ankilostomiasis

30
BAB I PENDAHULUAN Ankylostoma merupakan penyakit cacing tambang yang disebabkan oleh cacing Necator Americanus, ancylosoma duodenale, dan jarang disebabkan oleh Ancylostoma Braziliensis, Ancylostoma canium, Ancylostoma malayanum. Penyakit ini tersebar di daerah tropis maupun subtropik. Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan di dunia. Di Indonesia penyakit ini lebih banyak disebabkan oleh cacing Necator americanus daripada Ancylostoma duodenale. Infeksi cacing tambang meliputi seperempat dari populasi dunia, terutama negara tropis maupun subtropis. Sekitar 900 juta penduduk dunia terinfeksi ankilostomiasis, menyebabkan kehilangan darah 9 juta liter tiap harinya. Penyakit cacing tambang tersebut luas di seluruh dunia. N. Americanus terutama di negara- negara barat dan juga negara tropis, seperti Asia Tenggara, Indonesia, Australia. A. duodenale tersebar terutama di Mediterania, India, China dan Jepang. Kondisi yang menguntungkan untuk perubahan telur cacing ke larva adalah pada suhu 23-33° C, tanah yang lembab dan gembur. Di pedesaan bagian dari Puducherry, wilayah pesisir selatan India, penduduk disana berobat ke 1

Upload: nimas-ajeng

Post on 19-Jan-2016

152 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

infeksi cacing tambang

TRANSCRIPT

Page 1: ankilostomiasis

BAB I

PENDAHULUAN

Ankylostoma merupakan penyakit cacing tambang yang disebabkan oleh

cacing Necator Americanus, ancylosoma duodenale, dan jarang disebabkan oleh

Ancylostoma Braziliensis, Ancylostoma canium, Ancylostoma malayanum.

Penyakit ini tersebar di daerah tropis maupun subtropik. Infeksi cacing tambang

masih merupakan masalah kesehatan di dunia. Di Indonesia penyakit ini lebih

banyak disebabkan oleh cacing Necator americanus daripada Ancylostoma

duodenale.

Infeksi cacing tambang meliputi seperempat dari populasi dunia, terutama

negara tropis maupun subtropis. Sekitar 900 juta penduduk dunia terinfeksi

ankilostomiasis, menyebabkan kehilangan darah 9 juta liter tiap harinya. Penyakit

cacing tambang tersebut luas di seluruh dunia. N. Americanus terutama di negara-

negara barat dan juga negara tropis, seperti Asia Tenggara, Indonesia, Australia.

A. duodenale tersebar terutama di Mediterania, India, China dan Jepang. Kondisi

yang menguntungkan untuk perubahan telur cacing ke larva adalah pada suhu 23-

33° C, tanah yang lembab dan gembur.

Di pedesaan bagian dari Puducherry, wilayah pesisir selatan India,

penduduk disana berobat ke berbagai departemen rawat jalan di rumah sakit

dengan berbagai keluhan saluran pencernaan dan anemia. Jumlah total 2600

pasien diperiksa untuk mengetahui infeksi parasit selama periode satu tahun

(2007-2008) dengan menggunakan teknik parasitologi standar. Dari 417 pasien

positif, jumlah 286 (68,58%) telah terinfeksi cacing dan 131 (31,41%) telah

terinfeksi selain infeksi cacing. Pria lebih banyak terinfeksi daripada perempuan.

Manusia merupakan hospes utama infeksi cacing tambang. Endemisitas

infeksi tergantung pada kondisi lingkungan guna menetaskan telur dan maturasi

larva. Prevalensi di Indonesia cukup tinggi berkisar 30-50% terutama di pedesaan,

khususnya perkebunan dan pertambangan. Kebiasaan defekasi di tanah dan

pemakaian feses sebagai pupuk kebun, penting dalam penyebaran infeksi.

Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di

1

Page 2: ankilostomiasis

perkebunan karet di Sukabumi, Jawa Barat (93,1%) dan di perkebunan kopi di

Jawa Timur (80,69%). Prevalensi infeksi cacing tambang cenderung meningkat

dengan meningkatnya umur. Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat

pekerjaan sekelompok karyawan atau penduduk. Sebagai contoh dapat

dikemukakan sebagai berikut: kelompok karyawan wanita maupun pria yang

menolah tanah di perkebunan teh atau karet, akan terus menerus terpapar terhadap

kontaminasi.

Tingginya insiden infeksi akibat cacing tambang di daerah ini menyoroti

fasilitas sanitasi yang buruk dan berbagai faktor lingkungan seperti buang air

besar di udara terbuka serta tinja kurang dikelola kurang baik sehingga

menghasilkan kontaminasi tanah dengan cacing telur. Telur ini akan matang

dalam tanah yang lembab dan menjadi infektif bagi manusia. Di daerah ini

praktek tidak menggunakan alas kaki selama kegiatan sehari-hari sangat umum

sehingga memungkinkan hal tersebut menjadi faktor penyebab terinfeksi cacing

tambang.

Penatalaksanaan dengan perawatan umum dilakukan dengan memberikan

nutrisi yang baik, suplemen preparat besi yang diperlukan oleh pasien dengan

gejala klinis yang berat, terutama bila ditemukan bersama-sama dengan anemia.

Dengan pengobatan yang adekuat meskipun telah terjadi komplikasi, prognosis

tetap baik.

2

Page 3: ankilostomiasis

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Morfologi dan Daur Hidup

Beberapa spesies cacing tambang yang penting, diantaranya :

1. Necator americanus

2. Ancylostoma duodenale

3. Ancylostoma braziliense

4. Ancylostoma ceylanicum

5. Ancylostoma caninum

Necator americanus dan Ancylostoma duodenale adalah dua spesies

cacing tambang yang dewasa di manusia. Habitatnya ada di rongga usus halus.

Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina

mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa

berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi.

Gambar 2. 1 Morfology Ancylostoma duodenale

3

Page 4: ankilostomiasis

Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan

keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas

menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi

larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu

di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk

bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva

rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform

panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran

darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru larvanya menembus pembuluh darah

masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan

masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva

filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan (Menteri

Kesehatan , 2006)

Gambar 2.1

Telur hookworm, larva rhabditiform, larva filariform

2.2 EPIDEMIOLOGI

Infeksi cacing tambang meliputi seperempat dari populasi dunia, terutama

di negara tropis maupun subtropis. Sekitar 900 juta penduduk dunia terinfeksi

ankilostomiasis, menyebabkan kehilangan darah 9 juta liter setiap harinya.

Penyakit cacing tambang tersebar luas di seluruh dunia, N. americanus terutama

di negara-negara barat dan juga negara tropis seperti Afrika, Asia Tenggara,

Indonesia, Australia, kepulauan Pasifik, dan beberapa negara bagian Amerika. A.

duodenale tersebar terutama di mediterania, Asia Utara, India Utara, Cina, dan

Jepang.

4

Page 5: ankilostomiasis

Cacing ini memerlukan tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan terlindung

dari sinar matahari langsung. Telur cacing tambang menetas menjadi larva

rabditiform dalam waktu 24-36 jam untuk kemudian pada hari ke 5 – 8 menjadi

bentuk filariform yang infektif. Suhu optimum bagi N.americanus adalah 28°C –

32 °C dan untuk A.duodenale adalah sedikit lebih rendah 23°C – 25 °C. Ini salah

satu sebab mengapa N.americanus lebih banyak ditemukan di Indonesia daripada

A.duodenale.

Dinamakan cacing tambang karena pada awalnya cacing tersebut

ditemukan pada para pekerja tambang di Eropa yang fasilitas sanitasinya belum

memadai, tinja kurang dikelola secara baik serta kebiasaan berjalan kaki di tanah

tanpa menggunakan alas kaki. Manusia merupakan inang utama infeksi cacing

tambang. Endemisitas infeksi tergantung pada kondisi lingkungan guna

menetaskan telur dan maturasi larva. Prevalensi di Indonesia cukup tinggi

terutama di daerah pedesaan, khususnya perkebunan dan pertambangan.

Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian feses sebagai pupuk kebun penting

dalam penyebaran infeksi.

5

Page 6: ankilostomiasis

2.3 ETIOLOGI

Penyakit cacing tambang, hookworm disease atau ankilostomiasis

disebabkan oleh Ancylostoma duodenale (hookworn dunia lama) dan Necator

americanus (hookworm dunia baru). A. ceylanicum jarang menimbulkan infeksi

pada manusia tetapi lebih sering menginfeksi binatang piaraan seperti anjing,

kucing.

duodenale mempunyai ukuran lebih besar dari N. Americanus. A.

duodenale betina dapat memproduksi telur 10.000 – 25.000 per hari. A. duodenale

dewasa memiliki 2 pasang gigi (4 gigi) seperti kait yang menonjol, kemampuan

menghisap darah ± 0,20 ml per cacing per hari. Bentuk badan A. duodenale

menyerupai huruf C pada cacing jantan terdapat bursa kopulatriks.

N. americanus berbentuk silinder, dengan ukuran cacing jantan 5 – 11 mm x 0,3 –

0,35 mm, sedang cacing betina 9 – 13 mm x 0,35 – 0,6 mm. N. americanus dapat

memproduksi telur 10.000 – 20.000 telur per hari. Memiliki sepasang gigi seperti

plat dan menghisap darah ± 0,03 ml per cacing per hari. Bentuk badan N.

americanus menyerupai huruf S.

Gambar Necator americanus

6

Page 7: ankilostomiasis

Gambar Ancylostoma duodenale

Telur cacing tambang terdiri atas satu lapis dinding yang tipis dan adnya

ruangan yang jelas antara dinding dan terdapat 2 – 4 sel di dalamnya. Telur keluar

bersama tinja dan berkembang di tanah. Ukuran telur A. duodenale 56 – 60 µm x

36 – 40 µm, telur N. americanus 64 – 76 µm x 36 – 40 µm.

Gambar Telur hookworm

7

Page 8: ankilostomiasis

2.4 PATOFISIOLOGI DAN KLINIS PENYAKIT

Siklus hidup hookworm tidak banyak berbeda satu sama lainnya. Manusia

merupakan hospes inang utama dari parasit ini, infeksi cacing tambang didapat

dengan cara tertelan larva filariform maupun larva filariform yang berhasil

menembus kulit (yang sering melalui kulit kaki). Ketika larva filariform berhasil

menembus kulit (kaki), maka selanjutnya mengikuti sirkulasi darah dan limfe,

memasuki jantung kanan, masuk siklus paru ke alveoli kemudian bermigrasi naik

ke bronkus, trakhea, laring, dan tertelan masuk ke rongga saluran cerna sehingga

mencapai usus halus dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang hidup di rongga

usus halus. Di usus halus bagian proksimal cacing dewasa menggait pada dinding

usus dengan gigi (Ancylostoma) dan memakai plat (Necator), mengisap darah

melalui kapsula bukalis di tempat tersebut. Untuk A. duodenale mampu mengisap

darah pada kapiler vili intestinal ±0,20 ml per cacing/hari, sedangkan N.

americanus kemampuan menghisap darah ±0,03 ml per cacing/hari. Karena

kehilangan darah inilah, maka manifestasi klinis yang menonjol pada

ankilostomiasis adalah anemia defisiensi besi dan hipoalbuminemia terutama bila

disertai gangguan nutrisi. Cacing tambang mampu menghasilkan beribu-ribu telur

per hari dan telur tersebut akan keluar bersama tinja. Oleh karen maturasi telur

cacing tambang memerlukan waktu yang cukup lama, maka kecil kemungkinan

terjadinya autoinfeksi akibat terpapar telur dan juga kecil kemungkinan terinfeksi

melalui paparan telur atau kontaminasi feses yang baru.

