anisometropia
DESCRIPTION
kelainan refraksi pada mata salah satunya anisometropiaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Anisometropia yang merupakan salah satu gangguan penglihatan, adalah suatu
keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.1,2
Anisometropia pada anak merupakan penyebab utama diantara ambliopia dan
strabismus, karena mata tidak dapat berakomodasi secara independen dan mata
yang lebih hiperopia terus menerus menjadi kabur, selain itu anisometropia
penyebab penting dari kebutaan monokular.3 Ambliopia adalah penurunan
ketajaman penglihatan tanpa dapat dideteksi adanya penyakit organik pada suatu
mata, dan akibat terburuknya bisa sampai terjadinya kebutaan monokular.4
Pada anisometropia terdapat perbedaan kekuatan refraksi pada kedua mata.
Perbedaan kekuatan refraksi ini dapat mengakibatkan kelainan penglihatan
binokuler, dimana bayangan yang terbentuk tidak sama, baik ukuran, bentuk atau
keduanya, yang disebut aniseikonia. Perbedaan tersebut masih dapat ditoleransi
apabila perbedaan besarnya bayangan tidak lebih dari 5%. Apabila perbedaan
besarnya bayangan sudah 5% atau lebih maka akan menimbulkan aniseikonia
yang akan mengakibatkan penderita merasa tidak nyaman menggunakan
kacamata.5
Berdasarkan penelitian Saw (2002), prevalensi kelainan refraksi di
Sumatera adalah Miopia sebesar 26,1%, Astigmatisme sebesar 18,5%,
Anisometropia sebesar 15,1%, dan hiperopia sebesar 9,2%6. Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa 6% kejadian anisometropia terjadi antara umur 6 sampai 18
tahun7. Meskipun anisometropia bukan penyakit mata yang paling sering dijumpai
1
namun kewaspadaan terhadap munculnya anisometropia khususnya pada anak
kecil harus tetap ditingkatkan. Dan yang paling penting kelainan-kelainan mata
lainnya yaitu hipermetropia, miopia dan astigmatisma yang tidak ditangani dengan
baik dapat menimbulkan munculnya anisometropia.
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi, klasifikasi diagnosis dan penatalaksanaan
pada anisometropia.
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tentang definisi, klasifikasi, diagnosis dan penatalaksanaan
pada anisometropia.
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah wawasan mengenai anisometropia, mulai dari diagnosis sampai
penatalaksanaan anisometropia.
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai
literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Media Refraksi1,8
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, humor akuaeus (cairan bilik mata), permukaan anterior dan
posterior lensa, badan kaca (corpus vitreum).
2.1.1 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan dan bersifat tembus cahaya, sifat
tembus cahaya pada kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular,
dan deturgesens. Kornea disisipkan ke sklera di limbus, lekuk melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5
mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva
bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membrane Descement, dan lapisan endotel.
Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel, endotel hanya satu lapis.
Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian
stroma yang berubah. Membran Descement adalah sebuah membran elastik yang
jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskopi elektron dan merupakan
membran basalis dari enjhyndotel kornea. Stroma kornea mencakup sekitar 90%
dari ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari lamella fibril-fibril kolagen dengan
3
lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter
kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran
dan periodisitasnya secara optik menjadi jernih. Lamella terletak di dalam suatu
zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratosit yang menghasilkan
kolagen dan zat dasar.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah
limbus, humor aquaeus, dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan
oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus).
2.1.2 Aqueous Humor
Humor aquaeus diproduksi oleh korpus siliar. Setelah memasuki kamera
posterior, humor aquaeus melalui pupil dan masuk ke kamera anterior dan
kemudian ke perifer menuju ke sudut kamera anterior.
2.1.3 Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang
iris, lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan korpus siliare.
Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus, di sebelah posteriornya vitreus.
Kapsula lensa adalah suatu membrane yang semipermeabel (sedikit lebih
permeable daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit
masuk.
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subskapular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan
4
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang
panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan
lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk
{Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas
dibagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel
subkapsul.
