angriawan pradana hamzah yang terbaru rev

106
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung oleh adanya perkembangan dinamis dan kontribusi nyata di sektor perbankan, alasannya karena kontribusi sektor perbankan berperan penting dalam menggerakkan roda perekonomian di suatu negara. Hal ini dapat dilihat ketika sektor perbankan terpuruk yang disebabkan oleh adanya krisis moneter (tahun 1997 – tahun 1998), dimana dengan terpuruknya sektor perbankan mengakibatkan tingkat perekonomian Indonesia yang berjalan normal. Oleh karena itulah fungsi dan peran sektor perbankan dalam pembangunan ekonomi sangatlah berpengaruh, sebab sektor perbankan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Pentingnya fungsi dan peran sektor perbankan dalam pertumbuhan ekonomi, sehingga lembaga keuangan 1

Upload: ahmad-nurul-firdaus

Post on 24-Oct-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung oleh adanya

perkembangan dinamis dan kontribusi nyata di sektor perbankan, alasannya

karena kontribusi sektor perbankan berperan penting dalam menggerakkan

roda perekonomian di suatu negara. Hal ini dapat dilihat ketika sektor

perbankan terpuruk yang disebabkan oleh adanya krisis moneter (tahun 1997 –

tahun 1998), dimana dengan terpuruknya sektor perbankan mengakibatkan

tingkat perekonomian Indonesia yang berjalan normal. Oleh karena itulah

fungsi dan peran sektor perbankan dalam pembangunan ekonomi sangatlah

berpengaruh, sebab sektor perbankan dapat mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi di suatu negara.

Pentingnya fungsi dan peran sektor perbankan dalam pertumbuhan

ekonomi, sehingga lembaga keuangan yang berperan adalah bank umum

(commercial bank). Bank Umum memiliki peranan yang sangat penting dalam

menggerakkan roda perekonomian nasional, alasannya karena kurang lebih

95% dana pihak ketiga dikelolah oleh bank, selanjutnya selain bank umum

juga ditentukan oleh fungsi dan peran Bank Syariah dan Bank Perkreditan

Rakyat (BPR), namun dalam penelitian ini yang akan dijadikan pokok

pembahasan adalah Bank Umum dan Bank Syariah. Alasannya karena kedua

jenis sektor bank memiliki kontribusi yang sangat besar dalam melakukan

penyaluran kredit kepada nasabah.

1

Page 2: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Fungsi dan peran Bank Umum dan Bank Syariah, nampak memiliki

perbedaan dimana Bank Umum melakukan aktivitas usaha secara konvensional

(UU. No. 10 tahun 1990), sedangkan menurut Muhamad (2004, hal. 13) Bank

Syariah beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga atau tanpa bunga.

Dengan adanya perbedaan dalam menjalankan kegiatan operasional yakni

antara Bank Umum dan Bank Syariah mengakibatkan adanya perbedaan dalam

penyaluran kredit.

Masalah penyaluran kredit berperan untuk membantu masyarakat

dalam melakukan investasi, distribusi dengan konsumsi barang dan jasa,

mengingat semua investasi, distribusi dan konsumsi berkaitan dengan uang

maka akan berdampak terhadap kelancaran kegiatan pembangunan

perekonomian masyarakat. Oleh karena itulah dalam melaksanakan penyaluran

kredit antara Bank Umum dengan Bank Syariah sangat ditentukan oleh adanya

permintaan kredit.

Permintaan kredit antara Bank Umum dengan Bank Syariah terjadi

perbedaan, dimana menurut Muhammad Safi’i Antonio dalam Jumhur (2006,

hal. 23) yang mengemukakan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya

perbedaan permintaan kredit menurut Bank Umum dengan Bank Syariah

adalah Bank Konvensional menerapkan sistem bunga dan bank syariah

menggunakan bagi hasil. Dengan adanya permintaan dalam penyaluran kredit

yakni antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah maka perlu dilakukan

studi komparatif permintaan kredit menurut bank konvensional dengan bank

syariah.

2

Page 3: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Komparatif statik adalah suatu model penelitian yang dilakukan

dengan membandingkan salah satu variabel pada sistem persamaan sebagai

variabel instrument, selain itu menggunakan suatu variabel baru dan

menambahkannya kedalam sistem persamaan tersebut, yang dilakukan dengan

cara menurunkan sistem tersebut terhadap variabel instrument. Kemudian

faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit untuk bank

konvensional (Bank Umum), menurut Mochammad Faza Rifai (2007, hal. 88)

bahwa permintaan kredit untuk bank umum sangat ditentukan oleh PDRB,

suku bunga riell dan laju inflasi. Dimana dari hasil penelitian yang dilakukan

oleh Mochammad Faza Rifai yang meneliti faktor yang mempengaruhi

permintaan kredit bank pada Bank Umum, Provinsi Jawa Tengah yang

menemukan ada pengaruh yang signifikan antara PDRB, suku bunga rieel dan

laju inflasi.

Selanjutnya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad

Yusuf (2005) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan

kredit konsumtif adalah penentuan desain utama yang menunjukkan bahwa

faktor PDRB, suku pinjaman berpengaruh signifikan terhadap permintaan

kredit konsumtif. Sedangkan tingkat inflasi dan tingkat suku bunga

berpengaruh negatif terhadap permintaan kredit.

Dalam hubungannya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Mochammad Faza Rifai dan Muhammad Yusuf, maka penelitian yang

dilakukan oleh penulis adalah meneliti permintaan kredit antara bank

konvensional dengan bank syariah, dimana perbedaan yang dilakukan oleh

3

Page 4: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Muhammad Yusuf dan Mochmmad Faza Rifai dengan yang dilakukan oleh

penulis adalah kedua penelitian terdahulu hanya menfokuskan pada Bank

Umum sedangkan yang dilakukan oleh penulis menfokuskan pada Bank

Konvensional dan Bank Syariah. Dimana faktor yang mempengaruhi

permintaan kredit pada Bank Konvensional adalah PDRB, tingkat suku bunga

dan laju inflasi, sedangkan faktor yang mempengaruhi permintaan kredit pada

bank syariah adalah PDRB, laju inflasi dan bagi hasil.

Melihat dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dalam

penelitian ini dilakukan pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi

permintaan kredit menurut bank konvensional dan bank syariah.

Hal ini dapat dilihat dari perkembangan data permintaan kredit pada

Bank Konvensional dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dimana pada

tahun 2010 meningkat sebesar Rp.132.000.000.000.000, sedangkan permintaan

kredit pada Bank Syariah pada tahun 2010 sebesar Rp. 99.500.000.000.000.

sehingga dengan adanya perbedaan tersebut maka penulis tertarik untuk

membahas tema ini lebih jauh dengan memilih judul : “Analisis Komparatif

Statik terhadap Permintaan Kredit pada Bank Syariah dan Bank

Konvensional di Makassar (Periode 2001 – 2010).”

1.2. Masalah Pokok

Adapun masalah pokok dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut :

1. Apakah PDRB, bagi hasil dan inflasi berpengaruh terhadap permintaan

kredit pada Bank Syariah.

4

Page 5: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

2. Apakah PDRB, suku bunga dan inflasi berpengaruh terhadap permintaan

kredit pada Bank Konvensional.

3. Apakah ada perbedaan antara permintaan kredit Bank Syariah dengan

Bank Konvensional.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh PDRB, bagi hasil dan inflasi terhadap

permintaan permintaan kredit pada Bank Syariah.

2. Untuk menganalisis pengaruh PDRB, suku bunga dan inflasi terhadap

permintaan kredit pada Bank Syariah.

3. Untuk menganalisis perbedaan permintaan kredit menurut Bank Syariah

dengan Bank Konvensional.

1.4 Kegunaan Penelitian

Dengan harapan tujuan penelitian tercapai, maka selanjutnya

penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut :

1. Sebagai bahan sumbangan pikiran kepada Bank Syariah dengan Bank

Konvensional mengenai perbandingan secara statik terhadap permintaan

kredit pada Bank Syariah dan Bank Konvensional.

2. Sebagai salah satu bahan referensi bagi yang berminat untuk

memperdalam masalah permintaan kredit khususnya pada Bank Syariah

dengan Bank Konvensional.

5

Page 6: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Dalam sistem perekonomian sekarang ini perbankan memegang peranan

penting dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Bank adalah badan usaha yang

memberikan jasa pada penyimpanan uang, pengirimanuang serta permintaan dan

penawarana kredit. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang

perbankan menyebutkan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana

dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak. Oleh karena fungsi utama bank adalah sebagai

perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang

kekurangan dana, maka usaha pokok yang dilaksanakan adalah kegiatan-kegiatan

pada sektor perkreditan, khususnya pada Bank Konvensional dan Bank Syariah.

Bank Syariah berbeda dari bank Konvensional adalah secara konsepsional.

Konsep dasarnya adalah adanya keseimbangan antara kehidupan dunia dan

persiapan menuju kehidupan akhirat. Berbisnis atau melakukan tindak ekonomi

juga harus mengikuti konsep tersebut, yaitu menjaga keseimbangan. Bukan

sekedar memaksimalkan kekayaan, tetapi harus seimbang dengan memperhatikan

apakah cara bisnisnya sudah sesuai dengan syariah atau belum.

Dengan demikian menjadi nasabah bank Syariah niat dan tujuannya adalah

berekonomi dengan cara yang diridhoi Allah SWT, sehingga bukan hanya

mencari tingginya tingkat pengembalian ekonomi. Namun memang menjadi

6

Page 7: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

keharusan bagi bank Syariah agar secara ekonomis dapat bersaing dengan bank

Konvensional sehingga diharapkan juga mampu menciptakan pengembalian

investasi atau bagi hasil yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan bank

Konvensional.

Nasabah (masyarakat) yang kelebihan dana akan menyimpan uangnya

di bank dalam berbagai bentuk. Nasabah penyimpan akan memperoleh balas jasa

dari bank berupa bunga bagi bank Konvensional. Berbeda bila masyarakat

menyimpan uangnya di bank Syariah, maka bukan bunga yang akan diperoleh

melainkan sistem bagi hasil yang berdasarkan Prinsip Syariah. Besarnya jasa

bunga dan bagi hasil tergantung dari besar kecilnya dana yang disimpan dan

faktor lainnya.

Bagi masyarakat yang memperoleh pinjaman atau kredit dari bank

Konvensional diwajibkan untuk mengembalikan pinjaman tersebut beserta bunga

yang telah ditetapkan sesuai perjanjian antara bank dengan nasabah. Sedangkan

di bank Syariah pengembalian pinjaman disertai dengan sistem bagi hasil yang

sesuai hukum Islam.

Sebagai perantara keuangan, bank akan memperoleh keuntungan dari

selisih bunga yang diberikan kepada penyimpan (bunga simpanan) dengan bunga

yang diterima dari peminjam (bunga kredit). Keuntungan ini dikenal dengan

istilah Spread Based. Jenis keuntungan ini diperoleh dari bank Konvensional

Sedangkan bagi Bank Syariah tidak dikenal istilah bunga, karena bank Syariah

mengharamkan bunga. Pada Bank Syariah keuntungan yang diperoleh dikenal

dengan istilah bagi hasil.

7

Page 8: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara

bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usahanya,

atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Sehingga Bank

Syariah ialah badan usaha yang bergerak dalam bidang perbankan yang sistem

operasionalnya didasarkan pada prinsip-prinsip syariat Islam.

Sedangkan tujuan didirikannya Bank Syariah adalah meningkatkan

usaha menuju kesejahteraan umat dengan mengaitkan pembangunan ekonomi

dan sosial serta menyelamatkan umat Islam dari membayar dan menerima bunga

yang termasuk perbuatan riba serta dampak sampingnya yang tidak dikehendaki

oleh Islam.

Adapun karakterististik Bank Syariah adalah : bersifat produktif, dimana

ekonomi Islam memandang bahwa semua aktivitas ekonomi harus produktif

sehingga kegiatannya lebih ditekankan pada ekonomi riil sedangkan bunga

merupakan pendapatan yang tidak produktif. Bersifat tidak eksploitatif, dimana

kegiatan ekonomi tidak boleh ditujukan demi keuntungan satu pihak dengan

mengobankan pihak lain (sama-sama untung). Berkeadilan artinya tidak boleh

ada transaksi ekonomi yang merugikan pihak-pihak yang terlibat, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Tidak bersifat spekulatif, hal ini dianggap

sebagai perjudian dan dapat mengakibatkan orang yang melakukannya terancam

kemiskinan serta menyebabkan uang atau barang yang dispekulasikan menjadi

tidak bermanfaat. Anti riba, dimana riba sebenarnya adalah tambahan yang

ditetapkan dalam perjanjian atas suatu barang yang dipinjam, ketika barang

8

Page 9: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

dikembalikan. Sehingga pemilik barang berharap bahwa ia bisa meraih

keuntungan dari transaksi pinjam meminjam tersebut.

