anemia def besi

16
Anemia Defisiensi Besi 1 ANEMIA DEFISIENSI BESI Dian Anindita Lubis Divisi Hemato Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Medan – RSU Pirngadi Medan PENDAHULUAN Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. 1 Pada tahun 2002, anemia defisiensi besi dikatakan memiliki faktor kontribusi terpenting untuk beban penyakit global. 2 Anemia didefenisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) dan/atau massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). 1, 3 Dengan pertimbangan untuk mengurangi beban klinisi melakukan work up anemia jika kita menggunakan kriteria WHO, kriteria anemia yang digunakan di Indonesia adalah: Hemoglobin < 10 g/dl Hematokrit < 30% Eritrosit < 2,8 juta/mm 3 Secara global, prevalensi anemia dari tahun 1993-2005 yang dilakukan oleh WHO mengenai 1,62 milyar orang. Prevalensi tertinggi pada anak-anak sebelum sekolah (47,4%), Reading Assignment Divisi Hemato Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/RSHAM Telah dibacakan

Upload: lydia-sylvia

Post on 19-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Anemia Def Besi

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

1

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Dian Anindita Lubis

Divisi Hemato Onkologi Medik − Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik Medan – RSU Pirngadi Medan

PENDAHULUAN

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh

dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara

berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita

anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik.1Pada tahun 2002, anemia defisiensi

besi dikatakan memiliki faktor kontribusi terpenting untuk beban penyakit global. 2

Anemia didefenisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)

dan/atau massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa

oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).1, 3

Dengan pertimbangan untuk mengurangi beban klinisi melakukan work up anemia

jika kita menggunakan kriteria WHO, kriteria anemia yang digunakan di Indonesia adalah:

• Hemoglobin < 10 g/dl • Hematokrit < 30% • Eritrosit < 2,8 juta/mm3

Secara global, prevalensi anemia dari tahun 1993-2005 yang dilakukan oleh WHO

mengenai 1,62 milyar orang. Prevalensi tertinggi pada anak-anak sebelum sekolah (47,4%),

Reading Assignment Divisi Hemato Onkologi Medik

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/RSHAM

Telah dibacakan

Page 2: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

2

dan terendah pada pria (12,7%). Di Indonesia sendiri, pada tahun 2006, dilaporkan angka

anemia terjadi pada 9.608 orang.2

Salah satu bentuk anemia yang paling sering dijumpai, terutama di daerah tropis atau

di daerah dunia ketiga, karena sangat berkaitan erat dengan taraf ekonomi, adalah anemia

defisiensi besi, yang akan dibahas lebih mendalam pada tulisan ini.

Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak

kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius. Anemia defisiensi

besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store)

sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan

hemoglobin berkurang. Kelainan ini ditandai oleh besi serum menurun, TIBC (total iron binding

capacity) meningkat, saturasi transferin menurun, feritin serum menurun, pengecatan besi

sumsum ulang negatif dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi.3

PREVALENSI

Seperti yang telah dijelaskan di atas, anemia merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang mengenai negara-negara kaya maupun miskin. Meskipun penyebab

terbanyak adalah anemia defisiensi besi, tetapi jarang timbul sebagai penyebab tunggal. Lebih

sering timbul bersama-sama dengan beberapa penyakit, seperti malaria, infeksi parasit,

kekurangan gizi, dan hemoglobinopati. Akibat pentingnya penyakit ini, beberapa negara telah

menempuh langkah-langkah untuk mengurangi anemia jenis ini, khususnya pada kelompok-

kelompok masyarakat yang paling rentan dan memiliki efek yang sangat merugikan; ibu hamil

dan anak-anak. Dalam rangka untuk mengetahui hasil dari langkah intervensi yang diambil

tersebut, adekuasi dari strategi yang diterapkan, dan kemajuan yang telah dicapai, informasi

tentang prevalensi anemia harus didapatkan.

WHO dalam Global Database on Anemia berusaha mendapatkan prevalensi anemia

defisiensi besi, dan yang tak kalah pentingnya adalah mendapatkan prevalensi anemia tersebut

beserta gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dan menyebabkan berkembangnya

anemia ini. Kenyataannya faktor-faktor ini kompleks dan saling berkaitan, tetapi usaha untuk

mengumpulkan data tentang faktor-faktor ini penting untuk mendapatkan strategi yang tepat

dalam mengintervensi berkembangnya keadaan anemia defisiensi besi.

