analisis usahatani tomat berbasis standar operasional ... · standar operasional prosedur (sop)...
TRANSCRIPT
ANALISIS USAHATANI TOMAT
BERBASIS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG BARAT
YUDITHIA LISANTI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usahatani
Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang,
Bandung Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Yudithia Lisanti
NIM H34114015
ii
ABSTRAK
YUDITHIA LISANTI. Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional
Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat. Dibimbing oleh
MUHAMMAD FIRDAUS.
Potensi usahatani tomat tidak didukung oleh sumber daya lahan dan
produktivitas yang masih berfluktuatif, sehingga Kementerian Pertanian RI
menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan usahatani tomat.
Penerapan SOP diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani melalui
peningkatan produksi, namun di sisi lain penerapan SOP dapat meningkatkan
biaya produksi yang menurunkan pendapatan petani. Metode yang digunakan
adalah metode analisis kualitatif dan metode analisis kuantitatif. Metode analisis
kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum. Analisis kuantitatif
digunakan untuk menganalisis biaya dan penerimaan usahatani melalui analisis
pendapatan usahatani, efisiensi input-output diukur melalui analisis R/C Ratio,
dan faktor yang mempengaruhi produksi tomat dianalisis melalui fungsi produksi
Cobb-Douglas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis usahatani tomat
berbasis SOP lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan analisis usahatani
tomat konvensional.
Kata kunci: Analisis Cobb-Douglas, analisis usahatani, fungsi produksi, standar
operasional prosedur, usahatani tomat
ABSTRACT
YUDITHIA LISANTI. Farm Analysis of Tomato Based on Standard Operating
Procedure (SOP) in Lembang Sub-District, Bandung, West Java. Supervised by
MUHAMMAD FIRDAUS.
Tomatoes’ farming potential is not supported by the resources of land and
productivity has been fluctuating in recent year, so the Ministry of Agriculture
Republic of Indonesia arrange Standard Operational Procedures (SOP) of tomato
farming. SOP implementation is expected to increase farmer’s revenue through
the production increase, but on the other side SOP implementation will increase
the operational cost that decrease farmer’s revenue. The methods used in this
study are a qualitative and quantitative analysis method. Qualitative analysis
method is used to determine the general description.Quantitative analysis is used
to analyze the cost and revenue by farm income analysis, input-output efficiency,
and the factors that influence the production of tomato.The results show that
analysis of a tomato farm based on Standar Operational Procedures (SOP) is more
effective and efficient than the conventional tomato farm.
Key words: Cobb-Douglas analysis, farm analysis, production function,
tomatoes’ farming
iii
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI TOMAT
BERBASIS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG BARAT
YUDITHIA LISANTI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iv
Judul Skripsi : Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur
(SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat
Nama : Yudithia Lisanti
NIM : H34114015
Disetujui oleh
Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP. M.Si
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
1.11Skripsi: Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat
ama : Yudithia Lisanti l\1 : H34] ]4015
Disetujui oleh
/'
Prof. Dr. Muha mad Firdaus SP. M.Si Pe bimbing
Diketahui oleh
MS
Tanggal Lulus: 2 7 F~ 2014
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta kita sebagai umatnya yang taat pada ajaran yang
dibawanya hingga akhir hayat. Topik yang dipilih dalam penelitian ini ialah
analisis usahatani dengan judul Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar
Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat.
Tomat merupakan tanaman hortikultura dalam golongan sayuran yang
memiliki peluang dan potensi usaha yang baik. Peluang dan potensi usahatani
tomat masih dapat dimanfaatkan dengan baik, salah satunya dengan menerapkan
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baku sebagai acuan kegiatan usahatani
tomat. Namun penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) masih belum
terbukti secara efektif dan efisien dibandingkan usahatani tomat konvensional,
khususnya dari segi produksi dan biaya operasional. Efektifitas dan efisiensi
tersebut dianalisis melalui perbandingan usahatani tomat dari kedua sistem
usahatani tomat sebagai tolak ukur kesejahteraan petani tomat.
Penulisan karya ilmiah ini merupakan hasil usaha maksimal dari penulis.
Saran dan kritik yang membangun demi perbaikan penulisan ini sangat
diperlukan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Yudithia Lisanti
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam proses penyusunan
karya tulis ilmiah yang berjudul Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar
Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat sebagai
salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan serta
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan mulai dari persiapan hingga selesainya
penulisan karya ilmiah ini.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen evaluator pada
seminar kolokium serta masukan yang disampaikan untuk perbaikan penulisan
karya ilmiah ini.
3. Dr. Ir. Wahyu Budi Priyatna, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen penguji
pada sidang skripsi serta masukan yang disampaikan untuk perbaikan
penulisan karya ilmiah ini.
4. Titi Wijayanti atas kesediaannya menjadi pembahas serta masukan yang
disampaikan pada seminar hasil penelitian penulis.
5. Petani tomat Kecamatan Lembang yang telah bersedia memberikan tempat
untuk melaksanakan kegiatan penelitian serta bantuan data dan informasi
selama berada di lapangan.
6. Orangtua tercinta papa (Didi Ahmadi) dan mama (Tati Hartati), serta adik
tersayang (Dila Adiningtyas) dan keluarga besarku atas perhatian, doa, nasehat,
semangat, dan kasih sayang yang tak terhingga serta dukungan secara moril
dan materiil yang telah dicurahkan kepada penulis.
7. Muhammad Awan Wibisono, terima kasih atas perhatian, kesabaran,
dukungan, semangat, dan saran yang diberikan selama ini.
8. Semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian penelitian ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu
atas segala dukungan, bantuan, dan doa.
Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan dari pihak-pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini
memperoleh balasan yang sesuai dari Tuhan Yang Maha Esa atas semua wujud
amal baik yang telah disumbangkan.
Bogor, Februari 2014
Yudithia Lisanti
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 8 Analisis Usahatani Tomat 8 Standar Operasional Prosedur (SOP) Usahatani Tomat 10
Perubahan Perilaku Pasar 10 Strategi Peningkatan Daya Saing Hortikultura 11 Maksud dan Tujuan Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) 12 Manfaat Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi Petani 13 Sosialisasi Standar Operasional Prosedur (SOP) 13
Fungsi Produksi Cobb-Douglas 14 KERANGKA PEMIKIRAN 14
Kerangka Pemikiran Teoritis 14 Teori Produksi 14 Analisis Pendapatan Usahatani 19 Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) 21 Konsep Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat 21
Kerangka Pemikiran Operasional 29
METODE PENELITIAN 32 Lokasi dan Waktu Penelitian 32 Jenis dan Sumber Data 32
Metode Penarikan Sampel 33 Metode Analisis Data 33
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Tomat 34 Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) 37 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tomat 37
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 Gambaran Umum Kecamatan Lembang 44
Letak Administratif dan Kondisi Wilayah 44 Kondisi Kependudukan dan Pendidikan 44 Kepemilikan Lahan Keluarga Tani 45
Luas Lahan Usahatani 45
Alur Pemasaran 46
Fasilitas Pendukung 47 Karakteristik Petani Responden 47
Lokasi Petani 48 Jenis Kelamin Petani 48 Tingkatan Usia Petani 49 Pengalaman Bertani 49
viii
Jenis Pekerjaan Usahatani 50 Luas Lahan Pertanian 50 Kepemilikan Lahan Pertanian 51
Karakteristik Usahatani Tomat 51 HASIL DAN PEMBAHASAN 53
Keragaan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang 53 Penyemaian Benih 54 Pengolahan Lahan 55 Penanaman 55 Pemasangan Ajir 55 Perawatan Tanaman 55 Panen 56
Analisis Pendapatan Usahatani Tomat Berbasis SOP dan Usahatani
Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang 56
Analisis Struktur Biaya Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang 57 Analisis Penerimaan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang 63 Analisis Pendapatan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang 64
Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani Tomat Berbasis SOP dan
Usahatani Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang 65 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tomat Berbasis SOP dan
Usahatani Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang 65 Evaluasi Model Dugaan 65 Interpretasi Model Dugaan 67 Pemenuhan Asumsi Ordinary Least Square (OLS) 70
SIMPULAN DAN SARAN 71 Simpulan 71 Saran 71
DAFTAR PUSTAKA 72
LAMPIRAN 75 RIWAYAT HIDUP 94
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan volume ekspor pertanian Indonesia tahun 2012 1 2 Perkembangan luas panen dan produktivitas komoditas hortikultura
di Indonesia tahun 2010-2011 2 3 Perkembangan volume ekspor komoditas sayuran Indonesia periode
2010-2011 4 4 Pendapatan usahatani komoditas sayuran di Indonesia tahun 2012 10
5 Perubahan output dari setiap penambahan input 15 6 Perhitungan Produk Marjinal / Marjinal Physical Product (MPP) 17 7 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani 19
8 Spesifikasi persyaratan mutu tomat segar 22 9 Pedoman perkiraan dosis pemupukan tomat berdasarkan lokasi tanam 27 10 Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan pengendalian OPT 28 11 Jenis data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian 32
ix
12 Perhitungan analisis pendapatan dan R/C Rasio usahatani 36 13 Tabulasi data faktor produksi usahatani tomat 38 14 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Lembang
tahun 2013 45 15 Status kepemilikan lahan rata-rata kepala keluarga tani di Kecamatan
Lembang tahun 2013 45 16 Rata-rata luas lahan usahatani di Kecamatan Lembang tahun 2013 46 17 Luas tanam sayuran di Kecamatan Lembang tahun 2013 46 18 Fasilitas pendukung agribisnis di Kecamatan Lembang Tahun 2013 47 19 Penyebaran lokasi petani responden di Kecamatan Lembang 48 20 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
kategori jenis kelamin 48 21 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
kategori tingkatan usia 49
22 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
pengalaman bertani 49 23 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
kategori jenis pekerjaan usahatani 50 24 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
kategori luas lahan pertanian (Ha) 51 25 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
kategori kepemilikan lahan pertanian 51 26 Sebaran sistem usahatani tomat di Kecamatan Lembang 52 27 Sebaran jenis tanaman polikultur selain tomat di Kecamatan
Lembang 52 28 Sebaran jenis tanaman tumpangsari selain tomat di Kecamatan
Lembang 52 29 Rata-rata penggunaan pupuk per 1 000 m
2 pada usahatani tomat di
Kecamatan Lembang 57 30 Rata-rata penggunaan pestisida per 1 000 m
2 pada usahatani tomat di
Kecamatan Lembang 59
31 Rata-rata penggunaan mulsa per 1 000 m2 pada usahatani tomat di
Kecamatan Lembang 59 32 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per 1 000 m
2 dalam kegiatan
usahatani tomat di Kecamatan Lembang 60 33 Nilai rata-rata penyusutan peralatan per 1 000 m
2 pada usahatani
tomat di Kecamatan Lembang 62 34 Rata-rata penerimaan usahatani tomat pada luas lahan 1 000 m
2 di
Kecamatan Lembang 63 35 Analisis rata-rata pendapatan usahatani tomat per 1 000 m
2 di
Kecamatan Lembang 64
36 Analisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat di
Kecamatan Lembang 66
x
DAFTAR GAMBAR
1 Produksi tomat nasional tahun 2000-2011 3 2 Kurva Produksi Total (PT) 16 3 Increasing Marginal Product 17 4 Decreasing Marginal Product 17 5 Kurva Produksi Total (PT), Produk Marjinal / Marjinal Physical
Product (MPP), Produk Rata-Rata / Average Physical Product (APP) 18 6 Kerangka pemikiran operasional analisis usahatani tomat berbasis
Standar Operasional Prosedur (SOP) di Bandung Barat 31 7 Output Minitab fungsi produksi Cobb-Douglas 39 8 Output Minitab yang menunjukkan Goodness of Fit dari model
dugaan 40
9 Output Minitab yang menunjukkan signifikasi model dugaan 41 10 Output Minitab yang menunjukkan signifikasi variabel 41 11 Output Minitab yang menunjukkan ciri adanya multikolinearitas 43 12 Alur pemasaran komoditas sayuran di Kecamatan Lembang 47
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengeluaran rumah tangga per bulan untuk kelompok makanan tahun
1999, 2002-2011 75 2 Peta kabupaten/kota sentra dan pengembangan produksi tomat di
Jawa Barat 76 3 Produksi tomat tingkat provinsi di Indonesia 77
4 Produksi tomat tahun 2007-2011 menurut kabupaten dan kota di Jawa
Barat 78 5 Jenis hama, gejala serangan hama, serta pengendalian pada tanaman
tomat 79 6 Jenis penyakit, gejala serangan penyakit, serta pengendalian pada
tanaman tomat 81
7 Kriteria penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) usahatani
tomat 83 8 Penerapan kriteria SOP oleh petani tomat berbasis SOP di Kecamatan
Lembang 84 9 Penerapan kriteria SOP oleh petani tomat konvensional di Kecamatan
Lembang 85 10 Dokumentasi penelitian usahatani tomat di Kecamatan Lembang 86 11 Biaya rata-rata dan persentase biaya pada usahatani tomat di
Kecamatan Lembang pada luas lahan 1 000 m2 per musim tanam 92
12 Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tomat di
Kecamatan Lembang melalui aplikasi Mintab 93
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Globalisasi ekonomi merupakan salah satu proses yang menyebabkan
berbagai aspek perekonomian suatu negara semakin terintegrasi dengan
perekonomian dunia. Pembentukan harga komoditas di setiap negara semakin
terintegrasi dengan dinamika pasar dunia dan preferensi konsumen di seluruh
negara semakin mengarah pada preferensi yang bersifat universal. Globalisasi
ekonomi semakin membuka kesempatan untuk komoditas pertanian Indonesia.
Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan
sektor pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan, meningkatkan
pendapatan masyarakat, serta memperbaiki keadaan gizi melalui
penganekaragaman jenis makanan.
Sektor pertanian yang terdiri atas subsektor tanaman perkebunan, tanaman
pangan, hortikultura, dan subsektor peternakan sangat berperan dalam
perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional
dapat dilihat dari volume ekspor yang dihasilkan. Berdasarkan perkembangan
volume ekspor pertanian Indonesia yang tersaji Tabel 1 diketahui bahwa
komoditas hortikultura merupakan komoditas yang berperan penting dalam
memberikan kontribusi bagi perekonomian Indonesia. Hal itu dibuktikan oleh
nilai kumulatif volume ekspor selama Tahun 2012, diketahui bahwa nilai
kumulatif volume ekspor dari komoditas hortikultura merupakan komoditas
ekspor yang terbesar kedua setelah komoditas perkebunan.
Tabel 1 Perkembangan volume ekspor pertanian Indonesia tahun 2012
SubSektor
Volume (kg) Pertumbuhan (%) Kumulatif
Januari-
Desember November Desember
Tanaman Pangan 32 419 648 32 365 517 -27.93 257 639 237
Hortikultura 35 132 332 28 111 215 -19.98 454 686 966
Perkebunan 3 498 046 544 2 866 103 968 -18.07 34 349 431 727
Peternakan 18 748 641 15 858 998 -15.40 201 533 588
Total Ekspor 3 584 347 165 2 933 439 698 -18.16 35 263 291 518
Sumber : BPS, diolah Pusat Data dan Informasi (2012)
Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan Asia
Tenggara yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa dengan luas wilayah
sebesar 1 910 931.32 km2
dan jumlah penduduk sebanyak 237 641 326 jiwa1
dengan laju pertambahan penduduk rata-rata 10 tahun terakhir mencapai 1.3
persen2. Peningkatan jumlah penduduk yang juga diiringi dengan peningkatan
pendapatan menyebabkan peningkatan jumlah serta jenis, kualitas, dan
pengantaran (delivery). Sehingga makanan yang diperlukan adalah makanan yang
beragam, bergizi, dan berimbang. Secara umum, Indonesia sebagai salah satu
1http://bps.go.id. 2011. Data Kependudukan Indonesia (Oktober 2011) 2 Pidato Soekarno : Pangan Rakyat Soal Hidup atau Mati (1952)
2
negara yang beriklim tropis mempunyai peluang yang cukup besar untuk
mengembangkan produk-produk pertanian khususnya produk pangan.
Tanaman hortikultura meliputi tanaman sayuran, tanaman buah-buahan,
tanaman biofarmaka (obat-obatan), dan tanaman hias. Komoditas hortikultura
memiliki peranan yang penting bagi masyarakat Indonesia, yaitu sebagai sumber
pendapatan, sebagai bahan pangan khususnya sumber vitamin (buah-buahan),
mineral dan serat (sayuran), dan bumbu masak, serta sebagai sumber devisa
negara untuk komoditas non migas. Peningkatan ekspor hortikultura tidak selalu
didukung oleh peningkatan luas area panen di Indonesia. Pada perkembangan luas
panen dan produktivitas komoditas hortikultura yang tersaji pada Tabel 2
menunjukkan secara umum luas area panen mengalami peningkatan, namun
berbeda halnya dengan komoditas sayuran yang mengalami penurunan terbesar,
yaitu sebesar 0.2 persen. Peningkatan permintaan pangan tidak didukung oleh
sumberdaya alam seperti lahan untuk memproduksi pangan.
Tabel 2 Perkembangan luas panen dan produktivitas komoditas hortikultura di
Indonesia tahun 2010-2011
Komoditi
Luas panen Produktivitas (kw/ha) Perkembangan
(%)
Sa-
tuan 2010 2011 2010 2011
Luas
panen
Produk
-tivitas
Buah-
buahan Ha 719 763 724 868 5 936.64 279.51 0.01 -0.95
Sayuran Ha 1 340 884 1 072 115 1 985.60 3 129.52 -0.20 0.58
Biofarmaka m2 178 528 468 170 242 641 31.39 27.22 -0.05 -0.13
Tanaman
Hias m
2 19 020 157 27 182 451 164.38 191.27 0.43 0.16
Sumber : Kementerian Pertanian (2012)
Peningkatan permintaan sektor industri dan pariwisata juga mendorong
permintaan sayuran dan buah-buahan dalam negeri secara umum. Perkembangan
sektor tersebut menyebabkan munculnya pasar-pasar baru yang semakin luas dan
lebih selektif dalam kualitas. Hal ini tercermin dari komoditas yang pada awalnya
dipasarkan untuk keluarga, semakin meluas kepada industri pengolahan makanan
atau restoran dan hotel berbintang yang pada umumnya memerlukan sayuran
dalam jumlah cukup besar namun selektif dalam hal kualitas.
Pada Lampiran 1 dapat diidentifikasi bahwa sayuran merupakan komoditas
kelompok makanan yang banyak dikonsumsi oleh rumah tangga setelah padi-
padian, makanan jadi, dan tembakau. Pengeluaran rumah tangga untuk komoditas
sayuran terus menurun hingga pada tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun
1999. Direktorat Jenderal Hortikultura (2009) juga melakukan berbagai upaya
untuk meningkatkan konsumsi sayuran dalam negeri karena konsumsi sayuran
perkapita di Indonesia saat ini sebesar 35.30 kg/kapita/tahun masih relatif rendah
bila dibandingkan dengan rekomendasi FAO sebesar 65 kg/kapita/tahun.
Dukungan dan upaya pemerintah dalam meningkatkan konsumsi sayuran tentunya
menjadi peluang bagi usahatani sayuran di Indonesia, khususnya bagi usahatani
tomat.
Tomat merupakan komoditas sayuran yang memiliki peranan penting bagi
pertanian di Indonesia. Tomat diminati pasar karena rasanya yang khas, yakni
3
asam manis. Tomat biasa digunakan dalam bentuk segar maupun olahan. Tomat
dalam bentuk segar dapat digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan, penghias
makanan, maupun olahan lainnya (seperti pasta, saus, selai, manisan, dodol, velva,
dan jus3). Kebutuhan tomat terus meningkat setiap tahun sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan
bahan baku tomat. Gambar 1 menunjukkan peranan tomat dalam sektor pertanian,
yaitu kecenderungan peningkatan produksi tomat nasional pada periode 2000-
2011. Peningkatan tersebut dimulai dari produksi tomat pada tahun 2000 sebesar
593 392 ton hingga mencapai 891 616 ton pada tahun 2010 dan 954 046 ton pada
tahun 2011.
Gambar 1 Produksi tomat nasional tahun 2000-2011 Sumber : Kementerian Pertanian (2013)
Tabel 3 juga menunjukkan bukti bahwa tomat juga berperan dalam
perekonomian nasional. Peranan tomat dalam perekonomian nasional dibuktikan
dari pertumbuhan volume ekspor, yakni meningkat 12 persen dari tahun 2010.
Namun peningkatan produksi tomat di Indonesia belum mampu memenuhi
kebutuhan konsumsi tomat penduduk Indonesia, hal ini ditunjukkan dari volume
impor tomat yang sebanyak 10,325 pada tahun 2010 dan 10,639 pada tahun
2011). Kondisi tersebut menjadikan peluang bahwa usahatani tomat masih
memiliki peluang untuk dikembangkan dalam memenuhi konsumsi tomat dalam
negeri. Secara nasional dan juga di Provinsi Jawa Barat, komoditas tomat
merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki potensi yang dapat
terus dikembangkan.