Dari uraian tersebut di atas, maka fungsi dan peran Bank Umum dan

Bank Syariah, nampak memiliki perbedaan dimana Bank Umum melakukan

aktivitas usaha secara konvensional sedangkan Bank Syariah beroperasi dengan

tidak mengandalkan bunga atau tanpa bunga. Dengan adanya perbedaan dalam

menjalankan kegiatan operasional yakni antara Bank Umum dan Bank Syariah

sehingga mengakibatkan adanya perbedaan dalam penyaluran kredit.

Dimana faktor yang mempengaruhi permintaan kredit pada Bank

Konvensional adalah PDRB, tingkat suku bunga dan laju inflasi, sedangkan

faktor yang mempengaruhi permintaan kredit pada bank syariah adalah PDRB,

laju inflasi dan bagi hasil.

2.1.2. Konsep PDRB

Laju pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator makro yang

menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indikator ini biasanya digunakan

untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah

dalam periode waktu tertentu. Indikator ini dapat pula dipakai untuk menentukan

arah kebijaksanaan pembangunan yang akan datang. Pembangunan suatu daerah

dapat berhasil dengan baik apabila didukung oleh suatu perencanaan yang

mantap sebagai dasar penentuan strategi, pengambilan keputusan dan evaluasi

hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.

Dalam menyusun perencanaan pembangunan yang baik perlu

menggunakan data-data statistik yang memuat informasi tentang kondisi riil suatu

9

Page 10: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

daerah pada saat tertentu sehingga kebijaksanaan dan strategi yang telah

atau akan diambil dapat dimonitor dan dievaluasi hasil-hasilnya. Salah satu

indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil-

hasil pembangunan di suatu daerah serta untuk mengukur besarnya laju

pertumbuhan ekonomi adalah dengan menggunakan data Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan.

Pembangunan yang pesat di segala bidang dan telah menjangkau seluruh

pelosok ke desa memerlukan adanya data statistik Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) setiap tingkat wilayah administrasi. Data dan informasi yang

diperlukan antara lain transformasi melalui Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB), Pendapatan Regional Bruto, Pendapatan Regional perkapita dan

pertumbuhan ekonomi regional.

Dengan demikian data dan informasi yang disajikan selain merupakan

evaluasi hasil pembangunan yang telah dicapai, juga akan menjadi bahan dasar

dalam penyusunan konsep strategi dan kebijaksanaan perencanaan pembangunan

oleh pemerintah daerah maupun secara nasional yang akan ditempuh pada

masa yang akan datang.

Dalam menyusun rekapitulasi ekonomi bagi suatu daerah maka salah satu

titik pokok dalam pembahasan ini adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto

atau PDRB. Oleh karena itu sebagaimana dikemukakan dalam buku Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Selatan mengatakan bahwa produk

domestik regional bruto merupakan seluruh nilai netto suatu barang dan jasa

10

Page 11: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

(komoditi) yang diproduksi suatu domestik/regional tanpa memperhatikan

pemilikan faktor-faktor produksinya.

Menurut pendapat Suparmoko (2002 : 368) mengemukakan bahwa

PDRB adalah merupakan pendapatan atas faktor produksi yang dimiliki oleh

penduduk suatu wilayah atau daerah ditambah penduduk asing yang berada

di wilayah/daerah tersebut.

Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi maka salah satu faktor yang

menjadi tolak ukur adalah perkembangan ekonomi. Sebab dengan pertumbuhan

ekonomi yang meningkat maka akan dapat mempengaruhi income perkapita bagi

suatu negara.

Nilai produk domestik regional bruto dapat dihitung melalui tiga

pendekatan yaitu : Pendekatan produksi, produk domestik regional bruto

merupakan jumlah netto atas suatu barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit

produksi dalam suatu wilayah dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu

tahun). Pendekatan pendapatan, produk domestik regional bruto merupakan

jumlah balas jasa (pendapatan) yang diterima oleh faktor-faktor produksi karena

ikut sertanya dalam proses produksi dalam suatu wilayah dan biasanya dalam

jangka waktu tertentu (satu tahun) serta pendekatan pengeluaran, produk

domestik regional bruto merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh

rumah tangga, pemerintah dan lembaga swasta non profit, investasi, serta ekspor

netto (ekspor dikurangi import), biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu

tahun).

11

Page 12: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Produk domestik regional bruto dapat juga dihitung berdasarkan atas

dua ukuran, yaitu atas dasar harga berlaku dan harga konstan. Sadono Sukirno

(2001 : 34-35) mengemukakan bahwa produk domestik regional bruto atau

pendapatan domestik regional bruto pada harga berlaku adalah nilai barang-

barang dan jasa-jasa yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dan dinilai

menurut harga-harga yang berlaku pada tahun tersebut. Cara ini adalah cara

yang selalu dilakukan dalam menghitung pendapatan dari suatu periode ke

periode lainnya.

Nilai PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengukur

pertumbuhan ekonomi karena nilai PDRB atas dasar harga konstan ini tidak

dipengaruhi oleh perubahan harga, sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku

digunakan untuk melihat besarnya perekonomian suatu daerah.

Untuk memperoleh pengertian tentang pendapatan maka hal itu harus

dilihat dari mana pendapatan tersebut dibentuk dan bagaimana proses

pembentukannya. Karena pendapatan itu sendiri merupakan jumlah penerimaan

yang diperoleh individual, masyarakat, produsen atau perusahaan, daerah, negara

dan sebagainya. Sebagai hasil usaha atau kompensasi yang diterima di dalam

kegiatan-kegiatan ekonomi melalui produksi barang-barang dan jasa-jasa yang

dihasilkan mereka.

Sedang untuk melakukan pengukuran tingkat pendapatan tertentu

pada saat tertentu pula, di dalam ilmu ekonomi di kenal 5 (lima) konsep dasar

di mana masing-masing adalah Gros National Product (GNP), Gross Domestic

12

Page 13: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

product (GDP), Net National Product (NNP) atau National Income (NI),

Personal Income (PI) dan Disposible Personal Income (DPI). Sehubungan

dengan apa yang dikemukakan, maka berikut ini akan diberikan beberapa

pendapat yang dibuat tentang pengertian "Pendapatan" agar dapat dipahami. Dan

diantara kelima konsep yang sudah diajukan itu, ternyata konsep GNP yang

paling populer digunakan di dalam perhitungan-perhitungan ekonomi.

Dalam penyajian PDRB selalu dibedakan atas dasar harga konstan dan

atas dasar harga berlaku. Adapun defenisi dari pembagian PDRB ini adalah :

PDRB atas dasar harga berlaku adalah jumlah nilai barang dan jasa (komoditi)

atau pendapatan, atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang

berlaku pada tahun yang bersangkutan. PDRB atas dasar harga konstan adalah

nilai barang jasa (komoditi) atau pendapatan, atau pengeluaran yang nilai atas

dasar harga tetap.

Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula

kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang

ditetapkan oleh pemerintah. Dengan logika yang sama, pada tingkat distribusi

pendapatan tertentu yang tetap, semakin tinggi PDRB per kapita riil suatu

daerah, semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk

membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintahnya.

Dengan kata lain, semakin tinggi PDRB per kapita riil suatu daerah, semakin

besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut.

13

Page 14: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

PDRB adalah seluruh nilai netto barang dan jasa (komoditas) yang

diproduksi pada suatu wilayah domestik regional tanpa memperhatikan pemilikan

faktor-faktor produksi pada suatu wilayah domestik/regional tanpa

memperhatikan pemilikan faktor-faktor produksinya. Nilai produk domestik

regional bruto dapat dilihat dari tiga pendekatan, yaitu : Segi produk, produk

domestik regional bruto merupakan jumlah netto atas suatu barang dan jasa

yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan biasanya dalam

jangka waktu tertentu (satu tahun). Segi pendapatan, dimana produk domestik

regional bruto merupakan jumlah balas jasa (pendapatan) yang diterima oleh

faktor produksi karena ikut sertanya dalam proses produksi dalam suatu wilayah

dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun), serta segi pengeluaran,

produk domestik regional bruto merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan

oleh rumah tangga, pemerintah dan lembaga, swasta dan non profit, investasi serta

eksport netto biasanya dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Selanjutnya produk domestik regional bruto dibagi atas dua versi yaitu

produk domestik regional bruto berdasarkan atas harga berlaku dan atas harga

konstan. Dimana Produk domestik regional bruto atas harga berlaku adalah

jumlah nilai barang dan jasa (komoditi) atau pendapatan atau pengeluaran yang

dinilai sesuai dengan harga berlaku pada tahun yang bersangkutan. Sedangkan

Produk domestik regional bruto berdasarkan harga konstan, adalah nilai barang

dan jasa atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas harga tetap tahun

1993. Penunjukan tahun 1993 sebagai tahun dasar sesuai dengan instruksi Biro

Pusat Statistik Nasional.

14

Page 15: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

PDRB berhubungan erat dengan permintaan kredit disebabkan karena

dengan adanya kenaikan PDRB maka tingkat konsumsi masyarakat akan semakin

meningkat, oleh sebab itu jika PDRB meningkat maka permintaan akan kredit

juga akan mengalami peningkatan guna mencukupi tingkat konsumsi yang

dihadapi oleh masyarakat, sebagaimana dikutip dari penelitian yang dilakukan

oleh Mochamad Faza Rifai (2007).

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mankiw (1999)

bahwa Produk Domestik Regional Bruto meringkas aktivitas ekonomi dalam

nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu, hal ini disebabkan karena

mengukur pendapatan dan pengeluaran perekonomian pada outputnya dengan

alasan bahwa jumlah keduanya adalah sama dan fakta yang mendasar, karena

setiap transaksi memiliki penjual dan pembeli, setiap uang yang dikeluarkan

seorang pembeli menjadi pendapatan seorang penjual yang lain.

2.1.3. Tingkat Suku Bunga

Teori-teori tingkat bunga ada setelah berfungsinya uang dalam

perekonomian. Secara efektif orang disatu pihak melihat uang sebagai salah satu

dari sekian banyaknya aktiva keuangan, dilain pihak uang dianggap sebagai

daya dorong dalam sektor keuangan atau sebagai aktiva yang seluruhnya dapat

menguasai semua alat keuangan lainnya. Menurut Teori Klasik bahwa tingkat

bunga merupakan hasil interaksi antara tabungan dan investasi, sedangkan Teori

Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter,

artinya tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang.

15

Page 16: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Suku bunga kredit adalah harga/biaya dari penggunaan dana yang tersedia

untuk dipinjamkan. Suku bunga kredit berpengaruh negative terhadap permintaan

kredit. Artinya semakin tinggi suku bunga kredit yang mencerminkan semakin

mahalnya biaya maka akan menurunkan permintaan kredit, dan sebaliknya

semakin rendah suku bunga kredit yang menceminkan semakin murahnya biaya

akan meningkatkan permintaan kredit. Fenomena ini mencerminkan bahwa

masih tingginya suku bunga kredit saat ini menjadi salah satu pertimbangan

bagi dunia usaha dalam melakukan permohonan kredit kepada bank.

Sebagaimana dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh Mochamad Faza

Rifai (2007).

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nopirin (1995)

bahwa makin tinggi tingkat suku bunga, maka makin tinggi pula keinginan

masyarakat untuk menabung. Artinya pada tingkat suku bunga yang lebih tinggi

masyarakat terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk

konsumsi guna menambah tabungan. Dari uraian ini dapat disimak kembali

teori-teori tingkat bunga ini.

a. Teori Klasik

Menurut teori Klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat suku

bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga, maka makin tinggi pula keinginan

masyarakat untuk menabung. Artinya pada tingkat suku bunga yang lebih

tinggi masyarakat terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran

untuk konsumsi guna menambah tabungan. Investasi juga merupakan fungsi

dari tingkat suku bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga, maka keinginan untuk

16

Page 17: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

melakukan investasi juga makin kecil, sebab tingkat pengembalian dan

penggunaan dana juga makin besar.

