autoimun
DESCRIPTION
autoimunTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Autoimunitas adalah kegagalan suatu organisme untuk mengenali bagian dari dirinya
sendiri sebagai bagian dari dirinya, yang membuat respon kekebalan melawan sel dan jaringan
miliknya sendiri. Beberapa penyakit yang dihasilkan dari kelainan respon kekebalan ini
dinamakan penyakit autoimun. Contohnya meliputi penyakit Coeliac, diabetes melitus tipe 1,
Systemic Lupus Erythematosus, Sjögren's syndrome, Churg-Strauss Syndrome, Hashimoto's
thyroiditis, Graves' disease, idiopathic thrombocytopenic purpura, dan rheumatoid arthritis (RA).
Kesalahan yang menyebabkan sistem kekebalan melawan suatu individu yang seharusnya
dilindunginya bukanlah hal yang baru. Paul Ehrlich pada awal abad ke 20 mengajukan konsep
horror autotoxicus, di mana jaringan suatu organisme dimakan oleh sistem kekebalannya sendiri.
Semua respon autoimun dulunya dipercaya sebagai hal yang abnormal dan dikaitkan dengan
suatu kelainan. Namun saat ini diketahui bahwa respon autoimun adalah bagian terpisah dari
sistem kekebalan vertebrata, umumnya untuk mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan
oleh toleransi imunologikal terhadap antigen milik sendiri. Autoimunitas berbeda dengan
aloimunitas.
Dewasa ini sering sekali terjadi penyakit karena terganggunya sistem imun, seperti pada
kasus dibawah ini “Topik II AUTOIMUN-NYERI SENDI .
SKENARIO
Ny. Santi, umur 45 tahun datang ke dokter dengan keluhan bengkak dan nyeri pada sendi jari jari
tangan, kedua pergelangan tangan dan kedua lututnya. Kadang kadang disertai rasa kaku pada
sendi terutama di pagi hari. Ia juga sering merasa lemas dan nafsu makannya menurun. Keluhan
ini mulai dirasakan sejak kira-kira 1 bulan yang lalu. Dua minggu yang lalu muncul benjolan
pada kedua sikunya yang terasa agak nyeri. Dokter melakukan pemeriksaan fisik, laboratorium,
dan pemeriksaan radiologi sendi.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Apa pengertian autoimun
2. Apa saja faktor yang mendasari atau etiologi penyakit autoimun
3. Apa saja klasifikasi autoimun
4. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi autoimun
5. Menjelaskan pemeriksaan fisik, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang
6. Menentukan Diagnosa Banding autoimun
7. Menetapkan diagnosa penyakit pasien pada skenario
8. Menjelaskan gejala-gejala klinis seperti dalam kasus
9. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien
C. MANFAAT PENULISAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian autoimun
2. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor yang mendasari atau etiologi penyakit autoimun
3. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi autoimun
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis dan patofisiologi autoimun
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan fisik, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
penunjang
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Diagnosa Banding autoimun
7. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa penyakit pasien pada skenario
8. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala-gejala klinis seperti dalam kasus
9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian autoimun
Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang
membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan
pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk
mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan
jaringan.
Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen adalah
molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti bakteri, virus,
atau sel kanker). Beberapa antigen, seperti molekul serbuk sari atau makanan, ada di mereka
sendiri.
Sel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai antigen.
Tetapi, biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan asing atau
berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan sendirii. Tetapi, sistem
imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi asing
dan menghasilkan (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang
jaringan tubuh sendiri.
Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan
kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa
orang menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak
terjadi.
2. Apa saja faktor yang mendasari atau etiologi penyakit autoimun
Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :
Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan demikian
disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah.Misalnya,
pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran
darah.Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda
asing dan menyerangnya.
Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau radiasi.
Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh.
Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh
virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.
Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan. Sistem
kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip seperti
bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai
beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan
tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari
deman rumatik).
Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah putih)
mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang beberapa sel badan.
Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan
kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu
pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang.
Faktor Hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering
terjadi pada wanita.
3. Apa saja klasifikasi autoimun
Beberapa ganguan autoimun yang sering terjadi seperti radang sendi rheumatoid,
lupus erythematosus sistemik (lupus), dan vasculitis, diantaranya. Penyakit tambahan yang
diyakini berhubungan dengan autoimun seperti glomerulonephritis, penyakit Addison,
penyakit campuran jaringan ikat, sindroma Sjogren, sclerosis sistemik progresif, dan beberapa
kasus infertilitas.
Beberapa Gangguan Autoimun
Gangguan Jaringan yang terkena Konsekwensi
Anemia hemolitik autoimun
Sel darah merah
Anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah) terjadi, menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Limpa mungkin membesar. Anemia bisa hebat dan bahkan fatal.
Bullous pemphigoid KulitLepuh besar, yang kelilingi oleh area bengkak yang merah, terbentuk di kulit. Gatal biasa. Dengan pengobatan, prognosis baik.
Sindrom Goodpasture
Paru-paru dan ginjal
Gejala, seperti pendeknya nafas, batuk darah, kepenatan, bengkak, dan gatal, mungkin berkembang. Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum kerusakan paru-paru atau ginjal hebat terjadi.
Penyakit Graves Kelenjar tiroid
Kelenjar gondok dirangsang dan membesar, menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid (hyperthyroidism). Gejala mungkin termasuk detak jantung cepat, tidak tahan panas, tremor, berat kehilangan, dan kecemasa. Dengan pengobatan, prognosis baik.
Tiroiditis Hashimoto
Kelenjar tiroid
Kelenjar gondok meradang dan rusak, menghasilkan kadar hormon thyroid rendah (hypothyroidism). Gejala seperti berat badan bertambah, kulit kasar, tidak tahan ke dingin, dan mengantuk. Pengobatan seumur hidup dengan hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi gejala secara sempurna.
Multiple sclerosis Otak dan spinal cord
Seluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti biasanya. Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi abnormal, kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan otot, dan sukar menahan hajat. Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin datang dan pergi. Prognosis berubah-ubah.
Myasthenia gravis
Koneksi antara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan lelah dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda dalam hal intensitas. Pola progresivitas bervariasi secara luas. Obat biasanya bisa mengontrol gejala.
Pemphigus KulitLepuh besar terbentuk di kulit. Gangguan bisa mengancam hidup.
Pernicious anemiaSel tertentu di sepanjang perut
Kerusakan pada sel sepanjang perut membuat kesulitan menyerap vitamin B12. (Vitamin B12 perlu untuk produksi sel darah tua dan pemeliharaan sel syaraf). Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Syaraf bisa rusak, menghasilkan kelemahan dan kehilangan sensasi. Tanpa pengobatan, tali tulang belakang mungkin rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan sensasi, kelemahan, dan sukar menahan hajat. Risiko kanker perut bertambah. Juga, dengan pengobatan, prognosis baik.
Rheumatoid arthritis
Sendi atau jaringan lain seperti jaringan paru-paru, saraf, kulit dan jantung
Banyak gejala mungkin terjadi. termasuk demam, kepenatan, rasa sakit sendi, kekakuan sendi, merusak bentuk sendi, pendeknya nafas, kehilangan sensasi, kelemahan, bercak, rasa sakit dada, dan bengkak di bawah kulit. Progonosis bervariasi
Systemic lupus erythematosus (lupus)
sendi, ginjal, kulit, paru-paru, jantung, otak dan sel darah
Sendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi cacat. Gejala anemia, seperti kepenatan, kelemahan, dan ringan-headedness, dan yang dipunyai ginjal, paru-paru, atau jantung mengacaukan, seperti kepenatan, pendeknya nafas, gatal, dan rasa sakit dada, mungkin terjadi. Bercak mungkin timbul. Ramalan berubah-ubah secara luas, tetapi kebanyakan orang bisa menempuh hidup aktif meskipun ada gejolak kadang-kadang kekacauan.
