antigen dan antibody
TRANSCRIPT
ANTIGEN
PENGERTIAN
Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan merupakan target yang akan dihancurkan
oleh sistem kekebalan tubuh.
Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem
kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri. Sehingga dapat dikatakan
antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam
produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa
molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) dipasangkan ke prot e in-pembawa .
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja
dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen,
termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem
kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini
juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.Dalam faktanya
kekuatan antibody seseorang tersebut dalam melawan antigen yang terdapat dalam tubuh
seseorang. Antibodi adalah protein yang dapat ditemukan pada darah atau kelenjar tubuh
vertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan
dan menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan virus. Mereka terbuat dari sedikit
struktur dasar yang disebut rantai. Tiap antibodi memiliki dua rantai berat besar dan dua
[rantai ringan]. Antibodi diproduksi oleh tipe sel darah yang disebut sel B. Terdapat
beberapa tipe yang berbeda dari rantai berat antibodi, dan beberapa tipe antibodi yang
berbeda, yang dimasukan kedalam isot i pe yang berbeda berdasarkan pada tiap rantai berat
mereka masuki. Lima isotipe antibodi yang berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia,
yang memainkan peran yang berbeda dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat
1
untuk tiap tipe benda asing yang berbeda yang ditemui. Kespesifikan tindak balas antara
antigen dan antibodi telah ditunjukkan melalui kajian-kajian yang dilakukan oleh
Landsteiner. Beliau menggabungkan radikal-radikal organik kepada protein dan
menghasilkan antibodi terhadap antigen-antigen tersebut. Keputusan yang diperolehi
menunjukkan antibodi boleh membedakan antara kumpulan berbeda pada protein ataupun
kumpulan kimia yang sama tetapi berbeda kedudukan.
Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi dua jenis utama,
yaitu antigen eksogen dan antigen endogen.antigen eksogen adalah antigen-antigen yang
disajikan dari luar kepada hospes dalam bentuk mikroorganisme,tepung sari,obat-obatan
atau polutan. Antigen ini bertanggungjawab terhadap suatu spektrum penyakit manusia,
mulai dari penyakit infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang dibenahi secara immologi,
seperti pada asma. Virus influenza misalnya yang merupakan penyebab utama epidemik
penyakit saluran pernapasan pada manusia, terdapat di alam dalam berbagai jenis antigenic
yang dikenal sebagai A, B, dan C. Jenis-jenis ini menggambarkan berbagai macam-macam
mutasi virus. Populasi yang rentan akan diinfeksi oleh serotype tertentu. Setelah sembuh
dan imunitas terbentuk, virus ini tidak lagi memperbanyak diri, karena mereka tidak cukup
mendapat individu rentan untuk mendapatkan infeksi lanjutan.Namun sesuai dengan
tekanan selektif, virus ini diketahui melakukan mutasi, kemudian akan melakukan mutasi,
kemudian akan muncul varian baru virus influenza. Varian baru ini, bila cukup virulen
bertanggungjawab pada epidemik baru. Dengan demikian manusia mampu mengatasi suatu
epidemik, tetapi organisme menciptakan epidemi baru.
Antigen endogen adalah antigen yang terdapat didalam tubuh dan meliputi antigen-
antigen berikut:antigen senogeneik (heterolog), antigen autolog dan antigen idiotipik atau
antigen alogenik (homolog). Antigen senogeneik adalah antigen yang terdapat dalam aneka
macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya, antigen-antigen ini penting
untuk mendiagnosa penyakit. Kelompok-kelompok antigen yang paling banyak mempunyai
arti klinik adalah kelompok-kelompok antigen yang digunakan untuk membedakan satu
individu spesies dengan individu spesies yang sama. Pada manusia determinan antigen
2
semacam ini terdapat pada sel darah merah,sel darah putih trombosit, protein serum, dan
permukaan sel-sel yang menyusun jaringan tertentu dari tubuh, termaksud antigen-antigen
histokompatibilitas. Antigen ini dikenal antigen polomorfik, karena adanya dua atau lebih
bentuk-bentuk yang berbeda secara genetik didalam populasi.