3 Balai Penelitian Sayuran (2007)
4
Tabel 3 Perkembangan volume ekspor komoditas sayuran Indonesia periode
2010-2011
Komoditas
Volume ekspor
(ton)
Rata rata
pertumbuhan
2010 2011
Volume impor (ton)
Rata rata
pertumbuhan
2010 2011
2010 2011
2010 2011
Jamur 31 941 23 941 -25% 361 289 419 090 14%
Cabe 3 234 13 792 326% 73 270 160 467 54%
Kubis 9 332 7 148 -23% 53 250 104 704 49%
Bawang
Merah 7 928 6 837 -14% 56 352 78 681 28%
Kentang 6 931 5 876 -15% 33 692 41 868 20%
Terung 2 388 1 482 -38% 20 200 28 887 30%
Kacang kapri 949 1 433 51% 14 478 22 120 35%
Tomat 626 699 12% 10 325 10 639 3%
Jagung manis 306 534 75% 3 081 3 373 9%
Ketimun 284 214 -25% 2 447 3 285 26%
Bawang putih 74 60 -19% 1 228 2 179 44%
Bawang
Bombay 71 46 -35% 285 269 -6%
Wortel 34 43 26% 40 40 0%
Bunga kol 5 30
1 0
Sayuran
lainnya 74 003 71 882 -3% 221 430 298 682 26%
Total sayuran 138 106 134 017 -3% 851 368 1 174 284 27%
Sumber : Badan Pusat Statistik "Ekspor Impor 2010-2011" dan Pusat Data dan Informasi,
Kementerian Pertanian diolah oleh Direktorat (2013)
Pengembangan tomat dengan menerapkan berbagai aspek terkait dalam
sistem industrinya akan dapat memacu usaha agribisnis tomat secara
berkelanjutan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, salah satu usaha yang dapat
dilakukana dalah dengan membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai
acuan dalam pelaksanaan kegiatan produksi tomat. Mengingat begitu pentingnya
keinginan dan kebutuhan pasar, diperlukan suatu pedoman umum dalam
melakukan kegiatan usahatani yang terintegrasi dengan baik. Pendapatan
merupakan unsur terpenting untuk dikembangkan dalam berbagai kegiatan usaha,
termasuk dalam kegiatan pertanian. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud
untuk mengkaji analisis perbandingan usahatani tomat berbasis Standar
Operasional Prosedur (SOP).
Rumusan Masalah
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber
energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan
sumberdaya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami sebagai
budidaya tanaman atau bercocok tanam (crop cultivation) serta budidaya atau
pembesaran hewan ternak (raising) dengan maksud supaya tumbuh lebih baik dan
memenuhi kebutuhan manusia.
5
Potensi dan peluang perkembangan pertanian pada subsektor hortikultura
khususnya pada komoditas sayuran memiliki prospek serta potensi yang baik dan
telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Dengan kemajuan
perekonomian, pendidikan, peningkatan pendapatan dan kesadaran masyarakat
untuk kesehatan dan lingkungan menyebabkan permintaan akan komoditas
hortikultura ini semakin meningkat. Peningkatan permintaan tercermin pada
Lampiran 1 yang menunjukkan bahwa komoditas sayuran merupakan kelompok
makanan yang banyak dikeluarkan oleh rumah tangga setelah padi-padian,
makanan jadi, dan tembakau.
Salah satu daerah produksi sayuran tertinggi yang juga memiliki objek
wisata di Jawa Barat adalah Bandung. Didukung oleh keadaan agroklimatologis
yang baik seperti dataran tinggi seluas 2,621,625 Ha4 serta curah hujan yang
tinggi, menjadikan Bandung sebagai sentra produksi komoditas sayuran
khususnya tomat seperti yang tercantum pada Lampiran 2. Pada Lampiran 4,
diketahui bahwa Kabupaten Bandung merupakan produsen tomat terbesar di Jawa
Barat dengan tren produksi yang meningkat. Selain itu, Bandung memiliki
berbagai objek wisata yang berdampak positif pada kunjungan wisatawan baik
domestik maupun wisatawan asing. Potensi objek wisata tersebut mendorong
masyarakat untuk membuka usaha yang bergerak dalam bidang jasa, seperti
penginapan, hotel, dan jenis usaha rumah makan. Berdasarkan fenomena di atas,
maka tingkat kebutuhan terhadap produk-produk pertanian seperti sayur-sayuran
juga mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan industri barang dan
jasa.
Potensi pasar dan kondisi alam Indonesia sangat menjanjikan peluang yang
potensial dalam pengembangan usahatani sayuran secara umum. Dalam
pelaksanaannya, pendapatan usahatani yang diperoleh dari budidaya tumbuhan
hortikultura ini tetap menjadi orientasi utama bagi petani dalam kegiatan
usahataninya. Kemajuan perkembangan usahatani komoditas hortikultura tidak
terlepas dari peranan input dan faktor-faktor produksi lain yang memiliki peran
penting.
Seiring dengan pertumbuhan dunia bisnis, persaingan dalam memenuhi
pasokan bahan baku pertanian semakin tinggi. Pada tahun 1999-2001 Kabupaten
Bandung menjadi sentra penanaman tomat. Pahun 2002-2005 kabupaten Garut,
Sukabumi, Ciamis, Tasikmalaya, Sumedang, dan Bogor mulai berkembang
menjadi sentra penanaman tomat. Selain itu, konsumsi sayur-sayuran dan buah-
buahan penduduk Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya
kemampuan ekonomi, ketersediaan, dan pengetahuan tentang manfaat
mengkonsumsi sayur dan buah (Aswatini, et al., 2008). Oleh karena itu,
diperlukan pasokan bahan baku sayuran yang memenuhi standar kualitas dan
konsistensi yang tinggi, kuantitas dan kontinuitas yang dapat dipastikan, dengan
harga yang bersaing sehingga sesuai dengan keinginan dan kebutuhan kebutuhan
pasar.
Permintaan produk tomat yang berkualitas semakin meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendidikan, serta peningkatan
kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang aman. Namun kualitas
dan kontinuitas tomat yang dihasilkan tidak dapat dipastikan dengan baik.
4 Dinas Pertanian Jawa Barat (2009)
6
Lampiran 4 menunjukkan bahwa produksi tomat yang dihasilkan di Kabupaten
Bandung Barat masih berfluktuatif dan masih sering mengalami penurunan,
seperti pada tahun 2009 dan 2011. Selain kualitas, konsistensi dan kontinuitas dari
tomat yang dihasilkan harus terjamin. Konsistensi dan kontinuitas sangat berperan
dalam pembentukan harga komoditas karena kestabilan harga memberikan
manfaat bagi produsen dan konsumen, salah satunya memberikan kepastian
pendapatan bagi petani. Hal ini menuntut petani untuk menerapkan teknologi
budidaya yang tepat untuk dapat menghasilkan produk memiliki kualitas dan
konsistensi kontinuitas yang tinggi serta kontinuitas dan kuantitas yang terjamin.
Persaingan yang semakin ketat antar produsen menuntut pelaku usahatani tomat
memiliki kesanggupan untuk melaksanakan kegiatan produksi dengan teknologi
budidaya yang tepat sesuai prinsip Standar Operasional Prosedur (SOP).
Kegiatan usahatani bertujuan memperoleh keuntungan maksimal.
Keuntungan yang maksimal hanya dapat dicapai apabila penggunaan faktor
produksi dalam keadaan optimal, yaitu dengan mengacu kepada Standar
Operasional Prosedur (SOP). Penggunaan faktor produksi secara optimal
memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha,
pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk,
pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Diperlukan perbaikan
kualitas yang dapat dilakukan melalui suatu pengendalian proses produksi yang
dapat disusun dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk menghasilkan
produk yang memenuhi harapan pasar dan peningkatan daya saing dengan
komoditas tomat dari daerah maupun negara lainnya. Standar Operasional
Prosedur (SOP) pada suatu kegiatan bertujuan mengetahui kesesuaian proses yang
dilakukan perusahaan dengan standar yang telah ditentukan.
Ketersediaan teknologi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) tentunya
diciptakan dengan tujuan mengembangkan kemajuan pertanian, salah satunya
yaitu meningkatkan produksi tomat yang dihasilkan. Penerapan Standar
Operasional Prosedur (SOP) pada sistem usahatani tomat diasumsikan mampu
meningkatkan kualitas dan kuantitas tomat yang dihasilkan, sehingga turut
meningkatkan penerimaan petani melalui peningkatan harga jual dan produksi
tomat yang dijual. Di sisi lain penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP)
juga diasumsikan akan turut meningkatkan biaya produksi, seperti penggunaan
bibit berkualitas, penambahan mulsa, pemberian pupuk dan pestisida berkualitas,
hingga tenaga kerja yang efektif. Sehingga masih terdapat keraguan apakah
penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) terbukti dapat meningkatkan
pendapatan petani dengan peningkatan penerimaan melalui peningkatan kualitas
dan kuantitas produksi atau bahkan menurunkan pendapatan petani akibat
peningkatan biaya operasional. Oleh karena itu, belum dapat dibuktikan apakah
penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) memberikan dampak yang positif
bagi peningkatan produksi pertanian yang secara langsung berdampak pada
kesejahteraan petani. Peningkatan penerimaan dan peningkatan biaya perlu
dianalisis sejauh mana berpengaruh dalam sistem usahatani tomat yang diterapkan
petani. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka rumusan permasalahan yang dapat
disimpulkan yaitu:
7
1. Apakah penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) secara signifikan
mampu meningkatkan pendapatan petani tomat?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan
Lembang?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Membandingkan analisis dan efisiensi pendapatan usahatani tomat
konvensional dengan analisis usahatani tomat berbasis Standar Operasional
Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan pendapatan
usahatani tomat di Kecamatan Lembang.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang terkait, yaitu:
1. Bagi petani tomat di Kecamatan Lembang, Bandung Barat penelitian ini
diharapkan mampu memberikan informasi dan bahan pertimbangan mengenai
kondisi usahatani tomat berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) dan
usahatani tomat konvensional serta dapat memberikan alternatif usahatani
tomat terbaik untuk meningkatkan pendapatan petani.
2. Bagi pemerintah setempat, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi
dan bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan untuk
mengembangkan usahatani tomat.
3. Bagi kalangan akademis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi penulis sebagai pengalaman untuk latihan dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh di bangku kuliah.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada agroindustri sayuran segar di Kecamatan
Lembang, Bandung Barat. Aspek yang akan dikaji dititikberatkan pada analisis
usahatani tomat sehingga lingkup sayuran segar dibatasi hanya pada sayuran
tomat, khususnya kepada petani yang melakukan usahatani tomat. Biaya yang
diperhitungkan adalah biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani
serta nilai rasio penerimaan dan biaya (R/C Ratio). Penelitian juga membahas
faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi tomat di tingkat petani yang
dianggap sangat dominan pengaruhnya. Beberapa faktor produksi yang akan
dibahas dalam penelitian ini yaitu benih tomat, tenaga kerja, pupuk, obat-obatan,
pestisida.
8
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Usahatani Tomat
Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengaloaksikan sumberdaya yang ada secara efektif dan
efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani
dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya
yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya. Usahatani dikatakan efisien bila
pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi
masukan (input) yang digunakan (Soekartawi et al., 2002).
Faktor-faktor produksi usahatani seringkali dinamakan sebagai unsur pokok
usahatani. Faktor-faktor produksi tersebut adalah lahan, tenaga kerja, modal, dan
manajemen (Soekartawi et al., 2002).
1. Lahan
Lahan merupakan bagian dari permukaan bumi yang digunakan untuk
kegiatan produksi bidang pertanian: tanaman, ternak, dan ikan. Lahan
pertanian biasa dijadikan indikator penentu dari pengaruh faktor produksi
komoditas pertanian. Secara umum semakin luas lahan yang digarap, semakin
besar jumlah poduksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.
2. Tenaga kerja
Tenaga kerja juga merupakan faktor penting yang harus diperhitungkan
dalam kegiatan produksi karena fungsinya sebagai pelaku kegiatan usahatani.
Tenaga kerja sering diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha
dan ikhtiar yang dijalankan untuk menghasilkan barang dan jasa. Namun
selain manusia, jenis tenaga kerja lain yang biasa digunakan dalam kegiatan
usahatani adalah tenaga kerja mesin dan tenaga kerja hewan ternak. Tenaga
kerja manusia bersumber dari tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar
keluarga. Tenaga kerja dibagi lagi menjadi tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja
perempuan, serta tenaga kerja anak-anak dengan batasan tenaga kerja anak-
anak adalah berumur 14 tahun ke bawah. Ukuran tenaga kerja dinyatakan
dalam Hari Orang Kerja (HOK).
3. Modal
Modal adalah barang ekonomi (berupa sumberdaya, kekayaan, dan
aktiva) yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa. Modal
usahatani dikelompokkan menjadi lahan, modal operasi jangka pendek (uang
tunai, bibit, pupuk, dan obat-obatan), modal operasi jangka panjang (mesin,
peralatan, bangunan, ternak, tanaman, maupun ikan). Dilihat dari kekayaan
di usahatani, modal dikelompokkan menjadi aset tetap dan aset kerja.
4. Pengelolaan atau manajemen
Dalam kegiatan usahatani, peranan manajemen menjadi sangat penting
dalam mengelola seluruh rangkaian kegiatan usahatani. Rangkaian
pengelolaan manajemen dimulai dari perencanaan (planning),
9
pengorganisasian (organizing), pengendalian (controlling), dan evaluasi
(evaluation).
Saptana [tahun terbit tidak diketahui] menyebutkan bahwa perkembangan
produksi tomat sebelum krisis ekonomi (1986-1997) mengalami pertumbuhan
produksi positif yang cukup tinggi 17,69 persen dan perkembangan produksi
tomat setelah krisis ekonomi (1997-1999) tomat dan cabe juga masih tetap
tumbuh cukup cepat yaitu 10,8 persen. Sementara pada periode 2000-2002 tomat
tumbuh sekitar 0-0,56 persen per tahun.
Tarigan (2009) dalam penelitiannya mengenai risiko sayuran organik
menyatakan bahwa tomat memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan
brokoli. Risiko yang dihadapi dari usahatani tomat organik yang dilihat dari nilai
variance adalah sebesar 9 146 406 096 lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai
variance brokoli yaitu 69 658 337 940. Namun risiko yang timbul dari komoditas
tomat lebih tinggi jika dibandingkan dengan cabai keriting dan bayam hijau.
Untuk itu, diperlukan risiko portofolio dengan melakukan diversifikasi tanaman.
Koerdianto (2008) juga menunjukkan dampak kebijakan output terhadap
usahatani tomat menyebabkan usahatani tomat di Kecamatan Lembang dan
Kecamatan Ciwidey menerima harga aktual output lebih kecil dari harga
sosialnya. Sedangkan berdasarkan analisis terhadap kebijakan input menunjukan
bahwa pemerintah memberikan subsidi atas input asing (tradable) dan domestik
(non tradable), sehingga petani menerima harga aktual input tersebut lebih murah
dari yang seharusnya dibayarkan jika tanpa adanya kebijakan. Secara umum
kebijakan pemerintah terhadap input-output yang ada lebih menguntungkan
usahatani kedua komoditas tersebut di Kecamatan Lembang. terjadinya
peningkatan biaya produksi, penurunan harga output dan penurunan produksi
yang dilakukan baik secara parsial maupun gabungan menyebabkan tingkat
keuntungan yang semakin kecil dan nilai PCR dan DRC yang semakin besar
mendekati satu. Namun, perubahan tersebut tidak sampai merubah keuntungan
menjadi negatif (rugi) maupun merubah keunggulan kompetitif dan keunggulan
komparatif menjadi tidak berdaya saing sehingga usahatani komoditas sayuran ini
tetap layak untuk terus dikembangkan.
Dahlia (2002) dalam penelitiannya mengenai analisis finansial usahatani
tomat apel hidroponik di Desa Sukaraja, Sukabumi menunjukkan hasil bahwa
output yang dihasilkan selama satu tahun (dua kali penanaman) seluas satu hektar
adalah sebesar Rp 1 012 440 000 dengan marjin sebesar Rp 531 690 000.
Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan finansial pada tingkat diskonto 14
persen diperoleh nilai NPV, IRR, net B/C masing-masing Rp 695 966 303.33, 40
persen, 2.09, dan 1.31. Perhitungan tersebut mengindikasikan bahwa usahatani
tomat yang dilakukan secara hidroponik layak dengan tingkat pengembalian
investasi selama dua tahun satu bulan dua minggu. Analisis sensitivitas
berdasarkan penurunan volume produksi dan harga output menunjukkan bahwa
usahatani layak dilaksanakan, meskipun tidak layak pada tingkat suku bunga
deposito bank mencapai 45 persen. Usahatani ini peka terhadap perubahan biaya
variabel, harga output, dan perubahan volume produksi. Sehingga pelaku
usahatani harus lebih berhati-hati dalam melakukan penetapan harga dan
perjanjian kerjasma dengan pihak penghasil input karena sangat berpengaruh
terhadap biaya variabel.
10
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bidang Bina Usaha Provinsi Jawa Barat
(2012) menganalisis pendapatan usahatani komoditas sayuran di Indonesia.
Komponen yang dianalisis yaitu hasil produksi (kg), harga komoditas (Rp/kg),
nilai hasil/produksi (Rp), biaya pokok (Rp/kg), dan R/C Ratio. Dari hasil analisis
pendapatan usahatani komoditas sayuran sebagaimana yang tertera pada Tabel 5,
dapat dilihat bahwa tomat merupakan komoditas sayuran yang memiliki
pendapatan hasil tertinggi setelah pokcay, yaitu sebesar 25 000 kg dibandingkan
pokcay 27 000 kg. Meski dilihat dari segi harga, harga tomat adalah Rp 3 350/kg
jauh lebih rendah dibandingkan harga asparagus, bawang merah, maupun jamur
yang mencapai Rp 22 500/kg untuk asparagus. Namun jika dilihat dari pendapatan
usahatani yang diperoleh tomat sebesar Rp 53 367 500, tomat menempati urutan
tertinggi kedua setelah cabai merah dengan pendapatan Rp 63 745 000.
Berdasarkan perhitungan R/C Ratio yang diperoleh, tomat menghasilkan nilai R/C
Ratio 2.76 yang memiliki arti bahwa untuk Rp 1 000 biaya yang dikeluarkan
untuk usahatanni tomat, akan menghasilkan penerimaan Rp 2 760. R/C Ratio
yang menunjukkan nilai positif dan lebih besar dari satu, mengindikasikan bahwa
usahatani tomat merupakan usahatani yang menguntungkan dari segi penerimaan.
Tabel 4 Pendapatan usahatani komoditas sayuran di Indonesia tahun 2012
No Komoditas
sayuran
Hasil
(kg)
Harga
(Rp/kg)
Nilai
hasil/produksi
(Rp)
Total biaya
produksi
(Rp)
Biaya
pokok
(Rp/kg)
Pendapatan
usahatani
(Rp)
R/C
ratio
1 Kentang
58 000 000 55 275 000
2 725 000 1.05
2 Kubis 23 865 1 300 31 024 500 23 362 500 979 7 662 000 1.33
3 Cabai merah 11 800 7 200 84 960 000 21 215 000 1 798 63 745 000 4.00
4 Tomat 25 000 3 350 83 750 000 30 382 500 1 215 53 367 500 2.76
5
Bawang
merah 9 343 7 500 70 072 500 28 565 000 3 057 41 507 500 2.45
6 Buncis 14 482 1 800 26 067 600 12 525 000 865 13 542 600 2.08
7 Wortel 19 276 1 150 22 167 400 10 594 000 550 11 573 400 2.09
8 Pokcay 27 000 800 21 600 000 12 775 000 473 8 825 000 1.69
9 Asparagus 5 000 22 500 112 500 000 68 290 500 13 658 44 209 500 1.65
10
Bawang
putih 15 178 3 200 48 569 600 25 791 000 1 699 22 778 600 1.88
11 Brokoli 7 680 3 000 23 040 000 18 025 500 2 347 5 014 500 1.28
12 Jamur 1 200 9 000 10 800 000 7 970 000 6 642 2 830 000 1.36
13 Terung 16 000 1 400 22 400 000 17 607 500 1 100 4 792 500 1.27
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bidang Bina Usaha, Provinsi Jawa Barat (2012)
Standar Operasional Prosedur (SOP) Usahatani Tomat
Perubahan Perilaku Pasar
Globalisasi perdagangan dunia menyebabkan perdagangan produk
menekankan pada persyaratan mutu, keamanan pangan, sanitary and
phytosanitary (SPS), serta jaminan kegiatan produksi dilakukan secara ramah
lingkungan. Saat ini telah terjadi persaingan ketat dalam mengisi dan memasuki
pasar modern, hotel-restoran-katering (HOREKA), industri, maupun pasar ekspor.
