anestesi umum

43
PRESENTASI KASUS “PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA TUMOR MAMMAE DEKSTRA” Diajukan Kepada : dr. Hermin Prihartini, Sp.An KIC Disusun Oleh : Andreas F. Arsanto G1A 209122 Dimas Triaryo G1A 209123

Upload: kevin-radittya

Post on 07-Aug-2015

258 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Anestesi

TRANSCRIPT

Page 1: Anestesi Umum

PRESENTASI KASUS

“PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA

TUMOR MAMMAE DEKSTRA”

Diajukan Kepada :

dr. Hermin Prihartini, Sp.An KIC

Disusun Oleh :

Andreas F. Arsanto G1A 209122

Dimas Triaryo G1A 209123

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SMF SMF ANESTESIOLOGI DAN REANIMASIRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

PURWOKERTO

2010

Page 2: Anestesi Umum

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus berjudul

“PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA

TUMOR MAMMAE DEKSTRA”

Diajukan untuk memenuhi prasyarat ujian Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesiologi dan Reanimasi RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :

Andreas F. Arsanto G1A 209122Dimas Triaryo G1A 209123

Telah dipresentasikan pada Tanggal, Oktober 2010

Pembimbing,

dr. Hermin Prihartini, Sp.An KIC

Page 3: Anestesi Umum

BAB I

PENDAHULUAN

A. Epidemiologi dan Insidensi

Tumor payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama

bagi perempuan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, tumor payudara tetap

merupakan penyakit tumor yang paling sering dialami wanita dan penyebab

paling sering kedua kematian akibat tumor. Pada tahun 2007 diperkirakan tumor

payudara akan menyebabkan 26% kasus tumor dan 15% kematian akibat tumor,

yang diartikan sebagai 176.296 kasus baru dan 40.515 kematian1.

Tumor payudara juga merupakan jenis tumor yang paling umum terdapat

di Eropa pada tahun 2006, dengan 429.900 kasus baru atau 13,5% dari semua

penyakit tumor baru2. Sejak tahun 1990, tingkat kematian akibat tumor payudara

menurun di Amerika Serikat Amerika Serikat sebesar 24% dan pengurangan

serupa telah diamati di Negara-negara lain3,4. Perhitungan matematika

menunjukkan bahwa baik adopsi dari skrining mamografi dan ketersediaan ajuvan

kemoterapi dan tamoxifen telah menyumbangkan peranan yang sama dalam

pengurangan kasus tumor payudara5. Meskipun tumor payudara secara tradisional

kurang lazim terdapat di negara-negara berkembang, namun angka kejadian di

daerah-daerah tersebut meningkat. Bab ini akan membahas karakteristik penting

dari tumor payudara, menekankan informasi praktis yang penting bagi dokter dan

hasil uji clinical trial sebagai pedoman pertimbangan terapeutik.

B. Anatomi dan Fisologi

Payudara wanita dewasa terletak di antara costae kedua dan keenam dan

antara tepi sternum dan garis midaxillar. Payudara terdiri dari kulit, jaringan

subkutan, dan jaringan payudara. Jaringan payudara tersebut termasuk elemen

kedua epitel dan stroma. Elemen epitel membentuk 10% sampai 15% massa

payudara, dengan sisanya adalah stroma. Setiap payudara mempunyai jaringan

kelenjar (glandular) yang terdiri 15 hingga 20 lobus yang disangga oleh jaringan

ikat fibrosa. Ruang antara lobus diisi dengan jaringan adiposa, dan perbedaan

Page 4: Anestesi Umum

jumlah jaringan adiposa ini yang menyebabkan perubahan ukuran payudara.

Pasokan darah dari payudara berasal dari artery mammae Internus dan arteri

toraks lateral. Drainase limfatik payudara terjadi melalui pleksus limfatik

superficial dan pleksus limfatik profundal, dan lebih dari 95% dari drainase

limfatik payudara adalah melalui kelenjar getah bening aksiler, dengan sisanya

melalui kelenjar mamae internal. Kelenjar getah bening aksila bervariasi

jumlahnya dan secara umum dibagi menjadi tiga tingkat berdasarkan koneksinya

ke musculus pectoralis minor. Kelenjar mamae internal terletak di enam ruang

pertama interkostalis dalam, yaitu 3 cm dari tepi sternum, dengan konsentrasi

tertinggi kelenjar mamae internal dalam tiga ruang pertama interkostalis.

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Mammae

C. Faktor Resiko

Penyebab spesifik tumor payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat

banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya tumor

payudara diantaranya

1. Faktor Reproduksi

Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya

tumor payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause

pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama

tumor payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara

Page 5: Anestesi Umum

terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan

window of initiation perkembangan tumor payudara. Secara anatomi dan

fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur.

Kurang dari 25% tumor payudara terjadi pada masa sebelum menopause

sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya

perubahan klinis.

2. Penggunaan Hormon

Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya tumor payudara.

Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat

peningkatan tumor payudara yang signifikan pada para pengguna terapi

estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak

terdapat risiko tumor payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang

menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk

mengalami tumor payudara sebelum menopause.

3. Penyakit Fibrokistik

Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada

peningkatan risiko terjadinya tumor payudara. Pada hiperplasia dan papiloma,

risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik,

risiko meningkat hingga 5 kali.

4. Obesitas

Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh

dengan tumor payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap

kekerapan tumor ini di negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan

kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet

terhadap terjadinya keganasan ini.

5. Konsumsi Lemak

Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya

tumor payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun

tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko tumor

payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun.

Page 6: Anestesi Umum

6. Radiasi

Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas

meningkatkan terjadinya risiko tumor payudara. Dari beberapa penelitian

yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko tumor radiasi berhubungan secara

linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.

7. Riwayat Keluarga dan Faktor Genetik

Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat

penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk tumor payudara. Terdapat

peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita tumor

payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa tumor payudara berhubungan

dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan

terhadap tumor payudara, probabilitas untuk terjadi tumor payudara sebesar

60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.

D. Patofisiologi

Teori genetika tentang onkogenesis mengatakan bahwa terbentuknya

tumor (neoplasma) sebagai akibat terjadinya penyimpanan genetik yang

disebabkan oleh pengaruh rangsangan atau kelainan bawaan dalam hal ini

termasuk aktivasi onkogen dan hilangnya fungsi gen supressor tumor (anti-

onkogen). Perubahan materi genetik demikian mengakibatkan pembelahan sel

yang berlebihan dan tidak terkendali. Mitra dari onkogen adalah proto onkogen

yang berfungsi mengendalikan pembelahan dan diferensiasi sel pada keadaan

normal.

Pada sel normal pertumbuhan, pembelahan (proliferasi) dan diferensiasi

sel diatur oleh gen yang disebut proto-onkogen. Rangsang proliferasi yang datang

dari luar sel diterima oleh reseptor faktor pertumbuhan pada permukaan sel yang

kemudian pesan tersebut diteruskan melalui membran sel ke dalam sitoplasma

yang seterusnya melalui penghantar isyarat di dalam sitoplasma rangsang

pertumbuhan disampaikan ke dalam inti.

Apabila terjadi perubahan pada proto-onkogen yang disebabkan oleh

berbagai faktor penyebab (karsinogen) maka terbentuk onkogen (c-oncogen)

Page 7: Anestesi Umum

biasanya akan terjadi kegiatan biologik dari onkogen yang meningkat sehingga

pembelahan sel berlebihan dan tidak terkendali. Seperti gen yang lain, proto-

onkogen terdiri atas daerah regulator dan daerah struktur. Perubahan dari bagian

ini akan mengakibatkan onkogen menjadi aktif. Mutasi pada bagian struktur akan

mengakibatkan sintesis protein yang struktur dan fungsinya menyimpang,

sementara perubahan regulator mengakibatkan produksi protein perangsang

pertumbuhan jumlahnya berlebihan.

Mekanisme onkogen merangsang pertumbuhan pada sel neoplasmatik

adalah sebagai berikut :

a. Mengkode pembuatan protein yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan

yang berlebihan dan merangsang diri sendiri (autokrin).

b. Memproduksi reseptor faktor pertumbuhan yang tidak sempurna yang

memberi isyarat pertumbuhan terus menerus meskipun tidak ada rangsang

dari luar.

c. Pada amplifikasi gen terbentuk reseptor faktor pertumbuhan yang

berlebihan sehingga sel tumor sangat peka terhadap faktor pertumbuhan

berkadar rendah yang berada di bawah ambang rangsang normal.

d. Memproduksi protein yang berfungsi sebagai penghantar isyarat di dalam

sel yang tidak sempurna yang terus-menerus menghantarkan isyarat

meskipun tidak ada rangsang dari luar sel.

e. Memproduksi protein yang berikatan langsung dengan inti yang

merangsang pembelahan sel.

Tumor tidak hanya terbentuk oleh karena aktivasi onkogen yang bekerja

dominan tetapi dapat juga sebagai akibat hilangnya atau tidak aktifnya gen yang

bekerja menghambat pertumbuhan sel yang disebut anti onkogen yang bekerja

resesif. Pada pertumbuhan dan diferensiasi sel normal, anti onkogen bekerja

menghambat pertumbuhan dan diferensiasi sel. Biasanya bekerja resesif pada alel

tipe ”Wild”. Hilangnya 2 alel diperlukan agar terjadi transformasi. Jika hanya 1

alel yang tidak aktif biasanya masih memperlihatkan fenotip normal.

E. Penegakkan Diagnosis

Page 8: Anestesi Umum

1. Anamnesis

a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya:

Benjolan,

Rasa sakit,

Kecepatan tumbuh,

Nipple discharge,

Nipple retraksi dan sejak kapan,

Krusta pada areola,

Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi,

Perubahan warna kulit,

Benjolan ketiak,

Edema lengan.

b. Keluhan di tempat lain berhubungan dengan metastasis, antara lain :

Nyeri tulang (vertebra, femur),

Rasa penuh di ulu hati,

Batuk,

Sesak.

