autoimun

38
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Autoimunitas adalah kegagalan suatu organisme untuk mengenali bagian dari dirinya sendiri sebagai bagian dari dirinya, yang membuat respon kekebalan melawan sel dan jaringan miliknya sendiri. Beberapa penyakit yang dihasilkan dari kelainan respon kekebalan ini dinamakan penyakit autoimun . Contohnya meliputi penyakit Coeliac , diabetes melitus tipe 1 , Systemic Lupus Erythematosus , Sjögren's syndrome , Churg-Strauss Syndrome , Hashimoto's thyroiditis , Graves' disease , idiopathic thrombocytopenic purpura , dan rheumatoid arthritis (RA). Kesalahan yang menyebabkan sistem kekebalan melawan suatu individu yang seharusnya dilindunginya bukanlah hal yang baru. Paul Ehrlich pada awal abad ke 20 mengajukan konsep horror autotoxicus , di mana jaringan suatu organisme dimakan oleh sistem kekebalannya sendiri. Semua respon autoimun dulunya dipercaya sebagai hal yang abnormal dan dikaitkan dengan suatu kelainan. Namun saat ini diketahui bahwa respon autoimun adalah bagian terpisah dari sistem kekebalan vertebrata , umumnya untuk mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan oleh toleransi imunologikal terhadap antigen milik sendiri. Autoimunitas berbeda dengan aloimunitas .

Upload: ayurizkyandhiny

Post on 27-Dec-2015

307 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

autoimun

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Autoimunitas adalah kegagalan suatu organisme untuk mengenali bagian dari dirinya

sendiri sebagai bagian dari dirinya, yang membuat respon kekebalan melawan sel dan jaringan

miliknya sendiri. Beberapa penyakit yang dihasilkan dari kelainan respon kekebalan ini

dinamakan penyakit autoimun. Contohnya meliputi penyakit Coeliac, diabetes melitus tipe 1,

Systemic Lupus Erythematosus, Sjögren's syndrome, Churg-Strauss Syndrome, Hashimoto's

thyroiditis, Graves' disease, idiopathic thrombocytopenic purpura, dan rheumatoid arthritis (RA).

Kesalahan yang menyebabkan sistem kekebalan melawan suatu individu yang seharusnya

dilindunginya bukanlah hal yang baru. Paul Ehrlich pada awal abad ke 20 mengajukan konsep

horror autotoxicus, di mana jaringan suatu organisme dimakan oleh sistem kekebalannya sendiri.

Semua respon autoimun dulunya dipercaya sebagai hal yang abnormal dan dikaitkan dengan

suatu kelainan. Namun saat ini diketahui bahwa respon autoimun adalah bagian terpisah dari

sistem kekebalan vertebrata, umumnya untuk mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan

oleh toleransi imunologikal terhadap antigen milik sendiri. Autoimunitas berbeda dengan

aloimunitas.

Dewasa ini sering sekali terjadi penyakit karena terganggunya sistem imun, seperti pada

kasus dibawah ini “Topik II AUTOIMUN-NYERI SENDI .

SKENARIO

Ny. Santi, umur 45 tahun datang ke dokter dengan keluhan bengkak dan nyeri pada sendi jari jari

tangan, kedua pergelangan tangan dan kedua lututnya. Kadang kadang disertai rasa kaku pada

sendi terutama di pagi hari. Ia juga sering merasa lemas dan nafsu makannya menurun. Keluhan

ini mulai dirasakan sejak kira-kira 1 bulan yang lalu. Dua minggu yang lalu muncul benjolan

pada kedua sikunya yang terasa agak nyeri. Dokter melakukan pemeriksaan fisik, laboratorium,

dan pemeriksaan radiologi sendi.

B.  TUJUAN PENULISAN

1. Apa pengertian autoimun

2. Apa saja faktor yang mendasari atau etiologi penyakit autoimun

3. Apa saja klasifikasi autoimun

4. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi autoimun

5. Menjelaskan pemeriksaan fisik, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang

6. Menentukan Diagnosa Banding autoimun

7. Menetapkan diagnosa penyakit pasien pada skenario

8. Menjelaskan gejala-gejala klinis seperti dalam kasus

9. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien

C.  MANFAAT PENULISAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian autoimun

2. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor yang mendasari atau etiologi penyakit autoimun

3. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi autoimun

4. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis dan patofisiologi autoimun

5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan fisik, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan

penunjang

6. Mahasiswa mampu menjelaskan Diagnosa Banding autoimun

7. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa penyakit pasien pada skenario

8. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala-gejala klinis seperti dalam kasus

9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian autoimun

Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang

membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan

pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk

mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan

jaringan.

Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen adalah

molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti bakteri, virus,

atau sel kanker). Beberapa antigen, seperti molekul serbuk sari atau makanan, ada di mereka

sendiri.

Sel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai antigen.

Tetapi, biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan asing atau

berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan sendirii. Tetapi, sistem

imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi asing

dan menghasilkan (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang

jaringan tubuh sendiri.

Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan

kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa

orang menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak

terjadi.

2. Apa saja faktor yang mendasari atau etiologi penyakit autoimun

Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :

Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan demikian

disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah.Misalnya,

pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran

darah.Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda

asing dan menyerangnya.

Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau radiasi.

Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh.

Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh

virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.

Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan. Sistem

kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip seperti

bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai

beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan

tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari

deman rumatik).

Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah putih)

mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang beberapa sel badan.

Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan

kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu

pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang.

Faktor Hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering

terjadi pada wanita.

3. Apa saja klasifikasi autoimun

Beberapa ganguan autoimun yang sering terjadi seperti radang sendi rheumatoid,

lupus erythematosus sistemik (lupus), dan vasculitis, diantaranya. Penyakit tambahan yang

diyakini berhubungan dengan autoimun seperti glomerulonephritis, penyakit Addison,

penyakit campuran jaringan ikat, sindroma Sjogren, sclerosis sistemik progresif, dan beberapa

kasus infertilitas.

Beberapa Gangguan Autoimun

Gangguan Jaringan yang terkena Konsekwensi

Anemia hemolitik autoimun

Sel darah merah

Anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah) terjadi, menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Limpa mungkin membesar. Anemia bisa hebat dan bahkan fatal.

Bullous pemphigoid KulitLepuh besar, yang kelilingi oleh area bengkak yang merah, terbentuk di kulit. Gatal biasa. Dengan pengobatan, prognosis baik.

Sindrom Goodpasture

Paru-paru dan ginjal

Gejala, seperti pendeknya nafas, batuk darah, kepenatan, bengkak, dan gatal, mungkin berkembang. Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum kerusakan paru-paru atau ginjal hebat terjadi.

Penyakit Graves Kelenjar tiroid

Kelenjar gondok dirangsang dan membesar, menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid (hyperthyroidism). Gejala mungkin termasuk detak jantung cepat, tidak tahan panas, tremor, berat kehilangan, dan kecemasa. Dengan pengobatan, prognosis baik.

Tiroiditis Hashimoto

Kelenjar tiroid

Kelenjar gondok meradang dan rusak, menghasilkan kadar hormon thyroid rendah (hypothyroidism). Gejala seperti berat badan bertambah, kulit kasar, tidak tahan ke dingin, dan mengantuk. Pengobatan seumur hidup dengan hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi gejala secara sempurna.

Multiple sclerosis Otak dan spinal cord

Seluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti biasanya. Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi abnormal, kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan otot, dan sukar menahan hajat. Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin datang dan pergi. Prognosis berubah-ubah.

Myasthenia gravis

Koneksi antara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan lelah dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda dalam hal intensitas. Pola progresivitas bervariasi secara luas. Obat biasanya bisa mengontrol gejala.

Pemphigus KulitLepuh besar terbentuk di kulit. Gangguan bisa mengancam hidup.

Pernicious anemiaSel tertentu di sepanjang perut

Kerusakan pada sel sepanjang perut membuat kesulitan menyerap vitamin B12. (Vitamin B12 perlu untuk produksi sel darah tua dan pemeliharaan sel syaraf). Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Syaraf bisa rusak, menghasilkan kelemahan dan kehilangan sensasi. Tanpa pengobatan, tali tulang belakang mungkin rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan sensasi, kelemahan, dan sukar menahan hajat. Risiko kanker perut bertambah. Juga, dengan pengobatan, prognosis baik.

