asuhan keperawatan tbc

32
ASUHAN KEPERAWATAN TBC ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU (TBC) A. Konsep Dasar Medik 1. Definisi Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer, 2009: hal 472). Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termaksuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. (Brunner, 2002: hal 349). Tuberkulosis (TB) penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten maupun progresif. (Elin, 2009: hal 918). Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan biasanya menjangkiti paru. (Esther, 2010: hal 193). Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikro-organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. (Elishabeth, 2001: hal 414). Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit

Upload: lutfi-ikbal

Post on 06-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

c

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN TBC

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU (TBC)

A.    Konsep Dasar Medik

1.   Definisi

Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer, 2009: hal 472).

Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis

terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termaksuk

meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. (Brunner, 2002: hal 349).

Tuberkulosis (TB) penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis

yang mampu menginfeksi secara laten maupun progresif. (Elin, 2009: hal 918).

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis dan biasanya menjangkiti paru. (Esther, 2010: hal 193).

Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh

mikro-organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi

percikan ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus.

(Elishabeth, 2001: hal 414).

Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang

semua organ atau jaringan di tubuh. (Robins, 2007: hal 544).

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi menular, menyerang pada paru, disebabkan

oleh basil mycobacterium tuberkulosa (Murwani, 2009: hal 11).

2.   Klasifikasi

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2233), klasifikasi tuberculosis Paru, yaitu :

a.    Pembagian secara patologis:

1)   Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).

2)   Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis)

b.   Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif , non aktif dan

quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

c.    Pembagian secara radiologis (luas lesi)

1)   Tuberculosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru maupun

kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

2)   Moderately advanced tuberculosis, ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah

infiltrate bayangan halus tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.

3)   Far advanced tuberculosis, terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan moderately

advanced tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil

berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:

a.    Kategori 0: Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes tuberculin

negatif.

b.   Kategori I: Terpajan tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi disini riwayat kontak positif,

tes tuberculin negatif.

c.    Kategori II: Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif, radiologis dan

sputum negatif.

d.   Kategori III: Terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikasi yang banyak di pakai adalah berdasarkan kelainan klinis, dan mikro

biologis:

a.    Tuberculosis paru.

b.   Bekas tuberculosis paru.

c.    Tuberkulosis tersangka .

Tuberculosis tersangka terbagi menjadi tuberculosis tersangka yang diobati, disini sputum BTA

negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. dan tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati, disini

sputum BTA negatiaf, dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termaksuk TB paru aktif atau

bekas TB paru. Dalam klsifikasi ini perlu dicantumkan: status biakan bakteriologi, mikriskopik

sputum BTA, (langsung), biakan sputum BTA, status radiologis, kelainan yang relevan untuk

tuberculosis paru, dan status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkuosis.

WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu:

a.    Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan bentuk

TB berat.

b.   Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positif.

c.    Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan yang tidak luas dan kasus

TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I

d.   Kategori IV ditujikan kepada : TB kronik.

 

4.   Etiologi

Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan

Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3 – 0,6 mikron

dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai

selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat).

Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna

dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap

zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat

dorman dan anaerob.

Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 – 10 menit atau pada

pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 – 95 % selama 15- 30 detik. Bakteri ini tahan

selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), dapaat

hidup bertahun-tahun di dalam lemari es, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat

dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif

lagi, namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan

bahwa untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali

partukaran udara.

Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam sitoplasma

makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak

mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada

bagian apical paru – paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan

tempat predileksi penyakit tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15).

5.   Patofisiologi

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2232), proses perjalanan penyakit tuberculosis Paru,

yaitu :

a.    Tuberkulosis primerPenularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi

droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas

selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan

kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai

berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada

saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5

mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian baru oleh makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan

trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini

ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan

berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau

sarang (focus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar

sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran

gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati regional kemudian

bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang.

Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi TB

milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis

lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang

primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini

memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi :

1)      Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.

2)      Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus,

keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat

terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.