Sakit kepala hebat dan lain-lain

c. Faktor-faktor resiko

Usia penderita,

Usia melahirkan anak pertama,

Punya anak atau tidak,

Riwayat menyusui,

Riwayat menstruasi:

- Menstruasi pertama pada usia berapa

- Keteraturan siklus menstruasi

- Menopause pada usia berapa

Riwayat pemakaian obat hormonal

Riwayat keluarga sehubungan dengan tumor payudara atau tumor lain

Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik

Page 9: Anestesi Umum

Riwayat radiasi dinding dada

2. Pemeriksaan fisik

a. Status Generalis

b. Status Lokalis

Payudara kanan dan kiri harus diperiksa

Masa tumor

- Lokasi

- Ukuran

- Konsistensi

- Permukaan

- Bentuk dan batas tumor

- Jumlah tumor

- Terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit, m.

pektoralis dan dinding dada

Perubahan kulit

- Kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit

- Peu d’orange, ulserasi

Nipple

- Tertarik

- Discharge

- Erosi

- Krusta

Penilaian infiltrasi ke kulit dan dinding dada

- Tangan diangkat tegak lurus ke atas dan turun ke bawah yang

dinilai adalah fiksasi kulit atau papilla mammae, aksila diamati

untuk melihat pembengkakkan limfonodi atau infeksi superfisialis.

- Manuver kontraksi muskulus pektoralis dengan kedua lengan

menekan di pinggang dengan penderita duduk. Penilaian dalam

pemeriksaan ini adalah mammae yang menderita tumor tampak

Page 10: Anestesi Umum

lebih menonjol daripada mammae yang normal dan daerah kulit

yang melekuk (dimpling) atau terfiksir akan terlihat lebih jelas.

Status kelenjar getah bening

- Kelenjar Getah Bening Aksila : Jumlah, ukuran, konsistensi,

terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar.

- Kelenjar Getah Bening Infraklavikula : Jumlah, ukuran,

konsistensi, terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar.

- Kelenjar Getah Bening Supraklavikula : Jumlah, ukuran,

konsistensi, terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiodiagnostik/ Imaging.

Diharuskan (recommended)

- USG payudara dan mamografi untuk tumor <3cm

- Foto thoraks

- USG abdomen (hepar)

Optional (atas indikasi)

- Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi atau klinis

sangat mencurigai pada lesi >5cm)

- CT scan

b.Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Blopsy-sitologi.

Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas.

c. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau

parafin. Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melalui

Care biopsy

Biopsi eksisional untuk tumor ukuran >3cm.

Biopsi insisional untuk tumor

- Operabel ukuran > 3 cm operasi definitif.

- Inoperable.

Page 11: Anestesi Umum

Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan kelenjar getah

bening.

Pemeriksaan Imunohistokimia: ER, PR, c-erbm-2 (HER-2 nou),

cathepsin-D dan atau p53.

d.Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai

dengan perkiraan metastasis.

F. Penatalaksanaan

Sebelum merencanakan terapi tumor payudara, diagnosis klinis dan

histopatologik serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Diagnosis

klinis harus sama dengan diagnosis histopatologik. Bila keduanya berbeda, harus

ditentukan yang mana yang keliru. Atas dasar diagnosis tersebut, termasuk tingkat

penyebaran penyakit, disusunlah rencana terapi dengan mempertimbangkan

manfaat dan mudarat setiap tindakan yang akan diambil. Bila bertujuan kuratif,

tindakan radikal yang berkonsekuensi mutilasi harus dikerjakan demi

kesembuhan. Akan terapi, bila tindakannya paliatif, alasan nonkuratif menentukan

terapi yang akan dipilih.

Pembedahan

Untuk mendapat diagnosis histologi, biasanya dilakukan biopsi sehingga

tindakan ini dapat dianggap sebagai tindakan pertama pada pembedahan

mammae. Dengan sediaan beku, hasil pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh

dalam waktu 15 menit. Bila pemeriksaan menunjukkan tanda tumor jinak, operasi

diselesaikan. Akan tetapi, pada hasil yang menunjukkan tumor ganas, operasi

dapat dilanjutkan dengan bedah kuratif. Bedah kuratif yang mungkin dilakukan

ialah mastektomi radikal, dan bedah konservatif merupakan eksisi tumor luas.

Terapi kuratif dilakukan jika tumor terbatas pada payudara dan tidak ada

infiltrasi ke dinding dada dan kulit mammae, atau infiltrasi dari kelenjar limfe ke

struktur sekitarnya. Tumor disebut mampu angkat (operable) jika dengan tindak

bedah radikal seluruh tumor dan penyebarannya di kelenjar limfe dapat

dikeluarkan.

Page 12: Anestesi Umum

Bedah paliatif

Bedah paliatif pada kanker payudara hampir tidak pernah dilakukan.

