aplikasi ensemble empirical mode decomposition(eemd) pada data vlf-em vgrad untuk memetakan fosfat...
DESCRIPTION
zTRANSCRIPT
-
Seminar Nasional Pascasarjana XII ITS, Surabaya 12 Juli 2012 ISBN No.
Aplikasi Ensemble Empirical Mode Decomposition(EEMD) Pada Data
VLF-EM vGrad Untuk Memetakan Fosfat Di Daerah Sukolilo Pati
Jawa Tengah
J.P.G.N. Rochman 1, A.S.Bahri
1, B.J.Santosa
1, Ghufron
1
Jurusan Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Surabaya,Indonesia1
Abstrak
Telah dilakukan analisis dari data VLF-EM vGrad dengan menggunakan Ensamble Empirical Mode
Decomposition (EEMD) dan inversi 2-D untuk mengetahui sebaran deposit fosfat di Perum Perhutani
KPH PATI BKPH Sukolil-Pati Jawa Tengah. EEMD ini digunakan sebagai filter. Pengolahan data
dengan EEMD ini bertujuan untuk menghilangkan noise geologi dan background EM wave yang
bersifat non linier. Filter ini merupakan pengembangan dari metode Empirical Mode Decomposition
(EMD). Data yang digunakan paper ini berupa inphase dan quadrature pada data VLF-EM vGrad.
Dari hasil penggunanan EEMD ini didapatkan data inphase dan quadrature dengan kurva yang lebih
smoth, dan mampu meningkatkan signal to noise ratio (S/N). Setelah diolah dengan EEMD dilakukan
proses inversi. Software yang digunakan dalam proses inversi ini adalah Inv2DVLF yang berbasiskan
metode finite elemen. Hasil dari proses inversi dengan input data yang sudah difilter dengan EEMD
didapatkan sebaran fosfat yang lebih jelas yaitu terlihat mengarah ke utara dengan kedalaman 5 40 m.
Katakunci: EEMD, VLF-EM vGrad, Inv2DVLF, fosfat, Sukolilo-Pati
1. Pendahuluan
Fosfat merupakan bahan tambang yang sangat
penting bagi industri pupuk. Sejak tahun 2003
Indonesia harus mengimpor bahan tersebut.
Padahal cadangan fosfat Indonesia diperkirakan
2,5 juta tons. Salah satu cadangan phospate di
temukan di daerah kars Pati Jawa Tengah.
Temuan phospate tersebut terletak di permukaan
sampai kedalaman 8 meter (Ghufron, 2010).
Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai keberadaan fosfat di daerah tersebut.
Metode geofisika yang lebih efektif dan efisien
untuk mengeksplorasi bahan tambang dengan
kedalaman dangkal adalah Very Low Frequency
(VLF-EM) (Pal, 1965; Paterson da Ronka,
1971; Bernard dan Valla, 1991; Jeng et al.,
(2004). Bosh dan muller (2001) mengembangkan
metode very low frequency elektromagnetik
vertical Gradient (VLF-EM-vGrad) dengan
memvariasikan ketinggian pada suatu titik
pengukuran yang diapkikasikan untuk mencari
rongga bawah permukaan di daerah kars, lebih
jelas dalam tergambarkan dari hasil pengolahan
dan intepretasinya (Santos dkk, 2006 ; Bahri dkk,
2008). Kualitas data VLF-EM sering terganggu
dengan berbagai noise misalnya kondisi geologi
yang menginduksi VLF-EM (Everett dan Weiss,
2000). Hampir semua noise tersebut bersifat non
linier sehingga sulit dihlangkan dengan cara
konvensiaonal. Untuk itu perlu di lakukan
pengolahan data VLF-EM dengan menggunakan
Ensamble Emperical Mode Decomposition
(EEMD) filter yang dikenalkan oleh Wu dan
Huang (2009). Metode ini di dasarkan pada
pengembangan lebih lanjut dari Empirical Mode
Decomposotion (Huang dkk, 1998). Metode ini
terbukti bisa menigkatkan signal to noise ratio
(S/N) pada signal nonlinear.
