Kelurahan Pacongan sebanyak 23 orang memiliki geng, 7 orang yang merokok, 7
orang yang melakukan seks, dan 5 diantaranya minum minuman keras.
Tabel 4.2 beberapa bentuk kenakalan remaja putra di Kelurahan
Pacongan, Kabupaten Pinrang
Bentuk Kenakalan
Jenis
kelamin
F
1. Memiliki geng pelajar
2. Merokok
3. Berhubungan seks
4. Minum minuman beralkohol
L
L
L
L
34
45
29
45
B. Pembahasan
19
Bahwa seluruh responden pernah melakukan kenakalan, terutama pada
tingkat kenakalan biasa seperti berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit pada
orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan
dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat kenakalan yang menjurus pada
pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM (Surat Izin
Mengemudi), kebut-kebutan, mencuri, minum-minuman keras, juga cukup banyak
dilakukan oleh responden. Bahkan pada kenakalan khusus pun banyak dilakukan
oleh responden seperti hubungan seks di luar nikah, menyalahgunakan narkotika,
kasus pembunuhan, pemerkosaan, serta menggugurkan kandungan walaupun kecil
persentasenya. Terdapat cukup banyak dari mereka yang kumpul kebo. Keadaan
yang demikian cukup memprihatinkan. Kalau hal ini tidak segera ditanggulangi akan
membahayakan baik bagi pelaku, keluarga, maupun masyarakat. Karena dapat
menimbulkan masalah sosial di kemudian hari yang semakin kompleks.
2. Hubungan Antara Variabel Independen dan Dependen
a. Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan
Salah satu hubungan variabel yang disajikan disini adalah hubungan antara
jenis kelamin dengan tingkat kenakalan. Hal ini untuk mengetahui apakah anak laki-
laki lebih nakal dari anak perempuan atau probalitasnya sama. Berdasarkan tabel
hubungan diperoleh data sebagai berikut; Anak laki-laki yang melakukan kenakalan
biasa 3 responden (10%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan
2 responden, dan kenakalan khusus 22 responden (73,3%). Sedangkan anak
20
perempuan yang melakukan kenakalan biasa 2 responden (2,7%) dan kenakalan
khusus 1 responden (3,3%). Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
yang melakukan kenakalan khusus adalah anak laki-laki (73,3%), namun terdapat
juga anak perempuannya. Kalau dibandingkan diantara 27 responden anak laki-laki
22 responden (81,5%) diantaranya melakukan kenakalan khusus, sedangkan dari 3
responden perempuan 1 responden (33,3%) yang melakukan kenakalan khusus,
berarti probababilitas anak laki-laki lebih besar kecenderungannya untuk melakukan
kenakalan khusus. Demikian juga yang melakukan kenakalan yang menjurus pada
pelanggaran dan kejahatan, anak perempuan tidak ada yang melakukannya. Dengan
demikian maka anak laki-laki kecenderungannya akan melakukan kenakalan yang
menjurus pada pelanggaran dan kejahatan lebih dibandingkan dengan anak
perempuan.
b. Hubungan antara pekerjaan responden dengan tingkat kenakalan yang
dilakukan
Berdasarkan data yang ada, pekerjaan responden adalah sebagai pelajar dan
tidak bekerja (menganggur) masing-masing 13 responden (43,3%), sebagai buruh
dan berdagang masing-masing 2 responden (6,7%). Dari tabel korelasi persebaran
datanya sebagai berikut; Pelajar yang melakukan kenakalan biasa 5 responden
(16,7%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden
(6,7%), dan kenakalan khusus 6 responden (20%) . Sedangkan mereka yang tidak
bekerja (menganggur) semuanya 13 responden melakukan kenakalan khusus, juga
mereka yang bekerja sebagai pedagang dan buruh semuanya melakukan kenakalan
21
khusus. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kecenderungan untuk
melakukan kenakalan khusus ataupun jenis kenakalan lainnya adalah mereka yang
tidak sibuk, atau banyak waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif.
c. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kenakalan yang
dilakukan
Seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin rendah
melakukan kenakalan. Sebab dengan pendidikan yang semakin tinggi, nalarnya
semakin baik. Artinya mereka tahu aturan-aturan ataupun norma sosial mana yang
seharusnya tidak boleh dilanggar. Atau mereka tahu rambu-rambu mana yang harus
dihindari dan mana yang harus dikerjakan. Tetapi dalam kenyataannya tidak
demikian. Mereka yang tamat SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) justru yang
paling banyak melakukan tindak kenakalan 17 responden (56,7%) yang berarti
separoh lebih, dengan terbanyak 12 responden (40%) melakukan kenakalan khusus,
2 responden (6,7%) melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan
kejahatan, dan 4 responden (13,3%) melakukan kenakalan biasa. Demikian juga
mereka yang pendidikan terakhirnya SLTP(Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), dari
12 responden, 11 responden (36,7%) melakukan kenakalan khusus. Sedang mereka
yang hanya tamat SD(Sekolah Dasar) 1 responden juga melakukan kenakalan
khusus. Dengan demikian maka tidak ada hubungan antara tingkatan pendidikan
dengan kenakalan yang dilakukan, artinya semakin tinggi pendidikannya tidak bisa
dijamin untuk tidak melakukan kenakalan. Artinya di lokasi penelitian kenakalan
remaja yang dilakukan bukan karena rendahnya tingkat pendidikan mereka, karena
22
disemua tingkat pendidikan dari SD sampai dengan SLTA proporsi untuk
melakukan kenakalan sama kesempatannya. Dengan demikian faktor yang kuat
adalah seperti yang disebutkan di atas, yaitu adanya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan untuk kegiatan positif, dan adanya pengaruh buruk dalam sosialisasi
dengan teman bermainnya atau faktor lingkungan sosial yang besar pengaruhnya.
1. Hubungan antara pekerjaan orang tuanya dengan tingkat kenakalan
Untuk mengetahui apakah kenakalan juga ada hubungannya dengan pekerjaan
orangtuanya, artinya tingkat pemenuhan kebutuhan hidup. Karena pekerjaan
orangtua dapat dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna memenuhi kebutuhan
keluarganya. Hal ini perlu diketahui karena dalam keberfungsian sosial, salah
satunya adalah mampu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan data yang ada mereka
yang pekerjaan oangtuanya sebagai pegawai negeri 5 responden (16,7%), berdagang
4 responden (13,3%), buruh 5 responden (16,6%), tukang kayu 2 responden (6,7%),
montir/sopir 6 responden (20%), wiraswasta 5 responden (16,6%), dan pensiunan 1
responden (3,3%).
2. Hubungan antara keutuhan keluarga dengan tingkat kenakalan
Secara teoritis keutuhan keluarga dapat berpengaruh terhadap kenakalan
remaja. Artinya banyak terdapat anak-anak remaja yang nakal datang dari keluarga
yang tidak utuh, baik dilihat dari struktur keluarga maupun dalam interaksinya di
keluarga.
23
Dilihat dari keutuhan struktur keluarga, 21 responden (70%) dari keluarga
utuh, dan 9 responden dari keluarga tidak utuh. Berdasarkan data pada tabel korelasi
ternyata struktur keluarga ketidak utuhan struktur keluarga bukan jaminan bagi
anaknya untuk melakukan kenakalan, terutama kenakalan khusus. Karena ternyata
mereka yang berasal dari keluarga utuh justru lebih banyak yang melakukan
kenakalan khusus.
Namun jika dilihat dari keutuhan dalam interaksi, terlihat jelas bahwa
mereka yang melakukan kenakalan khusus berasal dari keluarga yang interaksinya
kurang dan tidak serasi sebesar 76,6%. Perlu diketahui bahwa keluarga yang
interaksinya serasi berjumlah 3 responden (10%), sedangkan yang interaksinya
kurang serasi 14 responden (46,7%), dan yang tidak serasi 13 responden (43,3%).
Jadi ketidak berfungsian keluarga untuk menciptakan keserasian dalaam interaksi
mempunyai kecenderungan anak remajanya melakukan kenakalan. Artinya semakin
tidak serasi hubungan atau interaksi dalam keluarga tersebut tingkat kenakalan yang
dilakukan semakin berat, yaitu pada kenakalan khusus.
3. Hubungan antara kehidupan beragama keluarganya dengan tingkat
kenakalan
Kehidupan beragama kelurga juga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat
keberfungsian sosial keluarga. Sebab dalam konsep keberfungsian juga dilihat dari
segi rohani. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti
mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara teoritis
bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka anak-
24
anaknyapun akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama.
Berdasarkan data yang ada mereka yang keluarganya taat beragama 6 responden
(20%), kurang taat beragama 15 responden (50%), dan tidak taat beragama 9
responden (30%). Dari tabel korelasi diketahui 70% dari responden yang keluarganya
kurang dan tidak taat beragama melakukan kenakalan khusus.
Dengan demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi keluarga sangat
berhubungan dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini berarti
bahwa bagi keluarga yang taat menjalankan kewajiban agamanya kecil kemungkinan
anaknya melakukan kenakalan, baik kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan
kejahatan maupun kenakalan khusus, demikian juga sebaliknya.
