aplikasi strategy business triangle stv (strategic,...
TRANSCRIPT
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 84 IBI-K57
APLIKASI STRATEGY BUSINESS TRIANGLE STV (STRATEGIC, TACTIC, VALUE) DALAM KOMUNIKASI PEMASARAN JARINGAN
KOMUNITAS MEBEL
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty* Email: [email protected], [email protected]
[email protected] 1Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi
2Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer 3Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi *Corresponding author
Institut Bisnis Dan Informatika Kosgoro 1957
ABSTRACT The research objection is to analyze the strategies, tactics and values of local furniture craftsmen do within a community networks framework. The research methods is descriptive method with constructivist paradigm with case study research. Findings.The application of marketing communication in KIKM that is applied by KIKM with the vertical and legacy marketing in the dimensions of segmentation, targeting, and positioning. It has clear and directed real framework based on geographic segmentation at one point in the location of the Klender center. The community is simply formed and headed for middle and upper class family targets. The positioning of KIKM center itself is in the East Jakarta area. In terms of tactics of marketing communication carried out by KIKM furniture center craftsmen are still focused on the product. The interaction pattern in the community is a horizontal internal relationship that interacts with each other in a direct or indirect partnership between craftsmen. The business communication model is "word of mouth" and moves horizontally towards geographic segmentation and ends and goes to the location of PPIKM building. Kata Kunci: Komunikasi Pemasaran Business Triangle, Koperasi Industri
Kayu dan Mebel
I. PENDAHULUAN
Produk lokal kerajinan atau Kriya Nusantara secara keseluruhan
perkembangannya dipengaruhi pola ragam hias dan budaya masyarakat
Indonesia yang bermitologis dan bercorak agraris dalam proses
perwujudannya didukung craftmenship (kecekatan tangan yang tinggi), oleh
karenanya kehadiran seni kriya digolongkan dalam kelompok seni
adiluhung. Beragam corak ragam hias, seperti dalam lembaran kain
sehingga menjadi batik, pada anyaman rotan menjadi keranjang, patung
dan ukiran kayu pada perabot/ mebel rumah atau kantor, bahkan juga
pakaian adat. Mebel atau perabotan rumah tangga merupakan kebutuhan
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 85 IBI-K57
integratif di tatanan masyarakat. Salah satu pusat mebel di DKI Jakarta
adalah di kawasan Klender yang tersebar di sekitar jembatan layang
Klender di Jl. Pahlawan Revolusi dan Jalan I Gusti Ngurah Rai. Sejarah
Klender tumbuh sebagai pusat pengrajin mebel kayu jati rumahan dimulai
pada tahun 1950-an. Cikal bakalnya dimulai dari daerah sekitar Jatinegara
Kaum dan Pulo Kambing. Menurut hasil survei yang dilakukan majalah
Kontan disebutkan, bahwa omset rata-rata pengrajin sentra mebel Klender
bisa mencapai Rp 500 juta per tahun diasumsikan bahwa pengrajin mebel
di sentra mebel Klender lebih menggunakan limbah dari sisa-sisa kayu yang
ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya, hal inilah yang disinyalir memompa
keuntungan pengusaha rumahan di sentra mebel Klender. Ditambahkan
pula bahwa jumlah pengrajin sentra mebel Klender yang telah tergabung
menjadi anggota KIKM (Koperasi Industri Kayu dan Mebel) saat ini telah
mencapai 275 anggota, dengan jumlah unit usaha 160 unit usaha. Para
pengrajin ini tersebar di hampir setiap tiga kecamatan, dan kini ada sekitar
560 orang lagi yang ingin bergabung (Apidianto & Rakhmanita, 2012).
Kekuatan usaha kecil dan menengah merupakan pelaku bisnis yang
tumbuh secara signifikan di Indonesia dan perlu dikembangkan strategi
bisnisnya agar dapat menembus pasar yang lebih luas (Ariwibowo,
Manajemen, & 2018; Ariani & Utomo, 2017).
Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan DKI Jakarta melalui struktur
organisasi KIKM (Koperasi Industri Kayu dan Mebel) menyediakan (space)
ruang pamer bagi komunitas pengrajinnya di gedung PPIKM (Pusat
Promosi Industri Kayu dan Mebel) yang terletak di jalan Jatinegara Kaum,
selain itu eksistensi komunitas KIKM (Koperasi Industri Kayu dan Mebel)
juga turut serta dalam setiap program pameran-pameran keliling yang
diadakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang bertajuk: Pekan Raya
Jakarta (PRJ), Pekan Pesona Budaya, Festival Klender, Jakarta Timur Fair.
Pameran-pameran tersebut diadakan dengan tujuan menonjolkan ikon
pariwisata, budaya dan tradisi masyarakat asli Jakarta. Mulai dari berbagai
atraksi kesenian Betawi, seperti atraksi ondel-ondel, musik Betawi Samrah,
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 86 IBI-K57
lagu- lagu Betawi, aneka tarian, makanan asli dan batik betawi, lomba
marawis, hingga pameran mebel sentra Klender
(http://timur.jakarta.go.id,2018).
Hal tersebut menunjukkan kesadaran berwirausaha sentra Klender
yang dikelompokkan pada jaringan komunitas mendapatkan income
(pendapatan) yang signifikan. Hal itu ditandai semakin menguatnya
masyarakat tingkat kelas menengah, meledaknya jumlah pelaku bisnis, dan
maraknya berbagai produk lokal yang turut meramaikan segmen pasar.
Kondisi tersebut menuntut para pelaku wirausaha untuk benar-benar sadar
berkomunitas, yang tujuannya adalah agar basis kolaborasi antar pelaku
usaha terjalin dan bersifat simbiosis mutualisme (Sant’Anna & Nelson,
2017; Barkhatov, Pletnev, & Campa, 2016). Jaringan sosial sebagai salah
satu unsur modal sosial dapat memfasilitasi terjadinya komunikasi dan
interaksi. Jaringan sosial yang erat akan memperkuat bentuk kerja sama
(Akintimehin et al., 2019; Hernández-carrión, Camarero-izquierdo, &
Gutiérrez-cillán, 2019; Sözbilir, 2018; Arshad, Noor, & Yahya, 2015; Meutia
& Ismail, 2012; Ozkan-Canbolat, 2011). (Meutia & Ismail, 2012)Unsur
modal sosial lainnya adalah kepercayaan. Kepercayaan dapat didefinisikan
sebagai rasa saling mempercayai antar individu dan antar kelompok.
Kepercayaan dapat membuat orang-orang bekerja sama secara lebih
efektif. Kepercayaan memegang peran yang vital dalam memperoleh akses
jaringan sosial (Field, 2010: 86). Peran jaringan sosial ini akan mampu
meningktakan komunikasi pemasaran yang efektif (Fink, Koller, Gartner,
Floh, & Harms, 2018; Lima & da Silva Müller, 2017; Mráček & Mucha, 2015,
2015; Zaušková, Bezáková, & Grib, 2015). Konsumen akan memahami
pesan yang disampaikan dan tertarik untuk membeli produk atau jasa yang
ditawarkan jika pemasar melakukan komunikasi pemasaran yang efektif
(Siswantini, Ayuni, & Mulyana, 2017). Definisi dari komunikasi pemasaran
adalah proses pengembangan dan implementasi berbagai bentuk program
komunikasi persuasif kepada pelanggan secara berkelanjutan (Ukko,
Nasiri, Saunila, & Rantala, 2019; Tura et al., 2019; Dzian, Triznova, Kaputa,
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 87 IBI-K57
& Supin, 2015). Komunikasi pemasaran dapat diidentifikasikan sebagai
mengidentifikasi pasar dan kebutuhan konsumen atau persepsi konsumen
(Sipahi & Enginoglu, 2015), menggambarkan dan mengoperasionalisasikan
gambaran hasil dari tujuan target group (de Man & Luvison, 2019),
mengevaluasi sejauh mana perilaku yang tergambar diyakini dapat
mencapai tujuan dan mempertanyakan apakah ada penghalang (gap)
antara harapan ideal dengan tampilan produk (performance) (Fernández,
Iglesias-Antelo, López-López, Rodríguez-Rey, & Fernandez-Jardon, 2019;
Akintimehin et al., 2019; Onken, Miklos, Dorsey, Aragon, & Maria, 2019;
smaeel, Zakuan, Jamal, & Taherdoost, 2018; Kotane & Kuzmina-Merlino,
2017; Arsezen- Otamis, Arikan-Saltik, & Babacan, 2015; E Zamecnik &
Rajnoha, 2015). Komunikasi pemasaran adalah tindakan yang dilakukan
guna untuk memperkenalkan produk kepada pasar dengan cara persuasif
yang bersifat komunikatif dan dibuat sedemikian kreatif untuk menarik minat
dan perhatian masyarakat luas terhadap produk (Ukko et al., 2019).
Menurut Kotler et al, pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses
itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuh kan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler,
Kartajaya, & Setiawan, 2017). Terkait hal tersebut, diperlukan penelitian
pola komunikasi pemasaran seperti apa yang dilancarkan komunitas mebel
jika dikaitkan model bisnis triangle. Dalam buku Rethinking Marketing karya
Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya untuk merancang sebuah peluang
bisnis perusahaan harus membangun apa yang dikenal dengan
architecture perusahaan. Architecture perusahaan ini memiliki tiga
komponen penting yakni Strategic, Tactic dan Value.
Penelitian ini menggunakan pendekatan langsung kepada pengrajin
anggota KIKM di Gedung PPIKM. Pendekatan ini diperlukan untuk
menganalisis konsep pemahaman arti sentra industri lokal dan konsep
pemahaman jaringan komunitas. Dan yang berhubungan langsung dengan
komunikasi pemasaran dalam upaya strategi dan taktik pengrajin
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 88 IBI-K57
memasarkan produk mebel. Adapun dengan mengeksplorasi model teori
strategi manajemen triangle dan dipadukan dengan model 7P Kotler dalam
penerapan strategi komunikasi pemasaran berangkat dari suatu strategi,
taktik dan value sehingga terbentuk bisnis model jaringan komunitas mebel
yang bisa menjawab seputar permasalahan dan pemecahan masalahnya
terhadap suatu bisnis mebel di sentra mebel Klender PPIKM (Pusat
Promosi Industri kayu dan Mebel). Adapun tujuan penelitian adalah
memahami strategi, taktik dan value seperti apa yang dilakukan pengrajin
mebel lokal dalam kerangka kerja berupa jaringan komunitas agar income
yang cukup signifikan bagi pendapatan masyarakat Klender pada
umumnya dan pengrajin sebagai anggota KIKM di gedung PPIKM.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif berparadigma
konstruktivis dengan riset studi kasus. Desain penelitian yang digunakan
adalah studi kasus tunggal terjalin. Dikarenakan memiliki beberapa unit
analisis terkait manajemen strategi yang akan dilancarkan dalam
komunikasi pemasaran dan strategic bussiness triangle. Analisis data
dilakukan secara kualitatif, analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menyintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa
yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain (Moleong, 2007).