Lensa digantung ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai
zonula (zonula Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaann korpus
siliare dan menyisip kedalam ekuator lensa. Enam puluh lima persen lensa terdiri
dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi diantara jaringan-
jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh
lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan
lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.
2.1.4 Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan
yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus-
membran hialoid-normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsula
lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi
optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke
lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke
kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang.
5
Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua koponen, kolagen
dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada
vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.
2.2 Fisiologi Refraksi1,9
(Gambar 2.1 refraksi pada mata emetrop)
(referensi Lang GK. Ophthalmology a short textbook. Stuttgart: Thieme. 2000. 117-9)
Mata dapat dianggap sebagai kamera potret, dimana sistem refraksinya
menghasilkan bayangan kecil, terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel
batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik(N II), ke korteks
serebri pusat punglihatan, yang kemudian tampak sebagai lapisan uang tegak.
Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen
di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi maka pupil akan mengecil untuk
menguranginya. Daya refraksi kornea hampir sama dengan humor akueus, sedang
6
daya refraksi lensa hampir sama pula dengan badan kaca. Keseluruhan sistem
refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan fokus 23 mm. Dengan
demikian, pada mata yang emetrop, dalam keadaan mata istirahat, sinar yang
sejajar, yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina.
Fovea sentralis merupakan posterior principal focus dari sitem refraksi mata ini,
dimana cahaya yang datang sejajar, setelah melalui sitem refraksi ini bertemu.
Letaknya 23 mm di belakang kornea, tepat dibagian dalam macula lutea.
Pembiasaan yang tersebar terdapat pada permukaan anterior dari kornea, ditambah
dengan permukaan anterior dan posterior lensa. Refraksi mata adalah perubahan
jalannya cahaya, akibat media refrakta mata, dimana mata dalam keadaan
istirahat. Mata dalam keadaan istirahat berarti mata dalam keadaan tidak
berakomodasi.
Mata mengubah-ubah daya bias untuk memfokuskan benda dekat melalui
proses yang disebut akomodasi. Penelitian tentang bayangan Purkinje, yang
merupakan pencerminan dari berbagai permukaan optis di mata, telah
memperlihatkan bahwa akomodasi terjadi akibat perubahan di lensa kristalina.
Kontraksi otot siliaris menyebabkan penebalan dan peningkatan kelengkungan
lensa, mungkin akibat relaksasi kapsul lensa.
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya
pembiasnya. Tentang mekanisme akomodasi ada 2 teori:
1. Teori Helmholtz: kalau m.siliaris berkontraksi, maka iris dan badan siliar,
digerakkan ke depan bawah, sehingga zonula Zinnii jadi kendor, lensa
menjadi lebih cembung, karena elastisitasnya sendiri. Banyak yang
mengikuti teori ini
7
2. Teori dari Tschernig: bila m.siliaris berkontraksi, maka iris dan badan
siliar digerakkan ke belakang atas, sehingga zonula Zinnii menjadi tegang,
juga bagian perifer lensa menjadi tegang, sedang bagian tengahnya di
dorong ke sentral danmenjadi cembung
Beberapa macam keadaan refraksi mata:
1. Emetropia: keadaan refraksi mata, dimana semua sinar yang sejajar, yang
datang dari jarak tak terhingga, dan jatuh pada mata yang dalam keadaan
istirahat, akan dibiaskan tepat di retina.
2. Ametropia: keadaan refraksi mata, dimana sejajar yang datang dari jarak
tak terhingga dan jatuh dimana dalam keadaan istirahat tidak pernah
dikumpulkan tepat di retina. Macam-macam ametropia yaitu:
a. Presbiopia merupakan hilangnya daya akomodasi yang terjadi
bersamaan dengan proses penuaan.
b. Hiperopia atau hipermetropia merupakan kelainan refraksi, dimana
sinar yang sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata
yang dalam keadaan istirahat dibiaskan dibelakang retina
c. Miopia merupakan kelainan refraksi, dimana sinar sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat
dibiaskan di depan retina
d. Astigmatisma merupakan kelainan refraksi, dimana sinar sejajar dari
jarak tak tertentu, refraksi dalam tiap meridian tidak sama
e. Anisometropia adalah perbedaan kelainan refraksi di antara kedua
mata.
2.3 Anisometropia
8
2.3.1 Definisi
Isometropia merupakan keadaan dimana kedua mata memiliki kekuatan
refraksi yang sama. Anisometropia merupakan salah satu kelainan refraksi mata,
yaitu suatu keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.1
Anisometropria dengan perbedaan antara kedua mata lebih dari atau sama dengan
2,5 dioptri akan menyebabkan perbedaan bayangan sebesar 5% atau lebih.
Perbedaan bayangan antara kedua mata sebesar 5% atau lebih pada umumnya
akan menimbulkan gejala aniseikonia.1,2,10,11
2.3.2 Etiologi12
Penyebab anisometropia dapat dikarenakan kongenital, dan didapat, yaitu:
1. Kongenital dan anisometropia karena pertumbuhan, yaitu muncul
disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan dari kedua bola mata
2. Anisometropia didapat, yaitu mungkin disebabkan oleh aphakia uniokular
setelah pengangkatan lensa pada katarak atau disebabkan oleh implantasi
lensa intra okuler dengan kekuatan yang salah. Dapat terjadi juga karena
trauma intraokuker pada mata.
Anisometropia dapat terjadi apabila:1,2
1. mata yang satu hipermetropia sedangkan yang lain miopia (antimetropia)
2. mata yang satu hipermetropia atau miopia atau astagmatisma sedangkan
yang lain emetropia
3. mata yang satu hipermetropia dan yang lain juga hipermetropia, dengan
derajat refraksi yang tidak sama
4. mata yang satu miopia dan yang lain juga miopia dengan derajat refraksi
yang tidak sama
9
5. mata yang satu astigmatisma dan yang lain juga astigmatisma dengan
derajat yang tidak sama
2.3.3 Klasifikasi Anisometropia12
1. Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal
(emetropia) dan mata yang lainnya miopia (simple miopia anisometropia)
atau hipermetropia (simple miopia anisometropia).
2. Coumpound anisometropia: dimana pada kedua mata hipermetropia
(coumpound hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound
miopia anisometropia), tetapi sebelah mata memiliki gangguan refraksi
lebih tinggi dari pada mata yang satunya lagi.
3. Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu lagi
hipermetropia, ini juga disebut antimetropia.
4. Simple astigmmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan yang
lainnya baik simple miopia atau hipermetropi astigamatisma.
5. Coumpound astigmatismatic anisometropia: dimana kedua mata
merupakan astigmatism tetapi berbeda derajatnya.
Sloane membagi anisometropia menjadi 3 tingkat yaitu:13
1. anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5 D
2. anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D
3. anisometropia besar, beda re nbmfraksi lebih besar dari 2,5 D
2.3.4 Gejala Anisometropia
Biasanya keluhan muncul pada saat penderita menggunakan kacamata baru
dan menggunakan penglihatan kedua matanya. Gejala anisometropia sangat
bervariasi. Adanya fluktuasi anisometropia harus dicurigai adanya kenaikan
10
gula darahnya.
Menurut Friedenwald gejala anisometropia muncul bila terdapat perbedaan
bayangan yang diterima pada kedua retina. Adapun gejala anisometropia
pada umumnya sebagai berikut :
1. Sakit kepala.
2. Rasa tidak enak pada kedua matanya.
3. Rasa panas pada kedua mata.
4. Rasa tegang pada kedua mata.
Gejala yang lebih spesifik pada anisometropia adalah sebagai berikut:
1. Pusing. (dizziness).
2. Mual-mual.
3. Kadang-kadang melihat ganda.
4. Kesulitan memperkirakan jarak suatu benda.
5. Melihat lantai yang bergelombang.
6. Kesulitan naik tangga
7. Kesulitan mengendarai kendaraan.
2.3.5 Kelainan Klinik akibat Anisometropia14
1) akibat perbedaan visus
adanya perbedaan visus kedua mata berakibat gangguan fusi,
sehingga orang tersebut akan menggunakan mata yang lebih baik,
sedangkan mata yang kurang visusnya akan disupresi. Apabila keadaan ini
dibiarkan maka akan dapat terjadi strabismus, dan apabila terjadi pada
anak-anak yang masih mengalami perkembangan visus binokular, dapat
mengakibatkan ambliopia.