Telur cacing tambang berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis, di

dalamnya terdapat 4 – 8 sel. Telur dikeluarkan bersama feses, tidak seperti halnya

maturasi telur strongyloides yang berlangsung cepat maka maturasi telur cacing

tambang berlangsung lambat. Di luar tubuh telur cacing tambang akan menetas

dalam waktu 1 – 1,5 hari di tanah yang lembab, hangat, gembur. Situasi seperti

inilah yang dapat menjelaskan penyakit cacing tambang banyak terdapat di daerah

tropis maupun subtropis. Setelah menetas terbentuk larva rabditiform yang non

infeksius. Selama 3 – 7 hari berada di tanah rabditiform yang panjangnya sekitar

250 mikron akan tumbuh menjadi larva filariform yang panjangnya sekitar 600

8

Page 9: ankilostomiasis

mikron yang potensi infeksius. Larva filariform dapat hidup di tanah selama 7 – 8

minggu. Pada saat larva melalui atau bermigrasi ke paru akan menimbulkan

gangguan pada saluran pernapasan. Pada saluran cerna menimbulkan berbagai

gangguan saluran cerna.

Infeksi karena N. americanus lebih sering terjadi melalui kulit tetapi juga

bisa tertelan larva, sedangkan A. duodenale infeksi pada umumnya terjadi dengan

tertelan larva A. duodenale dan N. americanus yang cara infeksinya dengan cara

menelan larva maka cacing ini tidak memiliki siklus di paru.

Gambar siklus hidup dan patofisiologi

a. Stadium Larva atau Ankilostomiasis Akut

Beberapa rata-rata tertinggi dari penularan cacing tambang terjadi di daerah

pantai dunia, di mana tahap ketiga larva yang bisa menginfeksi dapat

9

Page 10: ankilostomiasis

bermigrasi secara bebas pada tanah berpasir di mana temperatur dan

kelembaban cukup optimal untuk kelangsungan hidup larva. Larva filariform

yang berhasil menembus kulit akan menimbulkan perubahan pada kulit berupa

reaksi hipersensitivitas, ruam makulopapular, erythematous dan sangat gatal

(pruritus lokal) yang dikenal sebagai “ground itch”. Walaupun seluruh

permukaan tubuh rentan, ground itchi lebih sering muncul di tangan dan kaki,

yang merupakan tempat utama masuk untuk tahap ketiga larva. Berbeda

dengan ground itch, kulit yang diinvasi oleh zoonotik A. braziliense tahap

ketiga larva menghasilkan larva migrans cutaneous, atau “creeping eruption,”

sebuah kondisi dermatologis yang self-limited yang ditandai oleh lubang

serpiginous, 1 – 5 cm panjangnya. Disebabkan oleh tahap ketiga larva yang

bermigrasi pada epidermis, lubang mucul pada kaki di 39 persen kasus

(Gambar 1), pada bokong sebanyak 18 persen, dan pada abdomen sebanyak

16 persen; dalam kasus yang lain, lubang kebanyakan muncul dibagian bawah

kaki, lengan dan wajah.

Gambar Larva migrans cutaneous disebabkan oleh Ancylostoma braziliense.

10

Page 11: ankilostomiasis

Gambar Larva ground itchi disebabkan oleh Larva Filariform.

Sewaktu larva bermigrasi ke paru akan menimbulkan berbagai keluhan berupa

batuk, sesak karena bronkitis, pneumonia maupun asma bronkiale. Pneumonia

yang disertai eosinophilia perifer (Loffer’s syndrome) merupakan petanda

penting adanya infeksi cacing tambang.

Gambar Pneumonia disertai eosinophilia (Loffer’s syndrome)

b. Stadium Dewasa atau Ankilostomiasis Kronis

Gejala klinis sangat bervariasi dari yang ringan sampai berat. Infeksi cacing

tambang dapat mencetuskan gejala klinis akibat dua hal penting yaitu anemia

defisiensi besi dan malnutrisi. Dampak dari anemia defisisensi besi akan

muncul berbagai keluhan dan gejala seperti pucat, lemah, lesu, sukar

konsentrasi, pusing, berdebar-debar, dyspnoe d’effort. Penurunan berat badan

merupakan manifestasi dari malnutrisi disertai hipoalbumenia dengan atau

tanpa edema anasarka. Pada saluran cerna muncul keluhan mual, sebah, diare,

rasa kurang enak di perut.

11

Page 12: ankilostomiasis

Gambar Siklus kehidupan Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Klinis Penyakit

a. Stadium larva

Larva filariform yang menembus kulit dalam jumlah yang banyak secara

sekaligus dapat menyebabkan perubahan kulit berupa :

Gatal atau pruritus kulit, terutama di kaki (ground itch).

Dermatitis dan kadang ruam makulopapula sampai vesikel; merupakan tanda

pertama yaNg dihubungkan dengan invasi larva cacing.

Perubahan yang terjadi pada paru biasanya ringan. Selama berada di paru,

larva dapat menyebabkan kapiler-kapiler dalam alveoli paru menjadi peah

sehingga terjadi batuk darah. Berat ringannya kondisi ini ditentukan oleh

jumlah larva cacing yang melakukan penetrasi ke dalam kulit.

Gejala-gejala pada usus terjadi dalam waktu 2 minggu setelah larva

melakukan penetrasi terhadap kulit. Larva cacing menyebabkan iritasi usus

12

Page 13: ankilostomiasis

halus. Gejala dari iritasi usus halus diantaranya adalah rasa tidak enak di eprut,

kembung, sering mengeluarkan gas (flatus), serta menret-mencret.

b. Stadium dewasa

Gejala yang terjadi bergantung pada:

Spesies dan jumlah cacing

Setiap satu cacing Ancylostoma duodenale akan menyebabkan kehilangan

darah sebanyak 0,08-0,34 cc setiap hari.

Keadaan gizi penderita (Fe dan protein)

Infeksi cacing Ancylostoma dalam stadium dewasa dapat menyebabkan

terjadinya anemia hipokromik normositer serta eosinofilia. Anemia terjadi

setelah infestasi cacing dalam tubuh berlangsung selama 10-20 mingggu.

Jumlah cacing dewasa yang diperlukan untuk menimbulkan gejala anemia

adalah lebih dari 500, tetapi bergantung pada keadaan gizi hospes.

Eosinofilia akan jelas terlihat pada bulan pertama infeksi cacing. Toksin

cacing yang dapat menyebabkan anemia belum dapat dibuktikan.

Ancylotomiasis biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan

daya tahan tubuh berkurang. Prestasi kerja juga dapat menurun akibat

ancylostomiasis.

Sejumlah penderita penyakit cacing tambang yang dirawat di Yogyakarta

mempunyai kadar Hb yang semakin rendah bilaman penyakit semakin berat.

Golongan ringan, sedang, berat, dan sangat berat mempunyai kadar Hb rata-rata

berturut-turut 11,3 g%, 8,8 g%, 4,8 g% dan 2,6 g%.

Gejala klinik dan diagnosis gejala klinik karena infeksi cacing tambang

antara lain lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap

penyakit, prestasi kerja menurun, dan anemia (anemia hipokrom mikrositer). Di

samping itu juga terdapat eosinofilia

Cacing tambang utama yang berhubungan dengan cedera pada manusia

terjadi ketika parasit dewasa menyebabkan kehilangan darah pada interstitial.

Istilah “penyakit cacing tambang” merujuk utamanya pada anemia karena

kekurangan zat besi yang merupakan akibat dari infeksi yang yang sedang atau

berat. Kehilangan darah terjadi ketika cacing-cacing tersebut menggunakan alat

13

Page 14: ankilostomiasis

pemotong untuk menempelkan mereka pada mucosa dan submucosa

intestinal/usus dan mengerutkan esophagi otot mereka untuk menciptakan tekanan

negative, yang menghisap potongan jaringan kedalam kapsul buccal mereka.

Kapiler dan arteriol pecah bukan hanya secara mekanis tetapi juga secara kimiawi,

melalui aksi dari enzim hidrolitis. Untuk memastikan aliran darah, cacing

tambang dewasa mengeluarkan agen/unsure anticlotting. (Salah satunya, sebuah

faktor VIIa/faktor inhibitor jaringan, yang sedang dikembangkan sebagai sebuah

unsure terapetis untuk memblokir coagulopathy dari infeksi fulminant

dikarenakan virus Ebola) Cacing tambang mencerna sebagian dari darah

extravasasi. Beberapa sel darah merah mengalami lisis, sehingga melepaskan

hemoglobin, yang dicerna oleh sebuah kaskade hemoglobinases yang menandai

usus parasit.

Gambar Patogenesis dan Sequelae Klinis dari Penyakit Cacing Tambang.

Panel A memperlihatkan sebuah pemindai mikrograf electron Necator

americanus. Capsul buccal ditandai dengan memotong plat yang memungkinkan

parasit dewasa untuk memakan mucosa intestinal, submucosa dan darah. Tiap

cacing tambang panjangnya berkisar dari 5 sampai 13 mm dan menyebabkan

kehilangan darah 0,3 ml per hari. Panel B memperlihatkan seekor cacing tambang

dewasa memakan mucosa intestinal dan submucosa (hematoxylin dan Eosin).

14

Page 15: ankilostomiasis

Manifestasi klinis utama dari penyakit cacing tambang adalah konsekuensi

dari kehilangan darah interstinal yang kronis. Anemia karena kekurangan zat besi

terjadi dan hypoalbuminemia berkembang ketika kehilangan darah melebihi

asupan dan cadangan zat besi host dan protein. Bergantung pada status zat besi

host, beban cacing tambang (yakni, intensitas infeksi, atau jumlah cacing per

orang) dari 40 sampai 160 cacing diasosiasikan dengan tingkat hemoglobin di

bawah 11g per desiliter. Namun, studi lain telah memperlihakan bahwa anemia

bisa terjadi dengan beban cacing tambang yang lebih ringan. Karena infeksi oleh

A.duodenale menyebabkan kehilangan darah yang lebih hebat dibandingkan

terinfeksi oleh N. americanus, tingkatan anemia karena kekurangan zat besi yang

disebabkan oleh cacing tambang bergantung pada spesies. Ketika cadangan zat

besi di host menjadi habis/berkurang, ada sebuah korelasi langsung antara

intensitas infeksi cacing tambang (biasanya diukur dengan total jumlah telur

kuntitatif) dan penurunan pada hemoglobin, serum ferritin, dan tingkat

protoporphyrin.

Gambar Hubungan antara Berat Cacing Tambang dan Anemia.

Keterangan Gambar :

Total jumlah telur kuantitatif berfungsi sebagai ukuran tidak langsung dari berat cacing

tambang dewasa (yakni, jumlah cacing per pasien). Tingkat hemoglobin turun dalam

proporsi terhadap infeksi.

2.5 DIAGNOSIS 15

Page 16: ankilostomiasis

Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan telur cacing tambang

dalam tinja segar, menemukan larva di dalam tinja lama, atau menemukan cacing

tambang dewasa dalam tinja. Untuk membedakan spesies N. americanus dan A.

duodenale dapat dilakukan biakan tinja yang akan dijumpai jenis larva cacing

tambang.

2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tinja :

- Berupaya menemukan telur cacing tambang pada pemeriksaan

mikroskopis langsung dengan bahan feses. Pemeriksaan yang dapat

membedakan kedua spesies ini ialah dengan faecal smear pada filter paper

strip Harada-Mori.

- Menghitung jumlah telur cacing tambang dengan teknik cellophane thick

smear (Kato) guna membantu menentukan derajat penyakit cacing

tambang.

Darah :

- Pada hapusan darah dapat dijumpai gambaran anemia hipokrom mikrositer

- Eosinofilia terjadi pada 70 – 80% kasus

- Hipoalbuminemia

- Leukosit umumnya normal.

- Peningkatan IgE dan IgG4, tetapi pemeriksaan IgG4 tidak

direkomendasikan karena tinggi biayanya.

2.7 DIAGNOSIS BANDING

- Dermatitis

- Bronkhitis, asma bronkhiale, bronkhopneumonia

- Beri-beri, gastritis, ulkus peptikum.

2.8 PENATALAKSANAAN

16

Page 17: ankilostomiasis

a. Terapi umum

1. Perbaikan gizi dengan pemberian nutrisi tinggi kalori dan protein,

diperkaya dengan multivitamin dan mineral.

2. Karena anemia defisiensi besi merupakan ancaman utama pada infeksi

ankilostomiasis, maka preparat besi dapat digunakan untuk mengatasi

anemianya. Secara oral, sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari dapat diberikan

sampai tanda anemianya hilang. Penderita yang mengalami anemia berat

dengan kadar Hb < 5 g/dl, maka sebelum memulai pemberian anthelmintik

dapat dikoreksi dengan transfusi darah.

b. Terapi Spesifik

1. Antihistamin untuk mengurangi keluhan gatal-gatal.

2. Obat cacing:

Tetrakloretilen, merupakan drug of choice pasien Ankilostomiasis. Dosis

yang diberikan 0,12 ml/kg BB, dosis tunggal tidak boleh lebih dari 5 ml.

Pengobatan dapat diulang 2 minggu kemudian bila pemeriksaan telur

dalam tinja tetap positif. Pemberian obat sebaiknya dalam keadaan perut

kosong disertai pemberian 30 gram MgSO4 . Kontraindikasi obat ini pada

pasien alkoholisme, kelainan pencernaan, dan konstipasi.

Bephenium hydroxynaphthoate (alcopar), merupakan obat pilihan

utama yang baik untuk pengobatan massal. Dosis tunggal 5 gram perhari

dan perlu puasa minimal 2 jam.

Thiabendazole (Mintezol), diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB, 2

kali/hari.

Mebendazole (Vermox), dosis 2 x 100 mg/hari selama 3 hari berturut-

turut. Kontraindikasi anak < 6 bulan, kehamilan trimester pertama. Efek

samping gangguan saluran cerna, sakit kepala, pusing.

Pirantel pamoat (Combantrin), cukup efektif dan toksisitasnya rendah,

dosis tunggal 10 mg/kgBB. Kontraindikasi pada ibu menyusui, kehamilan

trimester pertama, turunkan dosis pada gangguan hati. Efek samping

gangguan saluran cerna, sakit kepala, pusing, mengantuk dan ruam kulit.

Tretramizole (Ascaridil), dosis tunggal 2,5 mg/kgBB.

17

Page 18: ankilostomiasis

Albendazol diberikan dengan dosis tunggal 400 mg. kontraindikasi anak <

6 bulan, pasien dengan ocular cysticercosis, kehamilan trimester pertama.

Dapat diberikan pada ibu menyusui. Efek samping gangguan saluran

cerna, sakit kepala, pusing, serangan kejang dapat terjadi pada pasien

dengan neuro cysticercosis.

Oleh karena sering dijumpai infeksi campuran dengan cacing lain maka

dianjurkan pemberian kombinasi pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB

dengan mebendazol 100 mg dua kali sehari selama 3 hari berturut-turut.

2.9 Komplikasi

Kerusakan pada kulit akan menyebabkan dermatitis berat terlebih jika

pasien sensitif. Anemia yang berat sering menyebabkan gangguan pertumbuhan

dan mental serta gangguan jantung.

2.10 Prognosis

Dengan pengobatan yang adekuat meskipun telah terjadi komplikasi,

prognosis masih tetap baik.

2.11 Pencegahan

1. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.

2. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci

terlebih dahulu dengan menggunkan sabun dan air mengalir.

3. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah

dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.

4. Menggunakan fasilitas jamban yang memenuhi syarat kesehatan.

5. Tidak membuang feses sembarangan.

6. Tidak kontak langsung dengan tanah tanpa menggunakan pelidung diri

(sarung tangan) apalagi dengan tanah yang terkontaminasi feses.

7. Pengobatan masal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang rawan

infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: ankilostomiasis

Ali S.A., Akhtar T., Maqbool A., Hussan A., Ikram S. 2013. Ancylostoma

Duodenale Seperated from Contaminated Soil. International Journal of

Zoology and Research. 3: 27-38.