Tidak ada satu tulisanpun yang menggambarkan prevalensi pasti anemia defisiensi

besi secra global, bahkan suatu terbitan yang dikeluarkan oleh WHO yang berjudul Iron

Deficiency Anemia; Assesment, Prevention, and Control tahun 2001 menggunakan prevalensi

Page 3: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

3

anemia secara global untuk mewakili anemia defisiensi besi. Hal ini beralasan karena 50% dari

anemia disebabkan oleh anemia defisiensi besi.2,3

Tabel 1. Prevalensi anemia secara global

METABOLISME BESI

Besi merupakan elemen penting dalam fungsi seluruh sel, meskipun jumlah besi

yang dibutuhkan tiap individu bervariasi. Pada saat yang bersamaan, tubuh juga harus

melindungi dirinya dari besi bebas, yang memiliki toksin tinggi dan berpartisipasi dalam reaksi

kimia yang menghasilkan radikal bebas seperti O2 atau OH- tunggal. Konsekuensinya,

mekanisme yang rumit telah berevolusi yang memungkinkan besi tersedia untuk fungsi-fungsi

fisiologis sementara dalam waktu yang bersamaan menjaga elemen ini dan penanganan

sedemikian rupa sehingga toksisitasnya dapat terhindar.4

Peranan utama besi pada mamalia adalah untuk membawa O2 sebagai bagian

hemoglobin. O2 juga berikatan dengan mioglobin di otot. Distribusi besi pada tubuh dapat

terlihat pada tabel. Tanpa besi, sel dapat kehilangan kapasitasnya untuk mengantar elektron

Page 4: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

4

dan metabolisme energi. Pada sel eritroid, sintesa hemoglobin yang buruk, menghasilkan

anemia dan penurunan hantaran O2 ke jaringan.4

Tabel 2. Distribusi besi pada tubuh

DISTRIBUSI BESI PADA TUBUH

KANDUNGAN BESI, mg

PRIA DEWASA, 80 kg

WANITA DEWASA, 60 kg

Hemoglobin Mioglobin/enzim Besi transferrin Cadangan besi

2500 500 3 600-1000

1700 300 3 0-300

ABSORBSI BESI

Absorbsi besi bergantung tidak hanya pada jumlah besi pada makanan, namun juga,

yang lebih penting, pada bioavailibilitas besi itu sendiri, dan kebutuhan tubuh akan besi.

Absorbsi besi dapat dipengaruhi beberapa fase yang berbeda.5 Fase luminal, besi dalam

makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di duodenum. Fase Mukosal, proses

penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses aktif. Fase korporeal, meliputi

proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan

penyimpanan besi oleh tubuh.6

Tabel 3. Absorbsi besi

DIBANTU OLEH DIHAMBAT OLEH Faktor diet Peningkatan besi heme Peningkatan makanan hewani Garam besi ferrous Faktor luminal pH asam Low-molecular-weight-soluble chelates (mis. vitamin C, gula, asam amino) Daging Faktor sistemik Defisiensi besi Peningkatan eritropoiesis Eritropoiesis infektif Kehamilan Hipoksia

Penurunan besi heme Penurunan makanan hewani Garam besi ferric Basa (mis. sekresi pankreas) Kompleks besi insoluble (phytates, tannates pada besi, kulit padi) Besi berlebih Penurunan eritropoiesis Kelainan inflamasi (hepcidin)

Page 5: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

5

SIKLUS BESI PADA MANUSIA

Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh

besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi

diabsorbsi dari diet (berkisar antara 1-2 mg per hari) atau pelepasan sirkulasi cadangan dalam

ikatan plasma ke transferrin, besi pengangkut protein. Besi dari usus dalam bentuk transferin

akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar

22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoiesis sebanyak 24 mg per hari. Pertukaran

(waktu paruh) transferin-terikat besi sangat cepat – biasanya 60-90 menit. Oleh karena, hampir

seluruh besi yang ditranspor oleh transferin diantar ke eritroid sumsum tulang. Dengan

perkiraan level besi plasma 80-100 µg/dL, jumlah besi yang melewati transferin adalah 20-40

mg per hari.4,6

Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar melalui sirkulasi

memerlukan besi 17 mg, sedangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena

terjadinya eritropoiesis inefektif (hemolisis intramedular).6

Pada individu normal, rentang hidup rata-rata dari sel darah merah adalah 120 hari.

Sehingga 0,8-1,0% sel darah merah bertukar setiap hari. Pada akhir masa hidupnya, sel darah

merah tidak dikenali oleh sel dari sistem retikuloendotelial (RE), dan sel akan mengalami

fagositosis.4 Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami proses

penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg. Sehingga

dengan demikian dapat dilihat suatu lingkaran tertutup (closed circuit).6

Tambahan besi yang dibutuhkan untuk produksi sel darah merah harian didapat dari

diet. Normalnya, pria dewasa membutuhkan absorbsi setidaknya 1 mg elemen besi perhari

untuk memenuhi kebutuhan; wanita membutuhkan setidaknya 1,4 mg/hari. Bagaimanapun,

untuk mencapai proliferasi maksimum respon sumsum tulang terhadap anemia, tambahan besi

harus tersedia. Dengan adanya stimulasi eritropoiesis, kebutuhan besi meningkat sebanyak

enam sampai delapan kali lipat. Jika hantaran besi ke sumsum tulang suboptimal, respon

proliferasi sumsum tulang tidak baik, maka sintesis hemoglobin akan terganggu. Hasilnya

adalah hipoproloferatif sumsum tulang diikuti dengan anemia mikrositik hipokromik.4

