asesmen sektoral semester i-2018 kategori lapangan usaha ... filemengacu pada klasifikasi produk...

20
1 A. PERKEMBANGAN MAKRO A.1. Perkembangan Pangsa, Pertumbuhan dan Kontribusi Terhadap Pertumbuhan PDB Kinerja kategori lapangan usaha Konstruksi terus mengalami peningkatan dan memberikan kontribusi signifikan pada kinerja perekonomian secara keseluruhan. Mengacu pada klasifikasi Produk Domestik Bruto (PDB) tahun dasar 2010, kategori lapangan usaha Konstruksi mencakup: (1) kegiatan konstruksi umum berbagai macam gedung/bangunan, termasuk pembangunan baru, perbaikan gedung, penambahan dan renovasi bangunan, serta pendirian bangunan atau struktur prafabrikasi pada lokasi dan konstruksi yang bersifat sementara; (2) kegiatan konstruksi umum bangunan sipil, baik bangunan baru, perbaikan bangunan, penambahan bangunan dan perubahan bangunan, pendirian bangunan/struktur prafabrikasi pada lokasi dan kostruksi yang bersifat sementara; dan (3) kegiatan konstruksi khusus (berhubungan dengan keahlian khusus) pada satu aspek struktur yang membutuhkan peralatan atau keterampilan khusus antara lain instalasi pipa ledeng, pemanas/pendingin ruangan, sistem alarm, sistem listrik dll. Grafik 1. Nilai PDB dan Pangsa Kategori Lapangan Usaha Konstruksi thd Total PDB Grafik 2. Pertumbuhan dan Kontribusi terhadap Pertumbuhan Tahunan Kategori Lapangan Usaha Konstruksi Sumber : BPS, diolah Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB), dalam kurun waktu 7 tahun terakhir (2011 - 2017), kategori lapangan usaha Konstruksi memiliki pangsa yang cukup besar terhadap struktur PDB Indonesia, yaitu secara rata-rata sebesar 9,82%, atau berada di urutan ke-4 dalam struktur perekonomian Indonesia 1 . Pangsa kategori lapangan usaha Konstruksi memiliki kecenderungan terus 1 Ranking 3 (tiga) kategori lapangan usaha dengan porsi rata-rata terbesar dalam struktur perekonomian Indonesia berturut-turut: Industri Pengolahan (21,13%), Pertanian, Kehutanan & Perikanan (13,45%) dan Perdagangan Besar & Eceran, Dan Reparasi Mobil & Motor (13,30%). ASESMEN SEKTORAL SEMESTER I-2018 Kategori Lapangan Usaha Konstruksi

Upload: lenga

Post on 12-May-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

A. PERKEMBANGAN MAKRO

A.1. Perkembangan Pangsa, Pertumbuhan dan Kontribusi Terhadap Pertumbuhan PDB

Kinerja kategori lapangan usaha Konstruksi terus mengalami peningkatan dan memberikan

kontribusi signifikan pada kinerja perekonomian secara keseluruhan.

Mengacu pada klasifikasi Produk Domestik Bruto (PDB) tahun dasar 2010, kategori lapangan

usaha Konstruksi mencakup: (1) kegiatan konstruksi umum berbagai macam gedung/bangunan,

termasuk pembangunan baru, perbaikan gedung, penambahan dan renovasi bangunan, serta

pendirian bangunan atau struktur prafabrikasi pada lokasi dan konstruksi yang bersifat sementara;

(2) kegiatan konstruksi umum bangunan sipil, baik bangunan baru, perbaikan bangunan,

penambahan bangunan dan perubahan bangunan, pendirian bangunan/struktur prafabrikasi pada

lokasi dan kostruksi yang bersifat sementara; dan (3) kegiatan konstruksi khusus (berhubungan

dengan keahlian khusus) pada satu aspek struktur yang membutuhkan peralatan atau keterampilan

khusus antara lain instalasi pipa ledeng, pemanas/pendingin ruangan, sistem alarm, sistem listrik dll.

Grafik 1. Nilai PDB dan Pangsa Kategori

Lapangan Usaha Konstruksi thd Total PDB

Grafik 2. Pertumbuhan dan Kontribusi terhadap

Pertumbuhan Tahunan Kategori Lapangan Usaha

Konstruksi

Sumber : BPS, diolah

Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB), dalam kurun waktu 7 tahun terakhir (2011 -

2017), kategori lapangan usaha Konstruksi memiliki pangsa yang cukup besar terhadap struktur PDB

Indonesia, yaitu secara rata-rata sebesar 9,82%, atau berada di urutan ke-4 dalam struktur

perekonomian Indonesia1. Pangsa kategori lapangan usaha Konstruksi memiliki kecenderungan terus

1 Ranking 3 (tiga) kategori lapangan usaha dengan porsi rata-rata terbesar dalam struktur perekonomian Indonesia berturut-turut: Industri

Pengolahan (21,13%), Pertanian, Kehutanan & Perikanan (13,45%) dan Perdagangan Besar & Eceran, Dan Reparasi Mobil & Motor

(13,30%).

ASESMEN SEKTORAL SEMESTER I-2018

Kategori Lapangan Usaha Konstruksi

2

meningkat. Pada triwulan I-2018, pangsa kategori lapangan usaha Konstruksi terhadap

perekonomian nasional sebesar 10,49%, lebih tinggi dibandingkan pangsa rata-rata selama periode

2011 2017 (Grafik 1).

Dari sisi pertumbuhan, rata-rata pertumbuhan kategori lapangan usaha Konstruksi selama

periode 2011-2017 tercatat sebesar 6,72% per tahun. Pada tahun 2017, kategori lapangan usaha

Konstruksi mencatat pertumbuhan sebesar 6,79% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 5,22% (yoy)

pada tahun sebelumnya dan rata-rata pertumbuhan selama periode 2011 2017 (Grafik 2).

Peningkatan kinerja kategori Konstruksi berlanjut pada triwulan I-2018 dengan pertumbuhan

sebesar 7,35% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 5,96% (yoy) pertumbuhan pada triwulan yang sama

tahun 2017. BPS2 mencatat peningkatan kinerja kategori lapangan usaha Konstruksi pada triwulan

I-2018 didorong oleh pembangunan proyek-proyek konstruksi pemerintah dalam bentuk gedung,

bangunan, jalan, irigasi dan jaringan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini

juga tercermin dari belanja pemerintah untuk konstruksi gedung, bangunan, jalan, irigasi dan

jaringan pada triwulan I-2018 meningkat 3,63% (yoy) dibandingkan triwulan I-2018.

Peningkatan kinerja kategori lapangan usaha Konstruksi juga sejalan dengan indikator

penggunaan semen. Penjualan semen pada tahun 2017 tercatat tumbuh 7,55% (yoy), meningkat

dibandingkan 1,12% (yoy) dan 1,83% (yoy) pada tahun 2016 dan 2016. Kinerja positif penjualan

semen berlanjut pada triwulan I-2018, dengan pertumbuhan sebesar 6,55% (yoy), atau lebih tinggi

dibandingkan 2,76% (yoy) pada triwulan yang sama tahun lalu (Grafik 3).

