anthon daud kilmanun -...
TRANSCRIPT
KAJIAN TEKNIS KECEPATAN KAPAL JUKUNG DI UR PULAU MALUKU TENGGARA
ANTHON DAUD KILMANUN
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2012
PERNYATAAN MENGENAI TESISDAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Teknis Kecepatan Kapal
Jukung di Ur Pulau Maluku Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembibing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah
disebutkankan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir
tesis ini.
Bogor, Januari 2012
Anthon Daud KilmanunNIM C451090021
ABSTRACT
ANTHON DAUD KILMANUN. Technical review of Ur Island Speed Boat in Soufheast Maluku. Supervised by Budhi Hascaryo Iskandar and Mohammad Imron.
This research was carried out based on the need of maximum speed of ketintingboat (dug out boat equipped with machine) using some values of horse power (HP) sechas : 5,5 HP; 6,5 HP or combination 5,5HP + 6,5 HP. In the fishing operation, this boat is equipped with long shaft to connect machine with the propeller. This arrangement produce some degrec of angles between propeller the boat. Experimental method was applied in this research. Two kinds of boat were used suchas, boat with stabilizer (katir) and the one without stabilizer.The result show that maximum speed of boat (5-6 knot) is obtained by applying machine with 6,5 HP equipped with long or semi log shaft with cartain angles. Besides, fuel consumption on this power rate is the most efficient.
Keywords : speed boat, the driving power (HP), ship of kartir (semang).
ANTHON DAUD KILMANUN. Maluku Tenggara. Di bawah bimbingan Budi Hascaryo Iskandar dan Mohammad Imron.
Penelitian tentang kecepatan kapal di peraMaluku Tenggara-Propinsi Maluku 2011.penelitian ini bertujuan untukjukung yang digunakan di Ur Pulaupanjang poros baling-baling,digunakan pada kapal jukung, 4) terhadap kecepatan kapal jukung.adalah metode studi lapangakan dikumpulkan adalah merupakan perbandingan antara daya yang dihasilkan oleh balingmenggerakan kapal dan daya yang dismaju (aksial) sebenarrnya yang ditesebanyak satu putaran(variable bebas)jukung dan daya yang disalurkan ke balingpenambahan sejumlah beban tertentu.
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh bahwa kapal jukung semang dan yang tanpa semang dengan ukuran/nomor balingyang tinggi, daya mesin 5,5 hP, 6,5 hP dan kombinasi kedua daya mesin 5,5 hP+6,5 hP untuk panjang porosberpengaruh pada kecepatan kapal, penugukuran menunjukkan bahwa kapal semang dan tanpa semang dengan daya 5,5 hp dan daya 6,5 hP, pada masingmasing ukuran poros balingkedua kapal lebih besar apabila dibandingkan kombinasi dari daya 5,5 hP+6,5 hP, sudut jatuh poros balingSudut 40 pada kapal semang 5,49 knot/hp dan kapal tanpa semang 5,27 knot/hP,
kecepatan pada sudut 3
knot dan kapal tanpa semang 5,10 knot hasil dari nilaidaya dorong yang sangat tinggi untuk menggerakkan kapal bergerak maju.
Kata kunci : Kecepatan k
RINGKASAN
ANTHON DAUD KILMANUN. Kajian Teknis Kecepatan Kapal Di Ur Pulau . Di bawah bimbingan Budi Hascaryo Iskandar dan Mohammad
Penelitian tentang kecepatan kapal di perairan Ur Pulau, Kabupaten Propinsi Maluku pada bulan Januari 2011 hingga bulan Juni
penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengidentifikasi demensi utama kapal kung yang digunakan di Ur Pulau, 2) Mengkaji ukuran/nomor baling-
baling, 3) Mengkaji sudut jatuh poros baling-baling yang igunakan pada kapal jukung, 4) Mengkaji sudut jatuh poros baling
terhadap kecepatan kapal jukung. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode studi lapang dan eksperimental eksperimental. Jenis data yang
mpulkan adalah Dimensi utama kapal, efesiensi baling-baling yang merupakan perbandingan antara daya yang dihasilkan oleh baling-baling untuk
gerakan kapal dan daya yang disalurkan ke baling-baling, pitch adalah jarak maju (aksial) sebenarrnya yang ditempuh oleh baling-baling bila berputar
putaran(variable bebas), daya mesin yang menggerakan kapal dan daya yang disalurkan ke baling-baling, kondisi kapal setelah
penambahan sejumlah beban tertentu. Kemiringan katinting, sudut jatuh porBerdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh bahwa kapal jukung semang
dan yang tanpa semang dengan ukuran/nomor baling-baling 6,5 memilki efesiensi yang tinggi, daya mesin 5,5 hP, 6,5 hP dan kombinasi kedua daya mesin 5,5 hP+6,5 hP untuk panjang poros baling-baling 2,60 m dan 2,20 m sangat berpengaruh pada kecepatan kapal, penugukuran menunjukkan bahwa kapal semang dan tanpa semang dengan daya 5,5 hp dan daya 6,5 hP, pada masingmasing ukuran poros baling-baling mendapatkan penambahan daya 1 hP pada
dua kapal lebih besar apabila dibandingkan kombinasi dari daya 5,5 hP+6,5 hP, sudut jatuh poros baling-baling memberikan pengaruh terhadap kecepatan kapal.
pada kapal semang 5,49 knot/hp dan kapal tanpa semang 5,27 knot/hP,
pada sudut 30 berbeda dimana yang diperoleh kapal semang 5,26
knot dan kapal tanpa semang 5,10 knot hasil dari nilai-nilai ini dapat memberikan daya dorong yang sangat tinggi untuk menggerakkan kapal bergerak maju.
Kata kunci : Kecepatan kapal, daya penggerak (HP), jukung.
Kajian Teknis Kecepatan Kapal Di Ur Pulau . Di bawah bimbingan Budi Hascaryo Iskandar dan Mohammad
iran Ur Pulau, Kabupaten pada bulan Januari 2011 hingga bulan Juni
Mengidentifikasi demensi utama kapal -baling dan
baling yang sudut jatuh poros baling-baling
Metode yang digunakan dalam penelitian ini Jenis data yang
baling yang baling untuk adalah jarak
baling bila berputar aya mesin yang menggerakan kapal
baling, kondisi kapal setelah udut jatuh poros.
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh bahwa kapal jukung semang baling 6,5 memilki efesiensi
yang tinggi, daya mesin 5,5 hP, 6,5 hP dan kombinasi kedua daya mesin 5,5 baling 2,60 m dan 2,20 m sangat
berpengaruh pada kecepatan kapal, penugukuran menunjukkan bahwa kapal semang dan tanpa semang dengan daya 5,5 hp dan daya 6,5 hP, pada masing-
baling mendapatkan penambahan daya 1 hP pada dua kapal lebih besar apabila dibandingkan kombinasi dari daya 5,5 hP+6,5 hP,
baling memberikan pengaruh terhadap kecepatan kapal. pada kapal semang 5,49 knot/hp dan kapal tanpa semang 5,27 knot/hP,
berbeda dimana yang diperoleh kapal semang 5,26
nilai ini dapat memberikan daya dorong yang sangat tinggi untuk menggerakkan kapal bergerak maju.
© Hak Cipta milik IPB 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyembutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KAJIAN TEKNIS KECEPATAN KAPAL JUKUNG DI UR PULAU MALUKU TENGGARA
ANTHON DAUD KILMANUN
TesisSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains padaProgram Studi Teknologi Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Yopi Novita, S.Pi, M. Si
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Kajian Teknis Kecepatan Kapal Jukung Di Ur Pulau Maluku Tenggara
Nama : Anthon Daud Kilmanun
NRP : C451090021
Program Studi : Teknologi Perikanan Tangkap
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjan Teknologi Perikanan Tangkap
Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 20 Januari 2012 Tanggal lulus :
PRAKATA
Dengan kerendahan hati, penulis panjatkan segala puji syukur dan hormat
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kemurahan serta keagungan
kasihNya yang tiada berkesudahan, dalam mendengar desah suara doa yang
dinaikkan ditengah-tengah keberadaan penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis
ini guna memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Teknologi Perikanan
Tangkap, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilakukan sejak Juli hingga September 2010 dengan judul
“ Kajian Teknis Kecepatan Kapal Jukung Di Ur Pulau Maluku Tenggara ”.
Hasil penelitian ini dapat memperkaya atau setidak-tidaknya turut menempati
sudut-sudut ruang ketegaran dan kewibawaan Almamater Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, khususnya dalam ilmu pengetahuan
tentang kapal penangkap ikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Ir. Budi Hascaryo
Iskandar,M.Si, dan Bapak Dr.Ir.Mohammad Imron,M.Si selaku komisi
pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang sama pula penulis sampakan kepada Ibu Dr. Yopi
Novita, S.Pi.,M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis yang dilaksanakan
pada tanggal 20 Januari 2012 yang telah banyak memberikan saran dan masukkan
demi penyempurnaan tesis ini.
Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada istri tercinta Dra.
Maritje Pasanea dan ke empat anak kekasih Laurenz, Laura, Leonardo, dan
Lestari penulis persembahkan buat kalian atas jerih payah, pengorbanan, dorongan
yang kalian berikan pada penulis, itu adalah merupakan wujud cinta kasih yang
tulus serta doa restu yang diberikan kepada penulis hingga terselesainya penulisan
tesis ini. Kepada Papa (almarhum) dan Mama rasa puji dan syukur disertai
ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis persembahkan buat kalian
atas peluh keringat, asuhan, pengorbanan, dorongan yang diberikan kepada
penulis. Hal yang sama pula penulis sampaikan kepada kakak Cho, dan ke lima
adik Thom, Cory, Yoke, Buce, Lisa dan keluarga bahwa penulisan ini juga
merupakan salah satu bahagian yang tidak dapat terpisahkan dari doa restu kalian.
Kepada rekan-rekan angkatan 2009 pada Program Studi TPT dan SPT, Ali
Rahantan, Nane, Jery Hamer, Jemy Rahakbauw, Aris Rahakbauw, bung Ucu
Rumheng serta semua pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan
tesis ini. Kesuksesan bukanlah merupakan suatu kekuatan dan kemegahan penulis
melainkan semata-mata karena anugerah Tuhan dan kekuatan berdoa dan bekerja.
Penulis menyadari bahwa dalam segala kekurangan serta kelemahan
perkenankanlah persembahan tesis ini sebagai ungkapan terima kasih kepada
Almamater, semoga tesis ini memberikan manfaat dan kewibawaan dalam diri
garba ilmiah ini.
Bogor, Januari 2012
Anthon .D.Kilmanun
pada tanggal 16 Januari 1965 dari pasangan Bapak Jusuf
Kilmanun (Almarhum) dan Ibu Sorefina Kilmanun/Retraubun,
Penulis merupakan anak ke dua dari ketujuh bersaudara.
pada STM Swasta Siwa Lima Langgur dan pada tahun yang sama penulis diterima
di Universitas Pattimura Ambon pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik
Permesinan Kapal. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana pada tahun
dalam ujian Skripsi dengan judul Tinjauan Terhadap Kerusakan Kopling Plat
Pada Motor Induk KM. Perikani 03.
Penulis diterima sebagai staf pengajar pada SMK Naskat Katholik
Bersubsidi Langgur (tahun 1997sampai tahun 1999), pada tahun 1999 diterima
sebagai pegawai PDAM Maluku Tenggara sampai tahun 2007, tahun yang sama
penulis diangkat sebagai staf pengajar Politeknik Perikanan Negeri Tual.
Pada tahun 2009 penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan
Sekolah Pascasarjana jenjang Mag
Mayor Teknologi Perikanan Tangkap. Dalam mengikuti pendidikan penulis
memperoleh beasiswa BPPS.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tual-Maluku Tenggara Provinsi Maluku
pada tanggal 16 Januari 1965 dari pasangan Bapak Jusuf
Kilmanun (Almarhum) dan Ibu Sorefina Kilmanun/Retraubun,
Penulis merupakan anak ke dua dari ketujuh bersaudara.
Pada tahun 1984 penulis menyelesaikan pendidikan atas
pada STM Swasta Siwa Lima Langgur dan pada tahun yang sama penulis diterima
di Universitas Pattimura Ambon pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik
Permesinan Kapal. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana pada tahun
dalam ujian Skripsi dengan judul Tinjauan Terhadap Kerusakan Kopling Plat
Pada Motor Induk KM. Perikani 03.
Penulis diterima sebagai staf pengajar pada SMK Naskat Katholik
Bersubsidi Langgur (tahun 1997sampai tahun 1999), pada tahun 1999 diterima
bagai pegawai PDAM Maluku Tenggara sampai tahun 2007, tahun yang sama
penulis diangkat sebagai staf pengajar Politeknik Perikanan Negeri Tual.
Pada tahun 2009 penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan
Sekolah Pascasarjana jenjang Magister Sains di Institut Pertanian Bogor, pada
Mayor Teknologi Perikanan Tangkap. Dalam mengikuti pendidikan penulis
memperoleh beasiswa BPPS.
Provinsi Maluku
pada tanggal 16 Januari 1965 dari pasangan Bapak Jusuf
Kilmanun (Almarhum) dan Ibu Sorefina Kilmanun/Retraubun,
Penulis merupakan anak ke dua dari ketujuh bersaudara.
1984 penulis menyelesaikan pendidikan atas
pada STM Swasta Siwa Lima Langgur dan pada tahun yang sama penulis diterima
di Universitas Pattimura Ambon pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik
Permesinan Kapal. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana pada tahun 1993
dalam ujian Skripsi dengan judul Tinjauan Terhadap Kerusakan Kopling Plat
Penulis diterima sebagai staf pengajar pada SMK Naskat Katholik
Bersubsidi Langgur (tahun 1997sampai tahun 1999), pada tahun 1999 diterima
bagai pegawai PDAM Maluku Tenggara sampai tahun 2007, tahun yang sama
penulis diangkat sebagai staf pengajar Politeknik Perikanan Negeri Tual.
Pada tahun 2009 penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan
ister Sains di Institut Pertanian Bogor, pada
Mayor Teknologi Perikanan Tangkap. Dalam mengikuti pendidikan penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x i
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiii
DAFTAR SIMBOL………………………………………………………………. xiv
1 PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang 11.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 21.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 41.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 41.5 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 41.6 Hipotesis .................................................................................................. 5
2 TINJAUAN PUSTAKA2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian………………….. 72.2 Kapal Perikanan........................................................................................ 72.3 Dimensi Utama Kapal ............................................................................. 9 2.4 Koefisien Balok (Coeffisien of block) ...................................................... 132.5 Parameter Hidrostatis ............................................................................. 13 2.6 Sistem Propulsi Kapal ............................................................................. 16
2.6.1 Mesin kapal ................................................................................... 172.6.2 Sistem poros dan baling-baling ..................................................... 212.6.3 Sistem baling-baling kapal ............................................................ 232.6.4 Klasifikasi baling-baling ............................................................... 26
2.7 Kecepatan Kapal ...................................................................................... 28 2.8 Sudut Jatuh Poros .................................................................................... 29
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 313.2 Objek dan Peralatan Penelitian ................................................................ 32
3.2.1 Objek Penelitian ………………………………………………….. 323.2.1 Peralatan Penelitian ………………………………………….. ..... 34
3.3 Metode Penelitian .................................................................................... 343.3.1 Jenis Data...................................................................................... 353.3.2 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 363.3.3 Pengolahan Data........................................................................... 37
x
3.4 Metode Analisa Data……………………………………………………... 40
4 HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Diskrepsi Kapal Jukung ......................................................................... 41
4.1.1 Spesifikasi Teknis ....................................................................... 414.1.2 Dimensi Utama Kapal ................................................................. 43
4.2 Koefisien Bentuk Kapal ........................................................................ 454.3 Mesin Kapal Jukung ........................................................................ 454.4 Diskripsi Baling-baling ........................................................................ 484.5 Kecepatan Kapal .......................................................................... 504.6 Poros Dengan Beban Puntur dan Lentur ............................................... 60
4.6.1 Daya rencana................................................................................ 614.6.2 Poros dengan momen puntir ........................................................ 624.6.3 Poros dengan beban lentur ........................................................... 634.6.4 Sudut jatuh poros baling-baling pada kapal jukung..................... 644.6.5 Pengaruh kecepatan poros berdasarkansudut jatuh baling-baling 65
5 KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 715.2 Saran ...................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 73
LAMPIRAN ……………………………………………………………………… 77
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat tangkap yang dioperasikan……………………………………………………. 16
2 Pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin ............................................... 19
3 Spesifikasi teknis kapal Sedap Malam ............................................................. 32
4 Spesifikasi teknis kapal Bukit Sion .................................................................. 33
5 Ukuran baling-baling berdaun dua ................................................................... 34
6 Rancangan percobaan kecepatan kapal jukung ................................................ 38
7 Ukuran utama kapala tipe jukung yang menggunakan semang ....................... 45
8 Ukuran utama kapala tipe jukung yang menggunakan semang ....................... 45
9 Kecepatan rata-rata untuk daya mesin dan ukuran baling-baling pada kapal yang menggunakan semang dengan poros baling-baling panjang danpendek ………………………………………………………………………… 50
10 Kecepatan rata-rata untuk daya mesin dan ukuran baling-baling pada kapal yang menggunakan tanpa semang dengan poros baling-baling panjang dan pendek ……………………………………………………………………….. 55
11 Faktor-faktor koreksi yang akan ditransmisikan, fc ......................................... 61
12 Perbandingan kecepatan kapal akibat sudut jatuh poros baling-baling yang dimiliki kapal Semang ………………………………………………….. 65
13 Perbandingan kecepatan kapal akibat sudut jatuh poros baling-baling yang dimiliki kapal Semang ………………………………………………….. 68
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pikir ..................................................................................................... 6
2 Ukuran panjang total kapal (LOA) .................................................................... 9
3 Ukuran panjang garis tegak (LBP) ...................................................................... 10
4 Panjang garis air (LWL)....................................................................................... 10
5 Lebar kapal........................................................................................................... 11
6 Dalam kapal ......................................................................................................... 12
7 Coefficient of block (Cb) ...................................................................................... 14
8 Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient of vertical prismatic (Cvp)........... 14
9 Coeffcientof waterplan (Cw)................................................................................ 15
10 Coefficient of midship (C) ............................................................................... 15
11 Diskripsi dan pitch baling-baling ....................................................................... 24
12 Distribusi tekanan pada elemen daun baling-baling ........................................... 26
13 Peta lokasi penelitian .......................................................................................... 31
14 Kapal yang menggunakan semang ..................................................................... 33
15 Kapal yang tidak menggunakan semang ............................................................ 34
16 Sudut jatuh poros baling-baling ......................................................................... 36
17 Panjang poros baling-baling ............................................................................... 36
18 Pengukuran panjang kapal .................................................................................. 44
19 Pengukuran lebar kapal ...................................................................................... 44
20 Pengukuran tinggi kapal ..................................................................................... 44
21 Mesin kapal jukung 5,5 HP dan 6,5 HP ............................................................. 46
22 Posisi mesin induk, poros baling-baling, baling-baling....................................... 47
23 Baling-baling yang digunakan pada saat eksperiment ....................................... 48
24 Hubungan kecepatan kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal semang untuk poros baling-baling panjang ………………………………………………………………………... 51
xiii
25 Hubungan kecepatan kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal semang untuk porosbaling-baling pendek ………………………………………………………………………… 53
26 Hubungan kecepatan kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa semang untuk poros baling-baling panjang ………………………………………………………………………. 56
27 Hubungan kecepatan kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa semang untuk poros baling-baling pendek ………………………………………………………………………. 58
28 Hubungan kecepatan kapal jukung dengan sudut jatuh poros baling-balang pada kapal semang …………………………………………………………… 66
29 Hubungan kecepatan kapal jukung dengan sudut jatuh poros baling-balang pada kapal tanpa menggunakan semang ……………………………………... 69
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tabel waktu tempuh kapal semang .................................................................... 77
2 Tabel waktu tempuh kapal tanpa semang ...................................................... 80
3 Tabel kecepatan rata-rata kapal semang ............................................................ 83
4 Tabel kecepatan rata-rata kapal tanpa semang ................................................... 86
5. Rasio perbandingan kecepatan per jumlah daya mesin ..................................... 90
6. Analisis statistik ................................................................................................ 95
7. Foto dokumentasi .............................................................................................. 107
xv xv
DAFTAR SIMBOL DAN ISTILAH
After Perpendicular (AP) (m), ialah sebuah garis khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau berada di belakang poros kemudi.
Breadth (B) (m), lebar kapal kapal dan umumnya terdapat pada bagian midship.
Break horse power (BHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan roda gila
Coefficient vertical prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal.
Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal pada bagian waterplan area.
Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (A) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl). Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal.
Coefficient of midship (C), menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C mengambarkan bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship.
Depth(D) (m), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah kapal sampai titik terendah badan kapal.
Draught/Draft (d) (m) , sarat kapal atau (d), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal.
Displacement/Ton displacement (Δ), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu.
Effective horse power (EHP), tenaga efektif yang digunakan untuk menggerakakan kapal.
Fishing base, pangkalan penangkapa ikan, dimana pada saat kapal melakukan kegiatan tambat labuh, dan bongkar muat.
xvi xvi
Freeboard (FB) (m), jarak antara draft hingga garis geladak.
Fishing ground, daerah penangkapan ikan.
Fore Perpendicular, ialah garis khayal yang terletak tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan.
Horse Power (HP); satuan besar tenaga penggerak mesin, 1HP = 0,746 kW
In Board Motor; kapal yang menggunakan motor di dalam kapal.
Indicated horse power (IHP), tenaga yang dihasilkan untuk menggerakkan torak
Length Over All (LOA = L); panjang keseluruhan dari haluan hingga ke buritan.