4. Hubungan antara sikap orang tua dalam pendidikan anaknya dengan
tingkat kenakalan
Salah satu sebab kenakalan yang disebutkan pada kerangka konsep di atas
adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya otoriter
sebanyak 5 responden (16,6%), overprotection 3 responden (10%), kurang
memperhatikan 12 responden (40%), dan tidak memperhatikan sama sekali 10
responden (33,4%). Dari tabel korelasi diperoleh data seluruh responden yang orang
tuanya tidak memperhatikan sama sekali melakukan kenakalan khusus dan yang
kurang memperhatikan 11 dari 12 responden melakukan kenakalan khusus. Dari
kenyataan tersebut ternyata peranan keluarga dalam pendidikan sangat besar
pengaruhnya terhadap kehidupan anak.
25
5. Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya dengan tingkat
kenakalan
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau
tidak mau harus berhubungan dengan lengkungan sosialnya. Adapun yang
diharapkan dari hubungan tersebut adalah serasi, karena keserasian akan
menciptakan kenyamanan dan ketenteraman. Apabila hal itu dapat diciptakan, hal itu
meruapakan proses sosialisasi yang baik bagi anak-anaknya. Mereka yang
berhubungan serasi dengan lingkungan sosialnya berjumlah 8 responden (26,6%),
kurang serasi 12 responden (40%), dan tidak serasi 10 responden (33,4%). Dari data
yang ada terlihat bagi keluarga yang kurang dan tidak serasi hubungannya dengan
tetangga atau lingkungan sosialnya mempunyai kecenderungan anaknya melakukan
kenakalan pada tingkat yang lebih berat yaitu kenakalan khusus. Keadaan tersebut
dapat dilihat dari 23 responden yang melakukan kenakalan khusus 19 responden dari
dari keluarga yang interaksinya dengan tetangga kurang atau tidak serasi.
Dari uraian di atas bisa dilihat bahwa secara jenis kelamin terlihat remaja
pria lebih cenderung melakukan kenakalan pada tinglat khusus, walaupun demilikan
juga remaja perempuan yang melakukan kenakalan khusus. Dari sudut pekerjaan atau
kegiatan sehari-hari remaja ternyata yang menganggur mempunyai kecenderungan
tinggi melakukan kenakalan khusus demikian juga mereka yang berdagang dan
menjadi buruh juga tinggi kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus.
Pemenuhan kebutuhan keluarga juga berpengaruh pada tingkat kenakalan remajanya,
artinya bagi keluarga yang tiap hari hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan
26
keluarganya seperti yang orang tuanya bekerja sebagai buruh, tukang, supir dan
sejenisnya ternyata anaknya kebanyakan melakukan kenakalan khusus. Demilian
juga bagi keluarga yang interaksi sosialnya kurang dan tidak serasi anak-anaknya
melakukan kenakalan khusus. Kehidupan beragama keluarga juga berpengaruh
kepada tingkat kenakalan remajanya, artinya dari keluarga yang taat menjalankan
agama anak-anaknya hanya melakukan kenakalan biasa, tetapi bagi keluarga yang
kurang dan tidak taat menjalankan ibadahnya anak-anak mereka pada umumnya
melakukan kenakalan khusus. Hal lain yang dapat dilihat bahwa sikap orang orang
tua dalam sosialisasi terhadap anaknya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat
kenakalan yang dilakukan, dari data yang diperoleh bagi keluarga yang kurang dan
masa bodoh dalam pendidikan (baca sosialisasi) terhadap anaknya maka umumnya
anak mereka melakukan kenakalan khusus. Dan akhirnya keserasian hubungan antara
keluarga dengan lingkungan sosialnya juga berpengaruh pada kenakalan anak-anak
mereka. Mereka yang hubungan sosialnya dengan lingkungan serasi anak-anaknya
walaupun melakukan kenakalan tetapi pada tingkat kenakalan biasa, tetapi mereka
yang kurang dan tidak serasi hubungan sosialnya dengan lingkungan anak-anaknya
melakukan kenakalan khusus.
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu
luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar
kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang.
Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka
kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih
berat. Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka
kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan
khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan
umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan
kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian sosial keluarga akan
semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sebaliknya semakin ketidak
berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya
(perilaku menyimpang yang dilakukanoleh remaja). Berdasarkan kenyataan di atas,
maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu
diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-
program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan
social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara
keseluuruhan. Di samping itu untuk memperkecil perilaku menyimpang remaja
30
28
dengan memberikan program-program untuk mengisi waktu luang, dengan
meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini terutama diarahkan pada
peningkatan sumber daya manusianya yaitu program pelatihan yang mampu bersaing
dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.