Persyaratan mutu oleh beberapa pemerintah daerah (seperti adanya Perda Mutu
Produk di Provinsi DKI Jakarta, persyaratan produk masuk ke kota Batam, dll),
11
pemasok ke pasar-pasar modern di kota-kota besar. Terutama dengan penerapan
ASEAN-China AFTA di tahun 2010, maka untuk mengisi pasar ekspor ataupun
masuknya produk dari negara lain akan terjadi persaingan dan persyaratan yang
semakin berat dan ketat. Dengan demikian, aspek keamanan pangan, mutu, serta
lingkungan sudah menjadi bagian integral dari sistem produksi sekaligus sebagai
upaya meningkatkan daya saing.
Menghadapi era globalisasi ini, diperlukan suatu strategi agar tidak hanya
menjadi penonton yang baik terhadap masuknya produk dari negara lain. Pangsa
pasar dengan jumlah penduduk dan konsumen yang besar merupakan potensi
yang tidak boleh direbut oleh negara lain. Kita harus mampu menjadi tuan rumah
terhormat di negeri kita sendiri, dan harus bisa berdaulat terhadap produk
hortikultura ditengah persaingan dan isu global. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya saing (competitiveness) produk dan
pelaku usaha hortikultura nasional, yaitu dengan menerapkan Standar Operasional
Prosedur (SOP) pada sistem budidaya yang dilakukan.
Marimin dan Muspitawati (2002) dalam penelitiannya mengenai kajian
strategi peningkatan kualitas produk industri sayuran segar yang dilakukan di
sebuah agroindustri sayuran di Bogor menyebutkan bahwa terdapat tiga atribut
utama yang diharapkan oleh konsumen berdasarkan analisis Quality Function
Development (QFD). Atribut tersebut adalah atribut yang diharapkan oleh
konsumen dalam produk sayuran segar yaitu kesegaran, kebersihan, dan
keamanan pangan. Langkah penerapan strategi yang dapat dilakukan berdasarkan
analisis SWOT ialah upaya untuk mempertahankan kesegaran sayuran, yaitu
melalui perbaikan cara penanganan bahan baku, pengemasan, dan penyimpanan
yang baik. Cara penanganan yang baik telah dibuat dalam bentuk Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang baku untuk diterapkan.
Strategi Peningkatan Daya Saing Hortikultura
Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT yang dilakukan Rosalina (2009)
pada Kelompok Tani Sugih Tani di Kawasan Agropolitan Bogor, enam strategi
yang perlu diterapkan untuk mengembangkan usaha sayuran organik adalah
dengan mengoptimalkan upaya pengendalian mutu pada produk dan pasar yang
sudah ada, pembinaan kemampuan teknis petani, penggunaan bibit unggul dan
pupuk yang berkualitas, pengendalian hama terpadu dan pembuatan atau
penggunaan pestisida organik yang efektif bagi hama, serta pengecekan kondisi
tanah secara berkala sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
telah ditetapkan.
Pengembangan Hortikultura5 dan Kinerja Strategis Pembangunan
Hortikultura6 Tahun 2008 membahas program unggulan yang akan dilaksanakan
untuk pengembangan komoditas di kawasan dan sentra produksi. Program
unggulan dilakukan atas dasar upaya meningkatkan produksi, produktivitas, mutu,
dan daya saing produk hortikultura secara optimal. Pengembangan hortikultura ini
difokuskan pada 6 (enam) pilar utama, yaitu (a) Pengembangan kawasan
agribisnis hortikultura, (b) Penerapan manajemen rantai pasokan (Supply Chain
5 http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/111. Pengembangan Komoditas Hortikultura pada
Tahun 2008 (diakses Maret 2013) 6 http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/215. Kinerja Strategi Pengembangan Hortikultura
2008 (diakses Maret 2013)
12
Management), (c) Penerapan norma budidaya pertanian yang baik (Good
Agriculture Practice = GAP) dan Standar Operasional Prosedur (SOP), (d)
Fasilitasi Terpadu Investasi Hortikultura (FATIH) untuk pengembangna investasi,
(e) Pengembangan kelembagaan usaha, dan (f) Peningkatan konsumsi dan
akselerasi ekspor. Keenam pilar tersebut kemudian dirancang satu kesatuan yang
saling terkait dan bergantung satu sama lain, sehingga tidak dapat dipisahkan
dalam pengelolaannya.
Maksud dan Tujuan Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP)
Permentan nomor 48/Permentan/ OT.140/10/2009, tentang Pedoman
Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good Agricultural Practices for Fruits and
Vegetables) yang dikeluarkan pada tanggal 19 Oktober 2009, dan telah
diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 21 Oktober 2009
dengan berita acara nomor 402. Permentan ini merupakan penyempurnaan
terhadap Permentan no 61/2006 tentang pedoman budidaya buah yang baik
dengan cakupan lebih luas dan muatan lebih besar.
Pedoman GAP Buah dan Sayuran merupakan panduan cara (tatalaksana)
pengelolaan budidaya, mulai dari kegiatan pra tanam hingga penanganan pasca
panen untuk menghasilkan produk yang aman konsumsi, bermutu baik, ramah
lingkungan dan berdaya saing7. Panduan ini bersifat umum untuk buah dan sayur
dan tidak spesifik komoditas, oleh karena itu perlu ditindak lanjuti dengan
perumusan standar operasional prosedur (SOP) budidaya untuk spesifik
komoditas dan spesifik lokasi.
Penerapan SOP dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan hortikultura.
Selain itu, penerapan SOP yang spesifik lokasi, spesifik komoditas, dan spesifik
pasar bertujuan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang akan
dihasilkan agar mampu memenuhi kebutuhan konsumen dan memiliki daya saing
yang tinggi. Sehingga dibuat dasar hukum mengenai penerapan SOP untuk
sayuran di Indonesia yang diterbitkan oleh Permentan. SOP yang disusun untuk
menjadi panduan umum dalam melaksanakan budidaya tanaman secara benar dan
tepat, sehingga diperoleh produktivitas yang tinggi, mutu yang baik, keuntungan
optimum, ramah lingkungan, usaha produksi yang berkelanjutan, serta
memperhatikan aspek keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan petani (Dinas
Pertanian Jawa Barat, 2009).
Tujuan penerapan SOP sebagaimana yang termaktub dalam Permentan
48/2009 adalah (1) Meningkatkan produksi dan produktivitas, (2) Meningkatkan
mutu hasil produksi termasuk keamanan konsumsi, (3) Meningkatkan efisiensi
produk dan daya saing, (4) Memperbaiki efisiensi penggunaan sumberdaya alam,
(5) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan, dan sistem
produksi yang berkelanjutan, (6) Mendorong petani dan kelompok tani untuk
memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keamanan
diri dan lingkungan, (7) Meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar
internasional, dan (8) Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen.
Sedangkan sasaran yang akan dicapai adalah terwujudnya keamanan pangan,
jaminan mutu, usaha agribisnis hortikultura berkelanjutan dan peningkatan daya
saing.
7 http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/250. Penerapan GAP sebagai Terobosan Peningkatan
Daya Saing Hortikultura (diakses Maret 2013)
13
Keluarnya Permentan 48/2009 merupakan suatu langkah terobosan untuk
meningkatkan daya saing produk hortikultura, suatu langkah untuk
memberdayakan pelaku usaha hortikultura, upaya untuk memanfaatkan
sumberdaya alam secara berkelanjutan dan lestari. Penerapan SOP dapat
dijadikan sebagai panduan dasar bagi pelaku usaha agribisnis buah dan sayur
dalam menjalankan kegiatan budidaya tanaman, sebagai suatu sistem jaminan
mutu, alat untuk berkompetisi dan melindungi pelaku usaha dalam memasuki
perdagangan dunia, serta sebagai rangkaian terpadu penerapan Pengelolaan Rantai
Pasokan (Supply Chain Management – SCM).
Manfaat Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi Petani
Adanya SOP merupakan proses pembelajaran bagi petani/pelaku usaha
untuk berproduksi dengan kualitas baik dan performan menarik. Dengan
diterapkannya SOP dan dikeluarkannya nomor registrasi kebun buah atau lahan
usaha sayuran akan memberikan banyak keuntungan bagi pelaku usaha maupun
konsumen. Adanya penerapan SOP akan memudahkan promosi dan
memperkenalkan produk ke pedagang maupun konsumen, memudahkan dalam
mempromosikan petani dan kebun/lahan usaha yang telah menerapkan SOP,
memudahkan identifikasi sentra produksi hortikultura berkualitas. Peneraoan SOP
akan memberikan kemudahan dalam jaminan mutu produk dan pelaku usaha,
sekaligus memudahkan pelacakan (trace back) bila terjadi pengaduan terhadap
produk. Dengan ini juga memudahkan pihak pelaku usaha berintegrasi langsung
dengan produsen, sehingga dapat berdampak pada upaya mengefektifkan rantai
pasokan.
Sosialisasi Standar Operasional Prosedur (SOP)
Penerapan budidaya yang baik (Good Agricultural Practices = GAP) yang
sesuai dengan Standar Operasional Produksi (SOP) sudah merupakan tuntutan
untuk diterapkan oleh pelaku agribisnis. Hal ini dapat dilihat dengan aturan yang
telah diterapkan oleh beberapa negara, seperti Malaysia yang menerapkan SALM,
Thailand yang menerapkan Q-System, Australia yang menerapkan Fresh Care,
dan Eropa yang menerapkan EurepGAP. Di Indonesia, sosialisasi Norma
Budidaya yang Baik (Good Agricultural Practices = GAP) sesuai dengan Standar
Operating Procedure (SOP) sayuran yang telah berhasil dilaksanakan pada tahun
2008 adalah teerdiri atas sayuran 15 kali dilaksanakan di 15 provinsi yang
mencakup 210 kelompok.
(Mujiburrahmad, 2011) dalam penelitiannya mengenai Analisis
Produktivitas Usahatani Tomat Berbasis Agroklimat pada kasus dataran medium
dan dataran tinggi, produktivitas usahatani tomat di dataran tinggi relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah medium. Usahatani secara signifikan
dipengaruhi oleh kondisi kesesuaian agroklimat, kesesuaian lahan, aspek budidaya
dan penggunaan varitas. Pada dataran tinggi faktor dominan untuk menentukan
produktivitas usahatani tomat adalah aspek budidaya dan kesesuaian iklim,
sedangkan pada daerah medium faktor dominan adalah aspek budidaya dan
varitas yang digunakan. Produktivitas usahatani di dapat ditingkatkan dengan
pewilayahan yang sesuai agroklimat, lahan, menggunakan sarana produksi yang
efektif, dan dengan menggunakan varitas unggul yang adaptif, usahatani tomat di
14
dua sentra produksi di atas sangat menguntungkan, akan tetapi keuntungan dari
investasi ini jauh lebih besar di daerah dataran tinggi.
Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Penelitian yang berhubungan dengan perbandingan variabel produksi yang
berbeda selain dianalisis dengan perhitungan pendapatan usahatani dan nilai R/C
Ratio untuk menghitung efektivitas juga dilakukan dengan menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi usahatani untuk menghitung efisiensi.
Anggraeni (2005) menganalisis penggunaan pestisida pada kegiatan usahatani
padi di Desa Porwosari, Bogor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
produksi padi pestisida dan non pestisida di Desa Purwosari adalah luas lahan,
jumlah bibit, dan pupuk KCl. Selain itu Naqias (2012) dalam penelitiannya
mengenai efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani
pada komoditas padi varietas Ciherang menunjukkan bahwa variabel yang
berpengaruh nyata pada produksi padi adalah benih, pupuk urea, pupuk KCl,
pupuk NPK, dan tenaga kerja.
Penelitian ini mengacu pada kedua penelitian terdahulu yang telah
dilakukan Anggreini (2005) dan Naqias (2012), yaitu menggunakan analisis
efektivitas dan efisiensi usahatani dengan menghitung nilai pendapatan usahatani,
nilai R/C ratio, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi melalui metode
Cobb-Douglas. Perbedaan penelitian terlebih dahulu dengan penelitian ini adalah
komoditas yang dianalisis, yakni terletak pada komoditas yang dianalisis. Pada
penelitian terdahulu komoditas yang dianalisis adalah padi, sedangkan pada
penelitian ini komoditas yang dianalisis adalah tomat dengan perbandingan sistem
usahatani tomat yang diterapkan.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Produksi
Produksi merupakan proses transformasi dua input atau lebih menjadi satu
produk atau lebih. Secara umum produksi merupakan upaya untuk menghasilkan
sejumlah produk maksimum dari sejumlah sumberdaya yang tersedia. Produksi
terkait erat dengan jumlah penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah
dan kualitas output yang dihasilkan. Hubungan diantara faktor-faktor produksi
dan tingkat produksi yang diciptakan dinamakan fungsi produksi.Faktor produksi
adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut
mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Diberbagai literatur, faktor
produksi ini dikenal pula dengan istilah input, production factor, dan korbanan
produksi (Soekartawi et al., 2002). Menurut Soekartawi et al. (2002), faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi dapat dibedakan menjadi kelompok, yaitu :
1. Faktor teknis, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat
kesuburannya, bibit, varietas, pupuk dan pestisida.
15
2. Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, resiko ketidakpastian, kelembagaan,
tersedianya kredit dan sebagainya.
Soekartawi et al. (2002) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah
hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan
(X). Hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah
fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis
fungsi produksi. Fungsi produksi dengan njenis input X dan satu output Y secara
sistematis dinyatakan sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3, …, Xn) (1)
Keterangan: Y = output (hasil produksi)
f = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor
produksi dengan hasil produksi
Xi = input-input yang digunakan dalam proses produksi
Soekartawi (1986) menyebutkan bahwa fungsi produsi menggambarkan
hubungan teknis antara input dan output dari proses produksi. Input-input berupa
tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya yang mempengaruhi
besar-kecilnya produksi yang dihasilkan. Dengan begitu produk yang dihasilkan
dari proses produksi dapat diduga dengan mengetahui berapa banyak jumlah input
yang digunakan. Jika Y adalah produk (output) dan Xi
adalah input ke-i, maka
besar kecilnya Y juga bergantung dari besar kecilnya X1, X2, …, Xn yang
digunakan.
Selain itu, fungsi produksi juga dapat menunjukkan output maksimum yang
dapat diproduksi oleh setiap kombinasi input. Hal ini menjelaskan hubungan fisik
antara input dan output maksimum yang dapat diperoleh dengan sejumlah input
tertentu. Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan
hasil yang berkurang (law of diminishing return). Tiap tambahan unit masukan
akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil
dibanding unit tambahan masukan tersebut (Soekartawi et al., 2002). Untuk
mempelajari lebih jauh, dimulai dengan fungsi produksi satu output dan satu input
(ceteris paribus) sebagai berikut:
Y = f (X1 | X2, X3, ..., Xn) (2)
Fungsi produksi satu output dan satu input dapat diketahui dengan
memplotkan data perubahan produksi. Data diplotkan dengan mencatat unit
perubahan produksi yang dihasilkan (output) dari setiap penambahan input. Plot
data disajikan pada Tabel 6.
Tabel 5 Perubahan output dari setiap penambahan input
Y Input X (unit) Output Y (unit)
... .......... ..........
... .......... ..........
16
X3
Y1
Y2
X4
Data yang telah diplotkan akan memberikan gambaran mengenai hubungan
input yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Hubungan input dan output
pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang semakin berkurang (law of
diminishing return). Soekartawi et. al. (2002) menyebutkan bahwa setiap
tambahan unit input akan mengakibatkan penambahan proporsi output yang
semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut. Sifat pertambahan
produksi yang seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin
lambat dan pada akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun.
Hubungan antar faktor produksi (X) dengan jumlah produksi (Y) disajikan pada
Gambar 2.
Peningkatan teknologi serperti penerapan Standar Operasional Prosedur
(SOP) pada usahatani tomat akan menyebabkan pergeseran kurva produksi total
ke kanan atas dari PT menuju PT’. Seperti yang dijelaskan pada Gambar 2,
penerapan teknologi pada penggunaan faktor produksi (input) X1 dan X2 yang
sama mampu meningkatkan produksi (output) yang dihasilkan dari Y1 menuju Y2.
Selain itu, pada tingkat produksi (output) yang sama Y3 dan Y4, peningkatan
teknologi mampu menurunkan faktor produksi (input) yang digunakan. Penurunan
faktor produksi (input), yaitu dari X3 menuju X4. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa peningkatan teknologi mampu meningkatkan output yang
dihasilkan pada penggunaan input yang sama dan mampu menurunkan input yang
digunakan pada jumlah output yang sama.
Kurva produksi total dapat diidentifikasi mengenai dua sifat, yakni
peningkatan produk marjinal (Increasing Marginal Product) dan penurunan
produk marjinal (Decreasing Marginal Product) seperti yang tersaji pada Gambar
3 dan Gambar 4. Increasing Marginal Product memiliki arti bahwa setiap
tambahan input yang sama, akan menghasilkan tambahan output yang besar.
Sedangkan Decreasing Marginal Product mendeskripsikan setiap tambahan input
yang sama, akan menghasilkan tambahan output yang menurun (lebih kecil).
Gambar 2 Kurva Produksi Total (PT)
PT
Input (X)
Output (Y)
PT’
X1 dan X2
Y3 dan Y4
17
Produksi yang dihasilkan pada tingkat input tertentu dapat diduga melalui
persamaan fungsi produksi, yaitu dengan menghitung nilai Produk Marjinal /
Marginal Physical Product (MPP). Soekartawi et. al. (2002) menjelaskan MPP
adalah perubahan produksi (output) berupa penambahan atau pengurangan hasil
yang diakibatkan oleh adanya penambahan unit input. Apabila MPP bernilai
konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit input (X) dapat
menyebabkan tambahan setiap unit output satu satuan (Y) secara proporsional.
Apabila terjadi penambahan suatu penambahan satu-satuan unit input produksi
(X), akan tetapi menyebabkan satu-satuan unit output produksi yang menurun (Y),
maka peristiwa tersebut disebut law of diminishing return yang menyebabkan
MPP menurun. Secara umum, nilai MPP dapat dihitung dengan menurunkan atau
menghitung turunan pertama dari fungsi produksi terhadap variabel Xj. Secara
matematis, kedua rumus MPP disajikan pada Tabel 7.
Tabel 6 Perhitungan Produk Marjinal / Marjinal Physical Product (MPP)
Fungsi produksi Produk marjinal X1 Produk Marjinal X2
Satu variabel (Xj)
Cobb-Douglas
Rata-rata yang dihasilkan dari kegiatan produksi dapat diduga melalui
fungsi produksi, yaitu dengan menghitung nilai Produk Rata-Rata / Average
Physical Product (APP). APP adalah rata-rata perubahan produksi (output) berupa
penambahan atau pengurangan hasil akibat adanya penambahan satu unit input.
Secara matematis, perhitungan APP dirumuskan sebagai berikut:
(3)
Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai
dari persentase perubahan input. Elastisitas produksi dirumuskan sebagai berikut:
Gambar 3 Increasing Marginal Product Gambar 4 Decreasing Marginal Product
PT
Input (X)
Output (Y)
PT
Input (X)
Output (Y)
18
Ep = 1
Ep > 1 Ep < 1
Ep = 0
Soekartawi (2002) menyimpulkan, berdasarkan elastisitas produksi fungsi
produksi dibagi atas tiga daerah yang tersaji pada Gambar 5, yaitu:
1. Daerah produksi I (daerah irrasional) dengan Ep lebih dari satu (Ep > 1),
merupakan produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan
input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu
lebih besar dari satu persen. PT dalam keadaan menaik pada tahap increasing
rate dan PR akan meningkat. Pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang
maksimum, karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian
input variabel dinaikkan. Pada daerah I elastisitas produksi bernilai elastis,
artinya besarnya persentase perubahan kuantitas produksi lebih besar dari
persentase perubahan penggunaan faktor produksi (input).
2. Daerah produksi II (daerah rasional) dengan Ep antara I dan 0 (0 < Ep < 1),
artinya penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan
produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen.
PT akan meningkat pada tahap decreasing rate. Pada tingkat penggunaan
faktor produksi tertentu akan mencapai keuntungan maksimum. Pada daerah II
elastisitas produksi bernilai inelastis, artinya perubahan produksi yang
dihasilkan terkadang tanggap terhadap perubahan penggunaan faktor prosuksi
(input) dalam kisaran nilai yang tidak besar.