Diabetes mellitus tipe
Sel beta dari pankreas (yang memproduksi insulin)
Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, buang air kecil, dan selera makan, seperti komplikasi bervariasi dengan jangka panjang.Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan, sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena tidak cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks iinsulin yang cukup. Prognosis bervariasi sekali dan cenderung menjadi lebih jelek kalau penyakitnya parah dan bertahan hingga waktu yang lama.
Vasculitis Pembuluh darah Vasculitis bisa mempengaruhi pembuluh darah di satu bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit, ginjal, paru-paru, atau usus) atau beberapa bagian. Ada beberapa macam. Gejala (seperti bercak, rasa sakit abdominal,
kehilangan berat badan, kesukaran pernafasan, batuk, rasa sakit dada, sakit kepala, kehilangan pandangan, dan gejala kerusakan syaraf atau kegagalan ginjal) bergantung pada bagian badan mana yang dipengaruhi. Prognosis bergantung pada sebab dan berapa banyak jaringan rusak. Biasanya, prognosis lebih baik dengan pengobatan.
4. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi autoimun
PATOGENESIS
Penyakit autoimun ditandai oleh pembentukan antibodi yang bereaksi terhadap
jaringan pejamu atau sel T efektor yang autoreaktif terhadap peptida diri endogen. Karena
respons sel B pada manusia umumnya memerlukan sel T penolong, respons autoantibodi sel
B secara langsung menunjukkan gangguan control imunoregulator sel T. Pada beberapa
keadaan dapat terbentukantibodi melalui respons sel T dan B normalyang diaktifkan oleh
organisme atau bahan asing yang mengandung antigen, terutama polisakarida, yang bereaksi
silang dengan antigen diri serupa dalam jaringan tubuh. Fenomena ini disebut mimikri
molekuler. Contoh antibody yang relevan secara klinis adalah antibody terhadap reseptor
asetilkolin pada Miastenia gravis dan antibody anti-DNA antieritrosit, dan antitrombosit pada
lupus eritematosus sistemik.
Bagian unik pada regio variabel molekul immunoglobulin tempat antigen terikat
disebut idiotipe. Antibody yang bereaksi secara spesifik dengan region tersebut disebut
antibody anti-idiotipe. Antibody anti-idiotipe dapat terbentuk selama berlangsungnya proses
respons imun normal. Misalnya, terbentuk anti-idiotipe terhadap antitetanus selama imunisasi
normal dengan toksoid tetanusdan berfungsi sebagai sintyal off untuk sel B yang
mensekresikan antibody antitetanus. Antibody mungkin merupakan komponen penting pada
jaringan imunoregulator normal. Antibody anti-idiotipe juga mungkin rekevan bagi dua jenis
autoimunitas : (1) disfungsi antibody anti-idiotipe dapat menyebabkan hiperreaktivitas sel B
akibat kegagalan pembentukan sinyal off untuk diferensiasi sinyal sel B dan (2) sebagai
antibody antireseptor yang terbentuk pada penyakit autoimun [antibody anti-reseptor
asetikolin pada Miastenia gravis, antibody anti reseptor insulin pada Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI, DM, Tipe I) dan antibody anti-reseptor tirotropin pada penyakit
tiroid autoimun] mungkin merupakan antibody terhadap tempat ikatan antibody (idiotipe)
autoantibodi.
Factor genetik mungkin berperan menimbulkan penyakit autoimun, baik melalui
seleksi terhadap hiperreaktivitas sel B inheren maupun kencendrungan membentuk
autoantibodi, atau pada kasus keterkaitan antigen MHC dengan penyakit utoimun melalui
penyajian peptida diri atau asing yang merangsang respons antiself yang tidak sesuai.
Miastenia gravs, penyakit tiroid autoimun dan anemia pernisosa semuanya berkaitan dengan
ekpresi HLA-B8(MHC kelas I) dan HLA-DR3 (MHC kelas II) dan juga berkaitan dengan
petanda rantai berat immunoglobulin tertentu. Terdapat juga keterkaitan erat antara jenis
tertentu DR dengan timbulnya artritis rematoid.