B. Saran
Kepada anak remaja Anda adalah generasi penerus-penerus bangsa yang
memegang tongkat estafet perjuangan bangsa. Masa depan bangsa ada di tangan
Anda. Jangan biarkan masa muda terbuang dengan sia-sia oleh hal-hal yang tidak
berguna.
29
DAFTAR PUSTAKA
Achlis, 1992, Praktek Pekerjaan Sosial I, STKS , Bandung
Eitzen, Stanlen D, 1986, Social Problems, Allyn and Bacon inc, Boston, Sydney, Toronto
Gunarsa Singgih D at al, 1988, Psikologi Remaja, BPK Gunung Mulya, Jakarta
Kartini Kartono,1986, Psikologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Rajawali, Jakarta
Kaufman, James, M, 1989, Characteristics of Behaviour Disorders of Children and Youth, Merril Publishing Company, Columbus, London, Toronto
Nazir, Moh, 1985, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta
Sartono, Suwarniyati, 1985, Pengukuran Sikap Masyarakat terhadap Kenakalan Remaja di DKI Jakarta, laporan penelitian, UI, Jakarta
Soerjono Soekanto, 1988, Sosiologi Penyimpangan, Rajawali, Jakarta_______________, 1985 Perubahan Sosial, Rajawali, Jakarta
. 2009. Pengaruh Kenakalan Remaja (http//:www.google.com, diakses Februari 2009)
www.e-dukasi.net
29
30
RIWAYAT HIDUP
NURUL HUDA, dilahirkan di Pinrang, pada tanggal 31
Januari 1992. penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara, buah hati pasangan Ayahanda Drs. H. Muh. Tulisi
dan Ibunda Hj. Rukaiyah Said, SE.
Penulis memasuki pendidikan formal di SD Negeri No. 1 Pinrang, Kecamatan
Watang Sawitto, Kabupaten Pinrang pada tahun 1997 dan tamat pada tahun 2003.
Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Pinrang
dan tamat pada tahun 2006. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di SMU
Negeri 5 Unggulan Parepare sampai sekarang.
Selama menjadi siswa di SMA Negeri 5 Unggulan Parepare, penulis aktif
pada organisasi di bawah naungan OSIS yaitu PMR dan GEOSAINS LOVER’S
Berkat rahmat Allah subhanahu wataala dan iringan doa dari orang tua, akhirnya
penulis dapat merampungkan penelitian ini yang berjudul “ Studi Tentang Pergaulan
Remaja di Kelurahan Pacongan, Kabupaten Pinrang.”
30
31
Lampiran 1. Contoh kuisioner
Hii FrEnkkZz2 , KauWand2Qw........... New Q Mw MinTA TloNg Ma Klian.... hmmmm z Hrap Mw JeQ BanTu Khaaa
Thx Be4 CoZ U Can HeLp me 2 FinIsHed My TasK in My Skuuulll
New AngKet PerTAnyaan Qw JwB Yg Ju2RQ nWachhhh
Pleazeeeee,,,pleaseee
1. Apakah Anda memiliki gank pelajar?
Jawab:
2. Apakah keuntungan gank pelajar bagi Anda?
Jawab:
3. Apakah Anda pernah merokok?
Jawab:
4. Apa keuntungan yang Anda dapat dari merokok?
Jawab:
5. Mengapa Anda merokok?
Jawab:
6. Apakah Anda pernah berhubungan seks?
Jawab:
32
7. Apa keuntungan yang Anda dapatkan dari berhubungan seks?
Jawab:
8. Mengapa Anda melakukan hubungan seks?
Jawab:
9. Apakah Anda pernah minum minuman beralkohol?
Jawab:
10. Apa keuntungan yang anda dapatkan dari minum minuman beralkohol?
Jawab:
11. Mengapa anda minum minuman beralkohol?
Jawab:
12. Apa respon orang tua Anda jika mengetahui Anda telah melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang?
Jawab:
13. Apakah anda tidak menyesal melakukan perbuatan tersebut?
Jawab:
14. Sejak kapan Anda memulai perbuatan tersebut?
33
Jawab:
15. Bagaimana tanggapan masyarakat di sekitar Anda mengenai perbuatan Anda yang menyimpang?
Jawab:
mKacwih Nagh cOz dwah Jwab Q smua_na Dgn Ju2r