11
2) akibat perbedaan bayangan
perbedaan bayangan meliputi perbedaan ukuran dan bentuk.
Adanya perbedaan bayangan disebut aniseikonia. Pada aniseikonia selalu
terjadi gangguan penglihatan binokular. Gangguan penglihatan binokular
ini diakibatkan oleh ketidaksamaan rangsangan untuk penglihatan
stereoskopik.
Secara klinik praktis aniseikonia yang terjadi akibat anisometropia dapat diketahui
dari kelainan distorsi dan kelainan stereoskopik yang muncul.14,15
2.3.6 Diagnosis Anisometropia
Diagnosis anisometropia dapat dibuat setelah pemeriksaan retinoskopi
pada pasien yang penglihatannya berkurang.12 Pada pemeriksaan retinoskopi
dinilai refleks fundus dan dengan ini bisa diketahui apakah seseorang menderita
hipermetropia, miopia atau astigmatisma. Kemudian baru ditentukan berapakah
perbedaan kekuatan refraksi antara kedua bola mata dan ditentukan besar kecilnya
derajat anisometropia.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan pada anisometropia13:
a.
Pemeriksaan
Visus
Pada penderita ini diperiksa visusnya tanpa lensa koreksi. Pemeriksaan
ini ditujukan untuk mengetahui visus penderita dan apakah sudah terjadi
ambliopia sebelumnya.
b. Pemeriksaan Status Refraksi Penderita
Pada penderita miopia dengan anisometropia dapat diperiksa dengan
12
refraktometer otomatis atau dengan menggunakan bingkai kacamata coba
(trial frame) dan lensa coba (trial lens). Pemeriksaan di lakukan dengan
refraksi subjektif monokuler sampai mendapatkan visus yang
terbaik. Pada penderita dengan perbedaan status refraksi yang tinggi dapat
mengakibatkan supresi pada penderita yang sudah dewasa dan dapat
mengakibatkan ambliopia bila kelainan ini terjadi pada anak-anak yang
perkembangan penglihatan binokulemya belum sempuma.
c. Pergerakan Bola Mata
Pada penderita anisometropia yang terlalu lama tidak dilakukan
koreksi akan mengakibatkan strabismus. Strabismus ini terjadi pada mata
yang lebih jelek visusnya. Hal ini disebabkan karena adanya supresi pada
mata tersebut. Pada keadaan ini penderita sudah terjadi gangguan
penglihatan binokulernya.
d. Penglihatan Binokuler
Tujuan dari pengelolaan anisometropia adalah memberikan
penglihatan binokuler terbaik bagi penderita. Syarat penglihatan binokuler
yang normal adalah :
Visus kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya tidak
terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.
2. Otot ekstrinsik kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sarna
dengan baik, yakni dapat menggulirkan kedua mata sehingga kedua
sumbu penglihatan menuju pada benda yang menjadi pusat
perhatiannya.
3. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup mernfusi dua
13
bayangan yang datang dari kedua retina menjadi satu bayangan
tunggal. Untuk mengetahui adanya supresi atau fusi pada
mata dapat dilakukan dengan pemeriksaan Tes Worth'four dot.
2.3.7 Penatalaksanaan12
Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu suatu
keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi, sehingga
penatalaksanaan anisometropia adalah memperbaiki kekuatan refraksi kedua mata.
Adapun beberapa penatalaksanan baik menggunakan alat maupun tindakan, yaitu:
1. Kaca mata. Kacamata koreksi bisa mentoleransi sampai maksimum
perbedaan refraksi kedua mata 4D. lebih dari 4D koreksi dengan
menggunakan kacamata dapat menyebabkan munculnya diplopia.
2. Lensa kontak. Lensa kontak disarankan untuk digunakan untuk
anisometropia yang tingkatnya lebih berat.
