atresia ani terbaru (2)

29
PEMBAHASAN I. KONSEP DASAR PENYAKIT ATRESIA ANI 1. Definisi Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal. Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002) Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.

Upload: gede-juanamasta

Post on 21-Jan-2016

74 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Askep atresi ani

TRANSCRIPT

Page 1: Atresia Ani Terbaru (2)

PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

ATRESIA ANI

1. Definisi

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996).

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.

Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.

Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.

2. EPIDEMIOLOGI

Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresiani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering  yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna, sedangkan pada negro bantu frekuensi paling rendah.

Page 2: Atresia Ani Terbaru (2)

3 . E T I O L O G I

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.

Selain itu Atresia ani juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur

2) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu ( + 3 bulan)

3) Adanya gangguan atau berhentinya perkebangan embriologik di daerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan

4. FAKTOR PREDISPOSISI

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :

1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).

2. Kelainan sistem pencernaan.

3. Kelainan sistem pekemihan.

4. Kelainan tulang belakang.

Page 3: Atresia Ani Terbaru (2)

5 . P A T O F I S I O L O G I

Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstruksi.

Page 4: Atresia Ani Terbaru (2)

embrionik bagian belakang

Anus rectum

kloaka

struktur anorektal

bakal genitoury

Kegagalan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal

Terjadi penyempitan

stenosis anal

kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina

atresia anal

Tidak ada pembukaan usus besar

fecal tidak dapat dikeluarkan

PATHWAYSPATHWAYS

Page 5: Atresia Ani Terbaru (2)

6 . K L A S I F I K A S I

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :

1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.

Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.

2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.

Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :

1. Anomali rendah

Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

2. Anomali intermediet

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

3. Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita

intestinal mengalami

obstruksi.

Page 6: Atresia Ani Terbaru (2)

memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara

Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara

Page 7: Atresia Ani Terbaru (2)

7 . M A N I F E S T A S I K L I N I S

Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)

Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektavaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari vagina) dan jarang rektoperineal. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan maka termometer/jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum,Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus imperforata terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa :

1.      Perut kembung

2.      Muntah (cairan muntahan berwarna hijau karena cairan empedu atau berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium)

3.      Tidak bisa buang air besar dan kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir

4.      Tidak ada atau stenosis kanal rectal

5.       Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan

6.      Adanya membrane anal dan fistula eksternal pada perineum

8. PEMERIKSAAN FISIK

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).

Page 8: Atresia Ani Terbaru (2)

9 . P E M E R I K S A A N P E N U N J A N G

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1) Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

2) Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

3) Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

4) CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

5) Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

6) Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

7) Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

Page 9: Atresia Ani Terbaru (2)

10. PROGNOSIS

Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki dengan pembedahan melalui perineum dan prognosis baik untuk kontinensia fekal. Sedangkan kelainan anorektal letak tinggi diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau abdominoperineal, pada kelainan ini sfingterani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter ani internus, maka kontinensia fekal tergantung fungsi otot puborektalis (DeLorimer 1981 ; Iwai et al 1988). Ong dan Beasley (1990) mendapatkan perjalanan klinis jangka panjang dari kelainan anorektal letak rendah yang dilakukan operasi perineal lebih dari 90% penderita mencapai kontrol anorektal yang secara sosial dapat diterima. Insidensi “soiling” pada penderita umur lebih 10 tahun lebih rendah dari penderita yang lebih muda. Insidensi “Smearing” atau Stainning” tidak mengurang dengan bertambahnya usia. Pada kelainan anorektal letak tinggi hasilnya hanya 1/3 yang benar-benar bagus, 1/3 lagi dapat mengontrol kontinensia fekal. Pada wanita hasilnya lebih baik daripada laki-laki karena pada wanita lesi seringkali intermediet. Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat dikerjakan melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith, 1990). Beberapa penderita dengan kelainan anorektal letak tinggi mempunyai masalah-masalah kontinensia bila dilakukan pembedahan dibanding letak rendah.