SIFAT-SIFAT UMUM IMUNOGEN
1. Keasingan
Kebutuhan utama dan pertama suatu molekul untuk memenuhi syarat sebagai imunogen
adalah bahwa zat tersebut secara genetik asing terhadap hospes. Secara alami respon
imun akan terjadi pada komponen yang biasanya tidak ada dalam tubuh atau biasanya
tidak terpapar pada sistem limforetikuler hospes.
2. Sifat-sifat Fisik
Agar suatu zat dapat menjadi imunogen, ia harus mempunyai ukuran minimum tertentu,
imunogen yang mempunyai berat molekul yang kecil, respon terhadap hospes minimal,
dan fungsi zat tersebut sebagai hapten sesudah bergabung dengan proten-proten
jaringan. Hapten dapat merangsang terjadinya respon imun yang kuat jika bergabung
proten pembawa dengan ukuran sesuai.Perlu diperhatikan bahwa hapten-proten
diarahkan pada (1)hapten,(2)pembawa, dan (3)daerah spesifikasi tumpang tindih. yang
melibatkan hapten dan unsur yang berdekatan lainnya. Pada imunitas humoral,
spesifisitas diarahkan pada hapten.sedangkan pada imunitas selular, reaktifitas
diarahkan baik pada hapten maupun pada proten pembawa.
3. kompleksitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas imunogen meliputi baik sifat fisik
maupun kimia molekul. Keadaan aggegasi molekul misalnya dapat mempengaruhi
3
imunogenitas. Larutan proten-protein monometrik dapat benar-benar merangsang
terjadinya keadaan refraktair atau tolerans bila berada dalam bentuk monometrik,
tetapim sangat imunogen bila dalam berada polimetrik atau keadaan agregasi.
4. Bentuk-bentuk (Conformation)
Tidak adanya bentuk dari molekul tertentu yang imunogen. Polipeptid linear atau
bercabang, karbohidrat linear atau bercabang, serta protein globular, semuanya mampu
merangsang terjadinya respon imun.Meskipun demikian antibodi yang dibentuk dari
aneka macam kombinasi struktur adalah sangat spesifik dan dapat dengan cepat
mengenal perbedaan-perbedaan ini. Bila bentuk antigen berubah, antibodi dirangsang
dalam bentuk aslinya yang tidak bergabung lagi
5. Muatan (charge)
Imunogenitas tidak terbatas pada molekuler tertentu;tidak terbatas pada molekuler
tertentu, zat-zat yang bermuatan positif, negatif, dan netral dapat imunogen. Namun
demikian imunogen tanpa muatan akan memunculkan antibodi yang tanpa kekuatan .
Telah terbukti bahwa imunitas dengan beberapa imunogen bermuatan positif akan
menghasilkan imunogen bermuatan negatif.
6. Kemampuan masuk
Kemampuan masuk suatu kelompok determinan pada sistem pengenalan akan
menentukan hasil respon imun. Perkembangan baru-baru ini telah memungkinkan
penelitian untuk mempersiapkan polipeptid imunogenik sintetik yang berisi sejumlah
asam amino terbatas dan yang susunan kimianya dapat ditentukan.
4
MEKANISME
A. Masuknya Antigen
Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk
ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada protein
tubuh kita. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen tersebut dikenal dengan
istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik (eksternal
maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B
yang akan mensintesis pembentukan antibodi.
Contoh hapten dia antaranya adalah toksin poison ivy, berbagai macam obat (seperti
penisilin), dan zat kimia lainya yang dapat membawa efek alergik.
B. Keterkaitan Antigen dengan Pembentukan Antibodi
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B.
Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel
plasma kemudian akan membentuk antibody yang mampu berikatan dengan antigen yang
merangsang pembentukan antibody itu sendiri. Tempat melekatnya antibody pada antigen
disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel.
C. Interaksi Antigen dan Antibodi
Secara garis besar, interaksi antigen-antibodi adalah seperti bagan berikut:
Antigen/hapten masuk ke tubuh melalui makanan, minuman,udara,injeksi,atau kontak langsung
Antigen berikatan dengan antibody
Histamine keluar dari sel mast dan basofil
5
Timbul manifestasi alergi
Interaksi antigen-antibodi dapat dikategorikan menjadi tingkat primer, sekunder, dan
tersier.
- Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibody pada
situs identik yang kecil, bernama epitop.
- Sekunder
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:
1. Netralisasi
Adalah jika antibody secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen
menimbulkan effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin
bakteri, antibody mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.
2. Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfuse darah
yang tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan.
3. Presipitasi
Adalah jika complex antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar,
sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya
mengendap.
4. Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibody yang berikatan dengan antigen mampu
mengikat reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis
korban yang mengandung antigen tersebut.
5. Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibody ke antigen juga menginduksi serangan sel
pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell
6
kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibody sebelum
dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.
- Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologic dari interaksi antigen-
antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh menguntungkan
antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immnunitas mikroba,dan lain-lain. Sedangkan
pengaruh merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan defisiensi yang
menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.
Contoh
Contoh-contoh antigen antara lain:
1. Bakteri
2. Virus
3. Sel darah yang asing
4. Sel-sel dari transplantasi organ
5. Toksin
7
ZAT ANTI (ANTIBODI)
Antibodi adalah protein yang dapat ditemukan pada darah atau kelenjar tubuh vertebrata
lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan
menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan virus. Mereka terbuat dari sedikit struktur
dasar yang disebut rantai. Tiap antibodi memiliki dua rantai berat besar dan dua [[rantai
ringan]. Antibodi diproduksi oleh tipe sel darah yang disebut sel B. Terdapat beberapa tipe
yang berbeda dari rantai berat antibodi, dan beberapa tipe antibodi yang berbeda, yang
dimasukan kedalam isotype yang berbeda berdasarkan pada tiap rantai berat mereka
masuki. Lima isotype antibodi yang berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia, yang
memainkan peran yang berbeda dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat untuk
tiap tipe benda asing yang berbeda yang ditemui (Wikipedia).
Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan antigen spesifik yang
menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama; digolongkan menurut cara kerja
seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin, opsonin, atau presipitin. Antibodi disintesis oleh
limfosit B yang telah diaktifkan dengan pengikatan antigen pada reseptor permukaan sel.
Antibodi biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab.(Dorlan).
Antibodi terdiri dari sekelompok protein serum globuler yang disebut sebagai
immunoglobulin (Ig). Sebuah molekul antibody umumnya mempunyai dua tempat
pengikatan antigen yang identik dan spesifik untuk epitop (determinan antigenik) yang
menyebabkan produksi antibody tersebut. Masing-masing molekul antibody terriri atas
empat rantai polipeptida, yaitu dua rantai berat (heavy chain) yang identik dan dan dua
rantai ringan (light chain) yang identik, yang dihubungkan oleh jembatan disulfida untuk
membentuk suatu molekul berbentuk Y. Pada kedua ujung molekul berbentuk Y itu
terdapat daerah variabel (V) rantai berat dan ringan. Disebut demikian karena urutan asam
amino pada bagian ini sangat bervariasi dari satu antibodi ke antibodi yang lain. Daerah V
rantai berat dan daerah V rantai ringan secara bersama-sama membentuk suatu kontur unik
8
tempat pengikatan antigen milik antibodi. Interaksi antara tempat pengikatan antigen
dengan epitopnya mirip dengan interaksi enzim dan substratnya: ikatan nonkovalen
berganda terbentuk antara gugus-gugus kimia pada masing-masing molekul.(Campbell).
Jika kita pelajari serum dengan elektroforesis maka akan terlihat beberapa fraksi protein
dalam serum yang mempunyai kecepatan berlainan. Berturut-turut akan dapat dibedakan
puncak dari albumin, alpha 1, alpha 2, beta dan gama globulin. Jika binatang pecobaan
disuntik dengan antigen, misalnya polisakarida dari kuman pneumokokus, maka pada
elektroforesis serum akan tampak meningkatnya puncak globulin terutama dari fraksi gama
globulin. Dulu dikira bahwa antibodi adalah sama dengan gama-globulin, tetapi kemudian
ternyata ada globulin dari fraksi lain yang dapat berfungsi sebagai antibody juga disebut
immunoglobulin tanpa menyebut fraksinya.
Imunoglobulin dalam serum terutama terdiri dari fraksi protein yang mempunyai berat
molekul sekitar 150.000 (angka sedimentasi 7S) dan komponennya adalah IgG, dan fraksi
lain dengan berat molekul 900.000 (19S) yang ternyata IgM.
