antrasena

17
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKUINON Disusun oleh : Darizki Silviana Putri 125070501111010 Dian Indrawati santoso 125070500111004 Erlin Aditia P 125070507111015 Evelyne Ivoryanto 125070500111002 Gystalia Jenny R S 125070500111022 Ismal Hakim Al Kautsar 125070500111007 Nindia Alvionita Larasati 125070505111002 Priscylla Moekti Lestari 125070500111032 PROGRAM STUDI FARMASI

Upload: yoga-nurwijaya

Post on 31-Jan-2016

121 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

anterasena

TRANSCRIPT

Page 1: Antrasena

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKUINON

Disusun oleh :

Darizki Silviana Putri 125070501111010

Dian Indrawati santoso 125070500111004

Erlin Aditia P 125070507111015

Evelyne Ivoryanto 125070500111002

Gystalia Jenny R S 125070500111022

Ismal Hakim Al Kautsar 125070500111007

Nindia Alvionita Larasati 125070505111002

Priscylla Moekti Lestari 125070500111032

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: Antrasena

I. TUJUAN PRAKTIKUM

Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan antrakuinon pada tanaman

yang digunakan dalam sistem pengobatan.

II. DASAR TEORI

2.1 KLT

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu metoda analisis yang berguna untuk

pemisahan dan identifikasi dari senyawa yang berasal dari alam, namun biasanya digunakan

secara ekstensif untuk analisis lipid (Sherma dan Fierd, 2003). Seperti halnya kromatografi

kertas, KLT memiliki keunggulan yang sama, yaitu murah dan mudah dilakukan. Namun,

kromatografi ini memiliki satu keunggulan dari segi kecepatan dari kromatografi kertas.

Proses kromatografi lapis tipis membutuhkan waktu hanya setengah jam, sedangakn

pemisahan yang umum pada kromatografi kertas membutuhkan waktu beberapa jam (Day

dan Underwood, 2002).

Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-

molekul komponen diantara dua fase (fase gerak dan fase diam) yang kepolarannya berbeda.

Apabila molekul-molekul komponen berinteraksi secara lemah dengan fase diam,

komponen tersebut akan bergerak lebih cepat meninggalkan fase diam. Keberhasilan

pemisahan kromatografi bergantung pada daya interaksi komponen-komponen campuran

dengan fase diam dan fase gerak (Hendayana, 2010).

2.2 Kelembak (Rheum officinalle Baill)

Kelembak ( Rheum officinale ) adalah tanaman rempah yang banyak dimanfaatkan

sebagai campuran pada obat tradisional / jamu tradisional. Bagian tanaman yang digunakan

adalah akarnya(Sastroamidjojo, 2001).

Ciri tanaman ini adalah :

Semak, tahunan, tinggi 25-80 cm. Batang: Pendek, terdapat di dalam tanah, beralur

melintang, masif, coklat. Daun: Tunggal, bulat telur, pangkal bentuk jantung dan berbulu,

ujung runcing, tepi rata, bertangkai 10-40 cm, pangkal tangkai daun memeluk batang,

panjang 10-35 cm, lebar 8-30 cm, hijau. Bunga:Majemuk, berkelamin dua atau satu, benang

sari sembilan, bakal buah bentuk segi tiga, tangkai putik melengkung, kepala putik tebal,

putih kehijauan. Buah:Padi, bersayap tiga, bulat telur, merah. Akar: Tunggang, lunak, bulat,

coklat muda. Bila dilihat sekilas daun kelembak hampir seperti daun jati. Kandungan Kimia

yang terdapat pada Akar dan daun kelembak mengandung flavonoida, Disamping itu

Page 3: Antrasena

akarnya juga mengandung glikosida dan saponin, sedangkan daunnya juga mengandung

polifenol (Sastroamidjojo, 2001).

Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Polygonales

Famili : Polygonaceae 

Genus : Rheum

Spesies : Rheum officinale Baill

Antrakuinon merupakan senyawa turunan dari antrasena yang diperoleh dari reaksi

oksidasi dari antarasena. Golongan ini memiliki anglikoh yang sekerabat dengan antrasena

yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9 dan C10)

atau hanya C4 (antron) dan sampai marah sindur (orange), larut dalam air panas atau

alkohol encer. Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger. Semua antrakuinon

memberikan warn areaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger jika ammonia ditambahkan:

larutan berubah menjadi merah untuk antrakuinon. Antrakuinon yang mengandung gugus

karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium

bikarbonat. Hasil reduksi antrakuinon adalah antron danantranol, terdapat bebas di alam

atau sebagai glikosida (Stanitsky, 2003).

Dalam mendeteksi glikosida pada Rhei radix khususnya Rhei palmati

radixmenggunakan solvent sistem etil asetat : methanol : air (100 : 13,5 : 10) dan

dideteksimenggunakan UV 365nm akan di dapatkan fluorescent menonjol berwarna kuning

yangmerupakan antraquinone aglycone zone meliputi emodin, aloe-emodin, physcion,

danchrysophanol. Selain itu akan nampak pula 8-O-monoglukosides dengan warna coklat-

merahdengan Rf 0.45–0.55 dan dihasilkan pula sedikit diglikosides pada range Rf 0.1–0.3.

Sedangkan aglikon polar rhein ditunjukan pada warna biru florescent dengan Rf ~0.4

(Wagner dan Bladt,2001).

2.3 Tinjauan Bahan

2.3.1 Etil Asetat

Page 4: Antrasena

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini

merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna,

memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil

dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut. Etil

asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan

tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan

suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen

yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat

melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar.

Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak

stabil dalam air yang mengandung basa atau asam (Fessenden, 1986).

2.3.2 Methanol

Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus adalah

senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Senyawa ini merupakan bentuk alkohol paling

sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak

berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan

daripada etanol). metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan

bakar dan sebagai bahan additif bagi industri etanol (Fessenden, 1986).

2.3.3 Aquadest

Nama lain dari aquadest adalah air, memiliki formula empiris H2O, dan berat

molekul 18.02. Formula struktural air adalah H-O-H. Aquades biasanya digunakan sebagai

pelarut. Aplikasi dalam formulasi farmasi antara lain banyak digunakan sebagai bahan baku,

bahan dan pelarut dalam pengolahan, perumusan dan pembuatan produk farmasi, bahan

farmasi aktif dan intermediet, dan reagen analitis. Air adalah cairan bening, tidak berwarna,

tidak berbau, dan hambar.Kelarutan air adalah larut dengan pelarut yang paling

polar.Spesifik gravitasinya sebesar 0.9971 pada 25oC dan memiliki viskositas (dinamis) :

0.89mPas (0.89cP) pada 25oC. Stabilitas dan kondisi penyimpanan yaitu stabil dalam segala

bentuk, disimpan dalam wadah tertutup baik (Rowe, et al, 2009).

III. METODE

3.1 Alat

1. Gelas arloji

2. Spatel stainless

3. Neraca analitik

4. Beaker glass

Page 5: Antrasena

Ekstrak Rheum palmatum

Larutan Ekstrak

5. Gelas ukur 10 ml dan 25 ml

6. Mikropipet

7. Wadah selai + tutup (t > 10 cm)

8. Kaca penutup (ukuran 10 cm x 10 cm)

9. Kertas saring

10. Penggaris

11. Pensil 2B

12. Lempeng / plat KLT

13. Lampu UV

14. Pinset

15. Pipet tetes

16. Pipa kapiler1 µl

17. Tissue

3.2 Bahan

1. Etil Asetat

2. Metanol

3. Air

4. Ekstrak Rheum palmatum

3.3 Prosedur Kerja

Identifikasi Senyawa Golongan Antrakuinon pada Tanaman Rheum palmatum

- ditimbang 30 mg degan gelas arloji

-dilarutkanekstrak dengan methanol sebanyak 3 ml dalam beaker glass

-disiapkan eluen = etil asetat : methanol : air (100 : 13,5 : 10 ).