Rheumatoid arthritis

Sendi atau jaringan lain seperti jaringan paru-paru, saraf, kulit dan jantung

Banyak gejala mungkin terjadi. termasuk demam, kepenatan, rasa sakit sendi, kekakuan sendi, merusak bentuk sendi, pendeknya nafas, kehilangan sensasi, kelemahan, bercak, rasa sakit dada, dan bengkak di bawah kulit. Progonosis bervariasi

Systemic lupus erythematosus (lupus)

sendi, ginjal, kulit, paru-paru, jantung, otak dan sel darah

Sendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi cacat. Gejala anemia, seperti kepenatan, kelemahan, dan ringan-headedness, dan yang dipunyai ginjal, paru-paru, atau jantung mengacaukan, seperti kepenatan, pendeknya nafas, gatal, dan rasa sakit dada, mungkin terjadi. Bercak mungkin timbul. Ramalan berubah-ubah secara luas, tetapi kebanyakan orang bisa menempuh hidup aktif meskipun ada gejolak kadang-kadang kekacauan.

Diabetes mellitus tipe

Sel beta dari pankreas (yang memproduksi insulin)

Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, buang air kecil, dan selera makan, seperti komplikasi bervariasi dengan jangka panjang.Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan, sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena tidak cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks iinsulin yang cukup. Prognosis bervariasi sekali dan cenderung menjadi lebih jelek kalau penyakitnya parah dan bertahan hingga waktu yang lama.

Vasculitis Pembuluh darah Vasculitis bisa mempengaruhi pembuluh darah di satu bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit, ginjal, paru-paru, atau usus) atau beberapa bagian. Ada beberapa macam. Gejala (seperti bercak, rasa sakit abdominal,

kehilangan berat badan, kesukaran pernafasan, batuk, rasa sakit dada, sakit kepala, kehilangan pandangan, dan gejala kerusakan syaraf atau kegagalan ginjal) bergantung pada bagian badan mana yang dipengaruhi. Prognosis bergantung pada sebab dan berapa banyak jaringan rusak. Biasanya, prognosis lebih baik dengan pengobatan.

4. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi autoimun

PATOGENESIS

Penyakit autoimun ditandai oleh pembentukan antibodi yang bereaksi terhadap

jaringan pejamu atau sel T efektor yang autoreaktif terhadap peptida diri endogen. Karena

respons sel B pada manusia umumnya memerlukan sel T penolong, respons autoantibodi sel

B secara langsung menunjukkan gangguan control imunoregulator sel T. Pada beberapa

keadaan dapat terbentukantibodi melalui respons sel T dan B normalyang diaktifkan oleh

organisme atau bahan asing yang mengandung antigen, terutama polisakarida, yang bereaksi

silang dengan antigen diri serupa dalam jaringan tubuh. Fenomena ini disebut mimikri

molekuler. Contoh antibody yang relevan secara klinis adalah antibody terhadap reseptor

asetilkolin pada Miastenia gravis dan antibody anti-DNA antieritrosit, dan antitrombosit pada

lupus eritematosus sistemik.

Bagian unik pada regio variabel molekul immunoglobulin tempat antigen terikat

disebut idiotipe. Antibody yang bereaksi secara spesifik dengan region tersebut disebut

antibody anti-idiotipe. Antibody anti-idiotipe dapat terbentuk selama berlangsungnya proses

respons imun normal. Misalnya, terbentuk anti-idiotipe terhadap antitetanus selama imunisasi

normal dengan toksoid tetanusdan berfungsi sebagai sintyal off untuk sel B yang

mensekresikan antibody antitetanus. Antibody mungkin merupakan komponen penting pada

jaringan imunoregulator normal. Antibody anti-idiotipe juga mungkin rekevan bagi dua jenis

autoimunitas : (1) disfungsi antibody anti-idiotipe dapat menyebabkan hiperreaktivitas sel B

akibat kegagalan pembentukan sinyal off untuk diferensiasi sinyal sel B dan (2) sebagai

antibody antireseptor yang terbentuk pada penyakit autoimun [antibody anti-reseptor

asetikolin pada Miastenia gravis, antibody anti reseptor insulin pada Diabetes Melitus

tergantung insulin (DMTI, DM, Tipe I) dan antibody anti-reseptor tirotropin pada penyakit

tiroid autoimun] mungkin merupakan antibody terhadap tempat ikatan antibody (idiotipe)

autoantibodi.