2. Dasar Teori
2.1 Metode VLF-EM dan VLF-EM vGrad
Metode VLF-EM adalah salah satu
metode elektromagnetik yang digunakan untuk
memprediksi nilai resistivitas struktur bawah
permukaan berdasarkan medan elektromagnetik
alam. Metode ini termasuk metode pasif karena
hanya menerima sinyal yang berasal dari
pemancar radio militer (untuk navigasi) sebagai
gelombang primer. Pemancar ini menghasilkan
gelombang EM yang dapat menginduksi arus
eddy sekunder, terutama pada daerah yang
memiliki nilai konduktivitas pada daerah target
2D yang memanjang. Paal (1965) mengamati
pada gelombang radio pada VLF bisa digunakan
memetakan daerah yang memiliki deposit
mineral. Pengenalan pengukuran baru dengan
teknik gradio di lalukan dengan mengulang
variasi ketinggian di setiap titik pengukuran
(Bosch dan Muller, 2001). Pada pengukuran
teknik ini yang terpenting adalah nilai pada titik
pengukuran yang berbeda tinggi, dimana nilai
perbedaaannya hanya ditentukan oleh medan
magnet sekunder yang disebabnkan nilai
konduktivitas bahwa permukaan saja. Secara
matematis :
-
Seminar Nasional Pascasarjana XII ITS, Surabaya 12 Juli 2012 ISBN No.
HRy=(HPy+HSy(Z2))-(HPy+HSy(Z1)) HRy=HSy(Z2)-HSy(Z1)...............................1)
adalah nilai vGrad pada Z2>Z1, Hsy(Z2)
adalah pengukuran medan magnet sekunder pada
ketinggian Z2 dan Hsy(Z1) adalah pengukuran
medan magnet sekunder pada ketinggian Z1.
2.2 Filter EEMD
Metode Ensemble Empirical Mode
Decomposition (EEMD) merupakan
pengembangan baru dari metode EMD
(Empirical Mode Decomposition) yang
diperkenalkan Huang (2009). EMD yang
diperkenalkan oleh Huang dkk, (2009) diperbaiki
dengan melakukan penggabungan noise-assited
dari data dan dengan metode EMD sendiri,
menunjukkan perbaikan dari hasil EMD saja.
Dari revisi tersebut EMD menjadi filter yang
robust dalam menganalisis data yang nonliner
dan non stasioner (Wu dan Huang, 2009).
Problem utama yang dari EMD adalah pada saat
proses sifting pada mode mixing dimana
menunjukkan bahwa pada singgle IMF mungkin
terdiri dari beberapa signal dari skala yang
berbeda atau satu signal yang sekalanya sama
akan tetapi berbeda letak komponen IMFnya.
Hal ini disebabkan karena signal bersifat
intermitting biasanya dihasilkan dari mode
mixing dan juga disebabkan oleh
pendekomposisian yang membuat signal tidak
stabil serta kehilangan keunikan dari sifat fisis
signal tersebut. Untuk mengatasi problem EMD
tersebut maka EEMD ini mengadopsi dua
konsep yaitu noise-assisted data analysis
approach (NADA) dan noise-assisted signal
extraction (NASE) (Wu dan Huang, 2009).
Pada prinsipnya metode EEMD ini pertama :
menambahkan white noise, terutama pada finite
amplitude yang akan mengisi ketidak seragaman
pada ruang frekuensi dan waku dengan
komponen yang memiliki skala yang bebeda.
Bisa dilihat bahwa penggunaan EMD ini sebagai
dyadic filter (filter dari rentang frekuensi
overlapping) (Flandrin dkk, 2004; Wu dan
Huang, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa
signal dari skala yang mirip dengan noise
memungkikan dapat digabungkan untuk
dihilangkan dengan noise pada salah satu
komponen IMF sebagai hasil dari proses EMD.