Length Between Perpendicular, jarak horizontal yang dihitung dari garis tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan.
Length of Water Line (LWL), panjang garis air, jarak horizontal pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan linggi buritan.
Lifting vane, dimana daya angkat dan tahanan pada elemen daun berperan menambah gaya dorong dan tenaga putar.
Long Trip, lamanya waktu penangkapan.
Multipurpose, alat tangkap yang berbeda.
Pitch (P), adalah jarak aksial yang dicapai setiap satu kali berputar.
Rasio L/B, nilai perbandingan antara panjang kapal (L) dengan lebar kapal (B).
Rasio L/D, nilai perbandingan antara panjang kapal (L) dengan lebar kapal (D).
Rasio B/D, nilai perbandingan lebar kapal (L) dengan dalam kapal (B).
Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan poros baling-baling.
Slip, kapal tidak bergerak maju karena tidak ada dorongan yang dihasilkan oleh baling-baling.
xvii xvii
Towed gear, alat tangkap yang ditarik.
Volume displasement ( ) menunjukan kapasitas/volume badan kapal dibawah water line (WL) atau volume air yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air.
Working area tempat bekerja dan sarana transportasi,.
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam usaha perikanan tangkap, peranan mesin penggerak kapal sangat
penting. Hal ini mengingat operasi penangkapan ikan yang semakin jauh dari garis
pantai, dengan waktu penangkapan lebih lama (long trip).
Saat ini nelayan tradisional Ur Pulau dalam melakukan pengoperasian
penangkapan ikan demersal dan pelagis nelayan menggunakan kapal jukung yang
dilengkapi dengan motor penggerak luar (out board), dengan daya motor yang
dipakai adalah 5,5 HP dan 6,5 HP dengan menggunakan poros panjang. Motor
penggerak yang digunakan selama ini pada kapal tradisional menggunakan beberapa
jenis ukuran baling-baling, baik motor dalam (in board engine) maupun pada motor
luar (out board engine).
Mesin penggerak luar yang digunakan oleh nelayan Ur Pulau bukan
merupakan jenis mesin yang dirancang khusus sebagai tenaga penggerak kapal,
namun jenis mesin ini digunakan untuk tenaga penggerak serbaguna yang telah
dimodifikasikan menjadi mesin penggerak kapal dengan konstruksi poros baling-
baling panjang sehingga terbentuk sudut antara poros baling-baling dengan
permukaan air.
Harvald (1992), mengemukakan bahwa baling-baling merupakan perantara
antara mesin induk dan badab kapal, dimana efesiensi total pada sistem tersebut
dengan penertian bahwa penghamburan daya yang sekecil mungkin. Untuk
memperoleh penghamburan daya yang kecil maka harus menggunakan ukuran
baling-baling yang sesuai berdasarkan daya mesin serta ukuran kapal jukung yang
dilengkapi dengan mesin tempel (katinting).
Kecepatan kapal dapat ditentukan oleh dimensi utama kapal yang diantaranya
panjang seluruh kapal (LOA), lebar kapal (B), dalam/tinggi kapal (D) koefesien-
koefesien bentuk, displasemen, bentuk lambung dibawah air, trim, dan pemilihan
type mesin, demensi utama pada masing-masing kapal tidak sama menyebabkan
2 2
penggerak kapal berbeda-beda, dengan demikian daya dorong kapal yang diperlukan
sangat besar.
Penggunaan poros baling-baling dengan panjang yang berbeda dapat
mengakibatkan kehilangan daya mesin. Besar kecilnya sudut jatuh poros baling-
baling yang terbentuk sangat menentukan besarnya daya dorong yang ditransmisikan
oleh mesin.
Pergerakan baling-baling yang berasal dari hasil kerja mesin penggerak kapal
yang ditransmisikan melalui shafting atau poros baling-baling. Posisi poros baling-
baling berdasarkan kedudukan mesin utama kapal seharusnya berada di atas
permukaan air sehingga posisi poros baling-baling tidak sejajar dengan mesin dan
baling-baling.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian yang dapat memberikan
rekomendasi terkait dengan jumlah daun baling-baling dan besar sudut jatuh poros
baling-baling yang memberikan kecepatan maksimum. Diharapkan dari penelitian ini
operasi penangkapan ikan yang efektif dan efesien dapat tercapai.
1.2 Perumusan Masalah
Keberhasilan suatu usaha operasi penangkapan dengan menggunakan kapal
jukung tergantung pada kecepatan. Kecepatan suatu kapal banyak tergantung pada
ukuran kapal, besarnya tenaga penggerak yang digunakan, sudut kemiringan poros
baling-baling, ukuran/nomor baling-baling, ukuran panjang poros baling-baling, jenis
kapal jukung yang menggunakan semang dan tanpa semang. Dengan demikian, untuk
menentukan suatu keberhasilan operasi penangkapan dengan kapal jukung yang
meggunakan katir (semang) dan tanpa menggunakan semang, maka akan lebih cocok
menggunakan ukuran baling-baling, sudut kemiringan poros baling-baling, panjang
poros baling-baling, jenis kapal yang digunakan dan tenaga penggerak yang
berkekuatan tertentu.
Kapal jukung juga digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis, ikan-ikan
demersal. Keberadaan jenis ikan-ikan tersebut dijumpai di sekitar pantai. Dari uraian
tersebut diatas dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan antara ukuran/nomor
3 3
baling-baling yang sesuai dengan daya mesin yang digunakan oleh nelayan Ur Pulau
yaitu :
1) Kekuatan tenaga penggerak kapal yang digunakan belum sesuai dengan
ukuran baling-baling dan daya mesin.
2) Penggunaan panjang poros baling-baling yang berbeda, dan besar
kecilnya sudut jatuh kemeringan poros baling-baling dapat
mempengaruhi kecepatan kapal.
Dengan demikian informasi tentang kombinasi tersebut sangat dibutuhkan
oleh nelayan setempat. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi dan dapat memberikan keuntungan secara teknis maupun ekonomis
bagi masyarakat nelayan Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara.
Parameter yang dapat digunakan dalam menentukan kecepatan suatu kapal
adalah demensi utama kapal, besaran mesin yang digunakan dimana daya yang
digunakan adalah bervariasi yaitu anatar 5,5 HP dan 6,5 HP, penggunaan panjang
poros yang berbeda yaitu antara 2,60 m dan 2,20 m, sudut kemiringan poros baling-
baling yang berbeda, kapal yang semang dan kapal tanpa semang, ukuran/nomor
baling-baling antara no. 5-6, 6,5, dan 5.
Masyarakat nelayan Ur Pulau dalam melakukan operasi penangkapan ikan
belum memperhatikan ukuran/nomor baling-baling yang sesuai dengan daya mesin,
karena umumnya nelayan menentukan ukuran/nomor baling-baling berdasarkan
pengalaman semata. Hal ini merupakan faktor penyebab dimana nelayan belum
mengetahui ukuran baling-baling dan daya motor yang sesuai untuk dipergunakan
dalam pengoperasian.
Berdasarkan anggapan yang dikemukakan diatas, maka perlu dilakukan suatu
penelitian mengenai kajian teknis kecepatan kapal jukung berdasarkan ukuran/nomor
baling-baling, poros baling-baling, sudut jatuh poros baling-baling dan daya mesin
tempel pada kapal jukung.
4 4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1) Menentukan sudut jatuh poros baling-baling yang menghasilkan kecepatan
maksimum kapal jukung.
2) Menentukan ukuran baling-baling yang memberikan pengaruh nyata terhadap
kecepatan kapal.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari Penelitian ini adalah untuk dapat memberikan manfaat berupa :
1) Memberikan informasi lapang tentang ukuran/nomor baling-baling yang
memiliki efisiensi tertinggi dan panjang poros baling-baling yang sesuai
terhadap kecepatan kapal jukung berdasarkan jenis kapal yang akan digunakan.
2) Memberikan informasi tentang pertimbangan teknis dalam menggunakan
ukuran/nomor baling-baling dan ukuran poros baling-baling berdasarkan daya
mesin yang digunakan pada kapal. .
3) Memberikan informasi kedepan tentang ukuran/nomor baling-baling, sudut
kemiringan poros baling-baling yang digunakan pada kapal jukung berdasarkan
daya mesin agar diperoleh kecepatan kapal yang maksimum pada saat
pengoperasian kapal pada nelayan Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara
khususnya maupun pemerintah dan masyarakat perikanan tangkap pada
umumnya.
1.5 Kerangka Pemikiran
Untuk mengetahui daya mesin yang sesuai untuk menghasilkan kecepatan
kapal di harapkan akan dilakukan pendekatan berdasarkan beberapa parameter
analisis pada kapal jukung, antara lain yaitu : dimensi utama kapal, kekuatan tenaga
penggerak kapal yang digunakan belum sesuai dengan ukuran/nomor baling-baling
dan daya mesin, daya mesin, kemeringan poros baling-baling, poros baling-baling.
5 5
Kajian kecepatan kapal :
Langkah awal yang dilakukan yaitu untuk mengetahui langsung daya dari
masing-masing mesin, ukuran baling-baling, diameter poros baling-baling, dan
panjang dari masing-masing poros baling-baling.
1.6 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Ukuran/nomor baling-baling dan panjang poros baling-baling menentukan
efisiensi yang tinggi pada kecepatan kapal jukung;
2) Panjang poros baling-baling dapat mempengaruhi kecepatan kapal; dan
3) Sudut jatuh poros baling-baling dapat memberikan pengaruh terhadap kecepatan
kapal jukung.
6 6
Mulai
Selesai
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pendekatan Studi
Permasalahan:Kecepatan kapal katinting yang sangat
bervariasi pada daya kekuatan mesin, baling-baling dan sudut jatuh poros yang sama
Kekuatan mesin, ukuran baling-baling, dan sudut jatuh poros tertentu yang menghasilkan kecepatan mesin
Analisis dimensi utama
kapal dan kecepatan kapal
Analisis kecepatan
berdasarkan kekuatan mesin,
ukuran baling-baling dan sudut
7 7
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian
Laut dipandang sebagai pemersatu gugusan kepulauan dan juga menjadi
media integrasi determinan pembangunan secara utuh, baik sosio ekonomi, sosio
politik, institusional dan lingkungan, serta hukum. Rangkaian dasar pikir dan
kenyataan yang diuraikan di atas menjadi fenomena umum untuk Maluku. Secara
geografis Kabupaten Maluku Tenggara terletak pada koordinat 131o – 133o5’ Bujur
Timur dan 5o – 6,5o00’ Lintang Selatan, dengan batasannya Sebelah Utara dengan
Papua Bagian Selatan,Sebelah Selatan Berbatasan dengan Laut Arafura, Sebelah
barat berbatasan dengan Laut Banda dan bagian Utara Kepulauan Tanimbar, Sebelah
Timur berbatasan dengan Kepulauan Aru.
Secara administrasi pemerintahan Ur Pulau terletak wilayah Kecamatan Kei
Kecil Barat, cakupan wilayah dibatasi pada titik koorninat 505'45'' Bujur Timur dan
132032'30'' Lintang Selatan, sedangkan secara geografis di sebelah utara berbetasan
dengan pulau-pulau Sepuluh (10) sebelah timur berbatasan dengan Pulau Warbal,
sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Nuhuta. Kedalaman perairan antara 2
sampai 20 meter, dasar perairan berpasir terutama dibagian dekat pantai.
2.2 Kapal Perikanan
Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), yang dimaksud dengan kapal
perikanan adalah kapal yang digunakan dalam dunia usaha perikanan yang
pelaksaannya atau kegiatannya dalam usaha penangkapan atau mengumpulkan
sumberdaya perairan, pengengelolaan usaha budidaya perairan serta penggunaan
dalam beberapa kegiatan (seperti untuk research, traning, dan inspeksi sumberdaya
perairan). Kapal merupakan suatu bangunan atau konstruksi terapung yang berfungsi
sebagai wadah, tempat bekerja (working area) dan sarana transportasi, dimana kapal
ikan termasuk didalamnya (Iskandar & Novita 1997). Ayodhyoa (1972) mengartikan
bahwa kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan pada usaha penangkapan
8 8
ikan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, kegiatan-kegiatan riset, guidance,
traning, control dan sebagainya yang berkaitan dengan usaha tersebut.
Ayodhyoa (1972) mengartikan bahwa kapal perikanan merupakan kapal yang
digunakan pada usaha penangkapan ikan atau mengumpulkan sumberdaya perairan,
kegiatan-kegiatan riset, guidance, traning, control dan sebagainya yang berkaitan
dengan usaha tersebut. Fyson (1985), menyatakan bahwa kapal perikanan adalah
kapal yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha penangkapan ikan
dengan ukuran, rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta
berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dalam
rencana operasi.
Iskandar dan Imron (1993), mengemukakan bahwa kapal yang dibangun oleh
suatu usaha perikanan tergantung dari besar kecilnya usaha tersebut. Besar kecilnya
dari kapal yang dibuat, juga seringkali disebabkan berdasarkan tujuan dari daerah
penangkapan serta fasilitas di “ fishing base ”.
Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), berpendapat bahwa kapal penangkapan
ikan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok berdasarkan teknik pengoperasian
alat yang digunakan, diantara :
1) Kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang diam/statis (static gear), contohnya
gillnet, trammel net dan pancing;
2) Kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang ditarik (towed gear/dragged gear),
contohnya pancing tonda, trawl, pukat ikan dan lainnya;
3) Kapal yang mengoperasikan alat yang tangkap dilingkarkan (encircling gear),
seperti purse seine, paying dan dogol;
4) Kapal yang mengoperasikan lebih dari satu alat tangkap yang berbeda
(multipurpose).
Menurut Gunawan (1987), kapal ikan tradisional di Indonesia umumnya
primitif sekali, tetapi modernisasinya dapat dipercepat terutama dengan adanya sistim
motorisasi perikanan di indonesia. Motorisasi perikanan ini secara lambat laun akan
merubah desain dan konstruksi kapal serta akan menggantikan kapal ikan tradisional
di seluruh pelosok wilayah Indonesia. Untuk mengetahui kecepatan kapal jukung
9 9
yang sesuai dengan daya mesin yang digunakan akan dilakukan pendekatan
berdasarkan beberapa parameter analisis.
Pasaribu (1986), menyatakan bahwa lebih dari 90 % kapal penangkap ikan
yang ada di Indonesia beroperasi di perairan pantai dan pada umumnya sebagian
besar dari kapal-kapal tersebut dibangun berdasarkan pengalaman tanpa
menggunakan perhitungan-perhitungan yang pasti sebagaimana pembuatan kapal-
kapal kayu yang dibangun secara modern, demikian juga dengan pembangunan kapal
yang digerakan dengan motor atau tanpa motor. Kapal jukung merupakan salah salah
satu jenis alat transportasi nelayan tradisional yang biasanya digunakan untuk
melakukan usaha penangkapan ikan.
2.3 Dimensi Utama Kapal
Menurut Dohri dan Soedjana (1983) dimensi utama kapal yang terdiri dari :
1) Panjang kapal (Length/L)
Panjang kapal dapat dibedakan dalam 3 bagian yaitu LOA, LPP dan LWL.
Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak tegak lurus kapal yang
diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik
terbelakang dari buritan. Panjang total ini merupakan panjang yang terbesar
dari sebuah kapal dan diukur sejajar dengan lunas kapal seperti ditunjukkan
pada Gambar 2
LOA
Gambar 2 Ukuran panjang total kapal (LOA)
10 10
Jarak sepanjang garis tegak atau LPP/LBP (Length Perpendicular/Length
Between Perpendicular) adalah jarak horizontal yang dihitung dari garis tegak
haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan atau FP (Fore
Perpendicular) ialah garis khayal yang terletak tegak lurus pada perpotongan
antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Sedangkan yang dimaksud
dengan garis tegak buritan atau AP (After Perpendicular) ialah sebuah garis
khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau berada di belakang
poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi) (Gambar 3).
AP LPP FP
Gambar 3 Ukuran panjang garis tegak (LPP)
Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horizontal
pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line)
dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan
linggi buritan (Gambar 4).
LWL
Gambar 4 Panjang garis air (LWL)
11 11
2) Lebar kapal (Breadth/B)
Lebar kapal pada umumnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
Lebar terbesar atau Bmax (Breadth maximum), adalah jarak horizontal pada
lebar kapal yang terbesar, dihitung dari salah satu sisi terluar (sheer) yang satu
ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan (Gambar 5).
Lebar dalam atau Bmoulded (Breadth moulded), adalah jarak horizontal pada
lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu ke
bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan (Gambar 5).
Gambar 5 Lebar kapal(sumber : Dahri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)
3) Dalam kapal (Depth)
Dalam suatu kapal dibedakan atas :
Dalam atau D (Depth), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah
kapal sampai titik terendah badan kapal (Gambar 6).
Sarat kapal atau d (draft), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air
(water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal (Gambar 6)
Lambung bebas (freeboard), adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari garis
air (water line) tertinggi sampai dengan sheer (Gambar 6).
12 12
Gambar 6 Dalam kapal(sumber : Dahri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)
Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal karakteristik perbandingan
dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
Perbandingan tersebut meliputi :
1) Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal;
2) Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap stabilitas; dan
3) Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D), merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal.
Iskandar dan Novita (2000) mengemukakan, bahwa rasio dimensi utama
kapal penangkap ikan tradisional di Indonesia memiliki beberapa perbedaan nilai
parameter pada badan kapal apabila dibandingkan dengan kapal Jepang, dengan
demikian nilai kisaran yang dimiliki oleh kapal Jepang sebagian besar lebih besar dari
parameter kapal Indonesia. Menurut Iskandar (2007), mengatakan bahwa apabila nilai
L/B semakin mengecil maka nilai rasio akan berpengaruh terhadap kecepatan kapal,
nilai L/D semakin membesar mengakibatkan kekuatan memanjang kapal menjadi
lemah, sedangkan nilai dari B/D makin membesar maka akan memberikan stabilitas
kapal yang baik namun propulsive ability akan memburuk.
13 13
2.4 Koefisien Balok (Coeffisien of block)
Koefisien bentuk suatu kapal erat hubungannya dengan stabilitas kapal,
menurut Fyson (1985), stabilitas kapal ikan didefenisikan sebagai kemampuan kapal
tersebut untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami momen temporal. Momen
ini dapat disebabkan oleh angin, gelombang, sebaran muatan di kapal, air di dek dan
lain-lain.
Muckel (1975) menyatakan bahwa stabilitas kapal tergantung pada beberapa
faktor antara lain dimensi kapal, bentuk kapal badan kapal yang ada di dalam air,
distribusi benda-benda yang ada diatas kapal dan sudut kemiringan kapal terhadap
bidang horizontal.
Fyson (1985) mengemukakan bahwa coefficient of fineness akan
menunjukkan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan kapal
yang berbeda dan volume badan kapal terhadap masing-masing dimensi utama kapal,
coefficient of fineness untuk kapal yang tidak bergerak (V = 0 m/det).
2.5 Parameter Hidrostatis
Menurut Iskandar dan Novita (1997), parameter hidrostatis merupakan
parameter yang menyangkut kemampuan kapal untuk mengapung ditas air. Parameter
hidrostatis juga menggambarkan kondisi awal kapal (by design) selama kapal
mengalami perubahan berat, variasi trim dan draf. Beberapa parameter hidrostatis
yang perlu diketahui antara lain (Derret & Barras 2006) :
1) Volume displasement (∇), menunjukan kapasitas/volume badan kapal dibawah
water line (WL) atau volume air yang dipindahkan pada saat kapal berada
dalam air pada draft tertentu.
2) Ton displacement (Δ), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau
berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft
tertentu.
3). Coefficient of block (Cb), menunjukkan perbandingan antara nilai volume
displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan
kapal. Cb juga dikenal sebagai koefisien kegemukan badan kapal (Gambar 7).
14
(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)
4) Coefficient of prismatic (Cp),
displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang
melintang tengah kapal (A
Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal
secara horizontal (Gambar
5) Coefficient vertical prismatic (Cvp),
volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal
pada WL tertentu secara horizontal
juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk
vertikal (Gambar 8).
Gambar 8 Coefficient of (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)
Gambar 7 Coefficient of block (Cb)(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)
Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara
kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang
melintang tengah kapal (A) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl).
Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal
secara horizontal (Gambar 7).
al prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara
kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal
pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal.
juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara
).
Coefficient of prismatic (Cp) dan coefficient vertical prismatic (Cvp)(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)
14
menunjukkan perbandingan antara volume
kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang
) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl).
Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal
menunjukkan perbandingan antara
kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal
kapal. Cvp
badan kapal secara
(Cvp)
15 15
6) Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang
membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang
yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal
pada bagian waterplan area (Gambar 9).
Gambar 9 Coefficient of waterplane (Cw)(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)
7) Coefficient of midship (C), menunjukkan perbandingan antara luas
penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat
persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C mengambarkan
bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship (Gambar 10).
Gambar 10 Coefficient of midship (C)(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)
Coefficient of midship (C), menunjukkan perbandingan antara luas
penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi
panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C mengambarkan bentuk badan kapal
pada bagian tengah kapal/midship. Koefisien bentuk kapal juga dipengaruhi oleh luas
16 16
bagian lambung kapal yang terbenam dalam air, bentuk lambung kapal yang
terbenam di air berbeda-beda sesuai dengan jenis kapal, dimana kapal yang
memerlukan kecepatan tinggi maka bentuk lambungnya lebih langsing dibandingkan
dengan jenis kapal yang kurang memerlukan kecepatan tinggi.
