att_1422223063456_case sirosis hepatis stase daerah

63
BAB I PENDAHULUAN Sirosis hepatis merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. Sirosis hepatis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang khas. 1,2,3 Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1.2% seluruh kematian di AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure). 3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur 1

Upload: melindarachmadianty

Post on 11-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fix

TRANSCRIPT

Page 1: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hepatis merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit

hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil

dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk

menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat

otopsi. Sirosis hepatis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi

sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan

sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang khas.1,2,3

Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian

per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang

kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1.2% seluruh kematian di AS.

Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima. Setiap tahun ada

tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant

hepatic failure).3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), obat

(asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides atau jamur yellow death-cap),

hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai macam penyebab lain yang jarang

ditemukan.

Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun dari

beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis

klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit

dalam umumnya berkisar antara 3.6-8.4% di Jawa dan Sumatra, sedang di Sulawesi dan

Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3.5%

seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47.4% dari

seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.

Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan penyakit

kronik progressif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak

1

Page 2: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

ditindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika para

praktisi medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta

tanda dan gejala klinis dari sirosis hati. Oleh karena itu, kami mengambil kasus ini

sebagai bahan presentasi kasus dengan harapan kami dan teman sejawat mampu

membuat diagnosis klinik dan memberikan penatalaksanaan yang tepat berdasarkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan untuk kasus ini.

2

Page 3: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN

a. Nama : Tn. Abu Aman

b. Umur : 67 tahun

c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Agama : Islam

e. Pekerjaan : Petani

f. Alamat : Gunung megang Muara Enim

g. No Registrasi :

h. Tgl masuk RS : 29 Desember 2014

II. ANAMNESIS

(Dilakukan pada tanggal 05 Januari 2015, pukul 10.00 WIB)

a. Keluhan Utama

Perut semakin membesar dan terasa penuh sejak 3 hari SMRS.

b. Keluhan Tambahan

Kaki semakin membengkak sejak 3 hari SMRS.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

± 3 minggu SMRS pasien mengeluh kaki terasa bengkak. Nyeri perut (-),

nyeri ulu hati (-), nafsu makan seperti biasa, nyeri dada (-), badan berwarna

kuning (-). Demam (-), sesak nafas (-), mudah merasa lelah (-), sembab pada

kelopak mata di pagi hari (-), sembab seluruh tubuh (-). BAK frekuensi 4-5x

sehari, warna putih kekuningan, darah (-). BAB tidak ada keluhan, darah (-).

Pasien berobat ke Mantri di dekat rumahnya dan diberi obat yang pasien lupa

namanya tapi tidak ada perbaikan..

± 2 minggu SMRS pasien mengeluh perut membesar. Mual (+) muntah

(+) frekuensi ± 2-3 kali, sebanyak setengah gelas belimbing, isi apa yang

dimakan. Perut terasa penuh (+) nyeri perut (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan

3

Page 4: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

menurun, nyeri dada (-), badan berwarna kuning (-), badan terasa lemas (+).

Demam (-), sesak nafas (-), mudah merasa lelah (+), kaki terasa semakin

bengkak (+). BAK dan BAB tidak ada keluhan, darah (-). Pasien tidak

berobat.

± 3 hari SMRS pasien mengeluh perut semakin membesar. Mual (+)

muntah (-), perut terasa penuh (+) nyeri perut (-), nyeri ulu hati (+), nafsu

makan menurun, nyeri dada (-), badan berwarna kuning (-), badan terasa

lemas (+). Demam (-), sesak nafas (-), mudah merasa lelah (+), kaki terasa

semakin bengkak (+), bengkak pada kemaluan (+). BAK frekuensi 2-3x

sehari, warna kuning terang, darah (-). BAB tidak ada keluhan, darah (-).

Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD dr. H. M.

Rabain.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat BAB hitam seperti kecap ada selama satu minggu pada tahun

2011, frekuensi 5x/minggu banyaknya setengah gelas belimbing.

Riwayat darah tinggi ada sejak 15 tahun yang lalu.

Riwayat kencing manis disangkal.

Riwayat sakit kuning ada, saat kelas 5 SD.

Riwayat minum alkohol ada sejak usia 25 tahun sampai 35 tahun frekuensi

3 kali seminggu.

Riwayat operasi batu, tahun 2012 batu di kandung kemih dan 2013 batu di

ginjal kiri

Riwayat transfusi darah disangkal.

Riwayat minum jamu-jamuan tradisional (-).

Riwayat merokok ada sejak usia 25-58 tahun sebanyak 2 bungkus/ hari

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga sakit kuning atau sakit yang sama dengan pasien

disangkal.

Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal.

4

Page 5: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

Riwayat kencing manis pada keluarga disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

(Dilakukan pada tanggal 05 Januari 2015, pukul 10.30 WIB)

a. Keadaan Umum

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang

2. Kesadaran : compos mentis

3. Tekanan darah : 120/70 mmHg

4. Nadi : 81 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup

5. Pernapasan : 21 x/menit

6. Suhu tubuh : 36,6 oC

7. Berat badan : 90 kg

8. Tinggi badan : 165 cm

9. IMT : 33

10. Status gizi : Obese ( ascites + edema pretibial )

b. Keadaan Spesifik

1. Kepala

Normosefali, simetris, ekspresi tampak sakit sedang, warna rambut hitam,

alopesia (-).

2. Mata

Edema palpebra (-), konjungtiva palpebral pucat (+/+), sklera ikterik (+/+),

pupil isokhor.

3. Hidung

Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), cavum nasi lapang,

tidak keluar cairan, epistaksis (-).

4. Mulut

Sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-), atrofi papil

(-), pembesaran tonsil (-).

5

Page 6: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

5. Telinga

Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus acusticus externus lapang,

tidak ada keluar cairan.

6. Leher

JVP (5+0) cmH2O, struma (-), isthmus (-), pembesaran KGB (-).

7. Thoraks

Paru

Inspeksi: spider naevi (-), ginekomastia (-), statis dan dinamis simetris

kiri sama dengan kanan.

Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kiri sama dengan kanan.

Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas paru-hepar ICS VI, batas

paru-lambung ICS VII.