Karena penambahan white noise memberikan
referensi distribusi skala yang seragam pada
ruang waktu dan frekuensi pada signal untuk
tetap. Sebagai konsekuensinya penambahan
white noise dapat membantu memecahkan
masalah pada mode mixing dari EMD. Metode
EEMD dapat dituliskan dalam ekspresi
matematis secara simpel sebagai berikut.
Sebelum proses sifting, dilakukan penambahan
finite amplitude dari white noise p(t) untuk data
input y(t) untuk mendapatkan data dari tambahan
noise Y(t) yaitu :
................2)
Dimana R adalah rasio standart deviasi dari
amplitudo penambahan noise pada original data
y(t).White noise p(t) merupakan angka nilai
random dimiliki dari amplitude dengan distribusi
normal dari zero mean. Proses EMD kemudian
diaplikasikan pada Y(t) untuk mendapatkan
penambahan noise IMF dengan mengiterasi
sebanyak k dari prosedur penambahan noise
dengan white noise yang berbeda akan tetapi
memiliki amplitudo yang sama dari tiap waktu,
Penyusunan komponen IMF dari i t, Ei akan
menjadi
.....................3)
Nilai aktual dari amplitudo penambahan noise R
dan bilangan k Wu dan Huang (2005, 2009)
menyarankan 0.2. Sedangkan Lin dan Jeng
(2010) menyarankan berturut turut 0.5 dan 100 pada R dan k untuk dominasi data dengan sinyal
dengan frekuensi rendah.
3. Metodologi
3.1 Akuisi data VLF-EM vGrad
Data yang digunakan pada paper ini berasal dari
pengukuran yang sudah dilakukan oleh Ghufron
(2009). Lokasi pengukuran di daerah pernbukitan
kars Sukolilo Pati Pengukuran dilakukan pada 4
lintasan dengan spasi 5 meter di setiap lintasan
dengan metode gradio yaitu pada satu titik
dilakukan 2 kali pengukuran (posisi duduk dan
berdiri).
3.2 Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data pada paper ini adalah
sebagai berikut pemfilteran dengan
menggunakan EEMD yang bertujuan untuk
menghilangkan noise yang bersifat non liner dari
VLF EM itu sendiri. Selanjutnya digunakan untuk filter fraser. Menurut Bahri dkk (2009)
filter fraser yang digunakan pada data VLF-EM
biasa sudah dapat menunjukkan anomaly secara
horisontal dan dapat mempertajam hasil dari data
VLF-EM vGrad. Kemudian untuk dapat
memodelkan bentuk lapisan struktur bawah
permukaan dan bentuk anomali dilakukan
dengan menggunakan pemodelan ke belakang
terhadap data dengan software Inv2DVLF yang
berbasiskan finite element (Santos dkk, 2007).
Pemodelan ini untuk mengetahui letak jebakan
fosfat.
-
Seminar Nasional Pascasarjana XII ITS, Surabaya 12 Juli 2012 ISBN No.
Gambar 1.Efek filter EEMD (a) data raw inphase dan quadrature (b)IMF menggunakan teknik EEMD dengan
ensamlbe size 100 dan estndar deviasi 0.5 (b1)inphase (b2)quadrature (c) Hasil rekuntruksi data dengan
mengeliminasi IMF pertama dan residu.
4. Pembahasan
4.1 Hasil filter EEMD pada data VLF-EM
vGrad.
Data mentah(raw) dari akuisi VLF-EM vGrad
dapat dilihat pada Gambar 1 (a). Terlihat bahwa
data tersebut didominasi sinyal frekuensi tinggi
yang berasosiasi dengan kondisi geologi yang
harus dihilangkan dengan menggunakan filter
EEMD. Agar pendekomposisian sinyal bisa
efektif, nilai amplitude sedang di tambahkan
noise (Wu Huang, 2009). Pada kasus ini IMF
pertama dan kedua yang berupa sinyal dengan
frekusi tinggi dihilangkan. Kemudian dilakukan
rekonstruksi data dengan memjumlahkan IMF 3
sampai 5. Residu tidak ikut direkontruksi karena
merepresentasikan energi yang rendah atau drift
(Lin dan Jang, 2010) (Gambar 1 b). Hasil EEMD
data inphase dan quadrature lebih halus dan bisa
diterima(Gambar 1c). Sesuai penelitian yang
dilakukan Bahri dkk (2008) letak anomali pada
perpotongan antara inphase dan quadrature.
