b a b ii tinjauan pustaka - repositori institusi...yang lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan...
TRANSCRIPT
11
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Pendidikan Dan Pelatihan
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk
meningkatkan kepribadiannya dengan jalan
mengembangkan potensi pribadinya agar terjadi
perubahan perilaku menuju kedewasaan serta
pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan
yang pada akhirnya mendapatkan hasil yang
memuaskan dalam jangka panjang. Sedangkan
pelatihan adalah merupakan suatu kegiatan untuk
memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku,
keterampilan, dan pengetahuan dari para pegawai
sesuai dengan keinginan dari suatu lembaga atau
organisasi.
Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003: 199) pendidikan merupakan tugas untuk meningkatkan
pengetahuan, pengertian atau sikap tenaga kerja
sehingga mereka dapat lebih menyesuaikan diri dengan
lingkungan kerja mereka. Pada akhirnya akan diperoleh
ketrampilan, sikap dan perubahan tingkah laku
menuju hasil yang diharapkan. Pelatihan adalah suatu
proses dimana orang-orang mencapai kemampuan
tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi.
Maka diperlukan proses yang dapat membantu
berbagai tujuan dari lembaga. Secara khusus,
pelatihan mempersiapkan pegawai dengan
keterampilan agar dapat digunakan dalam pekerjaan
12
mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik
antara pelatihan dengan pengembangan, dengan
pengembangan yang bersifat meluas untuk
mengembangkan kemampuan individu bagi
pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.
Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003: 251)
mengemukakan bahwa pelatihan merupakan suatu
usaha sadar dan terencana untuk memberikan fasilitas
pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan
pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.
Hasibuan (2003: 10) mengatakan Pendidikan dan
Latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan
proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis
maupun manajerial.
Hamalik (2001: 13) mengatakan bahwa pelatihan
bermanfaat untuk mempersiapkan promosi
ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan
sulit, serta mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan
yang lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan atau
manajerial.
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) merupakan
wahana pembelajaran orang dewasa yang berbasis
bekal ajar awal, bersifat peningkatan kinerja profesional
bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Oleh karena
itu strategi pembelajaran dalam diklat seyogyanya
widyaiswara menempati pada posisi bagaimana peserta
diklat belajar dan membelajarkan untuk tujuan
profesional development (pengembangan profesional).
Dengan demikian proses pembelajaran dalam diklat
harus mampu memfasilitasi interaksi kesejawatan yang
memungkinkan terjadinya saling berbagi ide dan
13
pengalaman guna meningkatkan kinerja profesional.
Prinsip Pembelajaran dalam diklat merupakan
pendidikan bagi orang dewasa yang yang
mengembangkan interaksi antara penatar dengan
peserta diklat dengan menerapkan prinsip-prinsip
pendidikan orang dewasa. Pusdiklat Depdiknas (2003)
menguraikan aplikasi prinsip pembelajaran orang
dewasa antara lain sebagai berikut:
a.Orang dewasa perlu mengetahui
mengapa harus mempelajari sesuatu dan harus siap belajar. Alasannya adalah
pada awal pembelajaran sebagai pengantar harus ada kaitan isi materi diklat dengan pekerjaan mereka.
b.Peserta diklat cenderung berfokus pada kegiatan pembelajaran yang ber- kaitan dengan kehidupan, tugas, dan
pemecahan masalah. Prinsip ini memberitahukan bahwa orang dewasa
ingin memperoleh pengetahuan yang praktis dan menerapkan hal-hal yang dipelajari.
c.Peserta diklat dapat belajar dengan baik, ketika berpraktek dan bekerja atas dasar pengetahuan dan ketrampilan
serta sikap baru.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelatihan
adalah suatu proses terencana yang membantu orang-
orang untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan
dan sikap sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan dari
organisasi tersebut pada saat ini dan yang akan datang
14
dan bermanfaat untuk mempersiapkan jabatan yang
lebih tinggi.