Bunga adalah harga dari penggunaan (Leonable Funds) atau harga yang

terjadi di pasar dana investasi. Pengertian tingkat bunga sebagai harga, bisa

juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran

antara satu rupiah sekarang dan satu rupiah nanti (misalnya setahun kemudian).

Hutang piutang timbul karena terjadi pertukaran pembeli dari satu rupiah

sekarang sekaligus juga penjual dari satu rupiah nanti adalah peminjam

(debitur), sedangkan penjual dari satu rupiah sekarang yang sekaligus juga

pembeli satu rupiah nanti adalah orang yang meminjam (kreditur). Debitur

harus membayar kepada kreditur harga dari pertukaran tersebut, dan harga ini

adalah bunga yang dibayar debitur.

Menurut ahli-ahli ekonomi klasik, dalam perekonomian tingkat bunga

selalu mengalami perubahan-perubahan yang menyebabkan seluruh tabungan

yang diciptakan sektor rumah tangga pada waktu perekonomian mencapai tingkat

penggunaan tenaga penuh, akan selalu sama besarnya dengan jumlah investasi

yang dilakukan oleh para pengusaha. Sehingga jumlah saluran pengeluaran

dalam perekonomian (permintaan agregat) yaitu konsumsi oleh rumah tangga-

rumah tangga dan investasi oleh para pengusaha akan selalu sama dengan nilai

seluruh produksi yang diciptakan oleh sektor perusahaan.

Tingkat bunga menentukan besarnya tabungan maupun investasi yang

akan dilakukan di dalam perekonomian. Setiap perubahan dalam tingkat

bunga akan menyebabkan perubahan dalam tabungan rumah tangga dan

17

Page 18: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

investasi. Perubahan dalam tingkat bunga akan terus menerus berlangsung

sebelum kesamaan antara jumlah tabungan dengan jumlah investasi tercapai.

Terjadinya tingkat bunga keseimbangan tersebut menurut teori Klasik

dalam buku Ekonomi Moneter ( 2002 : 7) karangan Boediono, bahwa penawaran

akan dana investasi (S) bertemu dengan permintaan akan dana investasi (I)

di pasar dan investasi (Lonable Funds) dan di situ tercipta tingkat bunga

keseimbangan (dimana S=I). Faktor penentu utama dari bentuk kurva S adalah

rate of time preference para penabung dan faktor penentu utama dari kurva I

adalah marginal product dari kapital.

Jadi tingkat bunga berubah apabila kedua faktor penentu utama ini

berubah, yang satu karena perubahan penilaian subyektif para pelaku ekonomi,

yang lain karena perubahan teknologi. Jadi apabila tingkat bunga lebih tinggi

dari pada keuntungan yang diharapkan dari penggunaan dana, maka para

pengusaha tidak akan mengadakan investasi, tetapi sebaliknya bila keuntungan

yang diharapkan lebih besar dibandingkan tingkat bunga tersebut, para pengusaha

akan mengadakan investasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa investasi

tergantung oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Kalau tingkat bunga naik,

investasi akan turun, sebaliknya bila tingkat bunga turun investasi akan naik.

Lain halnya dengan tabungan yang sebenarnya tergantung pada pendapatan

dan tingkat bunga, sebab dengan tingginya tingkat bunga yang ditawarkan

oleh Bank akan merangsang masyarakat untuk menabung dari kelebihan

pendapatannya, dan tingkat bunga inilah yang akan dibandingkan dengan tingkat

keuntungan yang diharapkan bila ingin mengadakan investasi.

18

Page 19: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

b. Teori Keynes

Teori tingkat bunga menurut Keynes ditentukan oleh permintaan dan

penawaran uang. Dalam analisis tradisional Keynes tentang permintaan uang,

bahwa ada tiga motif mengapa orang menghendaki memegang uang tunai yaitu

motif berjaga-jaga (precaunary motive), motif transaksi (transaction motive)

dan motif spekulatif (spekulative motive). Dari ketiga motif tersebut, teori yang

unik adalah motif spekulasi atau permintaan yang spekulatif akan uang. Dalam

hal ini, Keynes berasumsi bahwa ada dua aktiva keuangan yakni : uang dan

obligasi. Uang dianggap sebagai aktiva yang likuid, cair tetapi tidak

mengandung suku bunga, sedangkan obligasi dianggap sebagai hutang-hutang

jangka panjang yang tidak likuid, tidak cair dan mengandung suku bunga. Suku

bunga ini berbanding terbalik dengan harga obligasi. Sehingga apabila suku

bunga di pasar turun, maka harga obligasi akan naik demikian pula sebaliknya.

Hal ini menurut Keynes ( 2002 : 255) karangan Gardner Ackley mengatakan

bahwa dengan uang tunai di tangan, orang akan bisa berspekulasi di pasar surat

berharga dengan kemungkinan-kemungkinan memperoleh keuntungan, dan

karena adanya kemungkinan keuntungan ini, orang mau membayar bunga. Keynes

( 2002 : 95 ) karangan Budiono, dikatakan bahwa apabila karena sesuatu hal

permintaan akan dana untuk jangka waktu 1 bulan meningkat, maka tingkat

bunga untuk kelompok pinjaman untuk jangka waktu 1 bulan tersebut

cenderung akan meningkat. Tingkat bunga untuk kelompok ini mungkin akan

menjadi lebih tinggi dari pada tingkat bunga untuk kelompok 3 bulan, 6 bulan

atau kelompok lainnya.

19

Page 20: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Bunga atau interest dari sisi permintaan adalah biaya atas pinjaman

dan disisi penawaran merupakan pendapatan atas pemberian kredit. Bunga

menurut pengertian pertama adalah jumlah uang yang diberikan sebagai imbalan

atas penggunaan uang yang dipinjamkan tersebut (Marzuki, 2007, hal. 456). Dari

pengertian bunga tersebut, maka suku bunga atau interest rate dalah proses

antara jumlah bunga dengan jumlah dana yang dipinjamkan (Marzuki Usman,

2007, hal. 456).

Menurut Paul A. Samuelson dkk. bunga adalah harga yang harus

dibayar karena meminjamkan uang untuk suatu jangka waktu tertentu, biasanya

dinyatakan sebagai persentase dari pokok pinjaman per tahun (Paul A. Samuelson

dkk, 2003, hal. 560).

Menurut Eugene A. Duilio : Bunga adalah harga dana yang dipinjamkan,

yang besarnya ditentukan oleh preferensi dan sumber pinjaman dari berbagai

pelaku ekonomi (Eugene A. Duilio, 2003;45). Sedangkan dalam teorinya

Frank J. Fabossi menyatakan bahwa bunga adalah harga yang dibayar peminjam

(debitur) kepada pihak yang meminjam (kreditur) untuk pemakaian sumber daya

selama jangka waktu tertentu (Frank J. Fabossi, 2009;204).

Dari pengertian di atas dapat ditarik benang merah dari bunga yaitu

beban harga yang harus dibayar karena meminjam uang pada periode tertentu

sehingga menurut Christoper dkk. Tingkat bunga merupakan jumlah tertentu

bunga yang harus dibayarkan peminjam kepada pemberi pinjaman atas sejumlah

uang tertentu untuk membiayai konsumsi dan investasi (Christoper dkk, 2008,

20

Page 21: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

hal. 314). Tingkat suku bunga sangat ditentukan oleh kebutuhan dan permintaan

dana didalam pasar uang. Semakin rendah biaya pinjaman, semakin banyak uang

yang akan diminta oleh rumah tangga dan dunia usaha semakin tinggi tingkat

bunga semakin besar persediaan dana yang dapat dipinjamkan.

Apabila dana yang dipinjamkan sebesar Rp. 10.000,- dan pada akhir tahun

harus dikembalikan Rp. 11.000,- jumlah bunga adalah Rp. 1.000 dari bunga

adalah Rp. 1000/Rp. 10.000 = 0,1 atau 10 % dan selalu dinyatakan secara

tahunan misalnya 10% pertahun. Pengertian lain suku bunga adalah “Harga yang

harus dibayar karena meminjam uang untuk suatu jangka waktu tertentu

biasanya dinyatakan sebagai persentase dari pokok pinjaman pertahun dan

menurut Christoper dkk.

Suku bunga adalah jumlah tertentu bunga yang harus dibayarkan

peminjam kepada pemberi pinjaman atas sejumlah uang tertentu untuk membiayai

konsumsi dan investasi (Christoper dkk, 2008, hal. 314).

Menurut teori klasikal diambil dari buku Sunariyah permintaan dan

penawaran investasi pada pasar modal menentukan tingkat suku bunga. Tingkat

bunga akan menentukan tingkat keseimbangan antara jumlah tabungan dan

permintaan investasi Sunariyah, (2003, hal. 63). Adapun tingkat suku bunga itu

sendiri ditentukan oleh dua indikator, yaitu : Permintaan Tabungan, dimana

menurut teori abstinence, tabungan adalah selisih antara pendapatan dan

konsumsi. Dengan asumsi tingkat pendapatan adalah sama, maka konsumen

yang mengkonsumsi dengan jumlah kecil akan mempunyai tabungan yang

lebih besar. Dalam rumah tangga dipertimbangkan sejumlah faktor untuk

21

Page 22: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

menentukan berapa banyak uang yang akan dikonsumsi sekarang. Faktor-faktor

tersebut termasuk bunga, sebab bunga dianggap sebagai suatu imbalan dari

debitur kepada kreditur untuk waktu tertentu sampai kreditur mendapatkan

uangnya kembali pada masa yang akan datang. Konsumen yang rasional, akan

memilih konsumsi sekarang dari pada masa yang akan datang. Lebih lanjut,

bunga diasumsikan mempunyai peranan penting untuk menentukan jumlah

tabungan. Tingkat bunga tinggi akan mendorong masyarakat konsumen

menabung dan menginvestasikan kelebihan dana yang dimilikinya dari pada

digunakan untuk konsumsi sekarang. Apabila konsumen mengharap balas dan

jasa yang lebih baik dari sejumlah uang pada masa yang akan datang maka

keputusannya adalah menabung.

Menurut ekonomi klasikal, bunga merupakan suatu alternatif dari

berbagai pilihan untuk mengoptimalkan uang, antara lain investasi ke pasar

modal, atau menabung dengan tingkat bunga tertentu. Lamanya penabung

menanamkan uangnya di Bank menunjukkan lamanya kreditur dapat

meminjamkan uangnya. Bunga pada dasarnya berperan sebagai pendorong

utama agar masyarakat bersedia meminjamkan uang tunai yang dimilikinya.

Apabila kita tahu jumlah (aggregate) penawaran uang dalam waktu tertentu

pada tingkat bunga tertentu maka kita dapat menggambarkan skedul kurva

penawaran yang mewakili pasar secara umum. Jumlah tabungan kemudian akan

ditentukan oleh tinggi pula tabungan, dan sebaliknya.

Konsep tabungan berdasarkan asumsi bahwa individu akan melakukan

permintaan uang sekarang dari pada permintaan di masa yang akan datang.

22

Page 23: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Dugaan ini disebut teori pemilihan waktu bunga yang dikemukakan untuk seorang

ekonomi dari Australia bernama Bohm Bawerd. Berdasarkan teori ini seorang

individu akan memilih uang sekarang dari pada masa yang akan datang, dengan

catatan selama jangka waktu tersebut tidak ada bunga.

Adanya kenaikan tingkat suku bunga pada bank-bank umum akan

mempengaruhi peran intermediasi dunia perbankan dalam perekonomian

Indonesia. Bank-bank umum (konvensional) dalam operasionalnya sangat

tergantung pada tingkat suku bunga yang berlaku, karena keuntungan bank

konvensional berasal dari selisih antara pinjaman dengan bunga simpanan.

Sedangkan dalam Bank Syariah tidak mengenal sistem bunga yang ada tetapi

dengan menerapkan prinsip bagi hasil (profit sharing) antara bank dengan

nasabah dalam pengelolaan dananya.

Walaupun demikian, dengan adanya kenaikan tingkat suku bunga pada

bank-bank umum baik langsung maupun tidak langsung akan membawa dampak

terhadap kinerja bank syariah. Dengan naiknya tingkat suku bunga maka akan

diikuti oleh naiknya suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman pada

bank konvensional. Sehingga orang akan cenderung untuk menyimpan dananya

di bank konvensional daripada di bank syariah karena bunga simpanan di bank

konvensional naik yang pada akhirnya tingkat pengembalian yang akan diperoleh

oleh nasabah penyimpan dana akan mengalami peningkatan.