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder dengan
fokus adalah pengrajin mebel lokal sebagai anggota KIKM di gedung
PPIKM. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara mendalam,
pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen
pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Selanjutnya peneliti
memasukkan elemen-elemen aplikasi pada dimensi komunikasi
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 89 IBI-K57
pemasaran tujuh “P” Phillip Kotler ke dalam tabel analisis yang kemudian
unit-unit analisisnya ditelaah dan dikaji secara mendalam. Dimensi yang
dianalisis adalah Strategic, Tactics and Values dan model bauran
pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari Product, Price, Place and
Promotion Physical Evidence, Process, People atau Partisipan dengan
instrumen pertanyaan seperti tertera pada tabel berikut:
Tabel 1. Dimensi Dan Instrumen Pertanyaan Penelitian
NO DIMENSI BAHASAN/PERTANYAAN
1 Strategic Seputar langkah-langkah strategi pengembangan yang dilakukan oleh sentra KIKM dalam mempromosikan produk melalui STP (segmentation, targeting, dan positioning)
2 Tactics Pelaksanaan promosi dan pemasaran kepada konsumen dan sesama pengrajin terhadap produk mebel lokal
3 Value Nilai atau kekuatan moral yang ada di dalam pemasaran yang dilakukan oleh komunitas dalam pola interaksi dengan sesama pengrajin dan konsumen
4 Product Keunikan produk yang terkesan kepada konsumen
5 Places Penempatan sentra industri mebel menentukan arah dan tujuan dari pemasaran yang hendak dilakukan.
6 Prices Harga yang menjadi takaran brand yang akan menempel pada produk yang dimaksud
7 Promotion Pemasaran yang menjadi ciri khas mebel lokal yang menjadi brand dari produk tersebut
8 People Subyek, siapa-siapa saja kah yang melakukan kegiatan komunikasi pemasaran.
9 Physical Evidence Lingkungan seperti apa yang mendukung komunitas mebel lokal dalam hal ini sarana dan prasarana
10 Process/ Participant Hubungan timbal balik pola interaksi yang terjadi dan dilakukan komunitas mebel lokal melalui relasi hubungan
Sumber: Hasil modifikasi Peneliti dalam mengadopsi Model Strategic Management Model; STV dan 7P Marketing Mix:2019
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh bahwa sejarah perkembangan sentra Klender
tumbuh sebagai pusat pengrajin mebel kayu jati rumahan dimulai pada
tahun 1950-an. Cikal bakalnya dimulai dari daerah sekitar Jatinegara Kaum
dan Pulo Kambing. Di daerah itu banyak pengusaha kecap yang memesan
tahang (tempat air) dari kayu jati untuk tempat kecap kepada penduduk
sekitar. Lambat laun jumlah pesanan semakin banyak dan merangsang
kreativitas penduduk pengrajin kayu itu untuk mengembangkan bentuk
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 90 IBI-K57
produk lain di samping tahang kecap. Mulailah mereka membuat lemari,
meja, dan tempat tidur dari kayu jati. Sejak saat itu, industri mebel kayu jati
terus mengalami perkembangan dan menjadi alternatif pilihan bagi warga
DKI Jakarta yang mencari mebel kayu jati dengan harga murah, rapi, halus
dan tahan lama (sumber: Kuncoro, 2002). Kawasan Klender di Jakarta
Timur dengan jumlah 24 sentra mebel ada di 3 (tiga) kecamatan: Cakung,
Duren Sawit, Pulogadung. Di sentra ini menurut data yang diperoleh
masing-masing kecamatan tersebar 5000 pengrajin dan pengusaha mebel
dan diperkirakan menyerap tenaga kerja lebih dari 6000 tenaga kerja yang
menunjang sektor permebelan dan kerajinan. Dilokasi ini juga banyak
terbentuk koperasi-koperasi yang ada diwilayah ini, seperti: Kompak Jaya
(Koperasi Mebel dan Pengrajin Kayu), Kopindo (Koperasi Pemuda
Indonesia) Mebel, KIKM (Koperasi Industri Kayu dan Mebel). Dengan
menjamurnya koperasi-koperasi yang ada sehingga Pemerintah Kota
Jakarta Timur mampu menanggulangi pengangguran melalui sentra Mebel
Klender ini. (Anonim, Koperasi Industri Kayu dan Mebel, 2014).
Terbentuknya Koperasi Industri Kayu dan Mebel (KIKM), yang
sekretariatnya beralamat pada gedung Pusat Promosi Kayu dan Mebel
(PPIKM) di Jl. Raya Bekasi KM.17 RT.003 RW.02 No.2. Kelurahan
Jatinegara Kaum, Jakarta Timur. Tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan usaha permebelan di Jakarta Timur yang terbentuk menjadi
sentra-sentra mebel yang berjumlah 24 (dua puluh empat) sentra mebel
menjadikan Jakarta Timur sebagai sentra mebel terbesar di Jakarta. Pusat
Promosi Industri Kayu dan Mebel (PPIKM ) diresmikan pertama kali sejak
dibukanya “Pameran Produk Pengrajin Jakarta-Timur” pada tanggal 1
Desember 2005 oleh Bapak DR. H Koesnan A Halim, SH. Selaku Walikota
Jakarta-Timur. Berdiri diwilayah Jatinegara Kaum, gedung PPIKM melalui
Koperasi Industri Kayu dan Mebel (KIKM) Jakarta Timur secara rutin dan
berkesinambungan mengadakan pameran produk pengrajin mebel yang
diagendakan sebelumnya dan terus menerus mengadakan publikasi dan
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 91 IBI-K57
promosi kepada masyarakat Jakarta yang bekerja sama dengan
Pemerintah Kota Madya Jakarta-Timur dan Pemerintah Provinsi DKI.
Koperasi Industri Kayu dan Mebel (KIKM) adalah sebuah sentra
industri mebel lokal bentukan Pemerintah Jakarta Timur yang menaungi
gedung PPIKM (Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel). Menurut UU
No.25/ 1992 , Koperasi ini didefinisikan sebagai berikut: “Badan usaha yang
beranggotakan orang seorang atau Badan Hukum Koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip Koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan”
(Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2007). Struktur organisasi pada
koperasi hampir dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan ideologi dan
strategi (kegiatan) pengembangan untuk memperoleh “Strategic
competitiveness” (strategi persaingan) sehingga setiap koperasi boleh
mempunyai bentuk yang berbeda secara fungsional karena menyesuaikan
dengan strategi yang sedang dikembangkan tetapi secara basic (dasar)
ideologi terutama terkait dengan perangkat organisasi koperasi yang akan
menunjukkan kesamaan (Koperasi Industri Kayu dan Mebel,2019). Pada
dasarnya bagan struktur organisasi koperasi menggambarkan susunan, isi,
dan luas cakupan koperasi, serta menjelaskan posisi daripada fungsi
beserta tugas maupun kewajiban setiap fungsi, hubungan kerja dan
tanggung jawab yang jelas. Termasuk pada Koperasi Industri Kayu dan
Mebel yang secara umum memiliki mengenal tiga perangkat organisasi
yang jamak digunakan adalah rapat anggota tahunan, pengurus koperasi
dan pengawas. Tugas dan wewenang Rapat Anggota Tahunan adalah 1)
membahas dan mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus dan
Pengawas untuk tahun buku yang bersangkutan, 2) membahas dan
mengesahkan Rencana Kerja dan RAPB tahun buku berikutnya, 3)
membahas dan menetapkan AD, ART dan atau Pembubaran Koperasi, 4)
memilih dan memberhentikan Pengurus dan Pengawas dan 5) menetapkan
pembagian Sisa Hasil. Jumlah pengurus sekurang-kurangnya 3 orang yang
terdiri dari Ketua Koperasi, Bendahara dan Sekretaris yang membawahi
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 92 IBI-K57
beberapa Ketua Bidang pada struktur organisasi Koperasi Industri Kayu
dan Mebel ( KIKM). Pengawas terdiri dari 5 (lima) orang yang sesuai
dengan AD (anggaran dasar) Koperasi Industri Kayu dan Mebel ( KIKM)
yang juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan mebel sentra
Klender.
Ketiga unsur di atas juga sering kita sebut sebagai perangkat
manajemen koperasi. Bentuk ini tentu berbeda dengan organisasi
perusahaan swasta berbentuk, PT, CV misalnya, Perbedaan mendasar ini
tidak saja dipengaruhi oleh ideologi akan tetapi juga aplikasi operasional
manajemen. Berikut penjelasan singkat terkait dengan fungsi dan peran
perangkat organisasi Koperasi Industri Kayu dan Mebel (KIKM) yang
didirikan sesuai akta notaris UU no.17 tahun 2012 sebagai koperasi
produsen yang berlaku (Koperasi Industri Kayu dan Mebel).
Dari data yang dihimpun saat ini Koperasi Industri Kayu dan Mebel
(KIKM) memiliki jumlah unit usaha sebanyak 7500 yang tersebar diwilayah
Jakarta-Timur per tahun 2014. Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap
adalah sekitar 700 orang. Jumlah nilai produksi yang dihasilkan 23.500.000
dan penjualan per tahun adalah senilai dengan Rp 444.190.500.000.
Gedung Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel (PPIKM)
menyematkan ikon “kursi Betawi berukuran raksasa” sebagai identitas lokal
masyarakat Jakarta untuk dipergunakan sebagai gedung yang menjadi
pusat promosi industri kayu dan mebel diwilayah Klender Jakarta Timur.
Gedung Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel (PPIKM), yang luas serta
besar dan megah juga yang paling utama adalah tersedianya fasilitas ruang
pameran yang sangat luas bagi pengrajin atau pengusaha bagi sentra
Klender. Tak hanya gedung yang megah dan menjulang tinggi yang
menjadi ikon namun pada logo KIKM (Koperasi Industri Kayu dan Mebel)
tertanda simbol dari visi dan misi ke depannya lembaga Koperasi ini, yakni
lambang padi dan kapas, yang artinya memiliki tujuan keadilan bagi seluruh
anggota lembaga koperasi tersebut. Selain sebagai ruang pameran
(showcase) dan pusat promosi hasil industri kayu, Pusat Promosi Industri
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 93 IBI-K57
Kayu dan Mebel ( PPIKM) digunakan pula sebagai sarana pelatihan secara
teknis maupun non teknis, seperti pelatihan desain mebel, manajemen
administrasi, keuangan (pembiayaan) dan pelatihan ketrampilan seperti
packing (pembungkusan) dan finishing (pengecatan mebel) bagi para
anggotanya yang tergabung pada Koperasi Industri Kayu dan Mebel.