3. Kacamata aniseikonia. Hasil kliniknya sering mengecewakan.
4. Modalitas lainnya dari pengobatan, termasuk diantaranya:
a) Implantasi lensa intraokuler untuk aphakia uniokuler
b) Refractive cornea surgery untuk miopia unilateral yang tinggi,
astigmata, dan hipermetropia
c) Pengangkatan dari lensa kristal jernih untuk miopia unilateral
yang sangat tinggi (operasi fucala)
2.3.8 Komplikasi6
14
Komplikasi pertama yang muncul akibat anisometropia adalah diplopia,
ambliopia dan strabismus sebagai kompensasi mata terhadap perbedaan kekuatan
refraksi kedua mata dan yang paling ditakuti adalah kebutaan monokular.
15
BAB III
KESIMPULAN
Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan dimana kedua
mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.1,2 Perbedaan kekuatan refraksi ini
dapat mengakibatkan kelainan penglihatan binokuler, dimana bayangan yang
terbentuk tidak sama, baik ukuran, bentuk atau keduanya, yang disebut
aniseikonia. Perbedaan tersebut masih dapat ditoleransi apabila perbedaan
besarnya bayangan tidak lebih dari 5%. Apabila perbedaan besarnya bayangan
sudah 5% atau lebih maka akan menimbulkan aniseikonia yang akan
mengakibatkan penderita merasa tidak enak menggunakan kacamata.5
Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya, akibat media refrakta
mata, dimana mata dalam keadaan istirahat. Alat-alat refraksi mata terdiri dari
permukaan kornea, humor akuaeus (cairan bilik mata), permukaan anterior dan
posterior lensa, badan kaca (corpus vitreum).8 Mata dapat dianggap sebagai
kamera potret, dimana sistem refraksinya menghasilkan bayangan kecil, terbalik
di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang dan kerucut di retina, yang
diteruskan melalui saraf optik(N II), ke korteks serebri pusat punglihatan, yang
kemudian tampak sebagai lapisan uang tegak. Supaya bayangan tidak kabur,
kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas
cahaya terlalu tinggi maka pupil akan mengecil untuk menguranginya. Dengan
demikian, pada mata yang emetrop, dalam keadaan mata istirahat, sinar yang
sejajar, yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina.
Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya, akibat media refrakta mata,
dimana mata dalam keadaan istirahat. Mata dalam keadaan istirahat berarti mata
16
dalam keadaan tidak berakomodasi. Mata mengubah-ubah daya bias untuk
memfokuskan benda dekat melalui proses yang disebut akomodasi.9
Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu suatu
keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.1 Etiologi
anisometropria adalah kongenital dan anisometropia didapat.15 Sloane membagi
anisometropia berdasarkan beda refraksi kedua mata menjadi 3 tingkat yaitu
anisometropia kecil, anisometropia sedang, anisometropia besar.13 Gejala
anisometropia pada umumnya sakit kepala, pada kedua mata merasa tidak enak,
panas, tegang. Gejala yang spesifik pada anisometropia yaitu pusing, mual-mual,
kadang-kadang melihat ganda, kesulitan memperkirakan jarak suatu benda,
melihat lantai yang bergelombang.14,15 Diagnosis anisometropia dapat dibuat
setelah pemeriksaan retinoskopi pada pasien yang penglihatannya berkurang.12
Pada pemeriksaan retinoskopi dinilai refleks fundus dan dengan ini bisa diketahui
apakah seseorang menderita hipermetropia, miopia atau astigmatisma. Kemudian
baru ditentukan berapakah perbedaan kekuatan refraksi antara kedua bola mata
dan ditentukan besar kecilnya derajat anisometropia. Penatalaksanaan
anisometropia adalah memperbaiki kekuatan refraksi kedua mata. Adapun
beberapa penatalaksanan baik menggunakan alat maupun tindakan, yaitu
menggunakan kaca mata, lensa kontak, kacamata aniseikonia, sedangkan tindakan
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kekuatan refraksi mata yaitu implantasi
lensa intraokuler, refractive cornea surgery ataupun pengangkatan lensa kristal
jernih untuk miopia unilateral yang sangat tinggi (operasi fucala)12
17