Kadang residif lokoregional yang soliter dieksisi, tetapi biasanya pada awalnya

saja tampak soliter, padahal sebenarnya sudah menyebar sehingga pengangkatan

tumor residif tersebut sering tidak berguna. Kadang dilakukan amputasi kelenjar

mammae pada tumor yang tadinya tidak mampu angkat karena ukurannya

kemudian diperkecil oleh radioterapi. Walaupun tujuan terapi tersebut paliatif,

kadang ada yang berhasil untuk waktu yang sangat berarti.

Radioterapi

Radioterapi untuk kanker payudara biasanya digunakan sebagai terapi

kuratif dengan mempertahankan mammae, dan sebagai terapi tambahan atau

terapi paliatif.

Radioterapi kuratif sebagai terapi tunggal lokoregional tidak begitu

efektif, tetapi sebagai terapi tambahan untuk tujuan kuratif pada tumor yang

relatif besar berguna.

Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu

terbatas bila tumor sudah tak mampu-angkat bila mencapai tingkat T4, misalnya

ada perlekatan pada dinding thoraks atau kulit. Pada penyebaran di luar daerah

lokoregional, yaitu di luar kawasan payudara dan ketiak, bedah payudara tidak

berguna karena penderita tidak dapat sembuh.

KemoterapiKemoterapi merupakan terapi sistemik yang digunakan bila ada

penyebaran sistemik, dan sebagai terapi adjuvan.

Kemoterapi adjuvan diberikan kepada pasien yang pada pemeriksaan

histopatologik pascabedah mastektomi ditemukan metastasis di sebuah atau

beberapa kelenjar. Tujuannya adalah menghancurkan mikrometastasis yang

biasanya terdapat pada pasien yang kelenjar aksilanya sudah mengandung

metastasis. Obat yang diberikan adalah kombinasi siklofosfamid, metotreksat, dan

5-fluorourasil (CMF) selama enam bulan pada perempuan usia pramenopause,

Page 13: Anestesi Umum

sedangkan kepada yang pasca menopause diberikan terapi adjuvan hormonal

berupa pil antiestrogen.

Terapi hormonal

Indikasi pemberian terapi hormonal adalah bila penyakit menjadi sistemik

akibat metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan secara paliatif

sebelum kemoterapi karena efek terapinya lebih lama dan efek sampingnya

kurang, tetapi tidak semua karsinoma mammae peka terhadap terapi hormonal.

Hanya kurang lebih 60 % yang bereaksi baik dan penderita mana yang ada

harapan memberi respons dapat diketahui dari “uji reseptor estrogen” pada

jaringan tumor.

Page 14: Anestesi Umum

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Sdr. K

Usia : 13 Tahun

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Purwokerto

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SLTP

Status : Belum Menikah

No. CM : 772184

B. Anamnesis

Diambil dari : Bangsal Kenanga RSMS Kamar 2 Kelas I

Keluhan Utama : Rasa nyeri didaerah dada sebelah kanan

Keluhan Tambahan : -

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan adanya rasa nyeri didaerah dada sebelah kanan.

Keluhan sudah dirasakan ± sudah sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya pasien tidak

mengeluhkan nyeri, tetapi lama kelamaan tumbuh massa yang disertai juga rasa

nyeri. Rasa nyeri yang dirasakan pasien tidak dirasakan terus menerus dan dirasa

tidak mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Pasien juga mengaku tidak ada hal

yang memperberat maupun memperingan keluhan yang diderita.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya,

riwayat alergi, riwayat asma, riwayat penyakit jantung dan riwayat hipertensi.

Tetapi pasien mengaku pernah mempunyai riwayat operasi appendektomi.

Page 15: Anestesi Umum

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku di keluarganya tidak ada yang memiliki keluhan serupa

dengan pasien, baik riwayat alergi, riwayat asma, riwayat penyakit jantung,

riwayat hipertensi dan riwayat operasi.

F. Riwayat Sosial Ekonomi

1. Community : Pasien bertempat tinggal di lingkungan pedesaan.

2. Home : Satu rumah dihuni oleh 4 anggota keluarga, yang terdiri dari bapak

pasien, ibu pasien dan 1 seorang saudara kandung.

3. Hobby : Pasien mengaku mempunyai hobi berolahraga.

4. Occupation : Pasien bekerja sebagai pelajar SLTP.

5. Personal Habits : Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol, rokok

dan obat-obat terlarang

6. Diet : Pasien mengaku makan dalam batas yang normal dengan kecukupan

gizi yang dirasa terpenuhi.

7. Drugs : Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumis obat-obatan dalam

jangka waktu lama.

G. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

- Kesan sakit : Sedang

- Berat Badan : 35 kg

- Tinggi Badan : 155 cm

- Kesadaran : Compos mentis

- Tanda Vital : - Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 88 x/menit, reguler,

isi dan tegangan cukup

- Pernapasan : 18 x/menit

thorakoabdominal

- Suhu : 36,3 °C

Status generalis

Pemeriksaan kepala

Page 16: Anestesi Umum

- Bentuk kepala : Mesochepal, simetris

- Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut, tidak mudah rontok

Pemeriksaan mata

- Palpebra : Edema (-/-)

- Konjungtiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+) normal, isokor, diameter 3 mm

Pemeriksaan telinga

Letak simetris, bentuk normal, ukuran normal, tidak ada tanda radang, tidak

ada discharge, pendengaran baik, tidak ada benjolan, tidak nyeri tekan.

Pemeriksaan hidung

Tidak ada tanda-tanda radang, discharge, sekret, epistaksis, tidak ada

deformitas, tidak ada napas cuping hidung.

Pemeriksaan mulut dan faring

Bibir tidak kering, tidak sianosis, lidah tampak putih, tepi lidah tidak

hiperemis, tidak tremor dan mukosa mulut basah, pecah di sudut mulut dan

tonsil dalam batas normal.

Pemeriksaan leher

Inspeksi : Tidak terlihat benjolan atau massa

Palpasi : Kelenjar getah bening teraba tidak membesar, tidak nyeri,

Tidak ada deviasi trakhea

Jugular Venous Pressure 5+2 cmH2O

Pemeriksaan dada

Paru-Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal atau simetris, pergerakan nafas tidak

ada yang tertinggal, tidak terlihat massa di daerah dada

sebelah kanan dan kiri

Palpasi : Teraba massa pada dinding dada kanan dengan ukuran

diameter ±0,5cm, konsistensi kenyal, dapat digerakkan

Page 17: Anestesi Umum

(mobile), terdapat nyeri tekan pada massa di dada kanan

vokal fremitus kanan dan kiri ataupun depan dan belakang

sama.

Perkusi : Suara sonor pada seluruh lapang paru

Batas paru hepar pada intercostal space V kanan

Peranjakan paru 2 cm

Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah kasar,

tidak terdapat ronkhi basah halus pada basal paru, tidak

terdapat wheezing pada paru kanan dan kiri maupun depan dan

belakang

Jantung

Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis

Palpasi : Teraba iktus kordis di SIC V, linea mid clavikula sinistra,

tidak kuat angkat, thrill (-)

Perkusi : - Batas kiri atas : SIC II linea parasternal sinistra

- Batas kiri bawah : SIC V linea midclavikula sinistra

- Batas kanan atas : SIC II linea parasternal dekstra

- Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternal dekstra

Auskultasi : S1 > S2, murni, reguler, bising (-), gallop (-)

Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar, dinding perut tidak tegang, ikterik tidak ada

Auskultasi : Bunyi usus (+) normal

Palpasi : Perut supel

Hepar teraba 1 jari bawah Arcus Costae Dextra,

konsistensi kenyal, tepi tumpul, permukaan halus

Lien dalam batas normal, tidak ada

nyeri tekan, ginjal sulit dinilai.

Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen

Perkusi hepar dalam batas normal

Perkusi lien dalam batas normal

Page 18: Anestesi Umum

Nyeri ketok kostovertebrae kanan dan kiri (-)

Kulit

Turgor kulit cukup, kulit tidak mengelupas, tidak pucat dan tidak gatal.

Ekstremitas

- Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),

edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan

motorik baik

- Inferior : Deformitas (-/-), edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-),

kesemutan, (-/-), sensorik dan motorik baik

H. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 29 September 2010

Pemeriksaan darah lengkap

Hemoglobin (Hb) : 14,9 g/dl Normal : 13-16 g/dl

Leukosit : 5230 /ul Normal : 5000-10000/ul

Hematokrit (Ht) : 42 % Normal : P 40-48; W 37-43 %

Eritrosit : 5,5 jt/ul Normal : P 4,5-5,5; W 4-5 jt/ul

Trombosit : 197.000/uI Normal : 150000-400.000/ul

MCV : 78,3 fl Normal : 80-97 fl

MCH : 27,0 pgr Normal : 26-32 pgr

MCHC : 34,5 % Normal : 31-36 %

Hitung Jenis

Eosinofil : 0,2 % Normal : 1-4%

Basofil : 1,7 % Normal : 0-1%

Batang : 0,0 % Normal : 2-5 %

Segmen : 49,4 % Normal : 40-70 %

Limfosit : 36,5 % Normal : 19-48 %

Monosit : 12,2 % Normal : 3-9 %

LED : 5 mm/jam Normal : 0-15

PT : 16,6 detik Normal : 10,6-14,4

APTT : 40,1 detik Normal : 24-36

Page 19: Anestesi Umum

Pemeriksaan Kimia Klinik

Ureum : 21,1 mg/dl Normal : 10-50 mg/dl

Kreatinin : 0,63 mg/dl Normal : 0,7-1,2 mg/dl

GDS : 97 mg/dl Normal : ≤ 200

I. Diagnosis Klinis

Tumor Mammae Dekstra

J. Kesimpulan

Status Fisik ASA I

K. Laporan Anestesi

Diagnosa pra bedah : Tumor Mammae Dekstra

Diagnosa pasca bedah : Post. Tumor Mammae dekstra

Jenis pembedahan : Ekstirpasi

Penatalaksanaan anastesi (Tanggal 5 Oktober 2010)