3. Daerah produksi III (daerah irrasional) dengan Ep kurang dari nol (Ep < 0),
artinya setiap penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan
jumlah produksi total. PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif,
dan PR akan menurun. Apabila terus meningkatkan input produksi, maka akan
tetap merugikan bagi petani yang berproduksi. Pada daerah ini elastisitas
produksi bernilai inelastis.
PT
I
II
III
dY/dX
Output (Y)
Input (X)
A
PP
MPP Input (X)
Gambar 5 Kurva Produksi Total (PT), Produk Marjinal / Marjinal Physical
Product (MPP), Produk Rata-Rata / Average Physical Product (APP)
19
Soekartawi (2002) menyebutkan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas
memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat menyelesaikan persamaan yang
mempunyai lebih dari tiga variabel input, perhitungannya sederhana karena dapat
dibuat linier, dan dari hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing
faktor produksi mencerminkan skala usaha produksi yang berlangsung. Fungsi
produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan
dua variabel atau lebih. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y)
dan variabel lainnya yang bersifat menjelaskan disebut variabel independen (X).
Menurut Soekartawi (2002), ada tiga alasan pokok mengguanakan fungsi produksi
Cobb-Douglas, yaitu :
1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan
dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah diubah ke
dalam bentuk linier
2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas
3. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan return to scale. Hal ini
perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah
mengikuti kaidah decreasing, constant, atau increasing return to scale.
Analisis Pendapatan Usahatani
Usahatani merupakan salah satu aktivitas bisnis dengan mengelola
sumberdaya yang tersedia untuk memperoleh keuntungan maksimum.
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan,
mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya
dengan sebaik-baiknya dan mampu menghasilkan produksi pertanian sebagaimana
yang diharapkan. Dalam kegiatan usahatani tersebut tidak lepas dari perhitungan
untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh. Pendapatan yang diperoleh
merupakan balas jasa dari kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan
selama jangka waktu tertentu.
Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik
faktor produksi. Secara umum, pendapatan dijadikan sebagai tolak ukur apakah
kegiatan usaha yang dilakukan berhasil atau gagal. Pendapatan juga merupakan
opportunity cost dari setiap penggunaan faktor produksi yang digunakan.
Pendapatan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (keluarga petani)
dan kebutuhan kegiatan usahatani selanjutnya. Pendapatan usahatani dipengaruhi
oleh faktor eksternal dan faktor internal usahatani yang disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani
No. Faktor eksternal Faktor internal
1 Sarana transportasi Kesuburan lahan
2 Sistem tataniaga Luas lahan dan status penguasaan lahan
3 Penemuan teknologi baru Ketersediaan tenaga kerja keluarga dan modal
usahatani
4 Fasilitas irigasi Tingkat pengetahuan serta keterampilan petani
dan tenaga kerja
5 Tingkat harga output dan input Efisiensi penggunaan input
6 Ketersediaan lembaga perkreditan Lokasi tanaman dan pola tanam
7 Kebijaksanaan pemerintah Cara pemasaran output
8 Fragmentasi lahan
20
Terdapat dua komponen pendapatan usahatani, yaitu penerimaan usahatani
dan pengeluaran usahatani. Penerimaan usahatani terdiri dari nilai produk yang
dijual, produk yang dikonsumsi, maupun produk yang digunakan untuk keperluan
lain, serta kenaikan nilai inventoris. Sedangkan pengeluaran usahatani terdiri dari
biaya tunai, biaya yang diperhitungkan, penurunan nilai inventaris, dan bunga
modal.
1. Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani merupakan nilai produk total usahatani yang
diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani dibagi menjadi
penerimaan tunai usahatani dari hasil penjualan produk usahatani, penerimaan
yang diperhitungkan dari produksi yang tidak dijual secara tunai, serta penerimaan
total usahatani yang diperoleh dari penerimaan tunai dan penerimaan yang
diperhitungkan.Secara umum, besaran penerimaan dituliskan dengan rumus
berikut:
(5)
Keterangan : TR = total penerimaan (Rp)
Py = harga output (Rp/unit)
Y = jumlah output yang dihasilkan (unit)
2. Pengeluaran Usahatani
Pengeluaran usahatani meliputi pengeluaran tunai, pengeluaran yang
diperhitungkan, dan pengeluaran total. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah
uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.
Pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja
dengan memperhitungkan bunga modal, nilai kerja keluarga petani, dan
penurunan nilai inventaris. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua
masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi.Secara umum
pengeluaran dirumuskan sebagai berikut:
(6)
Keterangan : TC = total pengeluaran (Rp)
Px = harga input (Rp/unit)
X = input yang digunakan (unit)
3. Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani merupakan jumlah seluruh uang yang akan diterima
oleh seseorang petani atau rumah tangga petani selama jangka waktu tertentu dari
hasil kegiatan produksi yang dilakukannya.Pendapatan dapat diperoleh dari selisih
antara penerimaan dan biaya. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut:
π = TR – TC (7)
Keterangan: π = pendapatan (Rp/musim tanam)
TR = total penerimaan (Rp/musim tanam)
TC = total biaya (Rp/musim tanam)
21
Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi
karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari kegiatan
investasi yang berlebihan. Oleh karena itu, analisis pendapatan usahatani harus
selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi usahatani. Ukuran efisiensi pendapatan
usahatani dapat dihitung melalui perbandingan penerimaan dengan biaya yang
dikeluarkan (R/C Ratio) yang menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang
akan diterima untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi.
Dengan kata lain nilai R/C Ratio digunakan untuk mengukur efisiensi output-
input. Secara umum, perhitungan R/C Ratio dapat dilakukan berdasarkan rumus
berikut:
(8)
Perhitungan R/C Ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan
biaya. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C lebih besar
dari satu. Sebaliknya, apabila nilai R/C kurang dari satu, maka usahatani
dikatakan rugi. Namun, bila nilai R/C menghasilkan nilai sama dengan satu, maka
usahatani tidak untung maupun tidak rugi atau mencapai titik impas yang biasa
disebut Break Even Point (Soekartawi et al., 2002).
Konsep Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat
Standar Operasional Prosedur (SOP) pada dasarnya adalah suatu pedoman
yang memuat tentang prosedur-prosedur operasional standar yang ada dalam suatu
kegiatan yang digunakan untuk memastikan bahwa seluruh keputusan dan
tindakan, serta penggunaan fasilitas proses yang dilakukan berjalan secara efektif,
efisien, dan konsisten. Dengan adanya sistem manual SOP, diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja yang dilakukan. Direktorat Jenderal
Hortikultura menetapkan target yang akan dicapai dalam kerangka penerapan
Standar Operasional Prosedur. Target tersebut adalah tercapainya produksi
optimal dengan budidaya di lapangan, mutu produksi yang sesuai dengan standar
mutu yang telah ditetapkan (SNI 01-3162-1992 dan Draft Standar Codex) dan
meningkatnya eskpor buah tomat.
Target produksi yang akan dicapai adalah 25 ton/ha dengan target:
a. Ukuran buah yang dihasilkan seragam
b. Kesamaan sifat varietas seragam
c. Keseragaman tingkat kematangan buah (60-90 persen masak)
d. Utuh, bebas dari bercak, tidak memar, tidak pecah, busuk, terbelah atau
terkelupas
e. Berat yang dihasilkan rata-rata 30 persen besar (> 150 gram/buah), 35 persen
sedang (100-150 gram/buah), dan 35 persen kecil (< 100 gram/buah).
f. Menurut jenis dan mutunya, tomat segar digolongkan menjadi dua jenis mutu
yaitu Mutu I dan Mutu II dengan spesifikasi persyaratan yang disajikan pada
Tabel 9.
22
Tabel 8 Spesifikasi persyaratan mutu tomat segar
No. Jenis uji Satuan Persyaratan
Mutu I Mutu II
1. Kesamaan sifat dan
varietas
- Seragam Seragam
2. Tingkat ketuaan - Tua, tetapi tidak terlalu
matang dan tidak lunak
Tua, tetapi tidak
terlalu matang dan
tidak lunak
3. Ukuran - Seragam Seragam
4. Kotoran - Tidak ada Tidak ada
5. Kerusakan (jumlah) persen Maksimal 5 Maksimal 10
6. Busuk (jumlah) persen Maksimal 1 Maksimal 1
Catatan : - Dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan atau cacat oleh sebab fisiologis,
mekanis, dan lain-lain yang terlihat pada permukaan buah.
- Dinyatakan busuk apabila mengalami pembususkan akibat kerusakan biologis.
Sumber : Draft Standar Codex (p184-1993)
Kegiatan budidaya yang sesuasi dengan Standar Operasional prosedur
(SOP) yang telah ditetapkan oleh Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran
dan Tanaman Obat adalah sebagai berikut:
1. Penyediaan Benih
Penyediaan benih merupakan rangkaian kegiatan menyediakan benih tomat
bermutu dari varietas unggul dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang
tepat. Pengadaan benih tomat dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan cara
membeli bibit yang sudah siap tanam atau dengan membuat benih sendiri. Apabila
pengadaan bibit dengan cara membeli, hendaknya membeli pada toko pertanian
yang terpercaya menyediakan benih-benih yang bermutu baik dan telah
bersertifikat (Cahyono, 1998).
Penyediaan benih bermutu varietas unggul harus sesuai dengan kebutuhan
dan waktu tanam. Benih yang dipilih sebaiknya sehat, mempunyai daya adaptasi
yang baik, dan terjamin bebas dari hama dan penyakit sehingga tanaman dapat
tumbuh dan berproduksi optimal. Alat dan bahan yang akan digunakan adalah
benih sebagai bahan tanam, tanah sebagai media tanam/semai, pupuk kandang
untuk menambah bahan organik dan unsur hara yang diperlukan tanaman,
polybag/baki persemaian untuk wadah media tanam/semai, bambu dan plastik
transparan sebagai naungan tempat pembibitan, pestisida untuk mencegah dan
mengendalikan serangan hama dan penyakit, pupuk daun untuk menambah unsur
hara, serta pisau/gunting untuk memotong polybag. Prosedur pelaksanaan yang
dilakukan adalah:
a. Pemilihan benih
1) Varietas hibrida atau varietas yang sudah dilepas oleh Menteri Pertanian
sehingga benih yang dipilih merupakan benih yang jelas varietasnya (tepat
jenis) dengan potensi sesuai dengan karakteristik varietas tersebut.
2) Varietas yang dipilih harus memiliki pasar yang jelas dan memiliki daya
adaptasi yang tinggi dengan agroklimat setempat.
3) Varietas benih harus memiliki jaminan mutu dan produk (label/sertifikat)
harus dicatat dan disimpan serta tidak kadaluarsa.
23
b. Mutu benih
Benih tomat yang diberikan harus sehat, tidak menurun vigornya, atau
diserang oleh hama atau penyakit penting. Kualitas benih yang dikirim tidak boleh
dibawah standar sertifikasi benih atau pemasaran, khususnya kemampuan
perkecambahan dan kadar air.Mutu benih yang dipilih harus memiliki tingkat
kemurnian > 95 persen, memiliki viabilitas (daya kecambah dan vigor) tinggi,
kadar air rendah (maksimal 10 persen), bebas kotoran (biji dan jenis lain), sehat
dan tidak cacat, serta bebas Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
c. Pembibitan
Kegiatan pembibitan meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Media tanam
Media tanam yang digunakan adalah campuran dari tanah dan pupuk
kandang dengan perbandingan 1:1 yang disterilisasi. Media dimasukkan ke
dalam polybag/baki persemaian. Sedangkan kegiatan penyemaian benih,
dilakukan dengan tahapan berikut:
2) Penyemaian benih
a) Benih diberi perlakuan (direndam air hangat atau pestisida)
b) Benih ditiriskan dan diletakkan di atas kertas koran sampai berkecambah.
c) Siram media semai dengan air sebelum dilakukan penyemaian.
d) Tanam benih tomat satu persatu ke dalam polybag/baki persemaian.
e) Polybag/baki persemaian diletakkan di dalam rak atau bedengan.
f) Pembibitan (rak atau bedengan) sebaiknya berada di tempat terbuka dan
sirkulasi udaranya baik.
3) Rak atau bedengan
Rak atau bedengan dibuat dari rangka bambu yang panjangnya disesuaikan
dengan kebutuhan bibit. Bagian atas rak atau bedengan dinaungi dengan plastik
bening.
4) Pemeliharaan bibit
Persemaian disiram untuk menjaga media agar selalu lembab meskipun
tidak terlalu basah (becek). Pembersihan gulma dilakukan secara manual.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila serangan sudah melewati
ambang batas toleransi. Untuk menjaga kesuburan bibit, perlu diberi pupuk daun
pada saat semaian berumur 10 hari. Setelah itu, bibit dari persemaian siap
dipindah ke lahan setelah berumur 15-20 hari atau empat hingga lima helai daun
sudah tumbuh.
5) Penanaman
Sebelum penanaman, lakukan penyeleksian bibit. Bibit yang cacat, rusak,
dan terserang hama penyakit sebaiknya tidak ditanam. Penanaman bibit di lahan
sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari pada bedengan yang sehari
sebelumnya telah disiram.
2. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan ialah kegiatan memperbaiki struktur tanah sehingga tanah
menjadi gembur, aerasi dan drainae menjadi lebih baik yang meliputi pembersihan
lahan, pencangkulan, dan pembuatan bedengan. Pengolahan lahan perlu dilakukan
dengan baik agar pertumbuhan tanaman optimal. Untuk menghasilkan produksi
yang maksimal, salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah pola tanam.
Pelaksanaan pola tanam harus diperhatikan untuk menjaga produktivitas lahan,
sehingga dapat meningkatkan penerimaan petani.
24
Alat dan bahan yang digunakan adalah bambu/golok/pisau/palu besar
sebagai bahan dan alat pembuat ajir dan pasak penjepit mulsa, kertas/alat
tulis/penggaris sebagai alat tulis dalam pembuatan desain kebun,
cangkul/sekop/garpu sebagai alat dalam proses pengolahan tanah (membersihkan
sisa-sis perkaran tanaman, menggemburkan, menghaluskan/meratakan, dan
membuat gulugan/bedengan), mulsa plastik untuk menutup permukaan atas
bedengan (untuk merangsang perkembangan akar, mempertahankan struktur,
mempertahankan suhu dan kelembaban tanah, mencegah erosi tanah, menekan
pertumbuhan gulma, meningkatkan proses fotosintesa, dan mengurangi
penguapan air dan pupuk), pelubang mulsa plastik berdiameter 10 cm yang
dipanakan untuk membuat lubang tanam pada mulsa plastik berdasarkan jarak
tanam yang ditentukan, tali rafia sebagai pengikat ajir dan batang, pupuk kandang
(domba) untuk memperbaiki sifat fisik tanah serta menambah bahan organik dan
unsur hara yang diperlukan tanaman, dolomit/kapur pertanianuntuk meningkatkan
pH tanah yang diberikan satu bulan sebelum tanam, pupuk anorganik (Urea, ZA,
SP-36, dan KCL) untuk pupuk tunggal dan NPK untuk pupuk majemuk. Prosedur
pelaksanaan yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemetaan dan pengukuran luas kebun.
b. Perencanaan denah lokasi kebun, antara lain menentukan lokasi
pengairan/irigasi, bak penampung air, jalan masuk dan keluar kebun, empat
pengumpulan buah/hasil panen.
c. Pembabatan dan pendongkelan akar pada lahan bersemak belukar.
d. Pemotongan pohon menjadi bagian-bagian kecil untuk memudahkan
pengangkutan dan pembersihan lahan dari lokasi.
e. Pembersihan lahan dari sisa tanaman dan sampah.
3. Persiapan Tanaman
Persiapan tanaman dimulai dengan pemilihan varietas benih tomat yang
paling umum digunakan di daerah setempat, karena telah terbukti bahwa varietas
tersebut cocok untuk dibudidayakan di lokasi tersebut. (Puspitasari, 2006) dalam
penelitiannya mengidentifikasi dan mengukur tingkat komersialisasi benih tomat
varietas unggul di Bogor menyebutkan bahwa daya simpan buah dan bentuk buah
merupakan faktor paling menjadi alasan bagi petani dalam memilih suatu varietas
tomat. Selanjutnya faktor yang menjadi pertimbangan adalah faktor produktivitas
dan ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Setelah ditentukan varietas benih yang akan dibudidayakan, perlu dilakukan
persiapan persemaian dengan membuat bedengan sepanjang 1.5 m2 yang dinaungi
atap plastik atau rumbia dengan posisi mengahadap ke Timur di lahan tersiolasi
yang tidak terlalu jauh dari lahan yang akan ditanami tomat (Setiawati, 2001).
Setelah lahan siap, kegiatan penyemaian benih dapat dilakukan. Media semaian
dapat mengunakan lapisan tanah bawah yang dicampur dengan pupuk kandang
dengan perbandingan 1 : 1 dengan tanah yang sebelumnya disterilkan dengan uap
air mendidih selama dua jam. Benih kemudian disebar secara merata dan ditutup
selama dua hingga tiga hari. Setelah berumur tujuh hingga delapan hari, bibit
diletakkan di dalam bedengan persemaian (Setiawati, 2001). Tahap selanjutnya
adalah melakukan pemeliharaan tanaman di persemaian.
4. Penanaman
Penanaman merupakan rangkaian kegiatan memindahkan bibit dari tempat
penyemaian ke lahan atau areal penanaman hingga tanaman berdiri tegak dan siap
25
tumbuh di lapangan. Penanaman dilakukan untuk menjamin bibit yang ditanam
tumbuh optimal. Bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah air
untuk menyiram tanah sehingga kondisi tanah lembab dan mengurangi tingkat
kelayuan, bibit tomat sebagai bahan yang akan ditanam pada lubang tanam, serta
ember dan gayung untuk mengambil dan menyiram air ke tanaman. Prosedur
pelaksanaan yang dapat dijadikan pedoman adalah sebagai berikut:
a. Lakukan penanaman pada sore hari agar benih tidak layu akibat panasnya
cahaya matahari.
b. Periksa kondisi lubang tanam dan hitung jumlah benih yang akan ditanam.
c. Benih diangkut ke lokasi penanaman.
d. Perkirakan jumlah pekerja yang dibutuhkan (7-10 HOK/hektar).
e. Berikan pengarahan kepada pekerja sebelum penanaman dimulai.
f. Buka polybag dengan cara menggunting terlebih dahulu bagian bawah setelah
itu bagian samping secara hati-hati agar tanah tidak pecah dan perakaran tidak
rusak/terpotong. Sebaiknya benih disiram terlebih dahulu agar tanah tidak
pecah.
g. Benih yang akan ditanam diperiksa terlebih dahulu. Batang benih harus
tumbuh lurus, perakarannya banyak, dan pertumbuhannya normal.
h. Benih ditanam di bedengan pada mulsa yang telah dilubangi supaya bibit
tidak busuk, tanam bibit sebatas leher akar atau pada pangkal batang tanpa
mengikutsertakan batangnya.
i. Waktu menanam usahakan daun tomat tidak menyentuh mulsa plastik agar
tanaman tidak terbakar panas yang disebabkan oleh mulsa plastik.
j. Hindari rongga di sekitar lubang tanam agar tanaman tidak mati karena
akarnya kepanasan.
k. Setelah penanaman dilakukan, siram tanaman tomat dan catat dengan baik.
5. Pemasangan Ajir
Pemasangan ajir merupakan kegiatan memasang ajir dekat pertanaman
tomat di lapangan. Pemasangan ajir bertujuan membantu tanaman tumbuh tegak,
mengurangi kerusakan fisik tanaman yang disebabkan beban buah dan tiupan
angin, memperbaiki pertumbuhan daun dan tunas, serta mempermudah
pemeliharaan seperti penyiangan, penyemprotan pestisida, dan pemupukan. Alat
dan bahan yang perlu disiapkan meliputi bambu sebagai bahan pembuat ajir,
golok/pisau untuk membuat ajir dengan panjang sesuai kebutuhan, tali rafia untuk
mengikat ajir, dan gerobak dorong untuk mengangkut ajir dan sisa kotoran saat
pemasangan ajir. Prosedur pelaksanaan yang perlu dilakukan ialah :
a. Pemberian ajir sebaiknya dilakukan seawal mungkin atau setelah tanaman
berumur kurang lebih tiga minggu setelah tanaman di lapangan.
b. Ajir dibuat dari bambu menggunakan golok/pisau dengan panjang 100 cm
untuk tomat yang ditanam di dataran rendah atau panjang 225 cm untuk tomat
yang ditanam di dataran tinggi.
c. Ajir dipasang dengan 10 cm dari tanaman tomat dengan bagian ajir yang
masuk ke dalam tanah sekurang-kurangnya sedalam 20 cm.
d. Ikat tanaman tomat dengan menggunakan tali rafia pada ajir secara berkala
mengikuti pertumbuhan tanaman.