* Diambil etil asetat sebanyak 8,1 ml dengan gelas ukur

* Diambil methanol sebnyak 1,1 ml dengan gelas ukur

* Diambil aquadest sebanyak 0,8 ml menggunakan mikropipet

- dicampurkanketiga eluen tersebut dalam gelas ukur

- dimasukkan kertas saring dalam chamber

- dimasukkan eluen ke dalam chamber, ditutup, dan di tunggu ad jenuh

- diambil kertas saring setelah jenuh

- diberi batas bawah (1,5cm) dan batas atas (0,5 cm) pada plat KLT

Page 6: Antrasena

Hasil

-ditotolakan ekstrak Rheum palmatum sebanyak 2 kali totolanpada plat KLT

- dimasukanplat KLT dalam chamber

- diamati hingga totolan naik ke atas dan mencapai batas atas

- dikeluarkan plat KLT dari chamber

- diangin-anginkan plat hingga kering

- diamati plat KLT secara visual

- diamati pada sinar UV 365nm, tampak noda fluorescent kuning

- dihitung nilai Rf

IV. HASIL

Data Hasil Pengamatan :

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan

1. Ditimbang ekstrak Rheum palmatum 30 mg Didapatkan ekstrak berwarna coklat tua

sebanyak 30,1 mg. Dan diperoleh %

kesalahan sebesar 0,33 %.

2. Dilarutkan ekstrak Rheum palmatum dalam

methanol 3ml

Larutan ekstrak berwarna cokelat tua

kehijauan.

3. Disiapkan eluen :

- etil asetat 8,1 ml

- methanol 1,1 ml

- air 0,8 ml

Terdapat larutan eluen berwarna bening

sebanyak 10 ml

4. Eluen dimasukkan kedalam chamber yang

telah berisi kertas saring

Kertas saring terbasahi oleh eluen dan

kemudian chamber mengalami proses

penjenuhan

5. Kertas saring yang di dalam chamber

diambil

Chamber telah jenuh oleh eluen

6. Dilakukan penotolan pada plat KLT :

- Larutan ekstrak Rheum palmatum

ditotolkan sebayak 2 kali pada plat KLT

Pada tempat penotolan di KLT terdapat

noda ekstrak Rheum palmatum berwarna

cokelat pupus.

7. Plat dimasukkan ke dalam chamber Plat KLT mengalami eluasi oleh eluen

8. Plat diambil dari dalam chamber, Pada plat nampak 2 noda berwarna

Page 7: Antrasena

dikeringkan dan diamati secara visual kuning.

9. Plat KLT diamati dengan lampu UV dan di

amati

Tampak 2 noda dengan noda bagian atas

berwarna kuning dan noda dibagian

bawah berwarna orange.

10

.

Dihitung nilai Rf dari noda ini 0,8875

4.1 Perhitungan Penimbangan Bahan

I. Penimbangan

Kelembak (Rheum palmatum)

Berat penimbangan = 30 gram

Yang ditimbang = 30,1 gram

% kesalahan = 30,1 gram−30 gram

30 gram x 100%

= 0,33 %

II. Pengambilan eluen

1. Kelembak (Rheum palmatum)

etil asetat = 100

123,5 x 10 ml = 8,1 ml (diambil sebanyak 8,1 ml dengan gelas ukur)

metanol = 13,5

123,5 x 10 ml = 1,1 ml (diambil sebanyak 1,1 ml dengan gelas ukur)

aquades = 10

123,5 x 10 ml = 0,8 ml (diambil sebanyak 0,8 ml dengan

mikropipet)

III. Kd eluen

1. Ekstrak Rheum palmatum

Kd = (0,8 x6 )+ (0,1x 32,6 )+(0,08x 78,5)