Factor genetik mungkin berperan menimbulkan penyakit autoimun, baik melalui

seleksi terhadap hiperreaktivitas sel B inheren maupun kencendrungan membentuk

autoantibodi, atau pada kasus keterkaitan antigen MHC dengan penyakit utoimun melalui

penyajian peptida diri atau asing yang merangsang respons antiself yang tidak sesuai.

Miastenia gravs, penyakit tiroid autoimun dan anemia pernisosa semuanya berkaitan dengan

ekpresi HLA-B8(MHC kelas I) dan HLA-DR3 (MHC kelas II) dan juga berkaitan dengan

petanda rantai berat immunoglobulin tertentu. Terdapat juga keterkaitan erat antara jenis

tertentu DR dengan timbulnya artritis rematoid.

Sementara penyakit autimun spesifik-organ kemungkinana besar di debabkan oleh

efek kombinasi atau beberapa factor yang menimbulkan kerusakan organ atau sitem tertentu

akibat kesalahan sasaran imun, penyakit autoimun generalisata seperti pada lupus

eritematosus sistemik dapat dianggap sebagai penyakit dengan gangguan toleransi episodik

terhadap molekul diri. Kejadian terakhir memperlihatkan bahwa, pada model penyakit

autoimun pada mencit (mencit MRL) , penyebab penyakit autoimun adalah kecacatan pada

molekul permukaan (fas/APO-1) pada sel T yang diperlukan agar limfosit T autoreaktif

dimusnahkan di dalam timus. Molekul fas/APO-1 yang cacat mencegah seleksi egatif atas sel

T autoreaktif, sehingga terjadi kelebihan sel T autoreaktif yang kemudian menyebar ke organ

limfoid perifer. Diperkirakan bahwa sindroma mirip-lupus eritematosus multisystem pada

anak mungkin merupakan analog dari penyakit autoimun pada murine MRL. Lupus

eritematosus sistemik pada orang dewasa diperkirakan lebih meryupakan gangguan

generalisata da;lam mempertahankan toleransi perifer. System imun perifer tidak memiliki

kemampuan mempertahankan anergi terhadap antigen diri, bukan akibat gangguan toleransi

sentral (timus). Sementara molekul yang berperan mempertahankan anergi/toleransi perifer

terhadap antigen diri belum diketahui, data terakhir mengisyaratkan bahwa molekul CD28 sel

T dan B7/BB1 sel B berperan mengatur proses ini.

PATOFISIOLOGI

• Proses dasar: melibatkan perekrutan sel-sel Th yang bekerjasama dengan sel-

sel B autoreaktif atau prekursor sel T sitotoksik untuk memacu respon imun

perusak diri sendiri

• Ketidak seimbangan imunologis dapat timbul dari beberapa kemungkinan:

– Aktivitas berlebihan dari sel Th autoreaktif

• Perubahan Ag diri sendiri

• Reaksi silang akibat kemiripan epitope

• Mimikri molekuler: Ag diri sendiri sharing epitope yang identik dg

virus/bakteri

– Perubahan-perubahan bentuk Ag diri sendiri akibat penempelan Ag suatu

virus, obat atau bahan-bahan kimia seperti hydralazine

– By-pass pengaktifan sel-sel Th autoreaktif

• Via aktivasi sel-sel B poliklonal oleh lipopolisakarida bakteri

– Defisiensi sel-sel T yang secara normal seharusnya menekan respon imun

terhadap diri sendiri

– Pembebasan Ag diri sendiri yang ‘disembunyikan’ (misal pada kornea

mata, sperma pada testis).

• Faktor genetik: Faktanya jelas. Diduga diperankan oleh gen-gen MHC/HLA

5. Menjelaskan gejala autoimun

Penyakit autoimune melibatkan banyak penyakit, oleh karena itu gejalanya tergantung

penyakit yang diderita. Beberapa gejala umum yang biasa terjadi.