Bentuk lambung kapal ini berhubungan dengan koefisien bentuk. Dibawah ini
disajikan nilai koefisien bentuk yang dikemukakan oleh Nomura dan Yamazaki
(1977), Tabel 1.
Tabel 1 Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat tangkapyang dioperasikan
Kelompok kapal Kisaran nilai Cb Cp C Cw
Alat tangkap yang ditarik 0,58 – 0,67 0,66 – 0,72 0,88 – 0,93 - Alat tangkap pasif 0,63 – 0,72 0,83 – 0,90 0,65 – 0,75 0,91 – 0,97 Alat tangkap yang 0,57 – 0,68 0,76 – 0,94 0,67 – 0,78 0,91 – 0,95
Dilingkarkan
2.6 Sistem Propulsi Kapal
Kapal yang sedang bergerak merupakan suatu benda yang terapung dan
bergerak pada media air. Apabila kapal tersbut bergerak maka padanya akan
mengalami hambatan (resistance force) dari media yang dilaluinya (Kilmanun, 1993).
Agar kapal dapat bergerak dengan sesuatu kecepata yang diinginkan, maka
kapal tersebut harus diberikan suatu dorongan yang dihasilkan dari mesin induk ke
baling-baling. Gaya dorong tersebut harus lebih besar dari besarnya tahanan yang
bekerja pada badan kapal, dengan demikian gaya dorong merupakan fungsi dari
bentuk badan kapal.
Apabila bentuk badan kapal didesain sebaik mungkin maka tahanan yang
bekerja pada kapal tersebut akan lebih kecil, dengan demikian daya mesin penggerak
yang dipergunakan akan lebih kecil pula. Untuk itu maka sisim penggerak atau
propulsi kapal sangat penting peranannya dalam perencanaan sebuah kapal.
17 17
2.6.1 Mesin kapal
2.6.1.1 Mesin utama kapal ikan
Mesin utama kapal ikan yang pada umumnya digunakan saat ini adalah
berdasarkan sistem pembakaran suatu motor maka dapat dibedakan menjadi motor
listrik, motor pembakaran luar, dan motor pembakaran dalam. Pembakaran yang
berlangsung didalam silinder disebut motor pembakaran dalam (Soenarto, 1985).
Pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efesiensi eksplotasi kapal perikanan.
Mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil kerja sesuai dengan tenaga dan
kecepatan yang diinginkan (Trianto, 1985). Mesin induk merupakan mesin penghasil
tenaga sebagai penggerak utama yang dilengkapi dengan adanya poros, baling-baling,
bantalan tabung poros baling-baling (stren tube), kopling dan kemudi. Klasifikasi
mesin pokok terdiri dari mesin uap torak, mesin uap turbin, turbin gas dan motor
bakar (Trianto, 1985).
Soenarta dan Furuhama (1985), mengemukakan bahwa mesin kapal harus
dipasang sedemikian rupa sehingga poros engkol yang dihubungkan dengan poros
propeller agak menurun sedikit di buritan. Akan sangat baik kalau kemiringannya
kecil yaitu tidak lebih dari 80. Kalau kemiringannya lebih besar akan mengurangi
daya yang dikeluarkan sehingga kecepatan pun berkurang. Dudukan mesin harus satu
sumbu dengan bantalan poros propeller dan dipasang secara tetap dan menetap kuat
pada kapal.
Menurut Murdiyanto dan Iskandar (2004), mengemukan bahwa mesin kapal
pada umumnya mempunyai konstruksi dan karakteristik yang berbeda dengan mesin
yang ada didarat, yang menjadi pertimbangan utama pada mesin kapal adalah
keselamatan. Mesin ini dipergunakan diperairan, dan apabila terjadi kecelakaan akan
berakibat fatal. Ketika kapal sedang berlayar maka mesin kapal digunakan dengan
waktu yang lama secara terus-menerus. Penggunaan mesin yang terus-menerus dan
kurangnya perawatan akan menyebabkan adanya penurunan daya yang dikeluarkan.
Penurunan daya ini menyebabkan putaran mesin mesin turun dan diteruskan dengan
menurunnya putaran propeller yang menyebabkan kecepatan kapal berkurang.
18 18
Penurunan daya juga akan menurunkan efisiensimesin kapal tersbut baik terhadap
waktu maupun bahan bakar.
Menurut Arismunandar (1977), mesin yang banyak digunakan sekarang
adalah mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan
kerja mekanik atau yang mengubah energi termal menjadi energi mekanik. Energi itu
sendiri dapat diperoleh dengan proses pembakaran, proses fusi bahan bakar nuklir
atau proses lain-lain. Ditinjau dari segi cara memperoleh energi mesin kalor dibagi
menjadi dua golongan, yaitu mesin pembakaran luar dan mesin pembakaran dalam.
Mesin pembakaran luar proses pembakaran terjadi di luar mesin, dimana energi
termal dari gas hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin, melalui beberapa
dinding pemisah. Pada umumnya mesin pembakaran dalam dikenal dengan motor
bakar. Proses pembakaran berlangsung di dalam motor bakasr itu sendiri sehingga
gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja.
Menurut Echizen et. al., (1987), mesin kapal penangkap ikan adalah nama
umum dari mesin yang mempunyai konstruksi dan penampilan yang cocok digunakan
untuk menangkap ikan. Mesin kapal terdiri atas dua macam, yaitu mesin utama yang
digunakan untuk memutar baling-baling atau sebagai tenaga penggerak kapal dan
mesin bantu yang digunakan untuk membantu operasi penangkapan. Pada umumnya
mesin utama dan mesin bantu adalah mesin pembakaran.
Penggunaan mesin dalam suatu usaha penangkapan merupakan suatu usaha
modernisasi dalam bidang perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan hasil
tangkapan. Perbedaan tenaga penggerak dari berbagai armada penangkapan akan
memberikan perbedaan terhadap hasil tangkapan pada suatu daerah penangkapan
(fishing ground) yang sama, (Jakobson, 1964).
Berdasarkan pemasangan mesin di kapal, mesin dapat dibedakan atas dua
jenis yaitu: mesin inboard yang pemasangannya diatas deck kapal sehingga dapat
dibongkar pasang dengan mudah atau pemasangannya didalam deck. Mesin outboard
dirancang untuk pelayaran yang memiliki dua jenis yaitu mesin yang dirancang
khusus untuk di laut yang biasanya disebut marine engine yang umumnya terdapat di
kapal layar serta jenis mesin yang kedua adalah mesin yang berporos panjang.
19 19
Berdasarkan letak pemasangan mesin outboard dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu:
mesin yang dipasang disamping kapal, dibagian belakang kapal (buritan kapal), dan
didalam kapal pada bagian buritan kapal (Traung, 1975).
Menurut Soenarta (1985), mesin tempel adalah salah satu jenis mesin
outboard yang terdiri dari sebuah mesin, poros penggerak, gigi reduksi, poros baling-
baling, dan baling-baling. Karakteristik dari mesin tempel adalah sebagai berikut :
1) Umumnya mesin tempel adalah mesin dua tak;
2) Menghasilkan daya keluaran per berat unit yang besar,
3) Beratnya ringan dan kompak; dan
4) Sangat mudah dibongkar dan dipasangkan pada kapal serta serta mudah
dibawa-bawa.
Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) (1989)), menyebutkan bahwa posisi
pemasangan mesin terhadap dudukan mesin haruslah sempurna untuk mencegah
getaran mesin. Sudut pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin dapat telihat
pada Tabel 2 :
Tabel 2 Pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin
Sudut inklinasi
Komponen instelasi Sisi kapal Depan dan belakang kapal Statis Dinamis Statis Dinamis Mesin utama 15° 22,5 ° 5 ° 7,5°
Menurut Ayodhyoa (1972), mengemukakan bahwa persyaratan mesin yang
layak pakai dan dapat pula dioperasikan yaitu harus memenuhi syarat BKI,
mempunyai bobot yang relatif ringan dengan volume yang relatif kecil, pada kapal
kekiri atau kekanan (oleng) yang terus menerus dengan sudut kemiringan 22,50 motor
tetap dapat berfungsi, pada keadaan oleng arah membujur (trim) yang terus menerus
dengan sudut kemiringan 100 motor dapat befungsi, efisien dalam pemakaian bahan
bakar, tidak menimbulkan getaran yang merugikan, mudah untuk diperbaiki
20 20
(dibongkar pasang pada setiap saat) mengingat kemungkinan terjadinya kerusakan
pada saat pelayaran, tahan terhadap air laut, tidak menggunakan bahan bakar yang
mudah terbakar, tahan untuk pengoperasian yang sifatnya terus-menerus dan mudah
untuk dioperasikan. Akasaka T dan Tower B (1988) mengemukakan bahwa mesin
yang menggerakkan kapal ikan yaitu mesin diesel dan mesin bensin.
1) Mesin diesel
Prinsip kerja mesin diesel adalah mengisap udara di dalam tabung bahan
bakar untuk untuk meningkatkan suhu dan tabung bakar atau silinder, apabila udara
ini ditekan dalam silinder menyebabkan suhu dan tekan tekanan akan sangat tinggi
secara tiba-tiba pada saat bahan bakar solar disemprotkan dalam bentuk embun
sehingga terjadi pembakaran dalam silinder. Mesin diesel memanfaatkan pemuaian
gas untuk membangkitkan tenaga putar propeller atau baling-baling.
2) Mesin bensin
Prinsip kerja mesin bensin sama saja dengan mesin diesel namun mesin besin
menggunakan bahan bakar bensin dimana pembakaran terjadi di dalam silinder
dengan cara percikan api listrik yang berasal dari accu, kelebihan dari mesin ini
adalah lebih ringan dari mesin diesel. Mesin bensin biasanya digunakan pada kapal-
kapal yang umumnya disebut mesin tempel.
2.6.1.2 Cara mengatur fungsi mesin bakar intern
Agar mesin yang tiap siklusnya terjadi empat kali langkah torak atau satu kali
putaran poros engkol untuk menghasilkan satu kali langkah usaha yang terjadi pada
saat itu adalah, langkah pemasukkan, langkah kompresi, langkah usaha/ekspansi, dan
langkah pembuangan.
Mesin dua langkah lebih kecil ruang geraknya namun lebih besar tenaga
(output) yang dihasilkan lebih besar dari mesin empat langkah, diman prinsip kerja
dari mesin ini terjadi dua kali langkah torak atau satu putaran poros engkol untuk
menghasilkan satu langkah usaha, selain itu mesin dua langkah lebih sederhana
konstruksinya tidak banyak mengalami gangguan, mudah dipasang, namun dalam
21 21
proses pembakaran banyak menggunakan bahan bakar dan minyak pelumas serta
ruang pembakaran dengan mudah kotor, keuntungannya yaitu lebih menguntungkan
daripada kekurangannya sehingga sistim inilah yang digunakan pada mesin diesel.
2.6.2 Sistem poros dan baling-baling
2.6.2.1 Sistem poros
Poros merupakan suatu alat yang digunakan untuk menggerakkan baling-
baling kapal yang dimana daya penggeraknya diperoleh dari hasil kerja dari mesin
kapal. Poros merupakan salah satu bagian yang penting dari setiap mesin, hampir
semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Poros mempunyai
peranan penting dalam mentransmisikan daya (Sularso. 1983).
Poros merupakan suatu seri batang yang di pasang di mesin utama dan baling-
baling (propeller) atau untuk meneruskan daya putar mesin utama ke baling-baling
atau meneruskan dorongan air yang dihasilkan dengan perputaran baling-baling ke
kapal melalui roda pelor pendorong (Echien el. al, 1987).
Firnasari (2004), mengemukakan bahwa poros baling-baling merupakan
penghubungkan anatara mesin dan baling-baling. Perputaran putar dari poros
mengakibatkan baling-baling juga ikut berputar. Berputarnya baling-baling
mengakibatkan perpindahan massa air yang berada didepan baling-baling ke belakang
baling-baling, perpindahan massa air tersebut mengakibatkan kapal dapat bergerak
maju.
Akasaka T dan Tower B (1988) menyampaikan bahwa poros baling-baling
berfungsi untuk menyalurkan gaya dari mesin induk ke baling-baling dan sekaligus
merndamkan getaran oleh mesin dan baling-baling ke seluruh bagian tubuh kapal.
22 22
(1) Macam-macam poros
Menurut Sularso (1983), poros umumnya digunakan untuk meneruskan daya
yang mana dapat diklasifikasikan menurut pembebanannya adalah sebagai berikut :
1). Poros Transmisi, poros ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur.
Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling.roda gigi, puli sabuk atau
spoket rantai dan lain-lain.
2). Spindel, poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas,
dimana beban utamanya berupa puntiran, yang disebut spindel. Syarat yang harus
dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya
harus teliti
3). Gardan, seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak
mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh perputar, yang mana
disebut gardan. Gardan ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan
oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.
(2) Hal-hal penting dalam perencanaan poros
Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Kekuatan poros, dimana suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau
lentur, atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga poros yang mendapat beban
tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin, dan lain-lain.
Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros
mempunyai alur pasak, harus diperhatikan.
2) Kekakuan Poros, apabila sebuah poros mempunyai kekuatan yang kuat tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan menakibatkan ketidak telitian
atau getaran dan suara. Disamping itu kekuatan poros, kekakuannya juga harus
diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros
tersebut.
3) Putaran Kritis, apabila suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran
tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya, maka putaran ini disebut
23 23
putaran kritis. Hal tersebut dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik
dan lain-lain, dan dapat mengakibatka kerusakan pada poros dan bagian lainnya.
4) Korosi, bahan-bahan tahan terhadap korosi (temasuk plastik) harus dipilih untuk
poros baling-baling dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif.
Demikian halnya untuk poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros
yang sering berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan
perlindungan terhadap korosi.
5) Bahan Poros, poros untuk mesin umumnya dibuat dari baja batang yang ditarik
dingin dan difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut dahan S-C) yang
dihasilkan dari ingot yang di-“kill” (baja yang dideoksidasikan dengan
ferrerolikondan dicor, kadar karbon terjamin).
(3) Poros dengan beban puntir dan beban lentur
Poros yang mendapat pembebanan utama berupa torsi, seperti pada poros
motor dengan sebuah kopling, tidak mendapat beban lain kecuali torsi, maka diameter
poros tersebut dapat lebih kecil. Jika diperkirakan akan terjadi pembebanan berupa
lenturan, tarikan, atau tekanan, maka kemungkinan adanya pembebanan tambahan
tersebut perlu diperhintungkan dalam faktor keamanan yang diambil.
Pada umumnya poros meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi, dan rantai. Dengan
demikian poros tersebut mendapat beban puntir dan beban lentur sehingga pada
permukaan akan terjadi tegangan geser karena momen puntir dan tegangan karena
momen lentur.
2.6.3 Sistem baling-baling kapal
Baling-baling merupakan salah satu bagian yang termasuk dalam sistem
propulsi kapal yang menghasilkan gaya dorong (penggerak) untuk mengantisipasi
tahanan yang dialami kapal dan hanya dapat bekerja atas dasar putaran mesin induk
kapal. Mesin induk kapal dengan baling-baling merupakan kesatuan sistem yang
tidak dapat terpisahkan dalam perencanaan propulsi kapal (Djatmiko et al, 1983).
24 24
Ukuran baling-baling mempunyai ukuran yang berbeda-berbeda berdasarkan
ukuran kapal dan disamping itu juga dapat ditentukan oleh pitch (P), diameter (D),
dan jumlah, tebal dan luas daun (Soenarto, 1985)
2.6.3.1 Aksis baling-baling
Periode awal perkembangan teori baling-baling ulir diterangkan berdasarkan
prinsip dari perputaran mur pada baut. Bila diputar satu kali, baut akan bergerak
maju sepanjang langkah ulirnya (Pitch). Penerapannya pada baling-baling, dengan
mengasumsikan bahwa tidak memiliki viskositas maka dalam suatu kisaran baling-
baling akan bergerak maju sejauh jarak pitch. Dalam keadaan slip nol, kapal tidaj
bergerak maju karena tidak ada dorongan yang dihasilkan oleh baling-baling
(Sumarlan, 1983). Dalam keadaan tidak bergerak, namun baling-baling tetap
berputar, maka baling-baling berada dalam keadaan slip 100% (Attwood & Pangelly,
1967). Deskripsi tentang slip diperlihatkan pada Gambar 11.
JJaarraakk mmaajjuu ssaattuu ppuuttaarraannSSlliipp
AArraahh
GGeerraakkaannPPuuttaarraann DD mmaajjuu
Pitch
Gambar 11 Diskrepsi slip dan pitch baling-baling
25 25
Menurut Djatmiko et al (1983), menyatakan bahwa mesin induk kapal
dengan baling-baling merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
perencanaan propulsi kapal. Menurut Suzuki, (1978), bahwa apabila kecepatan
sebuah kapal melebihi kecepatan yang diperlukan oleh kapal maka akan
mengakobatkan kapal tersebut tidak efisien. Hal tersebut disebabkan karena untuk
menambah daya dorong (HP) lebih dari kecepatan yang sesuai, tidak hanya
menyebabkan mesin yang digunakan terlalu besar, tetapi akan menyebabkan
konsumsi bahan bakar lebih tinggi tanpa adanya perubahan kecepatan yang berarti.
2.6.3.2 Elemen baling-baling
Baling-baling mempunyai fungsi sebagai alat mempercepat air yang melewati
bidang pinggiran baling-baling dari reaksi yang timbul akibat percepatan air tersebut
mengahsilkan daya dorong ke muka. Jadi timbul perubahan momentum dimana yang
semula diam, karena aksi baling-baling mengakibatkan terjadinya percepatan air.
Ditinjau dari teori elemen daun, propeller merupakan baling-baling angkat
(lifting vane) dimana daya angkat dan tahanan pada elemen daun berperan menambah
gaya dorong dan tenaga putar (Olson, 1965).
Prinsip kerja elemen daun baling-baling berdasarkan perbedaan tekanan pada kedua
sisi baling-baling dimana kecepatan aliran air pada bagian punggung lebih besar dari
sisi muka sehingga tekanan pada bagian punggung yang lebih tinggi, perbedaan
tekanan inilah yang menghasilkan daya angkat (Sutrisno, 1982). Tekanan pada
bagian punggung merupakan tekanan negative karena seolah-olah terjadi hisapan dan
baling-baling mendapatkan tekanan dorong dari hasil hisapan tersebut (Attwood dan
Pangelly, 1967).
26 26
Suctin Zone
Back
Trailing
edge Leading edge
Pressure zon
Face
Gambar 12 Distribusi tekanan pada elemen daun baling-baling (Attwood & Pangelly, 1967).
2.6.4 Klasifikasi baling-baling
2.6.4.1 Berdasarkan karakteristik pitch
1. Baling-baling Pitch Tetap
Picth dari baling-baling ini terpasang tetap pada bos dan tidak berubah-ubah.
Jenis baling-baling ini terbagi atas dua, yaitu picth tetap bervariasi dalam arah radial
(Harval, 1992). Menurut Djatmiko et al (1983), picth (P) adalah jarak aksial yang
dicapai setiap satu kali berputar. Pada pembebanan yang tinggi baling-baling ini
tidak dapat dimanfaatkan daya motor yang baik (Nierich dkk 1984).
2. Baling-baling Kendali Daun
Baling-baling picthnya dapat dikontrol, sehingga lanjut kisarannya dapat
dikontrol. Dengan demikian seluruh daya motor dapat dimanfaatkan secara maksimal
dalam kondisi benda yang berbeda-beda. Keuntungan lain adalah kemampuan olah
gerak yang cepat dan tanpa harus berhenti, berbalik atau merubah arah putaran dan
praktis untuk mengatasi getaran karena adanya torsi.
27 27
2.6.4.2 Berdasarkan struktur mekanik
Monoblok propeller adalah baling-baling dimana terpasang tetap pada bos
sehingga tidak dapat dipisahkan.
2.6.4.3 Baling-baling assembling
Baling-baling assembling adalah daun dan bos dapat dipisahkan. Hal ini
memberikan keuntungan karena daun dapat diganti karena rusak, namun berdampak
pada efisiensi.
2.6.4.4 Berdasarkan arah putaran
Arah rotasi adalah putaran baling-baling yang berputar dari kanana menurut
arah jarum jam yang akan memutarkan baling-baling pada rotasi maju atau
sebaliknya, jika dilihat dari buritan, jika dilihat dari buritan (Rawson,1984). Pada
kapal berbaling-baling, dikenal dengan baling-baling putaran kiri dan baling-baling
kanan, sedangkan kapal berbaling-baling dua dan putaran dalam. Menurut
(Yamamoto. 1982), bahwa baling-baling kanan berputar kekanan dan baling-baling
kiri berputar ke kiri maka pasangan baling-baling demikian disebut putaran ke kanan,
maka putarannya disebut putaran kedalam (Inward turning).
2.6.4.5 Berdasarkan jumlah daun
Berdasarkan jumlah daun, baling-baling dapat diklasifikasikan menjadi
baling-baling berdaun dua, baling-baling berdaun tiga, baling-baling berdaun empat
dan lain-lain. Pemilihan jumlah daun baling-baling yang digunakan tergantung dari
beban gaya dorong dan tingkat getaran (Olson, 1965).
2.6.4.6 Berdasarkan ukuran
Berdasarkan ukuran, baling-baling mempunyai ukuran yang berbeda-beda
sesuai dengan motor penggerak yang digunakan pada kapal dan daya motor yang
dipakai oleh motor penggerak kapal. Dilihat dari jenisnya, baling-baling mempunyai
kode tertentu, dimana kode tersebut menunjukkan ukuran dari setiapbaling-baling
28 28
yang dinyatakan dengan jumlah daun, panjang picth, dan diameter baling-baling
(Prado, 1990).