2.1.2 Model Pelatihan Partisipasif
Banyak ahli berpendapat tentang arti, tujuan dan
manfaat pelatihan. Namun dari berbagai pendapat
tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Menurut
Suprijanto (2007: 158), dalam bukunya berjudul
Pendidikan Orang Dewasa dari teori hingga aplikasi
menyatakan bahwa “pelatihan adalah salah satu
metode dalam pendidikan orang dewasa atau suatu
pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikap
peserta dengan cara yang spesifik”. Sedangkan
Partisipatif adalah: keterlibatan mental dan emosi serta
fisik peserta dalam memberikan respon terhadap
kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar
mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan
bertanggung jawab atas keterlibatannya.
Menurut Sudjana (2000: 172-174), bahwa prinsip
pembelajaran partisipatif terdiri dari:
1.Didasarkan kebutuhan belajar (learning needs based) 2.Kebutuhan belajar sebagai landasan untuk penyusunan dan pengembangan
program kegiatan pembelajaran partisipatif, sehingga kebutuhan belajar
menjadi salah satu faktor penting dalam pembelajaran partisipatif. 3.Berorientasi pada tujuan kegiatan
pembelajaran (learning goals and objective oriented).
15
4.Pembelajaran partisipatif direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan
sebelumnya berdasarkan kebutuhan belajar warga belajar. 5.Berpusat pada warga belajar
(participant centered), Prinsip ini mengandung makna bahwa kegiatan
pembelajaran yang dilakukan, harus didasarkan dan disesuaikan dengan
latar belakang kehidupan warga belajar. 6.Berangkat dari pengalaman belajar
(experiential learning), kegiatan pem- belajaran partisipatif disusun dan
dilaksanakan bertitik tolak dari hal-hal yang telah dikuasai warga belajar atau dari pengalaman yang telah dikuasai
warga belajar.
Menurut Sudjana (2005: 78) mengembangkan
model pelatihan sepuluh langkah atau dikenal dengan
model pelatihan partisipatif, yang langkah-langkahnya
sebagai berikut:
1.Identifikasi Kebutuhan Pelatihan.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan pelatihan yang
efektif sehingga berguna dan bermanfaat bagi peserta,
maka sebelum kegiatan dilaksanakan perlu
diidentifikasi kebutuhan belajar, sumber belajar dan
kemungkinan hambatan yang akan dihadapi baik
dalam pelaksaan kegiatan pelatihan maupun dalam
mengembangkan hasil pelatihan yang diperoleh.
Identifikasi kebutuhan pelatihan merupakan hal yang
sangat perlu karena suatu kegiatan pelatihan akan
sangat bermanfaat bagi peserta bila yang diikutinya
16
tersebut dapat memenuhi kebutuhan yang
dirasakannya. Setelah mengetahui kebutuhan belajar
atau pelatihan, maka selanjutnya adalah
mengidentifikasi sumber belajar yang tepat dengan
kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan. Sumber
belajar yang diidentifikasi tersebut dapat berupa
manusia dan dapat pula berupa non manusia. Di
samping mengidentifikasi kebutuhan dan sumber
belajar yang mungkin dapat dimanfaatkan, maka
perlu diidentifikasi kemungkinan hambatan yang akan
dihadapi atau dijumpai baik dalam melaksanakan
kegiatan pelatihan maupun dalam mengembangkan
hasil pelatihan. Kemungkinan hambatan ini dapat
berupa faktor manusia seperti: keterbatasan
kemampu an sumber belajar dalam memberikan dan
menyajikan materi, ketidak mampuan peserta dalam
mengembangkan keterampilan.Sedangkan faktor non
manusia seperti, dukungan lingkungan sekitar,
bantuan dari pihak lain berupa modal stimulan dalam
mengembangkan keterampilan yang dimiliki.
2.Perumusan Tujuan Pelatihan: Tujuan adalah me-
rupakan arah atau target yang akan dicapai dalam
suatu kegiatan pelatihan. Untuk dapat mengarahkan
pelaksanaan kegiatan pelatihan, maka perlu
dirumuskan tujuan dengan jelas dan terarah, baik
yang menyangkut tujuan umum, maupun tujuan
khusus. Dengan rumusan tujuan akan mengarah-
kan penyelenggaraan dalam melaksanakan program
pelatihan, atau dengan kata lain bahwa tujuan
merupakan penuntun penyelenggara dalam me-
laksanakan program. Rumusan tujuan yang ingin
17
dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas,
terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan
demikian bahwa dalam merumuskan tujuan pelatihan
harus menggunakan ungkapan-ungkapan yang
operasional.