Pening atau pusing

Kelelahan

Disorientasi

Demam tingkat rendah

Mudah marah dan gelisah

Sensitif terhadap dingin pada anggota-anggota badan

Pencernaan bermasalah

6. Gangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Tetapi, gejala bervariasi bergantung pada

gangguan dan bagian badan yang terkena. Beberapa gangguan autoimun mempengaruhi jenis

tertentu jaringan di seluruh badan misalnya, pembuluh darah, tulang rawan, atau kulit.

Gangguan autoimun lainnya mempengaruhi organ khusus. Sebenarnya organ yang mana pun,

termasuk ginjal, paru-paru, jantung, dan otak, bisa dipengaruhi. Hasil dari peradangan dan

kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, merusak bentuk sendi, kelemahan, penyakit

kuning, gatal, kesukaran pernafasan, penumpukan cairan (edema), demam, bahkan kematian.

7. Cara menetapkan diagnosa pada penyakit autoimun

Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai

gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena

protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah

(erythrocytes) untuk tetap ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia)

karena radang mengurangi produksi mereka. Tetapi, radang mempunyai banyak sebab,

banyak diantaranya yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan

pemeriksaan darah untuk mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang

yang mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear,

yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic

citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid.

Tetapi antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai

gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan

tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.

8. Menjelaskan penatalaksanaan atau pengobatan penyakit autoimun

Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan sistem

kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga mengganggu

kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.

Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti

azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan

methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkal denganjangka panjang.

Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk

membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker.

Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.

Sering, kortikosteroid, seperti prednison, diberikan, biasanya secara oral. Obat ini

mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. KortiKosteroid yang digunakan

dlama jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin, kortikosteroid dipakai

untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi,

kortikosteroid kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas.

Ganggua autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosis dan gangguan tiroid)

juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid. Pengobatan untuk

mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.

Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor necrosis

(TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat efektif dalam

mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk

mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis. Obat ini juga bisa

menambah risiko infeksi dan kanker tertentu.

Obat baru tertentu secara khusua membidik sel darah putih. Sel darah putih

menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun.

Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang

sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu,

bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif

pada radang sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun

lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.

Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah

dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring

dikembalikan kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami

sewaktu mereka mulai. Tetapi, kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering

diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada

gangguan.

BAB III

PEMBAHASAN

1. Gejala-gejala klinis seperti pada kasus

a. Nyeri sendi

b. Bengkak dan nyeri pada sendi jari-jari tangan,kedua pergelangan tangan, dab kedua lutut

c. Rasa kaku pada sendi terutama pagi hari

d. Merasa lemas

e. Nafsu makan menurun

f. Benjolan pada kedua siku

2. Diagnosa Banding dari gejala klinis diatas

a. Tabel gelaja secara umum

DIAGNOSA BANDING

AUTOIMUN

GEJALA

REMATOID ATRITIS Lemah ( malaise ), demam ringan, nyeri dan kaku sendi

terutama pada pagi hari, sendi membesar dan bengkak,

benjolan pada siku.

OSTEOATRITIS nyeri pada ngsel, kaku pada engsel, ngilu, kehilangan

fleksibilitas, pada beberapa kasus terjadi pembengkakan,

GOUTATRITIS Badan pegal/kecapean, nyeri sendi, kesemuta, nyeri otot,

bengkak, kemerahan, panas pada malam dan pagi hari, dan

sering buang air kecil.

SYSTEMIC LUPUS

ERITOMATOSIS

Ruam klasik menyerupai kupu-kupu pada wajah, demam,

artritis, nyeri dada pleuritik, dan fotosensitivitas.

Pemeriksaan urin yang abnormal, gambaran neuropsikiatri,

termasuk psikosis, serangan pada ginjal

b. Tabel centang secara khusus sesuai gejala pada skenario

Gejala

Diagnosa Banding ( Penyakit )

Rematoid

Atritis

Osteo

Atritis

Gout

Atritis

Systemic Lupus

Erytomatosis

Nyeri sendi jari,

pergelangan

-

Bengkak -

Rasa kaku sendi terutama

pagi hari

/ - -

kesemutan

-

Lemas -

Nafsu makan menurun -

Benjolan pada siku - -

3. Apakah penyakit yang diderita oleh pasien

Dari gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium diskenario, Ny. Santi dapat di diagnosa

mengidap penyakit Artritis Rematoid. Artritis reumatoid (bahasa Inggris: Rheumatoid

Arthritis, RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang

oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama

pada sendi.

4. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi penyakit atritis rematoid

PATOGENESIS

Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai peristiwa

imunologis sebagai berikut :

Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan diproses

oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel

sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-

DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel

CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC

tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan

bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan

menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.

Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi

reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+

akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan

menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan

berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+

yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon,

tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-

macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang

bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan

merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi

oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.

Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan

membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi.

Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan

membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor

kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih

banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan

histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada

AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN

dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.

Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan

pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral

(collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.8,10

Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga

mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen

bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.

Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat

merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b.

Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab

dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen

antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi

akan berlangsung terus.10 Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan

juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu

autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor

reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga

proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan

terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan

berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.

Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks

imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif

dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas

yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis

pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya

banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan

PATOFISIOLOGI

Terdapat sedikit keraguan bahwa terdapat kecendrungan genetik untuk terjadinya

RA dan bahwa peradangan sendi yang muncul diperantarai oleh imun: namun, agen

penyebab dan saling pengaruh antara factor genetic dan lingkungan yang tepat masih

belum dimengerti. Dinyatakan bahwa penyakit ini diawali pada seseorang yang

mempunyai kecendrungan genetic oleh aktivitas seL T helper yang memberikan respon

terhadap beberapa agen artritogenik , mungkin mikroba. Kemudian , sel CD 4+ yang

diaktivasi menghasilkan sitokin yang akan mengaktifkan makrofag dan sel lain dalam

rongga sendi , melepaskan enzim degradatif dan factor lainyang menimbulkan peradangan

dan mengaktifkan sel B yang menghasilkan antibody, beberapa diantaranya diarahkan

untuk melawan komponennya sendiri. Sinovium rematoid sangat banyak mengandung

sitokin, baik yang berasal dari limfosit maupun yang berasal dari makrofag . aktivitas

sitokin ini berperan pada berbagai gambaran yang muncul pada sinovitis rematoid : tidak

hanya sitokin ini yang bersifat proinflamasi IL-I dan TGF alfa , misalnya menyebabkan

proliferasi sel synovial dan fibroblast sitokin ini juga akan merangsang sel synovial dan

kondrosit untuk menyekresi enzim proteolitik dan enzim pendegradasi matriks . belum

lama ini telah terlihat pula bahwa sel T yang aktif dlam lesi RA akan mengeluarkan ligan

RANK dalan jumlah yang berarti.ligan RANK akan menginduksi diferensiasi dan aktivasi

osteoklas dan dapat berperan sangat penting dalam reabsorbsi tulang seperti yang terjadi

pada lesi deksrtruktif dari RA. Faktor genetic Dlm pathogenesis RA ditunjukan melalui

penimgkatanfrekuensi penyakit ini di antara keraba tingkat pertama dan terdapat angka

kesesuaian yang tingi pada kembar monozigotik : terdapat pula keterkaitan yang tinggi

antara HLA – DR4 dan atau HLA – DR1 dengan RA. Yang menarik adalah alel DR yang

berhubungan dengan kerentanan tersebut menyumbangkan sutu jajaran empat asam amino,

yang di letakkan pada celah peningkatan antigen pda molekul DR. jadi, molekul DR

tertentu dapat memudahkan terjadinya RA melalui kemampuannya mengikat antigen

atritogenik terpilih, yang kemudian akan mengaktivasi sel T helper dan mengawali proses

penyakit. Sel T berperan penting dalam pathogenesis RA, termasuk megarahkan aktivasi

sekunder endotel (untuk memudahkan rekutmen sel inflamasi) makrofag, dan osteoklas.

5. Menjelaskan gejala-gejala klinis Rematoid Atritis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid.

Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena

penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam.

Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun

biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial

dapat terserang.

3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama

menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis,

yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.

 

Gambar 1. Rheumatoid Arthritis Versus Osteoarthritis.