Adapun jenis-jenis kegiatan dan lamanya waktu yang telah ditetapkan
selama 1 (satu) tahun telah disusun pihak-pihak terkait dari Dinas Koperasi,
UMKM dan Perdagangan melalui bagan struktur organisasi KIKM. Untuk
selanjutnya jenis-jenis kegiatan yang dilakukan oleh Koperasi Industri Kayu
dan Mebel dalam kurun waktu 2014-2019, Di bawah ini foto dan dokumen
sertifikat pelatihan yang didapat peneliti dari pengrajin pemilik usaha
dagang Allia Furniture.
Sentra industri KIKM adalah sentra industri bentukan yang
berhubungan dengan orang banyak dalam bentuk pemasaran produk
secara langsung kepada konsumen melalui sistem penjualan langsung.
Saat ini gedung PPIKM (Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel) telah
menjadi kebanggaan masyarakat, khususnya Jakarta-Timur karena saat ini
keberadaannya berangsur-angsur telah banyak dikunjungi oleh masyarakat
tidak hanya dari Jakarta-Timur saja melainkan dari luar pulau Jawa juga
bahkan luar negeri, khususnya seperti: negara-negara Asean
(Aisyah:2014). Manfaat yang paling dirasakan bagi para pengrajin mebel
khusus bagi mereka yang tidak memiliki toko maupun ruang pamer, dan
langsung bisa memasarkan produknya langsung kepada pembeli tanpa
melalui perantara (makelar atau broker). Ditunjang oleh kenyamanan bagi
para pengunjung dan fasilitas umum seperti: gedung yang megah, lahan
parkir yang luas dan ruangan sejuk ber-AC (Air Conditioner ) serta memadai
bagi pengrajin. Setiap tahun rutin diadakan Festival Klender di gedung
PPIKM. Awal diresmikan kegiatan festival ini pada saat masa pemerintahan
Gubernur DKI Sutiyoso. Kemudian hingga saat ini, setiap setahun sekali
kegiatan ini terus berlangsung. Biasanya berlangsung di tiga bulan pertama.
Tahun 2019 “Festival Klender” tampil berbeda dalam pembukaannya
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 94 IBI-K57
disertai pula bersamaan diresmikannya “Festival Furniture Craft 2019”
(FFC) yang pelaksanaannya diadakan selama 5 hari, dimulai pada tanggal
28 November sampai dengan 3 Desember 2018 dan direncanakan nantinya
akan dilaksanakan FFC setiap tahunnya di tempat yang sama guna
memperkenalkan produk-produk mebel anggota KIKM.
Gambar 2. Gedung PPIKM Sebagai Tempat Pelaksanaan Festival Klender dan FFC 2018
Sumber: Festival Furniture and Craft 2018 di Sentra Klender dokumentasi pribadi; 2018
Pemahaman pengrajin tentang jaringan komunitas dan sentra industri
mebel dan KIKM, saat ini adalah adanya pemahaman bahwa konsumen
terhubung satu sama lain, berdaya, dan secara aktif mencari informasi.
Lebih dari itu konsumen dan produsen mulai membentuk komunitas, saling
mempengaruhi, dan berbagi informasi dengan adanya jaringan sosial.
Perusahaan harus cepat beradaptasi dengan pergeseran pola konsumsi,
maka dari itu saat ini banyak perusahaan yang berlomba membuat
komunitas, mereka berlomba untuk memelihara komunitas atau komunitas
hobi (interest community). Promosi dalam komunikasi pemasaran suatu
perusahaan bertujuan untuk menginformasikan, mempengaruhi
masyarakat untuk lebih mengenal produk dan membeli.
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 95 IBI-K57
Promosi merupakan salah satu variabel penting dalam bauran
pemasaran (promotional mix) yang digunakan oleh perusahaan untuk
mengadakan komunikasi dan pasarnya. Meski bagus suatu produk atau
jasa yang ditawarkan kepada konsumen, bila konsumen tersebut belum
pernah mendengar ataupun merasakan dari produk jasa tersebut sehingga
mereka tidak akan membeli. Berbagai macam upaya dilakukan pemerintah
kota Jakarta Timur untuk mendukung perkembangan promosi mebel sentra
Klender ini, antara lain dengan mengadakan pameran setiap hari bagi
mereka yang tergabung sebagai komunitas anggota KIKM di Gedung
PPIKM. Menurut ibu Yayah, salah seorang pengrajin mebel asli Betawi
yang menjual sofa mebel jati, berikut komentar narasumber 3 mengenai
sentra:
“Sentra itu adalah pusat, pusat perdagangan permebelan atau pusat pemasaran dan berada di pusat dimana tempat berkumpulnya pengrajin atau pedagang, mereka gabung jadi satu supaya bisa jualin produk barangnya….. yah contohnya seperti dagangin mebel disini, di Klender ini” (hasil wawancara pengrajin mebel lokal tanggal 26 Juni 2019)
Istilah “sentra” sebagai terjemahan dari kata dalam Bahasa Inggris
“center” diartikan sebagai tempat yang terletak di tengah-tengah.
Sementara itu, istilah “center” mengandung pengertian sebagai: place or
group of buildings forming a central point or a main area for an activity; point
of concentration or dispersion; nucleus or source. Istilah lain yang menjadi
sinonim dalam bahasa Indonesia adalah “pusat”. (Basuki Antariksa, 2011).
Istilah lainnya, yaitu “sentra/pusat, adalah suatu wilayah yang merupakan
pusat atau tempat dikonsentrasikannya atau sumber suatu kegiatan.
(sumber: Jurnal Zona Kreatif Kementerian Ekonomi Kreatif). Dari
pernyataan Ibu Yayah di atas pemahaman pengrajin sentra mebel Klender
dikatakan mengetahui keberadaan sentra ada ditengah-tengah usaha kecil
menengah (UKM) sebagai pemberdayaan ekonomi masyarakat (pengrajin)
lokal.
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 96 IBI-K57
Kemudian jawaban selanjutnya dari paparan interview yang dilakukan
peneliti terhadap Ibu Yayah pengrajin usaha dagang “Yuni Jaya Furniture“
mengomentari kehadiran sentra industri KIKM:
“Dengan adanya Sentra ini (KIKM), yah bagi yang belum punya toko sangat ngebantu yah pak! Soalnya daripada orang-orang yang mau beli mebel keluar masuk Klender kebengkel-bengkel sama showroom yang ada khan cape terlalu jauh belum lagi jalan panas-panasan, harga enggak terpaut jauh mendingan pembeli ambil mebel disini! udah tempatnya lega, parkiran luas, gak usah kemana-mana lagi, produknya komplit udah banyak pengrajinnya dikumpulin jadi satu lagi” (hasil wawancara pengrajin mebel lokal tanggal 26 Juni 2018).
Hal tersebut menunjukkan adanya indikasi, terbentuknya suatu
jaringan sosial komunitas antara sesama pengrajin yang dikumpulkan
menjadi satu segmentasi lokasi sehingga bauran pemasaran yang meliputi
price, product , promotion, place, physical Evidence dan process/participant
sehingga para pengrajin secara bersama-sama dapat berinteraksi
berhubungan dan berbagi saling berkumpul satu sama lain pada suatu
wilayah sentra industri lokal yang melibatkan berbagai pihak termasuk
pengrajin mebel anggota KIKM. Berikut hasil jawaban selanjutnya
wawancara kembali dengan Ibu Ida, pengrajin sentra Klender pemilik usaha
dagang “Dina Amelia Furniture”:
“Semua produk kumpul disini sehingga gak usah cari mebel diluaran disini semua ada! Disini anggota pengrajin dijadikan satu! sehingga lebih efektif untuk kita jual produk disini…..ada juga sih seperti teman-teman pengrajin lain yang punya order diluaran mengajak pengrajin di Koperasi (KIKM) bantuin buatin mebel” (hasil wawancara pengrajin mebel lokal tanggal 26 Juni 2018)
Mengutip dari hasil jawaban keduanya, baik yang berhubungan
dengan Ibu Yayah juga Ibu Ida diatas, terdeteksi adanya suatu hubungan,
kontak atau proses (proses/participants) dan People (subyek) proses
komunikasi yang terjalin dan terbentuk pemahaman adanya suatu sentra
(bentukan baru) dan jaringan (sosial), dalam komunitas. Jaringan sosial
adalah salah satu unsur modal sosial dapat memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi. Jaringan sosial yang erat akan memperkuat
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 97 IBI-K57
bentuk kerja sama. Seperti halnya yang terbentuk dan terjalin pada
Koperasi Industri Kayu dan Mebel (KIKM). KIKM adalah salah satu lembaga
yang sesuai dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Hal ini
dikarenakan koperasi memiliki nilai-nilai prinsip gotong-royong, rasa
kebersamaan dan rasa kepercayaan, kekeluargaan. (Anonim, Koperasi
Industri Kayu dan Mebel). Organisasi koperasi sebagai modal sosial atau
jaringan sosial yang secara makro dapat dilihat peranan komunitasnya
secara utuh semakin melembaga dalam perekonomian, antara lain:
meningkatnya koperasi bagi masyarakat dan lingkungan, pemahaman yang
lebih mendalam terhadap asas, sendi, serta tata kerja koperasi;
meningkatnya produksi, pendapatan dan kesejahteraan, memberdayakan
segenap lapisan masyarakat, sehingga dapat mengatasi kemiskinan.
Disadari sepenuhnya bahwa pemahaman nilai-nilai tersebut di atas
tidak dapat terjadi dalam waktu semalam, tetapi melalui suatu proses
interaksi sosial yang bertahap dan berkesinambungan, terutama dilakukan
melalui kegiatan-kegiatan berupa pendidikan (pelatihan) dan sosialisasi
dengan tetap memberikan tempat bagi perkembangan aspirasi lokal yang
spesifik menyangkut implementasi bahkan pengadaan (enrichment) dari
nilai-nilai koperasi yang universal tersebut di atas. Dengan demikian proses
pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi akan menjadi salah satu
faktor penentu keberadaan Koperasi. Kemudian peran dan manfaat
koperasi akan semakin dirasakan bagi anggota dan masyarakat jika
terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan. Pemahaman
pengrajin mebel terhadap sentra industri mebel lokal dan jaringan
komunitas pada sentra industri KIKM terdapat pada keanekaragaman
produk, peran dan manfaat yang akan diperoleh sebagai partisipan atau
anggota. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan pula bahwa sebetulnya
pengrajin mebel sentra Klender Koperasi Industri kayu dan Mebel (KIKM)
belum memahami sepenuhnya pengertian promosi pada masing-masing
baurannya selain produk sebagai prioritas utamanya dan yang ada dalam
pandangan pengrajin bahwa sentra adalah tempat pusat pemasaran
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 98 IBI-K57
produk bagi pengrajin. Dari keterangan di atas, dapat diartikan bahwa
pengrajin memahami promosi hanya sebagai segala bentuk promosi yang
dilakukan dalam memperkenalkan produknya saja, sedangkan bauran
promosi (marketing mix) sebagai salah satu variabel bauran pemasaran
yang harus dilakukan dalam pemasaran tersebut strategi bauran promosi
yang dibuat pun tidak berdasarkan pemahaman yang sebenarnya-
sebenarnya.