Aukskultasi: vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi: ictus cordis tidak teraba

Perkusi: batas atas ICS II, batas kanan ICS IV linea sternalis dekstra,

batas pinggang jantung, ICS III midclavicularis sinistra, batas kiri ICS

V linea aksilaris anterior sinistra,

Aukskultasi: HR 81 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

8. Abdomen

Inspeksi: scar operasi (+), cembung, venektasi (+), massa (-)

Palpasi: tegang, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak bisa dinilai, lingkar

perut 120 cm.

Perkusi: redup (+), undulasi (+)

Auskultasi: bising usus (+) normal

9. Genitalia: edema scrotum (+)

10. Ekstremitas: palmar eritem (-/-), edema pretibial (+/+), akral pucat (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

6

Page 7: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

a. Laboratorium ( 29 Desember 2015 )

No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

HEMATOLOGI

1 Hb 5.1 14-18 g/dL Menurun

2 LED 20 <10 mm/jam Meningkat

3 Ht 18 40-50 vol% Menurun

4 Leukosit 7.100 5000-10000/mm3 Normal

5 Trombosit 126.000 150-400 103/µL Menurun

6 Hitung jenis

Basofil

Eosinofil

Segmen

Limfosit

Monosit

0

0

49

29

22

0-1 %

1-3 %

50-70 %

20-40 %

2-8 %

Normal

Menurun

Normal

Normal

Meningkat

V. DIAGNOSIS

Ascites e.c Susp. Sirosis Hepatis Dekompensata

VI. DIAGNOSIS BANDING

Ascites e.c Susp. Sirosis Hepatis Dekompensata

Ascites e.c Susp CHF

VII. TATALAKSANA

Nonfarmakologis

Edukasi

Tirah baring

Diet hati III

Diet rendah garam dan diet protein 1 gr/kgBB

Farmakologis

7

Page 8: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

IVFD RL:D5% 1:1

Injeksi furosemide 2 x 1 ampul

Human albumin

Spironolakton tablet 3 x 100 mg

Sucralfate syrup 3 x 1 C

Curcuma tablet 2 x 1

Transfusi PRC

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN

USG abdomen

EKG

Foto rontgen thorax PA

Pemeriksaan darah kimia klinik

Echocardiography

Biopsi hati

Benzidine test

Pemeriksaan faktor pembekuan darah (PT, aPTT)

IX. PROGNOSIS

a. Ad vitam: dubia

b. Ad functionam: dubia ad malam

X. FOLLOW UP

Tanggal 05 Januari 2015S Keluhan: Perut membesar (+), perut terasa penuh (+),

kaki bengkak mulai berkurangO:

Keadaan umumKesadaranTekanan darahNadiPernapasanTemperatur

Compos mentis120/70 mmHg81 x/menit20 x/ menit36,6 oC

8

Page 9: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

Keadaan spesifikKepala

Leher

Thorax:Paru

Jantung

Abdomen

GenitaliaEkstremitas LaboratoriumRontgen

Konjungtiva palpebra pucat (-/-)Sklera ikterik (-/-)

JVP (5+0) cm H2OPembesaran KGB (-)

Inspeksi: spider naevi (-), statis dan dinamis simetris kiri sama dengan kananPalpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kiri sama dengan kananPerkusi: Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas

paru-hepar ICS VI, batas paru-lambung ICS VII.

Auskultasi: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihatPalpasi: ictus cordis tidak terabaPerkusi: batas atas ICS II, batas kanan ICS IV linea sternalis dekstra, batas pinggang jantung, ICS III midclavicularis sinistra, batas kiri ICS V linea aksilaris anterior sinistra.Aukskultasi: HR 81 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Inspeksi: cembung, venektasi (+), massa (-), ginekomastia (-)Palpasi: tegang, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak bisa dinilai, lingkar perut 94 cm.Perkusi: timfani (+), undulasi (+)Auskultasi: bising usus (+) normal

Edema scrotum (+)Palmar eritem (-/-). edema pretibial (+/+), akral pucat Kimia Klinik (Terlampir)Terlampir

A Ascites e.c Sirosis Hepatis + CHF

9

Page 10: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

P Non Farmakologis Edukasi

Tirah baring

Diet hati III

Diet rendah garam dan diet protein 1

gr/kgBB

Farmakologis IVFD RL:D5% 1:1

Injeksi furosemide 2 x I ampul

Human albumin

Spironolakton tablet 3 x 100 mg

Sucralfate syrup 3 x 1 C

Curcuma tablet 2 x 1

Transfusi PRC

Tanggal 06 Januari 2015S Keluhan: Perut membesar (+), perut terasa penuh (+),

kaki bengkak mulai berkurangO:

Keadaan umumKesadaranTekanan darahNadiPernapasanTemperatur

Keadaan spesifikKepala

Leher

Thorax:

Compos mentis120/ 80 mmHg 87 x/menit21 x/ menit36,4 oC

Konjungtiva palpebra pucat (-/-)Sklera ikterik (-/-)

JVP (5+0) cm H2OPembesaran KGB (-)

Inspeksi: spider naevi (-), statis dan dinamis simetris

10

Page 11: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

Paru

Jantung

Abdomen

GenitaliaEkstremitas USGEcho

kiri sama dengan kananPalpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kiri sama dengan kananPerkusi: Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas

paru-hepar ICS VI, batas paru-lambung ICS VII.