Sementara penyakit autimun spesifik-organ kemungkinana besar di debabkan oleh
efek kombinasi atau beberapa factor yang menimbulkan kerusakan organ atau sitem tertentu
akibat kesalahan sasaran imun, penyakit autoimun generalisata seperti pada lupus
eritematosus sistemik dapat dianggap sebagai penyakit dengan gangguan toleransi episodik
terhadap molekul diri. Kejadian terakhir memperlihatkan bahwa, pada model penyakit
autoimun pada mencit (mencit MRL) , penyebab penyakit autoimun adalah kecacatan pada
molekul permukaan (fas/APO-1) pada sel T yang diperlukan agar limfosit T autoreaktif
dimusnahkan di dalam timus. Molekul fas/APO-1 yang cacat mencegah seleksi egatif atas sel
T autoreaktif, sehingga terjadi kelebihan sel T autoreaktif yang kemudian menyebar ke organ
limfoid perifer. Diperkirakan bahwa sindroma mirip-lupus eritematosus multisystem pada
anak mungkin merupakan analog dari penyakit autoimun pada murine MRL. Lupus
eritematosus sistemik pada orang dewasa diperkirakan lebih meryupakan gangguan
generalisata da;lam mempertahankan toleransi perifer. System imun perifer tidak memiliki
kemampuan mempertahankan anergi terhadap antigen diri, bukan akibat gangguan toleransi
sentral (timus). Sementara molekul yang berperan mempertahankan anergi/toleransi perifer
terhadap antigen diri belum diketahui, data terakhir mengisyaratkan bahwa molekul CD28 sel
T dan B7/BB1 sel B berperan mengatur proses ini.
PATOFISIOLOGI
• Proses dasar: melibatkan perekrutan sel-sel Th yang bekerjasama dengan sel-
sel B autoreaktif atau prekursor sel T sitotoksik untuk memacu respon imun
perusak diri sendiri
• Ketidak seimbangan imunologis dapat timbul dari beberapa kemungkinan:
– Aktivitas berlebihan dari sel Th autoreaktif
• Perubahan Ag diri sendiri
• Reaksi silang akibat kemiripan epitope
• Mimikri molekuler: Ag diri sendiri sharing epitope yang identik dg
virus/bakteri
– Perubahan-perubahan bentuk Ag diri sendiri akibat penempelan Ag suatu
virus, obat atau bahan-bahan kimia seperti hydralazine
– By-pass pengaktifan sel-sel Th autoreaktif
• Via aktivasi sel-sel B poliklonal oleh lipopolisakarida bakteri
– Defisiensi sel-sel T yang secara normal seharusnya menekan respon imun
terhadap diri sendiri
– Pembebasan Ag diri sendiri yang ‘disembunyikan’ (misal pada kornea
mata, sperma pada testis).
• Faktor genetik: Faktanya jelas. Diduga diperankan oleh gen-gen MHC/HLA
5. Menjelaskan gejala autoimun
Penyakit autoimune melibatkan banyak penyakit, oleh karena itu gejalanya tergantung
penyakit yang diderita. Beberapa gejala umum yang biasa terjadi.
Pening atau pusing
Kelelahan
Disorientasi
Demam tingkat rendah
Mudah marah dan gelisah
Sensitif terhadap dingin pada anggota-anggota badan
Pencernaan bermasalah
6. Gangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Tetapi, gejala bervariasi bergantung pada
gangguan dan bagian badan yang terkena. Beberapa gangguan autoimun mempengaruhi jenis
tertentu jaringan di seluruh badan misalnya, pembuluh darah, tulang rawan, atau kulit.