Page 6: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

6

Gambar 1. Pertukaran besi internal

TINGKATAN DEFISIENSI BESI

Anemia defisiensi besi merupakan kondisi dimana terdapat anemia dan bukti yang

jelas dari kurangnya besi. Progresi dari anemia defisiensi besi dibagi dalam 3 tingkatan. Tingkat

pertama adalah keseimbangan negatif besi, dimana kebutuhan untuk besi melebihi

kemampuan tubuh untuk mengabsorbsi besi dari diet. Tingkatan ini dihasilkan dari beberapa

keadaan fisiologis, termasuk perdarahan, kehamilan, diet besi yang tidak adekuat.4

Ketika cadangan besi habis, besi serum mulai menurun. Sedikit demi sedikit, TIBC

meningkat, begitu juga level sel merah protoporphyrin. Dengan defenisi cadangan besi

sumsum tulang tidak ditemukan ketika level feritin serum < 15 μg/L. Selama iron serum dalam

batas normal, sintesa hemoglobin tidak dipengaruhi kecuali kurangnya cadangan besi. Bila

saturasi transferin jatuh menjadi 15-20%, sintesa hemoglobin menjadi terganggu. Periode ini

dinamakan eritropoiesis defisiensi besi. Perlahan-lahan, hemoglobin dan hematokrit menurun,

mencerminkan anemia defisiensi besi. Saturasi transferin pada titik ini adalah 10-15%. Ketika

dijumpai anemia sedang (hemoglobin 10-13 g/dl), sumsum tulang tetap hipoproliferatif. Dengan

anemia yang lebih berat (hemoglobin 7-8 g/dL), hipokrom dan mikrositosis menjadi menonjol.

Sebagai konsekuensinya, dengan anemia defisiensi besi yang berlama-lama, hiperplasia

eritroid dari sumsum tulang dijumpai.4

THE IRON CYCLE IN HUMANS

Figure 7-1 outlines the major pathways of internaliron exchange in humans. Iron absorbed from the dietor released from stores circulates in the plasma boundto transferrin, the iron transport protein. Transferrin is abilobed glycoprotein with two iron binding sites.Trans-ferrin that carries iron exists in two forms—monoferric(one iron atom) or diferric (two iron atoms). Theturnover (half-clearance time) of transferrin-bound ironis very rapid—typically 60–90 minutes. Because almostall of the iron transported by transferrin is delivered tothe erythroid marrow, the clearance time of transferrin-bound iron from the circulation is affected most by theplasma iron level and the erythroid marrow activity.When erythropoiesis is markedly stimulated, the poolof erythroid cells requiring iron increases and the clear-ance time of iron from the circulation decreases. Thehalf-clearance time of iron in the presence of iron defi-ciency is as short as 10–15 minutes.With suppression oferythropoiesis, the plasma iron level typically increasesand the half-clearance time may be prolonged to severalhours. Normally, the iron bound to transferrin turnsover 10–20 times per day. Assuming a normal plasmairon level of 80–100 µg/dL, the amount of iron passingthrough the transferrin pool is 20–24 mg/d.

The iron-transferrin complex circulates in the plasmauntil it interacts with specific transferrin receptors on thesurface of marrow erythroid cells. Diferric transferrinhas the highest affinity for transferrin receptors; apo-transferrin (transferrin not carrying iron) has very littleaffinity. Although transferrin receptors are found oncells in many tissues within the body—and all cells atsome time during development will display transferrinreceptors—the cell having the greatest number of receptors(300,000 to 400,000/cell) is the developing erythroblast.

Once the iron-bearing transferrin interacts with itsreceptor, the complex is internalized via clathrin-coatedpits and transported to an acidic endosome, where theiron is released at the low pH. The iron is then madeavailable for heme synthesis while the transferrin-receptorcomplex is recycled to the surface of the cell, where thebulk of the transferrin is released back into circulationand the transferrin receptor re-anchors into the cellmembrane. At this point a certain amount of the trans-ferrin receptor protein may be released into circulationand can be measured as soluble transferrin receptor pro-tein. Within the erythroid cell, iron in excess of theamount needed for hemoglobin synthesis binds to astorage protein, apoferritin, forming ferritin. This mecha-nism of iron exchange also takes place in other cells ofthe body expressing transferrin receptors, especially liverparenchymal cells where the iron can be incorporatedinto heme-containing enzymes or stored. The ironincorporated into hemoglobin subsequently enters thecirculation as new red cells are released from the bonemarrow. The iron is then part of the red cell mass andwill not become available for reutilization until the redcell dies.