Jenis anesthesi : General Anestesi

Premedikasi : Midazolam dan Ondensantron

Medikasi : Fentanyl

Propofol

Katalar

Sevofluran

Ketorolac

Maintenance : O2 2,0 L/mnt

N20 2,0L/menit

Sevofluran 2%

Jenis anestesi : General Anestesi

Respirasi : Spontan

Posisi : Supine

Infus durante operasi : RL I Flabot

Laporan durante operasi :

Mulai anastesi : 09.25 WIB

Mulai operasi : 09.30 WIB

Page 20: Anestesi Umum

Selesai operasi : 10.00 WIB

Selesai anestesi : 10.10 WIB

Cairan yang masuk durante operasi : RL II flabot

Tekanan darah dan frekuensi nadi (Terlampir)

Perdarahan : ± 30 cc

Urin tampung : -

L. Terapi Cairan

BB : 35 kg

Puasa selama 8 jam

Lama operasi : 30 menit

Jumlah perdarahan : ± 30 cc

Pre operasi : Cairan maintenance

: 4 cc/kgBB I/jam + 2 cc/kgBB II/jam + 1

cc/kgBB III/jam

: 40 cc + 20 cc +15 cc

: 75 cc

Durante operasi

Puasa : 4 jam x maintenance

: 4 jam x 75 cc/jam

: 300 cc

Stress operasi : Operasi sedang

: 4 cc/kg BB/jam

: 4 cc x 35/jam

: 140 cc/jam

Pemberian cairan

Jam I : ½ puasa + maintenance + strees operasi

: (½.300) + 75 cc/jam + 140 cc/jam

: 150 cc + 75 cc/jam +140 cc/jam

: 365 cc

Perdarahan : ± 30 cc

Page 21: Anestesi Umum

Urin output : 0

Jadi total kebutuhan cairan : Jam I + perdarahan + urin output

: 365 cc + 30 cc + 0 cc

: 395 cc

Jumlah pemberian cairan : RL I = 1 x 500 = 500 cc

Jadi sisa kebutuhan : 500 cc – 395 cc

: 105 cc

EBV : 80 ml/kgBB x 35 kg

: 2800 cc

ABL ( pediatrik ) : ((Ht – 30) x EBV) : 100

: ((42 – 30) x 2800) : 100

: 336cc

Persiapan Pre-Anestesi dan Pre-Operatif

1. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik

Untuk menjaga kebugaran penderita yang akan dioperasi haruslah

dilakukan anamnesis dan pemerikasaan terlebih dahulu. Anamnesis tersebut

mencakup antara lain riwayat tentang apakah penderita pernah mendapat

anestesi sebelumnya. Hal ini menjadi hal yang penting karena untuk

mengetahui apakah penderita mengalami alergi, mual-muntah, nyeri otot,

gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah. Selain hal yang berhubungan dengan

riwayat anestesi dan riwayat bedah sebelumnya, anamnesis juga diperlukan

untuk mengetahui apakah penderita memiliki riwayat penyakit sistemik lain

seperti Diabetes Melitus atau Hipertensi. Karena penderita dengan penyakit

tersebut harus mendapatkan perhatian khusus.

Pemeriksaan fisik yang penting untuk diperhatikan adalah keadaan

gigi-geligi, keadaan lingkungan mulut, dan tindakan buka mulut. Hal-hal

tersebut sangatlah penting karena untuk memprediksi apakah tindakan

laringoskopi akan mengalami kesulitan atau tidak.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Page 22: Anestesi Umum

Rekomendasi pada persiapan pemeriksaan laboratorium sebelum

operasi antara lain: Pemeriksaan darah tepi lengkap rutin (Hb, Ht, leukosit,

hitung jenis, trombosit) , pemeriksaan darah tepi dilakukan atas indikasi, yaitu

pasien yang diperkirakan menderita anemia defisiensi, pasien dengan penyakit

jantung, ginjal, saluran napas atau infeksi.

Keuntungan pemeriksaan darah tepi lengkap adalah dapat mendeteksi

leukopenia atau leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi atau yang

lebih jarang lagi adalah keganasan darah.

3. Puasa pre operasi

Pengosongan lambung sebelum anestesi penting untuk mencegah

aspirasi isi lambung karena regurtasi dan muntah. Pada pembedahan elektif,

pengosongan lambung dilakukan dengan puasa.

Pada pembedahan daruat pengosngan lambung dapat dilakukan lebih

aktif dengan cara merangsang muntah, memasang pipa nasogastrik atau

memberi obat yang merangsang muntah seperti apomorphin,dll.