Stuktur dasar immunoglobulin(kelanjutan penjelasan antibodi)
Porter telah menemukan struktur dasar immunoglobulin yang terdiri dari 4 rantai
polipeptida, terdiri dari 2 rantai “berat” (heavy chain=H) dan 2 rantai “ringan”(light chain
=L) yang tersusun secara simetris dan dihubungkan satu sama lain oleh ikatan
disulfide(Interchain disulfide bods).
Molekul IgG dapat dipecah oleh enzim papain menjadi 3 fragmen. Dua fragmen ternyata
identik dan dapat mengikat antigen membentuk kompleks yang larut yang menunjukkan
bahwa fragmen itu univalent atau mempunyai valensi satu. Frakmen ini disebut Fab
(fragment antigen binding). Fragmen yang ketiga tidak dapat mengikat antigen dan
karenanya dapat membentuk kristal disebut Fc(fragment crystallizable). Pepsin, suatu
enzim proteolitik lain, dapat memecah IgG pada tempat Fc sehingga tertinggal satu
fragmen besar yang masih dapat mengendapkan antigen, sehingga masih bersifat divalen
9
(bervalensi dua), dan disebut F(ab’)2. Analisis asam amino menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa terminal-N dari rantai L maupun rantai H selalu menjadi variabel
sehingga urutan asam amino yang ditemukan tidak konstan, disebut disebut bagian
variabel. Sisa dari rantai ternyata menuunjukkan struktur yang relatif konstan; disebut
konstan. Bagian variabel dan rantai-L dan rantai-H, yang membentuk ujung dari Fab
menentukan sifat khas dari antibodi itu. Oleh karena setiap molekul immunoglobulin
mempunyai 2 Fab, maka struktur dasar dari immunoglobulin dapat mengikat 2 determinan
antigen.
10
HIPERSENSITIFITAS
Defenisi
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang
menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang
umumnya imunogenik (antigenik). (Retno W.Soebaryo,2002)
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-
bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut allergen.
Etiologi
Secara umum semua benda di lingkungan (pakaian, makanan, tanaman, perhiasan, alat
pembersih, dsb) dapat menjadi penyebab alergi, namun faktor lain misalnya :
a. perbedaan keadaan fisik setiap bahan
b. kekerapan pajanan
c. daya tahan tubuh seseorang
d. adanya reaksi silang antar bahan akan berpengaruh terhadap timbulnya alergi
(Retno W.Soebaryo,2002)
Patofisiologi
Patofisiologis reaksi hipersensitivitas yaitu :
1.Reaksi Tipe I(Anafilaktik)
Reaksi tipe I adalah reaksi alergi yang timbul segera sesudah badan terpajan dengan
antigen. Pada kontak awal dengan imunogen, tubuh memproduksi IgE yang kemudian
11
beredar ke seluruh tubuh dan terfiksasi ke permukaan mastosit dan basofil. Saat tubuh
kembali kontak dengan imunogen yang sama, interaksi antara imunogen dengan antibodi
(IgE) yang sudah melekat ke mastosit menyebabkan pelepasan secara mendadak dan besar-
besaran zat proinflamasi seperti histamin. Disamping histamin, mediator lain seperti
prostaglandin dan leukotrien yang dihasilkan dari metabolisme asam arakidonat akan
berperan pada fase lambat dari reaksi cepat tersebut, yang sering timbul beberapa jam
sesudah terpajan dengan antigen. Apabila jumlah imunogen yang masuk sedikit dan
didaerah yang terbatas maka pelepasan mediatornya juga lokal. Akibatnya terjadi
vasodilatasi lokal disertai peningkatan permeabilitas dan pembengkakan. Namun apabila
jumlah imunogen yang masuk dalam jumlah besar dan intravena ke dalam organ yang
sudah peka, maka pelepasan mediator-mediatornya dapat sangat banyak dan meluas,
akhirnya timbul reaksi anafilaktik. Yang sering menjadi penyebab reaksi tipe I adalah
serbuk sari, bisa serangga, alergen hewan, jamur, obat, dan makanan (Price, 2007).