4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan

sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.

5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.

Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas

boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada

penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari

subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan

kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.

6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga

orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini

adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan;

walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.

Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan

lebih berat.

7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di

luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat

rusak.

BERIKUT GEJALA SESUAI SCENARIO

Kriteria Definisi

Kaku pagi hari Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

Artritis pada 3 daerah perendian atau lebih

Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efisi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang di observasi oleh seorang dokter

Artritis pada persendian tangan Sekurang-kurangnya pembengkakan satu perssendian tangan tangan seperti yang tertera di atas

Artritis simetris Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang terte pada kriteria 2 pada kedua belah sisi (keterlibatan

PIP,MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris)

Nodul reumatoid Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh seorang dokter

Faktor reumatoid serum positif Terdapat titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa

Perubahan gambaran radiologi Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi artritis reumatoid pada pemeriksaan sinar X tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau dareah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan)

6. Menjelaskan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang penyakit Rematoid Atritis

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan :

1) Kaku pagi hari

2) Nyeri pada pergerakan atau nyeri tekan paling sedikit pada satu sendi yang diamati

oleh pemeriksa.

3) Pembengkakan yang disebabkan karena penebalan jaringan lunak atau cairan

(bukan pembesaran tulang) paling sedikit pada satu sendi yang diamati oleh

pemeriksa.

4) Pembengkakan pada paling sedikit satu sendi lain yang diamati oleh pemeriksa dan

masa bebas gejala dari kedua sendi yang terkena tidak lebih dari tiga bulan.

5) Pembcngkakan sendi yang simetris (diamati oleh pemeriksa) dan terkenanya sendi

yang sama pada kedua sisi yang timbulnya bersamaan. Bila yang terkena sendi

proximal inter falangeal bilateral, metakarpofalangeal metatarsofalangeal bilateral,

simetris mutlak tidak diperlukan. Sendi distal interfalangeal tidak termasuk dalam

kriteria.

6) Nodul subkutan (diamati oleh pemeriksa) pada tonjolan-tonjolan tulang, permukaan

extensor atau pada daerah juxta artikuler.

Pemeriksaan Penunjang

Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong bila

terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium

terdapat:

1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid

terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru,

sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan

sarkoidosis.

2. Protein C-reaktif biasanya positif.

3. LED meningkat.

4. Leukosit normal atau meningkat sedikit.

5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.

6. Trombosit meningkat.

7. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.

Pada periksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi

metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada

awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular.

Kemudian terjadi penyempitan sendi dan erosi.

7. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien

Prinsip dasar dari pengobatan artrtitis rematoid adalah mengistirahatkan sendi yang

terkena, karena pemakaian sendi yang terkena akan memperburuk peradangan. Mengistirahatkan

sendi secara rutin seringkali membantu mengurangi nyeri. Pembidaian bisa digunakan untuk

imobilisasi dan mengistirahatkan satu atau beberapa sendi, tetapi untuk mencegah kekakuan,

perlu dilakukan beberapa pergerakan sendi yang sistematis. Obat-obatan utama yang digunakan

untuk mengobati artritis rematoid adalah :

1. obat anti peradangan non-steroid

Yang paling banyak digunakan adalah ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan

pada sendi yang terkena dan meringankan rasa nyeri. Aspirin merupakan obat tradisional

untuk artritis rematoid; obat yang lebih baru memiliki lebih sedikit efek samping tetapi

harganya lebih mahal. Dosis awal adalah 4 kali 2 tablet (325 mgram)/hari. Telinga

berdenging merupakan efek samping yang menunjukkan bahwa dosisnya terlalu tinggi.

Gangguan pencernaan dan ulkus peptikum, yang merupakan efek samping dari dosis

yang terlalu tinggi, bisa dicegah dengan memakan makanan atau antasida atau obat

lainnya pada saat meminum aspirin. Misoprostol bisa membantu mencegah erosi lapisan

lambung dan pembentukan ulkus gastrikum, tetapi obat ini juga menyebabkan diare dan

tidak mencegah terjadinya mual atau nyeri perut karena aspirin atau obat anti peradangan

non-steroid lainnya.