3.Penyusunan Program Pelatihan. Pada tahap pe-
nyusunan program pelatihan berarti mencakup
kegiatan penyusunan kurikulum pelatihan, menyiap-
kan materi pelatihan, menentukan metode dan
strategi pelatihan, waktu pelaksanaan pelatihan dan
nara sumber pelatihan (instruktur).
4. Penyusunan Alat Evaluasi Awal dan Evaluasi Akhir
Peserta.
Alat evaluasi awal digunakan untuk mengadakan
evaluasi awal (pre test) guna mengetahui
pengetahuan, sikap dan keterampilan dasar yang
dimiliki peserta. Sedangkan alat evaluasi akhir (post
test) adalah digunakan untuk mengetahui hasil
belajar peserta setelah mengikuti kegiatan pelatihan.
5. Latihan Untuk Pelatih. Kegiatan ini dilakukan untuk
memberikan pemahaman kepada pelatih/ tutor/
sumber belajar tentang kegiatan program pelatihan
secara menyeluruh.
6.Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan, Memanfaatkan
Bahan belajar, dan menerapkan Metode dan Teknik
Pelatihan. Urutan kegiatan pelatihan menyangkut
urutan rangkaian kegiatan pelaksanaan kegiatan
mulai dari awal hingga akhir kegiatan. Menentukan
bahan belajar dalam menentukan dan menetapkan
materi yang akan disajikan berdasarkan kompetensi
yang harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta
18
pelatihan. Penentuan metode dan teknik didasarkan
pada tingkat kesesuaiannya dengan materi, dan
karakteristik peserta serta daya dukungnya terhadap
intensitas kegiatan pelatihan.
7.Mengimplementasikan Proses Latihan. Tahapan ini
merupakan inti pelaksaan kegiatan pelatihan. Pada
tahapan ini terjadi proses pembelajaran yaitu proses
interaksi dinamis antara peserta pelatihan dan
sumber belajar/ fasilitator, serta materi pelatihan.
8.Melaksanakan Evaluasi Terhadap Peserta Pelatihan.
Evaluasi awal ini dilakukan untuk mengetahui
kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta yang
menyangkut pengetahuan, sikap dan ketrampil-
annya. Evaluasi awal ini dapat berupa test tulis dan
dapat juga test lisan.
9.Melaksanakan Evaluasi Akhir Kegiatan. Evaluasi ini
dilakukan untuk mengetahui hasil belajar yang
dicapai oleh peserta setelah mengikuti program
pelatihan. Untuk mengevaluasi akhir kegiatan
dapat menggunakan alat evaluasi yang digunakan
pada saat evaluasi awal.
10.Melaksanakan Evaluasi Program Pelatihan.
Evaluasi program pelatihan adalah kegiatan me-
ngumpulkan data tentang penyelenggaraan pelatih-
latihan untuk diolah dan dianalisis guna dijadikan
masukan dalam pengambilan keputusan untuk
pelaksanaan kegiatan pelatihan di masa mendatang.
Menurut Paulo Freire mengemukakan model
pelatihan partisipatif menggunakan beberapa langkah
pendekatan, diantaranya:
1.Penjajagan/pengenalan kebutuhan, se-
19
perti pengenalan masalah, kebutuhan dan potensi masyarakat. Pengkajian hubungan sebab akibat masalah-masalah
(identifikasi akar masalah). 2.Pengkajian potensi dan penetapan prioritas masalah.
3.Perencanaan kegiatan, seperti alternatif- alternatif pemecahan masalah. Alternatif
kegiatan yang bisa dilakukan. Penentuan para pelaksana. Pelaksanaan atau pengorganisasian kegiatan.