In a normal individual, the average red cell life span is120 days.Thus 0.8–1.0% of red cells turn over each day.At the end of its life span, the red cell is recognized assenescent by the cells of the reticuloendothelial (RE)system, and the cell undergoes phagocytosis. Oncewithin the RE cell, the hemoglobin from the ingestedred cell is broken down, the globin and other proteinsare returned to the amino acid pool, and the iron isshuttled back to the surface of the RE cell, where it ispresented to circulating transferrin. It is the efficient andhighly conserved recycling of iron from senescent redcells that supports steady-state (and even mildly acceler-ated) erythropoiesis.

Because each milliliter of red cells contains 1 mg ofelemental iron, the amount of iron needed to replacethose red cells lost through senescence amounts to16–20 mg/d (assuming an adult with a red cell mass of2 L). Any additional iron required for daily red cell pro-duction comes from the diet. Normally, an adult manneeds to absorb at least 1 mg of elemental iron daily tomeet needs; women females in the childbearing yearsneed to absorb an average of 1.4 mg/d. However, toachieve a maximum proliferative erythroid marrow

Iron Deficiency and other Hypoproliferative Anemias

71

CHAPTER 7

Circulatingerythrocytes

Parenchyma(liver)

Transferriniron

Gut Extravascularexchange

Erythroidmarrow

REcells

REstores

FIGURE 7-1Internal iron exchange. Normally about 80% of iron passingthrough the plasma transferrin pool is recycled from broken-down red cells. Absorption of about 1 mg/d is required fromthe diet in men, 1.4 mg/d in women to maintain homeostasis.As long as transferrin saturation is maintained between 20 and60% and erythropoiesis is not increased, iron stores are notrequired. However, in the event of blood loss, dietary irondeficiency, or inadequate iron absorption, up to 40 mg/d ofiron can be mobilized from stores. RE, reticuloendothelial.

Page 7: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

7

PENYEBAB DEFISIENSI BESI

Kondisi peningkatan kebutuhan besi, kehilangan besi, atau penurunan asupan atau

absorbsi besi dapat mengakibatkan defisiensi besi.4

Tabel 4. Penyebab defisiensi besi PENYEBAB DEFISIENSI BESI Peningkatan kebutuhan besi dan/atau hematopoiesis Pertumbuhan cepat pada bayi atau remaja Kehamilan Terapi eritropoietin Peningkatan hilangnya darah Kehilangan darah kronik Menstruasi Kehilangan darah akut Donasi darah Flebotomi sebagai pengobatan polisitemia vera Penurunan asupan atau absrobsi besi Diet yang tidak adekuat Malabsorbsi dari penyakit (sprue, penyakit crohn) Malabsorbsi dari pembedahan (postgastrectomy) Inflamasi akut atau kronik

SKRINING

Rekomendasi dari The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) untuk

skrining anemia untuk remaja, menganjurkan seluruh wanita sebaiknya diperiksa setiap lima

tahun kecuali memiliki faktor risiko anemia, skrining dilakukan setiap tahun. Namun pada

remaja laki-laki pemeriksaan anemia hanya dilakukan apabila memiliki faktor risiko.7

GAMBARAN KLINIS DEFISIENSI BESI

Kondisi klinis tertentu menyebabkan peningkatan defisiensi besi. Gejala klinis yang

terkait dengan defisiensi besi bergantung keparahan dan kronisitas dari anemia disamping

tanda-tanda anemia biasanya – lemah, pucat, dan berkurangnya kapasitas aktifitas. Pasien

juga sering memiliki keinginan untuk makan-makanan yang tidak lazim (pica), seperti tanah liat,

es, lem, dan lain-lain.4,5,6

Cheilosis (fisura di sudut mulut) dan koilonychia (kuku sendok) adalah tanda dari

defisiensi besi lanjut. Pasien juga dapat mengeluhkan atrofi papil lidah, atrofi kulit pada

Page 8: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

8

sepertiga pasien4,6,8 Diagnosis defisiensi besi umumnya berdasarkan hasil laboratorium.4

LABORATORIUM

Hapusan darah tepi menunjukkan gambaran sel darah merah yang hipokrom

mikrositik. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi, yang ditandai dengan

peningkatan RDW (red cell distribution width). Dan pada penggabungan MCV, MCH, MCHC

dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit, dimana indeks eritrosit sudah dapat

mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.6,8

Gambar 2. Hapusan darah tepi pada anemia defisiensi besi

Besi Serum dan Total Iron-Binding Capacity

Level besi serum menunjukkan jumlah besi yang berikatan dengan transferin yang di

sirkulasi. Nilai normal untuk besi serum antara 50-150 µg/dL; nilai normal untuk TIBC adalah

300-360 µg/dL. Saturasi transferin normalnya 25-50%. Status defisiensi besi dikaitkan dengan

level saturasi < 18%.4

Feritin Serum

Besi bebas bersifat toksik untuk sel, dan tubuh telah membentuk mekanisme proteksi

untuk mengikat besi dalam berbagai kompartmen jaringan. Dalam sel, besi disimpan secara

kompleks terhadap protein sebagai feritin atau hemosiderin. Apoferitin mengikat besi ferosus

bebas dan menyimpannya dalam status ferric. Setelah feritin terakumulasi dalam sel dari sistem