Gangguan autoimun lainnya mempengaruhi organ khusus. Sebenarnya organ yang mana pun,
termasuk ginjal, paru-paru, jantung, dan otak, bisa dipengaruhi. Hasil dari peradangan dan
kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, merusak bentuk sendi, kelemahan, penyakit
kuning, gatal, kesukaran pernafasan, penumpukan cairan (edema), demam, bahkan kematian.
7. Cara menetapkan diagnosa pada penyakit autoimun
Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai
gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena
protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah
(erythrocytes) untuk tetap ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia)
karena radang mengurangi produksi mereka. Tetapi, radang mempunyai banyak sebab,
banyak diantaranya yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan
pemeriksaan darah untuk mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang
yang mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear,
yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic
citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid.
Tetapi antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai
gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan
tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.
8. Menjelaskan penatalaksanaan atau pengobatan penyakit autoimun
Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan sistem
kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga mengganggu
kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti
azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan
methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkal denganjangka panjang.
Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk
membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker.
Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.
Sering, kortikosteroid, seperti prednison, diberikan, biasanya secara oral. Obat ini
mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. KortiKosteroid yang digunakan
dlama jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin, kortikosteroid dipakai
untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi,
kortikosteroid kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas.
Ganggua autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosis dan gangguan tiroid)
juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid. Pengobatan untuk
mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.
Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor necrosis
(TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat efektif dalam
mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk
mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis. Obat ini juga bisa
menambah risiko infeksi dan kanker tertentu.
Obat baru tertentu secara khusua membidik sel darah putih. Sel darah putih
menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun.
Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang
sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu,
bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif
pada radang sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun
lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.
Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah
dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring
dikembalikan kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami
sewaktu mereka mulai. Tetapi, kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering
diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada
gangguan.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Gejala-gejala klinis seperti pada kasus
a. Nyeri sendi
b. Bengkak dan nyeri pada sendi jari-jari tangan,kedua pergelangan tangan, dab kedua lutut
c. Rasa kaku pada sendi terutama pagi hari
d. Merasa lemas
e. Nafsu makan menurun
f. Benjolan pada kedua siku
2. Diagnosa Banding dari gejala klinis diatas
a. Tabel gelaja secara umum
DIAGNOSA BANDING
AUTOIMUN
GEJALA
REMATOID ATRITIS Lemah ( malaise ), demam ringan, nyeri dan kaku sendi
terutama pada pagi hari, sendi membesar dan bengkak,
benjolan pada siku.
OSTEOATRITIS nyeri pada ngsel, kaku pada engsel, ngilu, kehilangan
fleksibilitas, pada beberapa kasus terjadi pembengkakan,
GOUTATRITIS Badan pegal/kecapean, nyeri sendi, kesemuta, nyeri otot,
bengkak, kemerahan, panas pada malam dan pagi hari, dan
sering buang air kecil.
SYSTEMIC LUPUS
ERITOMATOSIS
Ruam klasik menyerupai kupu-kupu pada wajah, demam,
artritis, nyeri dada pleuritik, dan fotosensitivitas.
Pemeriksaan urin yang abnormal, gambaran neuropsikiatri,
termasuk psikosis, serangan pada ginjal
b. Tabel centang secara khusus sesuai gejala pada skenario
Gejala
Diagnosa Banding ( Penyakit )
Rematoid
Atritis
Osteo
Atritis
Gout
Atritis
Systemic Lupus
Erytomatosis
Nyeri sendi jari,
pergelangan
-
Bengkak -
Rasa kaku sendi terutama
pagi hari
/ - -
kesemutan
-
Lemas -
Nafsu makan menurun -
Benjolan pada siku - -
3. Apakah penyakit yang diderita oleh pasien
Dari gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium diskenario, Ny. Santi dapat di diagnosa
mengidap penyakit Artritis Rematoid. Artritis reumatoid (bahasa Inggris: Rheumatoid
Arthritis, RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang
oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama
pada sendi.
4. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi penyakit atritis rematoid
PATOGENESIS
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai peristiwa
imunologis sebagai berikut :
Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan diproses
oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel
sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-
DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel
CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC
tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan
bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi
reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+
akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan
menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan
berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+
yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon,
tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-
macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang
bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan
merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi
oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi.
Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan
membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor
kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih
banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan
histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada
AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN
dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan
pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral
(collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.8,10
Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen
bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat
merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b.
Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab
dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen
antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi
akan berlangsung terus.10 Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan
juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu
autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor
reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga
proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan
terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan
berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks
imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif
dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas
yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis
pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya
banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan
PATOFISIOLOGI
Terdapat sedikit keraguan bahwa terdapat kecendrungan genetik untuk terjadinya
RA dan bahwa peradangan sendi yang muncul diperantarai oleh imun: namun, agen
penyebab dan saling pengaruh antara factor genetic dan lingkungan yang tepat masih
belum dimengerti. Dinyatakan bahwa penyakit ini diawali pada seseorang yang
mempunyai kecendrungan genetic oleh aktivitas seL T helper yang memberikan respon
terhadap beberapa agen artritogenik , mungkin mikroba. Kemudian , sel CD 4+ yang
diaktivasi menghasilkan sitokin yang akan mengaktifkan makrofag dan sel lain dalam
rongga sendi , melepaskan enzim degradatif dan factor lainyang menimbulkan peradangan
dan mengaktifkan sel B yang menghasilkan antibody, beberapa diantaranya diarahkan
untuk melawan komponennya sendiri. Sinovium rematoid sangat banyak mengandung
sitokin, baik yang berasal dari limfosit maupun yang berasal dari makrofag . aktivitas
sitokin ini berperan pada berbagai gambaran yang muncul pada sinovitis rematoid : tidak
hanya sitokin ini yang bersifat proinflamasi IL-I dan TGF alfa , misalnya menyebabkan
proliferasi sel synovial dan fibroblast sitokin ini juga akan merangsang sel synovial dan
kondrosit untuk menyekresi enzim proteolitik dan enzim pendegradasi matriks . belum
lama ini telah terlihat pula bahwa sel T yang aktif dlam lesi RA akan mengeluarkan ligan
RANK dalan jumlah yang berarti.ligan RANK akan menginduksi diferensiasi dan aktivasi
osteoklas dan dapat berperan sangat penting dalam reabsorbsi tulang seperti yang terjadi
pada lesi deksrtruktif dari RA. Faktor genetic Dlm pathogenesis RA ditunjukan melalui
penimgkatanfrekuensi penyakit ini di antara keraba tingkat pertama dan terdapat angka
kesesuaian yang tingi pada kembar monozigotik : terdapat pula keterkaitan yang tinggi
antara HLA – DR4 dan atau HLA – DR1 dengan RA. Yang menarik adalah alel DR yang
berhubungan dengan kerentanan tersebut menyumbangkan sutu jajaran empat asam amino,
yang di letakkan pada celah peningkatan antigen pda molekul DR. jadi, molekul DR
tertentu dapat memudahkan terjadinya RA melalui kemampuannya mengikat antigen
atritogenik terpilih, yang kemudian akan mengaktivasi sel T helper dan mengawali proses
penyakit. Sel T berperan penting dalam pathogenesis RA, termasuk megarahkan aktivasi
sekunder endotel (untuk memudahkan rekutmen sel inflamasi) makrofag, dan osteoklas.
5. Menjelaskan gejala-gejala klinis Rematoid Atritis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid.
Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena
penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam.
Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun
biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial
dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama
menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis,
yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
Gambar 1. Rheumatoid Arthritis Versus Osteoarthritis.
4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan
sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas
boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada
penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari
subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan
kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga
orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini
adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan;
walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.
Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan
lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di
luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat
rusak.