Auskultasi: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihatPalpasi: ictus cordis tidak terabaPerkusi: batas atas ICS II, batas kanan ICS IV linea sternalis dekstra, batas pinggang jantung, ICS III midclavicularis sinistra, batas kiri ICS V linea aksilaris anterior sinistra.Aukskultasi: HR 81 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Inspeksi: cembung, venektasi (+), massa (-), ginekomastia (-)Palpasi: tegang, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak bisa dinilai, lingkar perut 94 cm.Perkusi: timfani (+), undulasi (+)Auskultasi: bising usus (+) normal

Edema scrotum (+)Palmar eritem (-/-). edema pretibial (+/+), akral pucat TerlampirTerlampir

A Ascites e.c Sirosis Hepatis e.c Hepatitis B + CHFP Non Farmakologis

Edukasi

Tirah baring

Diet hati III

Diet rendah garam dan diet protein 1

gr/kgBB

Farmakologis

11

Page 12: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

IVFD RL:D5% 1:1

Injeksi furosemide 2 x I ampul

Human albumin

Spironolakton tablet 3 x 100 mg

Sucralfate syrup 3 x 1 C

Curcuma tablet 2 x 1

Transfusi PRC

Rencana

Pemeriksaan Hb

BAB III

12

Page 13: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sirosis Hepatis

I. DEFINISI

Istilah Sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari

kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan

warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah suatu keadaan

disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif

yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hepatis

adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan perubahan

histopatologi, yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses

peradangan dan perbaikan sel-Sel hati yang mati sehingga menyebabkan

terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk

menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-

sekelompok sel- sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.5

II. EPIDEMIOLOGI

a. Distribusi dan Frekuensi

Case fatality rate (CSDR) sirosis hati yang terjadi laki-laki di

Amerika Seikat tahun 2001 sebesar 13,2 per 100.000 dan wanita sebesar

6,2 per 100.000 penduduk. Di Amerika Serikat terjadi peningkatan

persentase kematian akibat sirosis hepatis sebesar 3,4 % dari. tahun 2006 ke

tahun 2007. Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hepatis 4 % dan

tahun 2002 sebesar 2,4%7 . Pada tahun 2002, PMR sirosis hepatis di dunia

yaitu 1,7% . Di Modolvo terjadi peningkatan, pada tahun 2002 CSDR

sirosis hati 89,2% per 100.000 penduduk (CSDR 2002)8. Pada tahun

2004 sebesar 99,2% (CSDR 2004).8

Di Indonesia, kasus ini juga lebih banyak ditemukan pada laki-laki

dibandingkan kaum wanita. Dari data yang diperoleh dari beberapa rumah

13

Page 14: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

sakit di kita-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria

lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1.7

Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta menunjukkan pasien sirosis hepatis laki-laki (71%) lebih banyak

dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok

umur yang terbanyak . Ndraha melaporkan selama Januari –Maret 2009 di

Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki

dan 36,7% wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.7

b. Faktor Risiko

Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi

sering disebutkan antara lain:3,7

1) Faktor Kekurangan Nutrisi

Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor

gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hepatis. Dari

hasil laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di

Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian

makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan

ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah,

yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh

kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.

2) Hepatitis Virus

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu

penyebab sirosis hepatis, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh

Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati

kronis, maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya

nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis.

Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak

mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala

14

Page 15: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan

hepatitis virus A.

3) Zat Hepatotoksik

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan

terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati

akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan

kronis akan berupa sirosis hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-

sebut ialah alkohol.

4) Wilson’s Disease

Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orang-

orang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia

dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat

kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga

disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya

belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan

penimbunan Cu2+ dalam jaringan hati.

5) Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan

timbulnya hemokromatosis, yaitu:

- Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.

- Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai

pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi

dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis.

6) Faktor Risiko Lain

- Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis

jantung. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap

reaksi dan nekrosis sentrilobuler

- Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu

akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak

dijumpai pada kaum wanita.

15

Page 16: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

- Penyebab sirosis hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam

sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.

III. ETIOLOGI

Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas

penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang

disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan

dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas.9

Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya adalah

infestasi parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang

hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti

Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat

(methotrexate dan hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang

didapat ataupun bawaan.3 Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus

hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar

40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan

10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus

bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia

mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata

kasus sirosis akibat alkohol.5

a. Alkohol

Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama

didunia barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan

keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat

yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari

individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai

16 ounces (1 ounce = 29,5 ml, 16 ounces = 472 ml) minuman keras (hard

liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan

menyebabkan sirosis.9,10

b. Sirosis Kriptogenik

16

Page 17: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

Cryptogenic cirrhosis adalah sirosis hepatis yang penyebab-

penyebabnya belum diketahui. Sirosis kriptogenik diduga disebabkan oleh

NASH (nonalkoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan,

diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama.10

c. Hepatitis B dan Hepatitis C

Penyebab berikutnya terjadinya sirosis adalah hepatitis B dan C kronis.

Pada pasien- pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara

penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi

yang kronis.10

Sebaliknya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus

hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis

C akab berkembang menjadi hepatitis yang kronis, yang dapat

menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjadi sirosis atau kanker

hati.10

d. Kelainan Genetik

Kelainan genetik berakibat pada akumulasi unsur-unsur toksik hati yang

dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan sirosis., termasuk akumulasi

besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson).

Pada hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk

menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.9

Akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh

menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang dapat

menyebabkan gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) pada testis yang

menyebabkan kehilangan rangsangan seksual.10

IV. PATOFISIOLOGI

Jaringan parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah

melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada

aliran darah melalui hati, darah tersumbat pada vena portal, dan tekanan

dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang disebut hipertensi portal.

17

Page 18: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

Karena terdapat halangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena

portal, darah dalam vena portal menuju vena-vena lain untuk kembali ke

jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang mem-

bypass hati.1,5,10

Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah

porta dan peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika

tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal

tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan

tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena

porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splenikus. Obstruksi

aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta

atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler

dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang

dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran

keluar vena hepatik (supra hepatik).10,11

Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel

hati dan saluran-saluran melalui empedu. Pada sirosis, canaliculi adalah

abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti

hubungan antara sel- sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai

akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur toksik secara

normal, dan berakumulasi dalam tubuh sehingga akan menyebabkan munculnya

tanda-tanda dan gejala klinis.1,3

V. KLASIFIKASI

Sesuai dengan consensus baveno IV, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan

menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan

perdarahan varises, yaitu:

a. Stadium I: tidak ada varises dan ascites.

b. Stadium II: varises tanpa ascites.

c. Stadium III: ascites dengan atau tanpa varises.

d. Stadium IV: perdarahan dengan atau tanpa scites.

18

Page 19: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

Stadium I dan II, dikategorikan sebagai kelompok sirosis hepatis kompensata,

sedangkan stadium III dan IV, dikategorikan sebagai kelompok sirosis hepatis

dekompensata.9

Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hepatis bedasarkan besar

kecilnya nodul, yaitu:

a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)

b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)

c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hepatis

atas:9

a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau

sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena

banyak terjadi jaringan nekrose.

b. Nutrisional cirrhosis, atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,

sirosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi

sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.

c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita

hepatitis.