4. Pemantauan kegiatan. 5. Evaluasi kegiatan.
Menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan
bahwa pelatihan partisipatif dimulai dengan
identitifikasi kebutuhan yang merupakan akar
masalah kemudian di cari pemecahannya dengan
melakukan pelatihan yang sesuai dengan
perencanaan, tujuan, program pelatihan dan selama
pelatihan perlu pemantauan serta diadakan evaluasi
guna mengetahui keberhasilan dari suatu program
pelatihan.
2.1.3 Kompetensi Guru menyusun Rencana
Pembelajaran Model Problem Posing
Dalam pasal 28 ayat 2 Peraturan Pemerintah No.
19 Tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan
secara tegas dinyatakan bahwa ada empat kompetensi
yang harus dimilki guru sebagai agen pembelajaran.
Keempat kompetensi itu adalah kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan
kompetensi sosial.
a.Kompetensi Pedagogik
20
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemaham-
an terhadap peserta, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengem-
bangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang di milki.
b.Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa , menjadi teladan bagi peserta didik dan
berakhlak mulia. Sub kompetensi mantap dan stabil
memiliki indikator essensial yakni bertindak sesuai
dengan hukum, bertindak sesuai norma sosial,
bangga menjadi guru dan memiliki konsistensi dalam
bertindak dan bertutur.
c. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing
peserta didik memenuhi standart kompetensi yang
ditetapkan dalam standart nasioanal pendidikan.
Guru harus memahami dan meguasai materi ajar
yang ada dalam kurikulum, memahami struktur,
konsep dan metode keilmuan yang koheren dengan
materi ajar, memahami hubungan konsep mata
pelajaran terkait dan menerapkan konsep-konsep
keilmuwan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,
guru juga harus menguasai langkah-langkah
penelitian, dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan dan materi bidang studi.
21
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan pendidikan sebagai
bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali
peserta didik di masyarakat sekitar. Guru tidak bisa
bekerja sendiri tanpa memperhatikan lingkungan-
nya. Ia harus sadar sebagai bagian tak terpisahkan
dari masyarakat akademik tempat dia mengajar
maupun dengan masyarakat di luar. Keempat
kompetensi diatas merupakan satu kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan dan berdiri sendiri-sendiri.
Karena keempat kompetensi saling mempengaruhi
dan saling menunjang dalam pelaksanaan tugasnya
baik sebagai guru, pelatih, pendidik atau pemimpin
pembelajaraan di kelas maupun di luar kelas.
Menurut Finch dan Crunkilton (dalam Mulyasa,
2004: 4) mengatakan kompetensi adalah penguasaan
terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi
yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Berdasar hal tersebut kompetensi guru meliputi aspek
tugas, sikap dan ketrampilan yang harus dimiliki
pendidik untuk dapat melaksanakan tugas proses
pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Menurut Muhaimin (2004: 151) mengatakan
kompetensi adalah sperangkat tindakan intelegensi
penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan
tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat
intelegen harus ditunjukkan sebagai kemahiran,
kecermatan dan kesuksesan dalam bertindak. Sifat
22
tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai tindakan
yang baik menurut moral, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Perencanaan pembelajaran atau disebut juga
sebagai desain pembelajaran merupakan kegiatan awal
yang harus dilakukan guru sebelum melaksanakan
proses pembelajaran. Ada banyak istilah untuk
menamai perencanaan pembelajaran. Ada yang
menyebut rencana pelajaran, program pembelajaran,
skenario pembelajaran, bahkan ada yang menyebut-
nya dengan desain pembelajaran. Apa pun istilah nya,
konsep awalnya tetap sama yaitu sebagai sebuah
proses perencanaan dalam kegiatan belajar mengajar.
Mendesain pembelajaran berarti menyusun rancangan
atau menyusun model pembelajaran sesuai dengan
silabus, standar kompetensi, dan kompetensi dasar
yang disyaratkan. Menurut Oemar Hamalik (2008:
134) “perencanaan merupakan seperangkat operasi
yang konsisten dan terkoordinasi guna memperoleh
hasil-hasil yang diinginkan”. Perencanaan dikatakan
pula sebagai pemilihan dari sejumlah alternatif tentang
penetapan prosedur pencapaian, serta perkiraan
sumber yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan
tersebut (Soetjipto, 2004: 134).