2.Reaksi Tipe II (Sitotoksis)
Ig G atau Ig M dalam darah berikatan dengan epitop di permukaan imunogen atau antigen
MHC yang disajikan dipermukaan sel. Akibat dari interaksi antigen antibodi adalah
percepatan fagositosis atau lisis sel sasaran yang terjadi setelah pengaktivan sistem
komplemen. Jenis lain reaksi tipe II adalah sitotoksisitas yang diperantarai oleh ADCC.
Pada reaksi tipe ini, imunoglobulin yang ditujukan terhadap antigen-antigen permukaan
suatu sel berikatan dengan sel tersebut. Leukosit seperti neutrofil dan makrofag yang
memiliki reseptor untuk bagian tertentu ( bagian Fc ) molekul Ig tersebut kemudian
berikatan dengan sel dan menghancurkannya (Baratawidjaya, 2002).
3.Reaksi Tipe III ( Kompleks Imun )
Kompleks Ag-Ab ditemukan dalam jaringan, sirkulasi atau dinding pembuluh darah dan
mengaktifkan komplemen. Komplemen antigen-antibodi dapat mengaktifkan beberapa
sistem imun sbb :
12
a. Aktivasi komplemen
Melepas anafilatoksin yang merangsang mastosit melepas histamin. Melepas faktor
kemotaktik, mengerahkan polimorf yang melepas enzim proteolitik dan protein
polikationik.
b. menimbulkan agregasi trombosit
c. menimbulkan mikrotrombi dan melepas amine vasoaktif
d. mengaktifkan makrofag (Baratawidjaya, 2002)
4.Reaksi Tipe IV ( Reaksi Lambat )
Reaksi terjadi karena respons sel T yang sudah disensitisasi terhadap antigen tertentu. Di
sini tidak ada peranan antibodi. Akibat sensitisasi tersebut, sel T melepas limfokin.
Ada 4 jenis reaksi hipersensitivits tipe IV, yaitu :
a. Reaksi Jones Mote
Reaksi JM ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Reaksi
biasanya terjadi sesudah 24 jam tetapi hanya berupa eritem tanpa indurasi, yang
merupakan ciri dari CMI (Baratawidjaya, 2002)
b. Hipersensitivitas Kontak dan Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak timbul pada kulit tempat kontak dengan alergen. Sel langerhans
sebagai APC memegang peranan pada reaksi ini (Baratawidjaya, 2002)
c. Reaksi Tuberkulin
Terjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen. Reaksi terdiri atas infiltrasi sel
mononuklear. Setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar
13
pembuluh darah yang merusak hubungan serat-serat kolagen kulit (Baratawidjaya,
2002)
d. ReaksiGranuloma
Reaksi granuloma merupakan reaksi hipersensitivitas yang paling penting karena
menimbulkan banyak efek patologis. Hal tersebut terjadi karena adanya antigen
yang persisten di dalam makrofag yang biasanya berupa mikroorganisme yang tidak
dapat dihancurkan atau kompleks imun yang menetap misalnya pada alveolitis
alergik. Reaksi granuloma terjadi sebagai usaha badan untuk membatasi antigen
yang persisten, sedang reaksi tuberkulin merupakan respon imun seluler oleh
antigen mikroorganisme yang sama misalnya M. tuberculosis dan M. leprae
(Baratawidjaya, 2002)
Manifestasi Klinis
Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal.
Pemberianantigen protein atau obat (misalnya, bias lebah atau penisilin) secara sistemik
(parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada
pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria(bintik merah dan bengkak),
dan eritems kulit,diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh
bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat
memperberat persoalan dengan menyebabkanobstruksi saluran pernafasan bagian atas.
Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus,
kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi segera,dapatterjadi vasodilatasi sistemik (syok
anafilaktik ), dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kematian dalam
beberapa menit. Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat
tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus
gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan
bronkokonstriksi).
14
Komplikasi
a. Polip hidung
b. Otitis media
c. Sinusitis paranasal
d. Anafilaksi
e. Pruritus
f. Mengi
g. Edema
(Baratawidjaya, 2002)
Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar :
1. Menghindari allergen
2. Terapi farmakologis
•Adrenergik
Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin, isoetarin,
isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin, albuterol, metaproterenol,
salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol dan fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal
salmeterol dapat menimbulkan bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam, menghambat
reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan menghambat
hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.