VI. MANIFESTASI KLINIS

a. Gejala

Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-

sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang

nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri

lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider

angiomas).6,22 Pada sirosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan

terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.6,9

b. Tanda Klinis

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

19

Page 20: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

1) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis

Timbulnya ikterus (penguningan) pada seseorang merupakan tanda bahwa

ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata

terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat

menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya

pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.9

2) Timbulnya Ascites dan edema pada penderita sirosis

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin,

air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama

Ascites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema

umumnya timbul setelah timbulnya Ascites sebagai akibat dari

hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.9

3) Hepatomegali

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah.

Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan

menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.9

4) Hipertensi Portal

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal

yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah

peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.9

VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

1) Urine

Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita

ada ikterus. Pada penderita dengan Ascites, maka ekskresi Na dalam urine

berkurang (urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah

terjadi syndrome hepatorenal.9

2) Tinja

20

Page 21: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,

ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh

darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen

yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.1

3) Darah

Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –

kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik

dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah

mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik

anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.3

4) Fungsi Hati

Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi

penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis

globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap

hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya

dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam

darah 3,5-5,0 g/dL.38 Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing

diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.

Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih.39 Selain itu,

kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk

mendeteksi kelainan hati secara dini.10

b. Radiodiagnostik

Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah: pemeriksaan

fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP).

1) Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di

hati, termasuk sirosis hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat

ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati

membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat

perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang

21

Page 22: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas

normal.10

2) Peritoneoskopi (Laparaskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis

akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul

yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi

biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.1,14

3) Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan

esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa dari

varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika

diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui

tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada

tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi

perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk

menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen

perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal

ligation (EVL).8,16 Pada kasus ini, ditemukan adanya varises esophagus

dan gastropati hipertensi porta yang merupakan tanda-tanda dari

hipertensi porta.1,3,16

VIII. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis sirosis hepatis didasarkan pada anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya.3

a. Anamnesis

Pada tahap awal sirosis biasanya tidak menunjukan gejala yang khas.

Karena hal tersebut sebagian besar pasien datang dengan kondisi sirosis yang

sudah parah. Dari anamnesis ini perlu di gali keluhan atau gejala yang biasanya

muncul pada penderita sirosis hepatis seperti perasaan mudah lelah dan lemas,

selera makan berkurang, perut terasa kembung, mual, berat badan menurun,

testis mengecil, buah dada membesar serta hilangnya dorongan seksual.3,5

22

Page 23: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

Selain itu jika sirosis hepatis sudah dalam kondisi lanjut akan muncul

komplikasi-komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal, meliputi hilangnya

rambut badan, gangguan tidur dan demam tak begitu tinggi. Beberapa pasien

ditemukan adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,

ikterus dengan dengan urin berwarna seperti teh.3,9

b. Tanda dan Gejala Klinis

Pada pemeriksaan fisik penderita sirosis hepatis biasanya akan

ditemukan:1,3,9

- Spide-angioma, suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil.

Biasa ditemukan di bahu, mekanismenya dikaitkan dengan peningkatan

kadar estrogen

- Palmar eritema, warna merah pada thenardan hipothenar telapak tangan.

- Ginekomastia, dikaitkan dengan peningkatan estrogen dalam darah.

- Atrofi testis hipogonadisme

- Hepatomegali, biasanya ditemukan pada sirosis hepatis dengan komplikasi

hepatoma

- Ascites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi

portal dan hipoalbuminemia.

- Caput medusa, muncul sebagai akibat dari hipertensi porta.

- Fetor hepatikum, bau napas akibat peningkatan dimetil sulfid.

- Ikterus, peningkatan bilirubinemia.

Selain itu Haryono Soebandiri membagi manifestasi klinis sirosis dalam

dua bagian, yaitu:13

- Hepatoseluler

o Sklera ikterik

o Spider nevi (teleangiektasis)

o Ginecomastia

o Atropi testis

o Palmar erithem

- Hipertensi portal

23

Page 24: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

o Varices oesophagus

o Splenomegali

o Kolateral dinding perut

o Ascites

o Hemoroid (Hermawan, 2006)

Penegakkan diagnosis menurut kriteria Soebandiri yaitu jika terdapat 5

dari 7 tanda dan gejala berikut:13

- Spider naevi

- Eritema palmar

- Kolateral vein (venektasi)

- Ascites

- Splenomegali

- Inverted ratio albumin : globulin

- Hematemesis melena

c. Gambaran Laboratoris

Apabila dicurigai adanya sirosis hepatis, beberapa tes laboratorium perlu

dilakukan. Tes fungsi hati (LFT) meliputi aminotransaminase, alkali fosfatase,

gamma-GT, bilirubin, albumin, dan protombin time.3

- Aspartat aminotranferase (AST)/SGOT dan alanin aminotransferase

(ALT)/SGPT meningkat tapi tak begitu tinggi. SGOT biasanya lebih tinggi

daripada SGPT.

- Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal.

- Peningkatan gamma-GT

- Bilirubin meningkat atau normal

- Penurunan kadar albumin

- Peningkatan kadar globulin

- Waktu protrombin, menunjukan tingkat disfungsi sintesis hepar, pada sirosis

memanjang

- Kelainan hematologi anemia

24

Page 25: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

IX. PENATALAKSANAAN

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:1,3,9

a. Simptomatis

b. Supportif

1) Istirahat yang cukup

2) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori,

protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin

3) Pengobatan berdasarkan etiologi. Misalnya pada sirosis hati akibat

infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah

dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis

C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti

- Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3

x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan

(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan

untuk jangka waktu 24-48 minggu.

- Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang

lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang

dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu

dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

- Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis

3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum

dan jaringan hati.

X. KOMPLIKASI

a. Edema dan Ascites

Ketika sirosis hati sudah berat, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal

untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air

berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki

dan kaki- kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk.

25

Page 26: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. Pitting edema

merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu

pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit

yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan.

Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan

juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan

organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan

pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang

meningkat.10

b. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk

bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu

jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik,

dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau

menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka

dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu

untuk melawan infeksi secara normal.9

Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan

mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut

dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP,

kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam

nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala,

dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan

kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.13

c. Varises Esofagus

Pada sirosis hepatis, jaringan parut menghalangi aliran darah yang

kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena

portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup

tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena

26

Page 27: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena

yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena

yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas

dari lambung.1

Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan

peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan

yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka

dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal,

lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat

perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau

lambung.2

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk

dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini

adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien

yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices

kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan

spontaneous bacterial peritonitis.2

d. Ensefalopathy Hepatikum

Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari

pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara

normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-

tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka

lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam

tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat

mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun

ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan

dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).3

Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam

darah, fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic

encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan

27

Page 28: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari

hepatic encephalopathy.4

Gejala-gejala lain termasuk sifat mudah marah, ketidakmampuan untuk

konsentrasi atau melakukan perhitungan- perhitungan, kehilangan memori,

kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic

encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.

e. Hepatorenal Syndrome

Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan

hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius

dimana fungsi dari ginjal- ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi

dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai

gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan

dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya.12

Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif

dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan

menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-

fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam,

dipelihara/dipertahankan.13

f. Hepatopulmonary Syndrome

Beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut

dapat mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini

dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang

dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi

secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah

mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang

berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru- paru. Darah

yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat

mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya

pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.10.11

28

Page 29: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

g. Splenomegali

Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan

(filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel

darah putih, dan platelet- platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk

pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung

dengan darah dalam vena portal dari usus- usus. Ketika tekanan dalam vena

portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa.

Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak

dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly.

Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.

Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih

banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka

dalam darah berkurang.3,5

Splenomegali adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang

rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau

suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat

menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi,

dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat

pada perdarahan yang diperpanjang (lama).7

XI. PREVENTIF

a. Primer

Sirosis paling sering disebabkan oleh minuman keras (alkohol), hepatitis

B dan C. Cara untuk mencegah terjadinya sirosis dengan tidak konsumsi

alkohol, menghindari risiko infeksi hepatitis C dan B.40 Menghindari obat-

obatan yang diketahui berefek samping merusak hati. Vaksinasi merupakan

pencegahan efektif untuk mencegah hepatitis B.14

29

Page 30: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

b. Sekunder

Penyebab primernya dihilangkan, maka dilakukan pengobatan hepatitis

dan pemberian imunosupresif pada autoimun. Pengobatan sirosis

biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agent farmakologik yang dapat

menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis.14

Penderita sirosis hati memerlukan istirahat yang cukup dan

makanan yang adekuat dan seimbang. Protein diberikan dengan jumlah 1-

1½ g/kg berat badan. Lemak antara 30 %- 40%. Infeksi yang terjadi

memerlukan pemberian antibiotik yang sesuai. Ascites dan edema

ditanggulangi dengan pembatasan jumlah cairan NaCl disertai pembatasan

aktivitas obstruksi.14

XII.PROGNOSIS

Penentuan prognosis penyakit sirosis hepatis menurut skoring Chlid Pugh,

yaitu:19

Penilaian 1 point 2 point 3 point

Total bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3

Serum albumin (g/dl) >3.5 2.8-3.5 2.8

Prothrombin Time (PT) <1.7 1.71-2.30 >2.30

Ascites Tidak ada Ringan Sedang-Berat

Hepatic encephalopathy Tidak ada Derajat I-II Derajat III-IV

Interpretasi skoring Child Pugh yaitu:

Kelas A: point 5-6, bertahan hidup 1 tahun (100%), bertahan hidup 2 tahun

(85%)

Kelas B: point 7-9, bertahan hidup 1 tahun (81%), bertahan hidup 2 tahun

(57%)

Kelas C: point 10-15, bertahan hidup 1 tahun (45%), bertahan hidup 2 tahun

(35%)

30

Page 31: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

B. Congestive Heart Failure

Gagal jantung merupakan sindroma klinis kompleks yang disebabkan gangguan

struktur dan fungsi jantung sehingga mempengaruhi kemampuan jantung untuk

memompakan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kondisi ini ditandai dengan

gangguan hemodinamik berupa penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan

pengisian ventrikel. Gagal jantung sekarang ini dibagi menjadi gagal jantung sistolik

adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun

(LVEF < 50%) dan gagal jantung diastolik adalah penurunan distensibilitas ventrikel

kiri yang disebabkan oleh proses menua hipertensi, kardiomeopati hipertropik serta

restriktif (LVEF masih normal / sedikit menurun ≥ 50%). Gagal jantung merupakan

tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan

morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Kejadian gagal jantung akan semakin

meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan

berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan

hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.

Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi

dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang kaya oksigen

ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh. Suatu definisi objektif yang

sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat

karena tidak terdapat nilai batas yang tegas mengenai disfungsi ventrikel. Sebenarnya

istilah gagal jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk

mempertahankan beban kerjanya.

Penyebab tersering terjadinya gagal jantung adalah gangguan / kerusakan fungsi

miokard ventrikel kiri disamping adanya penyakit pada pericardium, miokardium,

endokardium ataupun pembuluh darah besar. Penurunan fungsi ventrikel kiri

mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung yang selanjutnya menyebabkan

teraktivasinya mekanisme kompensasi neurohormonal yang bertujuan mengembalikan

kinerja jantung dalam memenuhi kebutuhan jaringan. Aktivasi sistem simpatis

menimbulkan peningkatan denyut jantung dan vasokontriksi perifer sehingga curah

jantung dapat meningkat kembali. Aktivasi Renin-Angiotensin-Aldosterone System

(RAAS) menyebabkan vasokontriksi (angiotensin) dan peningkatan volume darah

31

Page 32: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

melalui retensi air dan natrium (aldosteron). Mekanisme kompensasi yang terus

berlangsung ini akan menyebabkan stress pada miokardium sehingga menyebabkan

terjadinya remodeling yang progresif, dan pada akhirnya dengan mekanisme

kompensasipun jantung tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan jaringan (dekompensasi).