RE, agregasi protein dibentuk sebagai hemosiderin. Besi dalam feritin atau hemosiderin dapat

diekstraksi dan dilepaskan oleh RE sel, meskipun hemosiderin kurang tersedia. Dalam kondisi

mapan, level feritin serum dihubungkan dengan penyimpanan total besi tubuh; sehingga level

Iron Defi ciency Anaemia 3

and in globin synthesis disorders, such as thalassaemia (Table 1.3). To help to differentiate the type, further haematinic assays may be necessary. Historically, serum iron and total iron binding capacity (TIBC) were used in the diagnosis of iron defi ciency anaemia, but because of the wide diurnal variation seen in iron levels and the lack of sensitivity, these assays are seldom used today. Diffi culties in diagnosis arise when more than one type of anaemia is present, for example, iron defi ciency and folate defi ciency in malabsorption, in a population where thalassaemia is present, or in pregnancy, when the interpretation of red cell indices may be diffi cult.

Haematinic assays will demonstrate reduced serum ferritin con-centration in straightforward iron defi ciency. As an acute phase pro-tein, however, the serum ferritin concentration may be normal or even raised in infl ammatory or malignant disease.

A prime example of this is found in rheumatoid disease, in which active disease may result in a spuriously raised serum ferritin concen-tration masking an underlying iron defi ciency caused by gastrointes-tinal bleeding after non-steroidal analgesic treatment. There may also be confusion in liver disease, as the liver contains stores of ferritin that are released after hepatocellular damage, leading to raised serum ferritin concentrations. In cases where ferritin estimation is likely to be misleading, the soluble transferrin receptor (sTfR) assay may aid the diagnosis.

Transferrin receptors are found on the surface of red cells in greater numbers in iron defi ciency; a proportion of receptors is shed into the plasma and can be measured using commercial kits. Unlike serum ferritin, the level of sTfR does not rise in infl ammatory disorders, and

Table 1.2 Diagnosis of iron defi ciency anaemia

Reduced haemoglobin Men <13.5 g/dl, women < 11.5 g/dlReduced MCV <76 fl (76–95 fl )Reduced MCH 29.5 ± 2.5 pg (27.0–32.0 pg)Reduced MCHC 32.5 ± 2.5 g/dl (32.0–36.0 g/dl)Blood fi lm Microcytic hypochromic red cells with pencil cells and target cellsReduced serum ferritin* Men <10 µg/L, women (postmenopausal) < 10 µg/L

(premenopausal) < 5µg/LElevated % hypochromic red cells (> 2%)Elevated soluble transferrin receptor level

*Check with local laboratory for reference ranges. Note normal values in parenthesesMCH, mean corpuscular haemoglobin; MCHC, mean corpuscular haemoglobin concentration; MCV, mean corpuscular volume

Figure 1.3 Blood fi lm showing changes of iron defi ciency anaemia.

Table 1.3 Characteristics of anaemia associated with other disorders

Iron defi ciency Chronic disorders

Thalassaemia trait (! or ")

Sideroblastic anaemia

Degree of anaemia Any Seldom < 9.0 g/dl Mild AnyMCV # N or # ## N or # or $Serum ferritin # N or $ N $sTfR $ N $ NMarrow iron Absent Present Present Present

MCV, mean corpuscular volume; N, normal; sTfR, soluble transferrin receptor assay

Box 1.3 Investigations in iron defi ciency anaemia

• Full clinical history and physical examination• Full blood count and blood fi lm examination• Haematinic assays (serum ferritin, vitamin B12, folate)• Note serum iron and TIBC now obsolete• Percentage of hypochromic red cells and soluble transferrin recep-

tor assay (if available)• Urea and electrolytes, liver function tests• Fibreoptic and/or barium studies of the gastrointestinal tract• Pelvic ultrasound (female patients, if indicated)

Page 9: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

9

feritin serum merupakan tes laboratorium yang paling sesuai untuk memperkirakan cadangan

besi. Nilai normal untuk feritin beragam bergantung usia dan jenis kelamin dari individu. Pria

dewasa memiliki nilai feritin sekitar 100 µg/L; wanita dewasa memiliki nilai sekitar 30 µg/L.4

Pada anemia defisiensi besi dijumpai penurunan feritin serum, dengan cut off point <

12 μg/l yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas 68% dan 98%. Namun, konsentrasi feritin

serum dapat normal atau bahkan meningkat pada penyakit inflamasi atau keganasan, seperti

pada penyakit rematoid, feritin serum sampai dengan 50-60 μg/l masih menunjukkan adanya

defisiensi besi. Begitu juga pada penyakit hati, dimana penyimpanan feritin di hati dapat dilepas

setelah kerusakan hepatoselular, yang akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi feritin

serum. Angka feritin serum di atas 100 mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.6,8

Evaluasi Cadangan Besi di Sumsum Tulang

Mesikpun penyimpanan besi RE sel dapat dinilai dari pewarnaan besi dari aspirasi

sumsum tulang atau biopsi, pengukuran feritin serum telah menggantikan aspirasi sumsum

tulang dalam menilai cadangan besi.

