bab 1 dampak bandara

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dikembangkan untuk memahami adanya perubahan sosial yang terjadi di desa Palihan, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo akibat adanya kebijakan relokasi bandara Adi Sucipto ke desa Palihan. Perubahan sosial yang dimaksud adalah pembahasan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat di desa Palihan akibat adanya kebijakan relokasi bandara yang telah terjadi bahkan ketika kebijakan tersebut masih dalam tahapan “wacana” kebijakan. Untuk mendapatkan pemahaman mengenai permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan di instansi pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Kelurahan Palihan, Lembaga Kepedulian Desa, dan masyarakat desa Palihan. Instansi pemerintah yang dimaksud adalah Dishubkominfo kabupaten Kulon Progo yang menjadi stakeholder dalam relokasi bandara di Kabupaten Kulon Progo dan level di tingkat desa yaitu Kelurahan Palihan. Lembaga Kepedulian Desa Wahana Tri Tunggal dipilih karena dianggap mempunyai keterlibatan dengan masyarakat desa Palihan terkait dengan kebijakan relokasi bandara. Sedangkan masyarakat di desa Palihan dipilih karena masyarakat di desa Palihan yang paling terkena dampak "wacana" kebijakan relokasi bandara dan masyarakat secara agresif merespon

Upload: baguz-moecktea

Post on 15-Jan-2016

43 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 1 dampak sosial bandara kulonprogo

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1 dampak bandara

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini dikembangkan untuk memahami adanya perubahan

sosial yang terjadi di desa Palihan, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon

Progo akibat adanya kebijakan relokasi bandara Adi Sucipto ke desa

Palihan. Perubahan sosial yang dimaksud adalah pembahasan mengenai

perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat di desa Palihan akibat

adanya kebijakan relokasi bandara yang telah terjadi bahkan ketika

kebijakan tersebut masih dalam tahapan “wacana” kebijakan. Untuk

mendapatkan pemahaman mengenai permasalahan tersebut, penelitian ini

dilakukan di instansi pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Kelurahan

Palihan, Lembaga Kepedulian Desa, dan masyarakat desa Palihan. Instansi

pemerintah yang dimaksud adalah Dishubkominfo kabupaten Kulon Progo

yang menjadi stakeholder dalam relokasi bandara di Kabupaten Kulon

Progo dan level di tingkat desa yaitu Kelurahan Palihan. Lembaga

Kepedulian Desa Wahana Tri Tunggal dipilih karena dianggap mempunyai

keterlibatan dengan masyarakat desa Palihan terkait dengan kebijakan

relokasi bandara. Sedangkan masyarakat di desa Palihan dipilih karena

masyarakat di desa Palihan yang paling terkena dampak "wacana"

kebijakan relokasi bandara dan masyarakat secara agresif merespon

Page 2: Bab 1 dampak bandara

2

"wacana" kebijakan tersebut karena merasa bahwa Kelurahan Palihan

merupakan wilayah terluas yang akan terkena proyek pembangunan

bandara. Hal tersebut dibuktikan dengan inisiatif masyarakat membentuk

kelompok atau organisasi baru yang dinamakan Lembaga Kepedulian Desa

Wahana Tri Tunggal sebagai respons terhadap "wacana" kebijakan relokasi

bandara.

Wacana relokasi pembangunan bandara di kabupaten Kulon Progo

membuat masyarakat di daerah tersebut gempar. Berbagai pro dan kontra

terkait relokasi bandara menjadi perbincangan hangat. Pada derajat tertentu

telah nampak berbagai dampak yang ditimbulkan akibat wacana relokasi

bandara tersebut. Berbagai perubahan sosial mulai terjadi bagaikan efek

domino yang tidak dapat dihentikan mengingat issue relokasi adalah

persoalan yang sangat sensitif. Tujuan relokasi bandara adalah

memindahkan bandara Adi Sucipto yang tidak mampu menampung jumlah

penumpang yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan diharapkan

relokasi bandara mampu membawa dampak yang positif bagi berbagai

pihak, termasuk masyarakat di desa Palihan. Diluar kendali, dampak yang

diinginkan dan tidak diinginkan justru terjadi semakin cepat di desa

Palihan.