Gambar 2. Peta Kontur VLF-EM vGrad inphase dan
quadrature(a)data awa.l(a1)inphase.(a2)Fraser FIlter.
(b1)Inphase (b2)quadrature.
4.3 Hasil filter EEMD dan filter fraser pada
data VLF-EM vGrad.
Data yang sudah difilter dengan EEMD
dilakukan filter fraser untuk melokalisir anomali
(Fraser, 1969). Pada Gambar 2 peta kontur dari
keempat lintasan. Hasil dari filter fraser saja
(a1)
(a2)
Y (m
ete
r)
X (meter)
X (meter) Y (m
ete
r) Y
(me
ter)
Y (m
ete
r)
X (meter)
X (meter)
X (meter)
(b1)
(b2)
U
U
U
U
(a)
(b1)
(b2)
(c)
-
Seminar Nasional Pascasarjana XII ITS, Surabaya 12 Juli 2012 ISBN No.
dapat dilihat pada Gambar 2a1, 2a1, dan 2b1,
2b2 masih belum terlihat anomali karena titiknya
masih menyebar. Anomali yang lebih jelas
setelah difilter dengan EEMD dapat dilihat pada
Gambar 3a1,3a2, dam 3b1, 3b2. Kita menduga
bebarapa anomali pada data inphase, dicirikan
nilai konduktif yang maksimum ditandai dengan
A,B,C,D dan anomali resistiv dicirikan dengan
nilai minimum ditandai E,F,G, akan tetapi pada
data quadrature hanya anomaly yang ditandai C.
Untuk pemprosesan data yang
Gambar3. Peta Kontur hasil filter EEMD VLF-EM vGrad
inphase dan quadrature (a)data awa.l(a1)inphase.(a)2EEMD danFraser FIlter. (b1)Inphase (b2)quadrature.
paling baik dengan mengkombinasikan antara
EEMD dan fraser, kita dapat melihat lebih jelas
dugaan anomalinya ditandai dengan A,B,C,D,E.
Kita dapat memperkitakan arah persebaran fosfat
dengan anomali posistif pada data inphase
(Ghufron, 2010). Hasil identifikasi penyebaranya
mengarah kearah utara. Hal ini telah sesuai
dengan penelitian sebelumnya Rauf (2009) dan
Ghufron (2010).
4.4 Hasil Inversi VLF-EM vGrad
Hasil pengolahan data dengan EEMD dan fraser
hanya dapat memprediksi arah persebaran fosfat
saja. Sedangkan dimensi dan kedalaman fosfat
belum bias diketahui dengan pasti. Agar mampu
mengetahui dimensi dan kedalaman fosfat yang
terperangkap, harus di analisis dengan inversi
resistivitas 2D pada data VLF-EM vGrad.
Software yang digunakan menggunakan software
Inv2DVLF yang berbasiskan finite element
(Santos dkk, 2007). Masukan software tersebut
berupa inphase dan quadrature yang sudah
difilter dengan EEMD.
Model resistivitas dapat dilihat pada Gambar 4.
Sebelum kita mengintepretasikan hasil model
inverse, kita harus mengetahui nilai resistivitas
Gambar 4. Model resistivitas 2D hasil inversi menggunakan
resistivitas lingkungan 1350 ohm meter pada lintasan 1 4.
Gambar 5. Gabungan Model resistivitas pada Lintasan 1-4 . Arah persebaran jebakan fosfat pada area studi Lintasan 1-
4 mengarah ke utara pada kedalaman 5 40 meter.
fosfat. Rauf (2009) telah mengukur dalam skala
laboratorium nilai fosfat berkisar 200-500 ohm
meter. Hal ini didukung Bakkali (2006) yang
mengidentifikasi nilai resistivitas fosfat berkisar
290-600 ohm meter. Dari data tersebut kita dapat
melakukan analisis resistivitas 2D yang bernilai
200-500 ohm meter yang merupakan rentang
nilai fosfat. Kita dapat mengintepretasikan fosfat
terletak pada kedalaman 5-40 meter dan arah
sebarannya mengarah ke utara (Gambar 5). Hasil
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya Ghufron
(2009).
(a1) Y (m
ete
r)
X (meter)
X (meter)
X (meter)
X (meter) Y
(me
ter)
Y (m
ete
r) Y
(me
ter)
(a2)
(b1)
(b1)
a
c
b
d
A B C D
C
A C D B
E
F
-
Seminar Nasional Pascasarjana XII ITS, Surabaya 12 Juli 2012 ISBN No.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemrosesan data dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses filter EEMD mampu meningkatkan kualitas data pada VLF-EM vGrad.
2. Hasil yang paling jelas anomali di dapatkan dengan menggabungkan filter fraser dan
EEMD.
3. Hasil inversi dari data inphase dan quadrature menunjukkan sebaran fosfat dengan nilai
resistivitas 200-500 ohm meter pada
kedalaman 5-40 meter.
4. Sebaran arah fosfat mengarah ke utara.
6. Penghargaan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.
Bagus Jaya Santosa dan Ghufron M.Si atas
pemberian ijin untuk memakai data yang
digunakan dalam paper ini.
7. Pustaka
Bahrie, A.S, Santoso, D, Paradimedja,D.D,
Tofan RM, Santos, FM., 2008, Penerapan
Metode VLF-EM-VGrad Untuk Memetakan
Sungai Bawah Permukaan Daerah Karst,
Indonesion Scientific Karst, Jogjakarta, 19-
20 Agustus 2008.
Bakkali, Saad. 2006. A resistivity survey of
phosphate deposits containing hardpan
pockets in Ouland Abdoun, Marocco.
Geofisica internacional (2006), Vol.45,
Num. 1, pp. 73-82
Bosch, F.P. and Muller, I., 2001, Continuous
Gradient VLF Measurements: A New
Possibility For High Resolution Mapping
Of Karst Structures, First Break, vol 19.6:
343-350
Everett, M.E., Weiss, C.J., 2002.Geological
noise in near-surface electromagnetic
induction data. Geophysical Research
Letters29,1010.doi:10.1029/2001GL01404.
Fraser, D. C. (1969), Contouring of VLF-EM
data, Geophysics 34, 958967. Ghufron,2010, Estimasi Penyebaran Deposit
Fosfat di Wilayah Perum Perhutani KPH
Pati BKPH Sukolilo Pati dengan Metode
VLF-EM vGrad. Thesis Jurusan FMIPA
ITS.
Jeng,Y and Chen S, 2011, A nonlinier Method of
Removing Harminic noise in Geophysical
data,Nonlinier Processes in Geophysics,
doi:10.5194/npg-18-367-2001.
Lin, Ming-Juin, Yih Jeng. 2010. Aplication of
The VLF-EM Method With EEMD to the
Study of a Mud Volcano in Southern
Taiwan. Elsavier.
Rauf, M. 2009. Aplikasi metode Geolistrik Untuk
Menentukan Cadangan Fosfat Studi Kasus
Sukolilo Pati Jawa Tengah. Thesis Jurusan
Fisika FMIPA ITS
Santos, Monteiro F.A., Antnio Mateus, Jorge
Figueiras, Mrio A. Gonalves, 2006.
Mapping Groundwater Contamination
Around A Landfill Facility Using The VLF-
EM Method A Case Study. Journal of Applied Geophysics.
Z. Wu and N. E. Huang, Ensemble empirical mode decomposition: A noise-assisted data
analysis method, Advances in Adaptive Data Analysis, vol. 1, no. 1, pp. 141,2009.