Level feritin serum adalah indikator yang lebih baik untuk kelebihan besi

dibandingkan pewarnaan besi sumsum tulang. Meskipun demikian, pewarnaan besi sumsum

tulang memiliki informasi mengenai hantaran efektif dari besi dalam menghasilkan eritroblast.

Normalnya, ketika hapusan sumsum tulang diwarnai untuk besi, 20-40% menghasilkan

eritroblas – disebut sideroblast – memiliki granul feritin pada sitoplasmanya.4

Pada defisiensi besi, aspirasi sumsum tulang dapat menunjukkan hiperplasia

normoblastik ringan sampai sedang dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit

dan tepi tidak teratur.6

Tabel 5. Penilaian cadangan besi PENILAIAN CADANGAN BESI

Cadangan besi Pewarnaan besi sumsum tulang, 0-4+

Feritin serum, µg/L

0 1-300 mg 300-800 mg 800-1000 mg 1–2 g Besi berlebih

0 Tersamar – 1+ 2+ 3+ 4+ –

< 15 15-30 30-60 60-150 >150 >500-1000

Page 10: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

10

Level Sel Merah Protoporfirin

Protoporfirin adalah perantara dalam jalur sintesis heme. Pada kondisi dimana

sintesis heme terganggu, protoporfirin terakumulasi dalam sel merah. Hal ini mencerminkan

hantaran besi ke prekursor eritroid tidak adekuat untuk mensintesis hemoglobin. Nilai normal

adalah < 30 µg/dL dari sel darah merah. Pada defisiensi besi, nilai > 100 µg/dL dapat terlihat.

Penyebab paling sering dari peningkatan level sel merah protoporfirin adalah defisiensi besi

yang absolut atau relatif dan menghasilkan peracunan.4

Level Serum Tranferrin Receptor Protein

Karena sel eritroid memiliki jumlah tertinggi dari reseptor transferin pada permukaan

sel manapun di tubuh, dan karena transferrin receptor protein (TRP) dilepaskan oleh sel ke

sirkulasi, level serum TRP mencerminkan total massa eritroid sumsum tulang. Kondisi lain

dimana level TRP meningkat adalah pada defisiensi besi absolut. Nilai normal adalah 4-9 µg/dL

dinilai dengan immunoassay.4

DIAGNOSIS BANDING

Selain dari defisiensi besi, hanya tiga kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam

mendiagnosa banding dari anemia hipokrom mikrositer. Yang pertama adalah defek keturunan

pada sintesa rantai globin: thallasemia. Hal ini dibedakan dari defisiensi besi dari nilai besi

serum; normal atau meningkat level besi serum dan saturasi transferin merupakan karakteristik

thalassemia. Kondisi kedua adalah anemia pada penyakit kronis dengan hantaran besi yang

tidak adekuat ke eritroid sumsum tulang. Perbedaan antara anemia defisiensi besi

seseungguhnya dan anemia penyakit kronis, umumnya anemia pada inflamasi kronik adalah

normokrom normositer. Nilai besi juga menjelaskan diagnosa banding karena level feritin

normal atau meningkat dan persentase saturasi transferin dan TIBC biasanya di bawah normal.

Yang terakhir, sindroma myelodisplastik. Pasien dengan myelodisplasia memiliki sintesa

hemoglobin yang buruk dengan disfungsi mitokondrial, menghasilkan penggabungan besi yang

buruk menjadi heme. Nilai cadangan besi juga normal dan hantaran ke sumsum tulang lebih

adekuat, meskipun hipokrom mikrositik.4

Page 11: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

11

Tabel 6. Diagnosis anemia mikrositik

DIAGNOSIS ANEMIA MIKROSITIK

Tes Defisiensi Besi Inflamasi Thalassemia Anemia Sideroblastik

Hapusan SI TIBC Persentase saturasi Feritin (µg/dL) Pola hemoglobin

Mikro/hipo <30 > 360 < 10 < 15 Normal

Normal mikro/hipo < 50 < 300 10-20 30-200 Normal

Mikro/hipo dengan target Normal – tinggi Normal 30-80 50-300 abnormal

Bervariasi Normal – tinggi Normal 30-80 50-300 Normal

PENATALAKSANAAN

Keparahan dan penyebab anemia defisiensi besi menentukan pendekatan yang tepat

untuk pengobatan. Seperti misalnya, pasien lanjut usia dengan anemia defisiensi berat dan

instabilitas kardiovaskular mungkin membutuhkan transfusi sel darah merah. Pasien lebih muda

dengan anemia yang terkompensasi dapat diterapi lebih konservatif dengan penggantian besi.