Kekhawatiran masyarakat dan ketidaksiapan pemerintah menjadi

persoalan tersendiri yang terjadi di desa Palihan. Bagaimanapun juga

rencana relokasi bandara sudah pasti akan dilakukan di Kabupaten Kulon

Progo. Tahapan relokasi bandara di Kabupaten Kulon Progo telah sampai

Page 3: Bab 1 dampak bandara

3

pada pembuatan Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah (RTRW) dan

sudah dilakukan study kelayakan dan desa Palihan merupakan wilayah

dengan lahan yang paling banyak digunakan untuk pembangunan bandara.

Berdasarkan wawancara terhadap Kepala Bagian Angkutan dan Perparkiran

Dishubkominfo Kabupaten Kulon Progo, Joko Tri Hatmono (wawancara

yang dilakukan pada hari Senin 8 Januari 2013) mengatakan bahwa

Dishubkominfo dalam hal ini sebagai Pemerintah Daerah di Kulon Progo

yang terlibat langsung bersama Pemda Kabupaten Kulon Progo dalam

rangka pembangunan bandara belum mendapatkan kejelasan dari

pemerintah propinsi dan stakehorders yang terlibat dalam rencana

pembangunan proyek relokasi bandara kapan dilaksanakan meskipun

RTRW dan study kelayakan telah dilakukan sebagaimana tercantum dalam

Perda Nomer 1 Tahun 2012 tentang RTRW Kulon Progo Tahun 2012-2032.

Di sisi lain, informan tersebut juga mengungkapkan pihaknya telah

melakukan sosialisasi awal terkait rencana relokasi bandara kepada

masyarakat di desa Palihan karena relokasi bandara sudah pasti akan

dibangun di Kecamatan Temon meskipun masih menunggu realisasinya.

"Kami dari perwakilan Dishubkominfo sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat bersama pak lurah Palihan. Waktu itu dihadiri warga desa dan lembaga desa.intinya warga menuntut kejelasan proyek bandaranya gimana.ya kami hanya menjelaskan informasi seperlunya takutnya malah jadi berkembang issue yang simpang-siur malah gawat.lha baru pemberitaan media aja udah bikin heboh. Pokoknya kami (Dishubkominfo-red) belum bisa menjelaskan lebih detailnya kepada masyarakat sebelum ada perintah dari Pemprov. disini kami juga menanti kepastian karena kan yang punya gawe pemerintah dan PT Angkasa Pura 2. Masih nunggu dana juga mengingat pembangunan bandara dibutuhkan biaya yang sangat besar.Kalau RTRW dan study kelayakan sudah dibuat dalam Perda Nomer 1 Tahun 2012 Tentang RTRW Kulon Progo Tahun 20-

Page 4: Bab 1 dampak bandara

4

12-2032 , Jadi sudah pasti dibangun disini lha sudah habis banyak biaya juga untuk study awalnya cuma kapan pastinya kami (Dishubkominfo-red) belum tahu.Kalau Pemkab Kulon Progo sudah pasti mendukung pembangunan bandara di Kulon Progo juga supaya meningkatkan PAD dan perekonomian masyarakat. Tapi kalau ditanya sudah sampai sejauh mana rencananya ya kami (Dishubkominfo-red) tidak berani memberikan informasi karena juga belum tahu pasti kapannya, jadi lihat saja nanti. kalau sudah ada informasi yang pasti, nantinya akan sosialisasi juga bersama-sama dengan para stakeholder" (Wawancara pra penelitian pada hari Senin, 8 Januari 2013 terhadap Kepala Bagian Angkutan dan Perparkiran, Dishubkominfo Kabupaten Kulon Progo).”