2.7 Kecepatan Kapal
Kecepatan kapal sangat diperlukan dalam operasi penangkapan ikan untuk
sebuah kapal perikanan. Kecepatan dibutuhkan dan diperhitungkan dalam melakukan
pelayaran menuju fishing ground dan kecepatan pengajaran ikan. Kecepatan juga
diperhitungkan pada saat kembali menuju pangkalan pendaratan ikan fishing port
agar ikan-ikan hasil tangkapan dapat secepatnya diproses sehingga kesegaran ikan
masih sangat baik.
Menurut Trianto (1985) pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efisiensi
eksploitasi kapal perikanan, mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil
kerja sesuai dengan tenaga dan kecepatan yang diinginkan. Untuk itu dalam
pemilihan mesin haruslah disesuaikan dengan kapal yang kita miliki.
Ayodhyoa (1972), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menentukan
kecepatan kapal adalah faktor-faktor dimensi utama, displacement, bentuk badan
kapal yang berada dalam air, trim, dan mesin penggerak. Dimensi utama kapal,
semakin besar ukuran nilai panjang kapal (L), dengan besaran nilai lebar (B) tetap,
maka kecepatan akan bertambah baik. Secara tidak langsung dimensi kapal sangat
mempengaruhi kecepata kapal seperti panjang kapal (Length, L), lebar (Lebar, B),
serta dalam kapal (Depth,D). Menurut Fyson (1985), mengemukankan bahwa
dimensi rasio kapal seperti L/B, L/D, B/D, L/B, sangatlah berpengaruh terhadap
kecepatan maju kapal, menurunnya nilai perbandingan L dan B (L/B) sehingga
menyebabkan menurunnya kecepatan kapal.
Novita dan Iskandar (2008), mengemukakan bahwa tahanan gerak merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan kapal yang dihasilkan oleh
kasko kapal pada saat terjadinya interaksi an atara alairan air dengan kasko kapal.
Semakin besarnya tahanan gerak yang dihasilkan, sehingga tenaga yang yang
dibutuhkan semakin besar yang dibutuhkan pada kapal untuk melaju di laut.
Kecepatan yang dibutuhkan tiap kapal berbeda-beda tergantung dari alat tangkap
29 29
yang dioperasikan, selain itu juga dipengaruhi oleh ukuran panjang, lebar dan dalam,
coefisien of fineness, displecement, trim, bentuk kapal dibawah air dan kekuatan
mesin.
Kecepatan ekonomis kapal akan berpengaruh jika perbandingan antara
kecepatan kapal (V/L, V: kecepatan kapal dalam knots dan L: panjang kapal dalam
meter) mendekati 1,0 untuk kapal-kapal cepat perbandingannya lebih dari 1,2 dan
untuk kapal-kapal lambat nilai ini kurang dari 0,8 (Nomura dan Yamazaki, 1977).
Selain itu Munro dan Smith (1975), mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang
mempengaruhi efisiensi propulsi dan kecepatan kapal anatara lain letak mesin,
konstruksi kasko serta efesiensi baling-baling.
Fyson (1995) menyatakan tahanan kapal pada kecepatan yang diberikan
merupakan daya yang dikehendaki untuk melaju pada perairan tenang, diasumsikan
bahwa tidak terdapat gangguan pada mesin penggerak kapal. Bila kapal mengalami
penambahan beban, disebut tahanan badan kapal pada saat kapal kosong. Daya yang
dibutuhkan untuk mengatasi tahanan tersebut effective horse power (EHP), dalam
penentuan HP dikenal beberapa istilah, yaitu :
1) Indicated horse power (IHP), tenaga yang dihasilkan untuk menggerakkan torak;
2) Break horse power (BHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan roda gila;
3) Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan poros
baling-baling; dan
4) Effective horse power (EHP), tenaga efektif yang digunakan untuk
menggerakakan kapal.
2.8 Sudut jatuh poros
Sudut jatuh poros dapat mempengaruhi kecepatan kapal. Menurut Firnasari
(2004), mengemukakan bahwa untuk mengetahui berapa besarnya sudut jatuh poros
yang masuk kedalam air dengan menggunakan alat ukur (waterpass) pada satu sudut
yang sejajar dengan permukaan air yang berdekatan dengan panjang poros sehingga
sudut yang terbentuk dapat terlihat dibusur. Untuk mengetahui berapa besarnya sudut
30 30
jatuh masing-masing poros baling-baling yang digunakan pada kapal jukung maka
dapat diukur dengan alat ukur waterpass.
Jarak baling-baling dari permukaan air dapat mempengaruhi besaran sudut
jatuh yang terjadi. Finarsari (2004) mengemukakan bahwa besaran sudut jatuh
merupakan variabel bebas dan jarak baling-baling dari permukaan air merupakan
variabel tidak bebas.
31
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan
mulai bulan Juli sampai dengan
Maluku Tenggara.
Penetapan Ur P
terdapat sumber daya perikanan laut yang melimpah, 2) Alat tangkap yang digunakan
oleh nelayan masih sederhana, 3) dalam pengoperasian
memperhatikan ukuran baling
Masyarakat Ur
dimana hasil tangkapan yang diperoleh menjadi komsumsi keluarga dan hasil
tangkapan yang diperoleh adalah jenis
parang-parang, ekor kuning dan mata besar. Adapun peta lokasi penelitian disajikan
pada (Gambar 13)
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
direncanakan akan dilakukan selama tiga bulan (
sampai dengan September 2010 di perairan Ur Pulau Kabupaten
Pulau sebagai lokasi penelitian adalah 1) di desa tersebut
terdapat sumber daya perikanan laut yang melimpah, 2) Alat tangkap yang digunakan
oleh nelayan masih sederhana, 3) dalam pengoperasian kapal jukung nelayan belum
memperhatikan ukuran baling-baling yang sesuai dengan daya mesin.
r Pulau umumnya berprofesi sebagai nelayan tradisional,
dimana hasil tangkapan yang diperoleh menjadi komsumsi keluarga dan hasil
oleh adalah jenis-jenis ikan demersal seperti kakap, kerapu,
parang, ekor kuning dan mata besar. Adapun peta lokasi penelitian disajikan
Gambar 13 Peta lokasi penelitian
31
bulan (3) bulan yaitu
di perairan Ur Pulau Kabupaten
sebagai lokasi penelitian adalah 1) di desa tersebut
terdapat sumber daya perikanan laut yang melimpah, 2) Alat tangkap yang digunakan
nelayan belum
umumnya berprofesi sebagai nelayan tradisional,
dimana hasil tangkapan yang diperoleh menjadi komsumsi keluarga dan hasil
jenis ikan demersal seperti kakap, kerapu,
parang, ekor kuning dan mata besar. Adapun peta lokasi penelitian disajikan
32 32
3.2 Objek dan Peralatan Penelitian
3.2.1 Objek penelitian
Objek di dalam penelitian ini adalah :
1) Kapal jukung dengan menggunakan semang yang di lengkapi dengan :
(1) Motor penggerak merek Honda type GX 160 dengan daya mesin
masing-masing 5,5 HP dan 6,5 HP
(2) Baling-baling berdaun dua dengan ukuran/nomor 5-6, 6,5, dan 5
(3) Poros baling-baling dengan panjang poros 2,20 m dan 2,60 m yang di
gunakan pada kapal yang menggunakan semang dan kapal yang tidak
menggunakan semang.
Tabel 3 Spesifikasi teknis kapal sedap malam (kapal yang menggunakan semang)
No. Keterangan
1. Nama Sedap Malam2. Tahun Pembuatan 2009 3. Bahan Kayu Kayu Ketapa (terminalia catapa)4. LOA 10,05 meter 5. LPP 0,95 meter6. Lebar (B) 0,97 meter7. Lebar pada garis air (BWL) 0,87 meter8. Dalam (D) 0,56 meter9. Draf (d) 0,25 meter10. Merk Honda GX 16011. Tenaga penggerak 5,5 HP dan 6,5 HP
Baling-baling berdaun dua12. Panjang poros baling-baling 2,60 m dan 2,20 m
Diameter poros baling-baling 0,15 m; 0,16 m; 0,17 m14 Putaran mesin 1800 rpm
33 33
Gambar 14 Kapal yang menggunakan (katir) semang
2) Kapal jukung yang tidak menggunakan semang yang di lengkapi dengan :
a) Motor penggerak merek Honda type GX 160 dengan daya mesin
masing-masing 5,5 HP dan 6,5 HP
b) Baling-baling berdaun dua dengan ukuran/nomor 5-6, 6,5, dan 5
c) Poros baling-baling dengan panjang poros 2,20 m dan 2,60 m yang di
gunakan pada kapal yang menggunakan semang dan kapal yang tidak
menggunakan semang
Tabel 4 Spesifikasi teknis kapal bukit sion (kapal jukung tanpa menggunakan semang)
No. Keterangan
1. Nama Bukit Sion2. Tahun Pembuatan 2009 3. Bahan Kayu Kayu Pulai (alstonia sp)4. LOA 10 meter 5. LPP 0,92 meter6. Lebar (B) 0,94 meter7. Lebar pada garis air (BWL) 0,84 meter8. Dalam (D) 0,54 meter9. Draf (d) 0,23 meter10. Merk Honda GX 16011. Tenaga penggerak 5,5 HP dan 6,5 HP
Baling-baling berdaun dua12. Panjang poros baling-baling 2,60 m dan 2,20 m
Diameter poros baling-baling 0,15 m; 0,16 m; 0,17 m14 Putaran mesin 1800 rpm
34 34
Gambar 15 Kapal jukung tanpa menggunakan semang
Tabel 5 Ukuran baling-baling berdaun dua
No Baling-baling Luas baling- Picth DiameterUrut baling(Cm2) (Cm2)1 5-6 70,75 30 ° 15,52 6,5 88,25 33 ° 16,23 5 90,19 35 ° 17,5
3.2.2 Peralatan penelitian
Peralatan yang di gunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini
adalah pal sebagai tanda jarak, stopwatch, meter gulung, jangka sorong, waterpass,
alat tulis menulis, untuk pengolahan data digunakan satu unit komputer, perangkat
lunak program microsoft office excel untuk menyelesaikan perhitungan matematis
serta tampilan-tampilan grafik, minitab untuk pengelolaan data statistik.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi lapang
eksperimental yaitu salah bentuk dasar penelitian yang dilakukan dengan merubah
suatu keadaan untuk melihat suatu kejadian yang timbul dari akibat dari perubahan
tersebut (Arikunto 1991). Perubahan yang akan dilakukan adalah pergantian
ukuran/nomor baling-baling pada setiap daya mesin yang akan diuji cobakan
sehingga terlihat perubahan kecepatan. Penelitian ini dilakukan dengan cara
mempelajari suatu kasus tertentu dan objek tebatas (Mantjoro dkk. 1989), serta
35 35
pengukuran ukuran pokok kapal. Pengukuran kecepatan kapal untuk berbagai
ukuran/nomor baling-baling (5-6, 6,5,dan 5), daya mesin, poros baling-baling di Ur
Pulau Kabupaten Maluku Tenggara dengan cara :
1) Pengambilan data primer dan sekunder
2) Menentukan dua titik didarat yaitu titik A dan titik B, sebagai titk
pengamatan yang jaraknya 100 m, dimana pada masing-masing titik
dipasang sejajar mengarah ke laut.
3) Kapal yang diukur kecepatannya mulai berjalan jauh sebelum melewti titik
A, pengamat yang berada pada titik tersebut akan memberikan tanda pada
pengamat yang berada pada titik B dan pengamat yang berada diatas kapal.
4) Pengukuran secara menyeluruh kapal untuk mendapatkan data demensi
utama kapal.
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang akan dikumpulkan adalah
1) Dimensi utama kapal, efesiensi baling-baling yang merupakan perbandingan
antara daya yang dihasilkan oleh baling-baling untuk menggerakan kapal dan
daya yang disalurkan ke baling-baling (variable terkait).
2) Pitch adalah jarak maju (aksial) sebenarrnya yang ditempuh oleh baling-baling
bila berputar sebanyak satu putaran(variable bebas).
3) Daya mesin yang mempunyai kemampuan untuk membawa atau menggerakan
kapal jukung dan daya yang disalurkan ke baling-baling, kondisi kapal setelah
penambahan sejumlah beban tertentu.
4) Kemiringan katinting disesuaikan dengan kondisi dilapangan/kemiringan yang
selalu dipakai oleh nelayan.
5) Sudut jatuh poros
Untuk mengetahui berapa besarnya sudut jatuh poros yang masuk kedalam air
dengan menggunakan alat ukur waterpass pada satu sudut yang sejajar dengan
permukaan air yang berdekatan dengan panjang poros sehingga sudut yang
terbentuk dapat terlihat dibusur (Gambar 16).
36 36
Panjang poros yang tidak terendam Sudut Jatuh Poros Busur Mesin
Baling-baling Waterpass
θ Tinggi Poros
Poros Fondasi mesin Baling-baling
Gambar 16 Sudut jatuh poros baling-baling
7) Panjang poros seluruh
Pengukuran panjang poros dilakukan berawal dari flens mesin dengan poros
sampai pada batas pertemuan poros dengan baling-baling (Gambar 17).
Panjang poros baling-baling
Baling-baling Diameter poros Mesin
Sirip
Gambar 17 Panjang poros baling-baling
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara wawancara dan pengamatan serta melakukan
eksperimental. Eksperimental dilakukan pada 2 unit kapal jukung dengan
menggunakan semang dan tanpa semang dari 154 buah kapal yang beroperasi di
perairan Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara. Data primer yang diambil adalah
dimensi utama kapal, pengukuran kecepatan kapal pada beberapa ukuran baling-
baling dengan menghitung waktu yang dibutuhkan kapal untuk menempuh jarak 100
37 37
meter, panjang poros baling-baling, dan sudut jatuh poros baling-baling. Adapun
langkah-langkahnya sebagai seberikut :
1) Pengambilan data primer dan sekunder
2) Menentukan dua titik didarat yaitu titik A dan titik B, sebagai titik pengamatan
yang jaraknya 100 m, di mana pada masing-masing titik dipasang sejajar
mengarah kelaut.
3) Pengambilan data kecepatan kapal dengan perlakuan ukuran baling-baling dari
nomor 5-6, 6,5, 5 pada saat pengoperasian menggunakan dua daya mesin dengan
jumlah baling-baling yang digunakan adalah dua buah, sedangkan pada saat
menggunakan satu mesin, jumlah baling –baling yang digunakan adalah satu buah
untuk berbagai jenis ukuran baling-baling, dua jenis ukuran panjang poros baling-
baling, sudut jatuh jatuh poros baling-baling.
4) Pengambilan data dimensi utama kapal yaitu untuk :
Mengukur dimensi utama kapal jukung meliputi panjang (LOA) adalah jarak
secara horisontal dari ujung buritan sampai ke ujung haluan kapal yang
merupakan panjang keseluruhan dan (LWL), adalah jarak yang dihitung dari Fore
perpediculer (Fp) sampai After perpendicular (Ap) pada water line lebar (B)
karena panjang yang digunakan adalah LWL, maka lebar adalah breadth moulded
yang diukur spada bagian tengah kapal terlebar dan terhitung pada kulit luar kapal
dan lebar (D).
Data sekunder diperoleh melalui pendekatan dengan Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Maluku Tenggara serta untuk melengkapi hasil penelitian
dan penulisan tesis ini dilakukan studi literatur.
3.3.3 Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan untuk dapat mengidentifikasikan karekteristik
dimensi kapal jukung, dimensi ukuran baling-baling, daya mesin terhadap kecepatan
kapal jukung di Ur Pulau, selanjutnya diolah dengan landasan perhitungan dan
kemudian dikelompokkan serta dideskripsikan melalui tabulasi dan grafik. Hasil
pengolahan data kemudian dianalisis dengan SPSS 16 untuk membandingkan
38 38
ukuran/nomor baling-baling, panjang poros, serta daya mesin untuk memperoleh
kecepatan kapal jukung sebagai berikut :
Tabel 6 Rancangan percobaan kecepatan kapal jukung
Perlakuan Kecepatan knot Poros 1 Poros 2 Baling1 Baling2 Baling3 Baling1 Baling2 Baling3
Semang Daya 1 A111 --- --- --- --- --- Daya 2 --- --- --- --- --- --- Daya 3 --- --- --- --- --- ---
Tanpa Daya 1 --- --- --- --- --- --- semang Daya 2 --- --- --- --- --- --- Daya 3 --- --- --- --- --- Anjkl
Keterangan:
A= kecepatan kapal
n = 1 – 2, dimana n1 = perahu dengan semang dan n2 = perahu tanpa semang
j = 1 – 3, dimana j1 = daya mesin 5,5, HP; j2 = daya mesin 6,5 HP dan j3 = daya mesin 5,5 + 6,5 HP
k = 1 – 2, dimana k1 = poros panjang dan k2 = poros pendek
l = 1 – 3, dimana l1 = baling-baling no 5-6; l2 = baling-baling no 6,5 dan l3 = baling-baling no 5
3.3.3.1 Kecepatan Kapal
Menghitung kecepatan kapal dengan menggunakan rumus (Halliday 1985)
sebagai berikut :
V = m / det ……………………… ( 1 )
Keterangan : V = Kecepatan (m/s)
S = Jarak (m) t = Waktu (s)
Data kecepatan kapal dalam m/s akan dikonversikan menjadi knot, setelah itu
data kecepatan kapal yang diperoleh maka dapat dibuat grafik dari kecepatan kapal.
39 39
3.3.3.2 Poros Dengan Moemen Puntir dan Lentur
Poros umumnya berfungsi sebagai penerus daya melalui sabuk, roda gigi dan
rantai. Dengan demikian maka poros tersebut akan memdapatkan beban puntir dan
lentur sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser τ(=T/Zp) karena
momen puntir T dan tegangan σ(=M/Z) karena momen lentur. Beban yang bekerja
pada poros umumnya adalah beban berulangan. Apabila poros tersebut memiliki roda
gigi agar dapat meneruskan daya besar maka kejutan akan terjadi pada saat poros
mulai atau sedang berputar. Dengan mengingat macam beban, sifat beban dan
lainnya, maka ASME menganjurkan suatu rumus untuk dapat mennghitung diameter
poros secara sederhana dimana sudah dimasukkan pengaruh kelelahan karena beban
berulang. Dengan demikian berlaku persamaan (Sularso, 1983) :
1) Daya rencana Pd (HP)
Pd = fc . P ( kG.mm) …………………… ( 2 )
Dimana :
fc = factor koreksiP = daya yang ditransmisikan
2) Momen Puntir (momen rencana)
T = 9,74 x 104 (kG.mm) ………………… ( 3 )
Dimana :
n = putaran poros ( rpm )Pd = daya rencana (kg.mm)
3) Momen lentur (kG.mm)
M = ( ) + ( ) (kG. mm) ……………………….. ( 4 )
40 40
Dimana : ds = diameter poros ( mm ) = panjang poros ( m)
3.4 Metode Analisa Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
yaitu salah bentuk dasar penelitian yang dilakukan dengan merubah suatu keadaan
untuk melihat suatu kejadian yang timbul dari akibat dari perubahan tersebut
(Arikunto 1991). Perubahan yang akan dilakukan adalah pergantian ukuran/nomor
baling-baling pada setiap daya mesin yang akan diuji cobakan sehingga terlihat
perubahan kecepatan. Penelitian ini menggunakan dasar studi kasus dimana
penelitian dilakukan dengan cara mempelajari suatu kasus tertentu dan objek tebatas
(Mantjoro dkk. 1989).
Untuk menganalisis kecepatan kapal jukung dengan menggunakan
ukuran/nomor baling-baling, ukuran poros baling-baling yang berbeda dan daya
mesin di lapang maka dapat dihitung berdasarkan pendekatan teori. Untuk
membandingkan perbedaan antara ukuran baling-baling (5-6, 6,5 dan 5) serta daya
mesin (5,5 HP, 6,5 HP dan kombinasi 5,5 HP dan 6,5 HP), ukuran poros digunakan
two way anova (anova dua arah) terhadap kapal yang menggunakan katir (semang)
dan kapal yang tidak menggunakan semang menurut Sokal dan Rohif (1995).
41 41
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Kapal Jukung
4.1.1 Spesifikasi Teknis
Kapal Jukung merupakan kapal yang dibangun dari satu potong kayu yang
utuh. Kayu tersebut dibangun ruang dengan cara mengetam di bagian tengah kayu
tersebut dengan arah memanjang. Dalam pembuatan kapal jukung memerlukan
banyak bahan baku karena alat transportasi air ini terbuat dari satu pohon kayu yang
mana masyarakat Ur Pulau umumnya menggunakan kayu katapa (Terminalia
catapa) dan kayu pulai (Alstonia sp) sebagai bahan pembuatan kapal jukung.
Semang adalah nama lokal yang umumnya digunakan oleh nelaya Ur Pulau dan
nelayan di daerah Maluku secara keseluruhan pada kapal. Sehingga pada prinsipnya
semang mempunyai fungsi sebagai alat penimbang kapal agar kapal tidak dengan
mudah terbalik pada saat operasi penangkapan dan juga dalam melakukan kegiatan
lainnya di laut.
Kapal jukung yang menggunakan (katir) semang dengan maksud untuk
menjaga stabilitas dari kapal tersebut sehingga kapal tidak oleng ke kiri dan ke kanan
atau sehingga kapal tidak dengan mudah terbalik pada saat proses penangkapan.
Pada mulanya kapal jukung yang digunakan saat itu masih menggunakan tenaga
dayung (tenaga manusia) atau dengan menggunakan layar sebagai tenaga penggerak
kapal, dimana saat itu daerah penangkapan masih berada di daerah pesisir. Dengan
terjadinya pencemaran di laut akibat dari perkembangan teknologi sehingga saat ini
nelayan setempat melakukan penangkapan sudah lebih jauh dari daerah pesisir.
Kapal semang yaitu dimana semangnya dipasang pada sisi kiri dan kanan
kapal. Konstruksi semang terdiri dari dua batang kayu semang. Sebagaimana
umumnya kapal-kapal tradisional lainnya, pembangunan kapal semang dilakukan
berdasarkan pengalaman secara turun-temurun tanpa menggunakan gambar rencana
ataupun berdasarkan perhitungan teknis yang selayaknya dalam pembangunan kapal
42 42
secara modern.
Pembanguanan sebuah kapal jukung yang menggunakan semang
membutuhkan waktu pembuatan yang berkisar antara dua minggu sampai satu bulan
dengan biaya pembuatan yang berkisar antara Rp 400.000,00 sampai dengan Rp
750.000,00, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan Ur Pulau bahwa harga
biaya tersebut masih dapat terjangkau.
Kapal yang diteliti beroperasi operasi di perairan Ur Pulau Maluku
Tenggara. Dalam melakukan operasi penangkapan umunnya diawaki oleh satu
sampai lima orang nelayan dengan membawa alat penangkapan satu lebih. Alat
penangkapan tangkap yang dioperasikan bervariasi, pada umumnya jaring gill net
atau jaring insang. Selain itu juga menggunakan alat tangkap panjing ulur dan alat
pancing tunda. Hasil tangkapan yang diperoleh terdiri dari ikan demersal dan pelagis
yang disimpan tanpa menggunakan bahan pendingin.
Selain alat tangkap, setiap kapal harus memilki perlengkapan kapal yaitu
dua sampai tiga dayung, jangkar, ember, dan kerancang ikan. Kapal jukung yang
menggunakan semang dengan menggunakan motor poros panjang harus dilengkapi
dengan sebuah jerigen yang berkapasitas 5 liter bahan bakar minyak.
Kapal jukung yang tidak menggunakan (katir) semang stabilitas dari kapal
tersebut tidak terjaga sehingga kapal dengan mudah oleng ke kiri dan ke kanan atau
sehingga dengan mudah kapal terbalik pada saat proses penangkapan. Pada mulanya
kapal jukung yang digunakan saat itu masih menggunakan tenaga dayung (tenaga
manusia) atau dengan menggunakan layar sebagai tenaga penggerak kapal, dimana
saat itu daerah penangkapan masih berada di daerah pesisir. Dengan terjadinya
pencemaran di laut akibat dari perkembangan teknologi sehingga saat ini nelayan
setempat melakukan penangkapan sudah lebih jauh dari daerah pesisir.
Kapal jukung yang tidak menggunakan semang yaitu dimana tidak memasang
alat penimbang yang dipasang pada sisi kiri dan kanan kapal. Sebagaimana umumnya
kapal-kapal tradisional lainnya, pembangunan kapal yang tidak menggunakan semang
dilakukan berdasarkan pengalaman secara turun-temurun tanpa menggunakan gambar
43 43
rencana ataupun berdasarkan perhitungan teknis yang selayaknya dalam pembangunan
kapal secara modern.
Pembanguanan sebuah kapal jukung yang tidak menggunakan semang
membutuhkan waktu pembuatan yang berkisar antara dua minggu sampai satu bulan
dengan biaya pembuatan yang berkisar antara Rp 400.000,00 sampai dengan Rp
750.000,00, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan Ur Pulau bahwa harga
biaya tersebut masih dapat terjangkau.
Kapal yang diteliti beroperasi di perairan Ur Pulau Maluku Tenggara. Dalam
melakukan operasi penangkapan umunnya diawaki oleh satu sampai lima orang
nelayan dengan membawa alat penangkapan satu lebih. Alat penangkapan tangkap
yang dioperasikan bervariasi, pada umumnya jaring gill net atau jaring insang. Selain
itu juga menggunakan alat tangkap panjing ulur dan alat pancing tunda. Hasil
tangkapan yang diperoleh terdiri dari ikan demersal dan pelagis yang disimpan tanpa
menggunakan bahan pendingin.
Selain alat tangkap, setiap kapal harus memilki perlengkapan kapal yaitu dua sampai
tiga dayung, jangkar, ember, dan kerancang ikan. Kapal jukung yang tidak
menggunakan semang dengan motor poros panjang harus dilengkapi dengan sebuah
jerigen yang berkapasitas 5 liter bahan bakar minyak.
4.1.2 Dimensi Utama Kapal
Keterbatasan dalam membangun kapal menyebabkan proses pembuatan kapal
tanpa memperhatikan prinsip-prinsp arsitek perkapalan. Pengrajian kapal tradisional
merupakan pengetahuan turun-temurun dan merupakan warisan dari para terdahulu,
walaupun demikian yang dibangun pada galangan tradisional namun nelayan lebih
memilih untuk memiliki armada penangkapan dengan harga yang mudah dijangkau.
Rasio dimensi utama kapal merupakan parameter sederhana untuk
menentukan ukuran kapal. Nilai dari dimensi utama kapal merupakan pendekatan
sederhana dan mudah untuk dapat menentukan ukuran kapal.
Karakteristik kapal termasuk kapal perikanan dapat dilihat berdasarkan nilai
rasio dimensi utama kapal. Rasio utama kapal yaitu Lpp/B, Lpp/D dan B/D. Kapal
44
yang digunakan terdiri dari dua buah kapal tipe
oleh masyarakat nelayan
menggunakan semang dan tanpa semang. Semang adalah merupakan kayu
penimbang dimana konstruksin
sejajar pada sisi kanan dan kiri kapal.
terdiri dari dua buah kapal tipe jukung atau yang umumnya di kenal
oleh masyarakat nelayan Maluku dan Ur Pulau khususnya yang mana kapal tersebut
semang dan tanpa semang. Semang adalah merupakan kayu
penimbang dimana konstruksinya dibuat secara melintang pada badan kapal
pada sisi kanan dan kiri kapal.
Gambar 18 Pengukuran panjang kapal
Gambar 19 Pengukuran lebar kapal
Gambar 20 Pengukuran tinggi kapal
44
yang umumnya di kenal
mana kapal tersebut
semang dan tanpa semang. Semang adalah merupakan kayu
a melintang pada badan kapal dan
45 45
Tabel 7 Ukuran utama kapal tipe jukung yang menggunakan semang
No LOA B D L/B L/D B/D (m) (m) (m) 10,20 0,97 0,56 10,51 18,21 1,73
Tabel 8 Ukuran utama kapal tipe jukung yang menggunakan semang
No LOA B D L/B L/D B/D (m) (m) (m) 10 0,78 0,60 12,82 16,66 1, 3
Hasil pengukuran lapang pada kapal jukung yang dipergunakan di Ur Pulau,
dimana nilai perbandingan tersebut diatas dapat diambil beberapa hal antara lain: nilai
L/B pada kapal yang menggunakan semang 10,51 m dan kapal tanpa menggunakan
semang 12,82 besar menunjukkan bahwa perahu/kapal tersebut ramping dan
berpengaruh terhadap kekuatan memanjang, untuk nilai L/D untuk kapal yang
menggunakan semang 18,21 m dan kapal tanpa menggunakan semang 16,66 m,
apabila semkin besar berpengaruh tinggi stabilitas kapal, nilai B/D pada kapal yang
menggunakan semang 1,73 m dan kapal tanpa menggunakan semang 1,3 m,
berpengaruh pada tinggi metacenter. Panjang semang dari kapal yang menggunakan
semang adalah 4,17 m, dan diameter semang adalah 12 cm.
4.2 Koefisien Bentuk Kapal
Koefisien bentuk kapal adalah koefisien yang menggambarkan keadaan dari
bentuk tubuh kapal. Nilai dari bentuk kapal khususnya koefisien blok yang
digunakan adalah nilainya 0,55 (Nomura & Yamazaki 1977).
4.3 Mesin Kapal Jukung
Mesin merupakan motor penggerak kapal/perahu penangkap ikan mempunyai
peran penting untuk operasi penangkapan ikan , dimana mesin dapat merubah tenaga
panas dalam bentuk tenaga mekanis. Berdasarkan prisip kerjanya maka mesin yang
digunakan pada kapal jukung adalah termasuk mesinr 4 langkah. Dimana bagian-
46 46
bagian pokok dari mesin ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bagian
yang bergerak dan bagian tidak bergerak, yang termasuk bagian yang bergerak adalah
poros engkol, torak (pena torak, batang torak, cicin torak), roda gila, regulator, katup,
bagian yang tidak bergerak yaitu kotak engkol, blok silinder, tutup silinder, saringan
udara, saluran gas buang, tempat bahan bakar. Silinder merupakan ruang proses
pembakaran serta tempat bertumpu katup, blok selinder merupakan tempat dudukan
torak yang merupakan tempat proses perubahan tenaga panas hasil pembakaran yang
menghasilkan tenaga mekanik dimana proses turun-naiknya torak pada silinder.
Daya 6,5 HP Daya 5,5 HP
Gambar Gambar 21 Mesin kapal jukung 5,5 HP dan 6,5 HP
Torak merupakan pusat pergerakkan motor dilengkapi dengan pena torak,
batang torak, cicin torak yang mempunyai fungsi sebagai penahan kompresi
rembesan tenaga hasil pembakaran, mencegah masuknya minyak pelumas kedalam
ruang pembakaran, serta berfungsi untuk melumasi dinding luar selinder dengan
minyak pelumas sebagai bahan pendingin didalam ruang selinder. Pena torak dan
cincin torak bergerak berdasarkan turun-naiknya torak.
Batang torak merupakan penghubung antara poros engkol dan torak. Fungsi
poros engkol yaitu merubah gerak lurus torak menjadi gerak putar. Roda gigi atau
roda gaya berada diujung poros engkol yang berada dalam rumah gigi (gear box)
47 47
yang mempunyai fungsi menstabilkan momen putar yang dihasilkan oleh poros
engkol sehingga menstabilkan kecepatan.
Poros penghubung merupakan penghubung antara poros engkol dan baling-
baling. menurut Sularso (1983) bahan poros yang dipakai untuk putaran tinggi
dengan beban berat umumnya terbuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang
sangat tahan terhadap keausan. Yang diantaranya adalah baja khrom nikel (JIS G
4102). Baling-baling dipasang pada poros baling-baling kapal dimana poros engkol)
dan mesin induk dapat terlihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Posisi mesin induk, poros baling-baling, baling-baling
Sesuai hasil pengamatan lapang nelayan Ur Pulau dalam melakukan operasi
penangkapan ikan umumnya menggunakan tenaga penggrak kapal yaitu dengan
motor tempel. Ada dua jenis motor yang digunakan yaitu jenis marine engine dan
motor panjang. Motor tempel dengan poros panjang mengalami penambahan
komponen yang telah di modifikasikan dengan penambahan poros panjang yang
mana menghubungkan mesin dan baling-baling.
Daya mesin yang digunakan pada motor poros panjang ini yaitu 5,5 HP dan
6,5 HP. Untuk jenis marine engine adalah merupakan jenis motor yang
dirancangkhusus dilaut. Jenis mesin ini umumnya disebut dengan motor tempel,
48 48
dimana daya mesin yang digunakan oleh nelayan berkisar antara 15 HP sampai
dengan 40 HP.
Pada prinsipnya mesin merek Honda dengan tipe GX 160 yang di gunakan
pada kapal jukung yang menggunakan semang dan kapal jukung yang tidak
menggunakan semang oleh nelayan Ur Pulau bukan merupakan mesin yang di
rancang khusus untuk digunakan di laut, namun mesin ini adalah merupakan mesin
serbaguna yang pada umumnya digunakan sebagai mesin pembangkit tenaga listrik,
mesin-mesin pertanian, mesin compressor, dan mesin parut buah kelapa. Mesin
Honda dengan tipe GX 160 apabila dipergunakan di laut maka harus menggunakan
suatu poros yang panjang agar dapat menghubungkan mesin utama dengan baling-
baling dimana mesin berada jauh dari permukaaan air laut. Kedudukan motor tempel
poros panjang baling-baling ditempatkan pada sisi kiri atau sisi kanan lambung kapal
pada bagian belakang kapal (buritan), sebagaiman terlihat pada gambar
4.4 Diskripsi Baling-baling
Ukuran baling-baling dibatasi oleh besarnya kapal, disamping itu juga dapat
ditentukan oleh pitch (P), diameter (D), dan jumlah, tebal dan luas daun (Soenarto,
1985). Menurut Suochotte (1975), menyatakan bahwa besarnya ukuran pitch akan
berpengaruh terhadap kecepatan kapal, semakin besar pitch semakin cepat kapal
bergerak maju, pitch dan kecepatan dapat dikendalikan.
5-6 6,5 5
Gambar 23 Baling-baling yang digunakan pada saat eksperimen
49 49
Baling-baling assembly adalah tipe baling-baling yang digunakan pada
penelitian ini dimana tipe dari baling-baling ini adalah berdaun dua. Hal ini
memberikan keuntungan karena daun baling-baling dapat diganti apabila terjadi
kerusakan. Baling-baling assembly yang berdaun dua dengan ukuran/nomor 5-6, 6,5,
dan 5 yang digunakan dalam penelitian memiliki luasan daun baling-baling dimana
daun baling-baling ukuran/nomor 5-6 dengan luasnya baling-baling 70,75 cm2 yang
berdiameter 15,5 cm dengan sudut puntir 300, baling-baling ukuran/nomor 6,5
dengan luasnya baling-baling adalah 88,25 cm2 yang berdiameter 16,2 cm dengan
sudut puntir 330, untuk baling-baling ukuran/nomor 5 dengan luasnya daun baling-
baling 90,19 cm2, yang berdiameter 17,5 cm dengan pitch 350.
Dari masing-masing ukuran/nomor baling-baling miliki rpm yang tinggi pada
saat pengoperasian berlangsung yang digunakan oleh kapal yang berbeda dan pada
penggunaan ukuran poros baling-baling pada setiap eksperiment. Baling-baling
berukuran 5-6 pada kapal yang menggunakan semang dengan poros baling-baling
yang panjang memilki daya putar sebesar 500 rpm, baling-baling berukuran 6,5
memerlukan daya putar sebesar 450 rpm serta untuk baling-baling yang
berukuran/bernomor 5 memerlukan daya putar sebesar 430 rpm untuk memutarkan
baling-baling untuk kapal yang menggunakan semang. Pada kapal yang tidak
menggunakan semang baling-baling berukuran 5-6 pada kapal semang dengan
menggunakan poros baling-baling panjang memilki daya putar sebesar 355 rpm,
baling-baling berukuran 6,5 memerlukan daya putar sebesar 315 rpm serta untuk
baling-baling yang berukuran/bernomor 5 memerlukan daya putar sebesar 275 rpm
untuk memutarkan baling-baling untuk kapal yang tidak menggunakan semang.
Dari hasil penelitan menunjukkan bahwa jenis dan tipe baling-baling ini
sangat cocok digunakan oleh nelayan Ur Pulau, karena jenis dan tipe ini harganya
relatif murah dan mudah diperoleh dipasaran oleh nelayan setempat.
Menurut Djatmiko (1983), mengemukakan bahwa gaya dorong pada arah
jalannya kapal sebenarnya dihasilkan oleh gaya angkat yang bekerja pada daun
baling-baling saat bergerak di air akibat berputarnya daun baling-baling, secara
singkat dapat dikatakan bahwa baling-baling dikonstruksi sebagai sekrup pendorong
50 50
dan sehubungan bentuk badan kapal, alat tersebut dipasang serendah mungkin pada
buritan kapal.
4.5 Kecepatan Kapal
Kecepatan kapal dibutuhkan dalam kegiatan pengoperasian yakni dalam
melalukan pengejaran terhadap gerombolan ikan dan juga pada saat kembali dengan
membawa hasil tangkapan agar hasil tangkapan selalu tetap berada dalam kondisi
segar (kecepatan waktu), waktu penangkapan dan waktu penanganan.
Setiap benda yang bergerak dan melakukan kerja berarti benda tersebut
memiliki tenaga atau daya, daya yang dimiliki oleh suatu kapal untuk dengan
kecepatan tertentu berasal dari mesin utama yang digunakan oleh kapal tersebut.
Kecepatan kapal terhadap daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal
yang menggunakan semang dan tanpa semang dengan ukuran poros baling-baling dan
baling-baling yang berbeda, sehingga kapal memperoleh kecepatan dengan rata-rata
total yang sesuai dengan berbagai perlakuan terlihat dalam Tabel 7, yang merupakan
hasil eksperiment dari kapal jukung dengan kecepatan rata-rata kapal terhadap daya
mesin, ukuran/nomor baling-baling dan ukuran poros baling-baling yang berbeda
pada kapal yang menggunakan semang dan tanpa semang.
Tabel 9 Kecepatan rata-rata untuk daya mesin dan ukuran baling-baling pada kapal yang menggunakan semang dengan ukuran/nomor poros baling-baling panjang dan pendek.
Kecepatan rata-rata (knot) DayaMesin Ukuran/nomor baling-baling (HP) Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5
5,5 4,77 5,04 4,57Poros Panjang 6,5 5,05 5,30 4,88 5,5+6,5 5,79 6,20 5,77
5,5 4,96 5,22 5,11Poros Pendek 6,5 5,20 5,23 4,88 5,5+6,5 5,99 6,54 6,43
51 51
Hasil perhitungan berdasarkan persamaan 1 untuk kecepatan pada daya mesin
5,5 HP, 6,5 HP dan 5,5 HP dan 6,5 HP pada kapal jukung yang menggunakan
semang dan yang tidak menggunaka semang, dan poros baling-baling yang berukuran
panjang dan pendek.
Gambar 24 Hubungan kecepatan maksimum kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal semang untuk poros baling-baling panjang
Tabel 9 dan Gambar 24 memperlihatkkan bahwa, kecepatan yang ditempuh
oleh kapal yang menggunakan semang dengan poros panjang pada daya mesin 5,5
HP adalah 0,28 knot/HP. Dalam proses kerja berlangsung pada daya 6,5 HP ke
kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan sebesar 0,74 knot/HP,
hal ini menunjukkan bahwa adanya pertambahan kecepatan dan sebagai mana dapat
terlihat pada Lampiran 3. Kapal yang menggunakan semang pada poros panjang
dengan ukuran/nomor baling-baling 6,5 pada daya 5,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP
dan 6,5 HP pada saat pengoperasian berlangsung menghasilkan kecepatan sebesar
0,28 knot/HP.
Kapal yang menggunakan semang dengan poros panjang pada ukuran baling-
baling 6,5 dengan daya 5,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP saat
pengoperasian berlangsung menghasilkan kecepatan kapal yang ditempuh pada jarak
100 meter yaitu 0,05 knot/HP.
0
1
2
3
4
5
6
7
5.5 6.5 5,5 + 6,5
Kec
epat
an K
apal
Daya Mesin (HP)
Kapal Jukung Semang dengan Poros Panjang
Nomor 5-6
Nomor 6,5
Nomor 5
52 52
Kapal semang dengan poros baling-baling panjang pada ukuran/nomor baling-
baling berukuran/nomor 6,5 pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan
kecepatan kapal 0,25 knot/HP. Daya mesin kapal 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP
dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal 0,16 knot/HP pada saat berlangsungya
proses kerja mesin.
Kapal yang menggunakan semang dengan poros baling-baling panjang dalam
ukuran/nomor baling-baling berukuran 5 pada daya mesin 5,5 HP ke daya mesin 6,5
HP menghasilkan kecepatan kapal 0,31 knot/HP, kombinasi anatara daya mesin
kapal antara 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal 0,89 knot/HP, bila
dibandingkan dengan daya mesin kapal 6,5 HP ke kombinasi daya mesin 5,5 HP dan
6,5 HP dapat menghasilkan daya mesin kapal 5,5 HP 0,16 knot/HP pada saat
berlangsunya proses kerja mesin.
Hasil pengukuran pada kapal yang menggunakan semang menunjukkan
bahwa daya mesin kapal 5,5 HP menuju ke daya mesin kapal 6,5 HP pada setiap
ukuran/nomor baling-baling 5-6, 6,5, dan 5 dari kedua kombinasi daya mesin kapal
5,5 HP dan 6,5 HP maka dapat direkomendasikan pada ukuran/nomor 6,5 karena
ukuran/nomor ini memilki daya doorong yang tinggi. Kecepatan yang diperoleh
ukuran/nomor baling-baling ini adalah 6,20 knot/HP. Hasil ini menunjukkan bahwa
kecepatan yang dimilki oleh baling-baling berukuran/bernomor 6,5 lebih tingg dari
ukuran/nomor baling-baling 5-6 dan baling-baling ukuran/nomor 5 pada kapal jukung
yang menggunakan semang dengan poros panjang. Hal ini berdasarkan pendapat dari
Suzuki (1977) yang menyatakan bahwa apabila kecepatan melebihi kecepatan yang
diperlukan maka akan menyebabkan kapal tersebut tidak efisien. Penambahan daya
dorong (HP) lebih dari kecepatan kapal yang sesuai, tidak hanya menyebabkan mesin
yang dipergunakan besar dan berat, namun akan mengakibatkan konsumsi bahan
bakar lebih tinggi tanpa adanya suatu perubahan kecepatan yang berarti.
Gambar 24 memperlihatkan bahwa perbandingan antara kecepatan kapal (V)
terhadap daya mesin kapal dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal yang
menggunakan semang dan memakai poros baling-baling yang panjang pada saat
kapal sedang melakukan olah gerak.
53 53
Gambar 25 Hubungan kecepatan maksimum kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal yang menggunakan semang untuk poros baling-baling pendek.