Sebagai kompensasi dari berkurangnya kekuatan pompa jantung, ventrikel akan

membesar untuk meningkatkan regangan dan kontraksi sehingga dapat memompa darah

lebih banyak. Akibatnya, otot jantung akan menebal untuk membantu meningkatkan

kekuatan pompa. Hal tersebut membutuhkan semakin banyak suplai darah dan arteri

koronaria yang menyebabkan jantung juga akan berdenyut lebih cepat untuk memompa

lebih sering lagi. Pada keadaan ini, kadar hormon yang menstimulasi jantung akan

meningkat. Manifestasi klinis yang timbul menunjukkan adanya tanda-tanda kegagalan

jantung kongestif yaitu dispneu dan fatigue yang dapat menghambat toleransi latihan

dan retensi cairan yang dapat menimbulkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua

abnormalitas tersebut akan mengurangi kapasitas fungsional dan kualitas hidup.

New York Heart Association (NYHA) pertama kali membuat klasifikasi gagal

jantung yang berdasarkan pada derajat keterbatasan fungsional. Pembagian fungsional

NYHA sering digunakan untuk menentukan progresifitas gagal jantung. Sistem ini

membagi pasien atas 4 kelas fungsional yang bergantung pada gejala yang muncul,

yaitu asimptomatis (kelas I), gejala muncul pada aktifitas ringan (kelas II), gejala

muncul pada saat aktifitas berat (kelas III) dan gejala muncul pada saat istirahat (kelas

IV). Kelas fungsional pada penderita gagal jantung cenderung berubah-ubah. Bahkan

perubahan ini dapat terjadi walaupun tanpa perubahan pengobatan dan tanpa perubahan

pada fungsi ventrikel yang dapat diukur. ACC/AHA membagi klasifikasi untuk

perkembangan dan progresifitas gagal jantung atas 4 stadium yaitu stadium A adalah

beresiko tinggi untuk menjadi gagal jantung tanpa ditemukan adanya disfungsi jantung,

stadium B adalah adanya disfungsi jantung tanpa gejala, stadium C adalah adanya

disfungsi jantung dengan gejala, stadium D adalah adanya gejala yang berat dan

refrakter terhadap terapi maksimal. Pembagian ini mengutamakan pada keberadaan

faktor resiko dan abnormalitas struktural jantung, pengenalan progresifitasnya, dan

strategi pengobatan pada upaya preventif. Penderita gagal jantung akan mengalami

32

Page 33: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

perjalanan penyakitnya dari stadium A ke D namun tidak dapat kembali lagi ke stadium

A, hal mana dapat terjadi bila menggunakan klasifikasi menurut NYHA.

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi,

foto toraks, ekokardiografi-doppler. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk

diagnosis gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria

mayor dan 2 kriteria minor. Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:

• Kriteria Mayor :

O Paroksismal nocturnal dispnu

O Distensi vena leher

O Ronkhi paru

O Kardiomegali

O Edema paru akut

O Gallop S3

O Peninggian tekanan vena jugularis

O Refluks hepatojugular

• Kriteria minor :

O Edema ekstremitas

O Batuk malam hari

O Dispnea d’effort

O Hepatomegali

O Efusi pleura

O Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

O Takikardia (>120 x/menit)

Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%

wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7

per 1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung umur.

Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak

tajam pada usia 75 – 84 tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan

meningkat pada usia yang lebih lanjut dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari

gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua

dari pasien gagal jantung akan meninggal dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis

33

Page 34: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50 % akan meninggal pada

tahun pertama.

Penyakit jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada

masyarakat Barat, sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin

lebih penting di negara berkembang. Di Amerika Serikat, diperkirakan 550.000 kasus

baru gagal jantung didiagnosis dan 300.000 kematian disebabkan oleh gagal jantung

setiap tahunnya manakala di Indonesia belum ada data yang pasti.20

34

Page 35: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

BAB IV

ANALISA KASUS

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati

yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan fibrosis. Penegakan

diagnosis sirosis hepatis dekompensata bila ada 5 dari 7 tanda berikut menurut

Soebandiri, yaitu spider naevi, eritema palmar, kolateral vein, ascites, splenomegali,

inverted ratio albumin : globulin, dan hematemesis melena.

Pasien sirosis hepatis sering mengeluhkan mudah lelah dan lemas, selera makan

berkurang, perut terasa kembung, mual, berat badan menurun, buah dada membesar,

hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Beberapa pasien

juga ditemukan adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus

dengan urin berwarna seperti teh.

± 3 minggu SMRS pasien mengeluh kaki terasa bengkak. Nyeri perut (-), nyeri

ulu hati (-), nafsu makan seperti biasa, nyeri dada (-), badan berwarna kuning (-).

Demam (-), sesak nafas (-), mudah merasa lelah (-), sembab pada kelopak mata di pagi

hari (-), sembab seluruh tubuh (-). BAK frekuensi 4-5x sehari, warna putih kekuningan,

darah (-). BAB tidak ada keluhan, darah (-). Pasien berobat ke Mantri tapi tidak ada

perubahan.

± 2 minggu SMRS pasien mengeluh perut membesar. Mual (+) muntah (+)

frekuensi ± 2-3 kali, sebanyak setengah gelas belimbing, isi apa yang dimakan. Perut

terasa penuh (+) nyeri perut (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun, nyeri dada (-),

badan berwarna kuning (-), badan terasa lemas (+). Demam (-), sesak nafas (-), mudah

merasa lelah (+), kaki terasa semakin bengkak (+). BAK frekuensi 4x sehari, warna

putih kekuningan, darah (-). BAB tidak ada keluhan, darah (-). Pasien tidak berobat.

± 3 hari SMRS pasien mengeluh perut semakin membesar. Mual (+) muntah (-),

perut terasa penuh (+) nyeri perut (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun, nyeri

dada (-), badan berwarna kuning (-), badan terasa lemas (+). Demam (-), sesak nafas (-),

mudah merasa lelah (+), kaki terasa semakin bengkak (+), bengkak pada kemaluan (+).

BAK frekuensi 2-3x sehari, warna kuning terang, darah (-). BAB tidak ada keluhan,

35

Page 36: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

darah (-). Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD dr. H. M.