Ketidakjelasan arah kebijakan pemerintah terkait dengan relokasi

bandara menimbulkan reaksi yang beragam. Masyarakat Kulon Progo,

khususnya di daerah Palihan tempat bandara baru akan dibangun disana

tidak sepenuhnya setuju dengan pembangunan bandara baru, bahkan

masyarakat menolak rencana pembangunan bandara. Seperti yang

diungkapkan oleh Purwinto yang dikutip dari www.jogja.okezone.com,

bahwa:

"...warga tidak sepenuhnya setuju dengan rencana pembangunan bandara baru. Hal ini ditunjukkan oleh 25 warga desa yang tergabung dalam Paguyuban Wahana Tri Tunggal yang akan menjadi lokasi bandara, mendatangi rumah dinas bupati kulon Progo dan menyatakan alasan penolakan pembangunan bandara tersebut. Alasan penolakan ini karena lahan yang akan dipakai bandara merupakan lahan pertanian produktif dan menjadi sumber penghidupan warga. Apalagi sepanjang musim, lahan ini bisa menciptakan lapangan kerja. Bukan hanya warga sekitar, banyak warga luar daerah juga bekerja disana. Keberadaan bandara akan menggusur pemukiman penduduk dan mata pencaharian warga. Oleh karena itu pemerintah juga mesti memikirkan masyarakat di wilayah yang akan menjadi bandara dan tidak asal menggusur.

Hal senada juga diungkapkan oleh Walijo yang dikutip dari

www.solopos.com, bahwa :

Page 5: Bab 1 dampak bandara

5

"Lahan pertanian pesisir merupakan peninggalan nenek moyang mereka secara turun-temurun. Warisan itu harus dipertahankan karena merupakan hak warga dan memberikan memberikan harapan besar untuk masa depan anak cucu karena memberi peluang pekerjaan, tidak hanya bagi warga sekitar tapi juga bagi warga dari daerah lain yang menjadi buruh pertanian. dapat dikatakan lahan pertanian pesisir pantai dari Glagah, Palihan, Sindutan, dan Jangkaran banyak memberikan kontribusi dan harapan besar untuk meningkatkan kesejahteraan para petani beserta keluarga mereka di masa depan."

Pembangunan juga menjadi issue yang sangat sensitif karena akan

melibatkan banyak aspek dan dampak dalam masyarakat, baik setelah

pembangunan tersebut selesai diimplementasikan maupun masih dalam

tahapan "wacana" kebijakan. Hal yang diungkapkan oleh Purwinto dan

Walijo, hanya sebagian kecil dampak yang terangkat ke permukaan terkait

penolakan yang berdasarkan warisan turun-temurun mengingat masyarakat

di desa Palihan mayoritas mata pencahariannya sebagai petani baik di lahan

maupun pesisir. Kekhawatiran masyarakat adalah jika lahan pertanian

tersebut beralih fungsi maka masyarakat akan kehilangan mata

pencaharian. Artinya, di tengah-tengah modernisasi dan pembangunan

masih ada segelintir masyarakat yang akan tetap mempertahankan warisan

budaya turun-temurun. Ketika membahas pembangunan, masyarakat dalam

hal ini secara mutlak memperjuangkan kelangsungan adat istiadat secara

turun-temurun dan warisan budayanya.

Pembangunan bandara baru bagi masyarakat di desa Palihan tidak

hanya akan menyebabkan alih fungsi lahan pertanian, hilangnya mata

pencaharian masyarakat, namun juga sampai menyentuh aspek peninggalan

situs bersejarah. Berdasarkan wawancara terhadap juru kunci Gunung

Page 6: Bab 1 dampak bandara

6

Lanang, Pawiro Suwito dan masyarakat sekitar situs bersejarah (wawancara

yang dilakukan pada tanggal 2 Mei 2013) mengatakan warga berharap situs

bersejarah tersebut jangan sampai digusur karena memang tidak bisa

dipindah.