6. Pemangkasan
Pemangkasan merupakan rangkaian kegiatan membuang tunas air atau tunas
samping yang tidak produktif dalam rangka pembentukan tanaman. Pemangkasan
26
perlu dilakukan secara rutin dengan tujuan untuk membentuk kerangka dasar
tanaman agar mendukung tanaman sehingga meningkatkan hasil atau mempunyai
produktivitas tinggi dan memperlancar sinar matahari yang masuk ke tanaman
serta mengurangi risiko menularnya hama dan penyakit. Bahan dan alat yang
digunakan meliputi gunting perkakas untuk memotong tunas air atau tunas
samping, daun tua, daun yang terserang penyakit, dan buah yang cacat/rusak atau
terserang hama dan penyakit serta gerobak dorong untuk mengangkut atau
membuang sisa-sisa tanaman hasil pemangkasan. Prosedur pemangkasan yang
dilakukan adalah:
a. Waktu pemangkasan sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena tanaman
masih banyak mengandung air sehingga mudah dipatahkan.
b. Pemangkasan tunas air atau samping dilakukan untuk tanaman tomat yang
biasa ditanam di dataran tinggi.
c. Pemangkasan dilakukan pada daun tua atau daun yang terserang hama dan
penyakit, sedangkan untuk pemangkasan buah dilakukan pada buah yang
cacat, rusak, atau terkena hama dan penyakit.
d. Tanaman hasil pemangkasan dimusnahkan dengan dibakar atau ditimbun
untuk mengurangi risiko penularan hama dan penyakit.
7. Pengairan
Pengairan adalah kegiatan memberikan air sesuai kebutuhan tanaman pada
daerah perakaran tanaman dengan air yang memenuhi standar pada waktu, cara,
dan jumlah yang tepat. Pengairan dilakukan untuk menjamin kebutuhan air bagi
tanaman untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan ssehingga
pertumbuhan dan proses produksinya berjalan optimal. Alat dan bahan yang
diperlukan adalah air sebagai bahan untuk menyiram tanaman, pompa air
digunakan untuk menaikkan air (apabila sumber air lebih rendah dari
pertanaman), selang plastik untuk menyalurkan air (apabila sumber air lebih
rendah dari pertanaman), dan gembor untuk menyiram tanaman (apabila jumlah
air tidak mencukupi untuk menggenangi bedengan). Prosedur pelaksanaan
penyiraman yaitu :
a. Tanaman tomat membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan
dan perkembangannya. Semakin sering frekuensi pemberian air, maka
semakin baik pula kualitas yang dihasilkan. Frekuensi pemberian air dua hari
sekali menunjukkan rata-rata sifat fisik buah tomat yang paling baik.
b. Penyiraman perlu dilakukan secara rutin terutama pada fase awal
pertumbuhan. Penyiraman selanjutnya bergantung pada cuaca dan perlu
dijaga agar tanah jangan sampai kekeringan.
c. Penyiraman dapat dilakukan dengan menggunakan selang yang dimasukkan
ke dalam mulsa plastik atau menggunakan irigasi tetes.
d. Pada musim hujan, sistem pembuangan perlu diatur dengan baik agar aliran
air lancar sehingga akar tomat tidak tergenang air terlalu lama. Akar atau
bedengan yang sering terendam air menyebabkan kelembaban tinggi,
sehingga akan mengundang penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan
cendawan.
e. Setiap kegiatan pengairan yang dilaksanakan harus tercatat dengan baik.
8. Pemupukan
Pemupukan adalah kegiatan penambahan unsur hara ke dalam tanah apabila
kandungan unsur hara dalam tanah tidak mencukupi untuk mendukung
27
Sumber : Teknologi Produksi Tomat, Balai Penelitian Tanaman Sayuran
pertumbuhan tanaman secara maksimum. Pemupukan dilakukan dengan tujuan
mempertahankan status hara tanah untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman
untuk menjamin pertumbuhan tanaman secara optimal dan menghasilkan produksi
mutu yang baik. Alat dan bahan yang digunakan adalah cangkul untuk menggali
tanah, ember/gayung sebagai tempat/wadah air, beko dan sorong yang digunakan
untuk mengangkut bahan dan alat ke lokasi pemupukan, pupuk kandang/organik
dan pupuk buatan/anorganik (unsur N, P, K, dan NPK 15-15-15 sebanyak 0.1-0.2
persen) sebagai unsur tambahan hara/nutrisi yang dibutuhkan tanaman, pupuk
daun untuk mengatasi kekurangan jumlah unsur hara mikro yang diperlukan
tanaman, serta dolomit untuk memperbaiki ketidakseimbangan unsur hara yang
dapat diambil tanaman, meningkatkan Ca dan Mg di dalam tanah serta
memperbaiki pertumbuhan tanaman. Prosedur pelaksanaan yang dapat dilakukan
adalah:
a. Menghitung dan menyediakan jumlah pupuk berdasarkan dosis yang telah
ditentukan berdasrkan hasil analisis tanah dan daun
b. Sumber pupuk Nitrogen yang paling baik adalah pupuk yang berasal dari ½
Urea + ½ ZA, sumber Fosfor berasal dari KCL, ZK atau Kamas (K2MgSO4)
c. Waktu aplikasi pupuk Nitrogen dan Kalium sebaiknya dilakukan dua kali
pemberian. Pemberian awal dilakukan pada saat tanam, pemberian
selanjutnya diberikan pada waktu 30 hari setelah tanam. Hal itu perlu
diperhatikan karena Nitrogen dan Kalium bersifat mobil, sehingga perlu
dilakukan untuk menghindari terjadinya pencucian pada musim penghujan
d. Aplikasi pupuk SP-36 diberikan sekaligus pada saat tanam
e. Tanah di dataran rendah didominasi oleh tanah yang memiliki pH rendah,
yaitu kurang dari lima. Sehingga perlu dilakukan beberapa cara untuk
menstabilkan pH tanah di lokasi tanam. Pengapuran dengan Dolomit dapat
membantu meningkatkan pH tanah agar pH tanah menjadi netral dan stabil.
Dosis pemupukan tomat yang tepat disesuaikan dengan lokasi usahatani,
pedoman perkiraan dosis pemupukan, seperti yangtersaji pada Tabel 10.
Tabel 9 Pedoman perkiraan dosis pemupukan tomat berdasarkan lokasi tanam
Jenis pekerjaan Lokasi
Dataran tinggi Dataran rendah
Pemupukan
a. Kapur Dolomit (t/Ha) 1.5 4.0
b. Pupuk kandang – domba (t/Ha) 30 30
c. Pupuk buatan
- N (kg/Ha)
- P2O5 (kg/Ha)
- K2O (kg/Ha)
NPK 15-15-15 (kg/Ha)
100
100
50
MH, 1000-1200
MK, 600
90-135
100-135
50-500
-
-
d. Pupuk Daun Massmikro Massmikro
f. Pemberian pupuk daun disemprotkan setiap dua minggu sekali dimulai
tanaman berumur tiga hingga tujuh minggu, hingga dapat meningkatkan hasil
buah tomat.
28
g. Agar pupuk lebih cepat bereaksi, sebaiknya sebelum dan sesudah pemberian
pupuk, tanaman disiram dengan air hingga mendapatkan kapasitas lapang
h. Setiap kegiatan pemupukan yang dilaksakan harus tercatat.
9. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
Proses budidaya tanaman tak luput dari Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT) yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak semestinya.
Pertumbuhan tanaman yang terhambat, tentunya akan berdampak kepada
produktivitas yang akan dihasilkan. Sehingga perlu dilakukan Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) untuk meminimalisir risiko kerugian yang mungkin terjadi.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan kegiatan
untuk mengendalikan hama dan penyakit agar tanaman tumbuh optimal dan
secara ekonomis tidak merugikan. Tujuan dilakukannya pengendalian OPT adalah
untuk menghindari kerugian ekonomi berupa kehilangan hasil (kuantitas) dan
penurunan mutu (kualitas) produk serta untuk menjaga kesehatan tanaman dan
kelestarian lingkungan hidup. Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini
serta fungsinya akan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 10 Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan pengendalian OPT
Alat Fungsi Bahan Fungsi
Hand sprayer,
power sprayer
(alat aplikator)
Mengaplikasikan
pestisda pada
tanaman
Pestisida (insektisida,
fungisida, dan
herbisida) yang
terdaftar dan
diizinkan sesuai
dengan Daftar
Pestisida dan
Kehutanan
Mengendalikan OPT
serta menurunkan
populasi dan intensitas
serangan OPT
Ember Mencampur
pestisida dan air
Air Bahan pencampur
pestisida dan bahan
pembersih
Pengaduk Mengaduk pestisida
dan air
Minyak tanah Membakar sisa-sisa
atau bagian tanaman
yang terserang OPT
Takaran (skala ml
dan liter)
Menakar pestisida
dan air
Deterjen Mencuci alat aplikator,
mengendalikan hama
dan penyakit tertentu
dan pencampur
pestisida nabati
Kuas, pisau,
gunting pangkas,
gergaji
Membersihkan dan
menangkas bagian
tanaman yang
terserang OPT
Formalin 4-8 persen,
Alkohol 70 persen,
Kloroks satu persen
(Bayelin), dan lysol
Mensucihamakan
(desinfektan) alat-alat
pertanian (pisau,
gunting pangkas, dan
gergaji)
Alat/sarana
pelindung
Melindungi bagian
tubuh dari cemaran
bahan kimiawi
Sumber : Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat (2011)
Prosedur pelaksanaan OPT dilakukan dengan pengamatan secara berkala
(setiap minggu) dengan mengambil contoh untuk mengetahui jenis hama dan
29
populasinya. Selanjutnya kenali dan identifikasi gejala serangan, jenis OPT, dan
musuh alaminya. Setelah itu perkirakan OPT yang perlu diwaspadai dan
dikendalikan, baik dalam bentuk hama maupun penyakit. Penggunaan fungisida
sistemik maksimal digunakan tiga kali setiap musim untuk mencegah resistensi
penyakit busuk daun terhadap fungisida. Bila sangat diperlukan, penyemprotan
keempat menggunakan fungisida sistemik dapat digunakan sebagai senjata
pamungkas. Dosis penggunaan pestisida disesuaikan dengan rekomendasi yang
tertera pada label kemasan. Jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman
tomat serta gejala serangan dan pengendalian yang dapat dilakukan disajikan pada
Lampiran 6 dan 7.
10. Panen
Kegiatan panen dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh buah dengan
tingkat kematangan dan mutu yang sesuai dengan permintaan pasar. Alat dan
bahan yang diperlukan dalam kegiatan panen adalah keranjang plastik atau ember
yang berfungsi sebagai wadah hasil panen, gunting atau pisau yang digunakan
untuk mengangkut buah dari lahan, gerobak untuk mengangkut buah dari lahan,
gudang sebagai tempat penyimpanan buah. Untuk memperoleh buah dengan
tingkat kematangan sesuai dengan permintaan pasar, prosedur pelaksanaan yang
perlu dilakukan adalah:
a. Penyemprotan pestisida sudah dihentikan paling tidak satu hingga dua minggu
sebelum panen.
b. Tanaman tomat pertama kali siap dipanen pada umur 75 hari setelah pindah
tanam ke lapang atau 90 hari sejak semai bergantung pada varietas, panen
selanjutnya dapat dilakukan 3-5 hari sekali hingga buah habis. Buah yang akan
dipasarkan jarak dekatdapat dipanen pada tingkat kematangan 90 persen, yaitu
ketika buah berwarna kuning kemerahan. Sedangkan untuk pemasaran jarak
jauh, sebaiknya buah dipanen pada tingkat kematangan 75 persen atau 3-7 hari
sebelum berwarna merah. Sementaera buah yang akan langsung dikonsumsi
atau diproses, buah tomat dipetik pada saat buah berwarna merah atau pada
kematangan penuh.
c. Cara panen dengan dipetik dan menyertakan tangkai buahnya, selain
menggunakan tangan pemetikan dapat menggunakan pisau atau gunting.
Kerangka Pemikiran Operasional
Analisis usahatani tomat dimulai dari potensi dan peluang usahatani tomat
yang mendorong petani untuk mengambil peluang tersebut dengan meningkatkan
produksi tomat. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas, kontinensi, kuantitas, dan kontinuitas produksi tomat yaitu dengan
penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan Good Agricultural
Practice (GAP) budidaya tomat.
Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) usahatani tomat dibuat
dengan tujuan meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produksi
tomat yang dihasilkan. Namun penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP)
menuntut pelaku usaha untuk menggunakan faktor-faktor produksi tepat guna
yang berkualitas, seperti pupuk bersertifikasi, benih bersertifikasi, dan tenaga
kerja berkualitas. Penggunaan faktor-faktor produksi berkualitas pada umumnya
30
memiliki pengorbanan, yaitu peningkatan biaya operasional. Secara ekonomi,
peningkatan biaya operasional dapat mengurangi pendapatan pelaku usaha.
Sehingga penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) belum terbukti secara
efektif dan efisien mampu meningkatkan pendapatan petani.
Pendapatan dapat dijadikan sebagai acuan sejauh mana balas jasa yang
dihasilkan dari penggunaan faktor-faktor produksi pada kegiatan usahatani yang
dilakukan. Pendapatan juga sering dijadikan sebagai indikator kesejahteraan
petani. Pada penelitian ini, metode yang digunakan yaitu pengukuran efisiensi
usahatani tomat, efektivitas usahatani tomat, serta keberhasilan usahatani tomat
dari kedua metode usahatani tomat, yaitu usahatani tomat berbasis Standar
Operasional Prosedur (SOP) dan usahatani tomat konvensional.
Efisiensi usahatani tomat diidentifikasi dengan perhitungan dan
perbandingan nilai R/C rasio dari kedua metode usahatani. nilai R/C rasio yang
dibandingkan adalah nilai R/C rasio tunai dan R/C rasio total. Semakin besar nilai
R/C rasio menunjukkan bahwa usahatani tersebut semakin efieisen untuk
dilaksanakan. Efektivitas faktor produksi usahatani tomat diidentifikasi melalui
faktor produksi yang digunakan dengan fungsi produksi Cobb-Douglas. Tahap
identifikasi ini dimulai dari pengumpulan data yang dilanjutkan dengan evaluasi
model dugaan untuk mengetahui variabel apa yang berpengaruh secara efektif
dalam keberhasilan produksi tomat, yang berakhir pada interpretasi data untuk
mengetahui seberapa besar penambahan produksi yang dihasilkan dari hasil
peningkatan variabel input. Sedangkan tolak ukur keberhasilan usahatani dapat
diketahui dengan mengidentifkasi pengaruh penerapan Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang dilakukan petani melalui analisis pendapatan usahatani.
Analisis pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan yang
dihasilkan dan biaya yang dikeluarkan dari kedua metode usahatani tomat.
Semakin besar nilai pendapatan usahatani yang diperoleh pelaku usahatani, maka
menunjukkanbahwa metode usahatani yang dilakukan tersebut semakin berhasil.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai usahatani tomat berbasis Standar
Operasional Prosedur (SOP) dengan usahatani tomat konvensional dan dapat
dijadikan rekomendasi dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Serangkaian
pemikiran operasional disajikan pada Gambar 6.
_________Peluang dan potensi________
Potensi alam
Pertumbuhan penduduk, perekonomian,
pendapatan, pendidikan, sektor industri dan
pariwisata peningkatan konsumsi tomat
_____________Tantangan__________
Persaingan kualitas dan kontinensi serta
kuantitas dan kontinuitas
Fluktuasi produksi
Peningkatan produksi tomat melalui penerapan Standar Operasional
Prosedur (SOP)
Biaya produksi
meningkat
Produksi tomat
meningkat
Tolak ukur
keberhasilan usahatani
Fungsi Produksi Cobb-
Douglass
Analisis R/C Ratio
Identifikasi faktor pengaruh
produksi tomat
Perbandingan sistem
usahatani tomat
Analisis Pendapatan
Usahatani Identifikasi pengaruh
penerapan SOP
Rekomendasi untuk meningkatkan produksi tomat &
pendapatan usahatani tomat
Pendapatan dan kesejahteraan petani ?
Efisiensi usahatani
tomat
Efektivitas faktor
produksi usahatani
tomat
Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional analisis usahatani tomat berbasis
Standar Operasional Prosedur (SOP) di Bandung Barat
31
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat,
Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan metode Purposive
Sampling dengan pertimbangan bahwa Jawa Barat merupakan sentra produksi
yang memiliki kontribusi tertinggi dalam menghasilkan tomat (Lampiran 3).
Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu daerah sentra produksi tomat di
Jawa Barat (Lampiran 2) dengan jumlah produksi terbesar di Jawa Barat
(Lampiran 4). Lokasi penelitian dilakukan pada 16 Kelurahan di Kecamatan
Lembang. Pengumpulan data dilakukan bulan Mei 2013 sampai dengan Juli 2013.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner
terstruktur yang ditujukan kepada petani tomat di Kecamatan Lembang, Bandung
Barat serta beberapa narasumber yang terkait dengan bidang ini. Jenis pertanyaan
yang digunakan dalam kuesioner ialah berupa pertanyaan terbuka. Menurut Nazir
(2003), pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa
sehingga responden diberikan kebebasan dalam memberi jawaban sehingga dapat
memberikan satu atau lebih jawaban. Kuesioner tersebut mencakup pertanyaan
mengenai karakteristik responden untuk memberikan gambaran umum mengenai
kondisi responden di Kecamatan Lembang dan mengenai karakteristik usahatani
tomat sebagai dasar informasi analisis pendapatan usahatani, nilai rasio
penerimaan dan biaya (R/C Ratio), serta faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi tomat.
Tabel 11 Jenis data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
No Jenis data Sumber data
1 Produksi, luas panen, luas lahan, dan
produktivitas tomat Kementerian Pertanian
2 Pertumbuhan penduduk Indonesia Badan Pusat Statistik, Dinas
Kependudukan
3 Pengeluaran rumah tangga Badan Pusat Statistik
4 Pertumbuhan teknologi, pasar, dan
industri yang turut meningkatkan
permintaan sayur.
Badan Pusat Statistik
5 Karakteristik responden dan karakteristik
usahatani tomat Wawancara dengan penilaian melalui
petani di Kecamatan Lembang
6 Standar Operasional Prosedur budidaya
tomat Direktorat Jenderal Hotikultura, Balai
Penelitian dan Pengembangan Sayuran
33
Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi seperti Badan Pusat Statistik,
Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Dinas Kependudukan, Balai
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, website UN Comtrade, serta studi
pustaka lain yang berupa pengumpulan data dari buku, literatur, dan instansi lain
yang dapat mendukung dan membantu ketersediaan data. Jenis dan sumber data
yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 12.
Metode Penarikan Sampel
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah petani yang
melakukan usahatani tomat baik secara monokultur maupun polikultur. Penarikan
sampel pada responden petani adalah dengan menggunakan metode Convenience
Sampling pada 16 Kelurahan di Kecamatan Lembang dengan mengambil 2-3
orang petani pada masing-masing kelurahan. Pada awalnya, jumlah petani
responden adalah sebanyak 33 orang. Selanjutnya seluruh responden yang
diperoleh dikategorikan berdasarkan kriteria yang tercantum pada Lampiran 7.
Pada Lampiran 7, disebutkan bahwa petani pelaku usahatani tomat berbasis
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah petani yang melakukan sedikitnya 21
kriteria (60 persen) sesuai dengan standar kriteria yang telah ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Hortikultura. Sedangkan petani pelaku usahatani tomat
konvensional adalah petani yang memenuhi kriteria kurang dari 21 kriteria (di
bawah 60 persen).
Berdasarkan penerapan kriteria SOP pada Lampiran 8 dan Lampiran 9,
diperoleh 15 orang petani kategori SOP, 15 orang petani kategori konvensional,
dan tiga orang petani yang dianggap tidak memenuhi kualifikasi kelayakan
(persyaratan pemenuhan kriteria di bawah 40 persen). Petani responden yang
dijadikan acuan perhitungan dan pengolahan data dalam penelitian ini adalah 15
orang petani dari masing-masing kategori. Jumlah responden tersebut dinilai
cukup mewakili untuk dilakukannya analisis perbandingan dua jenis usahatani
karena etiap anggota populasi dari masing-masing kategori memiliki peluang yang
sama untuk dipilih sebagai contoh dan terjadi kesetaraan.
Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran
umum serta menjelaskan biaya dan penerimaan petani tomat berbasis Standar
Operasional Prosedur (SOP) maupun konvensional di lokasi penelitian yang
diuraikan secara deskriptif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis
biaya dan pendapatan usahatani, analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C Ratio),
dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tomat berbasis Standar
Operasional Prosedur (SOP) maupun usahatani tomat konvensional. Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer, yaitu Microsoft
Excel 2007 dan program Minitab.
34
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Tomat
1. Penerimaan Usahatani
Penerimaan terdiri atas penerimaan tunai, penerimaan yang diperhitungkan,
dan penerimaan total.Secara matematis, penerimaan dapat dituliskan sebagai
berikut.
(9)
Keterangan : TR = total penerimaan
Y = output yang dihasilkan dari kegiatan usahatani
Py = harga komoditas Y yang dihasilkan
a. Penerimaan tunai usahatani
Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima
dari penjualan produk usahatani namun tidak mencakup pinjaman uang untuk
keperluan usahatani.
b. Penerimaan yang diperhitungkan
Penerimaan yang diperhitungkan yaitu penerimaan yang diperoleh dari hasil
produksi yang digunakan sendiri oleh petani namun tetap diperhitungkan kepada
orang lain. Penerimaan yang diperhitungkan mencakup nilai produksi yang tidak
dijual secara tunai, melainkan nilai produksi yang dikonsumsi oleh keluarga,
produksi yang dijadikan sebagai bibit, serta produksi yang digunakan sebagai
pakan ternak.
c. Penerimaan total usahatani
Penerimaan total usahatani adalah penerimaan dalam jangka waktu
(biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak
dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan ternak).
2. Pengeluaran usahatani
Pengeluaran usahatani adalah seluruh pengorbanan yang dikeluarkan dalam
kegiatan usahatani untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang dibutuhkan.
Secara umum, perhitungan pengeluaran usahatani dapat dirumuskan sebagai
berikut:
TC = Px . X (10)
Keterangan : TC = total cost (total biaya)
Px = harga input
X = jumlah input
a. Pengeluaran tunai usahatani
Biaya atau pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang
yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, namun tidak
mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.Pengeluaran tunai dalam
usahatani dibagi dua macam, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
adalah pengeluaran yang diperlukan untuk sarana produksi yang diperlukan dalam
berproduksi dan tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi. Sedangkan biaya
variabel adalah pengeluaran yang dikeluarkan untuk sarana produksi yang dipakai
dalam proses produksi yang secara langsung mempengaruhi jumlah produksi dan
penggunaanya habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Selisih antara
35
penerimaan dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani
(farm net cashflow) (Soekartawi et al., 2002).
(11)
Keterangan : TC = total cost (total biaya)
TFC = total fixed cost (biaya tetap)
TVC = total variabel cost (biaya variabel)
b. Pengeluaran yang diperhitungkan
Pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan
kerja dengan memperhitungkan bunga modal, nilai kerja keluarga petani, dan
penurunan nilai inventaris. Modal yang digunakan petani diperhitungkan sebagai
modal pinjaman meskipun modal itu milik petani sendiri. Kerja keluarga dinilai
berdasarkan upah yang berlaku pada waktu anggota keluarga menyumbangkan
kerja dan pada tempat mereka bekerja. Penurunan nilai inventaris yaitu nilai
inventaris yang berkurang karena hilang, rusak, atau karena penyusutan akibat
pengaruh umur dan pemakaian.
c. Pengeluaran Total Usahatani
Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan
(input) yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapti tidak
termasuk tenaga kerja keluarga petani.
3. Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara total penerimaan yang
diperoleh petani dan total biaya yang dikeluarkan petani. Pendapatan usahatani
terdiri atas pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Secara
umum, penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh
dan harga jual produk yang dihasilkan (Soekartawi et al., 2002).
π = TR – TC (12)
Keterangan : = pendapatan
TR = total penerimaan
TC = total Biaya
Pendapatan usahatani diklasifikasikan menjadi pendapatan atas biaya tunia,
pendapatan atas biaya total. Selain itu, pendapatan juga dibagi menjadi
pendapatan bersih usahatani dan pendapatan kotor usahatani. perhitungan analisis
pendapatan usahatani disajikan pada Tabel 13.
a. Pendapatan atas biaya tunai (pendapatan tunai usahatani)
Selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai
usahatani disebut pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani ini
merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.
Jumlah uang tunai yang dihasilkan berguna untuk keperluan kegiatan usahatani
maupun kegiatan non usahatani.
36
b. Pendapatan atas biaya total (pendapatan total usahatani)
Pendapatan merupakan jumlah seluruh uang yang akan diterima oleh
seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu.Pendapatan dapat
diperoleh dari selisih antara penerimaan dan biaya. Secara sistematis dapat
dituliskan sebagai berikut:
π = TR – TC (13)
Keterangan: π = pendapatan (Rp/musim tanam)
TR = total penerimaan (Rp/musim tanam)
TC = total biaya (Rp/musim tanam)
c. Pendapatan kotor usahatani
Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai
produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun
yang tidak dijual. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani ialah nilai
produksi (value of production) atau penerimaan kotor usahatani (gross return).
Pendapatan kotor usahatani mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi
rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak,
digunakan untuk pembayaran dan disimpan di gudang.
d. Pendapatan bersih usahatani
Selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani disebut
pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani dapat digunakan untuk
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor
produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang
diinvestasikan ke dalam usahatani. Oleh karena itu, pendapatan bersih usahatani
merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk
membandingkan penampilan beberapa usahatani (Soekartawi et al., 2002).
Tabel 12 Perhitungan analisis pendapatan dan R/C Rasio usahatani
No
.
Keterangan Pehitungan
(1) Penerimaan tunai harga hasil panen yang dijual (kg)
(2) Penerimaan yang diperhitungkan harga hasil panen yang dikonsumsi (kg)
(3) Total penerimaan (1) + (2)
(4) Biaya tunai a. Biaya sarana produksi
b. Biaya tenaga kerja luar keluarga
(TKLK)
c. Pajak
(5) Biaya yang diperhitungkan a. Biaya tenaga kerja dalam keluarga
(TKDK)
b. Penyusutan Peralatan
c. Benih hasil pembenihan sendiri
d. Lahan milik sendiri
(6) Total biaya (4) + (5)
(7) Pendapatan atas biaya tunai (1) – (4)
(8) Pendapatan atas biaya total (3) – (6)
(9) Pendapatan bersih (8) – bunga pinjaman Sumber : Soekartawi (1986)
37
Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya dilakukan untuk
mengetahui efisiensi dan kelayakan dari kegiatan usahatani yang dilakukan
(Soekartawi et al., 2002). R/C Ratio dapat diperhitungkan pada usahatani tomat
berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun pada usahatani tomat
konvensional. Secara matematis, perhitungan R/C Ratio dituliskan sebagai
berikut.
(14)
(15)
(16)
Dimana : Ct = Bt+Bd
Cd = Bt
Ct = biaya tunai
Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat dilakukan penarikan kesimpulan.
Nilai R/C Ratio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan biaya
satu rupiah akan menghasilkan penambahan penerimaan yang lebih besar dari satu
rupiah. Dengan demikian, usahatani dengan nilai R/C Ratio lebih besar daripada
satu dapat dikatakan menguntungkan. Sebaliknya, jika nilai R/C Ratio lebih kecil
dari satu berarti penambahan biaya satu rupiah akan menghasilkan penerimaan
kurang dari satu rupiah. Dengan demikian, jika nilai R/C Ratio kurang dari satu,
maka usahatani tersebut dapat dikatakan belum menguntungkan. Jika nilai R/C >
1, maka usahatani tersebut dikatakan layak dan efisien. Sedangkan jika nilai R/C
< 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak layak dan tidak efisien.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tomat
Untuk menganalisis hubungan antara faktor produksi yang digunakan dan
produksi tomat yang dihasilkan, digunakan metode fungsi produksi Cobb-
Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah metode yang digunakan untuk :
1) Mempresentasikan pola hubungan fungsional dari produksi yang dihasilkan
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi berupa input produksi
2) Memprediksi arah, besar, dan sensitivitas perubahan produksi yang dihasilkan
sebagai respon atas perubahan penggunaan faktor produksi
3) Memprediksi nilai produksi yang dihasilkan berdasarkan atas penggunaan
faktor produksi
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi tomat adalah memplotkan data yang diperoleh dalam
bentuk tabel seperti yang tersaji pada Tabel 14. Tabulasi terdiri dari variabel
dependen dan variabel independen yang dikaji dari seluruh responden. Variabel
dependen adalah berupa produksi tomat yang dihasilkan dari kegiatan usahatani
(Y), sedangkan variabel independen adalah jumlah bibit (X1), jumlah pupuk
kandang (X2), jumlah pupuk NPK (X3), jumlah pupuk TSP (X4), jumlah pupuk
KCl (X5), jumlah pestisida (X6), jumlah mulsa (X7), jumlah tenaga kerja (X8),
serta dummy usahatani (D).
38
Tabel 13 Tabulasi data faktor produksi usahatani tomat
Responden Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 D
1
2
3
.
.
.
30
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
Model yang diperoleh dari hasil plot tabulasi di atas, dapat dinyatakan
dalam bentuk matriks berikut:
(17)
Dalam bentuk yang lebih ringkas, matriks tersebut dapat diubah ke dalam
fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara umum, model persamaan matematis dari
fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = b0 X1b1
X2b2
X3b3
... Xnbn
Da (18)
Dimana: Y = variabel yang dijelaskan (produksi usahatani tomat)
Xn = variabel yang menjelaskan (input yang digunakan)
bn = besaran koefisien model yang akan diduga
a = besaran koefisien dummy
D = dummy usahatani
Pada umumnya komponen error (galat) memiliki peranan yang penting,
yakni mewakili:
1) Variabel yang tidak dimasukkan ke dalam model
2) Komponen non linearitas hubungan variabel independendengan variabel
dependen
3) Salah ukur saat observasi dilakukan
4) Kejadian yang sifatnya acak (random)
Fungsi produksi Cobb-Douglas akan lebih mudah jika diubah ke dalam
bentuk linier berganda untuk menduga fungsi produksi. Model fungsi produksi
Cobb-Douglas dapat dilinearitaskan dengan menlogaritmakan dengan bilangan e
(e = 2.71828), sehingga dapat diduga dengan mudah dengan metode Ordinary
Least Square (OLS). Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1+b2+...+bn
adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat
dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus
menunjukan elastisitas X dan Y. Fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk
linier berganda dituliskan dalam rumus berikut:
39
Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + ... + b6 ln X8 +bjD + µi (18)
Y = hasil produksi tomat (kg)
X1 = luas lahan usahatani tomat (ha)
X2 = bibit tomat (kg)
X3 = pupuk N (kg)
X4 = pupuk TSP (kg)
X5 = pupuk KCl (kg)
X6 = pupuk kandang (kg)
X7 = penggunaan pestisida (Rp)
X8 = tenaga kerja (HOK)
D = dummy usahatani (0 untuk usahatani tomat konvensional dan 1 untuk
usahatani berbasis SOP)
b0 = intersep (konstanta)
b1,...,b6 = koefisien regresi masing-masing variabel bebas
e = logaritma natural (2.71828)
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan bantuan
program komputer, yaitu program Minitab. Gambaran output yang dihasilkan dari
perhitungan Minitab disajikan pada Gambar 7.
a. Analisis Model Dugaan
Model dugaan yang diperoleh diharapkan memiliki sifat kebaikan model,
yaitu memberikan tingkat kesesuaian (goodness of fit) yang tinggi antara data
aktual dengan data dugaannya. Dengan kata lain, diharapkan model dugaan
memiliki komponen error terkecil. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
banyaknya persentase keragaman data variabel independen (produksi yang
dihasilkan) yang dapat digambarkan oleh variabel dependennya (faktor-faktor
produksi yang digunakan), sisanya adalah komponen error.
Koefisien determinasi (R2 atau R-Sq) digunakan untuk mengukur goodness
of fit dari model dugaan yang juga merupakan ukuran deskriptif tingkat
kesesuaian antara data aktual dengan data ramalan. Koefisien determinasi dapat
ditunjukkan dari hasil perhitungan software Minitab pada nilai R-Sq (lihat
Gambar 8). Dari beberapa alternatif model dugaan yang diperoleh dari output
Dimana:
The Regression Equation is :
Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6 + a D + µi
Predictor Coefficient SE Coef. T P VIF
Constant (b0) .............. .............. .............. ..............
Ln X1 (b1) .............. .............. .............. ..............
Ln X2 (b2) .............. .............. .............. ..............
Ln X3 (b3) .............. .............. .............. ..............
Ln X4 (b4) .............. .............. .............. ..............
Ln X5 (b5) .............. .............. .............. ..............
Ln X6 (b6) .............. .............. .............. ..............
D (a) .............. .............. .............. ..............
S = .............. R-Sq = .............. % R-Sq (adj.) = .............. %
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression .............. .............. .............. .............. ..............
Residual Eror .............. .............. ..............
Total .............. ..............
Durbin-Watson Statistic = ............
Gambar 7 Output Minitab fungsi produksi Cobb-Douglas
40
Minitab, dipilih model dugaan dengan nilai koefisien determinasi (R2 atau R-Sq)
terbesar. Nilai R2 atau R-Sq juga dapat diperoleh secara manual, dari perhitungan
berikut:
(19)
Nilai R2 berkisar antara 0 hingga 100 dalam bentuk persen. Nilai R
2
mengukur besarnya keragaman total data (keragaman variabel dependen) yang
dapat dijelaskan oleh model, sisanya (1 - R2) dijelaskan oleh komponen error.
Semakin tinggi nilai R2 berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat
untuk meramalkan variabel dependen, sehingga goodness of fit antara data aktual
dengan ramalan semakin tinggi. Penambahan variabel independen ke dalam
model akan menambah nilai R2 dan derajat bebas error akan berkurang.
Uji Signifikasi Model Dugaan
Uji signifikasi model dugaan digunakan untuk mengetahui kelayakan model
dari parameter dan fungsi produksi atau untuk mengetahui apakah variabel bebas
(Xj) secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Pemeriksaan
akurasi model dugaan selain menggunakan ukuran deskriptif melalui R2 juga
dibutuhkan pemeriksaan melalui inferensia statistika, yakni dengan melalui uji
hipotesis. Berdasarkan data sampel, apakah model dugaan yang diperoleh
signifikan pada taraf nyata yang ditentukan. Hipotesis yang diuji adalah :
Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan statistik uji yang dinyatakan
sebagai berikut:
Statistik uji Fhitung di bawah H0 menyebar mengikuti sebaran F dengan
derajat bebas (df) pembilang = v1, dfregression = k, dan (df) penyebut v2 = dferror = (n
– k – 1). Hasil perhitungan statistik Fhitung, v1, dan v2 dengan menggunakan
software Minitab pada tabel Analysis of Variance (lihat Gambar 9). Pada tabel
tersebut juga tersaji nilai P, yakni besarnya peluang (F(v1 =k,v2=n – k – 1)> Fhitung).
Untuk taraf nyata dari tabel sebaran F, dapat diperoleh nilai .
Apabila atau , maka disimpulkan tolak H0. Artinya model
dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi variabel
dependen pada taraf nyata .
Gambar 8 Output Minitab yang menunjukkan Goodness of Fit dari model dugaan
S = .............. R-Sq = .............. % R-Sq (adj.) = .............. %
41
b. Uji Signifikasi Variabel
b. Uji Signifikasi Variabel
Apabila model dugaan disimpulkan signifikan, maka perlu diperiksa lebih
lanjut variabel independen mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. Uji ini digunakan untuk mengetahui secara statistik apakah
masing-masing variabel bebas (Xj) secara terpisah berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat (Y). Untuk memeriksa apakah suatu variabel independen ke-j (Xj)
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y), maka perlu dilakukan uji
hipotesis statistik yang dinyatakan sebagai berikut:
Pernyataan H1 dapat dinyatakan dalam arah sebaliknya, yakni Xj
berpengaruh negatif terhadap Y . Bahkan pada kasus tertentu dapat pula
dinyatakan dalam bentuk uji 2 arah . Hipotesis tersebut diuji dengan
statistik uji berikut:
Dimana : bj = koefisien model dugaan (slope) untuk variabel Xj
= nilai koefisien model (slope) untuk variabel Xj di bawah H0
St. Dev. = standar deviasi dari
Statistik Thitung di bawah H0 menyebar mengikuti sebaran T dengan derajat
bebas (df) = dferror = (n – k – 1). Hasil perhitungan statistik Thitung dan df dengan
software Minitab dapat dilihat pada output tabel T (lihat Gambar 10). Selain itu,
informasi besaran nilai P. Untuk taraf nyata dari tabel T dapat diperoleh nilai
kritis (df=n – k – 1). Kriteria untuk uji satu arah, apabila P < atau Thitung> (df = n – k
– 1) maka dapat disimpulkan tolak H0 pada taraf nyata .
Gambar 9 Output Minitab yang menunjukkan signifikasi model dugaan
T
hitung
P
value
Gambar 10 Output Minitab yang menunjukkan signifikasi variabel
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression .............. .............. .............. .............. ..............
Residual Eror .............. .............. ..............
Total .............. ..............
Durbin-Watson Statistic = ............
V
1 V2 Fhitung Pvalue
V1
Predictor Coefficient SE Coef. T P VIF
Constant (b0) .............. .............. .............. ..............
Ln X1 (b1) .............. .............. .............. ..............
Ln X2 (b2) .............. .............. .............. ..............
Ln X3 (b3) .............. .............. .............. ..............
Ln X4 (b4) .............. .............. .............. ..............
Ln X5 (b5) .............. .............. .............. ..............
Ln X6 (b6) .............. .............. .............. ..............
D (a) .............. .............. .............. ..............
42
c. Interpretasi Model
Nilai koefisien dari setiap variabel pada fungsi produksi Cobb Douglas
menunjukkan nilai elastisitas produksinya. Elastisitas produksi merupakan ukuran
persentase kepekaan perubahan output (produksi tomat) yang dihasilkan akibat
persentase perubahan penggunaan input (faktor produksi). Sehingga dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:
1. Nilai bj lebih kecil dari satu (bj < 1, Ep <1)
Nilai bj lebih kecil dari satu artinya penggunaan faktor poduksi tersebut
bersifat inelastis. Perubahan penggunaan faktor produksi tidak kuat
pengaruhnya terhadap perubahan jumlah produksi tomat yang dihasilkan.
2. Nilai bj sama dengan satu (bj =1 , Ep = 1)
Nilai bj sama dengan satu artinya penggunaan faktor poduksi tersebut bersifat
unitery elastis. Perubahan penggunaan faktor produksi tersebut menyebabkan
perubahan jumlah jumlah produksi tomat yang dihasilkan dalam proporsi
besaran yang sama.
3. Nilai bj lebih besar dari satu (bj > 1, Ep > 1)
Nilai bj lebih besar dari satu artinya penggunaan faktor poduksi tersebut
bersifat elastis. Perubahan penggunaan faktor produksi tersebut sangat kuat
pengaruhnya terhadap perubahan jumlah produksi tomat yang dihasilkan.
d. Pemenuhan Asumsi Ordinary Least Square (OLS)
Apabila semua asumsi OLS terpenuhi, maka koefisien model dugaan yang
diperoleh akan bersifat BLUE (Best Linear Unbased Estimate). Artinya di antara
penduga linear lainnya, penduga OLS memiliki ragam terkecil dan konsisten
(semakin besar ukuran sampel, maka koefisien model dugaan akan semakin
mendekati koefisien yang sebenarnya), serta rata-rata dari semua kemungkinan
koefisien model dugaan akan sama dengan nilai koefisien yang sesungguhnya
(parameternya).
1. Model linear dalam parameter
Model yang digunakan harus linear. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas,
model adalah berupa model non linearitas yang kemudian diubah menjadi linear
dengan menlogaritmakannya. Sehingga model yang digunakan adalah model
dalam bentuk linear.
2. Tidak terdapat multikolinearitas di antara variabel independen
Multikolinearitas adalah kondisi dimana terdapat hubungan linier di antara
variabel independen. Sehingga variabel independen berkorelasi sempurna, tidak
mungkin mengestimasi koefisien regresi. Pada output minitab, uji
multikolinearitas dapat diketahui dengan mudah dengan mendeteksi nilai VIF
(Variance Inflation Factor) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Jika
beberapa variabel bebas memiliki nilai VIF lebih dari 10, maka multikolinearitas
adalah sebuah masalah.
43
Tindakan perbaikan yang dapat dilakukan jika terbukti terdapat masalah
multikolinearitas yaitu :
a) Menambah observasi. Penambahan ukuran sampel akan menyebabkan
ragam bj mengecil.
b) Mengeluarkan variabel independen yang berkorelasi kuat dengan variabel
independen lainnya. namun langkah ini seringkali menimbulkan masalah
baru, yakni bias spesifikasi.
c) Menggunakan teknik pendugaan regresi komponen utama (Principal
Component Regression). Dengan Principal Component Analysis (PCA),
variabel independen yang saling berkorelasi ditransformasikan menjadi
variabel yang saling bebas untuk kemudian diregresikan terhadap variabel
dependen.
d) Menggunakan teknik pendugaan Partial Least Square
3. Tidak ada autokorelasi (non-autocorrelation)
Autokorelasi error lag k adalah suatu kondisi dimana terda[at hbungan
linier antara . Dimana adalah error observasi ke-t dan adalah
error observasi ke (t – k). Pengujian autokorelasi tidak dilakukan karena data
penelitian (data primer) merupakan data Cross Section sedangkan masalah
autokorelasi biasanya terjadi pada data Time Series.