Komunikasi Pemasaran Dengan Pendekatan Segmentasi, Taktik dan
Value
Dalam menghadapi persaingan dunia bisnis yang bersifat dinamis dan
selalu mengalami perubahan dan adanya keterkaitan masalah antara satu
dengan lainnya, maka perlu adanya strategi komunikasi pemasaran yang
memiliki peran penting untuk keberhasilan suatu perusahaan atau
pemasaran perusahaan. Manajemen pemasaran perlu melakukan
segmentasi pemasaran karena segmentasi memungkinkan perusahaan
lebih terfokus dalam mengalokasi sumber daya. Serta merupakan basis
untuk menentukan komponen-komponen strategi, yaitu segmentasi, taktik
dan value secara menyeluruh atau keseluruhan (Kotler et al., 2017). Berikut
hasil data jawaban yang diperoleh dari narasumber 7 -Bapak Firdaus
pengrajin dan pemilik usaha Hamka Furnitur mebel sofa:
“Di sini sesama pengrajin ada juga yang saling membantu, Alhamdulillah dapat dikatakan baik, Ada kok! kegiatan Pameran Produk KIKM yang lain ditanggal 28 Desember - 30 Desember yang nanti akan diadakan seperti nanti Januari ada di Kemayoran, kalau kendala sih ya buat saya kurang modal kalau disini kendalanya kurang promosi jadi pembeli kurang tahu event-event KIKM program kegiatan diluarnya apa-apa saja” (hasil wawancara pengrajin mebel lokal tanggal 30 Juni 2018).
Dilihat dari pendapat yang dikemukakan oleh narasumber di atas,
dapat disimpulkan bahwa pihak Pemerintah Jakarta Timur melalui KIKM
dinilai belum maksimal dalam membantu kegiatan promosi pengrajin
mebel. Berdasarkan dari data temuan di lapangan dalam penelitian ini.
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 99 IBI-K57
Peneliti menemukan fakta menarik desain–desain produk mebel yang
dikombinasikan menjadi mebel yang beraneka fungsi terutamanya, masih
bersifat standar. Artinya pengrajin mebel sentra KIKM memang
membutuhkan lebih banyak pembinaan atau pelatihan desain, warna,
ukiran hingga pengetahuan berbisnis dan sebagainya. Desain mebel yang
bagus, menarik sangat disukai oleh konsumen terutama kaum hawa
(wanita) dalam hal ini ibu-ibu sebagai konsumen mebel. Hak tersebut
sesuai dengan definisi produk sebagai sesuatu yang dapat ditawarkan
ke pasar untuk diberikan perhatian, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi
yang memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler et al., 2017). Definisi
tersebut menjelaskan bahwa produk dibuat ketika ada kebutuhan atau
permintaan oleh konsumen. Untuk memenuhi hal itu, mebel harus
dikombinasikan dengan desain yang menarik disertai bahan serta pewarna
(finishing) yang berkualitas. Untuk mengembangkan semua itu tentunya
para pengrajin membutuhkan pengetahuan, pelatihan serta bimbingan
yang sesuai.
Sebenarnya masih banyak kegiatan maupun acara yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Jakarta-Timur melalui KIKM (Koperasi Industri Kayu dan
Mebel) setempat dengan melibatkan pengrajin mebel sebagai bagian dari
acaranya, hanya saja sosialisasinya kurang maksimal. Menurut penafsiran
dan pemahaman peneliti. Seperti yang dikatakan narasumber 4, Ibu Iis
Sugiyanto pengrajin Klender yang berasal dari Bangsri Jepara, Jawa
Tengah. Hal ini diperjelas dalam suatu jawaban tentang strategi komunikasi
pemasaran di dalam penuturan, kalimatnya:
“Rasanya pemerintah dan KIKM setempat harus bekerja lebih keras lagi ya, apalagi kalau mau memajukan mebel KIKM biar bisa berkompetisi dengan mebel lainnya. Harus lebih serius karena gaungnya kurang terdengar ya, kalau mau mengangkat mebel Klender keluar semua pihak harus kerja sama dong” (wawancara tanggal 29Juli 2019).
Sebagai lembaga yang mengusung ekonomi kerakyatan seharusnya
peran Koperasi Industri Kayu dan Mebel (KIKM) seharusnya melaksanakan
apa yang telah diamanatkan sebagaimana mestinya. Jika masih ada
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 100 IBI-K57
program kegiatan pameran mebel yang miskin integritas, maka program-
program dan strategi komunikasi pemasaran yang direncanakan tidak akan
mencapai tujuan yang diharapkan, malah menyengsarakan pihak-pihak
yang seharusnya dibantu, dalam hal ini pengrajin maupun anggotanya.
Strategi komunikasi pemasaran memang memiliki peran penting untuk
keberhasilan suatu perusahaan atau pemasaran. Strategi perusahaan
membutuhkan perencanaan yang konsisten berupa taktik operasional yang
matang dilakukan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan, tidak tertutup
kemungkinan oleh lembaga Koperasi yang memiliki nilai-nilai integritas
dalam mengimplementasikan suatu rencana pemasaran. Setiap bisnis
membutuhkan strategi dan rencana pemasaran yang matang, yaitu: 1)
perusahaan memiliki visi, misi , dan tujuan yang hendak dicapai. Strategi
ingin memastikan bahwa visi, misi dan tujuan dan sasaran ini dapat
direalisasikan seperti yang direncanakan, 2) dalam merealisasikan tujuan
perusahaan menghadapi risiko pasar karena adanya persaingan dari
perusahaan lain yang menghasilkan produk sejenis maupun produk
substitusi dan 3) dalam menjalankan strategi dan rencana pemasarannya
perusahaan memiliki keterbatasan sumber daya, misalnya permodalan,
kualitas, sumber daya, penguasaan teknologi dan informasi pasar.
Berdasarkan dari uraian di atas jelas, dapat diketahui bahwa suatu
pemasaran dibutuhkan strategi taktik yang tepat sasaran dalam hal ini agar
visi dan misi perusahaan dapat tercapai. Prinsip dasarnya bahwa
komunikasi pemasaran sangat dipengaruhi oleh integritas masing-masing
nilai kebijakan organisasi dan sangat menginduk pada suatu sistem
komunikasi organisasi, contoh kongkretnya seperti strategi komunikasi
pemasaran yang sebaiknya diterapkan pengrajin mebel sentra mebel
Klender, secara otomatis strategi pemasarannya sedikit banyak
dipengaruhi oleh banyaknya frekuensi kegiatan-kegiatan promosi yang
dilancarkan organisasi Koperasi, secara terus menerus (continuity) dan
berkesinambungan (sustainable). Terdapat tiga tujuan dari strategi
komunikasi adalah to secure understanding (memastikan pemahaman), to
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 101 IBI-K57
establish acceptance (pembinaan) dan to motivate action (memotivasikan
kegiatan). Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu masukan keperluan
adanya program-program kegiatan yang sangat mendesak urgensinya bagi
pihak KIKM (Koperasi Industri Kayu dan Mebel) menggunakan dan
memperkuat kembali strategi komunikasi pemasaran yang terus
berkesinambungan (sustainable) dan memiliki suatu integritas (integrity)
dan konsistensi, khususnya terhadap: pemahaman, pembinaan (pelatihan)
dan motivasi terhadap pengrajin.
Sehingga perlu digalakkannya kegiatan-kegiatan yang menstimulasi
taktik promosi pengrajin melalui pendekatan 4P (marketing mix) dan
pendekatan strategy business triangle pendekatan STV (strategic, tactic,
and value) yang di dalamnya terdapat integritas (integrity) elemen-elemen
mulai dari penerapan: Strategi pemasaran yang mencakup segmentasi,
targeting dan positioning di dalamnya. Taktik yang terdapat elemen bauran
pemasaran, selling dan differentiation, value yang terdiri atas komponen
mulai dari: brand, service dan process dalam upaya-upaya
mempromosikan produk pengrajin mebel lokal sentra mebel Klender
melalui struktur organisasi KIKM-nya.
Segmentasi
Segmentasi sebagai bagian daripada strategi pemasaran merupakan
hal yang penting dalam menerapkan suatu struktur pasar. Peranan
segmentasi dalam marketing adalah memungkinkan kita untuk lebih fokus
masuk ke dalam suatu struktur pasar sesuai keunggulan kompetitif
perusahaan kita, mendapatkan input mengenai peta kompetisi dan posisi
kita dipasar. Merupakan basis bagi kita untuk mempersiapkan strategi
marketing selanjutnya, dan sebagai faktor kunci mengalahkan pesaing
dengan memandang pasar dari sudut unik dan cara yang berbeda.