Tabel 9 dan Gambar 25 memperlihatkan bahwa, kecepatan oleh kapal yang
menggunakan semang dengan poros pendek pada daya 5,5 HP dan ukuran/nomor
baling-baling 5-6 adalah 0,09 knot/HP. Sedangkan kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5
HP memperoleh kecepatan yang ditempuh yaitu 0,79 knot/HP. Hal ini menunjukan
bahwa adanya pertambahan kecepatan yaitu 0,09 knot/HP apabila dibandingkan
dengan daya 6,5 HP, dimana hal ini dapat terlihat pada Lampiran 3. Kecepatan yang
di peroleh dari kombinasi antara daya 5,5 HP menuju kombinasi anatara daya mesin
kapal antara 5,5 HP dan 6,5 HP yang menghasilkan kecepatan kapal 0,01 knot/HP
pertambahan daya mesin kapal 5,5 HP pada saat berlangsunya proses kerja mesin.
Pada daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP dengan poros pendek
pada ukuran/nomor baling-baling berukuran 6,5 dengan daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP
menghasilkan kecepatan kapal 1.31 knot/HP, hal ini mengalami pertambahan
kecepatan kapal dengan daya mesin kapal antara 5,5 HP ke daya mesin kapal 6,5 HP
memperoleh kecepatan kapal 0,01 knot/HP apabila dibandingkan dengan daya mesin
kapal 6,5 HP ke kombinasi anatara daya mesin kapal antara 5,5 HP dan 6,5 HP
0
1
2
3
4
5
6
7
5.5 6.5 5,5 + 6,5
Kec
epat
an K
apal
(kn
ot)
Daya Mesin (HP)
Kapal Jukung Semang dengan Poros Pendek
Nomor 5-6
Nomor 6,5
Nomor 5
54 54
dapat menghasilkan penambahan daya mesin kapal 5,5 HP 0,24 knot/HP pada saat
berlangsunya proses kerja mesin.
Kapal yang menggunakan semang dengan poros pendek pada ukuran/nomor
baling-baling 5 dengan daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal
0,34 knot, untuk daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan
kecepatan kapal 1,32 knot/HP, hal tersebut mengalami pertambahan kecepatan kapal
dengan daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP memperoleh kecepatan kapal 0,34 knot/HP bila
dibandingkan dengan daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP dapat
menghasilkan kecepatan sebesar 0,24 knot/HP pada daya 5,5 HP saat proses kerja
mesin berlangsung.
Hasil pengukuran pada kapal yang menggunakan semang menunjukkan
bahwa daya mesin kapal 5,5 HP ke daya mesin kapal 6,5 HP pada ukuran/nomor
baling-baling 5-6, 6,5, dan 5 sehingga dapat merekomendasikan pada ukuran/nomor
baling-baling 6,5 karena dari hasil perhitungan ukuran/nomor baling-baling ini
mempunyai daya doorong yang tinggi dimana memiliki nilai kecepatan pada
kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP dengan menggunakan poros baling-baling pendek
6,54 knot/HP. Hasil ini menunjukkan bahwa kecepatan yang dimilki oleh baling-
baling ukuran/nomor 6,5 lebih tinggi dari ukuran/nomor baling-baling 5-6 dan baling-
baling ukuran/nomor 5 pada kapal jukung yang menggunakan semang dengan poros
baling-baling berukuran pendek. Menurut Mambo (2004) menyatakan bahwa
semakin besar daya mesin yang digunakan untuk setiap ukuran baling-baling
kecepatan air menuju baling-baling semakin besar pula. Sedangkan untuk putaran
baling-baling permenit (RPM), dimana semakin besar ukuran/nomor baling-baling
yang digunakan untuk setiap daya mesin jumlah putaran baling-baling semakin
berkurang.
Gambar 25 memperlihatkan perbandingan antara keceparan (V) terhadap daya
mesin kapal dan ukuran/nomor baling-baling pada kapalyang menggunakan semang
dan memakai poros baling-baling yang pendek pada saat kapal sedang melakukan
olah gerak.
55 55
Hasil uji statistik pada Lampiran 4 menjelaskan bahwa untuk kapal yang
menggunakan katir (semang), ukuran baling-baling berpengaruh terhadap kecepatan
kapal yang menggunakan semang pada taraf nyata 5%.
Terlihat pada hasil output two way anova pada lampiran 3 analisis tukey
menjelaskan bahwa ukuran baling-baling 6.5 berbeda dengan 5-6 dan 5, namun
ukuran baling-baling 5-6 dan 5 dianggap sama. Dalam proses kerja berlangsun kedua
nomor ini sama-sama memberikan kecepatan tinggi, berdasarkan hasil uji statistik
menjelaskan bahwa baling-baling dengan ukuran/nomor 5-6 dan 5 secara nyata tidak
berbeda signifikan 5%. Interaksi kapal yang menggunakan semang berpengaruh
terhadap kecepatan pada taraf nayata 5%, berdasarkan hasil analisis tukey kecepatan
tertinggi yang dimiliki oleh kombinasi daya mesin antara 5,5 HP dan 6,5 HP dengan
poros yang pendek pada ukuran/nomor baling-baling 6,5.
Tabel 10 Kecepatan rata-rata untuk daya mesin dan ukuran baling-baling pada kapal yang tanpa menggunakan semang dengan ukuran/nomor poros baling-baling panjang dan pendek.
Kecepatan rata-rata (knot) DayaMesin Ukuran/nomor baling-baling (HP) Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5
5,5 4,58 4,79 4,49Poros Panjang 6,5 5,07 5,19 4,94 5,5+6,5 5,61 5,86 5,36
5,5 4,73 4,87 4,54 Poros Pendek 6,5 5,11 5,31 4,70 5,5+6,5 5,78 6,39 6,04
56 56
Gambar 26 Hubungan kecepatan maksimum kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa menggunakan semang untuk poros baling-baling panjang
Tabel 10 dan Gambar 26 memperlihatkkan bahwa, kecepatan yang di tempuh
oleh kapal yang tidak menggunakan semang dengan poros panjang dengan daya 5,5
HP ukuran/nomor pada ukuran/nomor baling-baling 5-6 menghasilkan kecepatan
sebesar 0,49 knot/HP, dan dari daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP
menghasilkan kecepatan yang di tempuh sebesar 0,67 knot/HP, dapat terlihat pada
Lampiran 3. Pertambahan kecepatan kapal pada daya pada kapal yang tanpa
menggunakan semang dengan poros panjang pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP
menghasikan kecepatan sebesar 0,49 knot/HP bila dibandingkan dengan daya 6,5 HP
ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP yang menghasilkan kecepatan kapal sebesar
0,12 knot/HP pertambahan daya terjadi pada daya 5,5 HP saat berlangsunya proses
kerja mesin.
Kapal yang tidak menggunakan semang dengan poros panjang pada
rukuran/nomor baling-baling 6,5 pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan
kecepatan kapal 0,4 knot/HP, untuk daya 6,5 HP ke kombinasi antara daya 5,5 HP
dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 1,67 knot/HP. Apabila
dibandingkan dengan daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP
012345678
5.5 6.5 5,5 + 6,5
Kec
epat
an K
apal
(kn
ot)
Daya Mesin (HP)
Kapal Jukung Tanpa Semang dengan Poros Panjang
Nomor 5-6
Nomor 6,5
Nomor 5
57 57
menghasilkan kecepatan 0,30 knot/HP, penambahan daya terjadi pada daya 5,5 HP
saat berlangsungnya proses kerja mesin.
Kapal tanpa menggunakan semang dengan poros panjang dalam dengan
ukuran/nomor baling-baling 5 dengan daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan
kecepatan kapal sebesar 0,45 knot/HP, untuk daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP
dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan sebesar 0,42 knot/HP, hal tersebut mengalami
pertambahan kecepatan kapal pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan
kecepatan kapal sebesar 0,45 knot/HP bila dibandingkan dengan daya 6,5 HP ke
kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP dapat menghasilkan penambahan daya pada day
5,5 HP dengan menghasilkan kecepatan sebesar 0,07 knot/HP saat proses kerja
mesin berlangsung.
Hasil pengukuran pada kapal tanpa menggunakan semang dengan poros
panjang menunjukkan bahwa daya mesin 5,5 HP ke daya 6,5 HP pada ukuran/nomor
baling-baling 5-6, 6,5, dan 5 dari kedua kombinasi daya ini menunjukkan bahwa dari
hasil perhitungan ukuran/nomor baling-baling 6,5 memiliki kecepatan dan daya
dorong yang tinggi bila dibandingkan dengan ukuran/nomor 5-6 dan 5. Dengan
demikian maka dapat direkomendasikan bahwa ukuran/nomor baling-baling dengan
ukuran/nomor 6,5, dimana memiliki nilai kecepatan sebesar 6,86 knot/HP pada
kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP. Hasil ini menunjukkan bahwa kecepatan baling-
baling ukuran/nomor 6,5 lebih tinggi dari ukuran/nomor baling-baling 5-6 dan 5
pada kapal jukung yang menggunakan semang dengan poros baling-baling berukuran
pendek.
Gambar 26 memperlihatkan perbandingan antara keceparan (V) terhadap daya
mesin kapal dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa semang dan
menggunakan poros baling-baling yang panjang pada saat kapal melakukan olah
gerak.
58 58
Gambar 27 Hubungan kecepatan maksimum kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa menggunakan semang untuk poros baling-baling panjang
Tabel 10 dan Gambar 27 memperlihatkan bahwa, kecepatan yang di tempuh
oleh kapal tanpa menggunakan semang dengan poros pendek pada daya 5,5 HP pada
ukuran/nomor baling-baling 5-6 dari menghasilkan kecepatan kapal yang ditempu
adalah 0,38 knot/HP dalam proses kerja berlangsung pada daya 6,5 HP ke kombinasi
daya 5,5 HP dan 6,5 HP, dapat terlihat pada Lampiran 3, kecepatan yang ditempu
oleh kapal pada jarak 100 meter adalah 0,67 knot/HP, hal tersebut menunjukan bahwa
pertambahan kecepatan pada daya mesin dimana terlihat bahwa daya untuk kapal
tanpa menggunakan semang dengan poros pendek pada daya mesin kapal 5,5 HP ke
daya 6,5 HP memperoleh kecepatan kapal 0,38 knot/HP bila dibandingkan dengan
daya mesin kapal 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP yang menghasilkan
kecepatan kapal 0,12 knot/HP terhadap pertambahan daya mesin kapal 5,5 HP pada
saat berlangsunya proses kerja mesin.
Kapal tanpa menggunakan semang dengan poros pendek pada ukuran/nomor
baling-baling 6,5 dengan menggunakan daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan
kecepatan sebesar 0,44 knot/HP, untuk daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 dan 6,5
HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 1,08 knot/HP, hal tersebut mengalami
pertambahan kecepatan pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan
0
1
2
3
4
5
6
7
5.5 6.5 5,5 + 6,5
Kec
epat
an K
apal
(kn
ot)
Daya Mesin (HP)
Kapal Jukung Tanpa Semang dengan Poros Pendek
Nomor 5-6
Nomor 6,5
Nomor 5
59 59
sebesar 0,44 knot/HP bila dibandingkan daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan
6,5 HP menghasilkan penambahan kecepatan sebesar 0,19 knot/HP pada daya 5,5 HP
terjadi pada saat berlangsunya proses kerja mesin.
Kapal tanpa menggunakan semang dengan poros pendek pada ukuran/nomor
baling-baling 5 dengan menggunakan daya mesin kapal 5,5 HP ke daya 6,5 HP
menghasilkan kecepatan kapal sebesar 0,16 knot/HP, untuk daya mesin kapal 6,5 HP
ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 1,34
knot/HP. Saat proses kerja belangsung pertambahan kecepatan terjad pada daya 5,5
HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 0,16 knot/HP, bila
dibandingkan dengan daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP
menghasilkan penambahan kecepatan 0,24 knot/HP pada daya 5,5 HP 0,24 knot/HP.
Hasil pengukuran pada kapal tanpa semang pada poros pendek menunjukkan
bahwa daya mesin kapal 5,5 HP ke daya 6,5 HP pada ukuran/nomor baling-baling
antara nomor 5-6, 6,5, dan 5 dari kedua kombinasi daya ini pada setiap penggunaan
ukuran/nomor baling-baling yang digunakan yaitu nomor 5-6, 6,5, dan 5 ini dapat
direkomendasikan bahwa ukuran/nomor baling-baling yang sesuai pada daya mesin
5,5 HP dan 6,5 HP pada kapal semang dengan menggunakan poros panjang yaitu
baling-baling dengan ukuran/nomor 6,5 karena dari hasil perhitungan ukuran/nomor
baling-baling ini mempunyai daya dorong yang tinggi dimana memiliki nilai
kecepatan pada kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP dengan menggunakan poros
pendek menghasilkan kecepatan sebesar 6,39 knot/HP. Hasil ini menunjukkan bahwa
kecepatan yang dimiliki oleh baling-baling berukuran/bernomor 6,5 lebih tinggi dari
ukuran/nomor baling-baling 5-6 dan 5 pada kapal jukung tanpa semang dengan poros
pendek. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soenarto dan Funuhama (1985) yang
menyatakan bahwa kecepatan kapal yang lebih tinggi menghasilkan nilai efisiensi
baling-baling yang lebih tinggi pula. Tetapi kecepatan tertinggi kapal tidak
memberikan indikasi bahwa nilai efisiensi tertinggi terdapat pada kecepatan tersebut,
karena pada dasarnya nilai efesiensi baling-baling dapat dipengaruhi oleh tingkat
pembebanan yang diberikan pada baling-baling. . Menurut Mambo (2004)
menyatakan bahwa semakin besar daya mesin yang digunakan untuk setiap ukuran
60 60
baling-baling kecepatan air menuju baling-baling semakin besar pula. Sedangkan
untuk putaran baling-baling permenit (RPM), dimana semakin besar ukuran/nomor
baling-baling yang digunakan untuk setiap daya mesin jumlah putaran baling-baling
semakin berkurang.
Gambar 27 memperlihatkan bahwa perbandingan antara keceparan kapal (V)
terhadap daya mesin kapal dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa semang
dan menggunakan poros baling-baling yang pendek pada saat kapal melakukan olah
gerak untuk kapal.
Hasil uji statistik pada Lampiran 4 menjelaskan bahwa untuk kapal yang tidak
menggunakan katir (semang), ukuran baling-baling berpengaruh terhadap kecepatan
kapal yang menggunakan semang pada taraf nyata 5%.
Terlihat pada hasil output two way anova pada Lampiran 4 analisis tukey
menjelaskan bahwa ukuran baling-baling 6.5 berbeda dengan 5-6 dan 5, namun
ukuran baling-baling 5-6 dan 5 dianggap sama. Dalam proses kerja berlangsun kedua
nomor ini sama-sama memberikan kecepatan tinggi, berdasarkan hasil uji statistik
menjelaskan bahwa baling-baling dengan ukuran/nomor 5-6 dan 5 secara nyata tidak
berbeda signifikan 5%. Interaksi kapal yang tidak menggunakan semang berpengaruh
terhadap kecepatan pada taraf nayata 5%, berdasarkan hasil analisis tukey kecepatan
tertinggi yang dimiliki oleh kombinasi daya mesin antara 5,5 HP dan 6,5 HP dengan
poros yang pendek pada ukuran/nomor baling-baling 6,5.
4.6 Poros Dengan Beban Puntir dan Lentur
Apabila poros baling-baling bekerja secara normal, maka momen yang
dipindahkan oleh kopling mamberikan beban puntir dan lentur pada poros baling-
baling, hal tersebut mengakibatkan terjadinya variasi beban puntir dan lentur. Untuk
mengetahui besarnya beban puntir dan lentur yang terjadi pada poros baling-baling
maka dapat dihitung berdasarkan pendekatan-pendekatan teori sebagai berikut :
61 61
4.6.1 Daya rencana
Daya rencana merupakan daya yang akan ditransmisikan melalui mesin induk
ke roda gigi antara, poros baling-baling dan baling-baling. Apabila poros bekerja
secara normal, maka momen yang dipindahkan oleh roda gigi memberikan beban
puntir pada poros. Hal ini terjadi akibat variasi momen puntir. Sebagaimana diketahui
ibahwa daya dan putaran mesin yang akan di transmisikan oleh poros baling-baling,
apabila P adalah daya nominal output yang diperoleh dari motor penggerak kapal
sehingga memakai faktor koreksi (fc) dengan demikian diperoleh persamaan 2.
Berdasarkan data ukuran pokok mesin, sehingga daya nominal (P) yang digunakan
adalah n1 5,5 HP, n2 6,5 HP, faktor koreksi fc dapat ditentukan berdasarkan harga
yang tertera pada Tabel 7 . Putaran maksimum pada masing-masing mesin adalah
650 rpm maka dipilih faktor koreksi fc sebesar 1,2 untuk daya maksimum yang
ditransmisikan (Sularso, 1983).
Pd = f c . P ( kg.mm)
Dimana : Pd = daya yang ditransmisikanfc = factor koreksiP = daya rata-rata yang diperlukan atau daya rencana
Tabel 11 Faktor-faktor koreksi daya yang ditransmisikan
Daya yang akan ditransmisikan fc
Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 - 2,0 Daya maksimum yang diperlukan 0,8 - 1,2 Daya normal 1,0 - 1,5
Hasil perhitungan berdasakan persamaan 2 untuk dapat mengetahui besarnya
daya rata-rata yang diperlukan atau daya rencana yang di peroleh untuk kedua kapal
dengan daya nominal mesin yang dipergunakan serta putaran maksimum dari daya
mesin yang ditransmisikan melalui pajang poros yang digunakan pada saat
eksperiment untuk poros dengan ukuran panjang 2,60 m dan 2,20 m memperoleh
62 62
daya rencana pada daya 5,5 HP menghasilkan daya rencana 6,6 HP mendapat
penambahan daya adalah 1,1 HP, untuk daya 6,5 HP menghasilkan daya rencana 7,8
HP mendapat penambahan daya sebesar 1,3 HP dan untuk kombinasi dari kedua
daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan daya rencana sebesar 14,4 HP mendapatkan
penambahan daya sebesar 2,4 HP dengan faktor koreksi yang dipakai adalah 1,2
sesuai dengan standar ASME.
4.6.2 Poros dengan momen puntir
Apabila poros baling-baling bekerja secara normal, maka akan timbul momen
puntir pada setiap poros baling-baling sesuai dengan ukuran panjang pada kapal yang
menggunakan semang dan kapal tanpa menggunakan semang berdasarkan persamaan
3 yang digunakan untuk menghitung momen puntir (Sularso, 1983) adalah sebagai
berikut :
T = 9,74 . 105 ,
kg.m
= 9,88 kg m
T = 9,74 . 105 , kg. m= 9,95 kg. m
T = 9,74 . 105 ,
kg. m
= 10,38 kg. m
Berdasarkan hasil perhitungan besarnya momen puntir yang terjadi pada poros
baling-baling kapal jukung terlihat pada hasil perhitungan berdasarkan landasan teori
yang dipergunakan, untuk setiap putaran poros yang ada pada masing-masing daya
untuk 5,5 HP dan 6,5 HP dan 5,5 HP dan 6,5 HP, sesuai hasil perhitungan daya
rencana masing-masing kapal sebagai penggerak untuk memutarkan poros baling-
baling dimana momen puntir yang diperoleh pada setiap ukuran poros baling-baling
berbeda berdasarkan persamaan 3, maka hasil perhitungan untuk daya rencan 6,6 HP
dengan putaran mesin 1800 rpm menghasilkan momen puntir sebesar 9,88 kg.m,
63 63
untuk daya rencana 7,8 HP momen puntir yang diperoleh 9,95 kg.m, dan untuk daya
rencana yang dikombinasi 14,4 HP mendapatkan momen puntir sebesar 10,38 kg.m,
hasil perhitungan momen puntir berlaku pada kedua kapal yang digunakan. Pada
prinsipnya semakin panjangnya poros yang digunakan pada kapal maka akan semakin
besar pula kehilangan daya pada kapal sehingga kecepatan kapal berkurang.
4.6.3 Poros dengan momen lentur
Poros baling-baling pada saat mentransmisikan daya mendapatkan momen
lentur dimana momen yang bekerja pada poros umumnya adalah momen berulang,
dimana untuk mendapatkan hasil dari momen tersebut maka dihitung dengan
persamaan 4 (Sularso, 1983). Untuk mengetahui berapa besar nilai momen lentur
yang terjadi pada poros baling-baling yang panjang pada saat kapal sedang
melakukan pengoperasian adalah :
M = ( 16) + (260) = √256 + 67600 = √67856M = 260,4918 kg. mm ≈ 260,5 kg.mm
Untuk menyelesaikan perhitungan ini berdasarkan persamaan 4 untuk dapat
mengetahui berapa besar nilai momen lentur yang terjadi pada poros baling-baling
yang pendek pada saat pengoperasian kapal yaitu :
M = ( 16) + (220) = √256 + 48400 = √48656
= 220,581 kg mm ≈ 220,6 kg.mm
Hasil perhitungan ini memperlihatkan bahwa nilai momen lentur yang terjadi
pada masing-masing ukuran pokok poros baling-baling pada saat kapal dioperasikan
dengan menggunakan poros baling-baling dengan panjang 2,60 m dengan diameter
64 64
poros baling-baling 16 mm, sehingga momen lentur yang dialami oleh poros baling-
baling tersebut adalah sebesar 260,491 kg.mm ≈ 260, 5 kg.mm, dan poros baling-
baling dengan ukuran panjang 2,20 m, dengan diameter 16 mm memperoleh momen
puntir sebesar 220, 581 kg.mm ≈ 220,6 kg.mm pada saat kapal melakukan
pengoperasian.