4. Ragamnya homogen (homoskedesitas)
Heteroskedesitas adalah kondisi dimana komponen error padaa model
regresi memiliki ragam yang sama untuk setiap nilai variabel independen.
Pengujian heteroskedesitas juga tidak dilakukan karena fungsi Cobb-Douglas
ditransformasikan ke dalam bentuk log e (ln), sehingga variasi data menjadi lebih
kecil dan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya masalah heteroskedesitas.
Gambar 11 Output Minitab yang menunjukkan ciri adanya multikolinearitas
Predictor Coefficient SE Coef. T P VIF
Constant (b0) .............. .............. .............. ..............
Ln X1 (b1) .............. .............. .............. ..............
Ln X2 (b2) .............. .............. .............. ..............
Ln X3 (b3) .............. .............. .............. ..............
Ln X4 (b4) .............. .............. .............. ..............
Ln X5 (b5) .............. .............. .............. ..............
Ln X6 (b6) .............. .............. .............. ..............
D (a) .............. .............. .............. ..............
44
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Gambaran Umum Kecamatan Lembang
Letak Administratif dan Kondisi Wilayah
Kecamatan Lembang adalah salah satu kecamatan yang berada di
Kabupaten Bandung Barat. Kabupaten Bandung Barat adalah hasil pemekaran
dari Kabupaten Bandung sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 12 Tahun
2007. Pemekaran tersebut dilakukan dengan tujuan lebih mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat sehingga diharapkan akan lebih mendorong penyediaan
barang publik dan pelayanan publik serta memberikan kemampuan dalam
pemanfaatan potensi daerah. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan
Secara geografis, Kecamatan Lembang memiliki luas 10 367.916 ha dengan
keadaan topografi 30 persen bergelombang, 60 persen berbutir, dan 10 persen
datar. Kecamatan Lembang berada di 900-1,300 meter di atas permukaan laut
(dpl) dengan jenis tanah Latosol dan Andosol. Kecamatan Lembang memiliki
curah hujan 120-2,121 mm dan suhu udara 150C hingga 27
0C. Kecamatan
Lembang mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisarua
b. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Subang
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cicadas
d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Bandung
Kecamatan Lembang terdiri dari 16 Kelurahan/Desa, yaitu Kelurahan
Cibodas, Kelurahan Cibogo, Kelurahan Cikahuripan, Kelurahan Cikidang,
Kelurahan Cikole, Kelurahan Gd. Cikahuripan, Kelurahan Jayagiri, Kelurahan
Kayuambin, Kelurahan Langensari, Kelurahan Lembang, Kelurahan Mekarwangi,
Kelurahan Pageurwangi, Kelurahan Sukajaya, Kelurahan Suntenjaya, Kelurahan
Wangunraharja, dan Kelurahan Wangunsari. Penelitian ini dilaksanakan dengan
mengambil setidaknya satu sampel dari masing-masing Kelurahan di Kecamatan
Lembang.
Kondisi Kependudukan dan Pendidikan
Kecamatan Lembang merupakan daerah sentra tanaman sayuran yang
berada di Kabupaten Bandung Barat. Sayuran yang dibudidayakan adalah kacang
merah, kacang panjang, cabai, tomat, kentang, kubis, kembang kol, brokoli,
letuce, sawi, dan timun. Jumlah penduduk Kecamatan Lembang pada tahun 2013
adalah sebanyak 166 797 orang yang terdiri dari 87 408 laki-laki dan 79 389
perempuan. Jenis pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk di Kecamatan Lembang
berdasarkan informasi pada Tabel 15 adalah petani, petani ikan, peternak,
pedagang, pengrajin, buruh industri, buruh bangunan, buruh pertambangan, buruh
tani, pegawai negeri sipil, TNI/POLRI,dokter, bidan, notaris, pensiunan, montir,
perawar, dosen, dan pegawai swasta. Dari jumlah tersebut sebanyak 6 886 orang
bermata pencaharian sebagai petani.
45
Tabel 14 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Lembang
tahun 2013
No. Jenis pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Pegawai negeri/TNI/Polri 3 370 3.01
2. Pegawai swasta 8 317 7.42
3. Petani 6 886 6.15
4. Nelayan 3 053 0.05
5. Pedagang 1 824 1.63
6. Wiraswasta 6 984 6.23
7. Lainnya 29 665 26.48
8. Tidak bekerja 54 935 49.03
Jumlah 112 034 100.00
Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan
Lembang (2013)
Kepemilikan Lahan Keluarga Tani
Kecamatan Lembang sebagian besar adalah lahan pertanian yang banyak
ditanami sayur-sayuran. Lahan pertanian yang tersebar di Kecamatan Lembang
sebanyak 680 orang kepala keluarga merupakan pemilik lahan pertanian yang
tidak digarap langsung oleh pemilik, disusul sebanyak 535 orang kepala keluarga
merupakan buruh tani, 339 orang kepala keluarga merupakan petani penggarap,
dan sebanyak 182 orang kepala keluarga memiliki lahan yang digarap langsung
oleh pemiliknya. Status kepemilikan lahan rata-rata kepala keluarga tani di
Kecamatan Lembang pada tahun 2013 disajikan pada Tabel 16.
Tabel 15 Status kepemilikan lahan rata-rata kepala keluarga tani di Kecamatan
Lembang tahun 2013
No. Kepemilikan Jumlah kepala keluarga (orang) Persentase (%)
1. Pemilik penggarap 182 10.48
2. Pemilik tidak menggarap 680 39.17
3. Penggarap 339 19.53
4. Buruh tani 535 30.82
Jumlah 1 736 100.00
Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan
Lembang (2013)
Luas Lahan Usahatani
Lahan usahatani yang dimiliki oleh keluarga tani di Kecamatan Lembang
memiliki luas yang berbeda-beda (Tabel 17). Sebagian besar keluarga tani
memiliki luas lahan dengan kategori 0.1-0.3 hektar dengan jumlah pemilik 675
orang (48.74 persen). Sebanyak 397 orang memiliki rata-rata luas lahan pertanian
kategori 0.4-0.5 hektar dengan persentase 28.66 persen. Selanjutnya sebanyak 190
orang memiliki kategori luas lahan rata-rata 0.6-1.0 hektar dengan persentase
13.72 persen. Dan sebanyak 123 orang keluarga tani memiliki kategori luas lahan
rata-rata di atas satu hektar dengan persentase 8.88 persen.
46
Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian
Kecamatan Lembang (2013)
Tabel 16 Rata-rata luas lahan usahatani di Kecamatan Lembang tahun 2013
No. Kategori luas lahan (ha) Jumlah pemilik (orang) Persentase (%)
1. 0.1 – 0.3 675 48.74
2. 0.4 – 0.5 397 28.66
3. 0.6 – 1.0 190 13.72
4. >1 123 8.88
Jumlah 1 385 100.00
Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan
Lembang (2013)
Jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di Kecamatan Lembang adalah
jenis sayur-sayuran berupa kacang merah, kacang panjang, cabai, tomat, kentang,
kubis, kembang kol, brokoli, letuce, sawi, dan timun. Tomat termasuk jenis
sayuran yang banyak ditanam oleh keluarga tani. Berdasarkan luas tanam sayuran
yang tersaji pada Tabel 18, luas tanam tomat adalah sebesar 40 hektar dengan
persentase 16.4 persen.
Tabel 17 Luas tanam sayuran di Kecamatan Lembang tahun 2013
No. Jenis Sayuran Luas (ha) Persentase (%)
1 Kacang merah 1.3 0.5
2. Kacang panjang 0.3 0.1
3. Cabai 40.0 16.4
4. Tomat 40.0 16.4
5. Kentang 0.0 0.0
6. Kubis 25.0 10.2
7. Kembang kol 20.0 8.2
8. Brokoli 35.8 14.6
9. Letuce 40.0 16.4
10. Sawi 20.0 8.2
11. Timun 22.0 9.0
Jumlah 244.4 100.0
Alur Pemasaran
Komoditas sayuran yang diproduksi petani di Kecamatan Lembang
dipasarkan melalui berbagai pihak dengan rantai pasok yang berbeda-beda,
termasuk halnya dengan tomat. Berdasarkan alur pemasaran komoditas sayuran di
Kecamatan Lembang yang tersaji pada Gambar 12, alur pemasaran komoditas dari
petani dapat disalurkan kepada pengumpul, kepada kelompok, dan kepada mitra.
Sangat jarang ditemui petani yang mampu memasarkan produknya secara
langsung ke pasar maupun kepada konsumen. Komoditas sayuran yang disalurkan
kepada pengumpul, kelompok, dan mitra kemudian disampaikan kembali kepada
gabungan kelompok tani. Selanjutnya gabungan kelompok tani memasarkannya
ke pasar tradisional, pasar ekspor, maupun pasar modern.
47
Fasilitas Pendukung
Subsistem pendukung memiliki peran yang tidak kalah penting dari
subsistem lainnya. Subsistem jasa pendukung berperan untuk membantu
kelancaran kegiatan yang terjadi pada subsistem lainnya. Fasilitas pendukung
agribisnis di Kecamatan Lembang seperti yang tersaji pada Tabel 19 adalah
lembaga perbankan, Koperasi Unit Desa (KUD), pasar, kios saprotan, pegadaian,
penangkar benih, dan lembaga kemasyarakatan.
Tabel 18 Fasilitas pendukung agribisnis di Kecamatan Lembang Tahun 2013
Jenis fasilitas Jumlah (unit)
Perbankan 4
Koperasi Unit Desa (KUD) 1
Pasar 1
Kios saprotan 2
Pegadaian 1
Penangkar benih 1
Lembaga kemasyarakatan 1
Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan
Lembang (2013)
Karakteristik Petani Responden
Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani tomat
dengan kategori sistem usahatani berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP)
dan petani tomat dengan kategori sistem usahatani konvensional yang sesuai
dengan pemenuhan kuesioner yang disebarkan. Jumlah dari masing-masing
kategori adalah 15 petani, sehingga seluruh petani responden dalam penelitian ini
adalah sebanyak 30 petani. Karakteristik petani tomat di Kecamatan Lembang
yang dijadikan responden dalam penelitian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi
jenis kelamin, usia, pengalaman bertani, jenis pekerjaan, luas lahan pertanian,
kepemilikan lahan pertanian, sistem usahatani tomat, dan sumber modal
usahatani.
Petani
Pengumpul Kelompok
Tani Mitra
Gabungan
Kelompok Tani
Pasar
Tradisional
Pasar
Modern Ekspor
Gambar 12 Alur pemasaran komoditas sayuran di Kecamatan Lembang
Sumber: Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan
Lembang (2013)
48
Lokasi Petani
Responden pada penelitian ini adalah petani tomat yang tersebar pada 16
kelurahan di Kecamatan Lembang, yaitu yaitu Kelurahan Cibodas, Kelurahan
Cibogo, Kelurahan Cikahuripan, Kelurahan Cikidang, Kelurahan Cikole,
Kelurahan Gd. Cikahuripan, Kelurahan Jayagiri, Kelurahan Kayuambin,
Kelurahan Langensari, Kelurahan Lembang, Kelurahan Mekarwangi, Kelurahan
Pageurwangi, Kelurahan Sukajaya, Kelurahan Suntenjaya, Kelurahan
Wangunraharja, dan Kelurahan Wangunsari. Karakteristik petani responden
berdasarkan wilayah tersaji pada Tabel 20.
Tabel 19 Penyebaran lokasi petani responden di Kecamatan Lembang
No. Kelurahan/Desa Jumlah petani
Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional
1 Cibodas 1 2 3
2 Cibogo 2 1 3
3 Cikahuripan 1 1 2
4 Cikidang 1 1 2
5 Cikole 2 1 3
6 Gd. Cikahuripan 0 1 1
7 Jayagiri 1 1 2
8 Kayuambin 1 1 2
9 Langensari 0 2 2
10 Lembang 2 1 3
11 Mekarwangi 2 0 2
12 Pageurwangi 0 2 2
13 Sukajaya 2 1 3
14 Suntenjaya 1 1 2
15 Wangunraharja 0 2 2
16 Wangunsari 0 1 1
Jumlah 15 18 33
Jenis Kelamin Petani
Petani tomat dalam penelitian ini terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Sebanyak 15 orang petani tomat berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP)
berjenis kelamin laki-laki, tidak satu orang pun berjenis kelamin perempuan.
Sedangkan sebanyak 13 orang petani tomat konvensional berjenis kelamin laki-
laki dan dua orang berjenis kelamin perempuan. Karakteristik responden petani
tomat berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 21.
Tabel 20 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
kategori jenis kelamin
No. Jenis kelamin Jumlah petani tomat
Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional
1 Laki-laki 15 13 28
2 Perempuan 0 2 2
Kepemilikan usahatani tomat sebagian besar dilakukan oleh petani dengan
jenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan kegiatan usahatani tomat memerlukan
tenaga yang lebih besar, seperti kegiatan pengolahan lahan, penanaman,
pemupukan, dan pemasangan ajir. Sehingga kegiatan usahatani tomat masih
49
didominasi oleh kaum laki-laki. Tenaga kerja perempuan pada umumnya hanya
melakukan kegiatan perawatan tanaman dan kegiatan panen.
Tingkatan Usia Petani
Usia petani responden dikategorikan menjadi petani dengan usia di bawah
40 tahun (< 40 tahun), petani dengan usia 40 hingga 50 tahun (40 – 50 tahun), dan
petani dengan usia di atas 50 tahun (> 50 tahun). Pengelompokkan usia petani
didasarkan pada rata-rata usia petani tomat yang menjadi responden. Karakteristik
petani responden berdasarkan kategori tingkatan usia disajikan pada Tabel 22.
Tabel 21 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
kategori tingkatan usia
No. Kategori usia (tahun) Jumlah petani tomat
Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional
1. <40 1 2 3
2. 40 -50 5 7 12
3. >50 9 6 15
Berdasarkan Tabel 21, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani
tomat dengan usahatani SOP berada pada kategori usia di atas 50 tahun yaitu
sebanyak sembilan orang petani, disusul dengan kategori usia 40 hingga 50 tahun
sebanyak lima orang, dan sisanya sebanyak satu orang petani termasuk dalam
kategori usia di bawah 40 tahun. Sedangkan pada petani tomat dengan sistem
usahatani konvensional disimpulkan bahwa petani dengan kategori usia 40 hingga
50 tahun menduduki peringkat terbanyak sebanyak tujuh orang, selanjutnya
sebanyak enam orang petani berusia di atas 50 tahun, dan sebanyak dua orang
petani berada pada kategori usia di bawah 40 tahun. Data yang diperoleh
menunjukkan bahwa petani termuda adalah petani dengan usia 29 tahun dan
petani tertua berusia 61 tahun.
Pengalaman Bertani
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usahatani adalah
pengalaman bertani. Pada umumnya, pengalaman bertani berbanding lurus dengan
keberhasilan usahatani yang dilaksanakan. Petani dengan pengalaman yang cukup
tentunya telah memiliki bekal dan ilmu yang cukup untuk mengetahui tindakan
yang perlu dilakukan dalam menghadapi risiko dan ketidakpastian yang terjadi
pada kegiatan usahatani. Karakteristik petani tomat berdasarkan pengalaman
bertani disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
pengalaman bertani
No. Pengalaman bertani
(tahun)
Jumlah petani tomat Jumlah petani
Usahatani SOP Usahatani konvensional
1. < 20 7 4 11
2. 20 – 30 5 9 14
3. > 30 3 2 5
Pengalaman bertani yang dimiliki pleh petani responden di Kecamatan
Lembang sebagian besar berada pada selang usia 20 hingga 30 tahun, dengan
50
pengalaman terkecil selama dua tahun dan pengalaman terlama selama 44 tahun.
Petani dengan sistem usahatani tomat SOP sebagian besar memiliki pengalaman
di bawah 20 tahun yaitu sebanyak tujuh orang petani, disusul dengan pengalaman
selama 20 hingga 30 tahun sebanyak lima orang petani, di atas 30 tahun yang
dimiliki oleh tiga orang petani. Sedangkan untuk kategori petani dengan sistem
usahatani tomat konvensional pengalaman terbanyak dimiliki oleh sembilan orang
petani dengan selang pengalaman 20 hingga 30 tahun, empat orang petani dengan
pengalaman di bawah 20 tahun, dan pengalaman di atas 30 tahun yang dimiliki
oleh orang petani.
Jenis Pekerjaan Usahatani
Petani responden dengan kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang
sebagian besar menjadikan kegiatan bertani sebagai pekerjaan pokok/sampingan.
Hal ini dapat dilihat dari Tabel 23 yang menyajikan karakteristik petani responden
di Kecamatan Lembang berdasarkan kategori jenis pekerjaan usahatani.
Tabel 23 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
kategori jenis pekerjaan usahatani
No. Kategori jenis
pekerjaan usahatani
Jumlah petani tomat Jumlah petani
Usahatani SOP Usahatani konvensional
1 Pekerjaan pokok 4 7 11
2 Pekerjaan sampingan 11 8 19
Pada Tabel 23 diketahui 19 orang petani tomat di Kecamatan Lembang
menyatakan kegiatan kegiatan bertani sebagai pekerjaan sampingan mereka.
Sisanya, sebanyak 11 orang petani tomat menjadikan kegiatan bertani sebagai
jenis pekerjaan utama. Petani tomat di Kecamatan Lembang yang menjadikan
kegiatan bertani sebagai pekerjaan sampingan, pada umumnya memiliki pekerjaan
sebagai peternak, bertani, pedagang, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sekitar 11
orang petani responden yang menyatakan kegiatan bertani sebagai pekerjaan
pokok, mengindikasikan bahwa kegiatan bertani dapat memenuhi kebutuhan
hidup petani. Sebagian besar petani responden menyatakan bahwa kegiatan
bertani dilakukan secara mandiri tanpa ikut serta dalam kelompok tani yang resmi.
Menurut petani, ikut serta dalam kegiatan kelompok tani tidak memberikan
manfaat yang besar bagi petani. keikutsertaan dalam kelompok tani dikatakan
tidak mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani.
Luas Lahan Pertanian
Luas lahan pertanian menggambarkan seberapa luas lahan yang digarap oleh
petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Sebagian besar jumlah produksi
pertanian dipengaruhi oleh luas lahan pertanian yang digarap petani. Selain itu,
luas lahan pertanian mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan petani. Luas
kepemilikan lahan yang berbeda-beda antara petani responden menyebabkan perlu
dilakukannya pengelompokkan kategori luas lahan. Pada penelitian ini, luas lahan
pertanian dikelompokkan dalam kategori di bawah 0.1 hektar (< 0.1 ha), antara
0.1 hingga 1 hektar (0.1 – 1 ha), dan di atas 1 hektar (>1) tersaji pada Tabel 24.
51
Tabel 24 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
kategori luas lahan pertanian (Ha)
No. Kategori luas lahan
pertanian (Ha)
Jumlah petani tomat Jumlah petani
Usahatani SOP Usahatani konvensional
1. < 0.1 0 2 2
2. 0.1 - 1 15 12 27
3. > 1 0 1 1
Tabel 24 menunjukan luas kepemilikan lahan petani responden di
Kecamatan Lembang. Sehingga dapat diketahui bahwa sebagian besar petani
responden memiliki luas lahan antara 0.1 hingga satu hektar yang dimiliki oleh 27
petani (15 orang dengan kriteria usahatani tomat berbasikan SOP dan 12 orang
dengan kriteria usahatani tomat konvensional). Sebanyak dua orang petani tomat
berbasikan SOP menggarap lahan di bawah 0.1 hektar dan satu orang petani tomat
konvensional menggarap lahan di atas satu hektar.
Kepemilikan Lahan Pertanian
Lahan pertanian yang digarap petani menentukan besarnya biaya yang
dikeluarkan oleh petani. Lahan pertanian yang dimiliki oleh petani di Kecamatan
Lembang terdiri dari dua kategori, yaitu milik dan sewa. Petani akan
mengeluarkan biaya berupa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di setiap tahunnya
pada lahan miliknya, sedangkan petani dengan lahan sewaan akan mengeluarkan
biaya sewa lahan pada setiap tahun. Pengeluaran biaya berupa Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) pada lahan milik pribadi lebih sedikit jika dibandingkan dengan
biaya sewa lahan pada lahan sewa. Karakteristik petani responden di Kecamatan
Lembang berdasarkan kategori kepemilikan lahan disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan
kategori kepemilikan lahan pertanian
No. Status kepemilikan
lahan pertanian
Jumlah petani tomat Jumlah petani
Usahatani SOP Usahatani konvensional
1. Milik 5 11 16
2. Sewa 10 4 14
Berdasarkan tabel di atas, status kepemilikan lahan yang umumnya digarap
oleh petani di Kecamatan Lembang adalah lahan milik pribadi yang dimiliki oleh
16 orang dan lahaan sewaan yang dimiliki oleh 14 orang. Pada usahatani berbasis
SOP, 10 orang petani menggarap lahan sewaan dan lima orang petani menggarap
lahan milik pribadi. Sedangkan pada usahatani konvensional, sebagian besar
petani memiliki lahan sendiri untuk digarap yang dinyatakan oleh 11 orang petani
dan sisanya sebanyak empat orang petani menyatakan lahan milik pribadi.