Segmentasi adalah sebuah metode bagaimana memandang pasar secara
kreatif. Pengusaha maupun perusahaan, sekalipun pengrajin lokal sudah
pasti melakukan segmentasi berdasarkan segmentasi pasarnya masing-
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 102 IBI-K57
masing. Sehingga kemudian dapat diartikan segmentasi adalah bagian
daripada strategi komunikasi pemasaran itu sendiri, selain dimensi lainnya,
yaitu: targeting dan positioning. Dikaitkan dengan dimensi strategi yang
lebih dikenal dengan istilah (STP). Berikut petikan- petikan jawaban dari
narasumber 5. Ibu Nining Pujiati, yang menjawab pertanyaan interview,
seperti di bawah ini:
“Sebagian besar masyarakat Jakarta-Timur mengetahui keberadaan pameran mebel diadakan setiap hari di gedung PPIKM, tapi hanya ramainya sabtu minggu hari keluarga, menurut saya strategi Koperasi sudah bagus dengan menjadikan satu model penempatan lokasi.” (wawancara 27 Juni 2019)
Dari keterangan Ibu Ning di atas, strategi yang dilakukan KIKM
(melalui pengrajin dengan model segmentasi pasar yang berorientasi
tempat atau lokasi usaha. Di sini jelas bahwa pengrajin merasa telah cukup
puas terhadap strategi pengembangan yang diterapkan Pemerintah Kota
Jakarta Timur melalui KIKM melokalisir mereka berkegiatan di gedung
PPIKM). Hanya dalam hal promosi dari dimensi taktik saja yang dirasakan
pengrajin dinilai masih kurang. Disadari baik langsung maupun tidak
langsung apapun bentuk segmentasi dari strategi komunikasi yang
diterapkan. Dipastikan terdapat manfaat dan kelemahan dari segmentasi itu
sendiri, banyaknya perusahaan yang melakukan segmentasi pasar atas
dasar pengelompokan variabel tertentu. Dengan menggolongkan atau
menyegmentasikan pasar seperti itu, dapat dikatakan bahwa secara umum
perusahaan mempunyai motivasi untuk mempertahankan dan
meningkatkan tingkat penjualan dan yang lebih penting lagi agar operasi
perusahaan dalam jangka panjang dapat berkelanjutan (sustainable) dan
kompetitif (Porter, 1991). Manfaat yang lain dengan dilakukannya
segmentasi pasar, antara lain:
1. Perusahaan akan dapat mendeteksi secara dini dan tepat mengenai
kecenderungan-kecenderungan dalam pasar yang senantiasa
berubah.
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 103 IBI-K57
2. Dapat mendesing produk yang benar-benar sesuai dengan
permintaan pasar.
3. Dapat menentukan kampanye dan periklanan yang paling efektif.
4. Dapat mengarahkan dana promosi yang tersedia melalui media yang
tepat bagi segmen yang diperkirakan akan menghasilkan keuntungan
yang lebih besar.
5. Dapat digunakan untuk mengukur usaha promosi sesuai dengan
masa atau periode-periode di mana reaksi pasar cukup besar.
Hal yang berkaitan dengan manfaat dan kelemahan yang diperoleh
dari wawancara beberapa narasumber. Ada beberapa hal-hal kelemahan
yang berkaitan dengan segmentasi tempat/lokasi pada sentra Klender
KIKM yang terkonsentrasi dalam satu tempat. Mengemukanya suatu
pendapat sanggahan-sanggahan kepada peneliti seperti penuturan yang
disampaikan oleh Ibu Iis Sugiyanto narasumber no:2 dan Ibu Amoy
narasumber no:6 terhadap persepsi brand mebel Klender yang telah
terbentuk selama ini. Mereka menyanggah sentra industri Klender-KIKM
(Koperasi Industri Kayu dan Mebel) tidak mengarah kepada segmentasi
pasar yang selama ini tercipta dalam benak persepsi khalayak sebagian
masyarakat Jakarta terhadap kualitas, dan harga mebel Klender yang
terkesan murahan. Berikut di bawah ini 2 bentuk penuturannya dari masing-
masing narasumber:
“Bagi saya kurang tepat, Pak! Klender yang murahan abal-abal itu yang disana, yang dibawah kolong jembatan-hehehe flyover yang jual mebelnya kodian- kalau disini kualitas produk kita beda jadi jangan samain yang disana dengan yang didisplay disini.” (wawancara 20 Mei 2019-Ibu Iis Sugiyanto)
“Tidak setuju, mebel disini harganya mahal pak lihat aja kualitas kayunya, kita sebagian memang produk di Klender, kalau yang halus finishingnya seperti ini kita bawa langsung dari Jawa Jepara bukan buatan Klender”, pembeli menilai “Walaupun mahal masih minat untuk membeli karena sesuai dengan segmen nya sendiri, disini ramainya keluarga mengajak suami istri,anak datang sabtu dan minggu“ (wawancara 20 Mei 2019 Ibu Iis Sugiyanto)
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 104 IBI-K57
Dari kedua pernyataan di atas yang berkaitan segmentasi dalam suatu
penerapan strategi pemasaran tak akan bisa lepas terhadap dimensi-
dimensi yang mempengaruhinya, salah satunya positioning dari brand
mebel sentra Klender itu sendiri. Positioning pertama kali dipopulerkan oleh
Al Ries dan Jack Trout (Ries & Trout, 2001). Positioning adalah persepsi
yang ada dalam benak konsumen tentang merek produk sehingga
konsumen memiliki penilaian tertentu dan mengidentifikasikan dirinya
dengan produk tersebut. Menurut Professor Yoram Wind dari Wharton
University of Pennsylvania, positioning merupakan reason for being atau
alasan bagi eksistensi sebuah produk atau merek sehingga dapat disebut
being strategy (Kotler et al., 2017). Konsep positioning berhubungan erat
dengan bagaimana konsumen memproses informasi.
Perilaku atau tindakan seseorang berkaitan dengan kesadaran
rasional mengenai lingkungannya yang diperoleh melalui Panca Indera.
Proses berpikir (cognitions) melibatkan sesuatu yang disebut persepsi.
Persepsi ini yang menjadi pusat positioning karena salah satu alat untuk
memetakan positioning disebut perceptual maps atau peta persepsi.
Karena positioning adalah apa yang ada dalam benak orang atau
konsumen maka positioning tidak selalu harus ditulis secara terang-
terangan. Positioning adalah tentang mendapatkan kepercayaan
pelanggan. Oleh karena itu, produk harus mempunyai kredibilitas.
Positioning harus didukung pula dengan diferensiasi yang solid.
Diferensiasi merupakan terjemahan dari positioning. Positioning-
Differentiation Brand (PDB) adalah proses yang saling memperkuat terus
menerus (Kotler et al., 2017). Jelas dari pernyataan penuturan kedua
pengrajin di atas, pendekatan segmentasi (lokasi atau tempat yang) erat
berkaitan dengan positioning yang berlangsung secara terus menerus
(continue) terhadap produk yang dipamerkan pengrajin di gedung PPIKM
(Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel). Walaupun realitas di lapangan
yang terjadi tidak demikian pandangannya terhadap sentra mebel Klender.
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 105 IBI-K57
Inilah yang diyakini penulis PDB menghasilkan persepsi yang timbul dalam
benak khalayak.
Sesungguhnya hasrat pengrajin melalui sentra KIKM ingin
mengkomunikasikan bahwa mebel yang dipamerkan di gedung PPIKM
(Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel) adalah kualitas terbaik dan
pilihan. Meskipun dari data hasil penelitian diperoleh bahwa produk yang
dipamerkan yang dimaksudkan adalah produk-produk mebel berdesain
khusus atau sesuai permintaan (upon request), pasar sasaran utamanya
(targeting) membidik keluarga kelas ekonomi menengah ke atas dan posisi
secara (positioning) diperuntukkan bagi warga Jakarta, khususnya wilayah
Jakarta Timur. Namun hingga saat ini tidak dapat dipungkiri tetap saja
masih dirasakan brand image yang muncul terhadap keberadaan area
Klender di Jakarta Timur itu sendiri. Adalah bagi mereka pendatang khusus
konsumen yang datang ke area ini secara khusus mencari dan memburu
(hunting) mebel berbahan baku kayu dengan kualitas harga miring atau
harga murahan.
Dari faktor-faktor STP (segmenting, targeting dan positioning) yang
berkaitan dengan segmentasi pasar yang berorientasi pada lokasi.
Terdapat pula manfaat dan kelemahan. Manfaat pengrajin yang diperoleh
telah mampu membidik pasar konsumen dari golongan kelas menengah ke
atas yang telah ada sejak dulu, namun terdapat adanya kelemahan yang
terkait efek simulakra atau persepsi yang tertanam di benak pelanggan
sehingga menjadi kelemahan terkait mebel Klender itu sendiri yang
terkesan kualitas kayu kerupukan dan murahan. Dalam hal ini didapat
keterangan dari pengrajin yang berpegang teguh pada pedoman
segmentasi lokasi yang membedakan mereka dari target sasaran
(targeting) dari segmen yang dituju dari sentra mebel KIKM dibandingkan
sentra mebel Klender yang cenderung segmennya lebih luas, menyangkut
berbagai segmen dari kelas bawah hingga kelas atas. Dapat dipastikan
target poin dari sentra mebel KIKM adalah golongan kelas menengah ke
atas. Manfaat segmentasi pasar adalah: 1) dapat membedakan antara
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 106 IBI-K57
segmen yang satu dengan segmen lainnya, 2) dapat digunakan untuk
mengetahui sifat masing-masing segmen, 3) dapat digunakan untuk
mencari segmen mana yang potensinya paling besar dan 4) dapat
digunakan untuk memilih segmen mana yang akan dijadikan pasar sasaran.
Sekalipun tindakan segmentasi memiliki sederetan keuntungan dan
manfaat, namun juga mengandung sejumlah risiko yang sekaligus
merupakan kelemahan-kelemahan dari tindakan segmentasi itu sendiri,
antara lain biaya produksi akan lebih tinggi, karena jangka waktu proses
produksi lebih pendek, biaya penelitian/ riset pasar akan bertambah searah
dengan banyaknya ragam dan macam segmen pasar yang ditetapkan,
biaya promosi akan menjadi lebih tinggi, ketika sejumlah media tidak
menyediakan diskon.
Dari keterangan hasil jawaban interview yang dikemukakan oleh Ibu
Ning Pujiati, dapat diketahui segmentasi lokasi yang diterapkan oleh
Koperasi Industri Kayu dan Mebel dirasakan telah tepat mengarah ke
konsumen. Selain daripada itu, peranan segmentasi berdasarkan geografi
sangat mempengaruhi dan memiliki peranan penting dalam upaya
memasarkan produk kerajinan mebel dan industri kayu pengrajin anggota
KIKM. Segmentasi geografi yang dimaksud adalah wilayah sentra Klender
itu sendiri yang berada di Jakarta. Yang mana segmennya jelas
diperuntukkan bagi masyarakat Jakarta Timur dan secara khusus ingin
mencari mebel di sentra ini. Berikut jawaban dari narasumber Ibu Amoy,
pengrajin mebel usaha dagang “Rossi Furniture” mewakili anggota KIKM
perwakilan komunitas asal Betawi yang menjawab pertanyaan interview,
seperti di bawah ini:
“Disini kebanyakan yang datang keluarga, istri mengajak suami biasanya pasaran hari sabtu minggu ada juga yang mengajak anak-anaknya, oh tidak pak mereka rata-rata bawa mobil sendiri ada juga sih yang bawa motor …iya banyak juga pesanan biasanya pesen set satu kamar pengantin, atau ruang tamu biasanya yang banyak kalau pesen sama saya.“ (wawancara 27 Mei 2019)
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 107 IBI-K57
Dari keterangan Ibu Amoy diatas bahwa target sasarannya (targeting)
adalah mereka pengunjung yang telah (akan) berkeluarga demi mencari
perabotan untuk kebutuhan di dalam rumah tangganya. Keterangan di atas
mengeluarkan indikasi-indikasi tujuan target sasaran daripada segmentasi
lokasi tersebut, bahwa strategi yang diterapkan Pemerintah Jakarta-Timur
melalui Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan sengaja memusatkan
promosi pengrajin di satu lokasi terpusat di sentra Klender yang telah
terbentuk sejak lama. Tujuannya jelas dilokalisir dijadikan satu lokasi agar
memudahkan komunitas KIKM (Koperasi Industri Kayu dan mebel) dalam
memantau kegiatan-kegiatan pengrajin dan yang terpenting tidak usah
kembali melakukan riset pasar dan meminimalis biaya-biaya yang berkaitan
dengan promosi. Biaya promosi bisa di tekan dan dialihkan ke biaya-biaya
lain, seperti : pelatihan, dan kegiatan bagi pengrajin. Di sini sekali lagi peran
segmentasi lokasi diciptakan agar komunitas memiliki peran lebih maksimal
berkumpulnya produsen langsung tertuju kepada target pasar, yaitu
konsumen langsung.