Kenaikan tingkat suku bunga inilah yang menjadi dilemma dunia

perbankan syariah saat ini, karena dikhawatirkan akan ada perpindahan dana dari

bank syariah ke bank konvensional. Tetapi ada juga keuntungan yang diperoleh

23

Page 24: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Bank Syariah dengan naiknya suku bunga yakni permohonan pembiayaan (kredit)

di Bank Syariah oleh nasabah diperkirakan akan mengalami peningkatan

seiring dengan naiknya bunga pinjaman pada bank konvensional atau bank umum.

2.1.4. Konsep Laju inflasi

Orde baru mulai berkiprah pada tahun 1967 dan berakhir pada Mei 1998.

Pada awalnya orde baru mewarisi kondisi perekonomian yang tidak

menguntungkan dengan tingkat inflasi yang tinggi (600 % pertahun pada

tahun 1996) disamping tingkat kemunduran ekonomi dan pengangguran

yang parah. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaikkan

secara terus menerus atau dengan kata lain inflasi adalah proses kenaikan

harga-harga umum barang-barang secara terus menerus ini tidak berarti bahwa

harga-harga berbagai macam barang itu dengan persentase yang sama. Mungkin

dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan yang penting terdapat kenaikan

umum barang secara terus menerus selama satu periode.

Kenaikan harga Namun sejak tahun 1967 sampai menjelang akhir

kekuasaannya (1997), pemerintah orde baru bekerja keras dan mampu

menciptakan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 7 % per tahun. Namun

karena kesalahan dalam manajemen, perekonomian Indonesia terjerembab pada

tahun 1997 dengan adanya krisis moneter disusul dengan krisis ekonomi dan

akhirnya krisis politik. Tingkat inflasi menjadi tinggi (mendekati 100 % per

tahun) yang diperparah oleh merosotnya secara drastis kurs devisa yang berupa

jatuhnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan mata uang lainnya.

24

Page 25: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Cukup banyak definisi inflasi tetapi hingga kini belum diperoleh suatu

definisi yang baku yang disetujui oleh seluruh ahli ekonomi. Definisi inflasi

menurut beberapa penulis pada dasarnya sama yaitu antara lain : Inflasi adalah

kecenderungan dari harga-harga untuk menaikkan secara umum dan terus-

menerus (Boediono, 2001). Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum

barang-barang secara terus-menerus ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai

macam barang itu naik denga presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi

kenaikan tersebut tidaklah bersamaan yang penting terdapat kenaikan umum

barang secara terus-menerus selam satu periode. (Nopirin, 2000)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanpa ada kestabilan ekonomi,

perekonomian akan bekerja secara tidak efisien. Dalam kondisi ada inflasi

yang deras, jelas investasi akan tidak terjadi, bahkan kegiatan investasi

akan berubah menjadi spekulasi, produksi berkurang dan sangat besar

kemungkinannya diikuti oleh gejolak sosial dan politik yang tidak

menguntungkan. Jadi kestabilan ekonomi akan saling tergantung satu sama lain.

Kestabilan ekonomi akan menciptakan kepercayaan masyarakat kepada

pemerintah, sehingga pembangunan ekonomi selanjutnya akan menjadi semakin

mantap. Sebelum kebijaksanaan untuk mengatasi inflasi diambil perlu terlebih

dahulu diketahui penggolongan atau kategori apa inflasi yang sedang dihadapi,

dan penggolongan mana yang dipilih.

Penggolongan pertama menurut parah tidaknya inflasi, beberapa macam

inflasi : 1. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun) 2. Inflasi sedang (antara

25

Page 26: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

10 – 30% setahun) 3. Inflasi berat (antara 30 –100%) 4. Hiperinflasi (diatas

100%)

Penggolongan kedua adalah atas dasar sebab musabab awal dari inflasi.

Atas dasar ini kita bedakan 2 macam inflasi : (Boediono, 2001 : 156) 1. Inflasi

yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang tertentu kuat

(Demand Inflation) adalah inflasi yang timbul akibat adanya banyak permintaan

akan barang-barang konsumsi oleh masyarakat, karena permintaan masyarakat

(agregat demand) bertambah. 2. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya

produksi (Cost Push Inflation) adalah inflasi yang timbul karena berkurangnya

penawaran akibat kenaikan produksi pada gambar tersebut terlihat bila ongkos

produksi naik.

Inflasi sangat berpengaruh dengan permintaan kredit perbankan,

dikarenakan inflasi berarti juga kenaikan harga. Semakin naiknya harga, maka

seseorang akan berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan, dan dalam

pemenuhan kebutuhan tersebut bisa dengan cara mengajukan permintaan kredit

dengan menggunakan asumsi suku bunga rill. Oleh karena itu maka dengan

adanya kenaikan inflasi maka permintaan akan kredit juga semakin meningkat,

sebagaimana dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh Mochamad Faza Rifai

(2007).

Menurut Boediono (2001 : 156) dengan menggunakan asumsi suku

bunga riil jika terjadi inflasi naik maka expected profit akan mengalami kenaikan

dan permintaan kredit turut juga mengalami kenaikan, tetapi jika inflasi naik yang

diakibatkan dengan kenaikan nominal interest rate, sehingga permintaan kredit

26

Page 27: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

juga akan naik. Dimana inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi

(Cost Push Inflation) adalah inflasi yang timbul karena berkurangnya penawaran

akibat kenaikan produksi.

2.1.5. Konsep Dasar Bagi Hasil

Persoalan bunga bank yang disebut sebagai riba telah menjadi bahan

perdebatan di kalangan pemikir dan fiqhi Islam. Untuk mengatasi persoalan

tersebut, sekarang umat Islam telah mencoba mengembangkan paradigma

perekonomian lama yang akan terus dikembangkan dalam rangka perbaikan

ekonomi umat dan peningkatan kesejahteraan umat Islam. Realisasinya adalah

berupa beroperasinya bank-bank yang tidak mendasarkan pada bunga, namun

dengan sistem bagi hasil.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1992, Bank berdasarkan

prinsip bagi hasil adalah Bank Umum atau BPR yang melakukan kegiatan usaha

semata-mata berdasarkan prinsip bagi Hasil. Oleh karena itu Bank Umum atau

BPR yang memperoleh ijin sebagai Bank Konvensional (Bank Umum), tidak

diperkenankan melakukan kegiatan perbankan dengan konsep bagi hasil. Lebih

lanjut, aturan yang berkaitan dengan Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah

diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR

tanggal 12 Mei 1999 (Muhammad, 2004 : 6)

Disamping itu, terbitnya PP No. 72 tahun 1992 tentang bank bagi hasil

yang secara tegas memberikan batasan bahwa bank bagi hasil tidak boleh

melakukan kegiatan usaha yang tidak berasaskan prinsip bagi hasil (bunga),

sebaliknya pula bank yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi

27

Page 28: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi

hasil.

Prinsip bagi hasil adalah prinsip yang berdasarkan syariah Islam yang

digunakan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil dalam : menetapkan imbalan

yang akan diperoleh pelanggan sehubungan dengan penggunaan dana pelanggan

yang dipercayakan kepadanya, menetapkan imbalan yang akan diterima

sehubungan dengan penyediaan dana kepada pelanggan baik dalam bentuk

pembiayaan maupun dalam bentuk investasi dan modal kerja.

Jadi pada dasarnya prinsip bagi hasil adalah suatu prinsip yang meliputi

tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana.

Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dan penyimpan dana maupun

antara bank dengan penerima dana dalam hal ini kreditur.

Dalam prinsip ini dikenal tiga istilah yang dikutip Muhammad (2004 : 9)

dari buku ”Pengenalan Umum Bank Syariah” yang ditulis oleh M. Syafi’i

Antonio, yaitu : Musyarakah, perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih

pemilik modal (uang atau barang) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari

usaha tersebut dibagi sesuai dengan perjanjian antara pihak-pihak tersebut,

yang tidak harus sama dengan pangsa modal masing-masing. Mudharabah,

perjanjian antara pemilik modal (uang atau barang) dengan pengusaha. Dalam

perjanjian ini pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau

usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian

hasil sesuai dengan perjanjian. Pemilik modal tidak dibenarkan membuat

usulan dan melakukan pengawasan. Apabila usaha yang diawasi mengalami

28

Page 29: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

kerugian, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung pemilik modal, kecuali

kerugian itu terjadi karena penyelewengan atau penyalahgunaan pengusaha.

Kemudian Muzara’ah memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk

ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (prosentase) dari hasil panen.

Prinsip Mudharabah dijadikan dasar pengembangan produk tabungan dan

deposito (liability product). Sementara prinsip Musyarakah dan Muzara’ah

digunakan sebagai dasar pengembangan produk pembiayaan.

Jika dalam mekanisme ekonomi konvensional menggunakan instrumen

bunga, maka dalam mekanisme ekonomi Islam menggunakan instrumen bagi

hasil. Salah satu bentuk kelembagaan yang menerapkan instrumen bagi hasil

adalah bisnis dalam lembaga keuangan syariah. Menurut Ridwan (2004) bahwa

dalam penghimpunan dana maupun penyaluran dananya dengan menggunakan

prinsip syariah (bagi hasil) yakni menjalankan usaha di bidang jasa perbankan

menurut aturan perjanjian hukum islam, dengan memperoleh keuntungan bukan

berupa bunga tapi berupa bagi hasil. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh

Amelia Sandra (2002) yang meneliti prinsip bagi hasil di bank Syariah sebagai

pembangunan dunia usaha, dimana hasil penelitian menemukan bahwa perbankan

syariah memungkinkan untuk menghidupkan pengusaha skala menengah ke

bawah melalui kredit yang diberikan, hal ini disebabkan karena mereka masih

takut untuk meminjam uang ke bank karena rasa takut usahanya tidak berhasil

sehingga harus membayar cicilan dan bunga yang tinggi.

Bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) dikenal dengan profit

sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara

29

Page 30: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

defenitif profit sharing diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba

pada para pegawai dari suatu perusahaan. Lebih lanjut dikatakan, bahwa hal

itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba

yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran

mingguan atau bulanan.

Pada mekanisme kerja bank syariah, pendapatan bagi hasil berlaku untuk

produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun sebagian-

sebagian, atau bentuk bisnis koorporasi (kerjasama). Pihak-pihak terlibat dalam

kepentingan bisnis, harus melalui transparasi dan kemitraan secara baik dan ideal.

Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis

penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan proyek.

Inti mekanisme bagi hasil pada dasarnya adalah terletak pada kerja sama

yang baik antara shahibul mall dan mudharib. Kerjasama atau partnership

merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islam. Kerjasama ekonomi harus

dilakukan dalam semua lini kegiatan ekonomi, yaitu : produksi, distribusi barang

maupun jasa.

Adanya tuntutan perkembangan, menyebabkan Undang-undang Perbankan

Nomor 7 tahun 1992 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Perbankan

Nomor 10 tahun 1998. Undang-undang ini melakukan revisi beberapa pasal yang

dianggap penting, dan merupakan aturan hukum secara leluasa menggunakan

istilah syariah dengan tidak lagi menggunakan istilah bagi hasil. Diantara

perubahan tersebut yang berkaitan langsung dengan keberadaan Bank Syariah

adalah : Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau

30

Page 31: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan atau bagi hasil. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan

hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan

pembiayaan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, antara

lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan

berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang

dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal

berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan

pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain

(ijarah wa iqtina).

Untuk lebih jelasnya, perlu dipahami beberapa konsep dalam kegiatan

operasional Bank Syariah. Konsep tersebut antara lain : Al-Wadiah adalah

merupakan sarana penyimpanan dana dengan pengelolaan berdasarkan prinsip

Al-Wadiah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan

media cek atau bilyet giro. Dengan prinsip tersebut tabungan nasabah akan

diinvestasikan bank secara produktif dalam bentuk pembiayaan kepada berbagai

jenis usaha dari usaha kecil dan menengah sampai pada tingkat korporat secara

profesional tanpa melupakan prinsip syariah. Bank menjamin keamanan dana

nasabah secara utuh, dan ketersediaan dana setiap saat guna membantu kelancaran

transaksi. Manfaat tabungan Al-Wadiah adalah mempermudah transaksi bisnis

31

Page 32: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

dan memberikan rasa aman serta terjaminnya dana, serta nasabah dapat

memperoleh bonus sesuai kebijakan bank.

