awal1

4
Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang mempelajari dan memperdalam agama Islam. Bukan hanya ilmu-ilmu agama dan kitab-kitab kuning saja yang diajarkan di Lembaga Pesantren. Lembaga Pesantren juga mengajarkan berbagai bidang keahlian dan ilmu pengetahuan umum. Pendidikan di Pondok Pesantren para murid atau santri mendapatkan pendidikan serta pengajaran yang lebih terarah dan teratur. Hal ini membuat para santri akan terbiasa dengan berbagai disiplin yang akan berguna untuk masa depan mereka, dan juga membuat hidup mereka lebih disiplin. Pondok pesantren sebagai agen pengembangan masyarakat , sangat diharapkan mempersiapkan sejumlah konsep pengembangan sumber daya manusia, baik untuk peningkatan kualitas pondok pesantren itu maupun untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.(google book manajemen hal3). Kualitas SDM menyangkut dua aspek yaitu kualitas fisik dan kualitas non-fisik, yang meliputi kemampuan bekerja, berpikir, dan berbagai macam keterampilan. untuk peningkatan kualitas fisik dapat diupayakan salah satunya lewat program kesehatan, sedangkan untuk peningkatan kualitas atau kemampuan non fisik, maka upaya yang diperlukan adalah pendidikan dan pelatihan. (google book manajemen hal3) Sebagian besar santri di pondok pesantren merupakan pelajar, yang terdiri dari siswa SMP, SMA dan mahasiswa terkategorikan usia remaja. Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2010, batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Pada tahun 2010 jumlah remaja umur 10-24 tahun sangat besar yaitu sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah Penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk, 2010). Melihat jumlahnya yang sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu

Upload: tiara

Post on 17-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang mempelajari dan memperdalam agama Islam. Bukan hanya ilmu-ilmu agama dan kitab-kitab kuning saja yang diajarkan di Lembaga Pesantren. Lembaga Pesantren juga mengajarkan berbagai bidang keahlian dan ilmu pengetahuan umum. Pendidikan di Pondok Pesantren para murid atau santri mendapatkan pendidikan serta pengajaran yang lebih terarah dan teratur. Hal ini membuat para santri akan terbiasa dengan berbagai disiplin yang akan berguna untuk masa depan mereka, dan juga membuat hidup mereka lebih disiplin. Pondok pesantren sebagai agen pengembangan masyarakat , sangat diharapkan mempersiapkan sejumlah konsep pengembangan sumber daya manusia, baik untuk peningkatan kualitas pondok pesantren itu maupun untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.(google book manajemen hal3). Kualitas SDM menyangkut dua aspek yaitu kualitas fisik dan kualitas non-fisik, yang meliputi kemampuan bekerja, berpikir, dan berbagai macam keterampilan. untuk peningkatan kualitas fisik dapat diupayakan salah satunya lewat program kesehatan, sedangkan untuk peningkatan kualitas atau kemampuan non fisik, maka upaya yang diperlukan adalah pendidikan dan pelatihan. (google book manajemen hal3)Sebagian besar santri di pondok pesantren merupakan pelajar, yang terdiri dari siswa SMP, SMA dan mahasiswa terkategorikan usia remaja. Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2010, batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Pada tahun 2010 jumlah remaja umur 10-24 tahun sangat besar yaitu sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah Penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk, 2010). Melihat jumlahnya yang sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani, mental dan spiritual. Faktanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa remaja mempunyai permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang menonjol dikalangan remaja yaitu permasalahan seputar TRIAD KRR (Seksualitas, HIV dan AIDS serta Napza)

Hingga saat ini terbukti masih banyak kasus terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi yang menimpa remaja. Salah satunya hal ini diakibatkan oleh kurangnya informasi bagi remaja tentang kesehatan reproduksi tersebut. Selain itu masih banyak terdapat mitos-mitos dan masi dianggap tabu tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi di masyarakat. Hal ini menjadi salah satu peran dalam memberikan informasi yang salah mengenai kesehatan reproduksi di kalangan remaja. (swara rahima artikel hal 3)Keterbatasan akses dan informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja di indonesia hal ini disebabkan umumnya masyarakat masih beranggapan seksualitas sebagai sesuatu yang tabu dan tidak untuk dibicarakan secara terbuka. Banyak permasalah yang ditimbulkan dari mitos yang berkembang pada lingkungan masyarakat atau remaja yang kurang mendapat informasi yang benar seputar seksualitas.Selain itu sudah tertera dalam hak-hak reproduksi remaja yang salah satunya adalah mendapatkan informasi yang benar tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi juga harus segera dipenuhi dan diperhatikan.Masalah remaja di pesantren sama dengan masalah yang muncul di lingkungan non pesantren. Termasuk masalah haid, keputihan, mimpi basah, dorongan seksual, bahkan bila ada kecenderungan penyimpangan orientasi seksual seperti homoseks dan lesbian. Pada dasarnya remaja di pondok pesantren dan diluar lingkungan pondok pesantren memiliki naluri yang sama , dan dorongan seksual secara almiah pada umurnya.

Problematika yang seering dirasakan oleh remaja santri yaitu kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi dan terkadang mereka enggan atau malu menceritakan permasalahan kesehatan kewanitaan terutama untuk santri putri. Masih kuatnya pandangan masyrakat mengenai kesehatan reproduksi ini masih tabu untuk diperbincangkan.

tertera pada PP No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi pada pasal 11 mengenai pelayanan kesehatan reproduksi remajayang bertujuan untuk mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko dan perilaku berisiko lainnya yang dapat berpengaruh terhadap Kesehatan Reproduksi dan mempersiapkan remaja untuk menjalani reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab. dan pada pasal 12 Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilaksanakan melalui pemberian:a. komunikasi, informasi, dan edukasi konseling; dan /ataub. pelayanan klinis medisPemberian materi komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui proses pendidikan formal dan nonformal serta kegiatan pemberdayaan remaja sebagai pendidik sebaya atau konselor sebaya (UU 61 thn 2014)

pada fase remaja mulai ini ingin tahu tentang kehidupan seksual manusia. Untuk itu, mereka mencari informasi mengani seks, baik melalui buku, film, atau gambar-gambar lainnya yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini dikarenakan kurangnya komunikasi yang bersifat dialogis antara remaja dan orang dewasa, baik dengan orangtua maupun guru, mengenai masalah seksual, di mana kebanyakan masyarakat masih menganngap tabu untuk membicarakan masalah seksual dalam kehidupan sehari-hari. (kesehatan reproduksi remaja dan wanita hal 31)

hal yang membahayakan ketika remaja mencari tau sendiri mengenai informasi seksual atau menerima informasi dari sumber yang kurang tepat sehingga remaja menintepretasikan salah. Hal ini membuka peluang pada remaja untuk berperilaku seksual yang tidak bertanggung jawab, seperti melakukan hubungan seksual sebelum nikah secara tidak bertanggung jawab

pada dasarnya perubahan fisik dan fungsi fisiologis pada remaja, menyebabkan daya tarik terhadap lawan jenis yang merupakan akibat timbulnya dorongan-dorongan seksual.p(kesehatan reproduksi remaja dan wanita hal 31)

Berdasarkan konferensi internasional kependudukan dan pembangunan (ICPD) di kairo 1994, ditentukan 12 hak-hak reproduksi. Terutama hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi dan hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Setiap remaja berhak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan serta mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan kemudahan akses untuk mendapatkan layanan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. (bkkbn buku kecil )