Dari hasil perhitungan momen lentur yang terjadi pada poros baling-baling
kapal jukung yang menggunakan katir (semang) dan kapal yang tidak menggunakan
semang maka pada diameter poros baling-baling serta panjang dan pendek poros
baling-baling, hasil perhitungan tersebut diatas memperlihatkan bahwa besarnya
momen lentur yang terjadi pada poros baling-baling akibat momen yang bekerja pada
poros terjadi secara berulang-ulang pada saat kapal melakukan pengoperasian.
Besarnya momen lentur yang terjadi pada kapal yang menggunakan semang
dan kapal yang tidak menggunakan semang secara berulang-ulang mengakibatkan
kapal mengalami kehilangan daya yang besar sehingga berpengaruh pada kecepatan
tempuh kapal dalam melakukan olah gerak kapal.
4.6.4 Sudut jatuh poros baling-baling pada kapal jukung
Berdasarkan hasil pengukuran lapang besaran panjang poros baling-baling
yang terendam sangat dipegaruhi oleh besaran sudut jatuh poros. Dapat dijelaskan
bahwa jarak baling-baling dari permukaan air dipengaruhi oleh besaran sudut jatuh
poros baling-baling yang terjadi. Panjangnya poros baling-baling 2,60 m dengan
sudut kemiringan poros baling-baling 30 ° yang berbeda pada masing-masing daya
diantaranya 5,5 HP, 6,5 HP serta kaliberasi antara daya 5,5 HP dan 6,5 HP. Untuk
poros baling-baling yang panjangnya 2,20 m dengan sudut kemiringan poros baling-
baling 40 ° yang berbeda pada masing-masing daya yang diantaranya 5,5 HP, 6,5 HP
serta kombinasi antara daya 5,5 HP dan 6,5 HP, sudut kemiringan yang terdapat pada
kapal semang dan kapal tanpa semang. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara
sudut jatuh poros baling-baling dengan jarak baling-baling ke permukaan air adalah
berbanding lurus (Finasari, 2004).
65 65
4.6.5 Pengaruh kecepatan poros berdasarkan sudut jatuh poros baling-baling
Ukuran sudut poros baling-baling yang digunakan oleh nelayan berdasarkan
data dilapang, yaitu 30 ° dan 40 °. Ukuran sudut yang umumnya digunakan oleh
nelayan kapal jukung di Ur Pulau dan nelayan Maluku Tenggara adalah 30 ° dari
sejak kehadiran mesin katinting atau yang lebih dikenal dengan istilah motorisasi,
sedangkan sudut 40 ° selama itu nelayan belum menggunakan mesin katinting
dengan sudut tersebut belum dipakai oleh nelaya Ur Pulau pada umumnya dan
nelayan Maluku Tenggara pada khususnya. Tabel 12 dan Tabel 13 memperlihatkan
bahwa kecepatan kapal dapat dipengaruhi oleh variasi sudut jatuh poros baling-
baling.
Tabel 12 Perbandingan kecepatan kapal akibat sudut jatuh poros baling-baling yang dimiliki kapal yang menggunakan semang
Pada Tabel 12, menunjukkan bahwa kecepatan kapal yang diperoleh meiliki
hasil yang terbesar adalah pada sudut 40 ° dengan kecepatan 5,49 knot dan kecepatan
yang terkecil pada sudut jatuh poros baling-baling 30 ° dengan kecepatan yang
ditempuh 5,26 knot, dengan hasil yang ada maka dapat mencerminkan bahwa sudut
jatuh poros baling-baling berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang dihasilkan oleh
daya mesin 5,5 HP, 6,5 HP dan daya yang kombinasi yaitu 5,5 HP dan 6,5 HP
berdasarkan hasil uji lapang. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa adanya
Kapal Kecepatan tiap sudut jatuh poros baling-baling (knot) semang 30 ° 40 ° 1 4,77 4,96
2 5,04 5,22 3 4,57 4,77 4 5,05 5,20 5 5,30 5,23 6 4,88 5,11 7 5,79 5,99 8 6,20 6,45 9 5,77 6, 43 Rata-rata 5.26 5.49
66 66
perbedaan kecepatan antara sudut jatuh poros baling-baling yang disebabkan karena
adanya perbedaan ukuran panjang poros baling-baling, daya mesin dan ukuran/nomor
baling-baling yang berbeda menghasilkan daya dorong yang berbeda. Dengan
perbedaan sudut poros baling-baling maka pergerakan pitch baling-baling yang
berbeda menyebabkan adanya slip sehingga pitch semakin kecil.
Dalam pemilihan mesin seharusnya disesuaikan dengan kapal yang kita
miliki. Apabila data rata-rata kecepatan kapal tersebut dapat ditunjukkan pada gambar
grafik sebagaimana terlihat pada Gambar 31, dimana gambar tersebut menjelaskan
suatu hubungan antara sudut jatuh poros baling-baling dengan kecepatan kapal
jukung. Pada sumbu X memunjukkan bahwa banyaknya perlakuan yang dilakukan
pada masing-masing sudut jatuh poros baling-baling, sumbu Y merupakan nilai dari
kecepatan kapal untuk kapal semang.
Gambar 28 Hubungan kecepatan kapal jukung dengan sudut jatuh poros baling-baling pada kapalyang menggunakan semang
Berdasarkan hasil uji pada sudut 40 ° dengan kecepatan 5,49 knot pada kapal
jukung yang menggunakan semang yang berdimensi panjang total sebesar 10,20 m;
lebar 0,97 m; dalam 0,56 m. Daya mesin yang dipakai adalah 5,5 HP, 6,5 HP serta
daya yang dikombinasikan antara 5,5 HP dan 6,5 HP dengan panjang poros baling-
0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kec
epat
an k
apal
(kn
ot)
Perlakuan
Kapala yang menggunakan katir (semang)
30⁰
40⁰
67 67
baling yang digunakan yaitu 2,60 m, untuk ukuran/nomor 5-6, berdiameter 15 m;
ukuran/nomor 6,5 berdiameter 0,16 m; serta ukuran/nomor 5 berdiameter 0,17 m dan
memilki jumlah daun sebanyak 2 buah.
Tabel 12 dan Gambar 28 diatas menjelaskan bahwa sudut jatuh yang
sebaiknya digunakan oleh nelayan kapal jukung yang menggunakan semang dalam
melakukan pengoperasian dengan sudut jatuh poros baling-baling 40 ° , karena
berdasarkan hasil perhitungan kecepatan yang diperoleh pada sudut kemiringan poros
baling-baling ini cukup tinggi. Kapal jukung milik nelayan Ur Pulau yang digunakan
sebagai unit eksperiment menggunakan sudut jatuh poros baling-baling 30 ° , ini
merupakan suatu kenyataan yang mana selama ini telah digunakan oleh nelayan kapal
jukung di Ur Pulau dimana hal ini sudah merupakan suatu kebiasaan nelayan kapal
jukung setempat dalam melakukan pengoperasian kapal. Menurut Firnasari (2004)
menyatakan bahwa ukuran sudut jatuh baling-baling 30 ° yang banyak digunakan
oleh nelayan dalam proses pengoperasian kapal berlangsung.
Dari hasil output two way pada Lampiran 4 menjelaskan bahwa tidak
terdapat perbedaan kecepatan antara sudut 30 ° dengan sudut 40 ° pada kapal
menggunakan semang, interaksi HP poros tidak berpengaruh terhadap kecepatan
kapal yang menggunakan semang, pada hasil output analisis tukey menunjukkan
bahwa semua jenis interaksi sama saja tidak ada yang berbeda signifikan HP tidak
berpengaruh terhadap kecepatan yang menggunakan semang dan dari ketiga jenis
daya mesin (HP) yang digunakan dianggap sama pada saat pengoperasian kapal
berlangsung . Ukuran baling-baling berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang
menggunakan semang pada taraf nyata 5%. Ukuran baling-baling 6.5 berbeda dengan
5-6 dan 5. Tapi ukuran 5-6 dan 5 dianggap sama. Dimana masing-masing
ukuran/nomor baling-baling sama-sama memberikan kecepatan tinggi, interaksi pada
kapala yang menggunakan semang berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang
menggunakan semang pada taraf nyata 5%, kecepatan tertinggi diberikan dari daya
5,5 HP dengan poros panjang dan pada ukuran/nomor baling-baling 6,5.
68 68
Tabel 13 Perbandingan kecepatan kapal akibat sudut jatuh poros baling-baling yang dimiliki kapal tanpa menggunakan semang
Pada Tabel 13, menunjukkan bahwa kecepatan kapal yang diperoleh meiliki
hasil yang terbesar adalah pada sudut 40° dengan kecepatan 5,27 knot dan kecepatan
yang terkecil pada sudut jatuh poros baling-baling 30 ° dengan kecepatan yang
ditempu 5,10 knot, dengan hasil yang ada maka dapat mencerminkan bahwa sudut
jatuh poros baling-baling berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang dihasilkan oleh
daya mesin 5,5 HP, 6,5 HP dan daya yang kaliberasi yaitu 5,5 HP dan 6,5 HP
berdasrkan hasil uji lapang. Hasil perhitungan menghasilkan perbedaan kecepatan
antara sudut jatuh poros baling-baling yang disebabkan karena perbedaan ukuran
panjang poros baling-baling, daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling yang
berbeda menghasilkan daya dorong yang berbeda. Dengan perbedaan sudut poros
baling-baling maka pergerakan pitch baling-baling yang berbeda menyebabkan
adanya slip sehingga pitch semakin kecil.
Dalam pemilihan mesin seharusnya disesuaikan dengan kapal yang kita
miliki. Apabila data rata-rata kecepatan kapal tersebut dapat ditunjukkan pada gambar
grafik sebagaimana terlihat pada Gambar 34, dimana gambar tersebut menjelaskan
suatu hubungan antara sudut jatuh poros baling-baling dengan kecepatan kapal
jukung. Pada sumbu X memunjukkan bahwa banyaknya perlakuan yang dilakukan
pada masing-masing sudut jatuh poros baling-baling, sumbu Y merupakan nilai dari
Kapal tanpa Kecepatan tiap sudut jatuh poros baling-baling (knot) Semang 30 ° 40 ° 1 4,58 4,73
2 4,79 4,87 3 4,49 4,54 4 5,07 5,11 5 5,19 5,31 6 4,94 4,70 7 5,61 5,78 8 5,86 6,39 9 5,36 6,04 Rata-rata 5.10 5.27
69 69
kecepatan kapal untuk kapal tanpa menggunakan semang.
Gambar 29 Hubungan kecepatan kapal jukung dengan sudut jatuh poros baling-balang pada kapal tanpa menggunakan semang
Berdasarkan hasil uji pada sudut 40° dengan kecepatan 5,27 knot pada kapal
jukung tanpa semang yang berdimensi utama yaitu dengan panjang total sebesar 10
m; lebar 0,94 m; dalam 0,54 m. Daya mesin yang dipakai adalah 5,5 HP, 6,5 HP serta
yang daya dikombinasikan antara 5,5 HP dan 6,5 HP dengan poros baling-baling
yang digunakan yaitu 2,20 m, untuk ukuran/nomor 5-6, berdiameter 15 m;
ukuran/nomor 6,5 berdiameter 0,16 m; serta ukuran/nomor 5 berdiameter 0,17 m dan
memilki jumlah daun sebanyak 2 buah.
Dari Tabel 13 dan Gambar 29 diatas menjelaskan bahwa sudut jatuh poros
yang sebaiknya digunakan oleh nelayan kapal jukung tanpa menggunakan semang
dalam melakukan pengoperasian kapal yaitu dengan sudut jatuh poros baling-baling
40 ° , karena berdasarkan hasil perhitungan kecepatan yang diperoleh pada sudut
kemiringan poros baling-baling ini cukup tinggi . Kapal jukung milik nelayan Ur
Pulau yang digunakan sebagai unit eksperiment menggunakan sudut jatuh poros
baling-baling 30 ° , ini merupakan suatu kenyataan yang mana selama ini telah
digunakan oleh nelayan kapal jukung di Ur Pulau dimana hal ini sudah merupakan
suatu kebiasaan nelayan kapal jukung setempat dalam melakukan pengoperasian
0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kec
epat
an k
apal
(k
not
)
Perlakuan
Kapal tanpa menggunakan katir (semang)
30⁰
40⁰
70 70
kapal. Menurut Finarsari (2004) menyatakan bahwa ukuran sudut jatuh baling-baling
30 ° yang banyak digunakan oleh nelayan dalam proses pengoperasian kapal
berlangsung.
Dari hasil output two way anova pada Lampiran 4 menjelaskan bahwa tidak
terdapat perbedaan kecepatan antara sudut 30 ° dengan sudut 40 ° pada kapal tanpa
semang dan interaksi HP poros tidak berpengaruh terhadap kecepatan, semua jenis
interaksi sama saja tidak ada yang berbeda signifikan, daya mesin (HP) yang
digunakan tidak berpengaruh terhadap kecepatan kapal tanpa semang, dan dari ketiga
jenis daya mesin (HP) yang digunakan dianggap sama pada kapal yang tidak
menggunakan semang pada saat pengoperasian kapal berlangsung.
88
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1) Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh bahwa pada kapal jukung yang
menggunakan semang dan kapal jukung yang tidak menggunakan semang
dengan ukuran/nomor baling-baling 6,5 memilki efesiensi yang tinggi, daya
mesin 5,5 HP, 6,5 HP dan kombinasi kedua daya mesin tersebut 5,5 HP dan 6,5
HP untuk ukuran panjang poros baling-baling 2,60 m dan 2,20 m sangat
berpengaruh pada kecepatan kapal.
2) Sudut jatuh poros baling-baling memberikan pengaruh terhadap kecepatan kapal.
pada sudut 40 ° pada kapal jukung yang menggunakan semang 5,49 knot dan
kapal jukung yang tidak menggunakan semang 5,27 knot, kecepatan pada sudut
30 ° berbeda dimana yang diperoleh kapal semang 5,26 knot dan kapal tanpa
semang 5,10 knot.
3) Berdasarkan hasil analisis tukey menunjukkan bahwa sudut kemiringan poros
antara 30 ° dan 40 ° tidak berbeda terhadap daya mesin pada kapal jukung yang
menggunakan katir (semang) dan kapal yang tidak menggunakan semang.
5.2 Saran
Nelayan kapal jukung dengan menggunakan daya mesin 5,5 HP dan 6,5 HP
dalam pengoperasiannya sebaiknya menggunakan baling-baling ukuran/nomor 6,5
dengan luasnya baling-baling 88,25 cm2, diameter 16,2 cm, untuk kapal jukung yang
menggunakan semang dan tanpa semang dengan panjang poros baling-baling 2,60 m
dan 2,20 m dengan sudut kemiringan poros baling-baling berkisar antara 30° dan
40 ° . Ukuran baling-baling ini memiliki nilai efisiensi dalam eksploitasi kapal
perikanan sehingga dalam pengoperasian kapal sangat efisien dalam pemakaian
bahan bakar.
73 73
DAFTAR PUSTAKA
Andreas Gunawan, 1987. Studi Tentang Kapal Ikan Tradisional Di Beberapa Desa Penangkapan Ikan Sekitar Pulau Jawa. Fakultas Perikanan, Intititut Pertanian Bogor. Buletin PSP 1(1) 10-29.
Anthon. D. Kilmanun 1993. Tinjauan Terhadap Kerusakan Poros Kopling Plat Pada Motor Induk KM. Perikani 03 [Skripsi] (tidak dipublikasikan) Ambon. Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Fakultas Teknik, Universitas Pattimura. 47 hal.
Akasaka T dan Tower B 1988. Operasi Kapal Perikanan. Overseas Fishery Cooperation Foundtion.
Arikunto, S. 1991. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. PT Rineka Cipta. Jakarta. 322 hal.
Arismunandar, W. 1977. Penggerak Mula Motor Bakar Torak. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 287 hal.
Attwood, E.L dan H.S. Panggelly. 1967. Theoritical Naval Archtecture. William Clowes and Sons. London and Becles. 233 hal.
Ayodhyoa AU. 1972. Suatu Pengenalan Fishing Gear. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Diacu dalam Rahayu, R.I. 2006. Stabilitas Statis Kapal Purse Seine Muncar [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
[BKI] Biro Klasifikasi Indonesia. 1989. Pearturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Kayu
Derret DR, Bryan Barras 2006. Slip Stability for Master and Mates. 6th edision. London. Elsevier Ltd. hlm 46-50, 227-232.
Djatmiko.S, Citrodijoyo.S, Hartono Ah.T. 1983. Tahanan Penggerak Kapal. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 76 hal.
Dohri, M dan N. Soedjana. 1983. Kecakapan Bahari 1. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan.
74 74
Echizen, K, Nishimura. K, Moriguchi. S, Ohnishi.H, Ohwada. M, Satoh.J, Yokota.Y, Yokoyama. N. 1987. Mesin Perkapalan I. Overseas Fishery Cooperation Foundation. Tokyo Japan 304 hal.
Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. England : Fishing News Book. 320 hal.
Firnasari N. 2004. Kajian Perahu Kincang di Palabuhanratu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 69 hal.
Halliday, D. 1985. Fisika. Edisi Ketiga. ITB Bandung.
Harvald, S.A. 1992. Tahanan dan Propulsi Kapal. Airlangga University Press Surabaya.
Iskandar B.H, Imron. M. 1993. Desain dan Konstruksi Kapal Gillnet Di Indramayu, Jawa Barat. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 1 (2): 77-91.
Iskandar, B.H, S Pujiati. 1995. Keragaan Teknis Kapal di Beberapa Wilayah Indonesia (laporan penelitian). Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Iskandar, B.H dan Novita. Y. 1997. Penuntun Praktikum Kapal Perikanan. Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Iskandar, B.H dan Novita. Y. 2000. Tingkat Teknologi Pembangunan Kapal Ikan Kayu Tradisional Di Indonesisa. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 9(2): 53-67.
Iskandar, B.H. 2007. Stabilitas Statis dan Dinamis Kapal Latih Stella Maris. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 16(1): 31-49.
Jakobsson, J. 1964. Recent Developments in Icelandic Berring Purse seine. London. Fishing news (Book) Ltd. 312 hal.
Mambo S. 2004. Pengaruh Ukuran Baling-baling dan Daya Mesin Katinting Terhadap Kecepatan Perahu Pelang [Skripsi] (tidak dipublikasikan) Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratu Langi. 40 hal.
75 75
Mantjoro E, Pontoh O, dan Wasak M., 1989. Filsafat Ilmu. Faperik UNSRAT Menado.
Muckel, W. 1975. Naval Architecture for Marine Engineer. London: Newwes Butterworths. 407 hal.
Muklis; B Murdiyanto dan Iskandar, B.H. 2004. Analisa Kinerja Mesin Utama Kapal Motor Latih Stella Maris. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 13(2): 20-34.
Munro R, Smith. 1975. Element of Ship Design. London: Marine Media Management Ltd. 384 hal.
Nierich, P.A.C., E.G, Van lonkhuyzen. H.G.M Kok. 1984. Bangunan Kapal. Jilid B Cetakan 2. 599 hal.
Nomura, M dan Yamazaki. 1977. Fishing Tecniques (I). Seafdec. Japan International Agency. Tokyo
Novita. Y dan Iskandar, B.H. 2008. Hubungan Antara Bentuk Kasko Model Kapal Ikan Dengan Tahanan Kapal. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 17(2): 315-324.
Olson, R.M. 1965. Essentiel of Enginering Fluid Mechanics. 4th Printing. International Teks Book Company. Scranton, Pennsylvania. 404 hal.
Pasaribu, 1986. Manajemen Penangkapan Ikan. Sistem Pendidikan Jarak Jauh Melalui Satelit. SISDIKSAT INTIM. Bogor.
Prado, J. 1998. Food And Organization Of The United Nations. Fishing New Books. France
Rawson K.J, EC Tupper. 1984. Basic Ship Theory. 3rd edison. London: Longman.
Sokal R.R., Rohlf FJ. Biometry. W. H. Freeman and Company. New York. 887 hal
Sumarlan, D.S. (Ed). 1983. Tahanan Penggerak Kapal Edisi Pertama. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. 147 hal.
76 76
Sularso dan Kiyokatan Suga, 1983 Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin PT. Pradnya Paramita Jakarta, Cetakan ke Empat.
Soenarto,N dan S. Furuhama. 1985. Motor Serbaguna. PT. Pradnya Paramita. Jakarta 226 hal.
Sutrisno, 1982. Fisika Dasar. Mekanika Cetakan Ke IV. Penerbit ITB Bandung. 338 hal.
Suzuki. 1978. Handbook For Fisheries Scentist And Technologist. Training Dep. Seafdeck. Thayland.
Traung, J.F (Ed). 1975. Fishing Boat Of The Word, 4 th Priting Fishing New Books
Ltd. England.
Trianto. 1985. Mesin. Jakarta. Pradya Paramitha. 56 hal.
Yamamoto, S. 1982. Stren Equipment for small Fishing Boat. Training Departement SEAFDEC. Bangkok.