11. TERAPI ATAU TINDAKAN PENANGANAN

Penanganan secara preventif antara lain:

- Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani

- Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.

- Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi

Obat medikasi 1.      Novalgin 3x 1/3 A2.      Tricefin 2X 750 mg3.      Metronidazol 3X 150 mg4.      Infuse KAEN 1100 cc/ 24 jam

Page 10: Atresia Ani Terbaru (2)

12. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan umum

Pada kelainan anorektal letak rendah, penderita laki-laki dilakukan anoplasti perineal dengan prosedur V- Y plasti, sedang untuk wanita dilakukan “cut back” atau prosedur V-Y seperti laki-laki. Bila fistula cukup adekuat maka tindakan anoplasti dapat ditunda menurut keinginan (Bisset 1977 ; Filston 1986 ; Spitz 1990).

Pada kelainan anorektal letak tinggi atau intermediet, setelah diagnosis ditegakkan, segera dilakukan kolostomi selanjutnya dibuatkan lopogram untuk mengetahui macam fistula.

Menurut De Lorimer (1981) dan Spitz (1990) kolostomi dilakukan pada kolon sigmoid, sedangkan Spitz (1990) mengatakan kolostomi dilakukan pada kolon tranversum dekstra dengan keuntungan kolon kiri bebas, sehingga tidak terkontaminasi bila dilakukan “Pull Ttrogh”. Tindakan definitif dapat menunggu sampai beberapa minggu – bulan (Bisset 1977 ; Splitz 1990), sedangkan Goligher cit Amri & Soedarno (1988 ) menyatakan tindakan definitif dilakukan setelah penderita berumur 6 bulan – 2 tahun atau berat badan minimal 10 kg. Tindakan definitif dilakukan dengan prosedur  “Pull Through” sakroperineal dan abdomino perineal, serta posterior sagital anorektoplasti (PSARP) (De Lorimer, 1981 ; Spitz, 1990). Jorge et al (1987) menyatakan bahwa PSARP dapat digunakan untuk penderita dewasa terpilih untuk mendapatkan kontinensia fekal terbaik sesudah operasi. Sedangkan Iwai et al (1988) mendapatkan kontinensia fekal dan fungsi seksual yang baikdengan tindakan abdominoperineal rektoplasti.

Penatalaksanaan medis

1. Pembuatan kolostomi (TCD)

Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasa sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Fungsi kolostomi akan mulai tampak pada hari ke 3 sampai hari ke 4. Peran perawat dalam penanganan kolostomi:

Perawatan kulitRabes efluen akan bervariasi sesuai denan tipe ostomi. Pada kolostomi transversal, terdapat feses lunak dan berlendir yang mengiritasi kulit. Pada kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid, feses agak padat dan sedikit mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan untuk melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci area tersebut menggunakan sabun ringan, memberikan barier kulit protektif di sekitar stoma dan mengamankannya dengan melekatkan kantung drainase.

Page 11: Atresia Ani Terbaru (2)

 Memasang kantung drainase

Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus sekitar 0,3 cm atau lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan sesuai prosedur di atas. Barier kulit peristoma dipasang. Kantung kemudian dipasang dengan cara membuka kertas perekat dan menekannya di atas stoma selama 30 detik. Iritasi ringan memerlukan bedak stomahesive sebelum kantung direkatkan.

Menangani kantung drainaseKantung kolostomi dapat digunakan segera setelah irigasi.

Mengangkat alatAlat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai seperempat bagian sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari diskus perekatnya.

Mengirigasi kolostomiStoma pada abdomen tidak mempunyai otot control volunteer sehingga pengosongannya dapat terjadi pada interval waktu yang tidak teratur. Pengaturan pasase fekal bias dengan irigasi atau secara alami. Tujuan irigasi kolostomi adalah untuk mengosongkan kolon dari gas, mucus, dan feses sehingga pasien dapat menjalankan aktivitasnya tanpa takut terjadi drainase fekal.