15
•Antihistamin
Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada reseptor di
berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis kompetitif mereka
lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja histamin.
•Kromolin Sodium
Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini merupakan
analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot polos. Obat ini
tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak efektif unutk pengobatan
asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma alergika atau ekstrinsik.
•Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi. Beberapa
pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral atau intravena yaitu
penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid topikal mempunyai pengaruh lokal
langsung yang meliputi pengurangan radang, edema, produksi mukus, permeabilitas
vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.
3. Imunoterapi
Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang diperantarai Ig E
atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat pelepasan histamin dari
basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in vitro. Leukosit individu yang
diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam
upaya melepaskan histamin dalam jumlah yang sama seperti yang mereka lepaskan
sebelum terapi. Preparat leukosit dari beberapa penderita yang diobati bereaksi seolah-
olah mereka telah terdesensitisasisecara sempurna dan tidak melepaskan histamin pada
tantangan dengan antigen E ragweed pada kadar berapapun.
4. Profilaksis
Profilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti traneksamat, sering
kali sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema.
16
Pemeriksaan Penunjang dan diagnostic
a. Pemeriksaan Fisik (hasilnya bergantung lama dan berat gangguan alergi) :
Tinggi dan berat badan → dibandingkan dengan normal (asma berat dan
pengobatannya [kortikosteroid adrenal] dapat menekan pertumbuhan)
Pulsus paradoksus → beda tekanan darah arteri sistemik selama inspirasi dan
ekspirasi, normalnya tidak lebih dari 10 mmHg. Tapi pada asma akut dapat >10-20
mmHg
Tampak sianosis → karena sumbat jalan nafas jika saturasi O2 arterial < 85%,
timbul retraksi supraklavikuler dan interkostal, napas cuping hidung, dispneu →
asma akut
Penampakan lesi urtikaria dapat bervariasi dari bilur-bilur 1-3, multipel sampai bilur
raksasa yang disertai angioedema
Jari tabuh → asma yang terkomplikasi
Mukosa hidung: pucat, biru/ merah, kotoran hidung jernih & banyak, hipertrofi
tonsil & adenoid → rhinitis alergika
Auskultasi paru, jika ada
b. Pemeriksaan Penunjang
Macam tes kulit untuk mendiagnosis alergi :
Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan untuk menentukan alergi oleh
karena alergen inhalan,makanan atau bisa serangga
Skin Prick Test adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang banyak
digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat
pada sel mastosit kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan keluarnya
histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan
17
peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibatnya timbul flare/kemerahan dan
wheal/bentol pada kulit tersebut.
Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat dan alergi bisa serangga
Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk melakukan tes pada dermatitis kontak
18
ASMA
PENGERTIAN
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakea
dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu..
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respontrakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanyapenyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan ( The American Thoracic Society ).
Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas, yang mengakibatkan
dispnea, batuk dan mengi. Tingkat penyempitan jalan nafas dapat berubah baik secara
spontan atau karena terapi. Asma berbeda dari penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa
asma adalah proses reversible. (Brunnert & Suddarth.2001: 611)
KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic danaspirin)
dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanyasuatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktorpencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadilebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
19
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.
ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karenaadanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asmabronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinyaserangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan,
20
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk
bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.
TANDA DAN GEJALA
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul
makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam
hari.
21
KOMPLIKASI
Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
Bronchiolitis
Pneumonia
Emphysema.
Hipoksemia
Pneumothoraks
Emfisema
Deformitas thoraks
Gagal nafas
PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga
terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut mmeningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
22
sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa 3
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi
berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Pemeriksaan Penunjang
laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
3. Pencetus :
23
a. Allergen
b. Olahraga
c. Cuaca
d. Emosi
Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru Dapat pula
menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
d. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
PENATALAKSANAAN ASMA :
Posisikan pasien semifowler
Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang setiap 20
menit sampai 3 kali.
Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini ( per oral ) :
Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
Efedrin : 0,5 – 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
24
Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor, hipertensi dan
insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek samping obat dan
monitor efek samping obat.
25
26
27