0,8+0,1+0,08 = 14,63

Page 8: Antrasena

8 cm

7,1 cm

IV. Nilai Rf

1. Rheum palmatum

RfR.palmatum= 7,18

= 0,8875

V. Plat KLT

VI. Tabel hasil warna

Visual setelah tereluasi UV 365 nm

Page 9: Antrasena

Warn

a

Dua noda berwarna kuning Dua noda dengan noda bagian atas berwarna kuning

dan noda di bagian bawah berwarna orange

V. PEMBAHASAN

5.1 Analisa Prosedur

Identifikasi senyawa golongan antrakuinon pada Rheum palmatum adalah dengan

cara ekstrak ditimbang sebanyak 30 mg kemudian dilarutkan dalam methanol sebanyak 3

ml.fungsi penambahan methanol adalah untuk melarutkan ekstrak sehingga ekstrak yang

digunakan berupa cairan bukan padatan sehingga saat ditotolkan pada plat KLT akan lebih

mudah apabila dalam bentuk cairnya.Untuk identifikasi kali ini eluen yang digunakan

adalah etil asetat,methanol,dan air dengan perbandingan 100 :13,5:10 sehingga volemu yang

diambil untuk etil asetat adalah sebanyak 8,09 ml dengan gelas ukur,volume yang diambil

untuk methanol adalah sebanyak 1,09 ml dengan gelas ukur sedangkan volume yang

diambil untuk air adalah sebanyak 0,809 ml dengan menggunakan mikropipet.Untuk etil

asetat diambil dilemari asam karena etil asetat bersifat mudah menguap,. kemudian etil

asetat,methanol dan air dicampur menjadi dalam gelas ukur 10 ml setelah itu dimasukkan

kertas saring ke dalam wadah selai sampai kertas saring tersebut terbasahi kemudian ditutup

dengan kaca.

Eluen yang sudah jadi dimasukkan ke dalam chamber sebagai fase gerak dan kertas

saring dimasukkan hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah chamber pada kondisi jenuh

oleh eluen atau tidak dengan cara melihat naiknya cairan pada kertas saring hingga terbasahi

seluruhnya. Sambil menunggu kertas saring terbasahi , disiapkan lempeng KLT dengan

panjangxlebar=2x10 cm dan bagian atas lempeng diberi garis sebesar 1,5 cm sebagai batas

bawah dari lempeng,bagian batas atas diberi garis sebesar 0,5 cm.kemudian setelah itu

disiapkan pipa kapileruntuk menotolkan ekstrak pada lempeng KLT dengan cara pipa

kapiler ditutup dengan jari kemudian dimasukkan dalam ekstrak yang sudah dibuat tadi

secara otomatis ekstrak tersebut masuk dalam pipa kapiler setelah itu langsung ditotolkan

pada lempeng KLT nya.Setelah kertas saring sudah terbasahi,kertas saring diangkat kembali

dari wadah selai dan dimasukkan lempeng KLT.Setelah lempeng KLT terbasahi sampai

batas atasnya kemudian diangkat dan dikeringkan sebentar kemudian diamati pada sinar UV

365 nm dan akan tampak noda fluorescent berwarna kuning kemudian ditandai di lempeng

KLT.

5.2 Analisa Hasil

Page 10: Antrasena

Glikosida antrasena juga dikenal sebagai anthracenosides yang merupakan pencahar di

alam. Pada hidrolisis, menghasilkan glikon seperti dianthrone, antrakuinon atau anthrone.

Gulanya adalah arabinosa, rhamnose atau glukosa. Anthraquinones adalah konstituen aktif dan

bertanggung jawab untuk aktivitas biologis dari obat-obatan mengandung glikosida antrasena.

Selain digunakan dalam mengobati sembelit, digunakan pula untuk pengobatan penyakit kulit

seperti psoriasis dan kurap. Aloe-emodin berkhasiat menghambat proliferasi sel dan

menginduksi apoptosis dalam dua baris sel kanker hati manusia, Hep G2 dan Hep 3B. Rhein,

anthraquinione terdapat dalam rhubarb, berkhasiat menghambat pertumbuhan sel G2 Hep

dengan menginduksi apoptosis dan memblokir perkembangan siklus sel pada fase G1 (Saroya,

2011).

(Saroya, 2011)

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan nilai Rf pada plat KLT Rheum palmatum

sebesar 0,8875. Terlihat di UV 366 nm, warna tampak fluorescent kuning.Rhei Radix dilihat

pada UV 365 nm tampak fluorescent kuning antrakuinon zona aglikon (emodin, aloe

emodin, physcion, chrysophanol). 8-O-monoglukosida tampak bermigrasi sebagai coklat-

merah untuk Rf 0,45-0,55. Diglikosida yang sesuai tampak sebagai senyawa kecil dalam

kisaran Rf 0,1-0,3. Aglikon polar Rhein dengan Rf 0,4 tampak tumpang tindih dengan zona

fluorescent biru. Campuran aglikon diperoleh dari hidrolisis HCl oleh ekstrak Rheum adalah

dipisahkan dengan pelarut lipofilik dan dievaluasi dalam UV 254 nm dan 365 nm. Semua

aglikon menunjukkan fluorescent pada 254 nm dan umumnya kuning atau fluorescent

orange-coklat pada UV 365 nm (Wagner dan Bladt, 1996).Pada Rhei palmati Radix terdapat

aloe-emodin dan Rhein (Rf 0,15-0,25), emodin (Rf 0,3), chrysophanol dan physcion (Rf 0,6-

0,7) adalah karakteristik aglikon (Wagner dan Bladt, 1996).

Page 11: Antrasena

(Wagner dan Bladt,

1996)

Pada literatur digunakan eluen etil asetat: metanol: air (100:13,5:10) untuk mendeteksi

glikosida dan eluen light petroleum:etil asetat:asam formiat (75:25:1) untuk mendeteksi aglikon.

Pada Rhei palmati Radix terdapat aloe-emodin dan Rhein (Rf 0,15-0,25), emodin (Rf 0,3),

chrysophanol dan physcion (Rf 0,6-0,7) adalah karakteristik aglikon dengan menggunakan eluen

light petroleum:etil asetat:asam formiat (75:25:1). Sedangkan percobaan menggunakan eluen etil

asetat: metanol: air (100:13,5:10).

Page 12: Antrasena

(Saroya, 2011)

Berdasarkan hasil percobaan nilai Rf tidak sesuai dengan literatur. Nilai Rf lebih tinggi

dibandingkan dengan pustaka. Hal ini mungkin dikarenakan dalam praktikum ini digunakan

eluen dengan volume yang merupakan hasil pembulatan yang turut mempengaruhi polaritas

eluen yang seharusnya. Eluen ini memiliki nilai Kd 14,46 hal ini berarti eluen ini tergolong

memiliki kepolaran yang besar. Sifat eluen yang polar ini akan semakin mudah menarik senyawa

antrakuinon yng bersifat polar sehingga menghasilkan nilai Rf yang lebih besar daripada nilai Rf

dari literatur.

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pada Rheum

palmatum terdapat kandungan senyawa golongan antrakuinon, hal ini dubuktikan dengan

tampaknya noda fluorescent berwarna kuning keoranyean saat diamati pada sinar UV 365 nm.

Berdasarkan literatur, Rhei Radix dilihat pada UV 365 nm tampak fluorescent kuning

antrakuinon zona aglikon (emodin, aloe emodin, physcion, chrysophanol). Pada percobaan ini

didapatkan nilai Rf yang lebih tinggi daripada nilai Rf dari literatur, hal dapat disebabkan oleh

beberapa hal antara lain volume tiap komponen eluen yang turut mempengaruhi polaritas eluen

tersebut.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A. dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Penerbit

Erlangga. Jakarta

Fessenden, Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta

Hendayana, Sumar. 2010. Kimia Pemisahan. Penerbit Rosda. Bandung

Saroya, Amritpal Singh. 2011. Herbalism, Phytochemistry, and Ethnopharmacology. Science

Publishers. India

Sastroamidjojo, Seno. 2001. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta.

Stanitsky, Conrad L. 2003. Chemistry in Context. New York: Mc Graw-Hill.

Wagner H dan Bladt S, 1996, Plant Drug Analysis A Thin Layer Chromatography Atlas

Second Edition, Springer, Munchen

Wagner, H., and Bladt, S., 2001, Plant Drug Analyses: A Thin Layer Chromatography Atlas,

2ndEd., 149-191, Springer-Verlag, Berlin.