Strategi komunikasi pemasaran yang dilancarkan menurut
pemahaman peneliti berdasar segmentasi geografi (lokasi, tempat) telah
tepat sasaran baik dalam hal positioning. Dimana segmentasi lokasi diduga
peneliti disinyalir kuat membentuk suatu sentra (baru) dalam suatu
komunitas. Yang telah memetakan (perceptual maps) secara jelas dibenak
pelanggan maupun target sasaran bahwa sentra Klender dan sentra
Klender KIKM adalah dua sisi area segmentasi lokasi yang berbeda
meskipun terdapat di sentra yang sama. Hal inilah yang membedakan
segmentasi pasar bagi sentra Klender dan bagi sentra bentukan baru KIKM
di gedung PPIKM. Perbedaannya adalah tercermin dari sisi kualitas produk,
dan segmen yang dituju bahwa produk yang ada di sentra KIKM adalah
bukan produk massal/massifikasi (kodian), tidak pasaran, dan khusus
menerima pesanan-pesanan khusus (upon request) atau custom made.
Meskipun dikategorikan mahal konsumen masih berminat untuk
membelinya karena memang produk yang ditampilkan telah sesuai dengan
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 108 IBI-K57
segmennya sendiri. Seperti yang dikatakan Bapak Firdaus narasumber 7,
di bawah ini:
“Langganan mebel saya disini tidak masalah dengan harga, sepanjang desain sama finishing dan kualitas jatinya bagus mereka beli saja. Kadang mau nunggu kalau pesanan lama asal bagus. Tentu segmennya beda dong… jelas kelas menengah keatas karena disini bersaing, iya kualitas Enggak Saya jarang kirim buat mebel perkantoran, sama restaurant tapi biasanya kirim perumahan kadang ada pesanan juga buat apartemen”……yah saya lebih pentingin pesanan daripada jual display kalau kebanyakan nyetock mebel butuh modal besar dan duit mati ke barang (wawancara 29 Juni 2019).
Dari keterangan yang telah diberikan Bapak Firdaus, Pemilik usaha
Hamka Furnitur seorang narasumber ketujuh, di atas bahwa beliau memiliki
segmen khusus yang membeli mebel dari kalangan perumahan dan
apartemen. Berarti dapat dipastikan segmen khusus kelas menengah dan
mereka yang pesan perabot atau mebel yang membeli berdasarkan
pesanan khusus atau (custom made). Bagi golongan yang benar-benar
mengerti akan kualitas kayu dan berminat mebel dengan kualitas rapi dan
bagus.
Taktik
Taktik sendiri dalam strategi komunikasi pemasaran merupakan
pelaksanaan daripada strategi promosi itu sendiri. Dalam hal ini taktik yang
digunakan pengrajin dalam pemasaran mebelnya, baik antara sesama
pengrajin dan kepada konsumen. Dari strategi kemudian dilanjutkan
dengan menetapkan taktik pemasaran dalam bentuk diferensiasi, bauran
pemasaran. (marketing mix) (Hermawan Kartajaya; 2004;48). Dalam
strategi model Kotler STV (strategy, tactic, and value), dimensi-dimensi
yang ada baik taktik, strategi maupun value merupakan satu kesatuan
(unity) yang saling terintegrasi tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau
dipisah-pisah, maksud daripada keterangan tersebut bahwa yang bisa
menilai atau menganalisis suatu rencana strategi komunikasi pemasaran
telah berjalan dengan baik atau benar-benar belum berjalan, dapat
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 109 IBI-K57
diketahui dari kesesuaian komponen-komponen yang ada (Kotler et al.,
2017). Strategi dan taktik yang sudah dibuat harus didukung dengan
rancangan promosi yang benar-benar tepat sasaran. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan oleh: Bapak Rio Setiana S.E, selaku bendahara
umum, KIKM (Koperasi Industri Kayu dan Mebel), berikut penuturannya:
“Disini pengrajin cara berpromosi masih sangat konvensional, mereka masih menawarkan produk ke konsumen menggunakan catalog mebel atau gambar foto yang dikliping, dan cara memasarkan langsung kepada konsumen yang berkunjung”, enggak-enggak mereka belum pakai pemasaran digital via internet. Paling BBM-an (wawancara 26 November 2014)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, berikut penjelasan
yang diberikan oleh Bapak Soleh, selaku Staf KIKM (Koperasi Industri Kayu
dan Mebel), berikut penuturannya:
“Mereka menata barang sesuai space (ruang pamer) semaksimal mungkin menata sebanyaknya produk. Untuk harga produk disini tidak bisa disama-ratakan tergantung finishing (pewarnaan) meskipun barangnya sama tapi kalau finishing bagus harga bisa berbeda dan mahal kuncinya jualan pengrajin di finishing!” (wawancara 20 Juli 2019- Staff KIKM)
Dari analisa data dan keterangan partisipan di atas, berdasarkan dari
strategi kemudian dilanjutkan dengan menetapkan taktik pemasaran setiap
pengrajin dalam bentuk diferensiasi produk (keanekaragaman jenis dan
fungsi mebel), bauran pemasaran dan proses penjualan langsung. Dalam
soal taktik pemasaran dapat dikatakan apa yang dilakukan oleh pengrajin
sentra mebel Klender KIKM masih terdapat kepincangan-kepincangan dan
ketidaksempurnaan dalam hal taktik pemasaran.
Value
Brand adalah suatu alat identitas bagi penjual atau produsen, bisa
berupa nama, logo, trademark (merek dagang), atau berbagai bentuk
simbol yang lain. Brand juga merupakan suatu alat komunikasi, dimana,
dan oleh beberapa organisasi secara sengaja diciptakan dan digunakan
sebagai satu identitas untuk memasarkan barang maupun jasa. Dengan
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 110 IBI-K57
secara tidak langsung dengan adanya brand tersebut meningkatkan
penilaian perusahaan atau menghasilkan dukungan terhadap satu masalah
non-profit. Brand (merek) yang hebat akan menggabungkan kepintaran dan
pemahaman dengan imajinasi dan keahlian. Brand merupakan ekuitas
perusahaan yang menambah value (nilai) bagi produk dan jasa yang
ditawarkan. Merek merupakan aset yang menciptakan value bagi
pelanggan dengan memperkuat kepuasan dan pengakuan atas kualitas
(Kotler et al., 2017).
Dari kutipan kedua alinea di atas, diperoleh pengertian bahwa value
merupakan turunan daripada suatu merek (brand) yang ada maupun yang
nilai yang terkandung atau bakal diciptakan baik itu secara kualitas, maupun
nilai-nilai aset yang menciptakan value bagi pelanggan. Dasar penciptaan
dari value itu diciptakan guna meningkatkan kepuasan dan menghargai
suatu kualitas. Definisi ini menggambarkan peran merek yang tidak hanya
sebagai representasi dari produk yang dimiliki, tapi juga dapat berfungsi
untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. Value dari sebuah produk maupun
jasa sangat bergantung dari merek yang dimiliki oleh perusahaan. Logika
berpikir cepatnya adalah merek (brand) akan menjadi kuat apabila memiliki
brand equity (ekuitas merek) yang kuat juga. Selanjutnya brand equity yang
kuat akan memberikan value yang baik. Berikut jawaban penjelasan dari
Ibu Nining Pujiati narasumber 4, yang ketika diwawancarai, membuat suatu
pernyataan tentang value yang berkaitan dengan loyalitas pelanggan:
“Saya jual mebel cara-cara kekeluargaan ke setiap pelanggan, bahkan ada pelanggan saya yang khusus beli dari Papua, sengaja khusus datang kalau butuh barang mampir ketoko saya, lucunya pembeli saya tahu di Klender pusat mebel, bahkan tahu diluar harga bisa terpaut murah, alasannya beliau udah cocok beli kesaya, merasa sudah seperti keluarga, bagi saya mungkin kualitas sama servise pelayanan kalau tidak mau ditinggalin pelanggan, kalaupun ada complain semua bisa dibicarakan dengan baik secara 4 mata gimana penyelesaiannya.”
Apabila di perhatikan secara seksama bahwa nilai-nilai yang
terkandung dari merek mebel yang dijual NN Furniture oleh Ibu Ning
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 111 IBI-K57
terdapat nilai yang dihasilkan dari hasil proses ramah-tamah (dialog)
melalui tatap muka penjualan langsung (personal selling) dan adanya
komunikasi antar pribadi (interpersonal) sehingga satu sama lain baik
konsumen dan pengrajin ada suatu relasi hubungan yang dekat (intimacy).
Dari keterangan di atas dikatakan kualitas produk dan service atau
pelayanan merupakan faktor utama yang harus dilakukan oleh pengrajin
apabila tidak ingin ditinggalkan pelanggannya. Perusahaan seharusnya
tidak hanya memasarkan produk dengan manfaat fungsional ataupun
manfaat emosional, melainkan harus pula menonjolkan manfaat spiritual
(Kotler et al., 2017).
Pendekatan pemasaran berbasis nilai-nilai ini diyakini akan
memperoleh hasil yang berbeda dan menurut penulis bisa dikatakan cukup
unik. Karena perusahaan atau pemilik merek tidak sekedar memberikan
kepuasan atau mengincar profitabilitas, melainkan memiliki compassion
dan keberlanjutan (Sustainable). Peneliti menangkap pemahaman adanya
sinyal daya tarik tersendiri bagi pemilik usaha untuk menggiring di jaringan
loyalitas pelanggan, bahwa ada suatu keunikan nilai-nilai (value) yang
ditanam terlebih dahulu, lalu perlahan tumbuh membesar hingga matang
kemudian dipetik hasilnya melalui cara-cara pengrajin berkomunikasi bisnis
dan berinteraksi dalam sentra jaringan komunitas pada gedung PPIKM
(Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel) pada jaringan pelanggannya
masing-masing.