Terdapat dua jenis Al-Wadiah, antara lain : Al-Wadiah Amanah, dimana

Pihak penyimpan tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan atau kehilangan

barang yang disimpan, yang tidak diakibatkan oleh perbuatan atau kelalaian

penyimpan, dan yang kedua adalah Al-Wadiah Dhamanah, dimana Pihak

penyimpan dengan atau tanpa ijin pemilik barang dapat memanfaatkan barang

yang dititipkan dan bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan barang

yang disimpan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam

penggunaan barang tersebut menjadi hak pemakai.

Konsep yang kedua adalah Al-Mudharabah, yakni salah satu jenis

simpanan berdasarkan prinsip mudharabah al-muthlaqoh dan diperuntukkan

untuk nasabah yang menginginkan dananya diinvestasikan secara syariah. Dana

tersebut diinvestasikan secara produktif dalam bentuk pembiayaan kepada

berbagai jenis usaha dari usaha kecil dan menengah sampai pada tingkat

korporat secara profesional tanpa melupakan prinsip syariah. Atas investasi dana

tersebut, akan diberikan bagi hasil sesuai nisbah yang telah disepakati bersama

antara Bank dan nasabah.

Perjanjian antara pemilik modal (uang dan barang) dengan pengusaha

Mudharabah merupakan hubungan berserikat antara dua pihak yaitu pemilik dana

atau harta dan pihak yang memiliki keahlian atau pengalaman. Pemilik modal

tidak dibenarkan ikut dalam pengelolaan usaha tetapi diperbolehkan membuat

usulan dan melakukan pengawasan. Apabila usaha yang dibiayai mengalami

32

Page 33: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

kerugian, maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali

apabila kerugian tersebut karena penyelewengan atau penyalahgunaan pengusaha.

Konsep yang ketiga adalah Al-Musyarakah yakni perjanjian dua pihak atau

lebih pemilik modal untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha

tersebut dibagi sesuai dengan persetujuan antara pihak-pihak tersebut. Dalam hal

kerugian, maka pembagian kerugian dilakukan sesuai dengan pangsa modal

masing-masing. Sistem musyarakah ini merupakan konsep dasar bagi Bank

Syariah. Di sini bank bukan saja sebagai pensuplai dana, akan tetapi juga sebagai

partner bagi nasabah. Hubungan antara bank dan nasabahnya merupakan

hubungan kerjasama bukan hubungan sebagai kreditur dan debitur sebagaimana

halnya dalam praktik bank umum yang lazim lainnya. Al-Murabah, adalah

persetujuan jual beli barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan

keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan tersebut juga meliputi cara

membayar sekaligus. Al-Ba’i Bithaman Ajil berarti pembelian dengan

pembayaran cicilan. Pembiayaan Bai Bithaman Ajil adalah pembiayaan yang

diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang modal.

Pembiayaan Bai Bitsaman Ajil mirip dengan Kredit Investasi yang diberikan oleh

bank-bank komersial dan karenanya pembiayaan ini berjangka waktu di atas satu

tahun (long run financing).

Persetujuan jual beli suatu barang dengan harga pasar sebesar harga

pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan ini

termasuk pula jangka waktu pembayaran dan jumlah angsuran. Al-Qardhul-Hasan

atau Benevolent Loan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas

33

Page 34: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

dasar kewajiban sosial semata-mata dan peminjam tidak dituntut untuk

mengembalikan kecuali modal pinjaman. Perjanjian pinjam meminjam uang atau

barang dengan tujuan untuk membantu penerima pinjaman. Penerima pinjaman

wajib mengembalikan hutangnya pada waktunya maka peminjam tidak boleh

dikenai sanksi. Atas kerelaannya, peminjam diperbolehkan memberikan

imbalan kepada pemilik uang atau barang, dan yang terakhir adalah penentuan

nisbah bagi hasil.

Berbeda dengan penentuan tingkat suku bunga, dimana seperti yang

dikemukakan sebelumnya bahwa tingkat suku bunga ditentukan dan dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Penentuan nisbah bagi hasil bagi bank Syariah dilakukan

oleh Dewan Syariah dengan mempertimbangkan unsur-unsur dalam pengelolaan

dana yang antara lain : biaya operasional dalam mengelola dana, laba perusahaan

dan pembagian keuntungan kepada pemilik (saham).

Dalam kegiatan perusahaan keuntungan ditentukan dengan cara

mengurangi berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh.

Biaya yang dikeluarkan meliputi pengeluaran untuk bahan mentah, pembiayaan

upah, pembiayaan bunga, dan sewa tanah. Keuntungan merupakan pendapatan

total dikurangi biaya total (Mankiw, 2003). Pendapatan total (total revenue)

adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjulan

produknya, sedangkan biaya total (total cost) adalah jumlah dana yang

dibelanjakan perusahaan untuk berbagai input untuk keperluan produknya. Dalam

teori ekonomi keuntungan mempunyai arti yang sedikit berbeda dengan

pengertian keuntungan dari segi pembukuan. Ditinjau dari sudut pembukuan

34

Page 35: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

perusahaan keuntungan adalah perbedaan nilai uang dari hasil penjualan yang

deperoleh dengan seluruh biaya yang dikeluarkan.

Dalam teori ekonomi definisi itu dipandang terlalu luas karena tidak

mempertimbangkan ongkos tersembunyi yang tidak dibayar dengan uang

tetapi perlu dipandang sebagai bagian dari ongkos produksi. Pengeluaran

tersebut (ongkos tersembunyi) meliputi pendapatan yang seharusnya dibayar

kepada para pengusaha yang menjalankan sendiri perusahaannya, tanah dan

modal sendiri yang digunakan, dan bangunan dan peralatan pabrik yang

dimiliki sendiri. Keuntungan menurut pembukuan bila dikurangi ongkos

tersebunyi akan menghasilkan keuntungan ekonomi atau keuntungan murni.

Dalam teori ekonomi yang dimaksud keuntungan adalah keuntungan ekonomi

(Sadono Sukirno, 2000). Teori dana internal (internal funds theory of investment)

mengatakan bahwa stok kapital yang diinginkan, bergantung pada tingkat

keuntungan.

Beberapa penjelasan tentang hal ini telah dikemukakan oleh sejumlah ahli

diantaranya adalah Jan Tinbergen dalam Muana Nanga, (2001) mengatakan

bahwa keuntungan yang terjadi (realized profits) secara akurat merefleksikan

keuntungan yang diharapkan (expected profits). Karena permintaan modal

bergantung pada keuntungan yang diharapkan, maka permintaan modal adalah

berhubungan secara positif dengan realized profits.

Berdasarkan uraian tersebut dalam kaitannya dengan usaha kecil, maka

semakin besar tingkat keuntungan akan berpengaruh positif terhadap permintaan

modal kerja usaha kecil. Setiap perusahaan selalu berusaha memaksimumkan

35

Page 36: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

keuntungannya, maka bila terjadi peningkatan keuntungan, pengusaha akan

terus meningkatkan penawaran barangnya. Untuk memenuhi peningkatan

jumlah penawaran barang tersebut perusahaan akan membutuhkan modal kerja

yang lebih besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makin tinggi tingkat

keuntungan yang diperoleh akan berpengaruh positif terhadap permintaan modal

kerja usaha kecil.

Amelia Sandra (2002) melakukan penelitian mengenai pengaruh bagi hasil

terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah sebagai alternatif pembangunan

dunia usaha. Hasil penelitiannya menemukan bahwa perbankan syariah

memungkinkan untuk menghidupkan pengusaha skala menengah ke bawah, yang

merasa takut untuk meminjam uang ke bank karena takut usahanya tidak

berhasil sehingga harus membayar cicilan dan bunga yang tinggi, karena baik

tingkat bunga maupun bagi hasil sama-sama merupakan biaya penggunaan modal

dan sama-sama mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan modal.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sudarsono (2003)

bahwa tingkat keuntungan usaha kecil berpengaruh terhadap probabilita

permintaan modal kerja usaha kecil. Semakin tinggi tingkat keuntungan maka

probabilita permintaan modal kerja meningkat, sebaliknya makin rendah tingkat

keuntungan maka probabilita permintaan modal kerja semakin rendah. Itulah

sebabnya bagi hasil mempunyai hubungan dengan probabilita permintaan kredit

modal kerja usaha kecil. Semakin tinggi rasio bagi hasil, maka probabilita

permintaan kredit modal kerja akan menurun, demikian sebaliknya makin rendah

rasio bagi hasil probabilita permintaan modal kerja akan meningkat. Dengan

36

Page 37: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

demikian antara rasio bagi hasil dengan permintaan kredit usaha kecil mempunyai

hubungan yang negatif.

2.2. Studi Empiris

Untuk memudahkan penelitian ini maka penulis mengambil acuan dari

penelitian terdahulu. Adapun penelitian tersebut dilakukan oleh Jumhur (2006)

dengan judul Analisis Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha Kecil di Kota

Semarang (Studi kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan

dari BMT), dimana hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa secara

keseluruhan model probabilita permintaan kredit modal kerja yang diestimasi

dengan model regresi logistik memberikan hasil baik dan perilaku empirik

variabel yang diteliti sesuai dengan ekspektasi perilaku teoritis bila dilihat

dari kesesuaian tandanya, kemudian tingkat keuntungan perbulan yang diperoleh

usaha kecil sektor perdagangan berpengaruh positif terhadap permintaan modal

kerja usaha kecil di kota Semarang, tapi tidak signifikan terhadap probabilita

permintaan kredit modal kerja dari BMT. Rasio bagi hasil yang diterapkan oleh

BMT berpengaruh negatif terhadap probabilita usaha kecil meminjam kredit

modal kerja dari BMT, karena rasio bagi hasil merupakan biaya penggunaan

dana oleh nasabah peminjam yang harus dikembalikan.

Moh. Faza Rifai (2007) dengan judul : Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Permintaan Kredit Perbankan pada Bank Umum di Propinsi Jawa

Tengah (Periode 1990 – 2005). Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan

bahwa Hasil penelitian PDRB berpengaruh positif terhadap permintaan kredit

perbankan pada Bank Umum di Propinsi Jawa Tengah, hasil penelitian

37

Page 38: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

menunjukkan bahwa suku bunga riil kredit perbankan berpengaruh negatif

terhadap permintaan kredit perbankan pada Bank Umum di Propinsi Jawa

Tengah. Secara bersama-sama variable independent yakni PDRB, tingkat suku

bunga riil kredit perbankan, dan laju inflasi serta dummy variabel krisis ekonomi

memberikan pengaruh nyata dan signifikan terhadap variable dependen yaitu

permintaan kredit perbankan pada Bank Umum di Propinsi Jawa Tengah.

Amelia Sandra (2002) melakukan penelitian mengenai pengaruh bagi hasil

terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah sebagai alternatif pembangunan

dunia usaha. Hasil penelitiannya menemukan bahwa perbankan syariah

memungkinkan untuk menghidupkan pengusaha skala menengah ke bawah, yang

merasa takut untuk meminjam uang ke bank karena takut usahanya tidak

berhasil sehingga harus membayar cicilan dan bunga yang tinggi, karena baik

tingkat bunga maupun bagi hasil sama-sama merupakan biaya penggunaan modal

dan sama-sama mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan modal.

2.3. Kerangka Pikir

Salah faktor penunjang yang menjadi pertumbuhan bank konvensional dan

bank syariah dalam penyaluran kredit adalah permintaan kredit. Masalah

permintaan kredit antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah memiliki

perbedaan, dimana menurut Muhammad Safi’i Antonio dalam Jumhur (2006,

hal. 23) yang mengemukakan bahwa dalam penyaluran kredit menurut sistem

kredit menerapkan sistem bunga, sedangkan dalam melakukan penyaluran kredit

menurut sistem syariah adalah bagi hasil.