Brooker Simon, Hotez Peter J., and Bundy Donald A. P. 2008 Hookworm-Related

Anaemia among Pregnant Women: A Systematic ReviewNeglected Tropical

Disease 9:291

Datu Bennett J. D., Gasser Robin B., Nagaraj Shivashankar H., Ong Eng K.,

O’Donoghue Peter, McInnes Russell, et al. 2008. Transcriptional Changes in

the Hookworm, Ancylostoma caninum, during the Transition from a Free-

Living to a Parasitic Larva Neglected Tropical Disease 1:130

Friedman Andrew J., Ali Said M., and Albonico Marco. 2012. Safety of a New

Chewable Formulation of Mebendazole for Preventive Chemotherapy

Interventions to Treat Young Children in Countries withModerate-to-High

Prevalence of Soil Transmitted Helminth Infections. Journal of Tropical

Medicine 12:590463

llar Carmen Cue´, Wu Wenhui, and Mendez Susana 2009. The Hookworm Tissue

Inhibitor of Metalloproteases (Ac-TMP-1) Modifies Dendritic Cell Function

and Induces Generation of CD4 and CD8 Suppressor T Cells Neglected

Tropical Disease 5:439

Jonker Femkje A. M., Calis Job C. J., Phiri Kamija, Brienen Eric A. T., Khoffi

Harriet, Brabin Bernard J., et al. 2012. Real-time PCR Demonstrates

Ancylostoma duodenale Is a Key Factor in the Etiology of Severe Anemia

and Iron Deficiency in Malawian Pre-school Children Neglected Tropical

Disease 3:1555

Le Joncour A., Lacour S.A, Lecso G., Regnier S., Guillot J., and Caumes E. 2012.

Case Report: Molecular Characterization of Ancylostoma braziliense Larvae

in a Patient with Hookworm-Related Cutaneous Larva Migrans. Am. J. Trop.

Med. Hyg. 86(5): 843–845.

Mulvenna Jason, Hamilton Brett, Nagaraj Shivashankar H., Smyth Danielle,

Loukas Alex, and Gorman Jeffrey J. 2009. Proteomics Analysis of the

19

Page 20: ankilostomiasis

Excretory/Secretory Component of the Blood-feeding Stage of the

Hookworm, Ancylostoma caninum The American Society for Biochemistry

and Molecular Biology:Molecular & Cellular Proteomics 8.1 pp 109-121

Mansyoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, Ankilostoma. Jakarta;

Media Aesculapius FK UI.

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. ed.6.

vol.1. cet.1.Jakarta:EGC;2006.p.272-277.

Shaw J.G., Aggarwal N., Acosta L.P., Jiz M.A., Wei Wu H., Leenstra T., et al.

2010. Reduction in Hookworm Infection after Praziquantel Treatment among

Children and Young Adults in Leyte, the Philippines. Am. J. Trop. Med. Hyg.

83(2): 416–421.

Soukhathammavong Phonepasong Aye´, Sayasone Somphou, Phongluxa

Khampheng, Xayaseng Vilavanh, Utzinger Ju¨ rg, Vounatsou Penelope, et

al. 2012. Low Efficacy of Single-Dose Albendazole and Mebendazole

against Hookworm and Effect on Concomitant Helminth Infection in Lao

PDR Neglected Tropical Disease 1:1417

Tritten Lucienne, Silbereisen Angelika, and Keiser Jennifer 2011. In Vitro and In

Vivo Efficacy of Monepantel (AAD 1566) against Laboratory Models of

Human Intestinal Nematode Infections Neglected Tropical Disease 12:1457

W. Sudoyo dkk, Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Cetakan I

November 2009. Jakarta;PAPDI

Wang Zhengyuan, Abubucker Sahar, Martin John, Wilson Richard K, Hawdon

John and Mitreva Makedonka. 2010. Characterizing Ancylostoma caninum

transcriptome and exploring nematode parasitic adaptation BMC Genomics,

11:307

20