Komplikasi kolostomi            Insidensi komplikasi untuk pasien dengan kolostomi sedikit lebih tinggi dibandingkan pasien ileostomi. Beberapa komplikasi umum adalah prolaps stoma (biasanya akibat obesitas), perforasi (akibat ketidaktepatan irigasi stoma), retraksi stoma, impaksi fekal, dan iritasi kulit. Kebocoran dari sisi anastomosis usus menyebabkan distensi abdomen dan kekakuan, peningkatan suhu, serta tanda shock. Pneumonia dan atelektasis juga bias menjadi komplikasi pada usia 5o tahun yang mendapatkan sedative dan antobiotika atau tirah baring lama. Komplikasi ini bias dicegah dengan sering beraktifitas, nafas dalam, batuk efektif, dan ambulasi dini.

Page 12: Atresia Ani Terbaru (2)

2. PSARP (Posterosagital Ano Rectal Plasty)

Pena secara tegas menjelaskan bahwa Atresia ani letak tinggi dan intermediet à dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitive setelah 4 – 8 minggu.  Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorectoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.

  Teknik Operasi- Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan

posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan.- Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi

anal dimple.- Incisi bagian tengah sacrum kearah  bawah melewati pusat spingter dan

berhenti 2 cm didepanya.- Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek. Os

Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator dibelah tampak dinding belakang rectum.

- Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya .- Rektum ditarik melewati levator , muscle complek dan parasagital fiber

Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.

3.      Tutup kolostomi

Anak dipuasakan dulu beberapa hari setelah operasi tutup kolostomi. Sementara usus dalam proses penyambuhan. Beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui rectum. Pertama, BAB akan sering dan tidak terkendali. Ruam karena diapers dan iritasi kulit dapat menjadi masalah. Dalam beberpa minggu setelah operasi, BAB berkurang frekuensinya dan agak padat serta sering menyebabkan konstipasi.

Toilet training segera dimulai saat anak berusia antara 2-3 tahun. Bagaimanapun, anak-anak dengan malformasi anorektal yang telah diperbaiki, dapat lebih lambat control BAB nya. Beberapa anak mungkin tidak dapat mengontrol BAB dengan baik, sedang lainnya mungkin mengalami konstipasi yang kronik, tergantung dari tipe malformasi dan perbaikan yang telah dilakukan.

Anak-anak dengan malformasi membrane pada anal dan sempitnya lubang anal biasanya mempunyai control yang baik dalan BAB setelah perbaikan. Anak-anak dengan variasi malformasi anorektal yang lebih kompleks membutuhkan program “bowel management” untuk membantu mengontrol dan mencegah konstipasi.

Page 13: Atresia Ani Terbaru (2)

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN.

A. Identitas diri klien

B. Status kesehatan

- Status kesehatan saat ini : keluhan utama, alasan MRS, dan perjalanan sakit saat ini, upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

- Status kesehatan masa lalu : penyakit yang pernah dialami, pernah dirawat, alergi , riwayat penyakit keluarga, dan diagnosa medis & therapy.

C. Pola Kebutuhan Dasar Manusia ( 14 pola Virginia Henderson )

D. Pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus )

2. Konstipasi berhubungan dengan aganglion

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi

4. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan

(doenges,1996).

6. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan

prosedur perawatan.

Page 14: Atresia Ani Terbaru (2)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah sebagai berikut :

1. Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001).

Tujuan : terjadi peningkatan fungsi usus.

kriteria hasil :

- pasien akan menunjukkan konsistensi tinja lembek, - terbentuknya tinja

- tidak ada nyeri saat defekasi

- tidak terjadi perdarahan.

Intervensi :

Dilatasikan anal sesuai program.

Rasional :

untuk mempermudah proses defekasi

Intervensi :

Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.

Rasional : tidak terjadi penumpukan makanan di usus

2. Konstipasi berhubungan dengan aganglion

Tujuan :

- Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur

kriteria hasil :

-Penurunan distensi abdomen dan Meningkatnya kenyamanan.

Page 15: Atresia Ani Terbaru (2)

Intervensi :

- Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order

Rasional :

- Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak

Intervensi :

- Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam

Rasional :

- Meyakinkan berfungsinya usus

Intervensi :

- Ukur lingkar abdomen

Rasional :

- Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi

3.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi

Tujuan :

tidak terjadi gangguan integritas kulit.

kriteria hasil :

penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.

Intervensi :

Kaji area stoma.

Rasional :

mengetahui keadaan area stoma

Intervensi :

Page 16: Atresia Ani Terbaru (2)

Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area stoma.

Rasional :

agar area stoma tidak lecet dan lebih leluasa untuk bergerak

Intervensi :

Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.

Rasional :

mengetahui ada tidaknya perubahan di sekitar area stoma4. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake cairan

Tujuan :

klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

kriteria hasil :

Output urin 1-2 ml/kg/jam, Capillary refill 3-5 detik, turgor kulit baik, dan membran mukosa lembab

Intervensi :

Monitor intake output cairan

Rasional :

Dapat mengidentifikasi status cairan klien

Intervensi :

Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV

Rasional :

Dapat mencegah dehidrasi

Intervensi :

Pantau TTV

Rasional :

Page 17: Atresia Ani Terbaru (2)

Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan

(doenges,1996).

Tujuan :

pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, pasien akan tampak rileks,

kriteria hasil :

ekspresi wajah pasien relaks, TTV normal.

Intervensi :

Tanyakan pada pasien tentang nyeri.

Rasional :

Mengetahui tingkat skala nyeri

Intervensi :

Catat kemungkinan penyebab nyeri.

Rasional :

perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit atau terjadinya komplikasi.

Intervensi :

Anjurkan klien untuk istirahat dengan posisi yang nyaman (missal: lutut fleksi).

Rasional :

menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa control.

Intervensi :

Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi.

Page 18: Atresia Ani Terbaru (2)

Rasional :

meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.

6. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan

Tujuan :

kecemasan orang tua dapat berkurang.

kriteria hasil :

orang tua menunjukan ketidakcemasan pada klien dan mengetahui pengetahuan tentang penyakit atresia ani serta prosedur perawatannya

Intervensi :

Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal, gunakan media dan gambar.

Rasional :

Agar orang tua mengerti kondisi klien

Intervensi :

Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua

Rasional :

Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan

Intervensi :

Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi

Rasional :

Membantu mengurangi kecemasan klien

Page 19: Atresia Ani Terbaru (2)

EVALUASI

1. Terjadi defekasi yang normal

2. Tidak terjadi konstipasi

3. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi

4. Defisit volume cairan tidak terjadi

5. Keluhan nyeri trauma saraf jaringan berkurang

6. Orang tua tidak cemas dan mengerti tentang penyakit atresia ani dan prosedur perawatannya.

.

Page 20: Atresia Ani Terbaru (2)

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

Chandrasoma P. & taylor R.Clive. 2005. Patologi Anatomi. Jakarta : EGC

http://bedahugm.net/Bedah-Anak/Atresia-Ani.html

http://surgery.med.umich.edu/pediatric/clinical/physician_content/am/imp....

http: // www.google. com diakses tanggal 16 – 23 November 2008.

Page 21: Atresia Ani Terbaru (2)

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ATRESIA ANI

Oleh :

Kelompok III

Desak Putu Putri Mealita (08.321.0171)

I GD Pardiantha P. (08.321.0178)

Ni Kadek Novi Adnyani (08.321. 0198)

Ni Made Dewi Purnamasari ( 08.321.0203)

Ni Putu Devi Yanti K. D. ( 08.321.0208)

Putu Agus Suryana ( 08.321.0213)

I Gede Nyoman Satriya P ( 08.321.0177)

Noni Zance Franssina N. ( 08.321.0210)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA

PPNI BALI 2009

Page 22: Atresia Ani Terbaru (2)
Page 23: Atresia Ani Terbaru (2)