77 77
Lampiran 1. Waktu tempu kapal semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 5.5 HP
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Panjang 1 39.29 37.55 40.56 2 40.18 38.32 40.56 3 41.32 39.15 43.67 4 39.45 38.47 42.29 5 40.76 39.59 42.15 6 41.75 37.77 43.57 7 42.89 39.75 43.65 8 39.87 38.85 43.68 9 41.85 37.86 42.13
10 40.15 38.38 42.38Rata-rata 40.75 38.55 42.55
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Pendek
1 39.37 35.55 39.79 2 38.13 36.32 39.39 3 39.35 39.15 38.75 4 39.15 37.71 40.87 5 39.22 39.93 39.86 6 39.75 35.77 40.15 7 38.62 39.75 39.76 8 39.97 36.45 40.78 9 38.75 35.56 40.55 10 39.93 37.18 49.35
Rata-rata 39.22 37.34 40.92
78 78
Lanjutan lampiran 1. Waktu tempu kapal semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 6.5 HP
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Panjang1 37.38 35.67 38.532 38.73 36.19 39.383 39.68 37.44 40.874 38.76 36.16 39.195 39.86 38.47 40.796 37.76 35.85 39.84
7 36.58 37.47 40.69 8 38.18 35.77 39.75 9 39.75 36.55 40.18 10 38.36 37.78 39.25
Rata-rata 38.50 36.74 39.85
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-balingNomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Pendek
1 36.85 35.75 38.53 2 38.73 36.32 37.82 3 37.86 37.15 39.09 4 37.69 39.93 38.33 5 38.15 38.77 39.15 6 36.64 35.85 37.15 7 37.67 36.75 38.25 8 36.56 37.85 38.63 9 37.69 35.68 38.5610 36.15 38.18 37.48
Rata-rata 37.41 37.22 38.07
79 79
Lanjutan lampiran 1. Waktu tempu kapal semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 5.5HP + 6.5HP
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Panjang 1 31.37 30.37 31.49 2 32.13 31.54 32.33 3 33.71 32.22 33.28 4 34.15 31.53 34.62 5 33.45 30.23 33.43 6 34.65 31.56 33.46 7 33.35 32.67 34.65 8 34.45 30.45 34.75 9 35.43 31.65 34.91 10 33.55 31.45 34.55
Rata-rata 33.62 31.37 33.75
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Pendek
1 29.45 28.15 29.35 2 30.75 27.25 30.72 3 30.43 30.23 32.17 4 33.85 29.65 32.47 5 33.45 30.45 35.45 6 33.87 31.71 33.83 7 33.35 31.25 34.25 8 35.75 29.35 35.45 9 31.69 29.45 34.49 10 32.75 30.47 35.68
Rata-rata 32.57 29.80 33.39
80 80
Lampiran 2. Waktu tempu kapal tanpa semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 5.5 HP
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Panjang1 31.37 30.37 31.492 32.13 31.54 32.333 33.71 32.22 33.284 34.15 31.53 34.625 33.45 30.23 33.436 34.65 31.56 33.467 33.35 32.67 34.658 34.45 30.45 34.759 35.43 31.65 34.91
10 33.55 31.45 34.55Rata-rata 33.62 31.37 33.75
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-balingNomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Pendek
1 29.45 28.15 29.35 2 30.75 27.25 30.72 3 30.43 30.23 32.17 4 33.85 29.65 32.47 5 33.45 30.45 35.45 6 33.87 31.71 33.83 7 33.35 31.25 34.25 8 35.75 29.35 35.45 9 31.69 29.45 34.49 10 32.75 30.47 35.68
Rata-rata 32.57 29.80 33.39
81 81
Lanjutan lampiran 2. Waktu tempu kapal tanpa semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 6.5 HP
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Panjang1 31.37 30.37 31.492 32.13 31.54 32.333 33.71 32.22 33.284 34.15 31.53 34.625 33.45 30.23 33.436 34.65 31.56 33.467 33.35 32.67 34.658 34.45 30.45 34.759 35.43 31.65 34.91
10 33.55 31.45 34.55Rata-rata 33.62 31.37 33.75
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Pendek
1 29.45 28.15 29.35 2 30.75 27.25 30.72 3 30.43 30.23 32.17 4 33.85 29.65 32.47 5 33.45 30.45 35.45 6 33.87 31.71 33.83 7 33.35 31.25 34.25 8 35.75 29.35 35.45 9 31.69 29.45 34.49 10 32.75 30.47 35.68
Rata-rata 32.57 29.80 33.39
82 82
Lanjutan lampiran 2. Waktu tempu kapal tanpa semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 5.5HP + 6.5HP
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-balingNomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Panjang 1 31.37 30.37 31.49 2 32.13 31.54 32.33 3 33.71 32.22 33.28 4 34.15 31.53 34.62 5 33.45 30.23 33.43 6 34.65 31.56 33.46 7 33.35 32.67 34.65
8 34.45 30.45 34.75 9 35.43 31.65 34.91 10 33.55 31.45 34.55
Rata-rata 33.62 31.37 33.75
Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-balingNomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor 5
Poros Pendek
1 29.45 28.15 29.35 2 30.75 27.25 30.72 3 30.43 30.23 32.17 4 33.85 29.65 32.47 5 33.45 30.45 35.45 6 33.87 31.71 33.83 7 33.35 31.25 34.25 8 35.75 29.35 35.45 9 31.69 29.45 34.49 10 32.75 30.47 35.68
Rata-rata 32.57 29.80 33.39
83 83
Lampiran 3. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 5,5 HP, dari satuan m/d dikonversi ke knot
Kecepatan rata-rata (knot)Ukuran Baling-baling
nomor 5-6 nomor 6,5 nomor 5
1 4.95 5.18 4.79
Kapal Semang 2 4.84 5.07 4.69
3 4.70 4.97 4.45
4 4.93 5.05 4.60
Poros Panjang 5 4.77 4.91 4.61
6 4.66 5.15 4.46
7 4.53 4.89 4.45
8 4.88 5.00 4.45
9 4.65 5.16 4.61
10 4.84 5.07 4.59
Rata-rata 4.77 5.04 4.57
1 4.94 5.47 4.89
2 5.10 5.35 4.94
3 4.94 4.97 5.02
4 4.97 5.16 4.76
Poros Pendek 5 4.96 4.87 4.88
6 4.89 5.43 4.84
7 5.03 4.89 4.89
8 4.86 5.33 4.77
9 5.02 5.47 4.7910 4.87 5.23 3.94
Rata-rata 4.96 5.22 4.77
84 84
Lanjutan lampiran 3. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 6,5 hP, dari satuan m/d dikonversi ke knot
Kecepatan rata-rata (knot)Ukuran Baling-baling
nomor 5-6 nomor 6,5 nomor 5Kapal semang 1 5.20 5.45 5.05
2 5.02 5.37 4.943 4.90 5.19 4.764 5.02 5.38 4.96
Poros 5 4.88 5.05 4.77Panjang 6 5.15 5.42 4.88
7 5.31 5.19 4.788 5.09 5.43 4.899 4.89 5.32 4.8410 5.07 5.15 4.95
Rata-rata 5.05 5.30 4.88
1 5.28 5.44 5.362 5.01 5.35 5.143 5.13 5.23 4.97
Poros 4 5.16 4.87 5.07Pendek 5 5.10 5.01 4.97
6 5.31 5.42 5.237 5.16 5.29 5.088 5.32 5.14 5.039 5.16 5.45 5.0410 5.38 5.09 5.19
Rata-rata 5.20 5.23 5.11
85 85
Lanjutan lampiran 3. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 5,5hP+ 6,5 hP, dari satuan m/d dikonversi ke knot
Kecepatan rata-rata (knot)ukuran baling-baling
nomor 5-6 nomor 6,5 nomor 5
kapal semang 12
6.20 6.40 6.17
6.05 6.16 6.013 5.77 6.03 5.84
4 5.69 6.17 5.62
As Panjang 5 5.81 6.43 5.82
6 5.61 6.16 5.81
7 5.83 5.95 5.61
8 5.64 6.38 5.59
9 5.49 6.14 5.57
10 5.79 6.18 5.63
Rata-rata 5.79 6.20 5.77
1 6.60 6.91 7.29
2 6.32 7.13 6.96
3 6.39 6.43 6.65
4 5.74 6.56 6.59
As Pendek 5 5.95 6.38 6.03
6 5.74 6.13 6.32
7 5.63 6.22 6.24
8 5.44 6.62 6.03
9 6.13 6.60 6.20
10 5.94 6.38 5.99
Rata-rata 5.99 6.54 6.43
86 86
Lampiran 4. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 5,5 HP, dari satuan m/d dikonversi ke knot
Kecepatan rata-rata (knot) Ukuran Baling-balingNomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5
kapal tanpa semang 1 4.51 4.72 4.38
2 4.60 4.95 4.473 4.42 4.53 4.434 4.77 4.89 4.60
As Panjang 5 4.60 4.64 4.516 4.53 4.96 4.797 4.49 4.63 4.338 4.81 4.96 4.429 4.62 4.63 4.4010 4.51 4.97 4.61
Rata-rata 4.58 4.79 4.49
1 4.60 4.91 4.472 4.48 4.94 4.713 4.70 4.66 4.584 4.89 5.02 4.54
As Pendek 5 4.75 4.80 4.346 4.53 4.90 4.447 4.44 4.66 4.408 4.73 4.91 4.529 4.83 4.88 4.5810 4.94 5.01 4.81
Rata-rata 4.73 4.87 4.54
87 87
Lanjutan lampiran 4. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 6,5 HP, dari satuan m/d dikonversi ke knot
Kecepatan rata-rata (knot) Ukuran Baling-baling
Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5kapal tanpa
semang 1 4.93 5.23 5.092 5.19 5.40 4.903 4.89 5.21 4.344 5.35 5.00 5.15
As Panjang 5 5.14 5.29 5.276 5.00 4.79 5.107 5.04 5.01 4.908 5.14 5.44 4.909 5.02 5.31 4.6710 4.96 5.20 5.09
Rata-rata 5.07 5.19 4.94
1 5.00 5.22 4.932 5.26 5.45 4.903 5.35 5.70 4.614 4.91 5.30 4.70
As Pendek 5 4.94 5.00 4.436 5.23 5.53 4.977 4.98 5.04 4.908 5.15 5.29 4.439 4.95 5.05 4.2410 5.33 5.53 5.53
Rata-rata 5.11 5.31 4.70
88 88
Lanjutan lampiran 4. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 5,5 + 6,5 HP, dari satuan m/d dikonversi ke knot
Kecepatan rata-rata (knot) Ukuran Baling-balingNomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5
Kapal tanpa semang 1 5.30 5.58 5.19
2 5.42 5.81 5.313 5.29 5.45 5.484 5.69 6.04 4.90
As Panjang 5 5.79 5.93 5.346 5.91 5.95 5.577 5.44 5.86 5.328 5.77 6.00 5.479 5.62 5.79 5.3310 5.91 5.95 5.64
Rata-rata 5.61 5.86 5.36
Kapal tanpa semang 1 5.95 6.43 5.63
2 5.91 6.76 6.133 5.68 4.90 5.774 5.75 6.50 6.665 5.47 6.08 5.93
As Pendek 6 5.95 6.82 5.737 5.76 6.34 6.198 5.94 6.77 6.309 5.78 6.58 6.1710 5.95 6.72 5.88
Rata-rata 5.78 6.39 6.04
89 89
Lanjutan lampiran 4.
Jika diketahui : S = 100 Meter
t = 39.29 detik
1 Knot = 1 mil/jam
= 1852 meter/3600 detik
= 0.5144 m/detik
V = = . = 2.54 m/detik
Dari perhitungan diatas dapat di konversikan ke knot yaitu :
= . / x 2.54 m/detik = 4.93 knot.
90 90
Lampiran 5. Rasio perbandingan kecepatan per jumlah daya mesin (HP)
Kapal yang menggunakan semang dengan poros panjang
Ukuran baling-baling 5-6
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,28knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,74 /(5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Rasio = ∆
∆ = 0,05 /Ukuran baling-baling 6,5
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,25 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,9 /
5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Kecepatan = 0,25 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,16 /
Ukuran baling-baling 5
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,31 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,89 /
5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Kecepatan = 0,31 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,16 /
91 91
Lampiran 5.
Kapal yang menggunakan semang dengan poros pendek
Ukuran baling-baling 5-6
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,09 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,79 /(5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Rasio = ∆
∆ = 0,79 /
Ukuran baling-baling 6,5
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,01 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 1,31 /
5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Kecepatan = knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,24 /
Ukuran baling-baling 5
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,34 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 1,32 /
5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Kecepatan = 0,34 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,24 /
92 92
Lanjutan lampiran 5.
Kapal yang tidak menggunakan semang dengan poros panjang
Ukuran baling-baling 5-6
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,49 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,67 /(5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Kecepatan = 0,49 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,12 /
Ukuran baling-baling 6,5
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,4 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 1,67 /
5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Kecepatan = 0,4 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,30 /
Ukuran baling-baling 5
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,45 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,42 /
5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
93 93
Lanjutan lampiran 5.
Kecepatan = 0,45 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,07 / Kapal yang tidak menggunakan semang dengan poros pendek
Ukuran baling-baling 5-6
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,38 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,67 /(5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Kecepatan = 0,38 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,12 /
Ukuran baling-baling 6,5
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,44 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 1,08 /
5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Kecepatan = 0,44 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,19 /
94 94
Lanjutan lampiran 5.
Ukuran baling-baling 5
6,5 HP – 5,5 HP = 1 HP
Kecepatan = 0,16 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 1,34 /
5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP
Kecepatan = 0,16 knot HP
Rasio = ∆
∆ = 0,24 /
95 95
Lampiran 6. Analisis statistik
Univariate Analysis of Variance
Kapal yang menggunakan semang
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kecepatan
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 264.659a 2 132.330 10.546 .000
Intercept 243271.065 1 243271.065 1.939E4 .000
Ukuran_baling2 264.659 2 132.330 10.546 .000
Error 2220.958 177 12.548
Total 245756.682 180
Corrected Total 2485.617 179
a. R Squared = .106 (Adjusted R Squared = .096)
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Kecepatan
Tukey HSD
Ukuran_
baling2 N
Subset
1 2
6.5 60 35.1712
5-6 60 37.0060
5 60 38.1113
Sig. 1.000 .205
96 96
Lanjutan lampiran 6
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kecepatan
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2167.878a 17 127.522 65.018 .000
Intercept 243271.065 1 243271.065 1.240E5 .000
interaksiSM 2167.878 17 127.522 65.018 .000
Error 317.739 162 1.961
Total 245756.682 180
Corrected Total 2485.617 179
a. R Squared = .872 (Adjusted R Squared = .859)
97 97
Lanjutan lampiran 6.
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Kecepatan
Tukey HSD
interaksiSM N
Subset
1 2 3 4 5 6 7 8 9
5.5+6.5Pd6.5 10 29.7960
5.5+6.5Pj6.5 10 31.3670 31.3670
5.5+6.5Pd5-6 10 32.5340 32.5340
5.5+6.5Pd5 10 33.3860 33.3860
5.5+6.5Pj5-6 10 33.6240
5.5+6.5Pj5 10 33.7470
6.5Pj6.5 10 36.7350
6.5Pd6.5 10 37.2230 37.2230
5.5Pd6.5 10 37.3370 37.3370
6.5Pd5-6 10 37.3990 37.3990
6.5Pd5 10 38.2990 38.2990 38.2990
6.5Pj5-6 10 38.5040 38.5040 38.5040
5.5Pj6.5 10 38.5690 38.5690 38.5690 38.5690
5.5Pd5-6 10 39.2240 39.2240 39.2240 39.2240
6.5Pj5 10 39.8470 39.8470 39.8470
5.5Pj5-6 10 40.7510 40.7510 40.7510
5.5Pd5 10 40.9250 40.9250
5.5Pj5 10 42.4640
Sig. .528 .124 .893 .249 .133 .555 .060 .378 .366
98 98
Lanjutan lampiran 6.
Univariate Analysis of VarianceKapal tanpa menggunakan semang
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kecepatan
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 307.708a 2 153.854 64.499 .000
Intercept 189061.791 1 189061.791 7.926E4 .000
Ukuran_baling2 307.708 2 153.854 64.499 .000
Error 422.210 177 2.385
Total 189791.708 180
Corrected Total 729.918 179
a. R Squared = .422 (Adjusted R Squared = .415)
Post Hoc Tests
Ukuran baling-baling
Homogeneous Subsets
Kecepatan
Tukey HSD
Ukuran_
baling2 N
Subset
1 2
6.5 60 30.5815
5-6 60 33.0790
5 60 33.5665
Sig. 1.000 .197
99 99
Lanjutan lampiran 6.
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kecepatan
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 364.505a 17 21.441 9.506 .000
Intercept 189061.791 1 189061.791 8.382E4 .000
interaksiSM 364.505 17 21.441 9.506 .000
Error 365.413 162 2.256
Total 189791.708 180
Corrected Total 729.918 179
a. R Squared = .499 (Adjusted R Squared = .447)
100 100
Lanjutan lampiran 6.
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Kecepatan
Tukey HSD
interaksiSM N
Subset
1 2
5.5+6.5Pd6.5 10 29.7960
5.5Pd6.5 10 29.7960
6.5Pd6.5 10 29.7960
5.5+6.5Pj6.5 10 31.3670 31.3670
5.5Pj6.5 10 31.3670 31.3670
6.5Pj6.5 10 31.3670 31.3670
5.5+6.5Pd5-6 10 32.5340
5.5Pd5-6 10 32.5340
6.5Pd5-6 10 32.5340
5.5+6.5Pd5 10 33.3860
5.5Pd5 10 33.3860
6.5Pd5 10 33.3860
5.5+6.5Pj5-6 10 33.6240
5.5Pj5-6 10 33.6240
6.5Pj5-6 10 33.6240
5.5+6.5Pj5 10 33.7470
5.5Pj5 10 33.7470
6.5Pj5 10 33.7470
Sig. .654 .050
101 101
Lanjutan lampiran 6.
T-Test Sudut kemiringan poros baling-baling kapal yang menggunakan semang
Group Statistics
Poros N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KS sudut 30 9 5.1300 .55263 .18421
sudut 40 9 5.4944 .65232 .21744
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
t DfSig. (2-tailed)
KS Equal variances assumed
-1.279 16 0.219Equal variances not assumed -1.279 15.579 0.22
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:KS
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.813a 5 .363 .939 .490
Intercept 507.955 1 507.955 1.316E3 .000
PHporos 1.813 5 .363 .939 .490
Error 4.632 12 .386
Total 514.400 18
Corrected Total 6.445 17
a. R Squared = .281 (Adjusted R Squared = -.018)
102 102
Lanjutan lampiran 6.
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
KS
Tukey HSD
HP poros N
Subset
1
5.5HP+6.5HP dengan Poros
Panjang3 4.6733
5.5HP dengan Poros Panjang 3 5.2033
5.5HP dengan Poros Pendek 3 5.3833
5.5HP+6.5HP dengan Poros
Pendek3 5.4367
6.5HP dengan Poros Panjang 3 5.5133
6.5HP dengan Poros Pendek 3 5.6633
Sig. .420
.
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:KS
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .857a 2 .428 1.150 .343
Intercept 507.955 1 507.955 1.363E3 .000
HP .857 2 .428 1.150 .343
Error 5.589 15 .373
Total 514.400 18
Corrected Total 6.445 17
a. R Squared = .133 (Adjusted R Squared = .017)
103 103
Lanjutan lampiran 6.
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
KS
Tukey HSD
HP N
Subset
1
5.5HP + 6.5HP 6 5.0550
5.5HP 6 5.2933
6.5HP 6 5.5883
Sig. .313
Test –Test
Sudut kemiringan poros baling-baling kapal tanpa menggunakan semang
Group Statistics
poros N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KTS sudut 30 9 5.0989 .45805 .15268
sudut 40 9 5.2744 .65611 .21870
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
t DfSig. (2-tailed)
KTS Equal variances assumed -0.658 16 0.52Equal variances not assumed -0.658 14.301 0.521
104 104
Lanjutan lampiran 6.
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:KTS
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .621a 5 .124 .321 .891
Intercept 484.227 1 484.227 1.252E3 .000
PHporos .621 5 .124 .321 .891
Error 4.640 12 .387
Total 489.488 18
Corrected Total 5.261 17
a. R Squared = .118 (Adjusted R Squared = -.249)
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Kapal tanpa semang
Tukey HSD
PHporos N
Subset
1
5.5HP+6.5HP dengan Poros
Panjang3 4.9300
5.5HP dengan Poros Panjang 3 5.0867
5.5HP+6.5HP dengan Poros
Pendek3 5.0933
5.5HP dengan Poros Pendek 3 5.2067
6.5HP dengan Poros Panjang 3 5.2800
6.5HP dengan Poros Pendek 3 5.5233
Sig. .843
105 105
Lanjutan lampiran 6.
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Kapal tanpa semang
Tukey HSD
PHporos N
Subset
1
5.5HP+6.5HP dengan Poros
Panjang3 4.9300
5.5HP dengan Poros Panjang 3 5.0867
5.5HP+6.5HP dengan Poros
Pendek3 5.0933
5.5HP dengan Poros Pendek 3 5.2067
6.5HP dengan Poros Panjang 3 5.2800
6.5HP dengan Poros Pendek 3 5.5233
Sig. .843
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:KTS
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .471a 2 .235 .737 .495
Intercept 484.227 1 484.227 1.516E3 .000
HP .471 2 .235 .737 .495
Error 4.790 15 .319
Total 489.488 18
Corrected Total 5.261 17
a. R Squared = .089 (Adjusted R Squared = -.032)
106 106
Lanjutan lampiran 6.
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
KTS
Tukey HSD
HP N
Subset
1
5.5HP + 6.5HP 6 5.0117
5.5HP 6 5.1467
6.5HP 6 5.4017
Sig. .474
107 107
Lampiran 7. Foto Dokumentasi
Peralatan yang digunakan pada penelitian
Foto pemberian jarak tempu eksperimen (100 Meter)
Foto pemberian jarak tempu eksperimen (100)
108 108
Lanjutan lampiran 7.
Foto pengambilan data kapal jukung yang menggunakan katir (semang)
Foto pengambikan data kapal jukung yang menggunakan katir (semang)
109 109
Lanjutan lampiran 7.
Foto pengambilan data kapal jukung tanpa menggunakan semang
Foto pengambilan data kapal jukung tanpa menggunakan semang