Pembelajaran adalah menyampaikan masalah,
konsep, pikiran atau ide yang diolah menjadi satu
kesatuan yang bermakna melalui proses, cara dan
perbuatan dalam pembelajaran. Pengertian ini lebih
mengarah guru sebagai pelaku perubahan dan peserta
didik sebagai pelaku perubahan.Menurut Syaiful
Sagala, (2008: 12) Pembelajaran merupakan proses
23
komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak
guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan
oleh peserta didik atau murid.
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar.
Dalam arti yang sama model pembelajaran dapat
dikatakan sebagai pendekatan atau strategi
pembelajaran. Menurut Arends (Suprijono, 2011: 45)
bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan
yang digunakan, termasuk dalam tujuan - tujuan
pembelajaran, guru dapat membantu peserta didik
mendapatkan informasi, ide, ketrampilan, cara berfikir
dan mengekspresikan ide.
Mukminan (2006: 28) memberi beberapa kriteria
yang dapat dijadikan pedoman untuk memilih model
desain pembelajaran yang akan dilakukan antara lain:
(1) Sederhana artinya bentuk yang seder- hana menjadi lebih mudah dimengerti,
diikuti dan dipahami. (2) Lengkap artinya model pembelajaran yang didesain lengkap, paling tidak
mengandung tiga unsur pokok yaitu identifikasi, pengembangan dan evaluasi (3) Dapat diterapkan bahwa model pem-
belajaran hendaknya dapat diterima dan diterapkan, sesuai dengan situai dan
kondisi setempat. (4) luas artinya model pembelajaran hendaknya memiliki jangkauan yang luas.
(5) teruji, artinya model pembelajaran telah teruji/ terbukti memberi hasil yang baik.
24
Silver dalam hajar (2001: 11) model pembelajaran
problem posing mempunyai 3 pengertian:
1.Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau Perumusan ulang
soal yang ada dengan beberapa pe- rubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecah-
kan soal yang rumit. 2.Problem posing adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-
syarat pada soal yang telah dipecah- kan dalam rangka mencari alternatif
pemecahan lain. 3.Problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang
berbeda
Ali Mahmudi (2008: 9) menuliskan langkah -
langkah Penyusunan Rencana Pembelajaran Model
Problem posing:
1.Identitas Pembelajaran
2.Mengidentifikasi standart Kompetensi
3.Mengidentifikasi Kompetensi Dasar
4.Indikator Pencapaian Kompetensi
5.Tujuan Pembelajaran
6.Materi Pembelajaran
7.Alokasi Waktu
8.Metode/Pendekatan/Model Pembelajaran
9.Kegiatan Pembelajaran
a.Kegiatan Awal
(1)Membuka kegiatan pembelajaran (salam,absensi)
(b)Apersepsi
(c)Menyampaikan tujuan pembelajaran
b.Kegiatan Inti
25
(1) Penyampaian.materi/bahan pelajaran kemudian
memberi contoh soal dan penyelesaiannya
(2) Pembentukan kelompok
(3) Pembuatan soal ( pengajuan masalah ) setiap
siswa pada kelompok
(4) Penukaran hasil pembuatan soal kepada ke-
lompok lain untuk dikerjakan
(5) pengerjaan soal yang telah diterima setiap siswa
dari kelompok lain
(6) pengembalian soal kepada si pembuat soal
(7) Pembahasan soal yang sudah dikerjakan
(8) Wakil kelompok mempresentasikan hasil
pekerjaannya
c. Kegiatan Penutup
(1). Menutup kegiatan pembelajaran
(2).Mengarahkan siswa membuat kesimpulan
(3).Membuat rangkuman berdasarkan kesimpul-
an yang dibuat siswa
10.Menentukan Alat dan Sumber Bahan
11.Melaksanakan Penilaian
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
proses pengelolaan perencanaan pembelajaran sangat
penting untuk membantu guru dan siswa dalam
mengkreasi dan menata pembelajaran sehingga
memungkinkan peristiwa pembelajaran yang terjadi
mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran sangat
diperlukan untuk memandu proses belajar secara
efektif. Model pembelajaran yang efektif adalah model
pembelajaran yang berlandaskan teoritis yang
humanistik, lentur, memiliki sintak yang sederhana,
mudah dilakukan untuk mencapai tujuan belajar.
26
Model pembelajaran problem posing yang dikemukakan
diatas secara filosofis dalam pembelajarannya
bertujuan menfasilitasi siswa dalam pengembangan
olah pikir atau kreativitas berfikir dalam menyelesaikan
masalah.
2.1.4 Pengaruh Pelatihan Model Partisipasif
Terhadap Peningkatan Kompetensi Guru
Pendidikan dan pelatihan merupakan proses
pembelajaran melalui proses dan prosedur
berlangsung dalam waktu tertentu. Pendidikan dan
pelatihan pada dasarnya dimaksudkan untuk
mempersiapkan SDM sebelum memasuki pasar kerja.
Dengan pengetahuan yang diperolehnya dari
pendidikan dan pelatihan dalam proporsi tertentu
diharapkan sesuai dengan syarat-syarat yang dituntut
oleh suatu pekerjaan. Pendidikan mempunyai fungsi
sebagai penggerak sekaligus pemacu terhadap potensi
kemampuan SDM dalam meningkatkan prestasi
kerjanya. Irianto (2001: 75), menyatakan bahwa nilai
kompetensi seorang pekerja dapat dipupuk melalui
program pendidikan, pengembangan dan pelatihan
Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru
untuk melaksanakan tugas pembelajaran sebaik-
baiknya dalam perencanaan program pengajaran,
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil
pembelajaran. menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20(a) Tentang
Guru dan Dosen yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,
27
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Kinerja Guru yang baik tentunya tergambar pada
penampilan mereka baik dari penampilan kemampuan
akademik maupun kemampuan profesi yang artinya
mampu mengelola pengajaran di dalam kelas dan
mendidik siswa dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pendidikan dan pelatihan pembelajaran dapat mem-
pengaruhi peningkatan kemampuan dan kinerja guru
dari merencanakan, melaksanakan sampai meng-
evaluasi pengajaran, sehingga dapat menyelesaikan
tugas yang dibebankan dengan baik.
2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan
Navarro (2000: 18) teacher training in Latin
America entitled updates and trends say that classroom-
based training, teacher training, group training,
integration training, support special ability is a strong
case and used as training programs that effectively
address the problem of teaching in the use of teaching
methods will have an effect on learning outcomes
Rebecca Oxford (2008) Strategy Training for
Language Learners: Six Case Studies and Models
Situational Training, we as teachers want to help
students find a way to learn the language more
effectively and more easily. One way to do this is a
training strategy, which has recently captured the
imagination of researchers and teachers of the world.
Results of the study are: a) the use of learning strategies
and training strategies; b) to present six case studies of
28
situational training strategy, the affective aspects
intertwined as part of the training; c) to offer training
model strategy based on personal experience; and d) to
make other instructional suggestions for training
strategies in the language classroom.
Haksan Darwangsa (2012: 128) Berdasarkan
hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model
diklat partisipatif-kolaboratif yang dapat meningkatkan
kompetensi Guru Biologi SMA adalah pada tahap
perencanaan dimulai dari identifikasi kebutuhan
peserta, menentukan tujuan, mendesain program, dan
struktur program diklat yang dilakukan dengan
melibatkan seluruh peserta diklat secara bersama-
sama. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan
pembelajaran,nara sumber berperan sebagai fasilitator
dalam memotivasi dan melibatkan secara aktif peserta
dalam mengungkapkan pengalaman-pengalaman
belajar, permasalahan-permasalahan pembelajaran di
sekolah serta mendorong peserta lebih aktif dalam
memberikan tanggapan-tanggapan dalam diskusi
untuk pemecahan masalah yang terkait dengan
pembelajaran dan permasalahan yang dihadapi di
sekolah. Pada tahap evaluasi fasilitator mengarahkan
peserta untuk secara bersama - sama menyusun
program tindak lanjut dari kegiatan yang telah
dilaksanakan untuk melakukan program desiminasi
kepada rekan-rekan sejawat di sekolah atau di MGMP
serta mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan
tanggapan peserta terhadap pelaksanaan model diklat.
Babang Robandi (2015) Hasil penelitian Model
Pembelajaran Partisipatif Untuk Meningkatkan
29
Kompetensi Guru Pada Pendidikan Profesi Guru
Sekolah Dasar. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
adanya permasalahan yang dihadapi para peserta
program Pendidikan Profesi Guru (PPG-SD) yakni
masih rendahnya kompetensi mereka terutama terkait
dengan kompetensi pedagogik dalam melaksanakan
tugasnya sebagai guru. Hal ini terlihat dari indikasi
hasil uji kinerja dan ujian tulis pada PPG SM3T tahun
2013. Dari peserta berjumlah 32 orang lulus ujian
kinerja tahap pertama hanya 8 orang (25%). Demikian
pula hasil dari ujian tulis nasional uji kompetensi guru
dari 32 orang peserta hanya 14 orang (kurang dari
50%) yang lulus uji kompetensi guru tahap pertama.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang model pembelajaran
yang dapat meningkatkan kompetensi dan
kemandirian peserta program pendidikan profesi guru
sekolah dasar (PPGSD). Secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas
tentang: (1) kompetensi pedagogik peserta PPG SM3T
sebelum menggunakan model pembelajaran
partisipatif; (2) gambaran pelaksanaan pendidikan
profesi guru melalui model pembelajaran partisipatif,
dan 3) gambaran tentang kompetensi pedagogik
peserta PPG SM3T setelah menggunakan model
pembelajaran partisipatif. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen
melalui desain pretest dan posttest. Pretest dan post
test dikenakan pada kelompok ujicoba (treatment), dan
pada kelompok kontrol (tanpa treatment). Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
30
ini yaitu test dan non test mencakup wawancara,
observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
penguasaan kompetensi pedagogik peserta program
pendidikan profesi guru SD melalui penggunaan model
pembelajaran partisipatif.
Sudhiana (2007) meneliti tentang upaya
meningkatkan kemampan guru dalam menyusun RPP
melalui kegiatan pelatihan workshop. Berdasarkan
analisis dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
aktivitas peserta dalam kegiatan pelatihan workshop
.Di samping itu juga, terjadi peningkatan kompetensi
guru dalam menyusun RPP melalui pembinaan berupa
pelatihan workshop dari siklus I ke siklus III dan
mencapai target minimal yang telah ditetapkan yakni
80%, artinya 80% guru telah efektif dalam menyusun
RPP pada masing-masing aspek. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa melalui pelatihan workshop
dapat meningkatkan kompetensi guru dalam
menyusun RPP.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas dapat di
disimpulkan bahwa program pelatihan diantaranya
pelatihan partisipatif menjadikan guru mempunyai
kompetensi profesional dan pedagogik guru serta
berpengaruh positif karena sesuai dengan kebutuhan
yang pada akhirnya dari peningkatan kompetensi guru
akan membantu siswa belajar lebih efektif dan mudah.
31
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan di
atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah
seperti terlihat pada Gambar 1
Dalam kaitannya dengan kemampuan guru menyusun
rencana pembelajaran masih kurang maka atas
kebutuhan guru diadakan pelatihan model partisipasif,
bahwa tujuan dari pelatihan ini adalah untuk
memperoleh tingkat kinerja yang diperlukan dalam
pekerjaan mereka serta mengimplementasikan dalam
pembelajaran.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas,
maka hipotesis penelitian sebagai Berikut:
“Di duga melalui pelatihan partisipatif, guru dapat
menyusun rencana pembelajaran model problem
posing”.
1.kompetensi
guru menyusun
rencana
pembelajaran
masih rendah
2.kompetensi
menerapkan model
pembelajaran yang
sesuai dengan
materi masih
kurang
Mengimple
mentasikan
dalam
pembelajar
an
Mampu
menyusun
RPP model
Problem
posing
Pelatihan
partisipatif
menyusun
RPP model
problem
posing
Gambar 1 Kerangka Pikir
32