38

Page 39: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Adapun perbedaan bunga dengan bagi hasil adalah kalau sistem bunga

penentuan biaya ditentukan pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung,

sedangkan bagi hasil adalah penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat

pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi. Menurut

bagi hasil biasanya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang

dipinjamkan. Sedangkan menurut bagi hasil biasanya rasio bagi hasil berdasarkan

pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Pembayaran bunga tetap seperti yang

dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah

untung atau rugi. Sedangkan bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang

dijalankan. Bila usaha merugi kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua

belah pihak. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah

keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “boming”, sedangkan jumlah

pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

Sedangkan pada sistem bunga maka eksistensi bunga diragukan (kalau tidak

dikecam) oleh semua agama termasuk islam. Sedangkan menurut bagi hasil tidak

ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Bank Syariah adalam kegiatan operasionalnya tidak tergantung pada

tingkat suku bunga, karena sistem yang ada pada bank Syariah adalah sistem

bagi hasil. Walaupun ada semacam kekhawatiran yang melanda bank Syariah,

yakni dikhawatirkan sebagian nasabah penyimpan di bank Syariah akan

mengalihkan dananya pada bank Konvensional karena tingkat suku bunga di bank

Umum (Konvensional) mengalami kenaikan. Tetapi di sisi lain, bank Syariah

akan menjadi alternatif bagi para pengusaha yang membutuhkan pinjaman dana

39

Page 40: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

untuk mengembangkan usahanya, karena mereka akan cenderung meminjam

dana di bank Syariah dengan sistem bagi hasil daripada harus meminjam di Bank

Umum dengan membayar bunga. Karena dengan sistem bagi hasil, mereka

tidak terlalu khawatir dengan adanya kebijakan Bank Indonesia untuk menaikkan

tingkat suku bunga dalam rangka mengendalikan laju inflasi di Indonesia.

Dengan adanya perbedaan penyaluran kredit menurut sistem konvensional

dengan sistem syariah maka perlu dilakukan pengujian secara komparatif

mengenai permintaan kredit menurut bank konvensional dengan bank syariah.

Menurut Muhammad Safi’i (2004, hal. 13) mengemukakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi permintaan kredit pada bank konvensional adalah PDRB,

suku bunga dan laju inflasi. Sedangkan Muhammad Safi’i dalam permintaan

kredit selain ditentukan PDRB dan laju inflasi juga ditentukan oleh bagi

hasil yang mempengaruhi permintaan kredit.

Melihat pernyataan yang dilakukan Muhammad Faza Rifai dan

Muhammad Safi’i, maka akan dilakukan pengujian pengaruh faktor (PDRB, laju

inflasi dan suku bunga) terhadap permintaan kredit dengan Bank Konvensional

dan pengujian pengaruh (PDRB, Inflasi dan bagi hasil) terhadap permintaan

kredit pada Bank Syariah.

Untuk lebih jelasnya akan disajikan kerangka pikir dalam penelitian ini

yaitu sebagai berikut :

40

Page 41: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

2.4. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pikir dari penelitian ini,

maka akan disajikan beberapa hipotesis yaitu sebagai berikut :

1. Diduga bahwa PDRB, bagi hasil dan inflasi berpengaruh terhadap permintaan

kredit pada Bank Syariah.

2. Diduga PDRB, suku bunga dan inflasi berpengaruh terhadap permintaan

kredit pada Bank Konvensional.

3. Diduga ada perbedaan antara permintaan kredit Bank Syariah dengan Bank

Konvensional.

41

Permintaan kredit

Bank Syariah

PDRB (X1)

Inflasi(X2)

PDRB(X1)

Bagi hasil(X3)

Permintaan kredit

Bank Konvensional Inflasi(X2)

Suku bunga(X3)

Page 42: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi obyek penelitian ini adalah pada perusahaan

perbankan yakni pada Bank Syariah dan Bank Konvensional yang berlokasi

di kota Makassar.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

bersifat kuantitatif yaitu data yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk

angka-angka dan masih perlu dianalisis kembali, yang meliputi data time

series dari tahun 2001-2010 tentang analisa komparatif statik terhadap

permintaan kredit pada Bank Syariah dan Bank konvensional di kota

Makassar.

Sedangkan data kualitatif meliputi beberapa hasil studi kepustakaan

dan artikel yang berguna bagi penelitian ini yang diperoleh dari BPS dan

Bank Indonesia, artikel-artikel dan tulisan-tulisan yang diperoleh dengan

fasilitas internet yang berguna bagi penelitian ini.

3.3 Metode Analisis

Berdasarkan uraian yang ada sebelumnya, maka model yang

digunakan adalah model regresi linier berganda :

42

Page 43: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

3.3.1. Analisis regresi

a. Analisis regresi antara PDRB, bagi hasil dan laju inflasi terhadap

permintaan kredit Bank Konvensional dengan menggunakan rumus :

Y = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε

b. Analisis regresi antara PDRB, suku bunga, laju inflasi terhadap

permintaan kredit pada Bank Syariah dengan menggunakan rumus :

Y = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε

Dimana :

Y = Permintaan kredit Bank Syariah/Bank Konvensional

X1 = PDRB

X2 = Suku bunga/bagi hasil

X3 = Laju inflasi

3.3.2. Analisis uji beda permintaan kredit menurut Bank Konvensional dengan

Bank Syariah

3.4 Definisi Variabel Operasional

Seperti telah dijelaskan di atas, maka batasan variabel dari penelitian

ini, antara lain :

1. PDRB adalah pendapatan atas faktor produksi yang dimiliki oleh

penduduk suatu wilayah/daerah ditambah penduduk asing yang berada

di wilayah/daerah tersebut.

2. Laju inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang

secara terus menerus.

43

Page 44: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

3. Tingkat suku bunga adalah harga yang dibayar peminjam

(debitur) kepada pihak yang meminjam (kreditur) untuk pemakaian

sumber daya selama jangka waktu tertentu,

4. Bagi hasil adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan

dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil

44

Page 45: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif menggunakan rata-rata (mean), standar maximum dan

minimum PDRB, suku bunga, bagi hasil, inflasi, permintaan kredit Bank

Konvensional dan Bank Syariah dengan periode tahun pengamatan 2001 s/d tahun

2010. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan disajikan hasil olahan data statistik

deskriptif dengan menggunakan SPSS release 17 yang dapat disajikan pada

Tabel 4.1 berikut ini :

TABEL 4.1

STATISTIK DESKRIPTIF

N Minimum Maximum MeanStd.

Deviation

PDRB(Harga Konstant)

10 6633905 17892123 11349238.10 3333158.106

Suku Bunga Ril 10 2.24 8.45 5.7270 1.78342

Bagi Hasil 10 413000000 1880000000 1.03E9 5.237E8

Inflasi 10 3.70 7.85 6.2940 1.43616

Permintaan Kredit Bank Konvensional

10 47800000000 1.E11 7.88E10 3.310E10

Permintaan Kredit Bank Syariah

10 7180000000 99500000000 3.61E10 2.891E10

Valid N (listwise) 10

Sumber : Lampiran 3

Tabel 4.1 yakni hasil olahan data statistik deskriptif, yang menunjukkan

bahwa untuk variabel PDRB (harga konstant) dengan periode pengamatan 10

tahun (2001 s/d tahun 2010) maka rata-rata (mean) PDRB pertahun sebesar

45

Page 46: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

11.349.238,10 dengan simpangan baku (standar deviasi) sebesar 3.333.158,11,

sedangkan nilai PDRB yang tertinggi sebesar 17.892.123 dan yang terendah

sebesar 6.633.905. Kemudian suku bunga rata-rata (mean) yang ditetapkan

pertahun sebesar 5,72% dengan standar deviasi sebesar 1,78%, sedangkan

tingkat suku bunga yang tertinggi sebesar 8,45% dan yang terendah

sebesar 2,24%, selanjutnya tingkat rata-rata (mean) bagi hasil pertahun sebesar

1.023.100.000 dengan standar deviasi sebesar 523.711.423,93. Sedangkan nilai

bagi hasil yang tertinggi sebesar 1.880.000.000 dan yang terendah sebesar

413.000.000.

Kemudian rata-rata (mean) inflasi sebesar 6,29% dengan standar deviasi

sebesar 1,44%, sedangkan tingkat inflasi yang tertinggi 7,85% dan yang

terendah sebesar 3,70%, sehingga permintaan kredit untuk Bank Konvensional

rata-rata (mean) pertahun sebesar 78.850.000.000 dengan standar deviasi

33.103.549.658,61 dan permintaan kredit yang terbesar adalah 132.000.000.000,

serta yang terendah sebesar 47.800.000.000. Kemudian rata-rata (mean)

permintaan kredit untuk Bank Syariah sebesar 36.168.000.000 dengan standar

deviasi sebesar 28.912.658.050,68 serta permintaan kredit yang tertinggi sebesar

99.500.000.000 dan yang terendah sebesar 7.180.000.000,-

4.2. Uji Asumsi Regresi

Sebelum dilakukan uji regresi, terlebih dahulu akan dilakukan uji asumsi

klasik. Dimana menurut Singgih, S. (2010, hal. 203) bahwa sebuah model regresi,

akan dapat dipakai untuk prediksi jika memiliki sejumlah asumsi yang disebut

dengan uji asumsi klasik. Oleh karena itulah dalam melakukan uji asumsi

46

Page 47: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

klasik, yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

uji normalitas, uji multikolineritas, uji autokorelasi dan uji heterokesdastisitas.

Berikut ini akan dilakukan uji asumsi klasik yaitu sebagai berikut :

4.2.1. Uji Asumsi Normalitas

Sujianto dalam Agus (2009, hal. 77) menjelaskan bahwa uji distribusi

normal adalah uji untuk mengukur apakah data regresi memiliki distribusi

normal, sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik, sebab model regresi

linear berganda dapat disebut sebagai model yang baik, jika model tersebut

memenuhi asumsi normalitas data.

Dalam uji normalitas, metode yang digunakan dalam uji normalitas

adalah one sample kolmogorov-smirnov test. Menurut Agus (2009, hal, 83)

bahwa :

- Nilai sig atau signifikan atau nilai probabilitas < 0,05, distribusi data adalah

tidak normal

- Nilai sig atau signifikan atau nilai probabilitas > 0,05, distribusi data adalah

normal.

Sebelum dilakukan uji normalitas dengan one sample kolmogorov

smirnov, maka terlebih dahulu akan disajikan hasil olahan data dengan

menggunakan SPSS release 17 yang dapat disajikan pada Tabel 4.2 yaitu sebagai

berikut :

47

Page 48: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

TABEL 4.2

HASIL OLAHAN DATA UJI NORMALITAS DENGAN

ONE SAMPLE KOLMOGOROV-SMIRNOV

No.Nama Variabel Nilai Asimp Batas

KeputusanPenelitian Sig (2 – tailed) Tolerance

1. PDRB (harga constant) 1,000 0,05 Data normal

2. Suku bunga 0,972 0,05 Data normal

3. Bagi hasil 0,986 0,05 Data normal

4. Inflasi 0,287 0,05 Data normal

5. Permintaan kredit Bank

Konvensional 0,589 0,05 Data normal

6. Permintaan kredit Bank

Syariah 0,564 0,05 Data normal

Sumber : Lampiran 4

Tabel 4.2 yakni hasil uji normalitas dengan one sample kolmogorov-

smirnov dimana dapat dikatakan bahwa keenam variabel (PDRB, suku bunga,

bagi hasil, inflasi, permintaan kredit Bank Konvensional, permintaan kredit

Bank Syariah). Dimana memiliki nilai asymp sig (2 – tailed) lebih besar dari 0,05,

sehingga dapatlah dikatakan bahwa bank yang diteliti memiliki distribusi

yang normal, karena semuanya memiliki distribusi data yang normal maka

variabel yang akan digunakan dapat diolah lebih lanjut.

4.2.2. Uji Multikolineritas

Multikolineritas timbul sebagai akibat adanya hubungan kausal antara

dua variabel bebas atau lebih atau adanya kenyataan bahwa dua variabel

penjelas atau lebih bersama-sama dipengaruhi oleh variabel ketiga, yang berada

di luar model. Menurut Agus (2009, hal. 78) yang menyatakan jika nilai

48

Page 49: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

variance inflation factor (VIF) tidak lebih dari 10 maka model terbebas dari

multikolineritas.

Berikut ini akan disajikan hasil olahan data uji multikolineritas

dengan menggunakan SPSS release 17 yang dapat disajikan pada tabel 4.3 yaitu

sebagai berikut :

TABEL 4.3

UJI MULTIKOLINERITAS DENGAN SPSS RELEASE 17

No.

Nama

Variabel

Model I Model II VIF

KeputusanTolerance VIF Toleranc

e

VIF Standar

1. PDRB 0,760 1,316 0,349 2,863 10 Tidak ada gejala

multikolineritas

2. Suku bunga riil

0,440 2,274 - - 10 Tidak ada gejala

multikolineritas

3. Bagi hasil - - 0,218 4,581 10 Tidak ada gejala

multikolineritas

4. Inflasi 0,521 1,921 0,475 2,106 10 Tidak ada gejala

multikolineritas

Sumber : Lampiran 8 dan lampiran 9

Berdasarkan Tabel 4.3 yakni hasil uji multikolineritas ternyata nilai

VIF dari setiap variabel penelitian baik yang akan digunakan dalam model

pengujian regresi 1 dengan model pengujian regresi 2 tidak ada yang melebihi 10

berarti data penelitian ini terbebas dari masalah multikolineritas.

49

Page 50: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

4.2.3. Uji Asumsi Autokorelasi

Uji asumsi autokorelasi adalah korelasi yang terjadi diantara output

observasi, biasanya terjadi pada data time series. Oleh karena itulah dalam uji

asumsi autokorelasi digunakan dengan metode Run test. Alasannya menggunakan

metode tersebut, karena metode Run Test lebih akurat dalam mendeteksi nilai

residual yang memiliki korelasi yang tinggi. Menurut Ghozali (2009, hal. 108)

bahwa nilai sig yang kurang dari 0,05, dapatlah disimpulkan terjadi autokorelasi

antara nilai residual.

Dalam hubungannya dengan uraian tersebut di atas, akan disajikan

hasil olahan data Run Test dengan menggunakan SPSS release 17 yaitu sebagai

berikut :

TABEL 4.4

UJI AUTOKORELASI

Unstandardized

Residual(Bank Konvensional)

Unstandardized

Residual(Bank Syariah)

Test Valuea 6.66752E8 -1.71091E8

Cases < Test Value 5 5

Cases >= Test Value 5 5

Total Cases 10 10

Number of Runs 8 5

Z 1.006 -.335

Asymp. Sig. (2-tailed) .314 .737

Sumber : Lampiran 7

50

Page 51: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Berdasarkan tabel 4.4 yakni hasil uji autokorelasi dengan menggunakan

metode Run Test, ternyata untuk model pengujian regresi 1 yang memiliki nilai

Asimp sig (2 – tailed) yang lebih besar dari 0,05, berarti dapatlah disimpulkan

bahwa model regresi pertama tidak memiliki persoalan autokorelasi. Selanjutnya

uji autokorelasi model 2 memiliki nilai asimp sig 0,737 sehingga dapatlah

disimpulkan bahwa model regresi 2 tidak memiliki persoalan auto korelasi.

Alasannya karena memiliki asimp sig (2 – tailed) yang lebih besar dari 0,05.

4.2.4. Uji Heterokesdastisitas

Uji heterokesdastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Oleh karena itulah dalam pengujian ini digunakan uji

glesjer, dengan ketentuan bahwa dari probabilitas signifikan di atas tingkat

kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak

mengandung adanya heterokesdastisitas jika lebih besar dari batas tolerance.

Adapun hasil olahan data uji heterokesdastisitas dalam model regresi yaitu

sebagai berikut :

51

Page 52: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

TABEL 4.5

UJI HETEROKESDASTISITAS DENGAN MENGGUNAKAN SPSS REL. 17

No. Nama VariabelModel 1 Model 2

Keputusan(Sig) (Sig)

1. PDRB 0,165 0,735 Tidak ada gejala heterokesdastisitas

2. Suku bunga riil 0,767 - Tidak ada gejala heterokesdastisitas

3. Bagi hasil - 0,415 Tidak ada gejala heterokesdastisitas

4. Inflasi 0,358 0,540 Tidak ada gejala heterokesdastisitas

Sumber : Data diolah dengan menggunakan SPSS

Tabel 4.5 yakni hasil uji heterokesdastisitas dengan menggunakan

SPSS release 17 ternyata nilai asimp sig yang terdapat dalam setiap variabel

baik pada model 1 maupun model 2 tidak ada yang memiliki nilai sig < 0,05,

hal ini menunjukkan bahwa variabel yang ditekankan baik yang ada dalam

model 1 maupun pada model 2 tidak memiliki gejala heterokesdastisitas.

4.3. Analisis Regresi

Analisis regresi bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara variabel

bebas (independent) dengan variabel terikat (dependent). Oleh karena itulah

dalam pengujian regresi dapat dibagi atas 2 model regresi yaitu menganalisis

PDRB, suku bunga, dan inflasi terhadap permintaan kredit pada bank

Konvensional (Model 1) dengan menguji pengaruh antara PDRB, bagi hasil,

dan inflasi terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah (Model 2).

Berikut ini akan disajikan hasil olahan data regresi yang dapat dilihat

pada tabel 4.6 berikut ini :

52

Page 53: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

53

Page 54: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Berdasarkan Tabel 4.6 yakni hasil olahan data regresi dengan

menggunakan SPSS release 17, maka selanjutnya akan dapat disajikan hasil

pengujian regresi yang dapat diuraikan sebagai berikut :

4.3.1. Uji pengaruh antara PDRB, suku bunga, inflasi terhadap permintaan

kredit Bank Konvensional

Uji regresi digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh antara

PDRB, suku bunga, inflasi terhadap permintaan kredit khususnya pada Bank

Konvensional. Oleh karena itulah, sesuai dengan persamaan 3.3.1 bagian a, maka

yang menjadi persamaan regresi dengan menggunakan SPSS yaitu :

Y = 59447719826,55 + 0,924X1 - 0,230X2 - 0,417X3

(3,432) (15,243) (-2,886) (-5,687)

Berdasarkan hasil persamaan regresi yang telah dikemukakan di atas,

maka diperoleh nilai R = 0,992, R Square = 0,983, Adjusted Rsquare = 0,875,

Fhit = 117,302, maka dapatlah dikatakan bahwa PDRB berpengaruh positif

terhadap permintaan kredit Bank Konvensional, sedangkan suku bunga dengan

tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap permintaan kredit pada Bank

Konvensional. Dengan kata lain semakin tinggi suku bunga dan inflasi maka

permintaan kredit akan semakin turun. Dalam hubungannya dengan uraian

tersebut di atas, akan disajikan hasil uji parsial untuk regresi antara PDRB, suku

bunga dan inflasi terhadap permintaan kredit pada Bank Konvensional yang dapat

diuraikan sebagai berikut :

a) Pengaruh PDRB terhadap permintaan kredit Bank Konvensional

Pengaruh antara PDRB dengan permintaan kredit pada Bank Konvensional

dapat dikatakan berpengaruh positif. Kemudian dengan nilai sig = 0,000 yang

54

Page 55: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

lebih kecil dari 0,05, dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,924, berarti dapat

dikatakan bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan

kredit pada Bank Konvensional.

b) Pengaruh Suku Bunga dengan Permintaan Kredit Bank Konvensional

Berdasarkan hasil uji regresi, maka dapatlah dikatrakan bahwa suku bunga

berpengaruh negatif terhadap permintaan kredit pada Bank Konvensional.

Dengan kata lain semakin tinggi suku bunga maka permintaan kredit di Bank

Konvensional semakin turun. Selanjutnya dilihat dari nilai sig = 0,028 < 0,05

dengan koefisien regresi sebesar -0,230, hal ini berarti ada pengaruh yang

negatif dan signifikan antara suku bunga dengan permintaan kredit di Bank

Konvensional.

c) Pengaruh Inflasi terhadap permintaan kredit di Bank Konvensional

Regresi antara inflasi dengan permintaan kredit di Bank Konvensional

dapat dikatakan berpengaruh negatif, sedangkan dengan nilai sig 0,001 < 0,05

dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,417, berarti dapat disimpulkan ada

pengaruh yang negatif antara inflasi terhadap permintaan kredit pada Bank

Konvensional. Ada dua hal dalam konsep teori inflasi, dimana dengan

menggunakan asumsi suku bunga riil jika terjadi inflasi naik maka expected profit

akan mengalami kenaikan dan permintaan kredit turut juga mengalami kenaikan,

tetapi jika inflasi naik dan hasil olahan data regresi negatif, hal ini disebabkan

karena nominal interest rate naik sehingga permintaan kredit juga akan naik. Hal

ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Boediono (2001 : 156)

menyatakan bahwa inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi (Cost

55

Page 56: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Push Inflation) adalah inflasi yang timbul karena berkurangnya penawaran akibat

kenaikan produksi.

Selanjutnya dilihat dari nilai R = 0,992, hal ini menunjukkan adanya

hubungan yang kuat dan positif antara PDRB, suku bunga, inflasi dengan

permintaan kredit pada Bank Konvensional. Kemudian dilihat dari nilai

adjusted Rsquare = 0,983. Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan

pengaruh variabel independent (PDRB, suku bunga, inflasi) terhadap

permintaan kredit pada Bank Konvensional mampu menjelaskan sebesar 98,30%

(0,983 x 100), sehingga dari hasil uji serempak (uji F) diperoleh Fhitung = 117,302

dengan nilai sig = 0,000. Hal ini membuktikan bahwa PDRB, Suku bunga dan

inflasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap permintaan kredit Bank

Konvensional.

4.3.2. Uji Regresi antara PDRB, Bagi hasil, Inflasi terhadap Permintaan

Kredit Bank Syariah

Uji regresi digunakan untuk menguji pengaruh antara PDRB, bagi hasil

dan inflasi terhadap permintaan kredit Bank Syariah, dengan persamaan regresi

3.3.1 bagian b :

Y = -26.833.522,718 + 1,180X1 - 0,380X2 - 0,251X3

(-1,807) (10,693) (-2,722) (-2,650)

Berdasarkan hasil persamaan regresi yang telah dikemukakan di atas,

maka diperoleh nilai R = 0,987, R Square = 0,974, Adjusted Rsquare = 0,962,

Fhit = 76,303, maka dapatlah dikatakan bahwa PDRB berpengaruh positif

terhadap permintaan kredit Bank Syariah, sedangkan bagi hasil dengan tingkat

56

Page 57: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

inflasi berpengaruh negatif terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah.

Dengan kata lain semakin tinggi bagi hasil dan inflasi maka permintaan kredit

akan semakin turun. Dalam hubungannya dengan uraian tersebut di atas, akan

disajikan hasil uji parsial untuk regresi antara PDRB, bagi hasil dan inflasi

terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah yang dapat diuraikan sebagai

berikut :

1) Pengaruh PDRB terhadap Permintaan Kredit pada Bank Syariah

Pengaruh PDRB terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah,

setelah dilakukan uji regresi ternyata berpengaruh positif. Dengan kata lain

semakin tinggi PDRB maka akan semakin tinggi pula permintaan kredit pada

Bank Syariah. Kemudian dilihat dari nilai sig = 0,000 < 0,05 dengan nilai

koefisien regresi sebesar 1,180 berarti ada pengaruh yang positif dan signifikan

PDRB terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah.

2) Pengaruh Bagi Hasil terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah

Regresi antara bagi hasil dengan permintaan kredit pada Bank Syariah

ternyata berpengaruh negatif, dimana semakin tinggi bagi hasil dikenakan kepada

nasabah yang mengambil kredit di Bank Syariah maka permintaan kredit

akan semakin turun. Selanjutnya dilihat dari nilai sig 0,035 yang lebih kecil

dengan batas tolerance 0,05, dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,380 berarti

ada pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap permintaan kredit pada

Bank Syariah.

57

Page 58: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

3) Pengaruh Inflasi terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah

Berdasarkan hasil uji regresi antara inflasi dengan permintaan kredit

pada Bank Syariah maka dapatlah disimpulkan ada pengaruh yang negatif

antara inflasi dengan permintaan kredit pada Bank Syariah. Kemudian dilihat

dari hasil sig = 0,038 < 0,05 dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,251, berarti

ada pengaruh signifikan dan negatif antara inflasi dengan permintaan kredit pada

Bank Syariah.

Ada dua hal dalam konsep teori inflasi, dimana dengan menggunakan

asumsi suku bunga riil jika terjadi inflasi naik maka expected profit akan

mengalami kenaikan dan permintaan kredit turut juga mengalami kenaikan, tetapi

jika inflasi naik dan hasil olahan data regresi negatif, hal ini disebabkan karena

nominal interest rate naik sehingga permintaan kredit juga akan naik. Hal ini

sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Boediono (2001 : 156) menyatakan

bahwa inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi (Cost Push Inflation)

adalah inflasi yang timbul karena berkurangnya penawaran akibat kenaikan

produksi.

Kemudian dilihat dari nilai R = 0,987, hal ini dapat diartikan bahwa

korelasi antara PDRB, bagi hasil dan inflasi memiliki hubungan yang kuat sebab

nilai r mendekati 1. Selanjutnya dilihat dari nilai Adjusted R Square = 0,962

yang artinya prosentase sumbangan pengaruh variabel independen (PDRB, bagi

hasil dengan inflasi) terhadap variabel dependen (permintaan kredit Bank Syariah)

sebesar 96,20% (0,962 x 100), selanjutnya dilihat dari hasil uji simultan dengan

menggunakan Fhitung = 76,303 dan nilai sig = 0,000, karena nilai sig < 0,05

58

Page 59: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

berarti secara bersama-sama ada pengaruh antara PDRB, Bagi hasil dan inflasi

terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah.

4.4. Uji Beda

Salah satu tujuan yang dilakukan dalam uji beda adalah untuk menguji

perbedaan permintaan kredit antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah.

Sehingga dalam uji beda digunakan dengan metode Paired Samples Statistics.

Berdasarkan uraian tersebut di atas akan disajikan hasil olahan data uji beda

yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini :

TABEL 4.7

HASIL UJI BEDA DENGAN PAIRED SAMPLES STATISTICS

Mean N

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

Pair 1 Permintaan Kredit Bank

Konvensional

7.88E10 10 3.310E10 1.047E10

Permintaan Kredit Bank

Syariah

3.61E10 10 2.891E10 9.143E9

Sumber : Lampiran 10

Menurut Dwi (2010, hal. 41) yang menyatakan bahwa jika nilai

signifikan > 0,05 berarti tidak ada perbedaan antara permintaan kredit Bank

Konvensional dengan Bank Syariah, sedangkan nilai sig < 0,05 berarti ada

perbedaan antara permintaan kredit Bank Konvensional dengan Bank Syariah,

sehingga dari hasil pengujian dengan sig (2 – tailed) sebesar 0,000 < 0,05 berarti

59

Page 60: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

dapatlah disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara permintaan kredit

pada Bank Konvensional dengan Bank Syariah.

4.5. Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini ditekankan dalam menguji pengaruh

PDBR, suku bunga, inflasi terhadap permintaan kredit pada Bank

Konvensional dan pengaruh PDRB, bagi hasil dan inflasi terhadap permintaan

kredit pada Bank Syariah.

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan ternyata semuanya

berpengaruh secara signifikan baik permintaan kredit pada Bank Konvensional

maupun permintaan kredit pada Bank Syariah. Hal ini dapat diuraikan sebagai

berikut :

4.5.1. Pengaruh PDRB, Suku bunga dan Inflasi terhadap Permintaan Kredit

di Bank Konvensional

a) Pengaruh PDRB terhadap Permintaan Kredit

Dari hasil pengujian regresi, khususnya yang berkaitan dengan PDRB

dengan permintaan kredit pada Bank Konvensional, dimana dapat dikatakan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan kredit pada bank

Konvensional. Menurut Mochamad Faza Rifai (2007) bahwa PDRB berhubungan

erat dengan permintaan kredit, hal ini disebabkan karena dengan adanya

kenaikan PDRB maka tingkat konsumsi masyarakat akan semakin meningkat,

oleh sebab itu jika PDRB meningkat maka permintaan kredit akan meningkat

guna mencukupi tingkat konsumsi yang dihadapi oleh masyarakat.

60

Page 61: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, ternyata

ada pengaruh yang signifikan antara PDRB dengan permintaan kredit. Dimana

semakin tinggi PDRB maka akan secara langsung permintaan kredit meningkat,

oleh karena itulah dalam penelitian ini sejalan dengan teori yang sebagaimana

dikemukakan oleh Mochamad Faza Rifai, sehingga hipotesis yang diajukan

terbukti.

b) Pengaruh Suku bunga terhadap permintaan kredit pada Bank

Konvensional

Hasil pengujian regresi, yang menunjukkan ada pengaruh yang signifikan

dan negatif antara tingkat suku bunga riil dengan permintaan kredit pada Bank

Konvensional. Dimana semakin tinggi tingkat suku bunga maka permintaan

kredit akan semakin turun, hal ini sejalan dengan teori suku bunga riil yang

sebagaimana dikemukakan oleh Boediono (2007) bahwa jika tingkat suku

bunga riil yang tinggi daripada keuntungan yang diharapkan dengan penggunaan

dana maka pengusaha tidak akan mengadakan investasi, tetapi sebaliknya

bila keuntungan yang diharapkan lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat

bunga riil tersebut maka pengusaha akan mengadakan investasi.

Sedangkan dari hasil penelitian ternyata diketahui bahwa semakin tinggi

suku bunga maka permintaan kredit akan turun, sehingga dalam penelitian ini

sejalan dengan teori yang sebagaimana dikemukakan oleh Budiono. Dan selain itu

dari hasil penelitian sejalan dengan hipotesis yang telah dikemukakan.

61

Page 62: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

c) Pengaruh inflasi terhadap permnintaan kredit pada Bank Konvensional

Berdasarkan hasil pengujian inflasi terhadap permintaan kredit pada Bank

Konvensional, dimana dari hasil penelitian yang menemukan ada pengaruh

negatif antara inflasi dengan permintaan kredit. Dengan kata lain semakin tinggi

inflasi maka permintaan kredit akan semakin turun.

Kemudian Boediono (2001) bahwa inflasi adalah proses kenaikan harga

unit barang secara terus menerus, sehingga tanpa kestabilan ekonomi,

perekonomian akan bekerja secara efisien. Dalam kondisi tersebut terjadi

inflasi yang deras, jelas investasi menyebabkan permintaan kredit akan turun,

sedangkan dari hasil penelitian ini ternyata ada kecenderungan inflasi yang

tinggi akan menyebabkan permintan kredit akan turun, sehingga dari hasil

penelitian ini mendukung teori yang sebagaimana dikemukakan oleh Boediono,

dan selain itu hipotesis yang diajukan terbukti.

4.5.2. Pengaruh PDRB, Bagi hasil dan inflasi terhadap Permintaan Kredit

pada Bank Syariah

a) Pengaruh PDRB terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ternyata ditemukan

ada pengaruh yang signifikan dan positif antara PDRB dengan permintaan

kredit pada Bank Syariah. Alasannya karena dengan kenaikan PDRB berarti

tingkat konsumsi masyarakat akan meningkat, sehingga masyarakat akan

mencukupi tingkat konsumsinya melalui permintaan kredit (Mochamad Faza

Rifai, 2005), sehingga dalam penelitian ini mendukung teori yang sebagaimana

dikemukakan oleh Mochamad Faza Rifai.

62

Page 63: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

b) Pengaruh bagi hasil terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah

Dari hasil pengujian regresi antara bagi hasil dengan permintaan

kredit, ternyata ada pengaruh yang negatif dan signifikan. Dimana semakin

tinggi bagi hasil yang ditetapkan oleh Bank Syariah maka permintaan kredit

akan semakin turun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Amelia Sandra (2002) bahwa perbankan Syariah memungkinkan

untuk menghidupkan skala menengah kebawah yang merasa takut untuk

meminjam uang ke bank karena takut usahanya tidak berhasil, sehingga harus

membayar cicilan dan bunga yang tinggi, karena baik tingkat suku bunga

maupun bagi hasil sama-sama merupakan penggunaan modal dan sama-sama

mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan modal. Lebih lanjut

menurut Susanto (2003) bahwa semakin tinggi rasio bagi hasil maka

permintaan modal kerja akan menurun. Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh penulis ternyata menemukan ada pengaruh yang signifikan dan

positif antara bagi hasil dengan permintaan kredit di Bank Syariah. Dari

hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Amelia

Sandra dan Susanto, dan selain itu dari hasil penelitian ini mendukung hipotesis

yang telah dikemukakan sebelumnya.

c) Pengaruh inflasi dengan permintaan kredit pada bank Syariah

Berdasarkan hasil pengujian regresi yang menunjukkan ada pengaruh

yang negatif antara inflasi dengan permintan kredit pada Bank Syariah. Hal ini

sejalan dengan teori yang sebagaimana dikemukakan oleh Boediono (2007)

bahwa tingginya inflasi akan menyebabkan turunnya investasi, dengan turunnya

63

Page 64: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

investasi akan mendorong turunnya permintaan kredit pada Bank Syariah,

sehingga dari hasil penelitian ini mendukung teori yang sebagaimana

dikemukakan oleh Boediono.

64

Page 65: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka akan disajikan beberapa

kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1) Pengaruh PDRB terhadap permintaan kredit bank pada Bank Konvensional

maupun Bank Syariah berpengaruh positif dan signifikan. Dengan demikian

hipotesis terbukti.

2) Dari hasil uji regresi antara inflasi, yang menunjukkan ada pengaruh yang

negatif dan signifikan antara inflasi dengan permintaan kredit khususnya

pada Bank Konvensional dengan Bank Syariah, dengan demikian hipotesis

terbukti.

3) Hasil uji regresi suku bunga dengan permintaan kredit pada Bank

Konvensional berpengaruh negatif dan signifikan. Sedangkan bagi hasil

dengan permintaan kredit pada Bank Syariah berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap permintaan kredit pada Bank Syariah. Dengan demikian

hipotesis yang diajukan terbukti.

4) Berdasarkan hasil uji beda permintaan kredit pada Bank Konvensional

dengan Bank Syariah, dimana ada perbedaan yang signifikan antara

permintaan kredit pada Bank Konvensional dengan Bank Syariah. Salah

satu faktor yang menyebabkan adanya perbedaan kredit Bank Konvensional

menetapkan tingkat suku bunga yang dikenakan kepada nasabah, sedangkan

Bank Syariah menekankan pada konsep bagi hasil.

65

Page 66: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

5.2. Saran-saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan hasil

kesimpulan ini adalah sebagai berikut :

1) Disarankan agar Bank Konvensional menetapkan tingkat suku bunga yang

lebih rendah, sehingga akan meningkatkan permintan kredit di masa-masa

yang akan datang.

2) Disarankan agar Bank Syariah menetapkan bagi hasil yang dapat

memberikan keuntungan bagi nasabah, sehingga akan mendorong peningkatan

permintaan kredit di masa yang akan datang.

66

Page 67: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul, 2007, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, cetakan pertama, penerbit : Alfabet, Jakarta

Antonio dan Perwataatmadja, 1997, Apa dan Bagaimana Bank islam, Penerbit : Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta.

Boediono, 2005, Pengantar Ekonomi, edisi keempat, cetakan ketiga, penerbit : BPFE, Yogyakarta

Christopher, 2008, Mikro ekonomi Intermediate dan Aplikasinya, edisi kedelapan, penerbit : Erlangga, Jakarta.

Iskandar, Putu, 2007, Ekonomi Mikro dan Makro, Edisi Kedua, Penerbit: Ghalia Indonesia, Jakarta.

Jumhur, 2006, Analisis Permintaan Kredit Modal Kerja usaha Kecil di Kota Semarang (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT). Skripsi Universitas Diponegoro, Semarang.

Mohammad Faza Rifai, 2007, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Perbankan pada Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah. Skripsi Universitas Islam Indonesia, Fakultas Ekonomi

Mankiw. N. Gregore, 2003, Teori Makro Ekonomi, edisi kelima, Alih Bahasa Imam Nurmawan, Harvart University.

Muhammad, 2004, Manajemen Dana Bank Syariah, cetakan pertama, Penerbit : Ekonisia, Yogyakarta

Muana, Nunga, 2001, Makro Ekonomi, Cetakan Pertama, Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukirno, Sadono, 2002, Pengantar Teori Makro Ekonomi, penerbit : PT. Radja Grafindo Persada Rajawali, Jakarta

Suparmoko, 2002, Ekonomi Publik Untuk Keuangan Dan Pembangunan Daerah, edisi pertama, Penerbit : Andi Yogyakarta

Sugiarto, 2002, Strategi Manajemen Bank Kredit, Penerbit : Damar Mulia Pustaka, Jakarta.

Teguh Pudjo Mulyono, 2004, Manajemen Perkreditan, edisi ketiga, cetakan

pertama, Penerbit : BPFE, Gadjah Mada, Yogyakarta

67

Page 68: Angriawan Pradana Hamzah Yang Terbaru Rev

Undang-undang Perbankan No. 14 tahun 1998, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : Rajawali Pers, Jakarta

Warkum, S. 1996, Asas-asas Perbankan Islam dan lembaga-lembaga Terkait (BAMUI & Takaful), Penerbit : Rajawali Pers, Jakarta.

68