Keunikan dan daya tarik yang dimaksud yaitu pengrajin sentra Klender
KIKM ini tidak semata-mata memperdagangkan produk mebel saja, akan
tetapi pemasaran yang baik harus disertai dan dilandasi nilai-nilai
keindahan (estetika) pada suatu produk dan nilai-nilai kebaikan (nilai-nilai
Koperasi) dalam membina suatu hubungan baik terhadap konsumen
langsung maupun calon konsumen atau calon pelanggan.
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 112 IBI-K57
Pola Interaksi Dalam Komunitas KIKM (Koperasi Industri Kayu dan
Mebel)
Interaksi sosial adalah hubungan antar individu, individu dengan
kelompok, dan kelompok dengan kelompok lainnya. Dalam kehidupan
bersama antar individu dengan individu maupun kelompok terjadi hubungan
atau relasi. Melalui hubungan tersebut setiap individu pasti memiliki maksud
dan tujuan dan keinginannya masing-masing. Untuk mencapai
keinginannya tersebut biasanya diwujudkan dengan tindakan melalui
hubungan timbal-balik. Hubungan inilah yang disebut dengan interaksi.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial dinamis yang
menyangkut hubungan antar individu, antara individu dan kelompok, atau
antar kelompok. Terjadinya interaksi karena ada proses aksi dan reaksi,
kontak dan komunikasi. Manusia punya naluri gregariousness, yaitu naluri
untuk selalu hidup berkelompok atau bersama dengan orang lain. Sebagai
makhluk sosial, manusia punya kecenderungan untuk bekerja sama
dengan orang lain. Dari setiap hubungan-hubungan tersebut di atas akan
membentuk dan terjalin suatu pola yang dinamakan pola interaksi sosial
yang terjadi dimasyarakat.
Keberadaan pengusaha kecil dan menengah termasuk usaha
berskala usaha mikro dan koperasi (KUMKM) merupakan wujud kehidupan
ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia. Pengembangan pengusaha
(KUMKM) mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan
kontribusi yang signifikan dalam mempercepat perubahan struktural yaitu
dengan meningkatkan daya beli masyarakat. Melihat dari uraian di bawah
ini maka pantaslah bahwa lembaga koperasi (KIKM) merupakan pilar
ekonomi masyarakat lokal dipandang dari sudut jumlah jenis usaha dan
jumlah tenaga yang terserap. Berikut pernyataan yang disampaikan oleh
Bapak Purwanto, narasumber 9 yang menuturkan:
“Di sini setiap pengrajin wajib mengikuti diadakannya pelatihan oleh KIKM , besok kita ada pelatihan lagi, pak! Ini baru selesai tadi, kalau mau interview lagi jangan pas lusa tanggal 28 sampai 3 Desember soalnya kita lagi sibuk persiapan acara Festival Klender, minggu
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 113 IBI-K57
depan aja Pak! Kalau bapa mau foto buat data penelitian datang aja Pak? (wawancara 26 Juni 2019 - Gedung PPIKM).
Berdasarkan hal di atas dapat ditelusuri bahwa ada pola interaksi
hubungan timbal balik dengan kelompok komunitasnya masing-masing
terbentuk secara vertikal kelembagaan pengurus melalui struktur organisasi
KIKM dengan Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan. Interaksi sosial
yang dimaksud berupa feed back atau channel, seperti hal: nilai-nilai
kebersamaan, pemberian pelatihan, adanya program motivasi kegiatan,
tanggung jawab sesama seperti terhadap suatu acara tahunan yang segera
harus dilaksanakan komunitasnya, dalam kegiatan festival Klender akan
segera di jalankan dan di laksanakan komunitas tersebut. Pola interaksi
yang terjadi pada usaha mikro dan usaha kecil (pengrajin) telah fokus
kepada pemberdayaan baik dari aspek manajemen usaha, karena berbagai
pertimbangan, dimana usaha pengrajin dilihat dari sisi mikro ekonomi dan
terbesar dari kegiatan perekonomian masyarakat, dipandang dari tingkat
penyerapan kerja. Mengingat hal yang berkaitan dengan interaksi dianggap
penting dan perlu dikembangkan dalam sarana menyelesaikan masalah
dalam struktur kelembagaan dan menjadi bagian dari gerakan
pengembangan dan pemberdayaan koperasi. Inilah yang diduga kuat
pemikiran peneliti membentuk suatu jaringan komunitas sentra mebel
Klender serta penguatan komunitas lembaga didalam Koperasi Industri
Kayu (KIKM) dan Mebel di gedung PPIKM sebagai Pusat Promosi Industri
Kayu dan Mebel diwilayah Jakarta Timur. Adanya program kegiatan-
kegiatan yang mampu menstimulasi keterlibatan pengrajin mebel sehingga
diantara mereka terjalin kebersamaan dan adanya suatu tujuan bersama.
Pola interaksi yang ada dalam sentra KIKM meliputi hubungan difusi
horizontal internal yang bersifat kemitraan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Interaksi yang berlangsung dicirikan interaksi yang bersifat
informal atau tidak resmi, berbeda sekali dengan hubungan vertikal
terhadap pengurus Koperasi Industri Kayu dan Mebel yang terasa lebih
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 114 IBI-K57
formal, pendekatan sesama pengrajin lebih kepada pendekatan-
pendekatan pribadi atau pertemanan.
Mengapa hubungan ini kemudian disebut hubungan langsung dan
tidak langsung yang bersifat horizontal karena hubungan langsung di
komunitas ini terjadi apabila terjalin kerja sama sesama pengrajin dalam
satu komunitas yang bersifat kemitraan (kerja sama) atau partner kerja. Dan
hubungan tidak langsung yang terjadi sesama pengrajin dalam hal
kaitannya sama-sama seprofesi dan tidak sedang melakukan kerja sama
sesama individu di dalam suatu kelompok pengrajin. Berikut penuturan
yang salah seorang narasumber, Ibu Ida pemilik usaha Amelia Furniture:
“Ada juga pengrajin yang minta tolong dicarikan barang sama-sama pengrajin dari sini, kalau saya kalau barang yang dipesan tidak ada disentra Klender saya pesanin cari barangnya ke pengrajin Jepara, pak?” (wawancara 26 November 2014- Gedung PPIKM)
Dari keterangan di atas bahwa dapat ditelusuri bahwa terdapat pola
interaksi hubungan timbal balik hubungan individu dengan individu: antara
sesama pengrajin. Apabila yang bersangkutan mendapatkan dan mampu
memproduksi barang produknya di sentra Klender namun apabila ada
pesanan barang-barang yang tidak pasaran maka pesanan akan dilempar
keluar ke beberapa jaringannya yang lain seperti kepada pengrajin Jepara
Jawa Tengah.
Pola interaksi yang ada dalam sentra KIKM antara pengrajin dengan
konsumen yang terjadi, yaitu saling berinteraksi satu sama lain. Interaksi
yang berlangsung biasanya sesuai dengan ragam transaksi yang dilakukan
seputar dunia mebel, mulai dari jenis material bahan kayu dan fungsi
produk, warna, bahan, desain, harga. Pokok bahasannya dalam pola
interaksi model ini segala sesuatu yang meliputi dan berkenaan langsung
terhadap pembuatan mebel kapan selesainya hingga pelayanan dalam hal
pengiriman barang (delivery product) yang akan didapatkan pelanggan.
Hubungan horizontal yang terjadi dalam hal ini hubungan horizontal yang
bersifat tatap muka dan to the point berdialog dan secara langsung
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 115 IBI-K57
komunikasi antar pribadi. Interaksi difusi horizontal yang berlangsung
dicirikan pola interaksi yang formal terkadang informal tergantung topik-
topik pembicaraan apa saja yang akan dipertimbangkan. Perbincangan
formal diketahui dilakukan pendekatan pengrajin apabila calon pembeli
belum termasuk kategori sebagai langganan atau customer tetap, masih
bersifat sebatas ter-prospects, namun sebaliknya apabila sudah menjadi
pelanggan atau minimal pernah membeli dan bertransaksi sebelumnya.
Telah dikenal baik secara personal oleh pihak-pihak pengrajin. melakukan
pembicaraan yang diselingi pembicaraan informal (tidak resmi). Berikut
penuturan yang salah seorang narasumber, Ibu Yati sebagai salah satu
pelanggan Ibu Ning pemilik usaha NN Furniture:
“Iya Pak saya langganan bu Ning tapi saya disini lagi gak mau beli mebel saya sedang nunggu teman saya yang suaminya orang india, rencana mau ngisi mebel untuk diapartemennya….iya niy saya lagi nanya-nanya tadi sama dia mengenai harga dan berapa lama waktu produksi kalau pesan buat teman saya India itu (wawancara 26 april 2018- Gedung PPIKM)
Telah jelas dari penuturan di atas bahwa pola interaksi yang dilakukan
pengrajin terhadap konsumennya di sentra KIKM. Berkaitan langsung
dengan ragam transaksi untuk kesepakatan (deal) pemesanan mebel
(order) atau transaksi ekonomi yang berkaitan langsung terhadap nilai mata
uang. Dari ketiga model interaksi di atas dilingkup sentra Klender KIKM
(Koperasi Industri Kayu dan Mebel) peneliti mengevaluasi inilah yang
memperkuat atau saling menguatkan di antara pelaku komunikasi untuk
membuka celah jaringan kerja berdasarkan kedekatan komunikasi antar
pribadi melalui ruang dialog.
IV. KESIMPULAN
Penerapan komunikasi pemasaran di KIKM yang diterapkan KIKM
dengan kesesuaian vertikal marketing dan legacy marketing pada dimensi
segmentation, targeting, dan positioning telah memiliki frame work kerja
nyata yang jelas dan terarah berdasarkan segmentasi geografi pada satu
titik lokasi wilayah sentra Klender. Bahkan telah mampu membentuk suatu
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 116 IBI-K57
komunitas dan sentra baru juga membidik target sasaran keluarga kelas
menengah ke atas dan positioning sentra KIKM itu sendiri diwilayah
Jakarta-Timur. Namun sangat disayangkan kesesuaian strategi yang telah
tepat sasaran tidak ditunjang dalam hal-hal taktik yang masih terdapat
kepincangan-kepincangan dalam penerapan promotional mix. Dalam hal
taktik (market share), komunikasi pemasaran yang dilancarkan pengrajin
sentra mebel KIKM (Koperasi Industri kayu dan Mebel) masih terfokus
menitikberatkan terhadap produk saja terhadap konsumennya di gedung
PPIKM (Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel). Terlihat jelas fokus
produk bagi setiap pengrajin merupakan hal terpenting dan di atas segala-
galanya daripada elemen-elemen kesesuaian yang lain, seperti: promosi
(promotional mix). Maka dapat disimpulkan strategi komunikasi pemasaran
pengrajin masih memiliki kekurangan atau ketidaksempurnaan guna
memasarkan produk- produknya di gedung PPIKM ( Pusat Promosi Industri
Kayu dan Mebel).