"Proyek pembangunan bandara memang berpotensi menggusur situs bersejarah Gunung Lanang di Dusun Bayeman, Desa Palihan. warga berharap situs bersejarah tersebut jangan sampai digusur karena memang tidak bisa dipindah. Apabila situs bersejarah gunung lanang mau digusur akan ada imbasnya seperti kecelakaan, malapetaka, penyakit dll. Saya dan masyarakat disini berharap agar pemerintah memikirkan bagaimana caranya sehingga situs bersejarah tersebut tetap berada di tempatnya,tidak dipindah atau digusur. Warga di desa ini (Palihan-red) percaya lokasi tersebut sudah disakralkan makanya di situs ini biasanya ramai dikunjungi orang pada malam 1 Suro. Menurut sejarah, situs tersebut menjadi lokasi peristirahatan Sunan Amangkurat III yang memerintah kerajaan Mataran tahun1703" (Wawancara pra penelitian, Kamis 2 Mei 2013 terhadap juru kunci Gunung Lanang dan masyarakat di sekitarnya)

Uraian tersebut menunjukkan ada sebagian masyarakat di satu sisi

masih memegang adat-istiadat dan kepercayaan namun tidak mutlak

melawan wacana kebijakan pemerintah dan berharap pemerintah mampu

memberikan solusi agar situs tersebut tetap selamat mesti bandara akan

tetap dibangun. ketika terdapat masyarakat yang tetap memegang adat-

istiadat beserta warisan budaya turun temurun secara mutlak dan benar-

benar menolak pembangunan, terdapat pula sekelompok masyarakat yang

masih percaya terhadap warisan budaya dan mempertahankannya.

Masyarakat tidak mutlak menolak kebijakan pembangunan bandara

tersebut maka saat itulah dinamika perubahan masyarakat mulai nampak

terlihat.

Page 7: Bab 1 dampak bandara

7

Di sisi lainnya, dinamika wacana kebijakan nampak lebih frontal

terlihat nyata dampaknya yaitu pada masyarakat yang benar-benar pro

terhadap pembangunan bandara. Hal tersebut terkait dengan harapan

terhadap masa depan yang lebih baik dengan pembangunan yang

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kelompok ini

lebih sensitif ketika membahas persoalan pembangunan terkait dengan

issue klasik yaitu pembebasan lahan. Berbagai dampak nyata mulai terlihat,

munculnya spekulan tanah, harga tanah melonjak secara drastis dan

munculnya lembaga-lembaga baru dalam masyarakat untuk merespons

wacana kebijakan pemerintah yang tidak jarang hadirnya lembaga baru

bentukan masyarakat justru dapat menyebabkan konflik dan pertentangan

dalam masyarakat tersebut. Lembaga baru bentukan masyarakat adalah

bentuk reaksi masyarakat dalam merespons rencana pemerintah dalam

pembangunan bandara di Kabupaten Kulon Progo. Seperti yang

diungkapkan oleh Aris Mardiyono yang dikutip dari www.solopos.com,

bahwa :

"Menjelang penentuan akhir lokasi calon bandara baru DIY pada pertengahan tahun ini, aksi para makelar tanah semakin masif bergerilya di wilayah Temon, Kulon Progo. Mereka bahkan mencatut nama mantan pembesar untuk merayu warga agar menjual tanahnya. Kepala Desa (Kades) Palihan, Kaliso menginformasikan, belakangan ini para makelar tanah makin aktif bergerilya untuk membeli tanah milik warga dengan iming-iming harga tinggi dengan memanfaatkan paguyuban-paguyuban bentukan warga baik yang pro maupun kontra."

Berbagai dampak nyata yang terlihat di masyarakat yang terkena

dampak wacana kebijakan mengindikasikan tidak adanya langkah masif

Page 8: Bab 1 dampak bandara

8

dari pemerintah baik di tingkat kabupaten maupun desa untuk meredam

konflik tersebut. Bahkan dalam beberapa hal pemerintah daerah mengaku

masih belum mendapatkan konfirmasi terkait rencana pembangunan

bandara. Minimnya sosialisasi dari pemerintah dan dinas terkait

menyebabkan gejolak dalam masyarakat terus terjadi, konflik-konflik dan

perubahan sosial semakin nyata terlihat, dampak wacana pembangunan

bandara mulai dapat dirasakan meskipun pembangunannya masih dalam

tahapan wacana yang masih simpang siur. Seperti yang diungkapkan oleh

Badawi yang dikutip dari www.solopos.com, bahwa:

“Walau sudah didaulat sebagai pusat informasi terkait pembangunan bandara Kulonprogo, pemerintah empat desa, Glagah, Palihan, Sindutan dan Jangkaran mengaku tidak bisa berbuat banyak. Mereka mengaku informasi yang diberikan Pemkab Kulonprogo sangat terbatas. Ditemui Selasa (28/8) siang, Kepala Desa (Kades) Palihan, Kaliso mengungkapkan, pada 16 Agustus lalu, mereka menggelar pertemuan di kantor sekretariat daerah. Dalam pertemuan itu, Bupati Kulonprogo, Hasto Wardyoo menyampaikan sekitar sembilan hal informasi yang bisa disebarluaskan ke masyarakat. Menurut dia, beberapa hal itu seperti proses pembangunan baru pada tahap pembuatan master plan dan penentuan pemrakarsa pembangunan. Selanjutnya pihak pemrakarsa itulah yang akan mengajukan izin pemanfaatan lokasi (IPL) ke Kementrian Perhubungan dengan rekomendasi bupati dan gubernur. Ia juga mengaku belum melakukan sosialisasi secara resmi kepada masyarakat karena belum bisa menjawab pertanyaan yang sering ditanyakan warga yakni terkait besaran ganti rugi dan daerah mana saja yang terkena dampak bandara.Ia mengatakan, masyarakat Glagah saat ini diliputi keresahan terkait proyek bandara tersebut. Keresahan mereka terkait ganti rugi tanah dan bangunan. Tidak hanya itu, warga Palihan yang mencari rezeki di kawasan wisata pantai juga terpecah menjadi dua kubu yakni pro dan kontra."

Ketidakjelasan pemerintah semakin memperkeruh dinamika dalam

masyarakat. Pemerintah yang seharusnya dapat memberikan kejelasan dan

kepastian justru “miskin” informasi. Adalah wajar ketika pemerintah desa

Page 9: Bab 1 dampak bandara

9

tidak mampu menentukan sikap dan memberikan informasi manakala

pemerintah di tingkat kabupaten tidak memiliki kejelasan yang pasti.

Masyarakat sebagai obyek kebijakan yang nantinya akan terkena imbasnya

bahkan dinamikanya dapat dirasakan ketika kebijakan belum

diimplementasikan. Hal inilah yang membuat tertarik untuk meneliti

persoalan tersebut. Idealnya, ketika membahas sebuah kebijakan,

pemerintah seharusnya sudah memiliki kejelasan yang pasti sehingga

mampu memberikan informasi kepada masyarakat dan ketika

pembangunan tersebut diimplementasikan barulah dampak kebijakan akan

mulai dapat dirasakan dampaknya. Meskipun pemerintah Kabupaten Kulon

Progo tidak jelas dalam menentukan langkah sosialisasi namun tetap

mendukung pembangunan bandara di Kulon Progo untuk meningkatkan

iklim investasi di Kulon Progo. Bagaimanapun juga rencana pembangunan

bandara sudah tertuang dalam Perda No.1 Tahun 2012 tentang Tata Ruang

Tata Wilayah (RTRW) Kulon Progo Tahun 2012-2032. Seperti yang

diungkapkan oleh Budi Wibowo yang dikutip dari www.analisadaily.com,

bahwa :

"Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, meminta masyarakat untuk menciptakan kondisi kondusif untuk terciptanya iklim investasi demi terwujudnya mega proyek khususnya rencana pembangunan bandara internasional. Pemerintah kabupaten (pemkab) minta masyarakat untuk menciptakan situasi yang kondusif. Karena dengan situasi kondusif akan mendukung percepatan pembangunan di Kulon Progo yakni mega proyek pembangunan." kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kulon Progo, Budi Wibowodi Kulon Progo. Ia mengimbau kepada masyarakat yang terkena dampak pembangunan bandara atau rencana pembangunan lainnya untuk tidak resah atau khawatir akan terjadi penggusuran atau kehilangan mata pencaharian. Pemkab Kulon Progo berkomitmen bahwa mega proyek untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.”