Pada banyak kasus defisiensi besi (wanita hamil, anak-anak dan remaja dalam pertumbuhan,

pasien dengan episode perdarahan berulang. dan yang dengan asupan besi tidak adekuat),

terapi besi oral sudah cukup. Untuk pasien dengan kehilangan darah tidak biasa atau

malabsorbsi, test diagnostik spesifik dan terapi yang tepat diperlukan. Sekali diagnosis anemia

defisiensi ditegakkan, terdapat tiga pendekatan terapi.4

Transfusi Sel Darah Merah

Terapi transfusi digunakan untuk orang yang memiliki gejala anemia, instabilitas

kardiovaskular, kehilangan darah berat dari sumber manapun dan membutuhkan intervensi

segera. Penanganan pasien-pasien ini kurang dihubungkan dengan defisiensi besi namun

karena konsekuensi dari anemia beratnya. Transfusi tidak hanya mengoreksi anemia akutnya,

namun transfusi sel darah merah juga menjadi sumber besi untuk penggunaannya kembali.

Terapi transfusi dapat menstabilkan pasien.4

Page 12: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

12

Terapi Besi Oral

Pada pasien asimtomatik dengan anemia defisiensi besi, pengobatan dengan besi

oral umumnya adekuat. Beberapa preparat yang tersedia, mulai dari garam besi yang

sederhana sampai bentuk besi kompleks didisain untuk dilepas melalui usus halus. Meskipun

berbagai preparat mengandung jumlah besi yang berbeda, semuanya diabsorbsi baik dan

efektif dalam pengobatan. Untuk terapi pengganti besi, elemen besi dapat diberikan sampai 300

mg per hari, umumnya dalam tiga atau empat tablet besi (masing-masing mengandung 50-65

mg elemen besi) diberikan sepanjang hari. Idealnya, preparat besi diberikan saat lambung

kosong karena makanan dapat menghambat absorbsi besi. Dosis elemen besi 200-300 mg per

hari dapat menghasilkan absorbsi besi sampai 50 mg per hari. Hal ini membantu produksi sel

darah merah dua sampai tiga kali normal pada individu dengan fungsi sumsum tulang yang

normal dan stimulus eritropoietin yang tepat.4

Target terapi pada individu dengan anemia defisiensi besi tidak hanya untuk

memperbaiki anemianya [terjadi peningkatan hemoglobin sekitar 1g/l per hari (20 g/l setiap tiga

minggu)], namun juga untuk menyediakan cadangan besi setidaknya 0,5-1,0 gr besi.

Pengobatan berkepanjangan dalam periode 6-12 bulan setelah koreksi anemia penting untuk

mencapai target ini. Nyeri abdominal, mual, muntah, atau konstipasi dapat mengakibatkan

ketidak patuhan. Meskipun dosis kecil dari besi atau preparat besi yang lepas lambat dapat

membantu, efek samping gastrointestinal adalah rintangan utama untuk pengobatan yang

efektif pada beberapa pasien. Respon terhadap terapi besi beragam, bergantung pada stimulus

eritropoietin (EPO) dan jumlah absorbsinya. Umumnya, jumlah retikulosit mulai meningkat

dalam 4-7 hari setelah inisiasi dari terapi dan puncaknya pada 1,5 minggu. Tidak adanya

respon dapat diakibatkan oleh absorbsi yang buruk, ketidak patuhan, atau ada diagnosis

pemberat.4,6,8

Sebuah tes yang membantu menilai kemampuan pasien untuk mengabsorbsi besi

adalah dengan tes toleransi besi. Dua tablet besi diberikan ke pasien dengan lambung kosong,

dan besi serum dinilai secara serial selama 2 jam kemudian. Absorbsi normal akan

menghasilkan besi serum yang meningkat, setidaknya 100 µg/dL. Bila defisiensi besi tetap

bertahan pada pengobatan adekuat, sebaiknya diganti menjadi terapi besi parenteral.4

Page 13: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

13

Tabel 7. Preparat besi oral

PREPARAT BESI ORAL

Nama generik Tablet (kandungan besi), mg

Elixir (kandungan besi), mg dalam 5 mL

Ferrous sulfate Extended release Ferrous fumarate Ferrous gluconate Polysaccharide iron

325 (65) 195 (39) 525 (105) 325 (107) 195 (64) 325 (39) 150 (150) 50 (50)

300 (60) 90 (18) 100 (33) 300 (35) 100 (100)

Terapi Besi Parenteral

Besi intravena dapat diberikan ke pasien yang tidak dapat mentolerir besi oral; yang

cenderung memerlukan akut; atau yang memerlukan besi secara berkelanjutan, umumnya

akibat kehilangan darah persisten dari gastrointestinal. Keamanan besi parenteral – terutama

iron dextran – telah menjadi perhatian. Efek samping serius dari iron dextran intravena adalah

0,7%. Untungnya, kompleks besi yang baru telah tersedia di Amerika Serikat, seperti sodium

ferric gluconate (Ferrlecit) dan iron sucrose (Venofer), yang memiliki angka efek samping yang

lebih rendah.4

Sebuah studi yang dilakukan Chertow dkk (2004), mengenai keamanan besi

parenteral dengan menggunakan data dari US Food and Drug Administration dalam laporan

efek samping terkait tiga formula besi parenteral selama tahun 1998-2000. Formula besi

parenteral yang digunakan low Mw iron dextran (INFeD®), High Mw iron dextran (Dexferrum®),

dan Iron gluconate (Ferrlecit®). Dilaporkan efek samping terjadi pada 1981 dari dosis

21.060.000. Frekuensi relatif dari total efek samping per 100 mg besi IV yang dimasukkan; 251

untuk Ferrlecit® (n=271/total dosis 1.083.000), 220 untuk Dexferrum® (n=1.112/total dosis

5.058.000), dan 40 untuk INFeD® (n=598/total dosis 12.919.000).9

Coyne dkk (2003) menganalisa frekuensi efek samping terhadap iron dextran. Coyne

melaporkan diantara 2.338 pasien yang mendapatkan iron dextran, 1.937 (82,8%) mendapat

low Mw iron dextran (INFeD®), hanya, 261 (11,2%) yang mendapatkan high Mw iron dextran

(Dexferrum®) saja, dan 140 (6.0%) mendapatkan keduanya. Insidensi reaksi secara signifikan

lebih tinggi pada Dexferrum® (39/401; 9,7%) dibandingkan pada INFED® (113/2077; 5,4%;

P=0.002).10

Page 14: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

14

Besi parenteral digunakan dalam dua cara: yang pertama diberikan dengan dosis

total dari besi yang dibutuhkan untuk mengoreksi defisit hemoglobin dan menyediakan

setidaknya 500 mg cadangan besi; yang kedua adalah dengan memberikan dosis kecil secara

berulang dari besi parenteral dalam waktu yang lama. Jumlah besi yang dibutuhkan pasien

dihitung dengan menggunakan rumus:4

Berat badan (kg) x 2,3 x (15 – Hb pasien, g/dL) + 500 atau 1000mg (untuk cadangan)

PENCEGAHAN

Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan

suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa:

• Pendidikan kesehatan:

o Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan

kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing

tambang

o Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi

besi

• Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering

dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan

pengobatan masal dengan antihelmentik dan perbaikan sanitasi.

• Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk rentan, seperti

ibu hamil dan anak balita.

• Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di

negara Barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan

besi.6

Page 15: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

15

KESIMPULAN

1. Anemia merupakan kelainan yang sering dijumpai. Untuk penelitian lapangan umumnya

dipakai kriteria anemia menurut WHO, sedangkan untuk keperluan klinis dipakai kriteria

Hb < 10 g/dl atau hematokrit < 30%.

2. Langkah-langkah untuk meringankan beban dari anemia defisien besi harus mencakup

strategi untuk meningkatkan kesadaran akan masalah antara dokter dan masyarakat

umum, peningkatan ketersediaan obat oral yang sesuai, peningkatan akses untuk terapi

besi intravena.

3. Anemia dapat diklasifikasikan menurut etiopatogenesisnya ataupun berdasarkan

morfologi eritrosit. Gabungan kedua klasifikasi ini sangat bermanfaat untuk diagnosis.

4. Pengobatan anemia seyogyanya dilakukan atas indikasi yang jelas. Terapi dapat

diberikan dalam bentuk terapi darurat, terapi suportif, terapi yang khas untuk masing-

masing anemia dan terapi kausal.

Page 16: Anemia Def Besi

Anemia Defisiensi Besi

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi

I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta

Pusat: Interna Publishing; 2011. h.1109-15.

2. Benoist B, McLean E, Egli I, Cogswell M. Worldwide prevalence of anaemia 1993-2005.

Switzerland: WHO press; 2008.

3. Bakta IM. Hematologi klinik. Jakarta: EGC; 2007. h.26-39.

4. Edward J, Benz Jr. Disorders of Hemoglobin. Dalam: Fauci AS, Braunwald E,

penyunting. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. United states: The

McGraw-Hill Companies; 2008. h.635-42.

5. Worwood M, Hoffbrand AV. Iron metabolism, iron deficiency and disorders of haem

synthesis. Dalam: Hoffbrand AV, Catovsky D, Tuddenham EG, penyunting. Pstgraduate

haematology. 5th ed. UK; 2005. h.26-42.

6. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi V. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2011. h.1127-36.

7. Alton I. Iron deficiency anemia. Dalam: Stang J, Story M, penyunting. Guidelines for

adolescent nutrition services. Minnesota; 2005. h.101-08.

8. Provan D. Iron deficiency anaemia. Dalam: Provan D, penyunting. ABC of Clinical

Haematology. 2nd Ed. London: BMJ Publishing Group; 2003. h.1-4.

9. Chertow GM et al. Nephrol Dial Transplant 2004; 19: 1571-1575

10. Coyne DW et al. Kidney International 2003; 63: 217-224