Meningkatnya pertumbuhan sektor konstruksi juga tercermin dari tingginya permintaan besi

baja dan aluminium. Pertumbuhan impor besi baja maupun aluminium meningkat pesat sejak tahun

2017, dengan mencatat pertumbuhan masing-masing sebesar 32,34% (yoy) dan 19,27% (yoy),

setelah pada tahun sebelumnya mengalami kontraksi 3,74% (yoy) dan 8,25% (yoy) (Grafik 4).

Grafik 3. Perkembangan Penjualan Semen Grafik 4. Pertumbuhan Impor Besi Baja dan

Aluminium (%,yoy)

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, 2018

Sumber: Data Impor, Bank Indonesia, diolah

2 Workshop PDB Triwulan I-2018 BPS

58

.00

9

59

.91

0

61

.00

6

61

.68

9

66

.35

0

15

.72

2

5,53

3,28

1,83 1,12

7,55

6,55

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

2013 2014 2015 2016 2017 2018 Q1

Penjualan Semen Nasional Growth Penjualan Semen Nasional

(%, yoy)(ribu Ton)

3

Sejalan dengan kinerja pertumbuhan yang secara rata-rata meningkat, kontribusi kategori

lapangan usaha Konstruksi terhadap pertumbuhan ekonomi periode 2011 2017 tercatat sebesar

0,64% per tahun dengan kecenderungan meningkat. Dalam periode tersebut, kategori lapangan

usaha Konstruksi berada pada urutan ke-3 pemberi sumbangan rata-rata tertinggi terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia, setelah kategori lapangan usaha Industri Pengolahan dan

Perdagangan Besar & Eceran, dan Reparasi Mobil & Motor dengan kontribusi rata-rata sebesar

1,05% dan 0,70% per tahun. Pada tahun 2017, kontribusi kategori lapangan usaha Konstruksi

terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 0,67%, atau lebih tinggi dibandingkan 0,57%

kontribusi pada tahun 2016 dan rata-rata kontribusi sepanjang periode 2011 2017. Pada triwulan

I-2018 kategori lapangan usaha Konstruksi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi

sebesar 0,72%, lebih tinggi dibandingkan 0,58% kontribusi pada periode yang sama tahun 2017

(Grafik 2).

A.2. Struktur Output dan Permintaan

Struktur output kategori lapangan usaha Konstruksi didominasi produk Bangunan (tempat tinggal

dan bukan tempat tinggal) dan produk Jalan, Jembatan dan Pelabuhan. Dari sisi alokasi produk,

sebagian besar output kategori lapangan usaha Konstruksi dipergunakan untuk memenuhi

permintaan akhir dalam bentuk Invesati/Pembentukan Modal Tetap Bruto.

Mengacu pada Tabel Input Output (IO) Indonesia 2010 Klasifikasi 185 produk, cakupan produk

yang berada pada kategori lapangan usaha Konstruksi meliputi: Bangunan Tempat Tinggal & Bukan

Tempat Tinggal (149); Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi (150); Prasarana

Pertanian (151); Jalan, Jembatan & Pelabuhan (152) dan Bangunan Lainnya (153).

Berdasarkan pangsa produk terhadap output kategori lapangan usaha Konstruksi (Tabel 1),

diketahui bahwa struktur kategori lapangan usaha Konstruksi terutama terdiri dari produk Bangunan

Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal dengan pangsa sebesar 33,64% terhadap total output

Konstruksi, atau sebesar 4,43% terhadap total output nasional. Produk lapangan usaha Konstruksi

dengan pangsa paling tinggi selanjutnya berasal dari produk Jalan, Jembatan & Pelabuhan sebesar

31,26%, atau sebesar 4,11% terhadap output nasional.

Dilihat berdasarkan struktur permintaan (alokasi produk), sebagian besar output kategori

lapangan usaha Konstruksi dipergunakan untuk memenuhi permintaan akhir dalam bentuk

Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB, dan hanya sebagian kecil yang dipergunakan untuk

memenuhi permintaan antara, atau sebagai input dalam proses pengolahan lebih lanjut (Tabel 1).

4

Tabel 1. Struktur Output dan Permintaan Kategori Lapangan Usaha Konstruksi

Sumber: Tabel Input Output 2010, BPS, diolah

B. KETERKAITAN DENGAN SEKTOR LAIN

Berdasarkan analisis linkage dengan menggunakan Tabel Input Output (IO) Indonesia 2010

Klasifikasi 185 produk, diketahui bahwa produk-produk kategori lapangan usaha Konstruksi memiliki

keterkaitan yang besar dengan produk-produk lainnya, terutama keterkaitan ke belakang (backward

linkage). Hal ini sebagaimana terindikasi dari nilai backward linkage seluruh produk yang lebih besar

dibandingkan nilai rata-rata backward linkage dari 185 kategori produk. Tingginya nilai backward

linkage yang dimiliki oleh seluruh produk pada kategori lapangan usaha Konstruksi ini

mengindikasikan keterkaitan yang tinggi terhadap sektor-sektor lain yang merupakan pemasok input

bagi kategori lapangan usaha Konstruksi. Berdasarkan rincian produk, backward linkage paling tinggi

dimiliki oleh produk Bangunan Lainnya dan Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum &

Komunikasi masing-masing sebesar 2,41 dan 2,38, lebih tinggi dari 1,95 yang merupakan rata-rata

backward linkage 185 produk. Nilai backward linkage sebesar 2,41 dan 2,38 mengindikasikan bahwa

setiap pertumbuhan 1 unit pada produk Bangunan Lainnya dan Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air

Minum & Komunikasi, akan membutuhkan pasokan input dari produk lainnya secara rata-rata

sebesar 2,41 dan 2,38 unit.

Selain keterkaitan ke belakang, produk kategori lapangan usaha Konstruksi juga memiliki

keterkaitan ke depan (forward linkage) sebagai pendorong peningkatan output di sektor/produk

lainnya dalam derajat yang cukup tinggi. Berdasarkan rincian produk, forward linkage paling tinggi

dimiliki oleh produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi sebesar 2,69 dan

diikuti oleh produk Prasarana Pertanian sebesar 1,98. Nilai forward linkage sebesar 2,69 dan 1,98

mengindikasikan bahwa setiap pertumbuhan 1 unit pada produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas,

Air Minum & Komunikasi dan produk Prasarana Pertanian akan menyebabkan pertumbuhan produk

lain sebagai pengguna output yang dihasilkan secara rata-rata sebesar 2,69 dan 1,98 unit.

Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal 4.43 33.64 8.36 0.00 95.77 3.70 0.53

Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi 2.46 18.73 18.19 0.00 99.82 0.00 0.18

Prasarana Pertanian 1.61 12.27 12.19 0.00 99.25 0.00 0.75

Jalan, Jembatan & Pelabuhan 4.11 31.26 2.47 0.00 100.00 0.00 0.00

Bangunan Lainnya 0.54 4.09 6.34 0.00 100.00 0.00 0.00

Terhadap Output

Total

Terhadap Output

Kategori

Permintaan

Antara

Permintaan Akhir

Konsumsi

PRODUK

KOMPOSISI OUTPUT PERMINTAAN

PMTBPerubahan

InventoriEkspor

5

Tabel 2. Keterkaitan (Linkage) Kategori Lapangan Usaha Konstruksi

Sumber: Tabel Input Output 2010, BPS, diolah

Untuk mengetahui sektor-sektor atau produk-produk apa saja yang memiliki keterkaitan yang

tinggi terhadap produk-produk kategori lapangan usaha Konstruksi, digunakan pendekatan alokasi

input dan output utama berdasarkan Tabel IO 2010 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3 dengan

rincian sebagai berikut:

1) Produk Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal

Produk Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal memiliki keterkaitan ke belakang

paling tinggi kepada produk/sektor Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor sebagai pemasok

input utama. Produk/sektor pemasok input utama bagi produk Bangunan Tempat Tinggal &

Bukan Tempat Tinggal selanjutnya adalah produk/sektor Barang-barang Logam Lainnya dan Besi

& Baja Dasar. Sementara itu, kategori lapangan usaha Konstruksi dalam bentuk produk

Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal memiliki ketekaitan ke depan paling tinggi

dengan produk/sektor Jasa Real Estate sebagai pengguna output. Produk/sektor pengguna

output utama produk Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal selanjutnya adalah

produk/sektor Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor, Jasa Pendidikan Pemerintah dan Jasa

Keuangan Perbankan.

2) Produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi

Produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi memiliki keterkaitan ke

belakang paling tinggi kepada produk/sektor Besi & Baja Dasar sebagai pemasok input utama.

Produk/sektor pemasok input utama bagi produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum &

Komunikasi selanjutnya adalah produk/sektor Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor dan

Barang-barang dari Plastik. Sementara itu, produk Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum

& Komunikasi memiliki ketekaitan ke depan paling tinggi dengan produk/sektor Perdagangan

selain Mobil & Sepeda Motor; Minyak Bumi, Kelapa Sawit dan Bangunan Tempat Tinggal dan

Bukan Tempat Tinggal sebagai pengguna output utama.

Produk Backward Linkage Forward Linkage

Bangunan Tempat Tinggal & Bukan Tempat Tinggal 2.32 1.82

Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum & Komunikasi 2.38 2.69

Prasarana Pertanian 2.35 1.98

Jalan, Jembatan, & Pelabuhan 2.23 1.28

Bangunan Lainnya 2.41 1.12

Rata-rata Kategori Lapangan Usaha Konstruksi 2.34 1.78

Rata-rata Total 185 Produk 1.95 1.95

6

Tabel 3. Alokasi Input Output Produk Kategori Lapangan Usaha Konstruksi

Sumber: Tabel Input Output 2010, BPS, diolah

3) Produk Prasarana Pertanian

Produk Prasarana Pertanian memiliki keterkaitan ke belakang paling tinggi kepada produk/sektor

Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Bumi sebagai pemasok input utama. Produk/sektor

pemasok input utama bagi produk Prasarana Pertanian selanjutnya adalah produk/sektor

Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor dan Bahan Bangunan dari Logam. Sementara itu,

produk Prasarana Pertanian memiliki ketekaitan ke depan paling tinggi dengan produk/sektor

Jasa Pemerintahan Umum; Kelapa Sawit dan Padi sebagai pengguna output utama.

4) Produk Jalan, Jembatan, & Pelabuhan

Produk Jalan, Jembatan & Pelabuhan memiliki keterkaitan ke belakang paling tinggi kepada

produk/sektor Barang Galian Segala Jenis sebagai pemasok input utama. Produk/sektor pemasok

input utama bagi produk Jalan, Jembatan & Pelabuhan selanjutnya adalah produk/sektor Barang-

barang Lainnya dari Bahan Bukan Logam dan Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor.

Sementara itu, produk Jalan, Jembatan & Pelabuhan memiliki ketekaitan ke depan paling tinggi

dengan produk/sektor Jasa Telekomunikasi dan Jasa Penunjang Angkutan sebagai pengguna

output utama.

Input Utama % Produk Alokasi Output %

Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 11.29 Jasa Real Estate 40.26

Barang-barang Logam Lainnya 7.34 Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 20.91

Besi dan Baja Dasar 7.25 Jasa Pendidikan Pemerintah 7.08

Barang-barang Lainnya dari Bahan Bukan Logam 6.45 Jasa Keuangan Perbankan 6.31

Besi dan Baja Dasar 11.26 Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 25.52

Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 10.52 Minyak Bumi 9.08

Barang-Barang dari Plastik 6.76 Kelapa Sawit 7.06

Bahan Bangunan dari Logam 6.69 Bangunan Tempat Tinggal Dan Bukan Tempat Tinggal 6.52

Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Bumi 11.46 Jasa Pemerintahan Umum 33.09

Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 9.81 Kelapa Sawit 17.41

Bahan Bangunan dari Logam 7.90 Padi 10.73

Besi dan Baja Dasar 6.85 Bijih Tembaga 4.84

Barang Galian Segala Jenis 12.54 Jasa Telekomunikasi 40.09

Barang-barang Lainnya dari Bahan Bukan Logam 11.50 Jasa Penunjang Angkutan 34.25

Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 10.69 Batubara dan lignit 13.44

Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Bumi 7.36 Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Bumi 4.31

Perdagangan selain Mobil dan Sepeda Motor 11.30 Jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis 22.48

Logam Dasar Bukan Besi 8.32 Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Bumi 16.02

Barang Galian Segala Jenis 8.23 Semen 12.63

Barang-Barang dari Plastik 7.98 Minyak Bumi 8.32

Bangunan Tempat Tinggal & Bukan

Tempat Tinggal

Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air

Minum & Komunikasi

Prasarana Pertanian

Jalan, Jembatan, & Pelabuhan

Bangunan Lainnya

7

5) Produk Bangunan Lainnya

Produk Bangunan Lainnya memiliki keterkaitan ke belakang paling tinggi kepada produk/sektor

Perdagangan selain Mobil & Sepeda Motor dan Logam Dasar Bukan Besi sebagai pemasok input

utama. Sementara itu, produk Bangunan Lainnya memiliki ketekaitan ke depan paling tinggi

dengan produk/sektor Jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis dan Barang-barang Hasil Kilang Minyak

dan Gas Bumi sebagai pengguna output utama.

C. TENAGA KERJA

Peningkatan kinerja kategori lapangan usaha Konstruksi diiringi oleh meningkatnya penyerapan

tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja.

Pada periode 2011 - 2017, penyerapan

tenaga kerja pada kategori lapangan usaha

Konstruksi mencapai rata-rata sebesar 7,29 juta

orang per tahun dengan rata-rata pertumbuhan

sebesar 5,81% per tahun. Dalam periode yang

sama, pangsa rata-rata tenaga kerja di kategori

lapangan usaha Konstruksi sebesar 6,36% dari

total tenaga kerja. Pertumbuhan penyerapan

tenaga kerja tertinggi terjadi pada tahun 2015

dengan jumlah tenaga kerja yang diserap

mencapai 8,21 juta angkatan kerja, atau sebesar

7,15% dari total tenaga kerja (Grafik 5).

Grafik 5. Penyerapan Tenaga Kerja Lapangan

Usaha Konstruksi

Dari sisi produktivitas, pada periode 2011 2017, produktivitas tenaga kerja di kategori

lapangan usaha Konstruksi secara rata-rata sebesar Rp142,16 miliar per orang per tahun. Dalam

periode tersebut, produktivitas tenaga kerja lapangan usaha Konstruksi secara rata-rata tumbuh

6,66% per tahun. Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja pada kategori lapangan usaha Konstruksi

tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 21,41% (yoy), meningkat dari 3,37% (yoy) pada

tahun sebelumnya (Tabel 4). Pada tahun 2017 produktivitas tenaga kerja tumbuh sebesar 7,36%

(yoy).

Tabel 4. Penyerapan Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja Lapangan Usaha Konstruksi

Sumber: BPS, diolah

*) Seluruh tenaga kerja diasumsikan terlibat dalam kegiatan produksi

Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Jumlah Tenaga Kerja (Ribu Orang) 6,263.80 6,851.29 6,349.39 7,280.09 8,208.09 7,978.57 8,136.64

Pertumbuhan Tahunan Penyerapan Tenaga Kerja (%, yoy) 12.00 9.38 -7.33 14.66 12.75 -2.80 1.98

PDB Lapangan Usaha Konstruksi (Rp Juta) 712,184,400 805,208,100 905,990,500 1,041,949,500 1,177,084,100 1,287,659,300 1,409,833,800

Produktivitas Tenaga Kerja (Rp Juta/ Orang) 113,698.51 117,526.48 142,689.44 143,123.24 143,405.43 161,389.80 173,269.86

Pertumbuhan Tahunan Produktivitas Tenaga Kerja (%, yoy) 1.44 3.37 21.41 0.30 0.20 12.54 7.36

8

D. UPAH

Tingkat upah tenaga kerja pada kategori lapangan usaha Konstruksi masih relatif rendah jika

dibandingkan dengan tingkat upah pada kategori lapangan usaha lainnya, meskipun mengalami

peningkatan signifikan pada tahun 2016.

Pada periode 2011 2017, tingkat upah rata-rata tenaga kerja di lapangan usaha Konstruksi

tercatat sebesar Rp1,6 juta per bulan (Grafik 6). Jika dibandingkan dengan lapangan usaha lainnya,

tingkat upah rata-rata pada lapangan usaha Konstruksi relatif masih rendah atau berada di urutan

kedua terendah setelah upah rata-rata di lapangan usaha Pertanian (rata-rata Rp984 ribu per bulan).

Grafik 6. Upah Rata-rata Menurut Lapangan Usaha Grafik 7. Perkembangan Upah Rata-rata

Lapangan Usaha Konstruksi

Sumber: BPS, diolah

Sumber: BPS, diolah

Dari sisi pertumbuhan, selama periode 2011 sd 2017, upah tenaga kerja pada lapangan

usaha Konstruksi tumbuh secara rata-rata sebesar 10,20% per tahun. Pada periode tersebut,

pertumbuhan upah paling tinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 19,37% (yoy), meningkat

dari 9,74% (yoy) pada tahun 2015 (Grafik 7).

E. INVESTASI

Investasi di bidang Konstruksi masih didominasi dengan penanaman modal dalam negeri. Sementara

itu, investasi dalam PDB berupa Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) yang dilakukan

dalam bentuk Bangunan/Konstruksi memiliki pangsa yang signifikan terhadap PMTB dengan

kecenderungan terus mengalami peningkatan.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), selama periode 2011-2017,

rata-rata total realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada lapangan usaha

Konstruksi tercatat sejumlah 118 proyek per tahun, atau senilai Rp9,36 triliun per tahun, dengan

rata-rata pangsa terhadap total investasi PMDN sebesar 6,11%. Selama periode tersebut, realisasi

investasi PMDN tertinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu senilai Rp17,16 triliun dengan jumlah 178

proyek terealisasi (Grafik 8).

9

Grafik 8. Total PMDN di Lapangan Usaha

Konstruksi

Grafik 9. Total PMA di Lapangan Usaha

Konstruksi

Sumber: BKPM, diolah

Sumber: BKPM, diolah

Dalam periode yang sama, rata-rata total realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA)

pada lapangan usaha Konstruksi sebesar USD532 juta per tahun, dengan pangsa rata-rata sebesar

1,99% terhadap total investasi PMA. Selama periode tersebut, investasi PMA tertinggi terjadi pada

tahun 2014, yaitu senilai USD1,38 miliar dengan jumlah 147 proyek terealisasi (Grafik 9).

Sementara itu, berdasarkan data BPS, selama periode 2011 sd 2017 (Grafik 10), rata-rata

investasi/Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) yang dilakukan dalam bentuk

Bangunan/Konstruksi tercatat sebesar Rp2.546 triliun, atau rata-rata sebesar 24,0% terhadap total

PDB dengan kecenderungan meningkat. Pada triwulan I-2018, nilai investasi/PMTB

Bangunan/Konstruksi tercatat sebesar Rp843,0 triliun, atau sebesar 24,1% dari total PDB.

Grafik 10. Nilai dan Pangsa Investasi/PMTB

Konstruksi

Grafik 11. Pertumbuhan dan Kontribusi

Investasi/PMTB Konstruksi

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Dari sisi pertumbuhan, rata-rata pertumbuhan investasi/PMTB dalam bentuk

Bangunan/Konstruksi selama periode 2011 sd 2017 sebesar 6,27% per tahun, dengan kontribusi

terhadap pertumbuhan PDB secara rata-rata sebesar 1,48% per tahun. Pertumbuhan rata-rata

investasi/PMTB Bangunan/Konstruksi tersebut lebih tinggi baik dibandingkan rata-rata pertumbuhan

total investasi/PMTB (sebesar 6,15% per tahun), maupun dibandingkan dengan pertumbuhan rata-

10

rata PDB yang tercatat sebesar 5,39% per tahun. Pada triwulan I-2018, investasi/PMTB

Bangunan/Konstruksi tumbuh sebesar 6,16% (yoy) dan memberikan kontribusi terhadap

pertumbuhan PDB sebesar 1,49% (Grafik 11).

F. HARGA

Perubahan IHPB Bahan Bangunan/Konstruksi menunjukkan tren perlambatan.

Selama periode tahun 2014-2017, perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Bahan

Bangunan/Konstruksi secara tahunan menunjukkan tren perlambatan. Rata-rata inflasi tahunan IHPB

Konstruksi pada periode tersebut sebesar 3,73% (yoy), dengan inflasi tertinggi terjadi pada tahun

2014 sebesar 7,69% (yoy) yang didorong oleh kenaikan harga BBM. Sejalan dengan pertumbuhan

tahunan PDB Kategori Lapangan Usaha Konstruksi, pada tahun 2015 dan 2016 inflasi IHPB

Konstruksi melambat menjadi sebesar 2,25% (yoy) dan 1,20% (yoy). Pada tahun 2017, inflasi IHPB

Konstruksi kembali meningkat menjadi sebesar 3,79% (yoy).

Berdasarkan kelompok/jenis bangunan, pada tahun 2017, inflasi tertinggi terjadi pada

kelompok Bangunan Pekerjaan Umum Jalan, Jembatan, dan Pelabuhan sebesar 4,88% (yoy). Inflasi

paling tinggi selanjutnya terjadi pada kelompok Bangunan Pekerjaan Umum Pertanian sebesar

4,19% (yoy) (Grafik 12).

Grafik 12. Inflasi Tahunan IHPB Konstruksi

Berdasarkan Kelompok/Jenis Bangunan

Sumber: BPS, diolah

Sementara itu berdasarkan komoditas bahan bangunan, rata-rata inflasi IHPB tahunan tertinggi

terjadi pada komoditas pasir (7,54%; yoy), diikuti oleh batu bata (2,98%; yoy) dan besi beton

(2,55%; yoy). Secara umum, inflasi tahunan beberapa komoditas konstruksi selama periode 2014-

2017 menunjukkan tren perlambatan. Inflasi tahunan komoditas besi beton meningkat pada tahun

2016 dan 2017 sejalan dengan depresiasi Rupiah terhadap Dollar AS (Grafik 13). Pola inflasi tahunan

beberapa komoditas konstruksi pada IHPB tersebut sejalan dengan pola perubahan harga di level

konsumen yang tercermin dari inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) (Grafik 14).

11

Grafik 13. Inflasi Tahunan IHPB

Beberapa Komoditas Konstruksi

Grafik 14. Inflasi Tahunan IHK

Beberapa Komoditas Konstruksi

Sumber: BPS, diolah

Sumber: BPS, diolah

G. PEMBIAYAAN

Dalam melakukan aktivitasnya, kategori lapangan usaha Konstruksi memperoleh pembiayaan dari

perbankan domestik, penerbitan surat utang (debt securities) di pasar domestik dan penarikan

pinjaman luar negeri. Pada akhir 2017, pembiayaan dari perbankan domestik cenderung mengalami

perlambatan, di sisi lain pembiayaan dari penerbitan debt securities dan pinjaman luar negeri

meningkat.

Pinjaman yang diberikan oleh perbankan (Bank Umum dan BPR) kepada kategori lapangan

usaha Konstruksi memiliki pangsa 7,7% dari total pinjaman yang disalurkan perbankan pada akhir

tahun 2017. Secara nominal, pinjaman kepada kategori lapangan usaha Konstruksi pada 2017

tercatat sebesar Rp260,5 triliun, atau tumbuh 20,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan 21,88%

(yoy) rata-rata pertumbuhan pinjaman yang diterima sektor Konstruksi selama periode 7 tahun

terakhir. Pada triwulan I-2018, total pinjaman yang diberikan oleh Bank Umum dan BPR mencapai

Rp256,7 triliun, atau tumbuh 18,19% (yoy) (Grafik 15).

Grafik 15. Posisi Pinjaman Perbankan Yang

Disalurkan Kepada Kategori Lapangan Usaha

Konstruksi

Grafik 16. Posisi Pinjaman Perbankan Yang

Disalurkan Kepada Kategori Lapangan Usaha

Konstruksi Menurut Kelompok Bank

Sumber: SEKI, diolah

Sumber: SEKI, diolah

75,5 96,1 117,0 148,5 174,7 216,8 260,5 256,7

19,05

27,25

21,73

27,00

17,59

24,14

20,12

18,19

17,0

19,0

21,0

23,0

25,0

27,0

29,0

-

40,0

80,0

120,0

160,0

200,0

240,0

280,0

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018

(%,yoy)(triliun, Rp)

Nominal Growth (yoy)

27,5 37,5 46,7 56,0 67,9 87,7

106,0 105,1 34,6 40,9

47,2 66,2

76,9

94,7

113,0 112,0

-

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

300,0

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018

(triliun Rp)

Persero BPD Swasta Asing & Campuran BPR

12

Pinjaman perbankan kepada kategori lapangan usaha Konstruksi terutama diberikan oleh Bank

Swasta dan Bank Persero dengan pangsa masing-masing sebesar 43% dan 41% pada akhir tahun

2017. Posisi pinjaman yang disalurkan kepada kategori lapangan usaha Konstruksi oleh Bank Persero

dan Swasta pada 2017 masing-masing sebesar Rp106,0 triliun dan Rp113,0 triliun, atau tumbuh

20,9% (yoy) dan 19,3% (yoy) dibandingkan Rp87,7 triliun dan Rp94,7 triliun pada akhir tahun 2016.

Pada triwulan I-2018, posisi pinjaman yang diberikan kepada kategori Konstruksi oleh Bank Swasta

dan Bank Persero masing-masing sebesar Rp112,0 triliun dan Rp105,1 triliun, atau tumbuh 16,7%

(yoy) dan 17,1% (yoy) (Grafik 17 dan 18).

Grafik 17. Pinjaman Bank Persero Yang

Disalurkan Kepada Kategori Lapangan Usaha

Konstruksi

Grafik 18. Pinjaman Bank Swasta Yang

Disalurkan Kepada Kategori Lapangan Usaha

Konstruksi

Sumber: SEKI, diolah

Sumber: SEKI, diolah

Berdasarkan jenis penggunaan,

pinjaman yang diberikan kepada kategori

lapangan usaha Konstruksi didominasi dengan

jenis penggunaan untuk tujuan modal kerja

(pangsa 72%). Pada akhir 2017, pinjaman

modal kerja sebesar Rp193,4 triliun, atau

tumbuh 24,3% (yoy) dari Rp155,6 triliun posisi

akhir 2016. Sementara itu, pinjaman investasi

yang diberikan tercatat sebesar Rp67,0 triliun,

tumbuh 9,5% (yoy) dari Rp61,2 triliun pada

akhir tahun 2016. Pada triwulan I-2018,

pinjaman modal kerja yang diberikan kepada kategori lapangan usaha Konstruksi mencapai sebesar

Rp180,6 triliun atau tumbuh 16,3% (yoy) dari triwulan yang sama tahun lalu. Sementara itu, kredit

investasi pada periode tersebut tercatat sebesar Rp76,0 triliun, tumbuh 22,9% (yoy) dari triwulan I-

2017.

27,5 37,5 46,7 56,0 67,9 87,7 106,0 105,1

35,1

36,1

24,6 19,9 21,3

29,2

20,9

17,1

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

-

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018

(%,yoy)(triliun Rp)

Persero (nominal) Persero (growth, yoy) - RHS

Grafik 19. Posisi Pinjaman Berdasarkan Jenis

Penggunaan Untuk Lapangan Usaha Konstruksi

18,0 21,8 30,8 44,9 52,1 61,2 67,0 76,057,574,3

86,2103,6

122,5

155,6

193,4 180,6

0,0

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

300,0

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018

(triliun Rp)

Kredit Investasi Kredit Modal Kerja

Kredit Investasi

28%

Kredit Modal Kerja72%

13

Grafik 20. Perkembangan Kredit Modal Kerja

Lapangan Usaha Konstruksi

Grafik 21. Perkembangan Kredit Investasi

Lapangan Usaha Konstruksi

Sumber: SEKI, diolah

Sumber: SEKI, diolah

Pembiayaan yang diterima oleh kategori lapangan usaha Konstruksi tidak hanya bersumber

dari perbankan dalam negeri namun juga diperoleh dari pasar modal melalui penerbitan surat

berharga utang korporasi (debt securities) yang diterbitkan di pasar domestik, meskipun nilainya jauh

lebih rendah dibandingkan pembiayaan perbankan. Berdasarkan data KSEI, debt securities yang

diterbitkan oleh kategori lapangan usaha konstruksi pada tahun 2017 tercatat sebesar Rp30,4 triliun,

atau tumbuh 77,2% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan Rp17,2 triliun posisi akhir tahun 2016.

Peningkatan debt securities tersebut terus berlanjut hingga triwulan I-2018, yang tercatat sebesar

Rp33,5 triliun (Grafik 22).

Peningkatan debt securities yang diterbitkan kategori lapangan usaha Konstruksi terutama

bersumber dari peningkatan outstanding debt securities yang diterbitkan oleh perusahaan BUMN

(pangsa 90,4%). Pada akhir tahun 2017, debt securities perusahaan BUMN tercatat sebesar Rp27,5

triliun, atau tumbuh 80,16% (yoy) dibandingkan Rp15,3 triliun pada akhir 2016. Sementara itu, debt

securities yang diterbitkan perusahaan swasta tercatat sebesar Rp2,9 triliun, atau tumbuh 53,08%

(yoy) dibandingkan Rp1,88 triliun pada akhir 2016. Pada triwulan I-2018, outstanding debt securities

perusahaan konstruksi BUMN dan swasta masing-masing tercatat sebesar Rp30,6 triliun dan Rp2,9

triliun (Grafik 23).

Grafik 22. Perkembangan Debt Securities Sektor

Konstruksi

Grafik 23. Debt Securities Sektor Konstruksi

Berdasarkan Jenis Perusahaan

Sumber: KSEI, diolah

Sumber: KSEI, diolah

18,0 21,8 30,8 44,9 52,1 61,2 67,0 76,0

3,4

21,2

41,2

45,9

16,0

17,4

9,5

22,9

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

45,0

50,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018

(%,yoy)(triliun Rp)

Kredit Investasi (nominal) Kredit Investasi (growth,yoy) - RHS

14

Kategori lapangan usaha Konstruksi

dalam melakukan aktivitasnya, selain

menerima pembiayaan dari pasar domestik

juga menerima pinjaman dari luar negeri. Pada

akhir tahun 2017, pinjaman luar negeri

kategori lapangan usaha Konstruksi tercatat

sebesar USD1.251 juta, tumbuh 0,15% (yoy)

dibandingkan USD1.249 juta posisi akhir 2016

(Grafik 24). Peningkatan pinjaman luar negeri

berlanjut pada triwulan I-2018, sehingga total

pinjaman luar negeri kategori lapangan usaha

Konstruksi tercatat sebesar USD1.846 juta,

atau tumbuh 38,9% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016.

H. PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH

Pembangunan infrastruktur nasional merupakan salah satu agenda prioritas pemerintah

Indonesia, karena sejumlah kondisi, seperti (a) terbatasnya keberadaan dan kualitas infrastruktur, (b)

tingginya biaya logistik, produksi, dan distribusi, (c) timpangnya infrastruktur antar wilayah, (d)

terhambatnya program pengentasan kemiskinan, (e) terhambatnya kelancaran distribusi pangan,

serta (f) perlunya mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara lain.

Arah kebijakan pembangunan infrastruktur pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 secara umum adalah untuk mewujudkan infrastruktur pekerjaan

umum dan perumahan rakyat yang handal dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan,

ketahanan air, kedaulatan energi, konektivitas bagi penguatan daya saing, dan layanan infrastruktur

dasar melalui keterpaduan dan keseimbangan pembangunan antardaerah, antar sektor dan antar

tingkat pemerintahan yang didukung dengan industri konstruksi nasional yang berkualitas dan

sumber daya organisasi yang kompeten dan akuntabel.

Pada tahun 2018, alokasi belanja Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur ditetapkan

sebesar 6,9% dari keseluruhan belanja Pemerintah. Besarnya anggaran Kementerian PUPR tahun

2018 sebesar Rp107,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan Rp106,3 triliun pada tahun 2017. Alokasi

anggaran Kementerian PUPR tahun 2018, antara lain kepada Bina Marga dengan porsi terbesar, yaitu

38,81% (Rp41,7 triliun), diikuti Sumber Daya Air 34,74% (Rp37,3 triliun), Cipta Karya 15% (Rp16,1

triliun), penyediaan perumahan 8,97% (Rp9,6 triliun). Adapun target alokasi pembangunan

infrastruktur prioritas tahun 2018 sebanyak Rp 104,7 triliun dari total anggaran Kementerian PUPR

sebesar Rp107,4 triliun adalah sebagai berikut3:

3 Hasil FGD dengan Kementerian PUPR tanggal 3 Mei 2018

Grafik 24. Posisi Pinjaman Luar Negeri Lapangan

Usaha Konstruksi

Sumber: Statistik Utang Luar Negeri, Bank Indonesia, diolah

905 1.083 951 1.151 1.115 1.249 1.251 1.846

27,44

19,73

-12,18

20,95

-1,58 -0,630,15

38,95

-20,00

-10,00

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tw I-2018

(%,yoy)(Juta USD)

Nominal Growth (yoy)

15

Tabel 5. Target Alokasi Pembangunan Infrastruktur Prioritas Tahun 2018

Jumlah Keterangan Pagu Anggaran

(triliun Rp)

I. Bidang Sumber Daya Air

48 Buah Bendungan 37,3

190 Km Pembangunan sarana dan prasarana

pengendali banjir

43 Buah Pembangunan embung

5,92 m3/detik Pembangunan/peningkatan sarana dan

prasarana pengelolaan air baku

48.123 Ha Pembangunan jaringan irigasi baru

31 Km Pembangunan pengendali lahar/sedimen

22 Km Pembangunan dan peningkatan sarana &

prasarana pengamanan pantai

146.556 Ha Rehabilitasi jaringan irigasi

40 Juta m3 Pengaliran lumpur ke Kali Porong

II. Bidang Jalan dan Jembatan (Bina Marga)

829 Km Pembangunan jalan 41,7

33 Km Pembangunan jalan tol (pemerintah)

15.372 M Pembangunan jembatan (termasuk jembatan

gantung)

2.420 M Pembangunan flyover/underpass/terowongan

46.812 Km Preservasi jalan

495.698 M Preservasi jembatan

III. Bidang Cipta Karya

3.435 lt/detik Pembangunan SPAM 16,1

1.991 Ha Penanganan infrastruktur kawasan

permukiman kumuh perkotaan

489.498 KK Pengolahan air limbah

1.584.789 KK Pelayanan sistem persampahan

IV. Bidang Perumahan

13.405 Unit Rumah susun 9,6

4.550 Unit Rumah khusus

180.300 Unit Rumah swadaya

27.500 Unit PSU perumahan

Total Pagu Anggaran 104,7

16

Selain pembangunan infrastruktur prioritas, Pemerintah juga menargetkan penyelesaian

Proyek Strategis Nasional (PSN). Adapun alokasi PSN tahun 2018 meliputi:

Tabel 6. Alokasi Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tahun 2018

No

.

Keterangan Alokasi Anggaran

(triliun Rp)

1 Sumber Daya Air Proyek pembangunan tanggul penahan banjir 0,3

Proyek pembangunan 47 bendungan 7,0

Proyek jaringan irigasi pada 7 daerah 1,0

2 Bina Marga Proyek pembangunan infrastruktur jalan tol

(Tol Manado-Bitung, Cisumdawu, Solo-Kertosono)

1,6

Proyek pembangunan infrastruktur jalan nasional (Jalan

Lingkar Trans Morotai, Jalan Palu-Parigi, Jalan Penghubung

Gorontalo-Manado, dan Jalan Trans Maluku

0,7

3 Cipta Karya Proyek penyediaan air minum (SPAM di Semarang Barat,

Umbulan, Lampung, dan Reginal Mamminasata

0,4

Proyek penyediaan infrastruktur air limbah komunal (Jakarta

Sewerage System)

0,1

Proyek pembangunan PLBN dan Sarana Penunjang (Nangan

Badau, Aruk & Wini)

0,3

Pariwisata (dukungan infrastruktur di 10 KSPN (Tj. Lesung,

Kep. Seribu, Tj. Kelayang, Wakatobi, Danau Toba, Borobudur,

Bromo Tengger, P. Morotai, Mandalika, Labuan Bajo)

0,5

4 Penyediaan

Perumahan

Program satu juta rumah (rusun di DKI Jakarta, Rumah Khusus

Kawasan Perbatasan & Bantuan Rumah Swadaya di Kawasan

Pariwisata

1,1

TOTAL 13,1

Pada tahun 2019, pembangunan infrastruktur diprioritaskan pada kegiatan yang berbentuk:

1) Pelaksanaan pekerjaan yang telah committed,

2) Pembangunan bendungan baru, menyelesaikan pembangunan bendungan lanjutan dan irigasi,

3) Pembangunan konektivitas antar wilayah, kawasan perbatasan Kalimantan dan NTT, Jalan Trans

Papua,

4) Pembangunan Program Kerakyatan (P3-TGAI (Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air

Irigasi), jembatan gantung, KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh), PISEW (Pengembangan Infrastruktur

Sosial Ekonomi Wilayah), PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitas Berbasis Masyarakat),

SANIMAS (Sanitas Berbasis Masyarakat), TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse &

Recycle)),

5) Pembangunan dan perbaikan, serta pemenuhan kebutuhan infrastruktur permukiman dan

perumahan,

6) Pembangunan berbasis kawasan strategis.

17

Mengacu pada prioritas pembangunan infrastruktur yang telah ditetapkan, target alokasi

pembangunan infrastruktur prioritas tahun 2019 secara garis besar meliputi4:

Tabel 7. Target Alokasi Pembangunan Infrastruktur Prioritas Tahun 2019

Jumlah Keterangan

I. Bidang Sumber Daya Air

44 Buah Bendungan

106 Km Pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir

54 Buah Pembangunan embung

4,23 m3/detik Pembangunan/peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan air

baku

51.339 Ha Pembangunan jaringan irigasi baru

16 Km Pembangunan pengendali lahar/sedimen

11 Km Pembangunan dan peningkatan sarana & prasarana pengamanan

pantai

II. Bidang Jalan dan Jembatan (Bina Marga)

1.120 Km Pembangunan jalan

670 Km Pembangunan jalan tol (pemerintah dan swasta)

13.084 M Pembangunan jembatan (termasuk jembatan gantung)

1.467 M Pembangunan flyover/underpass/terowongan

III. Bidang Cipta Karya

6.350 lt/detik Pembangunan SPAM

2.208 Ha Penanganan infrastruktur kawasan permukiman kumuh perkotaan

303.300 KK Pengolahan air limbah

966.000 KK Pelayanan sistem persampahan

IV. Bidang Perumahan

13.500 Unit Rumah susun

5.000 Unit Rumah khusus

250.000 Unit Rumah swadaya

30.000 Unit PSU perumahan

Untuk mendukung pembangunan infrastruktur (sektor konstruksi) nasional, Pemerintah telah

mengeluarkan 16 Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) termasuk PKE yang mendukung pembangunan

infrastruktur nasional (Tabel 8).

Tabel 8. Paket Kebijakan Ekonomi (PKE)

PKE I.

Melakukan deregulasi atas

165 peraturan,

mempercepat birokrasi

perizinan terkait pengadaan

lahan dan izin lainnya untuk

proyek infrastuktur,

memperkuat kepastian

hukum untuk kepemilikan

PKE II.

Mempermudah layanan

dalam pemberian izin

investasi di kawasan

industri, memangkas durasi

untuk mengurus tax

allowance dan tax holiday

dan menghapus pungutan

PPN untuk alat transportasi

PKE III.

Menurunkan harga BBM,

gas, dan tarif dasar listrik

bagi industri dan

menyederhanakan izin

pertanahan untuk

kepentingan investasi

PKE IV.

Memperbaiki sistem

ketenagakerjaan serta

sistem pendapatan yang

meningkat setiap

tahunnya dan

memberikan kebijakan

terhadap Kredit Usaha

4 Hasil FGD dengan Kementerian PUPR tanggal 3 Mei 2018

18

lahan, serta memperjelas

tata cara dan kelengkapan

dokumen yang dibutuhkan

dalam prosedur perizinan

Rakyat (KUR) yang lebih

luas dan terjangkau

PKE V.

Memberikan insentif berupa

keringanan pajak dan

revaluasi aset perusahaan

dan BUMN serta individu

untuk membuat sistem

ekonomi dan investasi yang

lebih transparan dan efisien

PKE VI.

Memberikan insentif

berupa kemudahan

investasi untuk wilayah

KEK, regulasi sumber daya

air dan proses perizinan

yang cepat

PKE VII.

Mendorong daya saing

industri padat karya

melalui insentif PPh pasal

21

PKE VIII.

Kebijakan satu peta,

mempercepat

pembangunan kilang

minyak dalam negeri,

dan memberikan insentif

bagi perusahaan jasa

pemeliharaan

PKE IX.

Mendukung percepatan

pembangunan infrastruktur

ketenagalistrikan melalui

Perpres No. 4 Tahun 2016

tentang Percepatan

Infrastruktur

Ketenagalistrikan untuk

mencapai target rasio

elektrifikasi sebesar 97% di

tahun 2019

PKE X.

Meningkatkan

perlindungan bagi Usaha

Mikro, Kecil, Menengah

dan Koperasi (UMKMK)

melalui revisi Daftar Negatif

Investasi (DNI)

PKE XI.

Memperlancar arus

barang di pelabuhan

melalui Indonesia Single

Risk Management (ISRM)

PKE XII.

Mendukung upaya

deregulasi untuk

kemudahan berusaha

dengan memangkas dari

94 prosedur menjadi 10

prosedur untuk

mendapatkan izin

memulai usaha

PKE XIII.

Menyederhanakan jumlah

dan waktu perizinan yang

diperlukan untuk

membangun rumah

Masyarakat Berpenghasilan

Rendah (MBR) dari 33

izin/tahapan menjadi 11

izin/rekomendasi

PKE XIV.

Menerbitkan Peta Jalan E-

commerce untuk

mendorong perluasan dan

peningkatan kegiatan

ekonomi masyarakat di

seluruh Indonesia secara

efisien dan terkoneksi

secara global

PKE XV.

Meningkatkan

kemudahan berusaha dan

pengurangan biaya bagi

usaha penyedia jasa

logistik nasional

PKE XVI.

Menyelesaikan

hambatan dalam proses

pelaksanaan serta

memanfaatkan

teknologi informasi

melalui penerapan

sistem perizinan

terintegrasi (single

submission)

Dengan berbagai kemudahan dan dukungan terhadap pembangunan infrastruktur yang

dituangkan dalam PKE tersebut, indeks daya saing infrastruktur Indonesia meningkat ke peringkat

52 pada tahun 2017-2018 dari peringkat 60 tahun 2016-2017 maupun peringkat 62 tahun 2015-

2016. Indonesia berada di posisi ke 4 di Asia Tenggara, setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Dengan demikian, indeks daya saing global Indonesia (GCI) juga meningkat dari peringkat 41 tahun

2016-2017 menjadi peringkat 36 tahun 2017-2018.

Terdapat sejumlah tantangan yang masih harus dihadapi Indonesia dalam pembangunan

infrastruktur dasar5, yaitu antara lain:

1) Disparitas antar wilayah terutama Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia (KTI),

2) Daya saing nasional yang masih harus terus didorong, salah satunya melalui peningkatan

konektivitas,

3) Tingkat urbanisasi yang tinggi, dimana 53% penduduk tinggal pada kawasan perkotaan,

5 Renstra PUPR 2015-2019

19

4) Perubahan iklim yang antara lain berdampak pada kawasan pesisir dan perkotaan, seperti

misalnya kenaikan permukaan air laut dan penurunan permukaan tanah di Jakarta dan

Semarang.

5) Posisi Indonesia yang berada pada kawasan ring of fire berpengaruh pada perencanaan,

pelaksanaan, operasionalisasi dan pemeliharaan infrastruktur.

6) Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal dalam mendukung kedaulatan pangan dan

energi, seperti misalnya potensi sumber daya air di Indonesia mencapai 3,9 triliun M3 namun

yang dimanfaatkan baru mencapai ±13,8 miliar M3

atau ±58 M3

per kapita. Nilai tersebut jauh

lebih rendah dibandingkan Thailand 1.277 M3 per kapita dan satu tingkat di atas Ethiopia 38 M

3

per kapita.

7) Pengendalian pembangunan belum sepenuhnya dilakukan mengacu pada rencana tata ruang

sehingga berdampak pada kerusakan alam.

8) Kurang terpadunya perencanaan pembangunan infrastruktur perhubungan laut dan

penyeberangan, maupun pengembangan kota pesisir dengan pembangunan infrastruktur PUPR,

terutama jalan dan sumber daya air.

9) Perlunya peningkatan sinergi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pembangunan

infrastruktur terutama dalam pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan, sesuai

dengan batasan kewenangan pusat dan daerah. Sebagai contoh, perbaikan jaringan irigasi yang

rusak yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan

jaringan irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, dan kemantapan jaringan jalan

nasional perlu didukung dengan kemantapan jaringan jalan daerah guna mendukung arus

logistik.

Secara spasial, pembangunan infrastruktur dilakukan guna mendukung

RPJMN 2015-2019, setiap WPS dibagi berdasarkan

tema atau potensi per pulau, yaitu sebagai berikut:

1. Pulau Sumatera, sebagai pintu gerbang perdagangan internasional; industri berbasis komoditas

kelapa sawit, karet, timah, bauksit, & kaolin; lumbung energi nasional, pengembangan energi

terbarukan biomassa; hilirisasi komoditas batu bara; dan percepatan pembangunan ekonomi

berbasis maritim (kelautan).

2. Pulau Jawa, sebagai lumbung pangan nasional; salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik

dunia; pendorong sektor industri dan jasa nasional; dan percepatan pembangunan ekonomi

berbasis maritim (kelautan).

3. Pulau Papua, untuk percepatan pengembangan industri komoditas lokal perkebunan,

peternakan, kehutanan; percepatan pengembangan ekonomi kemaritiman; percepatan

pengembangan hilirisasi industri pertambangan, migas & tembaga; penguatan kapasitas

kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat; percepatan pengembangan pariwisata

budaya dan alam; peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan; dan

pengembangan kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis wilayah kampung

masyarakat adat.

4. Pulau Kalimantan, untuk mempertahankan fungsi Kalimantan sebagai paru-paru dunia; salah

satu lumbung pangan nasional; pengembangan industri berbasis komoditas kelapa sawit, dan

20

karet; dan lumbung energi nasional dengan pengembangan hilirisasi komoditas batu bara,

bauksit, bijih besi, gas alam cair, pasir zirkon & pasir kuarsa.

5. Pulau Bali sebagai lumbung pangan nasional; salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik

dunia; pendorong sektor industri dan jasa nasional; dan percepatan pembangunan ekonomi

berbasis maritim (kelautan).

6. Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata ekologis; pengembangan industri perikanan,

garam, dan rumput laut; pengembangan industri berbasis peternakan sapi dan perkebunan

jagung; dan pengembangan industri mangan, dan tembaga.

7. Kepulauan Maluku sebagai produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional; Pengembangan

industri berbasis komoditas perikanan; pengembangan industri pengolahan berbasis nikel, dan

tembaga; dan pariwisata bahari.

8. Pulau Sulawesi untuk pengembangan industri berbasis rotan, aspal, nikel, bijih besi & gas bumi;

Pintu gerbang perdagangan internasional & kawasan timur; Lumbung pangan nasional dengan

pengembangan industri kakao, padi, dan jagung; Pengembangan industri berbasis logistik; dan

Percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri

perikanan & pariwisata bahari.

Pembangunan infrastruktur pada setiap WPS diarahkan untuk mempercepat pembangunan

fisik di setiap kawasan dengan memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan

keunggulan daerah dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan infrastruktur dalam kawasan, antar

kawasan maupun antar WPS. Terdapat 35 WPS yang tersebar di seluruh pulau dan kepulauan yaitu:

Pulau Sumatera (6 WPS), Pulau Sulawesi (5 WPS), Pulau Kalimantan (4 WPS), Kepulauan Maluku (2

WPS), Pulau Bali - Nusa Tenggara (5 WPS), Pulau Papua (4 WPS), Pulau Jawa (8 WPS), dan Pulau-

Pulau Kecil Terluar (1WPS). WPS tersebut diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu: Kelompok WPS

Pusat pertumbuhan terpadu; Kelompok WPS Pusat pertumbuhan sedang berkembang; dan

Kelompok WPS Pertumbuhan baru (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Wilayah Pengembangan Strategis

Sumber : Renstra PUPR 2015 - 2019