Pola interaksi didalam komunitas KIKM meliputi hubungan secara
horizontal internal yang saling berinteraksi bersifat kemitraan baik secara
langsung maupun tidak langsung antar sesama pengrajin. Untuk pola
hubungan pengrajin dengan pengurus Koperasi berlangsung secara formal
dan vertikal (hierarkis-informatif) guna pengrajin mendapatkan segala
sesuatu informasi yang bermanfaat dari lembaga Koperasi yang
menaunginya, sedangkan hubungan pengrajin terhadap segmentasi
khalayak atau konsumen yang terjadi adalah hubungan langsung dengan
dialogis ber-interactive secara informal mengacu kepada kedekatan
(pertemanan) yang berkelanjutan (suistanable) dan menciptakan jaringan
atau networking. Hubungan timbal-balik inilah yang disinyalir kuat
membentuk suatu jaringan komunitas sentra mebel Klender dan penguatan
komunitas lembaga Koperasi Industri Kayu dan Mebel di gedung PPIKM
sebagai Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel diwilayah Jakarta Timur.
Model Komunikasi Pemasaran Word Of Mouth KIKM membentuk jaringan
komunitas yang juga memiliki jalur akses linkage atau jaringan network dan
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 117 IBI-K57
saling memanfaatkan dan saling mengisi dimana relasi antar pribadi dan
personal sangat membantu untuk mencari ketepatan mengenal satu sama
lain untuk meningkatkan efisiensi penjualan mebel. Relasi (hubungan) antar
pribadi yang dimaksud adalah dengan menggunakan word of mouth
marketing. Interaksi tersebut mengutamakan aspirasi lokal dalam
implementasi dari suatu sistem jaringan sosial. Promosi WOMM yang
terjadi bergerak secara horizontal menuju ke segmentasi tempat (geografi)
dan berakhir dan menuju pada lokasi (segmentasi lokasi) di gedung PPIKM
(Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel) bukan pada produk.
DAFTAR PUSTAKA
Apidianto. M dan Rakhmanita, 2012, Peningkatan Desain Mebel di Jakarta Timur, Analisis Hasil Riset; Pusat Penelitian dan Pengembangan Fakultas Arsitektur Universitas Guna Darma.
Akintimehin, O. O., Eniola, A. A., Alabi, O. J., Eluyela, D. F., Okere, W., & Ozordi, E. (2019).
Social capital and its effect on business performance in the Nigeria informal sector. Heliyon, 5(7), e02024. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2019.e02024
Ariani, & Utomo, M. N. (2017). Kajian Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Tarakan. Jurnal Organisasi Dan Manajemen, 13(2), 99–118. Retrieved from http://jurnal.ut.ac.id/JOM/article/viewFile/524/575
Ardianto, Eka dan Agus W Soehadi ( 2013, Februari 7) Kolaborasi Perusahaan Komunitas dan Membangun Co Creation Value, Majalah SWA 30-35
Ariwibowo, P., Manajemen, D. I.-J. O. &, & 2018, U. (2018). Kontribusi Usaha Mikro Kecil Dan
Menengah Terhadap Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Daerah Provinsi Dki Jakarta. Jurnal Organisasi Dan Manajemen, 14(1), 41–51. Retrieved from http://jurnal.ut.ac.id/index.php/JOM/article/view/629
Arsezen-Otamis, P., Arikan-Saltik, I., & Babacan, S. (2015). The Relationship Between Paternalistic Leadership and Business Performance in Small Tourism Businesses: The Moderating Role of Affective Organizational Commitment. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 207, 90–97. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.10.150
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 118 IBI-K57
Arshad, R., Noor, A. H. M., & Yahya, A. (2015). Human Capital and Islamic-Based Social Impact Model: Small Enterprise Perspective. Procedia Economics and Finance, 31(15), 510–519. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(15)01195-8
Barkhatov, V., Pletnev, D., & Campa, A. (2016). Key Success Factors and Barriers for Small Businesses: Comparative Analysis. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 221, 29–38. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.05.087
Basuki Antariksa, 2011, Konsep “Indonesia Kreatif Tinjauan Awal Mengenai Peluang dan Tantangannya Bagi Pembangunan Indonesia. Jurnal Nasional ; Analisis Hasil Riset; Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
de Man, A. P., & Luvison, D. (2019). Collaborative business models: Aligning and operationalizing alliances. Business Horizons, 62(4), 473–482. https://doi.org/10.1016/j.bushor.2019.02.004
Dzian, M., Triznova, M., Kaputa, V., & Supin, M. (2015). The Analysis of WOM in Slovak Republic and Impact of WOM on Consumers’ Purchasing Decision. Procedia Economics and Finance, 26(15), 975–981. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(15)00919-3
Esmaeel, R. I., Zakuan, N., Jamal, N. M., & Taherdoost, H. (2018). Understanding of business performance from the perspective of manufacturing strategies: Fit manufacturing and overall equipment effectiveness. Procedia Manufacturing, 22, 998–1006. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2018.03.142
Fernández, E., Iglesias-Antelo, S., López-López, V., Rodríguez-Rey, M., & Fernandez-Jardon, C.
M. (2019). Firm and industry effects on small, medium-sized and large firms’ performance.
BRQ Business Research Quarterly, 22(1), 25–35. https://doi.org/10.1016/j.brq.2018.06.005 Fink, M., Koller, M., Gartner, J., Floh, A., & Harms, R. (2018). Effective entrepreneurial marketing on Facebook – A longitudinal study. Journal of Business Research, (October). https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2018.10.005
Hernández-carrión, C., Camarero-izquierdo, C., & Gutiérrez-cillán, J. (2019). capital : A multi- network analysis.
http://timur.jakarta.go.id
Kotane, I., & Kuzmina-Merlino, I. (2017). Analysis of Small and Medium Sized Enterprises’ Business Performance Evaluation Practice at
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 119 IBI-K57
Transportation and Storage Services Sector in Latvia. Procedia Engineering, 178, 182–191. https://doi.org/10.1016/j.proeng.2017.01.093
Kotler, P., Kartajaya, H., & Setiawan, I. (2017). Marketing 4.0: Moving from Traditional to Digital. WILEY-VCH. https://doi.org/10.1192/bjp.112.483.211-a
Lima, V. A., & da Silva Müller, C. A. (2017). Why do small businesses innovate? Relevant factors of innovation in businesses participating in the Local Innovation Agents program in Rondônia (Amazon, Brazil). RAI Revista de Administração e Inovação, 14(4), 290–300. https://doi.org/10.1016/j.rai.2017.07.007
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007. Tentang Penanaman Modal, 1–28. https://doi.org/10.1590/s1809- 98232013000400007
Meutia, & Ismail, T. (2012). The Development of Entrepreneurial Social Competence and Business Network to Improve Competitive Advantage and Business Performance of Small Medium Sized Enterprises: A Case Study of Batik Industry in Indonesia. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 65(ICIBSoS), 46–51. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.11.089
Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. PT.Remaja Rosdakarya. Bandung
Mráček, P., & Mucha, M. (2015). The Use of Knowledge Management in Marketing Communication of Small and Medium-sized Companies. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 175, 185–192. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.01.1190
Onken, J., Miklos, A. C., Dorsey, T. F., Aragon, R., & Maria, A. (2019). Using database linkages to measure innovation , commercialization , and survival of small businesses, 77(August). https://doi.org/10.1016/j.evalprogplan.2019.101710
Ozkan-Canbolat, E. (2011). Social capital influences on business groups’ diversification strategies. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 24, 1436–1443. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.09.047
Raco, J.R. 2010.Metode Penelitian Kualitatif. PT Grasindo. Jakarta.
Ries, A., & Trout, J. (2001). Positioning: The Battle for Your Mind: Amazon.co.uk: Al Ries, Jack Trout: Books. McGraw-Hill Professional, (July), Foundation of Marketing 5th editionFoundation of M. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.1523.3120
Sant’Anna, A. D. S., & Nelson, R. E. (2017). Entrepreneurs and the Social and Economic Dynamics of a Small Brazilian Community. Procedia
Jurnal Mediastima ISSN 0852-7105
Volume 25, No. 2 Okt-Mar 2019
1Ahmad Nurdin Hasibuan, 2Andri Faisal, 3Reny Andriyanty*
LPPM 120 IBI-K57
Engineering, 198(September 2016), 1– 16. https://doi.org/10.1016/j.proeng.2017.07.069
Sipahi, G. A., & Enginoglu, O. G. D. (2015). Retail Planning Studies: An Application Oriented at Consumers’ Perceptıon of the Quality of Retail Environment. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 177(July 2014), 481–490. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.02.402 Siswantini, W., Ayuni, D., & Mulyana, A. (2017). Pengaruh Komunikasi Pemasaran, Pengalaman dan Kualitas Jasa Terhadap Citra Dan Kepuasan Serta Dampaknya Pada Loyalitas Wisatawan Nusantara (Survei Tempat Rekreasi Air Terjun di Kabupaten Bogor). Jurnal Manajemen Dan Organisasi, 12(1), 71–85.
Sözbilir, F. (2018). The interaction between social capital, creativity and efficiency in organizations. Thinking Skills and Creativity, 27(December 2017), 92–100. https://doi.org/10.1016/j.tsc.2017.12.006
Tura, N., Hanski, J., Ahola, T., Ståhle, M., Piiparinen, S., & Valkokari, P. (2019). Unlocking circular business: A framework of barriers and drivers. Journal of Cleaner Production, 212, 90–98. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2018.11.202
Ukko, J., Nasiri, M., Saunila, M., & Rantala, T. (2019). Sustainability strategy as a moderator in the relationship between digital business strategy and financial performance. Journal of Cleaner Production, 236. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.117626
Zamecnik, R., & Rajnoha, R. (2015). Business Process Performance Measurement Under Conditions of Business Practice. Procedia Economics and Finance, 26(15), 742–749. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(15)00833-3
Zaušková, A., Bezáková, Z., & Grib, L. (2015). Marketing Communication in Eco-innovation Process. Procedia Economics and Finance, 34(15), 670–675. https://doi.org/10.1016/s2212- 5671(15)01684-6