Rabain. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan sklera ikterik, venektasi pada abdomen

regio kanan bawah, juga didapatkan penonjolan umbilikus, pemeriksaan hepar dan lien

tidak bisa dinilai, undulasi (+), edema pretibial (+), edema skrotum (+) sedangkan

pemeriksaan lain dalam batas normal.

Berdasarkan keluhan pasien, dapat dipikirkan beberapa kemungkinan penyebab

perut membesar yaitu adanya udara, massa, atau cairan dalam abdomen. Pada

pembesaran abdomen karena udara, pembesaran terjadi secara akut. Sedangkan pada

pasien ini perut terasa semakin membesar sejak 2 minggu yang lalu, sehingga

kemungkinan perut membesar karena adanya udara bisa disingkirkan. Selain itu, perut

membesar karena adanya udara juga biasanya disertai dengan nyeri perut, sedangkan

pada pasien ini tidak ada nyeri perut. Sedangkan perut membesar karena adanya massa

umumnya terjadi secara perlahan. Pada pasien ini pembesaran perut sama kiri dan

kanan, sedangkan pada pembesaran karena adanya massa umumnya terjadi secara

perlahan dan tidak simetris. Umumnya pembesaran abdomen hanya pada sisi yang ada

massa saja, sehingga kemungkinan pembesaran abdomen karena adanya massa dapat

disingkirkan.

Perut membesar karena adanya cairan atau yang dikenal dengan ascites,

umumnya terjadi secara perlahan dan pembesaran umumnya simetris/sama kiri dan

kanan. Pembesaran abdomen karena adanya cairan bisa disebabkan oleh adanya

gangguan pada jantung, ginjal, hepar, atau adanya kelainan pada albumin yaitu kondisi

hipoalbumin. Ascites terjadi karena adanya perpindahan cairan dari intravaskuler ke

ekstravaskuler, hal ini terjadi karena adanya penurunan tekanan onkotik (yang diatur

oleh albumin) atau peningkatan tekanan hidrostatik (yang diatur oleh volume cairan

intravaskuler).

Gangguan pada jantung yang bisa menyebabkan edema dan ascites adalah CHF

(Congestive Heart Failure). Pada CHF terjadi peningkatan tekanan hidrostatik,

sehingga akan terjadi perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler

(interstisial). Pada CHF gejala yang ada umumnya bukan ascites, melainkan edema

seperti pada pretibial dan dorsum pedis. Juga adanya sesak disertai batuk karena adanya

edema pulmonal. Selain itu, pada pemeriksaan fisik pasien CHF seharusnya ada

36

Page 37: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

peningkatan tekanan vena jugularis, pada pasien ini dijumpai JVP yang meningkat,

yaitu (5+0) cmH2O. Pada pasien ini juga ditemui batas jantung kiri yang melebar,

kemungkinan terjadi kardiomegali.

Gangguan pada ginjal yang dapat menyebabkan ascites adalah sindrom nefrotik

dan gagal ginjal. Pasien dengan sindrom nefrotik biasanya datang dengan keluhan

bengkak pada seluruh tubuh juga termasuk sembap di kelopak mata, juga disertai

keluhan BAK. Sedangkan pada pasien ini tidak ada sehingga kemungkinan pembesaran

abdomen karena sindrom nefrotik bisa disingkirkan. Gangguan ginjal lain yang dapat

menyebabkan pembesaran abdomen adalah CKD/ gagal ginjal, karena pada pasien

dengan CKD terjadi gangguan fungsi ginjal dalam hal ini fungsi ekskresi. Sehingga

akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular. Umumnya pada pasien

dengan gagal ginjal didapatkan anemis. Untuk menyingkirkan kemungkinan gagal

ginjal, perlu dilakukan pemeriksaan ureum kreatinin. Pada pasien ini ditemui hasil

ureum dan kreatinin sedikit meningkat. Dengan GFR = 72, sehingga CKD masih bisa

dipikirkan ditambah lagi pasien punya riwayat operasi batu ginjal kiri.

Kondisi lain yang bisa menyebabkan ascites adalah malnutrisi. Seseorang yang

malnutrisi sering mengalami kekurangan albumin. Hipoalbuminemia inilah yang

berperan dalam terjadinya asites pada orang yang malnutrisi. Keadaan malnutrisi

biasanya dapat dilihat dari perbandingan BB dan TB, pada pasien ini masih tergolong

normal sehingga malnutrisi dapat disingkirkan.

Gangguan pada hati juga bisa menyebabkan ascites, yaitu sirosis hepatis. Asites

pada sirosis hepatis terjadi tidak hanya melibatkan satu mekanisme namun terdapat

beberapa mekanisme seperti hipertensi porta, hipoalbuminemia, dan

hiperaldosteronemia. Gabungan dari ketiga hal tersebut dapat menyebabkan kebocoran

plasma ke rongga peritoneum. Pasien pernah mengeluh BAB hitam, juga adanya

venektasi pada pemeriksaan fisik regio abdomen mendukung diagnosis sirosis hepatis.

Adanya BAB hitam menandakan kemungkinan adanya varises esofagus, yang harus

dibuktikan dengan pemeriksaan endoskopi.

Selain itu, dari pemeriksaan fisik kepala dan leher pada pasien ini ditemukan

sklera ikterik yang menandakan adanya hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia sering

ditemukan pada seseorang dengan sirosis hepatis, namun hal ini juga perlu dibuktikan

37

Page 38: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

dengan pemerikasaan kimia darah yaitu fungsi hati. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik

ditemukan peningkatan vena jugular, sehingga kemungkinan pembesaran perut akibat

CHF masih bisa dipikirkan.

Pada pemeriksaan abdomen sulit dinilai adanya pembesaran spleen karena

Asicet yang massif. Pada sirosis hepatis biasanya dijumpai Spleen yang membesar

karena adanya kongesti kronis pada limpa yang dapat menyebabkan terjadinya

hipersplenism. Hipersplenism dapat menyebabkan pembersihan dalam jumlah yang

besar satu atau lebih elemen berbentuk darah, sehingga terjadi anemia, leucopenia, dan

trombositopenia. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan darah rutin seperti

hemoglobin, leukosit dan trombosit.