2. obat slow-acting

Obat slow-acting kadang merubah perjalanan penyakit, meskipun perbaikan memerlukan

waktu beberapa bulan dan efek sampingnya berbahaya. Pemakaiannya harus dipantau

secara ketat. Obat ini biasanya ditambahkan jika obat anti peradangan non-steroid

terbukti tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera jika

penyakitnya berkembang dengan cepat. Yang sekarang ini digunakan adalah senyawa

emas, penisilamin, hydroxycloroquinine dan sulfasalazine.

Senyawa emas

Senyawa emas berfungsi memperlambat terjadinya kelainan bentuk tulang. Biasanya

Suntikan mingguan diberikan sampai tercapai dosis total 1 gram atau sampai

timbulnya efek samping atau Jika obat ini efektif, dosisnya dikurangi secara bertahap.

Kadang perbaikan dicapai setelah diberikannya dosis pemeliharaan selama beberapa

tahun. Senyawa emas bisa menimbulkan efek samping pada beberapa organ, karena

itu obat ini tidak diberikan Sebelum pengobatan dimulai dan setiap seminggu sekali

selama pengobatan berlangsung, dilakukan pemeriksaan Efek sampingnya berupa

ruam kulit, gatal dan berkurangnya sejumlah sel darah. Jika terjadi efek samping yang

serius, maka pemakaiannya segera dihentikan.

Penisilamin

Hydroxycloroquinine

sulfasalazine

3. kortikosteroid

4. obat imunosupresif.

Biasanya, semakin kuat obatnya, maka semakin hebat potensi efek sampingnya, sehingga

diperlukan pemantauan ketat.

5. Obat imunosupresif.Obat imunosupresif (contohnya cyclophosphamide) efektif untuk mengatasi artritis rematoid

yang berat. Obat ini menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau

diberikan kortikosteroid dosis rendah. Efek sampingnya berupa penyakit hati, peradangan paru-

paru, mudah terkena infeksi, penekanan terhadap pembentukan sel darah di sumsum tulang dan

perdarahan kandung kemih (karena cyclophosphamide). Selain itu cyclophosphamide bisa

meningkatkan resiko terjadinya kanker. Metotreksat diberikan per-oral (ditelan) 1 kali/minggu,

digunakan untuk mengobati arthritis rematoid stadium awal. Cyclophosphamide,Siklosporin bisa

digunakan untuk mengobati artritis yang berat jika obat lainnya tidak efektif.

6. Terapi lainnya.

Bersamaan dengan pemberian obat untuk mengurangi peradangan sendi, bisa dilakukan latihan-

latihan, terapi fisik, pemanasan pada sendi yang meradang dan kadang pembedahan. Sendi yang

meradang harus dilatih secara halus sehingga tidak terjadi kekakuan. Setelah peradangan mereda,

bisa dilakukan latihan aktif yang rutin, tetapi jangan sampai terlalu lelah. Biasanya latihan akan

lebih mudah jika dilakukan di dalam air. Untuk mengobati persendian yang kaku, dilakukan

latihan yang intensif dan kadang digunakan pembidaian untuk meregangkan sendi secara

perlahan. Jika pemberian obat tidak membantu, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Untuk

mengembalikan pergerakan dan fungsinya, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengganti

sendi lutut atau sendi panggul dengan sendi buatan. Persendian juga bisa diangkat atau dilebur

(terutama pada kaki), supaya kaki tidak terlalu nyeri ketika digunakan untuk berjalan. Ibu jari

bisa dilebur sehingga penderita bisa menggenggam dan tulang belakang di ujung leher yang

tidak stabil bisa dilebur untuk mencegah penekanan terhadap urat saraf tulang belakang.

Penderita yang menjadi cacat karena artritis rematoid bisa menggunakan beberapa alat bantu

untuk menyelesaikan tugas sehari-harinya. Contohnya adalah sepatu ortopedik khusus atau

sepatu atletik khusus.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. http:// id.wikipedia.org/. Akses 6 april 2011.

Baratawidjaja, karnen Garna. 2009. Imunologi Dasar Edisi 8. Jakarta : FK UI

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran., edisi 11. Jakarta: EGC

Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Robbins,dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 1. Jakarta : EGC

Sudoyo, W.Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC