ascites

24
Ascites Definisi Ascites Ascites adalah akumulasi dari cairan (biasanya cairan serous yang adalah cairan kuning pucat dan bening) dalam rongga perut (peritoneal). Rongga perut berlokasi dibawah rongga dada, dipisahkan darinya oleh diaphragm. Cairan ascitic dapat mempunyai banyak sumber-sumber seperti penyakit hati , kanker-kanker , gagal jantung congestif , atau gagal ginjal . Penyebab Ascites Penyabab yang paling umum dari ascites adalah penyakit hati yang telah lanjut atau cirrhosis . Kira-kira 80% dari kasus-kasus ascites diperkirakan disebabkan oleh cirrhosis. Meskipun mekanisme yang tepat dari perkembangan tidak dimengerti sepenuhnya, kebanyakan teori-teori menyarankan portal hypertension (tekanan yang meningkat adalam aliran darah hati) sebagai penyumbang utama. Asas dasarnya adalah serupa pada pembentukan dari edema ditempat lain di tubuh yang disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan antara sirkulasi dalam (sistim tekanan tinggi) dan luar, dalam kasus ini, rongga perut (ruang tekanan rendah). Kenaikan dalam tekanan darah portal dan pengurangan dalam albumin (protein yang diangkut dalam darah) mungkin bertangung jawab dalam pembentukan gradien tekanan dan berakibat pada ascites perut. Faktr-faktor lain yang mugkin berkontribusi pada ascites adalah penahanan garam dan air. Volume darah yang bersirkulasi mungkin dirasakan rendah oleh sensor-sensor dalam ginjal-ginjal karena pembentukan dari ascites mungkin menghabiskan beberapa volume dari darah. Ini memberi sinyal pada ginjal-ginjal untuk menyerap kembali lebih banyak garam dan air untuk mengkompensasi volume yang hilang. Beberapa penyebab-penyebab lain dari ascites berhubungan dengan gradien tekanan yang meningkat adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal yang telah lanjut yang disebabkan oleh penahanan cairan keseluruhan dalam tubuh. Pada kasus-kasus yang jarang, tekanan yang meningkat dalam sistim portal dapat disebabkan oleh rintangan internal atau eksternal dari pembuluh portal, berakibat pada portal hypertension tanpa cirrhosis. Contoh-contoh dari ini dapat adalah massa (atau tumor) yang menekan pada pembuluh-pembuluh portal dari rongga perut bagian dalam atau pembentukan bekuan (gumpalan) darah dalam pembuluh portal yang

Upload: ariezta-kautsar-rahman

Post on 07-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

cvs

TRANSCRIPT

AscitesDefinisi Ascites Ascites adalah akumulasi dari cairan (biasanya cairan serous yang adalah cairan kuning pucat dan bening) dalam rongga perut (peritoneal). Rongga perut berlokasi dibawah rongga dada, dipisahkan darinya oleh diaphragm. Cairan ascitic dapat mempunyai banyak sumber-sumber seperti penyakit hati, kanker-kanker, gagal jantung congestif, atau gagal ginjal. Penyebab Ascites Penyabab yang paling umum dari ascites adalah penyakit hati yang telah lanjut atau cirrhosis. Kira-kira 80% dari kasus-kasus ascites diperkirakan disebabkan oleh cirrhosis. Meskipun mekanisme yang tepat dari perkembangan tidak dimengerti sepenuhnya, kebanyakan teori-teori menyarankan portal hypertension (tekanan yang meningkat adalam aliran darah hati) sebagai penyumbang utama. Asas dasarnya adalah serupa pada pembentukan dari edema ditempat lain di tubuh yang disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan antara sirkulasi dalam (sistim tekanan tinggi) dan luar, dalam kasus ini, rongga perut (ruang tekanan rendah). Kenaikan dalam tekanan darah portal dan pengurangan dalam albumin (protein yang diangkut dalam darah) mungkin bertangung jawab dalam pembentukan gradien tekanan dan berakibat pada ascites perut. Faktr-faktor lain yang mugkin berkontribusi pada ascites adalah penahanan garam dan air. Volume darah yang bersirkulasi mungkin dirasakan rendah oleh sensor-sensor dalam ginjal-ginjal karena pembentukan dari ascites mungkin menghabiskan beberapa volume dari darah. Ini memberi sinyal pada ginjal-ginjal untuk menyerap kembali lebih banyak garam dan air untuk mengkompensasi volume yang hilang. Beberapa penyebab-penyebab lain dari ascites berhubungan dengan gradien tekanan yang meningkat adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal yang telah lanjut yang disebabkan oleh penahanan cairan keseluruhan dalam tubuh. Pada kasus-kasus yang jarang, tekanan yang meningkat dalam sistim portal dapat disebabkan oleh rintangan internal atau eksternal dari pembuluh portal, berakibat pada portal hypertension tanpa cirrhosis. Contoh-contoh dari ini dapat adalah massa (atau tumor) yang menekan pada pembuluh-pembuluh portal dari rongga perut bagian dalam atau pembentukan bekuan (gumpalan) darah dalam pembuluh portal yang menghalangi aliran normal dan menongkatkan tekanan dalam pembuluh (contoh, Budd-Chiari syndrome). Ada juga pembentukan ascites sebagai akibat dari kanker-kanker, yang disebut malignant ascites. Tipe-tipe ascites ini secara khas adalah manifestasi-manifestasi dari kanker-kanker yang telah lanjut dari organ-organ dalam rongga perut, seperti, kanker usus besar, kanker pankreas, kanker lambung, kanker payudara, lymphoma, kanker paru-paru, atau kanker indung telur. Pancreatic ascites dapat terlihat pada orang-orang dengan pancreatitis atau peradangan pankreas kronis. Penyebab yang paling umum dari pankreatitis kronis adalah penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan. Pancreatic ascites dapat juga disebabkan oleh pankreatitis akut serta trauma pada pankreas.

Tipe-Tipe Dari Ascites Secara tradisi, ascites dibagi kedalam dua tipe-tipe; transudative atau exudative. Klasifikasi ini didasarkan pada jumlah dari protein yang ditemukan dalam cairan. Sistim yang lebih berguna telah dikembangkan berdasarkan pada jumlah dari albumin dalam cairan ascitic dibanding pada serum albumin (albumin diukur dalam darah). Ini disebut Serum Ascites Albumin Gradient atau SAAG. Ascites yang berhubungan dengan hipertensi portal (cirrhosis, gagal jantung congestif, Budd-Chiari) umumnya adalah lebih besar dari 1.1. Ascites yang disebabkan oleh sebab-sebab lain (malignant, pancreatitis) adalah lebih rendah dari 1.1. Faktor-Faktor Risiko Untuk Ascites Penyebab yang paling umum dari ascites adalah sirosis hati. Banyak dari faktor-faltor risiko untuk mengembangkan ascites dan cirrhosis adalah serupa. Faktor-faktor risiko yang paling umum termasuk hepatitis B, hepatitis C, dan penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan. Faktor-faktor risiko yang berpotensial lainnya berhubungan dengan kondisi-kondisi lain yang mendasarinya, seperti gagal jantung congestif, malignancy, dan penyakit ginjal. Gejala-Gejala Dari Ascites Mungkin tidak ada gejala-gejala yang berhubungan dengan ascites terutama jika ia adalah ringan (biasanya kurang dari kira-kira 100 400 ml pada kaum dewasa). Ketika lebih banyak cairan berakumulasi, ukuran lilitan perut dan ukuran yang meningkat umumnya terlihat. Nyeri perut, ketidaknyamanan, dan kembung juga sering terlihat ketika ascites menjadi lebih besar. Sesak napas dapat juga terjadi dengan ascites yang besar yang disebabkan oleh tekanan pada diaphragm dan migrasi dari cairan keseluruh diaphragm yang menyebabkan pleural effusions (cairan sekitar paru-paru). Secara kosmetik perut yang besar yang menjelekan, yang disebabkan oleh ascites, juga adalah keprihatinan umum dari beberapa pasien-pasien. Perawatan Untuk Ascites Perawatan dari ascites sebagian besar tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Contohnya, peritoneal carcinomatosis atau malignant ascites mungkin dirawat dengan pemotongan keluar kanker secara operasi dan kemoterapi, sementara penatalaksanaan dari ascites yang berhubungan dengan gagal jantung diarahkan menuju perawatan gagal jantung dengan penatalaksanaan medis dan pembatasan-pembatasan makanan. Karena sirosis hati adalah penyebab utama dari ascites, ia akan menjadi fokus utama dari bagian ini. Diet Menatalaksanakan ascites pada pasien-pasien dengan cirrhosis secara khas melibatkan pembatasan pemasukan sodium makanan dan penggunaan diuretics (pil-pil air). Membatasi pemasukan sodium (garam) makanan kurang dari 2 gram per hari adalah sangat praktis, dengan sukses, dan secara luas direkomendasikan untuk pasien-pasien dengan ascites. Pada kebanyakan dari kasus-kasus, pendekatan ini perlu dikombinasikan dengan penggunaan diuretics karena pembatasan garam sendirian umumnya bukan cara yang efektif untuk merawat ascites. Konsultasi dengan ahli nutrisi dalam rangka pembatasan garam harian dapat sangat bermanfaat untuk pasen-pasien dengan ascites. Pengobatan Diuretics meningkatkan ekskresi (pengeluaran) air dan garam dari ginjal-ginjal. Regimen (aturan) diuretic yang direkomendasikan dalam setting dari ascites yang berhubungan dengan hati adalah kombinasi dari spironolactone (Aldactone) dan furosemide (Lasix). Dosis tunggal harian dari 100 miligram spironolactone dan 40 miligram furosemide adalah dosis awal yang biasanya direkomendasikan. Ini dapat ditingkatkan secara berangsur-angsur untk memperoleh respon yang tepat pada dosis maksimum 400 miligram spironolactone dan 160 miligram furosemide, sepanjang pasien dapat mentolerir peningkatan dosis tanpa segala efek-efek sampingan. Meminum obat-obat ini bersama pada pagi hari secara khas dianjurkan untuk mencegah buang air kecil yang seringkali sewaktu malam hari. Therapeutic paracentesis Untuk pasien-pasien yang tidak merespon dengan baik pada atau tidak dapat mentolerir regimen diatas, therapeutic paracentesis (jarum yang secara hati-hati ditempatkan kedalam area perut, dibawah kondisi-kondisi yang steril) yang sering dapat dilakukan untuk mengeluarkan jumlah-jumlah cairan-cairan yang besar. Beberapa liter (sampai 4 sampai 5 liter) dari cairan dapat dikeluarkan secara aman dengan prosedur ini setiap waktu. Untuk pasien-pasien dengan malignant ascites, prosedur ini mungkin juga adalah lebih efektif daripada penggunaan diuretic. Operasi Untuk kasus-kaus yang lebih gigih (refractory), prosedur-prosedur operasi mungkin adalah perlu untuk mengontrol ascites. Transjugular intrahepatic portosystemic shunts (TIPS) adalah prosedur yang dilakukan melalui internal jugular vein (vena utama pada leher) dibawah pembiusan lokal oleh interventional radiologist. Shunt (langsiran) ditempatkan diantara portal venous system dan systemic venous system (vena-vena yang mengalirkan balik darah ke jantung), dengan demikian mengurangi tekanan portal. Prosedur ini dicadangkan untuk pasien-pasien yang mempunyai respon yang minimal pada perawatan medis yang agresif. Ia telah ditunjukan mengurangi ascites dan membatasi atau mengeliminasi penggunaan dari diuretics pada mayoritas dari kasus-kasus yang dilaksanakan. Bagaimanapun, ia berhubungan dengan komplikasi-komplikasi yang signifikan seperti hepatic encephalopathy (kebingungan) dan bahkan kematian. Penempatan-penempatan langsiran yang lebih tradisional (peritoneovenous shunt dan systemic portosystemic shunt) telah pada dasarnya ditinggalkan yang disebabkan oleh angka komplikasi-komplikasi mereka yang tinggi. Transplantasi hati Akhirnya, transplantasi hati untuk cirrhosis yang telah lanjut mungkin dipertimbangkan sebagai perawatan untuk ascites yang disebabkan oleh gagal hati. Transplantasi hati melibatkan proses yang sangat sulit dan berkepanjangan dan ia memerlukan pengamatan dan manajemen yang sangat ketat oleh spesialis-spesialis transplantasi.

Komplikasi-Komplikasi Untuk Ascites Beberapa komplikasi-komplikasi dari ascites dapat dihubungkan pada ukurannya. Akumulasi dari cairan mungkin menyebabkan kesulitan-kesulitan bernapas oleh penekanan diaphragm dan pembentukan dari pleural effusion. Infeksi-infeksi adalah komplikasi-komplikasi lain yang serius dari ascites. Pada pasien-pasien dengan ascites yang berhubungan dengan portal hypertension, bakteri-bakteri dari usus mungkin secara spontan menyerang cairan peritoneal (ascites) dan menyebabkan infeksi. Ini disebut spontaneous bacterial peritonitis atau SBP. Antibodi-antibodi adalah jarang pada ascites dan, oleh karenanya, respon imun pada cairan ascitic adalah sangat terbatas. Diagnosis dari SBP dibuat dengan melakukan paracentesis dan menganalisa cairan untuk jumlah sel-sel darah putih atau bukti dari pertumbuhan bakteri. Hepatorenal syndrome adalah komplikasi yang jarang, namun serius dan berpotensi mematikan (angka-angka kelangsungan hidup rata-rata mencakup dari 2 minggu sampai kira-kira 3 bulan) dari yang berhubungan dengan cirrhosis hati yang menjurus pada gagal ginjal yang progresif. Mekanisme yang tepat dari sindrom ini tidak diketahui dengan baik, namun ia mungkin berakibat dari perubahan-perubahan dalam cairan-cairan, aliran darah ke ginjal-ginjal yang terganggu, penggunaan yang berlebihan dari diuretics, dan pemasukan-pemasukan dari zat-zat kontras atau obat-obat yang mungkin berbahaya pada ginjal-ginjal. Mencegah Ascites Pencegahan dari ascites sebagian besar melibatkan pecegahan faktor-faktor risiko dari kondisi-kondisi yang mendasarinya yang menjurus pada ascites. Pada pasien-pasien dengan penyakit hati dan sirosis telah lanjut yang diketahui dari segala sebab, penghindaran dari pemasukan alkohol dapat dengan jelas mengurangi risiko pembentukan ascites. Obat-obat antiperadangan nonsteroid [ibuprofen (Advil, Motrin, dll.)] juga harus dibatasi pada pasien-pasien dengan cirrhosis karena mereka mungkin mengurangi aliran darah ke ginjal-ginjal, jadi, membatasi ekskresi (pengeluaran) garam dan air. Mematuhi pembatasan-pembatasan garam makanan juga adalah tindakan pencegahan mudah lainnya untuk mengurangi ascites. Prognosis Untuk Ascites Harapan (prognosis) pada ascites terutama tergantung pada penyebab dan keparahan yang mendasarinya. Pada umumnya, prognosis dari malignant ascites adalah buruk. Kebanyakan kasus-kasus mempunyai waktu kelangsungan hidup yang berarti antara 20 sampai 58 minggu, tergantung pada tipe dari malignancy seperti yang ditunjukan oleh kelompok dari penyelidik-penyelidik. Ascites yang disebabkan oleh cirrhosis biasanya adalah tanda dari penyakit hati yang telah lanjut dan ia biasanya mempunyai prognosis yang sedang (3 tahun kelangsungan hidup kira-kira 50%). Ascites yang disebabkan oleh gagal jantung mempunyai prognosis yang sedang karena pasien mungkin hidup bertahun-tahun dengan perawatan-perawatan yang tepat (kelangsungan hidup rata-rata kira-kira 1.7 tahun untuk laki-laki dan kira-kira 3.8 untuk wanita-wanita pada satu studi yang besar). PERITONITISPeritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti ruptur appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari.Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal. Pada saat ini penanganan peritonitis dan abses peritoneal melingkupi pendekatan multimodal yang berhubungan juga dengan perbaikan pada faktor penyebab, administrasi antibiotik, dan terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder dikarenakan kegagalan sistem organ.Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk primer (i.e. spontan), sekunder (i.e. terkait proses patologi pada organ visceral) atau tertier (i.e. infeksi persisten atau recurrent setelah terapi inisial). Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi generalized (peritonitis) dan localized (abses intra abdomen).Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Kira0kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial. Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus halus.Tabel1.penyebab peritonitis sekunderRegio AsalPenyebab

EsophagusBoerhaave syndrome Malignancy Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic*

StomachPeptic ulcer perforation Malignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma, gastrointestinal stromal tumor) Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic*

DuodenumPeptic ulcer perforation Trauma (blunt and penetrating) Iatrogenic*

Biliary tractCholecystitis Stone perforation from gallbladder (ie, gallstone ileus) or common duct Malignancy Choledochal cyst (rare) Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic*

PancreasPancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones) Trauma (blunt and penetrating) Iatrogenic*

Small bowelIschemic bowel Incarcerated hernia (internal and external) Closed loop obstruction Crohn disease Malignancy (rare) Meckel diverticulum Trauma (mostly penetrating)

Large bowel and appendixIschemic bowel Diverticulitis Malignancy Ulcerative colitis and Crohn disease Appendicitis Colonic volvulus Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic

Uterus, salpinx, and ovariesPelvic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis, tubo-ovarian abscess, ovarian cyst) Malignancy (rare) Trauma (uncommon)

PATOFISIOLOGIPeritonitis menyebabkan adanya penurunan aktivitas fibrinolitik intrabdomen (peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestra fibrin yang berakibat pada pembentukan adesi. Produksi eksudat dari fibrin menggambarkan peran penting sistem pertahanan, akan tetapi jumlah bakteria yang terlalu besar dapat berlanjut menjadi pembentukan matriks fibrin. Hal ini dapat menyebabkan perlambatan penyebaran dan perluasan sistemik sehingga dapat menurunkan tingkat mortalitas akibat sepsis, namun hal ini dapat bersamaan dengan perkembangan infeksi residual dan pembentukan absess. Pada saat matriks fibrin mature, bakteri didalamnya menjadi mature dan terlindungi dari mekanisme clearance dari host.Efek dari fibrin ini (containtment vs infeksi persisten), dapat dikaitkan pada derajat kontaminasi bakteri peritoneal. Pada studi terhadap binatang yang menilai efek defibrinogenasi dan terapi fibrin abdomen, kontaminasi peritoneal yang hebat akan mengacu pada peritonitis berat dengan kematian (Pembentukan abses diketahui sebagai strategi pertahana tubuh untuk menahan penyebaran infeksi, walaupun proses ini dapat menyebabkan infeksi persisten dan sepsis yang menangan cam hidup.Awal dari pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteria dan agen abscess potentiating menuju lingkungan yang normalnya steril. Pertahana tubuh tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan akan berusaha untuk mengontrol penyebarannya dalam beberapa cara. Proses ini dibantu dengan kombinasi dari berbagai faktor seperti proses fagositik. Kontaminasi bakteri peritoneal yang transien (biasanya oleh karena penyakit visceral dan trauma saluran cerna) adalah yang paling sering. Hasil paparan oleh antigen bakterial digambarkan sebagai perubahan respon imun terhadap inokulasi rekuren dari peritoneal. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan insidensi pembentukan abses, perubahan kandungan bakterial dan peningkatan angka kematian. Beberapa studi terkini menunjukan bahwasanya infeksi nosokomial pada tempat lain (seperti pneumonia, infeksi luka, dll) juga dapat berkaitan dengan peningkatan pembentukan abses abdomen.Faktor virulensi dari bakterial yang berinteraksi dengan fagositosis dan neutrophil-mediated bacterial killing merupakan mediator yang penting dalam mengakibatkan infeksi persisten dan pembentukan abses. Diantara faktor tersebut adalah pembentukan kapsul, pertumbuhan anaerob fakultatif, kemampuan adesi dan produksi asam suksinat. Kaitan antara organisme bakterial dan fungal juga memiliki peran penting dalam menggangu pertahanan tubuh. Beberapa peneliti meyakinkan bahwasanya bakteri dan fungi eksis sebagai nonsynergistic parallel infections dengan kompetisi inkomplit yang memungkinkan bertahannya semua organisme. Pada keadaan ini, terapi infeksi bakteri saja dapat mengakibatkan pertumbuhan berlebih dari fungi, yang berakibat apda peningkatan mobiditas. Faktor predisposisi pada pertumbuhan candidiasis abdomen meliputi penggunaan berkepanjangan dari antibiotik broad-spectrum, terapi supresi asam lambung, kateter vena sentral dan hiperalimentasi intravena, malnutrisi, diabetes serta steroid dan bebergai bentuk imunosupresi lainnya.GAMBARAN KLINISDiagnosis peritonitis biasanya didapatkan secara klinis. Umumnya semua pasien hadir dengan keluhan berbagai derajat nyeri abdomen. Nyerinya dapat akut maupun kronis. Umumnya nyerinya dalam bentuk nyeri tumpul dengan tidak terlokalisasi dengan baik (peritoneum visceral) yang kemudian berkembang menetap, makin parah dan makin terlokalisasi (peritoneum parietal). Jika proses infeksi tidak terbendung, nyeri akan menjadi difus. Pada beberapa penyakit penyebab (seperti perforasi gaster, pakreatitis akut yang berat, iskemi intestin) nyeri abdomen dapat tergeneralisasi dari awal.Anoreksia dan nausea sering muncul dan dapat mendahului perkembangan nyeri abdomen. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal.Pada pemeriksan fisik, pasien dengan peritonitis sering tampak tidak sehat dan pada keadaan berbahaya. Demam dengan temperatur melebihi 38C dapat ditemukan, tapi pasien dengan sepsis berat dapat ditemukan dalam keadaan hipotermia. Takikardi muncul akibat mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit, demam serta hilangnya sepertiga ruang peritoneal. Dengan dehidrasi yang progresif, pasien akan menjadi hipotensi, yang menunjukan penurunan output urin dan dengan peritonitis berat.Pada pemeriksaan abdomen, pada dasarnyasemua pasien menunjukan adanya tenderness pada palpasi, (pada saat pemeriksaan pasien dengan suspect peritonitis sebaiknya pasien sebaiknya berbaring dengan posisi lutut lebih tinggi agar pasien dapat lebih relaksasi pada dinding abdomennya). Pada banyak pasien (baik pada peritonitis dan nyeri abdomen difus yang berat) titik tenderness maksimal atau atau referred rebound tenderness terletak pada tempat proses patologis.Pada banyak pasien menunjukan adanya peningkatan rigiditas dinding abdomen. Peningkatan tonus otot dinding abdomen dapat secara volunter akibat respon atau antisipasi pada pemeriksaan abdomen atau secara involunter karena iritasi peritoneal. Pasien dengan peritonitis berat sering menghindari banyak gerak dan memfleksikan pinggulnya untuk mengurangi tekanan dinding abdomen. Abdomen terkadang distensi, dengan suara usus hipoaktif hingga tidak terdengar.Pemeriksaan rektal kerap mengakibatkan nyeri abdomen. Massa peradangan lunak yang terletak pada anterion kanan mungkin mengindikasikan appendisitis dan anterio fullness dan fluktuasi dapat mengindikasikan sebuah abses cul de sac.Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual dan vaginal dapat mengarahkan pada differential diagnosis penyakit inflamasi pelvis (seperti endometritis, salfingo-oovoritis, abses tuba ovarii). Tapi temuannya kerap sulit untuk diinterpretasikan sebagai peritonitis berat.Pada saat mengevaluasi pasien dengan dugaan infeksi peritoneal, melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap adalah hal yang sangat penting. Prosesus thoracic dengan iritasi diafragma (seperti empiema), proses ekstraperitoneal (seperti pyelonephritis, cystitis, retensi urin akut), dan proses dinding abdomen (seperti infeksi, hematoma recti) dapat terlihat seperti tanda-tanda maupun gejala peritonitis. Sering kali hasil dan temuan pemeriksaan klinis sama sekali tidak reliable pada pasien dengan immunosupresi yang berarti (seperti pasien diabetes berat, pengguna steroid, status post-transplantasi, HIV), pada pasien dengan perubahan status mental (seperti cedera kepala, ensepalopati toksik, shock sepsis, agen analgesik), pada pasien paraplegi dan apda pasien usia lanjut. Dengan infeksi peritoneal dalam yang terlokalisasi, demam dengan atau tanpa peningkatan hitung WBC mungkin satu-satunya tanda yang ditemukan. Kebanyakan pasien dengan TP menunjukan hanya gejala vagal dan mungkin afebril..PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Laboratorium Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah leukopenia PT, PTT dan INR Test fungsi hati jika diindikasikan Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone disease) Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDHPemeriksaan Radiologi Foto polos USG CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111labeled autologous leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan). Scintigraphy MRI

Table 2. Microbiology of Primary, Secondary, and Tertiary PeritonitisPeritonitis (Tipe)Organisme PenyebabTerapi Antibiotik (yang dianjurkan)

KelasTipe Organisme

PrimaryGram-negativeE coli (40%) K pneumoniae (7%) Pseudomonas species (5%) Proteus species (5%) Streptococcus species (15%) Staphylococcus species (3%) Anaerobic species ( 1,5 mg/dl (130 mmol/L) atau bersihan kreatinin < 40 ml/menit3. Tidak ada syok, sepsis, kehilangan cairan, maupun pemakaian obat-obat nefrotoksik (misalnya AINS dan golongan aminoglikosida).4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal (penurunan kreatinin serum < 1,5 mg/dl atau peningkatan bersihan kreatinin >40 ml/menit) sesudah pemberian cairan isotonis salin 1,5 liter.5. Proteinuri < 500 mg/hari tanpa obstruksi saluran kemih atau penyakit ginjal pada pemeriksaan USG.Kriteria tambahan 1. Volume urin < 500 ml/hari2. Natrium urin < 10 mEq/liter3. Osmolaritas urin > osmolaritas plasma4. Eritrosit urin < 50 /lapangan pandang.5. Natrium serum < 130 mEq/liter.SHR perlu dibedakan dengan penyakit hati bersamaan dengan penyakit ginjal atau penurunan fungsi ginjal. Pada beberapa keadaan, diagnosis SHR mungkin dapat dibuat setelah menyingkirkan sindrom pseudohepatorenal. Sindrom pseudohepatorenal adalah suatu keadaan terdapatnya kelainan fungsi ginjal bersamaan dengan gangguan fungsi hati yang tidak mempunyai hubungan satu sama lain.Beberapa penyebab sindrom pseudohepatorenal adalah :- Penyakit kongenital (penyakit polikistik ginjal dan hati).- Penyakit metabolik (diabetes mellitus, amyolidosis, penyakit wilson).- Penyakit sistemik (SLE, arthritis rheumatoid, sarkoidosis)- Penyakit infeksi (leptopirosis, sepsis, malaria, hepatitis virus)- Gangguan sirkulasi (syok dan insufisiensi jantung)- Intoksikasi (endotoksin, bahan kimia, gigitan ular berbisa, luka bakar)- Medikamentosa (metoksifluran, halotan, sulfonamide, parasetamol dan tetrasiklin)- Tumor (hipernefroma, metastasis).Manifestasi KlinisPada pasien sirosis hati, 80% kasus SHR disertai asites, 75% disertai ensefalopati hepatic, dan 40% disertai ikterus. Pada pasien sebelumnya tidak pernah menderita penyakit ginjal.Gejala-gejala yang muncul pada pasien biasanya berupa penurunan produksi urin, dengan urin berwarna the pekat, terdapat ikterus (yellow-orange color), penambahan berat badan, perut membesar (abdominal swelling), penurunan kesadaran (dementia, delirium, confusion), kejang otot, mual, muntah, hematemesis, dan melena.Faktor resiko terjadinya SHR antara lain kondisi malnutrisi, volume hati yang mengecil, infeksi, perdarahan saluran cerna, adanya varises esophagus, terapi diuretika, gangguan elektrolit, obat-obatan nefrotoksik, peningkatan tekanan intraabdominal oleh karena asites yang massif, fungsi asites yang kurang tepat.SHR secara klinis dapat diklasifikasikan dalam 2 tipe, yaitu :a. SHR tipe 1SHR tipe 1 merupakan manifestasi yang sangat progresif, dimana terjadi peningkatan serum kreatinin dua kali lipat (nilai awal serum kreatinin lebih dari 2,5 mg/dl) atau penurunan bersihan kreatinin 50% dari nilai awal hingga mencapai 20 ml/menit dalam waktu kurang dari 2 minggu. Prognosis umumnya sangat buruk, yaitu sekitar 80% akan meninggal dalam 2 minggu, dan hanya 10% yang dapat bertahan lebih dari 3 bulan. Penyebab kematian adalah karena gagal sirkulasi, gagal hati, gagal ginjal, dan ensefalopati hepatik.a. SHR tipe 2SHR tipe 2 merupakan bentuk kronis SHR, ditandai dengan penurunan LFG yang lebih lambat. Kondisi klinis pasien biasanya lebih baik disbanding SHR tipe 1, dengan angka harapan hidup yang lebih lama. Prognosis SHR tipe 2 umumnya buruk, yaitu angka harapan hidup 5 bulan sekitar 50% dan 1 tahun sebesar 20%. SHR tipe 2 dapat berkembang menjadi SHR tipe 1.PenatalaksanaanSampai saat ini belum ada pengobatan efektif untuk SHR, oleh karena itu pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian yang utama.a. Penatalaksanaan umumSHR sebagian besar dipacu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien SH. Oleh karena pasien SH sangat sensitif dengan perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, maka hindari penggunaan diuretic agresif, parasentesis asites, dan retriksi cairan yang berlebihan. Terapi suportif berupa diet tinggi kalori, dan rendah protein Koreksi keseimbangan asam basa Hindari pemakaian OAINS Peritonitis bacterial spontan pada SH harus segera diobati sedini dan seadekuat mungkin Pencegahan ensefalopati hepatic juga harus dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya SHR Hemodialisis belum pernah secara formal diteliti pada pasien SHR, namun tampaknya tidak cukup efektif dan efek samping tindakan cukup berat, misalnya hipotensi, koagulopati, sepsis, dan perdarahan saluran cerna.a. Pengobatan medikamentosa VasodilatorDopamine secara luas digunakan untuk mengatasi vasokonstriksi ginjal, namun belum ada bukti pemberian dopamin ini secara bermakna bermanfaat pada SHR. VasokonstriktorRasionalisasi penggunaan vasokonstriktor adalah untuk mengatasi vasodilatasi splanknik (yang merupakan salah satu hipotesis terjadinya sindrom hepatorenal). Pemberian vasokonstriktor akan memberikan dampak yang positif terutama bila dikombinasi dengan pemberian infus albumin atau koreksi albumin serum. Terlipressin merupakan vasokonstriktor yang baik pada kasus SHR. Oktreotid merupakan vasokonstriktor alternatif bila terlipressin belum atau tidak tersedia.a. Tindakan invasif Transplantasi hatiAngka harapan hidup SHR tipe 1 umumnya pendek yaitu dari beberapa hari atau kurang dari 2 minggu, sehingga transplantasi hati pada SHR tipe 1 sulit dilaksanakan.Pada SHR tipe 2, transplantasi hati terbukti bermanfaat pada 90% kasus dengan angka ketahanan hidup yang lebih kurang sama dengan transplantasi hati pada pasien tanpa SHR. TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt)TIPS dapat memperbaiki perfusi ginjal dan menurunkan aktifitas aksis RAAS. Pada pasien SHR yang tanpa transplantasi hati TIPS bermanfaat pada 75% kasus, dengan angka ketahanan hidup SHR tipe 2 lebih baik dibanding tipe 1 (70% vs 20%).

Extracorporeal Albumin DyalisisMetode ini adalah modifikasi dialysis dengan menggunakan albumin untuk mengikat dialisat. Metode ini dikenal sebagai MARS (Molecular Absorbent Recirculating System). Penelitian masih dilakukan terbatas, dan pada SHR tampaknya cukup bermanfaat dan umumnya digunakan untuk persiapan transplantasi hati.