anemia aplastik materi

Upload: fadmawati-andri

Post on 05-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anemi

TRANSCRIPT

ANEMIA APLASTIK

PENDAHULUANDEFINISI Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatif jarang ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa (Widjanarko, 2007). Definisi yang lain menyebutkan juga bahwa Anemia aplastik didefinisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sumsum tulang,dan diklasifikasikan menjadi jenis primer dan sekunder (Hoffbrand, 2005)Ada pula yang mendukung Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya sistem keganasan hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang (Aghe, 2009).PREVALENSI Ditemukan lebih dari 70 % anak-anak menderita anemia aplastik. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki-laki dan perempuan, namun beberapa penelitian nampak insiden pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita. Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai dinegara barat dengan insiden 1-3/ 1 juta/tahun. Namun dinegara timur seperti Thailand, negara asia lainnya seperti indonesia, Taiwan dan Cina insidennya lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 diBangkok didapatkan 3.7/1 juta/tahun. ( Aghe,2009 )PEMBAHASANETIOLOGI Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik, yaitu penyebabnya tidak diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam mencari penyebab ini karena penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan dan karena belum adanya model binatang percobaan yang tepat. Penyebab anemia aplastik dapat dibedakan atas penyebab primer dan sekunder (Bakta, 2006).Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:1. Faktor kongenital Anemia aplastik yang diturunkan : sindroma fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.(Aghe, 2009) Anemia Fanconi, adalah kelainan autosomal resesif yang di tandai oleh defek pada DNA repair dan memiliki predisposisi ke arah leukimia dan tumor padat (Wijanarko, 2007). Diskeratosis kongenita, adalah sindrom kegagalan sumsum tulang diwariskan yang secara klasik muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi kuku, dan leukoplakia mukosa. Diskeratosis kongenita autosomal dominan disebabkan mutasi pada gen TERC (yang menyandi komponen RNA telomerase) dan pada akhirnya mengganggu aktivitas telomerase dan pemendekan telomer abnormal (Wijanarko, 2007). Sindrom Shwachman-Diamond, adalah kelainan autosomal resesif yang ditandai dengan disfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan kegagalan sumsum tulang. Seperti pada anemia Fanconi, penyakit ini memiliki resiko myelodisplasia atau leukimia pada usia yang sangat muda (Wijanarko, 2007). Trombositopenia amegakryositik, adalah kelainan yang ditandai dengan trombositopenia berat dan tidak adanya megakryosit pada saat lahir ( Wijanarko, 2007). Aplasia sel darah merah murni/pure red cell anemia (PRCA), yaitu anemia yang timbul karena kegagalan murni sistem eritroid tanpa kelainan sistem mieloid atau megakaryosit (Bakta, 2006).

2. Faktor didapat sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lanilla dihubungkan dengan: bahan kimia: 1. Hidrokarbon siklik: benzena & trinitrotoluena2. Insektisida: chlorade atau DDT3. Arsen anorganik (Bakta,2006) obat-obatan : Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya; efeknya tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Berbeda dengan hal tersebut, reaksi idiosinkronasi pada kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik tanpa hubungan dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu penelitian internasional berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara kuantitatif menilai pengaruh obat, terutama analgesic nonsteroid, sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa psikotropika, penisilamin, allopurinol, dan garam emas. (Aghe, 2009)Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan kausatif: obat tertentu dapat digunakan untuk mengatasi gejala pertama dari kegagalan sum-sum (antibiotic untuk demam atau gejala infeksi virus) atau memprovokasi gejala pertama dari penyakit sebelumnya (petechiae akibat NSAID yang diberikan pada pasien thrombositopenia). Pada konteks penggunaan obat secara total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang terjadi dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan kasus kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan epidemic anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi kegagalan sum-sum tulang). Perkiraan resiko biasanya lebih rendah ketika penelitian berdasarkan populasi ( Harisson, 2008). Akibat kehamilanPada kehamilan kadang-kadang ditemikan pansitopenia yang disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsungnya bersifat sementara. Mungkin ini disebabkan oleh estrogen dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak adanya perangsang hematopoiesis. Anemia ini sembuh setelah terminasi kehamilan dan dapat kambuh lagi pada kehamilan berikutnya (Wijanarko, 2007). infeksi : Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia aplasia, dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada kebanyakan kejadian. Pasien biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya; pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C, non-G) dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi. Kegagalan hepar fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan kegagalan sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir (Harrison, 2008).

RadiasiAplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis (Aghe,2009).Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik. (Solander, 2006)

KLASIFIKASIBerdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat (lihat tabel). Resiko morbiditas dan mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia ketimbang selularitas sumsum tulang. Angka kematian setelah 2 tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat sekitar 80%, infeksi jamur dan sepsis bakterial adalah penyebab kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi (Widjanarko, 2007).Klasifikasi Anemia AplastikAnemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :A. Klasifikasi menurut kausa :1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.2. Sekunder : bila kausanya diketahui.3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia Fanconi (solander,2006)

B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel).Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.3,9,10Anemia aplastik berat

Anemia aplastik sangat berat

Anemia aplastik bukan berat- Seluraritas sumsum tulang