Cara-cara ini tidak menyenangkan untuk pasien sehingga jarang sekali

dilakukan. Cara lain yang dapat ditempuh adalah menetralkan asam lambung

dengan member antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2

(simeidin dan ranitidin).

4. Premedikasi

Pemberian obat 1-2 jam sebelum anastesi dengan tujuan untuk

melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anastesi. Tujuan premedikasi

adalah

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Memperlancar induksi

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

Mengurangi mual-muntah pasca operasi

Menciptakan amnesia

Menguras isi lambung

Obat-obatan yang biasa digunakan untuk premedikasi antara lain:7

Page 23: Anestesi Umum

Diazepam 0.05-2 mg/kgbb/iv

Ondancentron 2-4 mg/kgbb/iv

Sulfas atropin 0,03-0,06 mg/kg/iv

Pethidin 1 mg/kgbb/iv

Metoclopramide

Midazolam 0.5 mg/kgbb/iv

5. Induksi

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak

sadar sehingga memungkinkan dimulainya anastesi dan pembedahan. Induksi

anastesi dapat dikerjakan dengan cara intravena, inhalasi, intramuskular, intra

rectal. Setelah diberikan induksi dilanjutkan dengan pemeliharaan anastesi

sampai tindakan pembedahan selesai. Selama induksi anastesi tanda-tanda

vital pasien harus diperhatikan.

Obat-obatan yang biasa digunakan pada induksi adalah

Pentothal 3-7mg/kgbb/x

Ketamin 1-2 mg/kgbb/x

Propofol 2-3 mg/kgbb/x

Induksi inhalasi juga dapat digunakan,dimulai dengan 02 4 liter/menit

atau campuran N2O dan O2 = 3:1 4 liter/menit, sedangkan gas yang biasa

digunakan adalah

Halotan 0.5%

Isofluran

Sevofluran

Enfluran

M. Pembahasan

Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam

ASA I karena penderita merupakan anak usia 13 tahun dan kondisi anak tersebut

Page 24: Anestesi Umum

sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia. Rencana jenis anestesi yang

akan dilakukan yaitu anestesi umum dengan teknik semi closed.

Pemilihan teknik semi closed dilakukan dengan alasan pasien yang akan

dianestesi adalah anak yang memiliki frekuensi pernapasan yang lebih cepat

dibandingkan orang dewasa sehingga memerlukan oksigenasi yang lebih banyak.

Disamping itu, pada teknik semi closed pada waktu inspirasi gas campuran yang

masuk lagi ke dalam pernapasan tidak banyak dan pada waktu ekspirasi katup

sistem pernapasan akan terbuka karena dorongan udara ekspirasi sehingga udara

dari paru-paru langsung menuju atmosfir dan tidak akan kembali ke dalam paru-

paru, setelah udara ekspirasi habis katup tersebut akan tertutup kembali.

Cara anestesi pada kasus ini adalah penggunaan general anestesi dengan

face mask. Penggunaan face mask dikarenakan operasi yang dilakukan relatif

cepat, tidak perlu pemakaian induksi dosis tinggi, bisa digantikan dengan anestesi

inhalasi dan efek anesthesia juga tidak terlalu berat.

Ondansetron 4 mg/2 ml diberikan sebagai premedikasi. Ondansetron

merupakan suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan

sebagai pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan

5HT3 ke dalam usus dapat merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan

serabut aferen vagal lewat reseptornya. Ondansetron diberikan pada pasien ini

untuk mencegah mual dan muntah yang bisa menyebabkan aspirasi. Sediaan

injeksi 4mg dan 8mg atau 4mg/2ml (1 ampul). Sedangkan pemberian pada kasus

ini adalah 4 mg dan untuk pemberiannya adalah maksimal 8mg/hari.

Midazolame adalah obat hipnotik-sedatif. Obat ini merupakan turunan

benzodiazepine. Midazolam menjadi obat hipnotik sedatif pilihan karena kerjanya

cepat,waktu paruhnya pendek,memiliki amnesia aterograde yang

menguntungkan,tidak mengiritasi Obat golongan Sedatif adalah obat-obatan yang

menghilangkan kecemasan, mengurangi ketegangan dan menimbulkan

ketenangan Sedangkan efek obat golongan Hipnotika adalah obat-obat sedatif

yang ditingkatkan dosisnya yang mendepresi susunan saraf pusat sehingga

menyebabkan tidur Oleh sebab itu maka midazolam dipilih sebagai premedikasi

Page 25: Anestesi Umum

pada kasus ini. Dosis Midazolam (fortanest) diberikan 0,05 – 0,2 mg/kgBB iv

memberikan 60-96% amnesia, pada pasien ini adalah sebesar 5 mg.

Penggunaan induksi pertama adalah penggunaan propofol. Propofol

dengan dosis 2-3 mg/kg BB diberikan secara bolus intravena sebagai induksi.

Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat

isotonik dengan kepekatan 1%. Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri,

sehingga beberapa detik sebelumnya sebaiknya dapat diberikan lidokain 1-2

mg/kg secara intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kgBB, dosis rumatan

untuk anstesi intravena total adalah 4-12 mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk

perawatan intensif 0,2 mg/kgBB. Pengenceran propofol hanya boleh dengan

dekstrosa 5%. Pada pasien ini penggunaan propofol adalah sebesar 70 mg/7ml

Selanjutnya dilakukan induksi dengan menggunakan fentanil 5 µg secara

intravena. Fentanil 5 g bolus intravena digunakan sebagai analgesi opioid.

Setelah suntikan intravena, ambilan dan distribusi Fentanyl secara kualitatif

hampir sama dengan morfin, tetapi sebagian besar dirusak paru ketika pertama

kali melewatinya. Dosis analgesi 1-3 g/kgBB intravena untuk lama kerja 30

menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan bukan

untuk pasca bedah.

Ketamin adalah obat anestesi yang mempunyai efek stimulasi terhadap

kardiovaskuler, meningkatkan cardiac output dan systemic vaskuler resistance

melalui stimulasi pada system saraf simpatis, menghasilkan pelepasan dari

katekolamin. Ketamin sendiri bias menimbulkan “dissociative anesthesia, yaitu

suatu keadaan kataleptik di mana mata membuka dengan suatu tatapan nystagmus

lambat, pasien tidak komunikatif, walaupun nampak seperti sadar, terjadi

berbagai derajat gerakan otot skelet hipertonus yang sering terjadi tanpa

tergantung dari stimulasi bedah dan pasien tersebut mengalami amnesia serta

analgesi yang kuat. Dosis ketamin yang digunakan adalah sebesar 1-2 mg/KgBB

Sebagai analgetik digunakan Ketorolac sebanyak 1 ampul (1 ml) berisi 30

mg/ml, disuntikan iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi (AINS)

yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan

Page 26: Anestesi Umum

rasa nyeri/analgetik efek. Ketorolac 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara

dengan 50 mg pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang

lebih lama serta lebih aman daripada analgetik opioid karena tidak ada efek

depresi nafas pada percobaan klinis.

Sedangkan untuk anestesi inhalasi menggunakan O2, N2O dan sevofluran

2%. O2 pertama kali diberikan pada pasien ini dengan dosis 5L/menit. Setelah

nafas pasien teratur, kemudian dosis O2 diturunkan dan kemudian N2O

dimasukkan. Dosis keduanya seimbang yaitu 50:50 (2,5L/menit : 2,5 L/menit).

Kemudian anestesi inhalasi mulai juga dimasukkan. Anestesi inhalasi yang

digunakan adalah sevofluran dengan dosis 2%. Sevofluran sendiri berbentuk

volatile jernih, tidak berwarna dengan bau enak, tidak iritatif, tidak mudah

terbakar, tidak terpengaruh cahaya. Gas ini mempunyai kelarutan darah/gas yang

rendah (0,68), sehingga menghasilkan induksi dan recovery yang cepat. Selain

itu, karena bau yang enak maka menjadi pilihan untuk anestesi inhalasi pada

pasien dewasa dan anak. Hilangnya kesadaran dengan sevofluran relative cepat,

karena dapat dicapai pada 5 kali tarikan napas tunggal.

Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap

dan baik. Hingga kondisi penderita stabil dan tidak terdapat kendala-kendala yang

berarti, penderita kemudian dibawa ke bangsal kenanga untuk dirawat dengan

lebih baik.

BAB III

KESIMPULAN

Page 27: Anestesi Umum

1. Jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu anestesi umum dengan teknik semi

closed, karena pasien yang akan dianestesi adalah anak yang memiliki

frekuensi pernapasan yang lebih cepat dibandingkan orang dewasa sehingga

memerlukan oksigenasi yang lebih banyak.

2. Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi adalah ondensantron dan

midazolam, sedangkan untuk medikasi meliputi fentanyl, propofol, ketorolac,

ketamin dan sevofluran

3. Post operasi pasien dirawat di Bangsal untuk dimonitoring stabilitas pasien

post operasi sampai keadaan umumnya membaikyang kemudian dapat

dipulangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 28: Anestesi Umum

1. American Cancer Society. Breast cancer facts and figures 2005-2006. World

Wide Web URL: www.cancer.org

2. Ferlay J, Autier P, Boniol M, et al. Estimates of the cancer incidence and

mortality in Europe in 2006. Ann Oncol 2007;18(3):581.

3. Parkin DM, Bray FI, Devesa SS. Cancer burden in the year 2000. The global

picture. Eur J Cancer 2001;37(Suppl 8):4.

4. Ries L, Eisner M, Kosary CL, et al. SEER cancer statistics review, 1975–2001.

Bethesda, MD: National Cancer Institute, 2004.

5. Berry DA, Cronin KA, Plevritis SK, et al. Effect of screening and adjuvant

therapy on mortality from breast cancer. N Engl J Med 2005;353(17):1784.

6. Narod SA. Modifiers of risk of hereditary breast cancer. Oncogene

2006;25(43):5832.