Pemeriksaan SGOT, SGPT, dan bilirubin dilakukan untuk menilai fungsi hati

pada pasien ini dan melihat adanya hepatitis kronis atau tidak, pemeriksaan ureum

kreatinin untuk menyingkirkan diagnosis gagal ginjal. Pemeriksaan protein untuk

melihat ada tidaknya hipoalbumin pada pasien ini. Urin rutin dilakukan untuk

menyingkirkan diagnosis sindrom nefrotik. Pemeriksaan darah samar untuk melihat

adanya kemungkinan pecahnya varises esofagus. Faal pembekuan darah untuk

mengetahui ada tidaknya komplikasi gangguan pembekuan darah pada pasien ini.

Fibroscan dan usg untuk menilai hepar. Sementara pemeriksaan Anti HBV, HBV DNA,

anti HCV, HCV DNA untuk mengetahui penyebab sirosis hepatis pada pasien ini.

Tatalaksana pada pasien ini terbagi menjadi non farmakologis yaitu diet hati III,

istirahat, edukasi, dan balans cairan negatif. Balans cairan negatif dimaksudkan untuk

mengurangi asupan agar ascites tidak bertambah. Tatalaksana farmakologis pada pasien

ini adalah IVFD D5 gtt X/menit, karena pada pasien dengan sirosis hepatis, fungsi hati

dalam metabolisme glukosa terganggu sehingga pasien perlu diberi IVFD D5. Juga

diberikan propanolol pada pasien ini, untuk menurunkan hipertensi porta. Pemberian

laktulosa syrup diberikan jika terjadi melena, untuk memastikan ada tidaknya darah

didalam feses maka diperlukan pemeriksaan feses rutin yaitu darah samar.

Spironolakton diberikan sebagai antagonis aldosteron untuk mengurangi edema maupun

ascites pada pasien ini, sehingga keluhan utama pasien yaitu perut membesar bisa

dikurangi.

38

Page 39: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

Prognosis pasien belum bisa ditentukan karena belum diketahui nilai PT. Tetapi

dengan mengesampingkan pemeriksaan PT pada pasien ini, prognosis pasien ini yaitu

dubia ad malam. Penentuan prognosis tersebut berdasarkan skoring Child Pugh,

bilirubin total 0,3 mg/dl (1 poin), albumin 2,4 mg/dl (3 poin), PT belum dinilai (x poin),

ascites masif (3 poin), dan tidak ada hepatic encephalopathy (1 poin), maka total 8 poin

dengan interpretasi kelas B (poin 7-9) atau kelas C (poin 10-15). Pasien ini dapat

bertahan hidup 1 tahun (45-81%) dan bertahan hidup 2 tahun 35-57%).

39

Page 40: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumobroto O Hernomo, Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati, edisi

I, Jakarta, Jayabadi, 2007, hal 335-45.

2. Petrides AS, Stanley T, Matthews DE Vogt C, Bush AJ, Lambeth H,

Insulin resistance in cirrhosis: prolonged reduction of hyperinsulinemia normalizes

insulin sensitivity Hepatology 1998; 28:141-9.

3. Nurdjanah S. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , edisi IV jilid II,

Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu penyakit dalam FK UI., 2006 hal 445-8.

4. Kakizaki S, Sohara N, Yamazaki Y, Horiguchi H, Kanda D, Kenji K

"Elevated plasma recistin concentration in patients with liver cirrhosis". Lancet 359

(9300): 46–7.

5. Pang S, Lee Y. "Role of Resistin in inflamation and Inflamation-Related Disease".

Obes. Res. 10 (11): 1197–9.

6. Alizadeh MHA, Fallahian Farrahnaz, Insulin Resistance in Chronic Hepatitis B and

C, Indian Journal of Gastroenterology 2006 Vol 25:286-288.

7. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo

Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga. 2007. Page 129-136.

8. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the

setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-302.

9. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal Varices

and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007. 102:2086–

2102.

10. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis and Cirrhosis.

http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/978 14

16032588.pdf .Diakses pada tanggal 05 Januari 2015.

40

Page 41: ATT_1422223063456_Case Sirosis Hepatis Stase Daerah

11. Knobler H, Zhornicky T , Tumor Necrosis Alfa induced insulin resistance

may mediate the hepatitis C virus, Diabetes association, American

journal of gastroenterology, 2003; 98, 12: 2751-6.

12. Perin, PC, Casseder M, Bozzo C, Bruno A, Mechanism of insulin resistance

in human liver cirrhosis. Evidence of a combined receptor and post receptor defect,

J Clin Invest May 1985; 75: 1659-65.

13. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin

Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229.

14. Compean D, Quintana JOJ, Liver Cirrhosis and diabetes : Risk factor,

pathofisiology clinical implication and management, World J Gastroenterol 2009,

21; 15: 280-8.

15. Sohara N, Takagi H , Kakizaki S, Sato K , Mori M. Elevated plasma adiponectin

concentrations in patients with liver cirrhosis correlate with plasma insulin levels.

Liver Int. 2005; 25:28-32.

16. Kakizaki S, Sohara N, Yamazaki Y, Horiguchi H, Kanda D, Kenji K

"Elevated plasma recistin concentration in patients with liver cirrhosis".

Journal of Gastroenterology and Hepatology 23 (2008) 73-77.

17. Compean Garcia Diego, Quintana JOJ, Garza MH, Hepatogenous

Diabetes, Current views of an ancient problem, Annals of hepatology, 2009, 8; 13-

20.

18. Muzzi A, Leandro G, Rubbia-Brandt L, et al. Resistance is associated with liver

fibrosis in non-diabetic chronic hepatitis C patients. J hepatol 2005; 42:41-6.

19. Cholongitas, E; Papatheodoridis, GV; Vangeli, M; Terreni, N; Patch, D; Burroughs,

AK (Dec 2005). "Systematic review: The model for end-stage liver disease--should

it replace Child-Pugh's classification for assessing prognosis in

cirrhosis?". Alimentary pharmacology & therapeutics 22 (11-12): 1079–89.

20. Panggabean, Marulam M. Gagal Jantung dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ,

edisi IV jilid III, Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu penyakit dalam FK

UI., 2006 hal 1503-4.

41