Page 10: Bab 1 dampak bandara

10

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul Dampak Kebijakan Relokasi Bandara

Adi Sucipto di Desa Palihan, Kabupaten Kulon Progo. Terdapat sebuah

kondisi di Desa Palihan yang tidak seharusnya terjadi. Masyarakat mulai

terkena dampak kebijakan pemerintah bahkan ketika kebijakan tersebut

masih dalam tahapan wacana. Ketika berbicara tentang dampak sosial, hal

tersebut dapat terdeteksi setelah kebijakan diimplementasikan dan

dievaluasi. Dalam siklus teori kebijakan publik demikian adanya bahwa

dampak akan terjadi setelah kebijakan tersebut diimplementasikan dan

dievaluasi guna menilai apakah kebijakan tersebut efektif untuk

menghadapi masalah publik. Penelitian ini menjadi menarik ketika

mengkaji bahwa dampak kebijakan dapat terjadi meskipun kebijakan

tersebut belum diimplementasikan bahkan ketika masih dalam tahapan

wacana yang dapat dikatakan belum jelas arah kebijakannya mengingat

pemerintah dan stakeholders yang terlibat masih belum memiliki

informasi yang memadai terkait dengan rencana relokasi bandara.

Pertentangan dan konflik mulai terjadi di desa Palihan meskipun

kebijakan pembangunan bandara belum dilakukan dan bahkan dampak

sosial dan konflik dalam masyarakat telah terjadi ketika kebijakan masih

dalam tahapan wacana. Perubahan sosial mulai nampak yang diindikasikan

dari munculnya lembaga-lembaga bentukan masyarakat sebagai respons

ketidakjelasan pemerintah. Pemerintah daerah Kulon Progo seakan masih

Page 11: Bab 1 dampak bandara

11

minim informasi terkait dengan rencana pembangunan bandara yang

semakin meresahkan masyarakat. Dapat dibayangkan bilamana rencana

pembangunan tidak jadi diimplementasikan sementara dampak kebijakan

telah terjadi dan bagai virus yang tidak dapat dikendalikan. Semua terjadi

secara natural dan mengalir sesuai dengan keadaan. Hal inilah yang

menjadi fokus penelitian ini dalam mendeskripsikan dampak yang telah

terjadi dan dinamika perubahan sosial terjadi di Desa Palihan, kecamatan

Temon, Kabupaten Kulon Progo sebagai akibat dari wacana relokasi

bandara dan sikap ketidakjelasan pemerintah dalam menangani issue

tersebut.

1.1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah

perubahan sosial akibat kebijakan relokasi bandara Adi Sucipto di Desa

Palihan, Kulon Progo sebagai lokasi pembangunan bandara yang baru?”.

Penelitian ini mengkaji perubahan sosial yang terjadi pada awal

pelaksanaan relokasi yaitu pada saat terjadinya wacana relokasi bandara di

desa Palihan sampai tersedianya Perda Nomer 1 Tahun 2012 Tentang

Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Kabupaten Kulon Progo

Tahun 2012-2032.

Page 12: Bab 1 dampak bandara

12

1.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka ujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1.1.1. Mendeskripsikan perubahan sosial yang terjadi pada awal pelaksanaan

relokasi yaitu pada saat terjadinya wacana relokasi bandara di desa

Palihan sampai tersedianya Perda Nomer 1 Tahun 2012 Tentang

Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2012-2032.

1.1.2. Mendeskripsikan perubahan sosial dan konflik yang terjadi pada

masyarakat di Desa Palihan, Kabupaten Kulon Progo. Perubahan sosial

dan konflik tersebut terjadi pada saat terjadinya wacana relokasi

bandara di desa Palihan sampai tersedianya dokumen pembangunan

bandara baru yang tercantum dalam Perda Nomer 1 Tahun 2012

Tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Kabupaten

Kulon Progo Tahun 2012-2032.

1.2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan

dan wawasan mengenai perubahan sosial dan sejauh mana perubahan sosial

akibat wacana kebijakan relokasi bandara yang terjadi di Desa Palihan,

Kabupaten Kulon Progo sebagai alternatif lokasi pembangunan bandara

yang baru.