autisme

14

Click here to load reader

Upload: juwita-nurul-huda

Post on 04-Jul-2015

975 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Autisme

AUTISME

Disusun oleh :

Atih Karlinda (4103210711 10)

Chandra Wahyuni (4103210711 10)

Evra Rebbelia (4103210711 10)

Juwita Nurul Huda (4103210711 10)

Lia Kartika Sari (4103210711 10)

Trya Febrianty (4103210711 1032)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PG-PAUD

UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

Page 2: Autisme

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka

penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Autisme.

Penulisan makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah

Bioantropologi Universitas Islam Nusantara.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada

teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu

kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan

makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada

mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai

ibadah, Amiin Yaa Robbal „Alamiin.

Bandung, Desember 2013

Tim Penulis

Page 3: Autisme

ABSTRAK

Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak. Gejala

yang tampak adalah gangguan dalam bidang perkembangan: perkembangan interaksi dua

arah, perkembangan interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku.

Banyak pakar autis yang menyebutkan penyakit ini sebagian besar terjadi karena

faktor keturunan. Selain itu, faktor lainnya seperti stress, diet, infeksi, usia ibu, dan obat-

obatan saat kehamilan juga dapat mempengaruhi anak.

Page 4: Autisme

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang ditujukan pada

seseorang yang menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya sendiri”. Pada umumnya

penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang

melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau

malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon

terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak

lain dan sebagainya).

Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya-miskin, di desa-di

kota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di

dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki

kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih

dini dengan hasil yang lebih baik.

Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang

pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Dengan adanya metode diagnosis yang kian

berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan

semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat

ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli

dan dokter di dunia.

Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 – 4 : 1, namun anak

perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang

berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah

penyandang namun diperkirakan jumlah anak austime dapat mencapai 150 – 200 ribu

orang.

Berdasarkan hal diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih

memahami konsep anak dengan autisme. Semoga Aspek ini dapat membantu para

orang tua, masyarakat umum dan khususnya kami (mahasiswa pendidikan guru PAUD)

dalam memahami anak dengan autisme, sehingga kami harapkan anak dengan kondisi

ini dapat diperlakukan dengan baik.

Page 5: Autisme

I.2 Rumusan masalah

Untuk mengkaji dan mengulas tentang Autisme, diperlukan subpokok bahasan

yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa itu Autisme?

2. Apa faktor penyebab Autisme?

3. Apa ciri-ciri/gejala yang dialami anak dengan Autisme?

4. Bagaimana cara penanganan anak dengan Autisme?

1.3 Tujuan dan manfaat penulisan

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Bioantropologi dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan

penulis dan pembaca tentang Autisme itu sendiri dan penanganannya.

1.4 Metode Penulisan

Penulis memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan

makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari

media media lain seperti e-book, web, blog, dan perangkat media massa yang diambil

dari internet.

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan,

dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan

makalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Sedangkan bab pembahasan dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan dengan autisme.

Terakhir, bab penutup terdiri atas kesimpulan.

Page 6: Autisme

BAB II

AUTISME

Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang dialami

sejak lahir ataupun saat masa balita. Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang

mengidap kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi secara

normal maupun memahami emosi serta perasaan orang lain.

II.1. Pengertian Autisme

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu „aut‟

yang berarti „diri sendiri‟ dan „ism‟ yang secara tidak langsung menyatakan „orientasi

atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisi

seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthen

dkk, 1998). Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak

dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka.

Ini, tidak membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia mereka.

Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh

seorang psikiatris Amerika yang bernama Leo Kanner. Ia menemukan sebelas anak

yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi

dengan individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya, sehingga

perilakunya tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autis merupakan suatu

gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan komunikasi,

interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya tampak pada sebelum usia tiga tahun.

Bahkan apabila autis infantil gejalanya sudah ada sejak bayi. Autis juga merupakan

suatu konsekuensi dalam kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak yang

kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-fungsi: persepsi (perceiving), intending,

imajinasi (imagining) dan perasaan (feeling).

Autis juga dapat dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam penalaran sistematis

(systematic reasoning). Dalam suatu analisis „microsociological‟ tentang logika

pemikiran mereka dan interaksi dengan yang lain (Durig, 1996; dalam Trevarthen,

1998), orang autis memiliki kekurangan pada „cretive induction‟ atau membuat

penalaran induksi yaitu penalaran yang bergerak dari premis-premis khusus (minor)

menuju kesimpulan umum, sementara deduksi, yaitu bergerak pada kesimpulan khusus

Page 7: Autisme

dari premis-premis (khusus) dan abduksi yaitu peletakan premis-premis umum pada

kesimpulan khusus, kuat. (Trevarthen, 1998).

II.2. Faktor Penyebab Autisme

Meskipun belum diketahui secara jelas mengenai faktor penyebab autis pada

anak, namun para ahli menduga beberapa faktor berikut ini bisa memicu terjadinya

autis:

a. Faktor genetik

Faktor ini bisa menjadi penyebab kuat terjadinya autis pada anak. Misalnya salah

satu anggota keluarga memiliki riwayat autis maka peluang anak atau keturunan

selanjutnya terkena autis lebih besar. Kondisi ini disebabkan gangguan gen yang

memiliki peran penting untuk perkembangan, pertumbuhan dan membentuk sel-sel

pada otak.

b. Faktor orangtua

Penelitian meyebutkan, kehamilan yang terjadi ketika wanita berusia cukup tua

bisa menjadi penyebab autis pada anak. Hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi

gen yang terjadi dalam rahim sang ibu.

c. Faktor obat-obatan

Ibu yang sedang hamil namun mengonsumsi obat-obatan seperti mengatasi rasa

mual, muntah, ataupun penenang dapat berisiko untuk memiliki anak autis. Hal ini

disebabkan kandungan obat yang dikonsumsi sangat berpengaruh kepada bayi, maka

dari ibu hamil dilarang untuk mengkonsumsi obat-obatan saat hamil terlebih tanpa

resep dokter.

d. Faktor lingkungan

Faktor lain penyebab autis pada anak adalah lingkungan. Ibu hamil yang tinggal

di lingkungan kurang baik dan penuh tekanan, tentunya berisiko pada janin yang

dikandungnya. Selain itu lingkungan yang tidak bersih juga dapat mempengaruhi

perkembangan janin dalam kandungan.

Page 8: Autisme

e. Faktor makanan

Makanan yang mengandung zat kimia tetunya sangat tidak baik untuk kesehatan,

terutama bagi ibu hamil. Misalkan mengonsumsi sayuran mengandung pestisida, maka

akan berisiko melahirkan anak autis. Peneliti memaparkan bahwa pestisida dapat

mengganggu fungsi gen pada saraf pusat.

II.3. Ciri-ciri/Gejala Autisme

a. Interaksi sosial :

1. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman

2. Lebih suka menyendiri

3. Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan

4. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang

inginkan

Page 9: Autisme

b. Komunikasi :

1. Perkembangan bahasa lambat

2. Senang meniru atau membeo

3. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara

4. Kadang kata yang digunakan tidak sesuai artinya

5. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang

6. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi

c. Pola Bermain :

1. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya

2. Senang akan benda-benda yang berputar

3. Tidak bermain sesuai fungsi mainan

4. Tidak kreatif, tidak imajinatif

5. Dapat sangat lekat dengan benda tertentu

d. Gangguan Sensoris :

1. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga

2. Sering menggunakan indera pencium dan perasanya

3. Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan

4. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut

e. Perkembangan Terlambat :

1. Tidak sesuai seperti anak normal, keterampilan sosial, komunikasi dan

kognisi

2. Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian

menurun bahkan sirna

Gejala di atas dapat dimulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil. Pada

beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang.

Page 10: Autisme

II.4. Penanganan Anak dengan Autisme

Penanganan anak dengan autism bisa dilakukan melalui beberapa metode.

Mulai dari terapi sampai pendidikan di sekolah. Berikut beberapa cara yang bisa

dilakukan:

a. Macam-Macam Terapi Penunjang Bagi Anak Autis

Anak autisme dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan anak antara lain:

1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat

berbicara lebih baik.

2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.

3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar

sambil bermain.

4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk

menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter

yang berwenang.

5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi

tingkat gangguan autisme.

6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan

kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan,

perabaan)

7. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan

pendengaran anak lebih sempurna

8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran

kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari

keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine,

allergen, dsb)

9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi

yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.

10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi,

melatih kontak mata dan konsentrasi.

Page 11: Autisme

b. Bentuk Layanan Pendidikan Anak Autisme

Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai

penempatan. Berbagai model antara lain:

1. Kelas transisi

Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi

memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah

diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat

mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu

anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi

merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan

acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.

2. Program Pendidikan Inklusi

Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap

memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka

program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:

Guru terkait telah siap menerima anak autistic

Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan

individual

Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.

Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak

autistic.

3. Program Pendidikan Terpadu

Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler.

Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas

khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan.

Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau

sepanjang hari tergantung kemampuan anak.

4. Sekolah Khusus Autis

Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang

tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah

Page 12: Autisme

reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat

berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka.

Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti

bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.

5. Program Sekolah di Rumah

Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak

mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena

keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi

mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya

dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan

di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas

kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.

6. Panti Rehabilitasi Autis.

Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah,

gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti

(griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih

terfokus pada pengembangan:

Pengenalan diri

Sensori motor dan persepsi

Motorik kasar dan halus

Kemampuan berbahasa dan komunikasi

Bina diri, kemampuan sosial

Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan

potensinya.

Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di

lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti

rehabilitasi.

Page 13: Autisme

BAB III

KESIMPULAN

Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang

bersifat pervasive yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan

gangguan interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.

Meskipun belum diketahui secara jelas mengenai faktor penyebab autis pada

anak, namun para ahli menduga beberapa faktor berikut ini bisa memicu terjadinya autis

yaitu: faktor genetik, orangtua, obat-obatan, lingkungan dan makanan.

Layanan pendidikan bagi anak autis bagitu beragam antara lain; kelas transisi,

program pendidikan inklusi, program pendidikan terpadu, program sekolah di rumah,

panti rehabilitasi autis. Bentuk layanan ini rasanya begitu cocok diterapkan bagi anak

autis tersebut agar ia kelak lebih mandiri dan mengembangkan potensi yang ada pada

dirinya.

Page 14: Autisme

DAFTAR PUSTAKA