BERIKUT GEJALA SESUAI SCENARIO
Kriteria Definisi
Kaku pagi hari Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal
Artritis pada 3 daerah perendian atau lebih
Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efisi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang di observasi oleh seorang dokter
Artritis pada persendian tangan Sekurang-kurangnya pembengkakan satu perssendian tangan tangan seperti yang tertera di atas
Artritis simetris Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang terte pada kriteria 2 pada kedua belah sisi (keterlibatan
PIP,MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris)
Nodul reumatoid Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh seorang dokter
Faktor reumatoid serum positif Terdapat titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa
Perubahan gambaran radiologi Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi artritis reumatoid pada pemeriksaan sinar X tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau dareah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan)
6. Menjelaskan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang penyakit Rematoid Atritis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan :
1) Kaku pagi hari
2) Nyeri pada pergerakan atau nyeri tekan paling sedikit pada satu sendi yang diamati
oleh pemeriksa.
3) Pembengkakan yang disebabkan karena penebalan jaringan lunak atau cairan
(bukan pembesaran tulang) paling sedikit pada satu sendi yang diamati oleh
pemeriksa.
4) Pembengkakan pada paling sedikit satu sendi lain yang diamati oleh pemeriksa dan
masa bebas gejala dari kedua sendi yang terkena tidak lebih dari tiga bulan.
5) Pembcngkakan sendi yang simetris (diamati oleh pemeriksa) dan terkenanya sendi
yang sama pada kedua sisi yang timbulnya bersamaan. Bila yang terkena sendi
proximal inter falangeal bilateral, metakarpofalangeal metatarsofalangeal bilateral,
simetris mutlak tidak diperlukan. Sendi distal interfalangeal tidak termasuk dalam
kriteria.
6) Nodul subkutan (diamati oleh pemeriksa) pada tonjolan-tonjolan tulang, permukaan
extensor atau pada daerah juxta artikuler.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong bila
terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium
terdapat:
1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid
terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru,
sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan
sarkoidosis.
2. Protein C-reaktif biasanya positif.
3. LED meningkat.
4. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
6. Trombosit meningkat.
7. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada periksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi
metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada
awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular.
Kemudian terjadi penyempitan sendi dan erosi.
7. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien
Prinsip dasar dari pengobatan artrtitis rematoid adalah mengistirahatkan sendi yang
terkena, karena pemakaian sendi yang terkena akan memperburuk peradangan. Mengistirahatkan
sendi secara rutin seringkali membantu mengurangi nyeri. Pembidaian bisa digunakan untuk
imobilisasi dan mengistirahatkan satu atau beberapa sendi, tetapi untuk mencegah kekakuan,
perlu dilakukan beberapa pergerakan sendi yang sistematis. Obat-obatan utama yang digunakan
untuk mengobati artritis rematoid adalah :
1. obat anti peradangan non-steroid
Yang paling banyak digunakan adalah ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan
pada sendi yang terkena dan meringankan rasa nyeri. Aspirin merupakan obat tradisional
untuk artritis rematoid; obat yang lebih baru memiliki lebih sedikit efek samping tetapi
harganya lebih mahal. Dosis awal adalah 4 kali 2 tablet (325 mgram)/hari. Telinga
berdenging merupakan efek samping yang menunjukkan bahwa dosisnya terlalu tinggi.
Gangguan pencernaan dan ulkus peptikum, yang merupakan efek samping dari dosis
yang terlalu tinggi, bisa dicegah dengan memakan makanan atau antasida atau obat
lainnya pada saat meminum aspirin. Misoprostol bisa membantu mencegah erosi lapisan
lambung dan pembentukan ulkus gastrikum, tetapi obat ini juga menyebabkan diare dan
tidak mencegah terjadinya mual atau nyeri perut karena aspirin atau obat anti peradangan
non-steroid lainnya.
2. obat slow-acting
Obat slow-acting kadang merubah perjalanan penyakit, meskipun perbaikan memerlukan
waktu beberapa bulan dan efek sampingnya berbahaya. Pemakaiannya harus dipantau
secara ketat. Obat ini biasanya ditambahkan jika obat anti peradangan non-steroid
terbukti tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera jika
penyakitnya berkembang dengan cepat. Yang sekarang ini digunakan adalah senyawa
emas, penisilamin, hydroxycloroquinine dan sulfasalazine.
Senyawa emas
Senyawa emas berfungsi memperlambat terjadinya kelainan bentuk tulang. Biasanya
Suntikan mingguan diberikan sampai tercapai dosis total 1 gram atau sampai
timbulnya efek samping atau Jika obat ini efektif, dosisnya dikurangi secara bertahap.
Kadang perbaikan dicapai setelah diberikannya dosis pemeliharaan selama beberapa
tahun. Senyawa emas bisa menimbulkan efek samping pada beberapa organ, karena
itu obat ini tidak diberikan Sebelum pengobatan dimulai dan setiap seminggu sekali
selama pengobatan berlangsung, dilakukan pemeriksaan Efek sampingnya berupa
ruam kulit, gatal dan berkurangnya sejumlah sel darah. Jika terjadi efek samping yang
serius, maka pemakaiannya segera dihentikan.
Penisilamin
Hydroxycloroquinine
sulfasalazine
3. kortikosteroid
4. obat imunosupresif.
Biasanya, semakin kuat obatnya, maka semakin hebat potensi efek sampingnya, sehingga
diperlukan pemantauan ketat.
5. Obat imunosupresif.Obat imunosupresif (contohnya cyclophosphamide) efektif untuk mengatasi artritis rematoid
yang berat. Obat ini menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau
diberikan kortikosteroid dosis rendah. Efek sampingnya berupa penyakit hati, peradangan paru-
paru, mudah terkena infeksi, penekanan terhadap pembentukan sel darah di sumsum tulang dan
perdarahan kandung kemih (karena cyclophosphamide). Selain itu cyclophosphamide bisa
meningkatkan resiko terjadinya kanker. Metotreksat diberikan per-oral (ditelan) 1 kali/minggu,
digunakan untuk mengobati arthritis rematoid stadium awal. Cyclophosphamide,Siklosporin bisa
digunakan untuk mengobati artritis yang berat jika obat lainnya tidak efektif.
6. Terapi lainnya.
Bersamaan dengan pemberian obat untuk mengurangi peradangan sendi, bisa dilakukan latihan-
latihan, terapi fisik, pemanasan pada sendi yang meradang dan kadang pembedahan. Sendi yang
meradang harus dilatih secara halus sehingga tidak terjadi kekakuan. Setelah peradangan mereda,
bisa dilakukan latihan aktif yang rutin, tetapi jangan sampai terlalu lelah. Biasanya latihan akan
lebih mudah jika dilakukan di dalam air. Untuk mengobati persendian yang kaku, dilakukan
latihan yang intensif dan kadang digunakan pembidaian untuk meregangkan sendi secara
perlahan. Jika pemberian obat tidak membantu, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Untuk
mengembalikan pergerakan dan fungsinya, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengganti
sendi lutut atau sendi panggul dengan sendi buatan. Persendian juga bisa diangkat atau dilebur
(terutama pada kaki), supaya kaki tidak terlalu nyeri ketika digunakan untuk berjalan. Ibu jari
bisa dilebur sehingga penderita bisa menggenggam dan tulang belakang di ujung leher yang
tidak stabil bisa dilebur untuk mencegah penekanan terhadap urat saraf tulang belakang.
Penderita yang menjadi cacat karena artritis rematoid bisa menggunakan beberapa alat bantu
untuk menyelesaikan tugas sehari-harinya. Contohnya adalah sepatu ortopedik khusus atau
sepatu atletik khusus.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anonymous. http:// id.wikipedia.org/. Akses 6 april 2011.
Baratawidjaja, karnen Garna. 2009. Imunologi Dasar Edisi 8. Jakarta : FK UI
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran., edisi 11. Jakarta: EGC
Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Robbins,dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 1. Jakarta : EGC
Sudoyo, W.Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC