aspek-aspekhukum internasional dalam rancangan undang -undang

18
Thontowi. Aspek-Aspek Hukum Intemasionaf Dalam... Aspek-Aspek Hukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang Bencana Alam , f\ . Jawahir Thontowi Abstrak , - The urgency of the presence of the Natural Disaster Act is due to the fact that a hight tecnology detection used to prevent natural disaster from happening is less effective than the use of legal instrument. In this contexts, however, Indonesian government should in the Draf ofNatural Disaster Act acommodate the external components such as, internatinnal convention, status of IDP's as victims, and foreign assistance and international relief workwer. In Addition, The Draf need to explicitly contain certain legal nations like, effort of people's prevention, mitigation, rights and duties, and government responsibility. This includes legal advocacy and the people right to take legal action, when the government faits to fulfil the duties. Pendahuluan Pro-kontra pernyataan Presiden tentang gempa di Nias 28 Maret 2005, sebagai bencana lokal dan Aceh sebagai bencana nasional telah menyisakan pertanyaan bag) masyarakat. Benarkah penyataan tersebut sebagai periakuan diskriminatif ataukah persoalan salah memahami pernyataan yang dikeluarkan dalam kondisi masyarakat.Nias sedang panik. Timbulnya persepsi negatif masyarakat terhadap pernyataan Presiden tersebut terkait dengan tiadanya parameter standar yang diatur oleh UU memang diakui. Namun, fakta bahwa sedikitnya perhatian masyarakat, balk domestik maupun asing terhadap bencana Nias tersebut dapat dipan- dang memperkuat sikap diskriminatif tersebut. Terlepas prokontra, sejak bencana tsunami Aceh dan gempa di Nias, perhatian Pemerlntah Indonesia sangat terbatas dalam melakukan pertolongan evakuasi, tanggap darurat yang cepat dan memuaskan masyarakat. Tanpa keterlibatan masyarakat internasional boleh jadi proses pemulihan beium terselesaikan. Tidak mengherankan, baik di Aceh maupun di Nias, pendistribusian jatah hidup masih terdengar di lapangan beium merata. Perhatian masyarakat internasional yang dilengkapi dengan fasilitas pertolongan modem memang dirasakan manfaatnya. Sebagai bukti, pemerlntah Singapore "dan Australia segera mengirimkan kapal dan rumahjsakit terapung ke Nias. Hal ini juga sama persis ketika Singapore, AS, Inggris, dan negara- negara lain ikut campur dalam melakukan 1

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

Thontowi. Aspek-Aspek Hukum Intemasionaf Dalam...

Aspek-Aspek Hukum InternasionalDalam Rancangan Undang -Undang

Bencana Alam

, f\ .

Jawahir Thontowi

Abstrak , -

The urgency of the presence of the Natural Disaster Act is due to the fact that a highttecnology detection used to prevent natural disaster from happening isless effective thanthe use of legal instrument. In this contexts, however, Indonesian government should in theDraf ofNatural Disaster Act acommodate the external components such as, internatinnalconvention, status ofIDP's as victims, and foreign assistance and international reliefworkwer. In Addition, The Drafneed to explicitly contain certain legal nations like, effort ofpeople's prevention, mitigation, rights and duties, and government responsibility. Thisincludes legal advocacy and the people right to take legal action, when the governmentfaits to fulfil the duties.

Pendahuluan

Pro-kontra pernyataan Presiden tentanggempa di Nias 28 Maret 2005, sebagaibencana lokal dan Aceh sebagai bencananasional telah menyisakan pertanyaan bag)masyarakat. Benarkah penyataan tersebutsebagai periakuan diskriminatif ataukahpersoalan salah memahami pernyataan yangdikeluarkan dalam kondisi masyarakat.Niassedang panik. Timbulnya persepsi negatifmasyarakat terhadap pernyataan Presidentersebut terkait dengan tiadanya parameterstandar yang diatur oleh UU memang diakui.Namun, fakta bahwa sedikitnya perhatianmasyarakat, balk domestik maupun asingterhadap bencana Nias tersebut dapat dipan-dang memperkuat sikap diskriminatif tersebut.

Terlepas prokontra, sejak bencana tsunamiAceh dan gempa di Nias, perhatian PemerlntahIndonesia sangat terbatas dalam melakukanpertolongan evakuasi, tanggap darurat yangcepat dan memuaskan masyarakat. Tanpaketerlibatan masyarakat internasional bolehjadi proses pemulihan beium terselesaikan.Tidak mengherankan, baik di Aceh maupundi Nias, pendistribusian jatah hidup masihterdengar di lapangan beium merata.

Perhatian masyarakat internasional yangdilengkapi dengan fasilitas pertolongan modemmemang dirasakan manfaatnya. Sebagaibukti, pemerlntah Singapore "dan Australiasegera mengirimkan kapal dan rumahjsakitterapung ke Nias. Hal ini juga sama persisketika Singapore, AS, Inggris, dan negara-negara lain ikut campur dalam melakukan

1

Page 2: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

evakuasi dan tanggap darurat di Aceh sekitarduahari setelah peristiwa 26 Desember 2004terjadi. Bantuap asing {foreign assistance)diminta atau tidak adalah jelas merupakantuntutan nurani dari kewajiban masyarakatinternasional {erga omness). Termasukbantuan yang dilakukan oieh militer dariAmerika, Australia, inggris, dan juga Malaysiadipandang tidak merupakan intervensi.

Namun, seklranya terdapat peraturanhukum Itupun tidaklah berarti bahwa penang-gulangan bencana di Indonesia akan berjalantanpa hambatan. Di satu pihak, aturan-aturaninternasional, praktik bantuan kemanusiaanmelibatkan masyarakat interna-sional danstatus IDP's yang disejajarkan dengan pengungsimerupakan problematika internasionaltersendiri. Di pihak lain, kewenangan pemerintahuntuk menetapkan kondisi bencana alam,tanggung jawab pemerin-tah, keberadaanorganisasi nasional dan partisipasi masyarakatjuga problem internal yang belum tentu mudahdiselaraskan.

, Karena itu, sebelum menjawab problematika .tersebut, perlu dijelaskan beberapapcrmasalahan seperti berikut ini.

. Pertama, apa dan bagaimana fenomenabencana alam! Kedua, bagaimana bencanadalam perspektif Hukum Internasional. Ketiga,persoalan apakah yang secara substantifhams diformulasikan dalam UU/PPB. Keem-pat, institusi dan prosedur apakah yang perludibentuk sehingga hak dan tanggungjawabnegara dan rakyat atau korban menjadi jelas.Terakhir, bagaimana pula partisipasimasyarakat, baik relawan domestik maupuri

asing dan perlindungan hukumnya ketikamereka melakukan kerja kemanusiaan.

Fenomena Bencana Alam

Dewasa ini para ahli geologi dankegempaan menyimpulkan bahwa bencanaalam bukan merupakan peristiwa tunggal yangbersifat alamiah semata. Melainkan terkaitdengan perilaku umat manusia yang menyim-pang dan rakus terhadap sumber kekayaanalam. Sehingga efek samping terhadap keti-dakseimbangan ekosistem tersebut tidakdapat dicegah. Dalam al-Qur'an ditegaskanbahwa telahterjadi kemsakan di darat dan lautdisebabkan akibat ulah manusia yang melebihibatas. Perfauatan yang menimbulkan kemsakan tersebut, baik bagi alam maupun tatananmasyarakatantara Iain disebabkanolehkarenaulah tangan-tangan kekuasaan yang jahil dantidak adil. <

Secara ilmiah, validitasnya membuktikanmelalui hubungan sebab akibat timbulnyabencana dalam tiga kategori, bencana alam(natural disastei), bencana ulah manusia (manmade disaster) dan bencana gabungan[complex disastei).^ Akhir-akhir ini diakui olehpakar-pakar bahwa perilaku manusia berpe-ngaruh terhadap timbulnya bencana alam.^Teori tersebut sangat relevan, mengingat situasiAceh tergolong pada bencana gabungan. Selaintelah terjadi tsunami, juga sebelumnya telahtimbul sengketa antara TNI dengan GAM danmenimbulkan bencana dan ancaman bagimasyarakat begitu kompleks.

'Qur'an SuratAr-Rum:41-2Sarwidi, "SebabAkibat Bencana Alam Terhadap Masyarakat Indonesia", Makalah disampaikan dalam

Diskusilerbatas IMPRESS, tanggal 26Februari2005.'ibid.

2 JURNAL HUKUM. NO. 29. VOL 12. MEI2005:1 -18

Page 3: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

ThontowL Aspek-Aspek Hukum Intemasional Dalam...

Ada pendapat yang mengatakan bahwabencana alam timbul disebabkan oleh banyakfaktor. Misalnya kepedulian yang rendahterhadap ancaman bencana baginya, sehinggamudah melupakan pelajaran bencana yangdiperoleh sebelumnya, persiapan dan antisipasiyang rendah terhadap ancaman bencana. Tidakmenerapkan siklus manajemen bencana.Konsep pengetahuan mitigasi yang tidakdiapllkasikan. Kekurangan tenaga ahli danpraktisi kebencanaan, «tandar yang belumjelas dalam sebuah kelompok masyarakatatau manusia. Ketamakan, kebodohan dankemiskinan sehingga memicu terjadlnyabencana.? KonsekuensI logis dari bencanatersebut teiah meriimbulkan dampak danresiko yang periu diantisipasi dengan adanyareguiasi yang sistematis.

Dampak negatif dari bencana alam yangditimbulkan bukan sekedar telah mengancamkeamanan dan keselamatan manusia {humansecurity, dan telah menjadi beban ekonominegara dan masyarakat. Sebagai salah satucontoh, terlihat di penghujung akhir tahun2004, bencana demi bencana terjadi secaraberantai, mulai dari Alor dan Nabire. TerakhirGempa dan tsunarhi yang meluiuhlantakkansebagian daerah di Nanggro Aceh Darus-salam, korban tercatat kurang lebih 232.446,terdiri dari 117.552 meninggal,114.921dinyatakan hilang. Tidak kurang dari 30.242unit rumah dan bangunan lainnya hancur.Kemudian disusui dengan bencana banjir diJawa Timur, tanah iongsor Jawa Tengah, dan

sDraft Awal "Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat Aceh dan Sumatsra Utara R3MAS", {28Februari 2005).

®Lihat Jawahir Thontowi, "Urgensi Peraturan Hukum Bagi Bencana Alam", dalam Hukum dan BencanaAlam, (Yogyakarta, JICA- FH UII, 2003).

' Kompas, 19Januari 2005.

gempa vulkanik di Sumatra Barat.Dampak negatif kedua, timbu'lrlya

pengungsi yang begitu besar jumiahnya.Catalan PBB tahun 2002, khususnya WorldFood Program (WFP) jumiah pengungsidomestik (IDP's) sekitar 1.392:091 jiwa danbertambah menjadi sekitar 1.500.000 jiwa.Boieh jadi angka pengungsi tersebut bertambah setiap tahun, mengingat korban tsunami,khususnya di Indonesia seperti di Nabire danAceh tidak kurang dari 500.000 jiwa. Jumiahtersebut terdiri dari 446,212 jiwa adalahpengungsi Aceh.^ Meningkatnya jumiahpengungsi telah berpengaruh besar terhadapstabilitas sosial, ekonomi, politik dan keamanan nasional.®

"Dampak negatif ketiga, bencana terhadapsistem ekonomi nasional juga teiah menjadiancaman yang signifikan. Kerugian materialuntuk bencana Aceh diperkirakan $ 4 s/d4,05milyar, equivaien dengan Rp46Triiyun Rupiah.'Padahal pos yang tersedia dari APBN khususuntuk program tanggap darurat tersedia 2Triiyun. Kesenjangan ini menciptakan peluangbagi Departemen terkait untuk mengalihkanbiaya rutin menjadi biaya darurat. itu berarti,anggaran untuk program rutin dapat terganggu.

Dampak negatif terakhir, yaitu tumpangtindih tugas, termasuk timbuinya kontradiksikewenangan antara pemerintah denganorganisasi non pemerintah. Padahal dalamketentuan hukum intemasional, peran yangdimainkan oleh LSM-LSM begitu pentingdalam bantuan kemanusiaan di iapangan.

Page 4: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

Bahkan suatu negara berdaulat tidak mungkinsaat ini menolak relawan asing untuk membe-rikan bantuan kemanusiaan. Termasuk,bagaimana caranya menyeleksi LSM kemanusiaan, pendelegasian kewenangan meng-urus pengungsi, termasuk berbagai aktivitasperlu adanya koordinasi.®

Dengan demikian, secara umum penyebabbencana yang seialu mengancam umatmanusia di belahan dunia manapun tidakterlepas dari bencana akibat ulah manusia (Man-Made Disaster, atau Humanitarian Disaster),bencana akibat alam (Natural Disaster) danbencana gabungan (Complex Disaster). Dalamtulisan in! akan dllitiat tentang bencana aiamsebagai penyebab dan ancaman kehidupanumat manusia dan bagaimana. masyarakatinternasional menaruh perhatian yang cukupterhadap fenomena bencana alam tersebut.

Bencana Alam Dalam Hukum

Internasional

Setelah melihat fenomena bencana danancaman yang ditimbulkannya, makakessdaran masyarakat secara internasionaldan nasionai mengakui pentingnya pengatur-an secara komprehensif. Bilamana hukuminternasional, selama ini banyak membahasbencana yang disebabkan oleh peperanganakibat perbedaan kepentingan antara negara,maka dewasa ini bencana alam jauh lebihmenjadi ancaman umat manusia yang lebihproblematis. Sehlngga masyarakat intemasionaltidak dajDat berpangku tangan. Pantaskah kitamenempatkan alam sebagai common enemy

karena menimbulkan ancaman. Ataukah alam

sebagai mitra makro kosmos yang harusdipahami secara utuh dan harmonis dalamInteraksinya.

' Dalam kaitannya dengan upaya pengaturandan penanganan bencana alam denganorganisasi internasional, theOffice oftheUnitedNations Disaster Relief Co-ordinator (UNDRO)yang didirikan pada tahun 1971, organisasi inimemiliki peran yang sangat penting. Bahkanpada tahun 1984 UNDRO telah berupaya untukmerancang sebuah Konvensi yang ditujukanbagi pemberian bantuan yang bersifatemergensi. Dalam Preambule Draft Konvensinyadinyatakan bahwa "the international communityhas wiliingiy renderedassistance in individualcases ofdisasterand continues to do so whenever

necessary"? Di samping itu, program bantuanmakanan yang dikoordinasikan oleh WFP(World Food Program) pun sangat aktifberperan dalam pendistribusian bantuankemanusiaan. Penggantian the Department ofHumanitarian Affairs dengan sebuah Office forthe Co-ordination of Humanitarian Affairs(OCHA) di PBB pun ditujukan untuk menguat-kan peran PBB sendiri dalam perihal pemberian bantuan kemanusiaan.

Selain PBB, organisasi antar pemerintahanlain seperti Uni Eropa, the North Atlantic TreatyOrganization, (NATO) danASEAN terlibat dalampenanganan persoalan pemberian. Bahkan, UniEropa memiliki lembaga khusus, the EuropeanCommunity Humanitarian Assistance, yangmelaluinya Komisi Eropa mengalokasikan duajuta euro untuk membiayai program yangdijalankan oleh lembaga humanlter bagi korban-

®Umumnya para pakar sepakat bahwa fenomena pengungsi tidak mungkin dapat diselesalkan olehnegara. Kehadiran organisasi non-pemerintah sebagai mitra pemerintah menjadi sangat penting. LIhat RobertaCohen and Francis M, Dengmasses in Flight: The Global Crisis Displacement ofInternally, 1998, him.l 87.

JURNAL HUKUM. NO. 29. VOL 12. ME! 2005:1 -18

Page 5: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

Thontowi. Aspek-Aspek Hukum Internasional Dalam...

koiban akibat gempa bumi di Afganistan padaFebruaii 1998.

Sedangkan dalam kaitannya denganperan INGOs perlu disebut dua lembagaterkemuka, Palang Merah Internasional (ICRG)dan Medecins Sans Frontiers (MSF). iCRCdalam the Principles and Ru/es-nya yangdiamandemen pada konferensi internasionalke-26-nya menyatakan apabila ICRC memilikisuatu kewajiban fundamental untuk menye-diakan relawan terhadap korban-korban "afundamental duty to provide relief to all disaster victims". Sementara itu MSF telah aktifmemainkan perannya sebagai spesialisasidalam pemberian bantuan yang bersifatmedis.

Dengan demikian, hak atas humanitarianassistance sebagai "hak" yang nyata akibatbenoana alam, maka dituntut untuk hadirnyapraktik yang seragam dan meluas dari negara-negara terhadap hak yang dimaksud. Akantetapi, dengan telah terjadinya "modernisasi",makabantuan atas korbanbencana tldaksebatas

dari negara, melainkan juga meliputi organisasiinternasional yang bersifat intergovemmentaldansubjek hukum internasional yang tergoiong.kedalam non-state actor.

Kewajiban Masyarakat Internasional

Dalam duatahun terakhir ini, Majelis UmumPBB telah berkali-kali mengeluarkan resolusitentang pencegahan dan penanggulangan'bencana alam. Misalnya, pertama, resolusi yangdiadopsi oleh Majelis Umum PBB No. 58/214tentang Strategi Internasional untuk PenangananBencana {International Strategi for Disaster

Reduction) 23 Desember 2003. Sikap^PBBtersebut menunjukkari ada keseraslan ^dankepedulian yang mendalam terhadap bencanaalam.

Resolusi tersebut mengamanahkanantara lain: "mendorong masyarakat intemasi-"onal untuk menyediakan sumber bantuankeuangan yang diperlukan terhadap Badanatau Yayasan'Dana untuk menyediakan berba-gai keperluan ilmiah, teknls, kemanu-siaan,dan balk antara institusi yang terkait atau tidakuntuk menekan bahaya yang ditimbulkan olehbencana (19)". Secara khusus, PBB mereko-mendasikan untuk mengalokasikan danayang memadai dan sumber administrasi, danjuga Sekretaris Jenderal untuk menga-jukanusulan pada Majelis Umum PBB, khu-susnyamenylapkan konferensi dunia 'tentangpenanggulangan bencana dl bawah toplk"LIngkungan dan Pembangunari Berkeian-jutan".^" • ;

Kedua, Resolusi Majelis Umum PBB 27"Februari 2004 tentang Bencana Alam danAncaman Bahayanya {Natural Disaster andVulnerability), yang diputuskan dalamkonferensi dunIa 26 Agustus - September2002 diJohanesberg, Afrika. Beberapapetun-juk yang terkait dengan penanggulanganbencana alam antara lain:

1) Mendorong masyarakat internasional untukterns berupaya mencari jalan ke luar melaluikerjasama termasuk bantuan teknls,mengawasi pengaruh negatif dari bencanaalam, termasuk yang disebabkan oleh cuacayang sangat luar biasa, termasuk meng-galang kerjasama antara bangsa dalammengurangi akibat-akibat bencana alam.--

'0 General Assembly, Resolution Adopted by The General Assembly 581/214, International Strategy forDisaster Reduction 78'̂ plenary meeting, 23December 2003.

Page 6: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

2) Mendorong pemerintah untuk mene-tapkan suatu kerangka kerja nasional yangefektif untuk mengurangi akibat faencanadan untuk memperkuat sistem penang-

. gulangan jika sebelumnya telah tersedia.3). Mendorong pemerintah untuk kerjasama

dengan sistem PBB dan organisasinya untukmemperkuat kemampuan fislk dalampenanggulangan bencana alam di wllayahyang sangat rentan, agar mereka dapatmenanggulangi terhadap sekitar sosial,ekonomi, dan mendorong mereka keijasamadari bantuan bag! negara-negara ketiga."Indonesia juga pemah menjadi tuan rumah,

Konferensi Tingkat Tinggi Tsunami Sumit, padatanggal 6 Januari 2005. Pertemuan tersebutdihadiri oleh Sekjen PBB, Kofi Annan. Menlu ASCollin Powel dan juga dihadiri oleh puluhannegara-negara ASEAN, termasuk LembagaKeuangan Intemasional. Bahkan dalam suatukonferensi pers, di New York, PBB menyebutkan,oleh karena banyaknya negara yang menjadikorban bencana, PBB akan mengoperasikanbiaya untuk bantuan kemanusiaan paling besarmencapai trilyunan dolar.'̂

Dalarii pertemuan tersebut dibahastentang kesanggupan negara-negara donordan kesiapan negara-negara penerima untukmematuhi syarat-syaratyangdisepakatl. Bahkanpertemuan Kyoto, tergolong yang paling besarpasca tsunami, meskipun dipandang tidakberhasil dan memuaskan. Konsekuensi yangtidak dapat dicegah dari bencana alam yaitulahimya geiombang pengungsi domestik, yangmenjadi tanggungan dan beban suatu negara.

Konferensi intemasional tentang pengu-rangan bencana, Worid Conference on DisasterReduction diselenggarakan di Kobe, Kyoto,Jepang, 18-22 Januari 2005. Dalam Konferensitersebut ada lima aspek yang dijadikan agendapenting, terkait dengan perencanaan strategiuntuk aksi penyelamatan dunia. (srategyandplanofaction forasever world). Dalam kesimpulannyadirekomendasikan lima persoalan penting.

Pertama, peran pemerintah'fffovemancejyang harus ditingkatkan dalam penaggulanganbencana ke depan yaitu upaya organisasi,peraturan hukum dan kebijakan kerangka keija(organizational, legal and polyce frameworks).Kedua, identifikasi resiko, perhitungan,monitoring dan peringatan dini. Ketiga,pengetahuan manajemen dan pendidlkan{knowledge management and education).Keempat, upaya penurunan faktor-faktor yangmenimbulkan resiko (reducing underlying riskfactor). Kelima, kesiapan untuk meiakukanrespon dan pemulihan yang efektif (peparadnessfor efective responess and recovery).^^ Darikelima persoalaan tersebut harusbenar-benardijadikan muatan materi UUPBA, yangsekaligus juga harus mengamanahkan ada-nya kewajiban bagi negara untuk menanggulangi bencana alam termasuk korbannya.

IDP's Sebagat Korban Bencana

Pengungsi domestik berasal dari kata InggrisIntemalyDisplacedPeison{\DFs). Meskipun IDP'stimbui oleh penyebab yang berbeda, pengungsidalam bahasa Indonesia dimaksudkan sebagaiIDP's. Pengungsi (refugee) selalu dimaknai

"General Assembly Natural Disasterand Vulnerability 58/215 27 February 2004.^^Lihat Kompas 29 Desember 2005 him. 11 dan Kedaulatan flakyaf KTTTsunami diselenggarakan di

Jakarta,6 Januari2005,hlm.1.United Nation: World Conference on DisasterReduction, Kobe, Kyoto, Japan;

JURNAL HUKUM. NO. 29. VOL 12. MB2005:1 -18

Page 7: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

Thoniowi. Aspek-Aspek Hukum Internasional Dalam...

sebagai gelombang manusia yang melarikandiri dari suatu tempat atau negara ke negaralain, dengan alasan mereka sedang mencarirasa aman dan selamat. Mereka tidakmungkin tinggal ketika perasaan aman dankekacauan politik mengusik keseiamatannya(Pasal 1 Konvensi Pengungsi 1951). Namun,saat ini konsep pengungsi telah berubahseiring dengan runtuhnya perang dingin diakhirtahun 80-an. Pengungsi domestik {InternallyDisplaced Person) atau iDP's seperti dialamimasyarakat Aceh dan Nias saat ini telahdisejajarkan statusnya dengan pengungsiinternasional {refugee).

Mensejajarkan status dan hak refugee danIDP's dalam Pasal 1 Konvensi tersebutmerupa-kan evolusi konsep yang lebih luas {evolvingconcept). Jerzy Sztucki, pakar hukum internasional, dalam karyanya, Wfio is Refugee,mengakui bahwa definisi pengungsi daiamPasal 1 Konvensi Internasional 1951 telahberubah maknanya.'̂ Perasaan takut danteranoam yang menjadi penyebab seseorangmelarikan diri keluar negeri adalah dipengaruhioleh kekuatan pertarungan ideoiogi Baratkapitalis dengan sosialis komunis.

Kedudukan dan status pengungsi akibatbencana alam atau bencana kemanusiaantidak terlepas dari prinsip-prinsip danperaturan yang tersedia dalam KonvensiInternasional tentang Pengungsi, UNHCR1951. Semula amanah fundamental dalamkonvensi tersebut ditujukan pada pengungsiinternasional. Seseorang yang mengalamirasa takut mendalam karena tersiksa atasalasan ras, agama, nasionalitas untuk melari

kan diri ke negara lain. Ternyata dalam aplika-slnya mengalami evoluasi, sehingga pengungsi yang menderita dan teranoam bukansekedar pindah atau kembali ke tempat asaiberbeda negara. Dalam satu negara itupundimungkinkan seseorang yang pindah tempatkarena alasan-alasan diatas, termasukbencana alam dapat menyandang statuspengungsi.^®

Saat ini, ancaman bahaya yangmenyebabkan orang-orang melarikan diri,pindah ke tempat lebih aman dan menjadipengungsi bukan saja disebabkan karenaperang, atau kerusuhan sosiai. Melainkanjugakarena peristiwa bencana alam. Jumlahpengungsi atau IDP's di Aceh sekitar 450.000dan juga ribuan pengungsi di Nias tetapmerupakan subjek yang harus ditolong olehrelawan termasuk peran UNHCR dan lOM.Kehadiran UNHCR dan relawan asing masihsangat diperlukan dalam mengkoordinasikanprogram bantuan, baik untuk tenda darurat,kesehatan, wanita, anak-anak dan orang tua.

Bilamana tidak secarategasdiformulasikanaturannya, maka setiap kelalaian tersebut akanberakibat timbulnya pengaduan IDP's atashak-hak dasar mereka dan juga bebananggaran akan selalu tidak terpenuhl.Mekanisme pengaduan ini tentu diatur dalamProtokol PBB {The Relevance of the GuidingPrinciple on Internal Displacement to theIndividual Complanlnts of Human RightsTreatress in the United Nations System).^^Secara ekonomis, resiko akibat bencana telahmenjadi ancaman konkrit, APBN akansenantiasa gagai dalam menanggulangi.dan

"JerzySztucki, lV/jo/sRe/ugee,(WebsiteICRC1998),him.51-80LIhat Jean Yres Cavalier, The Geneva Refugee Definition, 2000, him. 31 -54Lihat September20-23,2000. VIena, Austria (Joan M. Fitzparticle (ed) 2001), him. 545

Page 8: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

menangani akibat bencana, jika persoalanIDP's tidak diformulasikan secara khususdalam UUBA.

Bantuan Kemanusiaan

Bantuan kemanusiaan semula meiupakanketentuan hukum kebiasaan {customary rules).Sedangkan bantuan kemanusiaan dalamkonteks peperangan, khususnya korban-korban akibat peperangan diatur dalamKonvensi Palang Merah Internasional, ICRCilnternational Convention Redcross ) 1949.Konvensi tersebut umumnya dipergunakanuntuk memberikan bantuan alas korban-korban yang terjadi akibat peperangan atauperang sipil. Saat in! timbul subjek hukum diluar kondisi peperangan, yaitu bantuankemanusiaan akibat bencana alam.

Dalam konteks bencana alam, makaistiiah yang tepat dipergunakan yaitu, bantuankemanusiaan {humanitarian assistance).Dalam perspektif HAM, bantuan kemanusiaanbukan sekedar ketentuan hukum lunak, (lexferanda) tetapi saat ini telah mencapai statushukum yang dapat dipaksakan (lex lata).Karena itu, bilamana ada negara yangmenolak bantuan kemanusiaan dapatdipandang sebagai kejahatan internasional.

Sedangkan bentuk kedua, bantuankemanusiaan yang disediakan untuk korban-korban akibat peperangan dikenal denganistiiah intervensi kemanusiaan. Sejak leblh duadasawarsa, intervensi kemanusiaan (humanio-tarian intervension) yaiiu bantuan kemanusiaantidak sekedar melaksanakan tugas memberi

kan pertolongan dan bantuan kemanusiaandilakukan oleh miiiter asing, melainkan denganmaksud menjaga dan melindungi pihak-pihakyang bertikai. Kebolehan miiiter terlibat dalambantuan kemanusiaan tersebut teiah dijaminoleh Pasal 3 dari Konvensi Genewa Protokol II.Pasal tersebut dapat diterapkan kepada negara-negara pihak terhadap kasus dan keadaanbukan persengketaan miiiter internasional {non-international anned conflicf).^^

Sejak terjadinya perang sipil di BosniaHerzekoviena 1992, adanya kesediaan darirelawan-relawan untuk memberikan perto-Ion-gan secara sukarela, dan penuh kepedulian,dilakukan secara independen, non-diskrimi-natif, dan penuh hormat serta bersikap toleran.Tugas relawan, balk asing maupun dalamnegeri harus mematuhi code of conduct ofhumanitarian assistance.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut,sengketa miiiter antara kaum pembe-rontak dengan pemerintah yang sahataujuga bencana alam yang mengganggukeamanan publik bantuan kemanusiaandengan aktor miiiter dibenarkan. IanBrownlie memperkuat argumen tersebutdi atas dengan mengutip Piagam SosialEropa { European Social Charter 1961)Pasal 31 (1) bahwa mereka yang harusmendapatkan perlindungan dalammasyarakat demokratis: perlindungan atashak-hak dan kebebasan, dan perlindungan terhadap kepentingan umum{public interest) keamanan nasional {national security) kesehatan umum {publichealth) dan moralitas.^®

"Lihat leblh lanjut dalam Walter Kalin, Guiding Principles on InternalDisplacement Annotatlons\; Studiesin Transnational \lrgal \policy. No 32. TheAmerclan Society of international Law, (Tbe Brooking intltution ProjectonInternal Displacement. 2000), him. 258.

8 JURNAL HUKUM. NO. 29. VOL 12. MEI2005:1 -18

Page 9: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

Thontowi. Aspek-Aspek Hukum Internasional Dalam...

Selain itu, bantuan kemanusiaandilakukan oleh kelompok masyarakat sipiltermasuk lembaga-lembaga keagamaan.Sedangkan intervensi bantuan kemanusiaandilakukan oleh militer dengan adanya unsurtekanan dan paksaan. Kedua bentuk bantuankemanusiaan umumnya diberikan padabencana-benoana yang diakibatkan olehalam. Sementara, intervensi kemanusiaandisediakan pada umumnya hanya untukmenoiong korban-korban bencana akibatpeperangan atau perang saudara, atau konflikbersenjata yang dilakukan secara koiektif,melalui keputusan DK-PBB. Misalnya,intervensi bantuan kemanusiaan diterapkandalam kasus Timor Leste, ketlka terjadi pera-lihan kekuasaan dari Indonesia di bawahpayung PBB tahun 1999.

Kedua model bantuan kemanusiaan inicukup relevan dipergunakan dalam kasusbencana Aceh. Selain di Aceh diperlukanmiliter untuk mencegah genjatan senjata,antara TNI dengan GAM, juga dapat dipergunakan untuk melakukan evakuasi danrehabilitasi berbagai kerusakan fisik. Seperti,bangunan-bangunan pemerintah, perbaikanjalan, dan juga membangun jembatan-jembatan. Tanpa bantuan TNI arnatlah beratproses pemulihannya. Ratusan jembatanmustahil dapat dibangun dengan hanyamenggunakan kekuatan relawan sipil yangserba penuh keterbatasan. Namun, dalamfaktanya justru bantuan kemanusiaan yangmenjadi perhatian utama.

Mengingat praktik Intervensi kemanusiaanmengandung Isu begitu sensitif, alasan

penggunaan kekuatan militer perlu bukti^yangmeyakinkan.'® Christine Gray menyebutkanbeberapa parameter. Misalnya, adanya skuas!yang memerlukan bantuan kemanusiaan yangiuar biasa. Adanya pemulihan yang dilakukansecara darurat. Tidak ada altematif praktis untukmenggunakan penekanan sebagai upayapenyeiamatan manusia. Paksaan harus dipergunakan secara layak sesuai dengan maksuddan tujuan bantuan kemanusiaan.'Intervensi,kemanusiaan harus dilakukan sesuai denganhukum internasional. Kemudian tindakan militerdipergunakan harus dimaksudkan sebagai upayamencapai tujuan, dan dilakukan secara koiektif.

Dengan demikian, bantuan kemanusiaanmerupakan kewajiban internasional baik bagibencana yang disebabkan oleh alam maupunoleh karena pertikaian senjata. Dalampraktiknya saat ini, bantuan.kemanusiaandisediakan merupakan program PBB yangmelibatkan banyak organisasi dunia, baikorganisasi pemerintahan atau non peme-rintahan. Akibatnya, negara-negara pihakbukan saja tidak dapat menolak bantuan asing.Selebihnya, negara wajib melayani pekerjakemanusiaan secara adil.

Urgensi UUPBA di Indonesia

Letak Indonesia dihadapkan pada duakondisi yang tak terpisahkan. Di satu sisi,wilayah Indonesia menyimpan kekayaan alamyang sangat potensial, oleh karena secarageografis terletak di daerah tropis yangmemberi berkah kesuburan. Di sisi lain,berada dalam wilayah yang rentan bericana

Lihat Ian Brownlie (ed), Basic Documents on Human Rights, (Oxfrod: Clarendon Express. 1971), him. 381.Lihat Christine Gray, The Use ofForce and The International Legal Order, (Malcolm. D. Evan 2003),

him. 597.

Page 10: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

karena ancaman klimalologis dan geologisoleh karena tiga lempengan raksasa.Lempengan Australia yang bergerak ke utaradan lempengan pasiflkyang bergerak ke Barat,dan lempengan eurasia yang relatif stabil.Situasi tersebut acapkali memunculkanancaman bencana berupa longsor, gempadan letusan gunung berapi, banjir dan jugatermasuk ancaman tsunami. Peristiwa

bencana alam tersebut, telah menlmbulkankeruglan bag! korban-korban manusia, hartakekayaan, termasuk hancurnya kondisia!am.2°

Peristiwa bencana yang terjadi tanggal 26Desember 2004, tercatat 8,7 skala rlchtertergolong bencana yang terbesar abad inkSehingga negara-negara di sekltar Asia yangturut menderlta yaltu India, Srilangka,Muangthai, Afrika Selatan, Malaysia danIndonesia. Indonesia yang terletak antara pintugerbang lautan Hindia dengan laut Pasifik, telahmenuai korban yang begitu luar biasa.Sebagaimana tercatat ratusan ribu korbantewas dan kerugian harta kekayaan lainnya.Hal ini mendorong pemerintah untuk berka-bung nasional. dengan memasang benderasetengahtiang selamatiga hari berturut-turut.

Kebutuhan akan payung hukum tentangpencegahan dan penaggulangan bencanaalam akhir-akhir ini, telah menjadi temanasional yang cukup menarik. UrgensiUndang-Undang Penanggulangan BencanaAlam (UUPBA) dirasakan mendesak, terutamasejak peristiwa 26 Desember 2004, bencanaTsunami di Aceh. Angggota-anggota DPR RI,seperti Teras Narang, (24-1-2005) dan

Ketuanya Agung Laksono menghendakiadanya UUPBA segera dibuat. TIdakketinggalan, pendapat yang sama disam-paikan Menteri Sosial, M. Bachtlar Khamsahdan M. Yusuf Asy'ari, Menteri PerumahanRakyat.2'

Wacana tentang UUPBA bukanpersoalan baru. Fakultas Hukum UniversitasIslam Indonesia (UII) telah menyelenggarakanSeminar Nasional, yang bekerjasama denganJICA-Jepang 16 April 2002. Seminar tersebut,menyetujui adanya UUPBA mengingat Indonesiabelum memillkl sistem peraturan hukum terkaltdengan bencana. Sehingga kehadiran UUPBAtidak sekedar merupakan payung hukum bag!penanggulangan semata, melainkan harusdiarahkan pada upaya mendorong tumbuhnyakesadaran masyarakat dalam mencegah danmenanggulangi ancaman bencana alam.

Meskipun 150 RUU telah dijadikan ProgramLeglsiasi Nasional (Prolegnas) oleh DPR Rl,tIdak berarti UUPBA luput darl pembicaraanDPR, DPD dan pemerintah tahun Ini. KehadiranUUPBA dalam kondlsl Indonesia yang selaluterancam bencana menjadi sangat bermakna.Dr. Puji Pujiono, Sekretaris Jenderal MasyarakatPenanggulangan Bencana Indonesia telahmendiskuslkan .dengan Panitia Kerja RUUPenanggulangan Bencana DPR di Jakarta 30Maret 2005.®^ Pembuatan UUPBA tersebutdiperlakukan agar dapat mempeijelas tugas danwewenang serta tanggungjawab pemerintah.TIdak kalah psntlngnya pengaturan terhadaprelawan domestik dan asing yang teriibat dalambantuan kemanuslaan.^^

SarwidI, Op. Cit.Seminar Nasional, "Pemulihan Aceh Pasca Bencana DemiKeutuhan NKRI", (diselenggarakan oleh

Ikatan Alumni UII di Jogjakarta, tanggal 9Maret 2005).

10 JURNAL HUKUM. NO. 29. VOL 12. MB 2005:1 -18

Page 11: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

Thontowi. Aspek-Aspek Hukum Internasional Dalam...

Sekiranya kerangka dasar hukum intema-sional danpendekatan konstitusional dipandangrelevan, maka belumlah cukup untuk dijadikandasar yuridis bagi pencegahan dan penang-gulangan bencana alam. Ketiadaan sistemperaturan hukum bencana alam yang terpadumenjadi penyebabnya. Sehingga tidaklahberiebihan jika Fujisawa Kazunori menyimpulkanbahwa "selama in! tidak tetdapat sisteni hukumyang bermanfaat untuk penanggulanganbencana di Indonesia Indonesia tidak

mengatur secara rind mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan bencana alammenjadi tantangan dan sekaligus peluang bagihadirnya suatu perangkat Undang-UndangBencana Alam.

Pentingnya UUPBA juga terkait denganfrekuensi bencana alam yang tidak mudah didugamenyadarkan kita untuk mempersiapkanberbagai instrumen. Baik instrumen tersebutberbentuk kasar (hard ware) maupun lunak(soft ware). Bahkan Ketua MPR, HidayatNurwahid mengusulkan agar pemerintahmenyusun Komisi khusus, seperti KPK.Sedangkan Editorial mengusulkan agar DPRsegera menyetujui anggaran pembellanperalatan deteksi gempa yang dimlliki Thailand.^Dua negara yang telah menerapkan sistemperingatan dini (early warning system) melaluialat deteksi di laut yaitu India danThailand.

Namun, tidak kalah pentingnya adalahinstrumen hukum yang dapat dijadikan acuan

utama bagi persoalan bencana. Sebagaiperbandingan, Jepang tergolong negara.yangrentan dengan bencana alam, tetapi korbandan kerugian yang ditimbulkannya selalu dapatditekan. Upaya untuk meminimalisir korban diJepang salah satu faktor antara lain fungsi UUSABO. Suatu sistem peraturan hukum yangdapat,mencegah timbulnya bencana alam danmenariggulanglnya akibat sedimentasilumpur dari sungai, tanah longsor danruntuhnya lereng gunung. SABO LAW diJepang telah berumur satuabad. Saat in! telahdiiengkapi dengan lahirnya UU PencegahanTanah Longsor (1962). Pencegahan BencanaRuntuhnya Lereng-Lereng Curarri (1971), danUU tetang Pencegahan Bencana Pengen-dapan Tanah.^® Seorang pakar hukum bencana Jepang Fujisawa Kazunori, inenegaskanperlunya biaya yang mahal bukan sekedar untukmembuat undang-undang. melainkan juga untukbiayai pemellharaan dan pencegahan yangberkelanjutan.

Kebutuhan pemerintah Rl untukmembuat UUPBA bukan saja didukung olehfaktor geologis dan ontologis, namun peng-aturan terhadap fasllitas modern, peraturanhukum dan SDM menjadi sangat penting.

Substansi Hukum Bencana Alam

Meskipun fenomena bencana alam tidakmudah dikelompokkan pada hukum publikmaupun hukum privat, timbulnya korban-

^ Lihat Kedaulatan Rakyat, 7April 2005, Diperkuat olehdiskusi antara (FH Ull dengan anggota DewanPerwakllan Daerah (DPD) dlJogyakarta 6 April 2005).

23 LihatKompas,Kamis31 Maret2Q05,"Rl ButuhkanUU PenangananBencana".2^ Fujisawa Kazunory, dalam JawahirThontowi, Hukum dan Bencana Alam, (JICA- FH Ull, Yogyakarta

2002), him. 15123 Tempo, 20 Maret:226 Ibid

11

Page 12: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

korban menuntut pemerintah untuk membuatUUPBA. Persoalannya adaiah esensi apakahyang harus terumuskan di dalamnya. Suatuketentuan hukum, asas-asas dan petunjukatau syarat-syarat yang menegaskan bahwanegara dan masyarakat bertanggungjawabatas bencana yang menimpa nasib masyarakat, Termasuk upaya-upaya pencegahandanpeningkatan kesadaran masya-rakat akanbencana alam.

Konsep Bencana dan Penyebabnya

Materi utama yang dijadikan kajian, dalamperumusan konsep-konsep hukum sehinggamenjadi jelas dan pasti. Bencana dipandangsebagai ancaman keamanan dan keselamatanmanusia. Jenis-jenis bencana, seperti tanahlongsor, kebakaran, dantsunami. Upaya-upayayang wajib dilakukan masyarakat balk bersifatpencegahan (preventif) maupun- penanggu-langan {mitigation), dan pertolongan tidakdapat dilupakan. Sehingga masyarakat akanselalu 'peduli. Penentuan kategori bencanabersifat nasional dan lokal menjadi sangatpenting karena terkait dengan model penang-gulangan dan juga penentuan anggaran yangwajib dilaksanakan oleh pemerintah.

Sistem Peringatan Dini (System EarlyWarning)

Sistem peringatan dini fsystem earlywarning) menjadi sangat penting ditetapkan.Hal ini tidak sajaterkait dengan perlunya alokasidana bagi pembelian instrumen modern bagialat tekhnologi deteksi dini. Tentu saja seiainharganya tidak murah, juga model

2^ Alston dalam International Human Right in Conteks: Law, Politics andMoral, Henry J.SteinerS PhilipAlston, (Oxpord Clarendon Press,1996), him. 263-264.

pemeliharaan dan orang-orang yangditugaskan perlu dilindungi oleh peraturanhukum yang jelas. Syarat-syarat kapan suatuperingatan dini dapat dikeluarkan ataudiumumkan. Serta tanda tanda apakah agarperingatan dini dapat dipercayai masyarakat.Perlunya ada perbedaan antara tandaperingatan dini bencana banjir, tanah longsor,dan bencana Tsunami.

Hak Korban Untuk MendapatkanPertolongan

Hak korban untuk memperoleh bantuantermasuk hak dasar yang fundamental baginegara-negara yang telah meratifikasiKonvensi Hak-Hak Dasar Politik dan Ekonomi,ICSER {International Covenant for Social,Economics and Cultural Rights) penolakanberakibat penjatuhan sanksi. Konvensi ini telahdiadopsi oleh Majlis Umum PBB, 16Desember 1966. Secara khusus, hak yangdiperlukan dan wajib ditunaikan oleh negaraadaiah jaminan sosial {social security)mencakup perllndungan terhadap keiuarga,Ibu dan anak-anak, jaminan standar kehidupanyang layak, seperti makanan, pakaian, perumahan,kesehatan fisik dan mental, pendidikan, dankebudayaan. Pemerintah suatu negara yang tidakmampu menunaikan kewajiban tersebutdipandang melanggar dan karena itu harusmempertanggungjawabkannya."

Pasal 41 UU No 39/1999 tentang Hak-hak Asasi Manusia, menentukan: "Setiapwarga negaraberhakatas jaminan sosial, yangdiartikan sebagai setiap warga negaramendapatkan jaminan sosial"}^ Bahwabantuan kemanusiaan bukan sekedar norma

12 JURNAL HUKUM. NO. 29. VOL 12. MEI2005:1 -18

Page 13: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

Thontowi. Aspek-Aspek Hukum Internasional Dalam...

hukum yang lemah (lex ferancfa), melainkanteiah menjadi norma hukum yang mengikat.

Media InformasI dan Monitoring

Untuk menetapkan adanya keadaanbahaya dan periunya peringatan dini,diperlukan adanya pengumpulan data daninformasi yang cukup iengkap dan akurat.Pusat informasi dan monitoring inilah yangsecara khusus dan bekerja penuh waktu, agartanda-tanda bencana tidak iuput daripantauannya. Begitu pula pusat informasi akanberfungsi mengumpulkan data-data dalamkeadaan darurat dan pasca bencana.Sehingga korban tewas, luka-luka, danseiamat perlu segera diiaporkan. Agar perto-iongan logistik, kesehatan, dan juga pemu-kiman segera dapat dirumuskan menjadisuatu kebijakan yang tepat. Terutama ketikawaktu, tanggap darurat dan rehabiiitasi pascabencana perlu segera di buat, sehinggaanggaran biaya dapat dibuat secepat mungkin,dengan penuh kepastian.

Tanggung jawab Negara

Yang menjadi persoalannya adaiah, siapayang harus bertanggungjawab untuk menjagakeamanan, keseiamatan, dan melindungikesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini,pakar iingkungan seperti Goidie {1986:185)menegaskan bahwa, upaya negara untukmenjaga keamanan, keseiamatan, danmelindungi kesejahteraan masyarakat,dipandang sebagai tanggung jawab negara

ke dalam (internalresponsibility).^^ Tugas^danfungsi negara yang penting yaitu untukmenciptakan kebahagiaan masyarakat,sebagai kepentingan umum bonum publicumatau common good.

Marsudi Triatmodjo, menegaskan penting-nya parameter untuk menentukan ada tidaknyapertanggungjawaban negara. Parameter pertang-gungjawaban harus mengandung kegiatan (action), akibat (effect), tempat (Space), sumberpenyebab (main causes), dan korban (Victims).Keempat unsur tersebut teiah cukup memadaiuntuk menimbulkan adanya pertanggungjawaban negara bilamana negara tidakmenjalankan kewajiban secara memadai.,Kelalaian yang dibuat tersebut kemudian dapatmengganggu kepentingan umum (publicihterst) dan menimbulkan ancaman bahayabagi masyarakat dan iingkungannya.^"

Hubungan antara bencana alam dantanggung jawab negara tercermin dalam AlineaIV Pembukaan UUD 1945. "...kemudiandaripada itu untuk membentuk suatu pemerin-tahan negara Indonesia dan seiuruh tumpahdarah". Ketentuan tersebut menunjukkan adanyakewajiban negara untuk melindungi segenapmasyarakat (state legalobligation). Jabaran lebihlanjut dapat dirujuk pasal 30 tentang pertahanandan keamanan, dan pasal 33 dan 34 tentangsistem ekonpmi dan jaminan kehidupan bagifakir miskin dan anak-anak terlantar dipeiiharaoleh negara.

Kewajiban Masyarakat Mematuhi Hukum

Seperti halnya masyarakatyangtidak mematuhi

^ Lihat Rohan J. Castie danAndrian T.LChun (1992, hlm.51)." Lihat Goidie, Transpronties Pollution-from Concepts ofLiabillity to Administrative Concillition,--] 986,

him. 185.

30 Marsudi Triatmodjo, Hukum dan UU Bencana Alam, 2001, Him. 59.

13

Page 14: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

peraturan hukum tentang lingkungan hidup dan tatakota atau perizinan, sesuatu bangunan juga dapatdibebani pertanggungjawaban hukum. Meskipunkerangka teoritik tersebut dipergunakan untukpersoalan lingkungan, tetap relevan dipergunakanuntuk dikaitkan dengan peristiwa bencana alamdan pertanggungjawaban mengingat pelang-garan terhadap UU No 23 tahun 1997 tentangPelestarian Lingkungan Hidup. Dalamketentuan pasal5 ayat (3) UUPLH tahun 1997ditegaskan, "bahwa setiap orang berkewajibanmenjaga dan melestarikan lingkungan daripenurunan kualitas lingkungan. Khusus bagipara pelaku usaha diwajibkan mematuhiAMDAL sebagai persyaratan yang mutlakharus diikuti'?^

Agar tanggung jawab yang dibebankanpada negara dapat didlstribusikan dalambentuk kewenangan-kewenangan (otoritativeagaincies), pendekatan hukum administrasinegara menjadi penting. Selain negaramemiliki kewajiban untuk memberikanpertolongan, termasuk mengalokasikananggaran bagi korban, jugasistem pengawas-an mutlak diperlukan. Sehingga praktikpenyimpangan atas bantuan kemanusiaanyang selama ini didengar dapat segeradicegah.

Reran Pemerintah • TNI & Poiri

Status SDM yang biasanya terlibat dalamkondisi'kondisi darurat dan gawatjugasangatprinsip untuk diformulasikan dalam peraturanhukum. Sudah merupakan keniscayaan TNI

dan Poiri di negara maupun, baik diminta atautidak, untuk langsung terlibat dalam bantuankemanusiaan.^ Termasuk, bagaimana statusdan kedudukan relawan asing dan domestikketika mer'eka terlibat dalam bantuankemanusiaan. Namun, bagaimana dan syarat-syaratapakahyang harusdipenuhi ketika TNI,Poiri dan relawan asing diizinkan masuk kewilayah bencana perlu kejeiasan. Hal inidisamakan situasinya dengan keadaandarurat sipil seperti tercantum dalam pasal 11ayat{1) UUD1945, yang juga diperkuat denganUU No 3 tahun 1945.

Menurut UU/Perpu No. 23/1959 tentangkeadaan bahaya, mengenal tiga kuallflkasikeadaan, yartu; 1)Tertib Sipil; yaitu keadaan amantenteram danterkendali. Pemerintah sepenuhnyadi tangan sipil seperti yang terjadi sekarangumumnya di Indonesia. 2)Darurat Sipil; keadaanaman terganggu oleh suatubahaya dan instansisipil, konkritnya Poiri, tidak mampu mengatasinya.Dalam keadaan demlkian, pemerintah masihditangan sipil, namun kekuatan militer mulaidiperbantukan untuk menyingkirkan bahaya itusecepatnya. 3) Darurat Militer; terjadipemberontakan. Keadaan bahaya atau perangdinyatakan oleh Presiden dan Panglima TNIsetelah mendengar pertimbangan DPR Rl.Pemerintah sepenuhnya di tangan miiiter. ^

Legal Advocacy dan Legal Action

Aspek substantif penting yang terkaitdengan penanggulangan bencana alamadaiah bantuan hukum (legal advokacy) dan

Lihat Saru Arifin, Hukum danBencanaAlam diIndonesia, Him. 3^^ Lihat pasal 11 UUD 1945 tentang KeadaanAncaman dan dapat diperkuat dengan Undang-Undang

Tentang Keadaan Bahaya.^ Komisi Konstltusi tentang Perubahan Undang-Undang DasarNegara Rl tahun 1945. Him. 48

14 JURNAL HUKUM. NO. 29. VOL 12. MEI2005:1 -18

Page 15: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

Thontowi. Aspek-Aspek Hukum Internasional Dalam...

tindakan hukum (legal action). Bantuan hukumwajib disediakan bukan hanya karena korbanperlu dibantu untuk memperoleh hak-hakmereka. Tetapi, bantuan-bantuan jugadiperlukan bagi pemerintah terutama ketikarakyatnya membangkang untuk tidakmematuhi hukum. Sebagaimana halnyabantuan hukum bagi pemerintah diperlukanketika masyarakat nelayan di Meulabohmenolak untuk diungsikan ke tempat yanglebih aman (safe areas). Namun, ketikapemerintah gagal dalam menunaikan kewa-jibannya, masyarakat juga memiliki hak untukmeiakukan pengaduan atau gugatan (the rightfor legal action).

Kebebasan Memilih Tempat TInggal

Pemaksaan atas mereka untuk mening-galkan tempat asainya dapat dengan mudahnegara dipersalahkan dari segi hukum hakasasi manusla. Dalam pasal 13 (1) DeclarasiUniversal HAM/dan ICCPR pasal 12 (1)ditegaskan Everyone Lawfuly within the territory ofa stale shall, whitin that territory, havethe right toliberty ofmovement andfreedom tochoose his residence. Bahkan programpemukiman yang dipaksakan kepada merekaakan dipandang pelanggaran terhadapkebebasan berpindah.

Forced allocation to a Particular area

following removal,including In thecontext ofvillagization programmess or banishment toarbitary detention to an infrigement offreedomof movement.^

Pengaturan relokasi dan pemukimanbagi korban harus tetap menjungjung tinggikebebasan menentukan tempat tinggal.

^Waiter Kalin,Op.C/fHlm. 258

Organisasi Penanggulangan Bencana

Sebaik apapun materi muatan UUtidaklah akan efektif jika tidak didukung olehinsitusi yang legitimate dan kompeten. Selainterdapat garis dan mekanisme kerja yang jelasjuga proses pengambllan keputusan harusmenjadi sederhana dan tidak bertele-tele. Diberbagai negara ASEAN, Institusi penanggulanganmanajemen bencana alam beraneka ragam.Namun, pada umumnya SDM yang mengisiinsttusi tersebut langsung diangkat oleh Presidenatau Perdana Menteri. Bahkan di Phiiipina dan diThailand, Lembaga Penanggulangan Bencanadilakukan dalam Dewan Koordinasi Bencana

Nasional (The National Disster CordlnatingCouncil). Di Thailand, manajemen bencanaberadadandilaksanakan oleh Komisi Pertahan-

an Sipil Nasional (The Nalonal Civil DefenceCommute). Kamboja, memiliki Komisi Nasional untuk Manajemen Bencana (The NationalCommitte for Disaster Manajemen).

Di Indonesia, juga dikenal Bakornas,(Pusat), Satkorlak (Provinsi) dan Satlak(Kabupat'en). Secara parsial diakul bahwa,saat in! instrumen hukum yang ada barusebatas Keppres No. 3 Tahun 2001, tentangpenanggulangan bencana alam danpengungsi. Hal ini merupakan salah satuputusan kebijakan di luar produk hukumLembaga DPR. Sehingga, apabila dihadapkanpada skala peristlwa bencana dan komplek-sitas persoalan pasca bencana Kepprestersebut sungguh tidak akan berfungsi secaraoptimal. Tiadanya batasan antara bencanayang dapat menimbulkan dampak serius bagipenaggulangannya, termasuk pengalokasiankewenangan bagi institusi pemerintah pusat

15

Page 16: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

dan daerah mengharuskan adanya upayayang lebih sistematis dan komprehensif.

Penelititan yang dilakukan oleh JawahirThontowi, yang diselenggarakan oleh IMPRESSbekerjasama dengan JICA tahun 2003,mencatat beberapa kelemahan dari eksistensiperaturan pencegahan dan penangguianganbencana alam, yang dilakukan oleh BAKOR-NAS. Setldaknya terdapat lima Catalan pentlngyang membuktikan Keppres No. 3 Tahun 2001tersebut tidak efektlf. Pertama, payung hukumyang tersedia terlalu operasional sehlnggatIdak mampu menoakup kompleksitas perso-alan bencana alam. Kedua, adanya pencam-puran penangguiangan bencana antara akibatalam dan akibat ulah manusia yang mestinyadipisahkan. Ketiga, peraturan hukum tersebuttidak memperlihatkan perbedaanantara fungsiefektif dalam waktu darurat {the sence ofcrisisand emergency), dengan pencegahan danpenangguiangan untuk jangka menengah danpanjang. Keempat, ambigu dalam memberi-kan kewenangan dan alokasi peran institusi.Struktur BAKORNAS terlalu birokratis sehlnggamenyumbat penanganan yang cepat dantanggap darurat. Kelima, peraturan hukumtersebut belum bisa menyesualkan esensi danprosedurnya dengan semangat otonomidaerah.®^

Hasll penelitian tersebut juga diperkuatoleh. Menteri Sosial H. Bachtiar Chamsyah,yang menegaskan bahwa kehadlran Wapres,sebagal koordinator Bakornas menyalahisistem ketatanegaraan Indonesia. Dalamsistem Presidentil, bukan saja Presiden dan

Wapres berada dalam satu paket, melainkanjuga Keppres bukan merupakan sumberhukum sejak adanya reformasi. Itulah sebab-nya Keppres tersebut tidak efektif.^

Bagaimana mungkin organisasi BAKORNAS yang diamanahkan oleh Keppres akandapat merespon secara cepat, semen-tarapusat koordinasi tidak jelas. Wakil Presidenmenjadi Koordinator BAKORNAS yang harusbertanggungjawab kepada Presiden. Hal inisungguh ironis dalam sistem pemerintahanPresidentil. Sebab, Wapres tersebut berfungslsebagai 'ban serep' bagi Presiden yang notabene juga berada dalam satu paket.

Tiadanya koordinasi yang sistematisdiantara instansi pemerintah yang terkait, bukandisebabkan oleh tiadanya aturan, melainkan lebih-disebabkan oleh fakta bahwa Keppres No.3Tahun 2001 tentang Penangguiangan BencanaAlam dan Penanganan Pengungsi bukanmerupakan payung hukum yang layak.Bagaimana mungkin Keppres dapat dijadikaninstrumen hukum yang efektif, bilamana esensidanprosedumya tidak legitimats keberadaannya,baik secara teoritis maupun sosiologis.

Komisi Nasional PenanggulaganBencana (The National Committee forNaturalDisaster Management) harus dibentuk sesuaiamanah UUPBAyang kedudukannyalndepen-den, sifatnya non-Departemental, langsungberada di bawah komando Presiden, dengankeanggotaan hak dan kewenangan sertatanggung jawab langsung pada Presiden.Kedudukan KNPBA dan struktur organsiasiharus lebih sederhana agar mekanisme

^^Lihat Jawahir Thontowi, Legal System Related to Natural Disaster in Indonesia, (Jica-IMPRESS,Yogyakarta 2003).

3®Disampaikan dalam acaraSeminar Nasional, Upaya Pemulihan Aceh PascaBencana DemiKeutuhanRl, (DIselengarakan oleh IKA Ull Yogyakarta, 9 Februari 2005).

16 JURNAL HUKUM. NO. 29. VOL 12. MEI2005:1 -18

Page 17: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

Thontowi. Aspek-Aspek Hukum Internasionaf Dalam...

pengambilan keputusan menjadi cepat sesuaikebutuhan. Pusat koordinasi sangat tegassehingga pengaturan kerjasama antaradepartemen terkait dapat dilakukan secaracepat dan terkoordinasi secara terpadu.Konsekuensinya, program perencanaan, danaksi dalam pencegahan, penangguiangan danaksl dikoordlnasikan oleh KNPBA.

Pendekatan Terhadap UUPBA

Aspek lain yang perlu dijadikan catatankhusus adalah status kekhususan RUUBAdalam penerapannya. Kekhususan inilah yanghendak dijadikan pembeda dengan RUU yanglain yang senantiasa dibuat untuk kondisi normal. Implementasi RUUBA inl diharapkan mampumenerobos situasi sosial yang abnormal, tidakteratur, kacau, dan berbahaya menjadi terkendali.Shirley Mattingly, (2002:113) idealnya kebijakanpolitik dan hukum penangguiangan bencanaalam harus komprehensif, terpadu, berkesi-nambungan, berkelanjutan, efisien, fleksibeluntuk menanggulangi^berbagai kebutuhanyang sangat darurat dan penuh kepedullan (toaddress emergency needs 'andcConcemed).^

Dalam mempersiapkan lahirnya RUUBA,terdapat tiga pendekatan. pertama, UUBAmengamanahkan bahwa bencana alamsebagai fenomena alamiah mustahil dapatdijauhi. Karena itu, kesadaran masyarakatperlu ditlngkatkan agar mereka mampumengadaptasikan dengan alam sekitar yangrentan bencana. Mereka juga perlu diting-katkan keterampilan untuk dapat melakukanperllndungan (selp-help) atas bencana alam

yang akan menimpa.^® kedua, lahirnya UUBAtidak sajamemberikan kepastian akan adanyatanggungjawab dari pemerintah terhadapkorban-korban bencana dan kerugian yangdideritanya, melainkan juga mendorongmasyarakat untuk menyadari akan pentingnyapengetahuan bagi lahirnya relawan-relawankemanusiaan yang profesional dan pedulipada Rode etik bantuan kemanusiaan.

Ketiga, implementasi UUBA harus dapatdipergunakan secara khusus dan istimewamengingat kondisi yang abnormal dihadapikorban sangat darurat dan membahayakan.Karena itu, tiga prinsip pertolongan daruratyaitu situasi kritis (the sense ofcrisis) dan situasigawat darurat (the sense of urgency) dansituasi yang penuh tanggung jawab (the senseof responsibility) mestinya harus dapatmenjiwai nilai peraturan hukum penangguiangan bencana alam.

Simpulan

Prinsip-prinsip dasar hukum internasionalyang telah menjadi status pengungsi atau IDP'ssebagai korban bencana, kerjasama bantuankemanusiaan, dan peran dilakukan oleh PBBseharusnya diakomodir oleh RUUPBA sebagaipayung hukum nasional. Upaya-upaya pencegahan, mitigasi dan pengumpulan informasi,dan data-data, penangguiangan dan evakuasibersifat gawat, termasuk reallsasi programrekonstruksi dan rehabilitasi merupakan hak-hak dasar bagi korban yang merupakantanggung jawab negara telah menjadi kenis-cayaan untuk di atur oleh UUPBA. Sebagai-

Lihat Shirley Mattingly, Policy Legal and InstitutionalArrangements in Regional Workshop on BestPracties in DisasterMitigation Lesson Learned from the Asian Urban DisasterMitigation Program and other/n/r/ahVes, (Bali Indonesia 24-26 September 2002), Hal 113

^/b/d, Hal 109-111

17

Page 18: Aspek-AspekHukum Internasional Dalam Rancangan Undang -Undang

mana halnya, pengaturan itu perlu ditetapkanbagi mekanisme keterlibatan masyarakatinternasional dan nasional sebagai relawandalam melakukan bantuan kemanu-siaan.

Keterlibatan relawan asing termasukorganisasi Internasional dalam melakukanpertolongan dan rehabilitasi seperti UNHCR,iOM, WHO, FAQ, balk terhadap pengungsiasing dan domestik sebagai kewajiban negarauntuk memberlkan pelayanan secara adilmutlak diperlukan. Namun, tanpa kehadiranKcmlsl Nasional Penanggulangan BencanaAlam yang responsif, independen, danprofesional, kehadiran UUPBA tidak akanbanyak artinya. Kehadiran UUPBA dlharapkandapat mengubah paradigma lama yaitu perilakunegara memberlkan pertolongan bersifatsukarela dan belas kasihan, menjadi kewajibanyang harus dipertanggungjawabkan. Konsekuen-sinya, jika negara atau pemerintah tidak mampumelakukan tugas danpertolongan gawat daruratyang memadai, legal action yang dilakukankorban dapat perllndungan hukum secarapasti.

Daftar Pustaka

Alston International Human Right in Conteks:Law, Politics andMorai. Henry J. Steiner& Philip Alston. Oxpord ClarendonPress. 1996.

Christine Gray The Use of Force and TheInternational Legal Order. Malcolm.D. Evan 2003.

Draft Awal Rencana Rehabilitasi dan

Rekonstruksi Masyarakat Aceh danSumatera Utara R3MAS, 28 Februari

. 2005.

General Assembly, Resolution Adopted by TheGeneral Assembly 581/214. International

Strategy for Disaster Reductionplenary meeting. 23 December 2003?-

General Assembly. Natural Disaster andVulnerability 58/215 27 February2004. t

Ian Brownlie (ed) BasicDocuments on HumanRights. Oxfrod: Clarendon Express.1971.

Thontowi. Jawahir, Hukum dan BencanaAlam,JICA- FH UN Yogyakarta, 2002

, Legal SystemRelatedto Natural Disaster in Indonesia. Jica-IMPRESS,Yogyakarta 2003

Roberta Cohen and Francis M. Deng Masses inFlight: The Global Crisis Displacementoflntemally. 1998.

Sarwidi/'Sebab Akibat Bencana AlamTerhadap Masyarakat Indonesia".Makalah disampaikan dalam DiskusiTerbatas IMPRESS, tanggal 26Februari 2005.

Shirley Mattlngly, Policy Legal and InstitutionalArrangements in Regional V\/orkshopon Best Practies in Disaster MitigationLesson Leamed from the Asian Urban

Disaster Mitigation Program and otherInitiatives. Bali Indonesia 24-26 September 2002.

United Nation: Wbr/d Conference on Disaster

Reduction. Kobe, Kyoto, Japan.Walter Kalin, Guiding Principles on Internal

Displacement: Annotations; Studies inTransnational LegalPolicy. No 32. TheAmerican Society of InternationalLaw, The Brooking Intltution, Projecton Internal Displacement. 2000.

Kedaulatan Rakyat 7 April 2005Kompas 29 Desember 2005.Kedaulatan Rakyat6 Januari 2005.Kompas 31 Maret 2005.

18 JURNAL HUKUM. NO. 29. VOL. 12. MEI2005:1 -18