3)      Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini menyebar ke sekitarnya. Secara

bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat juga dapat

tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. Secara limfogen ke organ tubuh

lain- lainya. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam

perjalanan tuberculosis primer.

b.   Tuberculosis pasca primer (sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun – tahun kemudian

sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.

Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit

maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini

yang berlokasi di region atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).

Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu

sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel

datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai

jaringan ikat.

TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia

tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya dan imunitas pasie, sarang dini ini dapat

menjadi :

1)      Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2)      Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.

Ada yang membungkus diri menjdai keras, menimbulakan perkapuran. Sarang dini yang meluas

sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya

mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan

keluar maka akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama

dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi

kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid

dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin

dengan TNF nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB yang

terjadi pada immunodifisiensi dan usia lanjut.

Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak kavitas dapat

1)      meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke dalam

peredaran darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau

tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya

mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan

TB endotrakeal atau empiema bila rupture ke pleura .

2)      Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat mengapur dan

menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik

kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma .

3)      Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan

membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas yang terbungkus,

menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.

Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yakini :

1)      Sarang yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.2)   Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.

3)      Sarang yang berada diantara aktif dan sembuh , sarang bentuk ini dapat sembuh spontan tetapi

mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali, sebaiknya di berikan pengobatan yang sempurna

juga.

6.   Manifestasi Klinis

Menurut Sudoyo, dkk (2009: hal 2234), Tanda dan gejala tuberculosis Paru, yaitu :

a.       Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadang-kadang dapat

mencapai 40-41 oC. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat

timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien

merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi

oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

b.      Batuk atau batuk darah

Gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini

diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus di setiap

penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah batuk berkembang dalam jaringan paru

yakini setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai

dari batuk kering (non Produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat

pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas,

tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c.       Sesak napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan

ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian

paru-paru.

d.      nyeri dada

gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura

sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau

melepaskan napasnya.

e.       Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa

aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang,

nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi

hilang timbul secara tidak teratur.

7.   Pemeriksaan DiagnostikMenurut Mansjoer, dkk (1999 : hal 472), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada

klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :

a.       Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.

b.      Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak

spesifik karena hanya 30 – 70 % pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.

c.       Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan

adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

d.      Tes Mantoux / Tuberkulin

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan

adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

e.       Tehnik Polymerase Chain Reaction

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu

mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.

f.       Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)

Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh

mikobakterium tuberculosis.

g.      MYCODOT

Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk

seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai memakai warna sisir akan

berubah.

h.      Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral

Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :

1)      Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah

2)      Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular )

3)      Adanya kavitas, tunggal atau ganda

4)      Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru

5)      Adanya klasifikasi

6)      Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

7)      Bayangan millier

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2235), pemeriksaan diagnostic

yang dapat dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu : a.       Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)

Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas atau

segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di

daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial).

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran

radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi

sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi

ini dikenal dengan tuberkuloma .

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. lama-lama

dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang

bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat dengan

densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat

terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.

Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar

merata pada seluruh lapang paru.

Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura

(pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen

di pinggir paru/pleura (pnemothorax)

Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada

tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non

sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.

b.      Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di

rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih

superior dibandingkan dengan radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas

dan sayatan dapat dibuat transversal.

c.       Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )

Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai proses-proses dekat

apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan

koronal.

d.      Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan,

hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan

didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah

limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh

jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun

kearah normal lagi.

e.       Sputum (BTA)

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA

pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

f.       Tes tuberculin/ tes mantoux

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis

terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1

cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative).

Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U ( first

strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil negative, berarti

tuberculosis dapat disingkirkan , umumnya tes mantoux dengan 5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes

tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah terserang

Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.

Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :

1)      Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non sensitivity.

2)      Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran antibody

normal masih menonjol.

3)      Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini peran antibody

selular paling menonjol.

8.   Penatalaksanaan Medik

a.       Pengobatan

Menurut (Widuyono, 2008: hal 18), pengobatan yang dapat diberikan pada klien dengan

tuberculosis Paru, yaitu :

1)      Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru.

2)      Kategori II (2 HRZES / HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang pengobatan

kategori 1 nya gagal).

3)      Kategori III (2 HR/ 4H3R3) untuk pasien yang baru dengan BTA negative RO positif

4)      Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila ada pemeriksaan akhir tahap intensif dari

pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemuukan BTA positif. Obat diminum sekaligus

1 jam sebelum sarapan pagi.

Dosis pemberian obat kategori 1:

a)      Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) :

1)      INH (H) : 300 mg – 1 tablet.

2)      Rimfapisin (R) : 450 mg - 1 kaplet

3)      Pirazinamid (P) :1500 mg - 3 kaplet @ 500 mg

4)      Ethambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet @250 mg

Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali regimen ini di sebut

kombipak II

b)      Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam semingggu selan 4 bulan (4 H3R3) :

1)      INH (H) : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg

2)      Rimfapisin (R) : 450 mg – 1 kaplet

Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali regimen ini disebut

kombipak III.

Ta

b.      Menurut Mansjoer (2000 : hal 474 ), pembedahan pada TB Paru.

Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkembang. Indikasi

pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.

1)      Indikasi mutlak pembedahan adalah:

a)      semua pasien yang telah mendapat OAT tetapi sputum tetap posoitif.

b)      Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

c)      Pasien dengan fisula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.

2)      Indikasi relative pembedahan adalah:

1.      Pasien denga sputum negative dan batuk-batuk darah perulang

2.      Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan

3.      Sisa kavitas yang menetap.

9.      Komplikasi

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan

tuberculosis Paru, yaitu :

a.       Pleuritis tuberkulosa

Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat

juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau

columna vertebralis.

b.      Efusi pleura

Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput paru,

yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung

bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.

c.       Empiema

Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura yang di

sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis

tuberculosis).

d.      Laryngitis

Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis.

e.       TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)

Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran pernapasan

akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat

menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi

mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal,

dan saluran pencernaan.

f.       Keruskan parennkim paru berat

Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika

tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi.

g.      Sindrom gagal napas (ARDS)

Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau

ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

10.     Prognosis.

Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat antituberculosis

(OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin. (Sylvia, 1995 : hal 759)

 

 11.     Pencegahan

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi mycobacterium

tuberkuloisi adalah sebagai berikut :

a.       Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan membuang dahak

tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).

b.      Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi

c.       Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus

terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di

rumah.

d.      Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor (polusi).

e.       Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.

 

B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pada konsep dasar asuhan keperawatan ini akan dibahas tentang pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi,implementasi, evaluasi dan perencanaan pulang.

1.      Pengakajian

Pengkajian menurut 11 pola Gordon yaitu:

a.       Pola pemeliharaan kesehatan

1)      Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru

2)      Kebiasaan merokok atau minum alcohol

3)      Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang.

b.      Pola nutrisi metabolic

1)      Nafsu atau selera makan menurun

2)      Mual

3)      Penurunan berat badan

4)      Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik

c.       Pola eliminasi

1)      Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi

2)      Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat tuberculosis paru

d.      Pola aktivitas dan latihan

1)      Kelemahan umum/ anggota gerak

2)      Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu.

e.       Pola tidur dan istirahat

1)      Kesulitan tidur pada malam hari

2)      Mimpi buruk

3)      Berkeringat pada malam hari

f.       Pola persepsi kognitif

Nyeri dada meningkat karena batuk

g.      Pola persepsi dan konsep diri

1)      Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular

2)      Perasaan tidak berdaya

h.      Pola peran hubungan dengan sesama

1)      Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

2)      Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang.

i.        Pola reproduksi seksualitas

Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan

j.        Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress

1)      Menyangkal (khususnya selama hidup ini)

2)      Ansietas

3)      Perasaan tidak berdaya

k.      Pola sistem kepercayaan

Kegiatan beribadah terganggu

2.      Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan

aktual dan potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi : pertama adanyanya masalah actual

berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit. Kedua faktor-faktor yang

berkontribusi atau penyebab adanya masalah. Ketiga kemampuan klien untuk mencegah atau

menghilangkan masalah.

Menurut Donges, (1999: hal 241), diagnosa yang sering muncul pada kasus tuberculosis

paru adalah:

a.       Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau secret darah,

kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.

b.      Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/ tambahan

infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.

c.       Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan efektif

paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal.

d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/

produksi sputum, dispnea dan anorexia.

e.       Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan kurang

informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap

informasi yang ada.

3.      Intervensi Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perncanaan keperawatan atau

intervensi keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan

mencegah maslah keperawatan klien. Tahap perencanaan adalah penentuan prioritas diagnosa,

penetapan sasaran (goal) dan tujuan , penetapan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan

merumuskan intervensi keperawatan.(Nursalam, 2001: hal 53)

Setelah menyusun prioritas perencanaan di atas maka langkah selanjutnya adalah

penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul

pada Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut : (Doenges , 1999 : hal 244).

a.       Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau secret darah,

kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.

Tujuan : Mempertahankan jalan napas

Kriteria Hasil : mengelaurkan secret tanpa bantuan, menunjukan

perilaku mempertahankan jalan napas.

Rencana Tindakan:

1)      Kaji pungsi pernapasan seperti bunyai napas, irama, kedalaman.

Rasiainal : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi menunjukan akumulasi

secret.

2)      Catat kemampua untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif.

Rasional :Pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum berdarah, diakibatkan oleh

kerusakan paru-paru.

3)      Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakkukan batuk efektif.

Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam mambantu ventilasi

maksimal meningkatkan gerkan secret

4)      Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc.

Rasional :Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret.

5)      Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.

Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru dan meminimalkan upaya

pernapasan

6)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik, brochodialator, kortikosteroid.

Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran secret.

b.      Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/ tambahan

infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.

Tujuan : dapat menentukan intervensi mencegah / menurunkan

resiko penyebaran infeksi

Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk

meningkatkan lingkungan yang aman.

Rencana Tindakan :

1)      Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.

Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang.

2)      Berikan ruangan yang bersih dan berventilasi baik.

Rasional : Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi kemkungkinan pasien

mengalami infeksi nosokomial.

3)      Pantau tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, frekunesi pernapasan).

Rasional : Memberikan informasi data dasar awitan/ peningkatan suhu secara berulang-ulang

dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa bereaksi pada proses infeksi yang tidak dapat

disembuhkan.

4)      Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk spasmodik kering pada inspirasi dalam

perubahan karakteristik sputum, dan adanya mengi / ronchi . lakukan isolasi pernapasan bila

etiolgi batuk produktif tidak diketahui.

Rasional: Kongesti atau distress pernapasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP

penyakit yang paling sering terjadi meskipun demikian , TB mengalami peningkatan an infeksi

jamaur lainnya.

5)      Periksa adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-tanda infeksi/ inflamasi.

Rasional :Identifikasi / perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.

6)      Anjurkan pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan membuang pada tempat,

anjurkan buang dahak pada wadah cairan disinfektan.

Rasional :Mencegah terjadinya penularan nosokomial dari pasien keperawatan atau orang lain.

7)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic, antijamur, anti agen mikroba.

Rasional :Menghambat proses infeksi beberapa obat di targetkan untuk organsime tertentu

( sistem perusak).

c.       Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru,

atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal.

Tujuan : bebas dari distress pernapasan

Kriteria Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan adekuat dengan gas darah

dalam rentang normal.

Rencana Tindakan :

1)      Kaji disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya respirasi, keterbatasan

ekspansi dada dan fatique.

Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian kecil bronkopnemonia

sampai inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat

ringan sampai dispnea berat sampai distress penapasan.

2)      Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput

mukosa dan warna kuku .

Rasional : akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi oragan vital

3)      Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, khususnya

dengan pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.

Rasional : membantu tahanan melawan udara luar untk mencegah kolaps atau penyempitan jalan

napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan

napas pendek.

4)      Ajnurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas.

Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan pernapasan

dapat menurunkan beratnya gejala.

5)      Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan

Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder terhadap ventilasi /

menurunnya permukaan alveolar paru.

d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/

produksi sputum, dispnea dan anorexia.

Tujuan : meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi

Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas

dari tanda-tanda malnutrisi.

Rencana Tindakan :

1)      Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.

Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi yang

tepat.

2)      Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai

Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangan

keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.

3)      Monitor intake dan output secara periodik

Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4)      Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein karbohidrat.

Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang perlu/kebutuhan energi dari

makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster.

5)      Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet

Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan

metabolic

6)      Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi

Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga dengan obat atau

efek pengobatan pernapasan perut yang penuh.

7)      Berikan terapi parenteral sesuai indikasi

Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral.

e.       Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan kurang

informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap

informasi yang ada.

Tujuan : menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki

kesehatan

Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/

prognosis kebuthan pengobatan.

Rencana Tindakan :

1)      Kaji tingkat pengetahuan pasien.

Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien.

2)      Kaji kemampuan belajar pasien

Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahap

individu.

3)      Beri penyuluah tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan gejala,

patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).

Rasional : Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB Paru ( pengertian, penyebab,

tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).

4)      beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien.

Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.

5)      Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab,

tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).

Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru (( pengertian,

penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).

6)      Anjurkan pada pasien untuk mengunjungai petugas kesehatan bila ada keluhan.

Rasional : agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan yang terdapat pada

pasien.

4.      Implementasi Keperawatan

Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan

dilanjutkan pada nursing orders untuk membantu klien tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu

rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang

memperngaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pecegahan

penyakit, pemuliahan kesehatan dan memanifestasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan

akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradapatasi dalam

pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan

pengumpulan data dan memilih tinakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.

Semua tindakan keperwatan di catat dalam format yang telah ditetapkan oleh semua institusi.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru yang

perlu diperhatikan adalah memperhatikan jalan napas, pencegahan tahap penularan karena

penyakit ini sangat berpotensi untuk menularkan kepada orang lain melalui udara ( born I

nfection), bebas dari geala distress pernapasan, nyeri berkurang / hilang, mempertahan kan berat

badan ideal dan menunjukan prubaha perilau dalam meningkatkan kesehatan.

Dalam memberikan asuhan keperwatan, perawat harus mampu bekerja sama dengan klien,

keluarga, serta anggota tim kesehatan yang lain sehingga asuhan yang diberikan dapat optimal

dan komprehensif. (Nursalam, 2001: hal 63).

 

5.      Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah

berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang

terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.

Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi proses (formatting) dan

evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan secara terus-menerus terhadap

tindakan yang telah dilakukan . sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi tindakan secara

keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan

perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan.

Adapun evaluasi yang diharapkan pada penyakit Tuberkulosis Paru berdasarkan diagnosa

yang muncul adalah mempertahankan jalan napas, mencegah/menurunkan resiko penyebaran

infeksi, bebas dari distress pernapasan, nyeri berkurang / hilang , bebas dari tanda-tanda

malnutrisi dan berat badan menjadi ideal, melakukan perubahan perilaku dan pola hidup untuk

meningkatkan kesehatan dan menurunkan resiko pengaktifan ulang penyakit Tuberculosis Paru.

(Nursalam, 2001 : hal 71)

6.      Perencanaan Pulang

Perencanaan pulang atau discharger planning pada pasien dengan tuberculosis paru adalah:

a.       Anjurkan klien untuk mengkonsumsi obat OAT secata teratur sesuai dengan instruksi dokter.

b.      Mencegah penyebaran infeksi, contoh membuang dahak ditempat yang tertutup dan tidak

disembarang tempat bila perlu diberi larutan desinfektan

c.       Istirahat yang cukup.

d.      Menghidari suhu udara yang terlalu dingin dan lembab.

e.       Memperbaiki sirkulasi udara di rumah dengan ventilasi rumah yang memadai.

f.       Memberikan penyinaran matahari yang baik di rumah.

g.      Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor (polusi).

h.      Makanan yang dianjurkan Diet tinggi protein (Hewani : Daging, susu, telur, ikan. Nabati :

Kacang-kacangan, tahu, tempe), Diet tinggi vitamin : Buah-buahan dan sayuran

i.        Makanan yang harus dihindari adalah alcohol