Karakteristik Usahatani Tomat
Pada umumnya petani tomat di Kecamatan Lembang melakukan kegiatan
usahatani tomat dengan sistem polikultur dan tumpangsari dengan alasan
keterbatasan lahan dan biaya produksi yang besar. Sistem polikultur dan
tumpangsari juga dikatakan dapat meminimalisir risiko kerugian pada usahatani
52
tomat saat produksi maupun harga jual tomat menurun. Berdasarkan hasil
wawancara, tipe usahatani yang dilakukan di Kecamatan Lembang dilakukan
secara tumpangsari dan polikultur (Tabel 26). Kegiatan usahatani yang dijalankan
bersifat komersial yaitu diusahakan untuk dijual kembali memperoleh keuntungan
bukan sebagai konsumsi rumah tangga.
Tabel 26 Sebaran sistem usahatani tomat di Kecamatan Lembang
No. Sistem usahatani Jumlah petani tomat
Jumlah petani Usahatani SOP Usahatani konvensional
1. Polikultur 15 14 29
2. Monokultur 0 0 0
3. Tumpangsari 14 15 20
Pola tanam polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis varietas
tanaman pada suatu lahan usahatani dalam waktu satu tahun. Pola tanam ini
dikatakan dapat mengefisiensi lahan pertanian, mengurangi hama penyakit,
memperoleh hasil yang beragam, serta mampu mengembalikan kesuburan tanah.
Jenis tanaman yang ditanam dengan sistem polikultur oleh petani responden di
Kecamatan Lembang selain tomat adalah bawang daun, buncis, jagung, kacang,
kubis bunga, letuce, selada, terung, dan wortel yang tersaji pada Tabel 27.
Tabel 27 Sebaran jenis tanaman polikultur selain tomat di Kecamatan Lembang
No. Jenis tanaman
polikultur selain tomat
Jumlah petani tomat Jumlah petani
Usahatani SOP Usahatani konvensional
1 Bawang daun 1 2 3
2 Buncis 6 7 13
3. Jagung 1 1 2
4. Kacang 2 1 3
5. Kubis bunga 2 4 6
6. Letuce 5 2 7
7. Selada 4 3 7
8. Wortel 1 2 3
Pola tanam tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu jenis varietas
tanaman pada suatu lahan pertanian dalam periode waktu tanam yang sama. Pola
tanam ini dikatakan sebagai kegiatan efisiensi penggunaan lahan, efisiensi waktu
tanam, efisiensi tenaga kerja dalam mengolah dan merawat tanaman, efisiensi
biaya produksi (seperti pupuk, pestisida, dan mulsa), serta mampu mencegah
serangan hama penyakit pada tanaman. Jenis tanaman yang ditanam secara
tumpangsari bersamaan dengan tomat di Kecamatan Lembang adalah brokoli,
cabai, kubis bunga, dan letuce seperti yang tersaji pada Tabel 29.
Tabel 28 Sebaran jenis tanaman tumpangsari selain tomat di Kecamatan Lembang
No. Jenis tanaman
tumpangsari selain tomat
Jumlah petani tomat Jumlah petani
Usahatani SOP Usahatani konvensional
1. Brokoli 6 5 11
2. Cabai 15 15 30
3. Kubis bunga 5 4 9
4. Letuce 2 4 6
Kegiatan usahatani tomat merupakan usahatani yang dominan dilakukan
oleh petani di Kecamatan Lembang. Rusli, salah seorang petani tomat di
53
Kecamatan Lembang menyatakan bahwa “bukan dinamakan petani jika belum
menanam tomat”. Hal itu dinyatakan dengan alasan bahwa komoditas tomat
merupakan komoditas pertanian yang tampak mudah, namun sulit untuk
dilaksanakan. Sehingga harus memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih
banyak dibandingkan dengan usahatani pada komoditas lainnya. Pada musim
hujan komoditas tomat yang ditanam mudah layu dan busuk, sedangkan pada
musim kemarau komoditas tomat yang ditanam mudah kering dan mati. Namun di
Kecamatan Lembang kegiatan usahatani tidak terpengaruh oleh musim karena
hujan turun di setiap hari, sehingga ketersediaan air untuk usahatani mencukupi.
Kegiatan usahatani tomat digambarkan pada dokumentasi yang disajikan pada
Lampiran 10.
Kriteria Standar Operasional Prosedur (SOP) pada usahatani tomat
diterapkan oleh sebagian responden petani tomat di Kecamatan Lembang, yaitu
sebanyak 15 orang. Kriteria SOP yang diterapkan mencakup penyediaan benih,
pengolahan lahan, penanaman, pemasangan ajir, pemangkasan, pengairan,
pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman, hingga kegiatan
panen. Pada petani tomat berbasis SOP, kriteria yang dilakukan pada umumnya
yaitu pada kegiatan penyediaan benih berkualitas dan bersertifikat, prencanaan
dan persiapan lokasi tanam yang baik, pemasangan ajir, pemangkasan tanaman
tidak produktif secara berkala, pemupukan yang sesuai, hingga pada kegiatan
pengendalian hama dan penyakit.
Pada petani tomat konvensional, benih yang disediakan sudah merupakan
benih yang berkualitas sesuai dengan kriteria SOP usahatani tomat. Selain itu,
kriteria SOP yang dipenuhi oleh petani tomat konvensional yaitu kegiatan
perencanaan lokasi tanam dan penyediaan lahan yang telah dibersihkan. Perlakuan
benih pada petani tomat konvensional umumnya tidak diperlakukan dengan baik,
seperti tidak dilakukannya perendaman benih dengan air hangat dan pestisida.
Sehingga bibit berkualitas pun mudah terserang hama dan penyakit jika tidak
diperlakukan dengan baik. Pemasangan ajir pada tanaman tomat juga tidak
dilakukan sesuai dengan prosedur SOP. Kegiatan pengairan pada tanaman tomat
hanya bergantung pada cuaca, jika turun hujan tanaman tomat disiram namun jika
tidak petani tidak memberikan pengairan yang cukup. Selain itu kegiatan
pengendalian hama dan penyakit tidak dilakukan sesuai dengan prosedur SOP,
yakni tidak dilakukan secara berkala.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, muncul
sarana produksi pertanian yang semakin berkualitas dan teknik produksi yang
semakin kompleks untuk menghasilkan komoditas unggul. Teknik produksi
dengan menggunakan sarana produksi pertanian terangkum dalam ketetapan
Standar Operasional Produksi (SOP) yang baku, seperti yang pernah dicatat pada
Direktorat Jenderal Hortikultura.
54
Hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Lembang menunjukkan
bahwa terdapat sebagian petani tomat yang menerapkan sistem usahatani berbasis
SOP dengan asumsi menghasilkan komoditas tomat berkualitas yang mampu
meningkatkan pendapatan petani. Namun tidak sedikit pula petani tomat yang
melakukan kegiatan usahatani konvensional sesuai dengan pengalaman dan
pengetahuan yang telah diperoleh sejak lama. Sistem usahatani tomat
konvensional pada umumnya dilakukan oleh petani yang memiliki pengalaman
bertani lebih dari 20 tahun, pengalaman yang diperoleh sejak kecil. Burhan, petani
tomat konvensional mengaku memiliki pengalaman bertani lebih dari tiga puluh
tahun yang diperoleh sejak kecil saat ikut orangtuanya bertani. Berbeda dengan
Dani, seorang petani yang menerapkan sistem usahatni tomat berbasis SOP
mengungkapkan bahwa pengalaman bertaninya baru dimulai sejak dua tahun yang
lalu dan diperoleh dari pelatihan dan buku-buku referensi.
Beberapa faktor yang menjadi alasan petani enggan menerapkan sistem
usahatani berbasis SOP bukan disebabkan kurangnya informasi mengenai teknik
usahatani berbasis SOP, melainkan kecemasan petani jika panennya gagal, harga
input produksi berkualitas yang tinggi, teknik yang menyulitkan petani. Harga
input pertanian yang tinggi, seperti penambahan mulsa sebesar Rp 350 000 per rol
dan sprayer sebesar Rp 200 000 yang dapat meningkatkan biaya produksi
merupakan faktor utama keengganan petani dalam menerapkan sistem usahatani
berbasis SOP. Selain itu banyak petani yang enggan melakukan sistem usahatani
berbasis SOP karena dianggap teknik yang dilakukan terlalu menyulitkan dan
tidak efisien dalam hal waktu dan tenaga kerja, seperti perlakuan terhadap benih,
pemeriksaan tanaman agar sesuai SOP, pemangkasan tanaman secara detail, serta
pemberian pupuk dan obat-obatan yang sesuai anjuran. Faktor kebiasaan dan
kenyamanan petani dalam menerapkan usahatani konvensional juga mendasari
alasan petani enggan beralih kepada sistem usahatani berbasis SOP. Lili, salah
seorang petani konvensional mengatakan bahwa dengan menerapkan sistem
usahatani berdasarkan pengalamannya telah cukup memperoleh keuntungan
sehingga tidak perlu mengubah sistem usahatani yang diterapkannya.
Faktor utama yang menyebabkan petani tomat beralih ke sistem usahatani
tomat berbasis SOP adalah keuntungan yang diperoleh meningkat dari hasil panen
yang diperoleh. Komoditas tomat yang diproduksi dari sistem usahatani berbasis
SOP dikatakan lebih banyak dari produksi tomat sebelumnya. Tampilan tomat
yang dihasilkan juga lebih menarik dilihat dari segi warna yang merah, ukuran
yang seragam, buah bebas dari cacat, dan bobot tomat 100 gram per buah hingga
mencapai 150 gram per buah. selain itu tanaman tomat yang ditanam tidak mudah
terserang hama dan penyakit, seperti penambahan mulsa mampu mencegah agar
bibit tidak busuk serta menjaga kestabilan air dan pupuk yang diberikan.
Kegiatan usahatani tomat digambarkan pada dokumentasi yang disajikan
pada Lampiran 10. Secara umum keragaan usahatani tomat di Kecamatan
Lembang mencakup penyemaian benih, pengolahan lahan, penanaman,
pemasangan ajir, perawatan organisme tanaman pengganggu, hingga panen.
Penyemaian Benih
Benih merupakan faktor penentu utama dalam menghasilkan komoditas
pertanian, benih yang unggul akan menghasilkan produk yang unggul pula. Benih
yang biasa dipergunakan oleh petani tomat di Kecamatan Lembang baik pada
55
sistem usahatani konvensional maupun sistem usahatani berbasis SOP adalah
jenis benih unggul (F1). Varietas benih yang ditanam adalah varietas benih
hibrida yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian yaitu Marta, Amala, Warani,
Aura, Cap Kapal Terbang, danArthaloka. Pemilihan varietas benih disesuaikan
dengan ketersediaan di pasar dan varietas yang diminati pasar. Benih yang
digunakan diperoleh dengan sistem pesanan kepada penyemaian benih, sehingga
diperoleh bibit yang siap tanam. Selain itu, petani tomat yang mampu menyemai
benih membeli benih dari kios saprotan kemudian disemai pada lahan miliknya
selama 10 hingga 15 hari.
Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dimaksudkan untuk membuat struktur tanah menjadi
lunak, sehingga tanaman tomat mudah ditanam. Pengolahan lahan dilakukan
dengan membalik-balikkan tanah, membuat bedengan, hingga pemberian mulsa
dan pupuk. Pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani tomat di Kecamatan
Lembang umumnya dilakukan selama lima hari oleh rata-rata penggunaan tenaga
kerja sebanyak 19.67 HOK pada usahatani konvensional dan 27.47 HOK pada
usahatani berbasis SOP.
Penanaman
Penanaman tanaman oleh petani tomat di Kecamatan Lembang dilakukan
pada pagi hari karena seluruh kegiatan bercocoktanam dilakukan pada pagi hari
hingga menjelang siang hari. Penanaman dilakukan dengan mengangkut bibit ke
lokasi tanam, membuka polybag, dan ditanam pada mulsa yang telah dilubangi
maupun ditanam langsung pada tanah tanpa mengikutsertakan batang tanaman.
Setelah penanaman selesai dilakukan, petani memberikan pupuk dan menyiram
tanaman agar tumbuh subur. Pupuk yang diberikan pada penanaman adalah pupuk
kandang, pupuk NPK, TSP, dan KCl. Kegiatan penanaman umumnya dilakukan
selama satu hari dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 4.07 HOK pada usahatani
berbasis SOP dan 2.87 HOK pada usahatani konvensional.
Pemasangan Ajir
Pemasangan ajir dilakukan untuk membantu tanaman tumbuh tegak,
memperbaiki pertumbuhan tanaman, mencegah kerusakan fisik tanaman yang
disebabkan beban buah dan tiupan angin, serta mempermudah kegiatan perawatan
tanaman. Pemasangan ajir harus dilakukan secara hati-hati, pemasangan ajir yang
salah akan menyebabkan kerusakan tanaman akibat angin kencang sehingga
mudah merusak tanaman tomat yang ditanam (Cucu, 2013). Ajir dipasang pada
saat tanaman berusia tiga minggu setelah ditanam di lapang. Ajir yang dipasang
pada umumnya setinggi 200 meter dengan jarak 10 hingga 15 cm. ajir dipasang
pada tanaman yang kemudian diikat dengan menggunakan tali rapia. Pemasangan
ajir dilakukan selama tiga hari dengan tenaga kerja 5.27 HOK pada usahatani
berbasis SOP dan dua hari dengan tenaga kerja 5.09 HOK pada usahatani
konvensional.
Perawatan Tanaman
Perawatan tanaman meliputi pemangkasan daun, pengairan, pemupukan
berkala, hingga perawatan organisme pengganggu tanaman. Pada kegiatan
56
usahatani tomat di Kecamatan Lembang, perawatan tanaman berupa
pemangkasan, pengairan, dan perawatan organisme pengganggu dilakukan setiap
hari. Pemangkasan daun dilakukan saat ada bagian tanaman yang tidak produktif
dan kemudian disingkirkan dari tanaman. Pengairan dilakukan pada pagi hari jika
satu hari sebelumnya tidak turun hujan. Namun pengairan di Kecamatan Lembang
jarang dilakukan karena hampir setiap hari hujan turun. Pengendalian organisme
pengganggu tanaman hanya dilakukan jika dalam tanaman tersebut terlihat ada
serangan hama atau penyakit. Jika tidak ada, maka pengendalian tidak dilakukan.
Kegiatan ini dilakukan selama dua bulan (60 hari) dengan tenaga kerja 132.80
HOK pada usahatani berbasis SOP dan dua hari dengan tenaga kerja 108.13 HOK
pada usahatani konvensional.
Panen
Kegiatan panen dilakukan setelah tanaman berumur 60 hingga 75 hari
setelah tanaman pindah ke lapang dan kemudian dilakukan tiga hingga lima hari
sekali hingga buah tomat habis. Buah tomat dipanen dengan cara dipetik tanpa
menyertakan tangkai buahnya dengan menggunakan tangan. Kegiatan panen
umumnya dilakukan secara langsung oleh tenaga kerja wanita karena dinilai lebih
hati-hati. Buah tomat yang dipanen kemudiian dipasarkan secara langsung ke
pasar maupun ke agen pengumpul di sekitar lokasi petani. Kegiatan ini rata-rata
dilakukan selama enam hari dengan tenaga kerja 14.36 HOK pada usahatani
berbasis SOP dan empat hari dengan tenaga kerja 6.36 HOK pada usahatani
konvensional.
Sistem usahatani yang diterapkan oleh petani berupa usahatani konvensional
maupun usahatani berbasis SOP telah dipertimbangkan dengan baik oleh masing-
masing petani. Perbandingan mengenai penggunaan sistem usahatani tomat akan
dibahas lebih rinci dan mendalam yang dilihat berdasarkan struktur biaya,
penerimaan, pendapatan dan keuntungan, serta efisiensi pendapatan. Hasil
perhitungan akan menunjukkan penggunaan sistem usahatani yang lebih
menguntungkan petani.
Analisis Pendapatan Usahatani Tomat Berbasis SOP dan Usahatani Tomat
Konvensional di Kecamatan Lembang
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh
petani dan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani. Pendapatan
usahatani merupakan faktor utama yang mendorong petani untuk menerapkan
sistem usahatani pada komoditas yang ditanam. Petani akan menerapkan suatu
sistem usahatani jika terbukti memberikan keuntungan berupa pendapatan yang
lebih besar dibandingkan sebelumnya. Sebaliknya, petani enggan menerapkan
sistem usahatani baru jika terbukti menurunkan pendapatan yang diperolehnya.
Analisis perbandingan usahatani yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan membandingkan struktur biaya rata-rata usahatani dan penerimaan rata-
rata usahatani yang kemudian diperoleh pendapatan pendapatan rata-rata
usahatani berbasis SOP dan usahatani konvensional.
57
Analisis Struktur Biaya Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang
Biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan
Lembang dibedakan atas penggunaan input produksi yang digunakan. Biaya
tersebut terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai. Perhitungan biaya dihitung
berdasarkan luasan lahan 1 000 m2 (0.1 hektar) yang diperoleh dari jumlah
kepemilikan lahan terbesar yang digunakan oleh petani responden.
1. Biaya Tunai
Biaya tunai yang dikeluarkan berupa biaya benih, biaya pupuk, biaya
pestisida, biaya mulsa, biaya tenaga kerja luar keluarga, serta pajak tanah yang
dikeluarkan setiap periode tanam. Varietas benih yang digunakan oleh petani
responden di Kecamatan Lembang bervariasi, yaitu yaitu Marta 99, Amala,
Warani, Aura, Cap Kapal Terbang, danArthaloka. Varietas benih yang digunakan
adalah varietas hibrida yang telah dilepas oleh Kementrian Pertanian. Benih yang
digunakan berasal dari kios saprotan yang kemudian disemai sendiri oleh petani
dan dapat pula memesan benih ke persemaian di lokasi sekitar petani. Kebutuhan
rata-rata benih tomat pada setiap musim tanam adalah sebanyak 1 392 pohon
dengan harga beli benih sebesar Rp 135.89 per pohon untuk sistem usahatani
tomat berbasis SOP dan 1 705 pohon dengan harga beli benih sebesar Rp 92.00
per pohon. Sehingga jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk penyediaan benih
pada sistem usahatani tomat berbasis SOP adalah Rp 296 195.88 dan biaya
penyediaan benih pada sistem usahatani tomat konvensional adalah Rp 505 306.
Penggunaan pupuk dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang
terdiri dari pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk TSP, pupuk KCl, dan pupuk
tambahan lainnya. Pupuk yang digunakan diperoleh dari toko saprotan di sekitar
lokasi tanam petani. Ketersediaan pupuk diakui selalu mencukupi dan terpenuhi,
selain itu harga pupuk relatif stabil. Rata-rata penggunaan pupuk pada usahatani
tomat di Kecamatan Lembang dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 29 Rata-rata penggunaan pupuk per 1 000 m2 pada usahatani tomat di
Kecamatan Lembang
Sistem usahatani tomat berbasis SOP
Jenis pupuk Kebutuhan Harga per satuan (Rp) Nilai joint cost (Rp)
Pupuk kandang (karung) 111.95 7 333.33 328 776.15
Pupuk NPK (kg) 75.18 17 326.67 244 611.86
Pupuk TSP (kg) 26.75 2 566.67 31 399.54
Pupuk KCl (kg) 9.80 2 530.00 18 242.54
Pupuk lainnya (kg) 0.46 1 535.71 1 248.92
Jumlah 224.24 31 292.38 624 279.02
Sistem usahatani tomat konvensional
Jenis pupuk Kebutuhan Harga per satuan (Rp) Nilai joint cost (Rp)
Pupuk kandang (karung) 124.59 7 133.33 481 469.25
Pupuk NPK (kg) 63.54 16 333.33 244 611.86
Pupuk TSP (kg) 15.08 2 533.33 20 604.50
Pupuk KCl (kg) 7.87 2 430.00 18 000.40
Pupuk lainnya (kg) 13.70 6 500.00 24 452.38
Jumlah 224.79 34 930.00 789 138.38
58
Pupuk kandang pada umumnya dibeli dengan ukuran karung yang berisi 30
kilogram pupuk dari kotoran kambing. Jumlah pupuk kandang yang digunakan
selama satu musim tanam per 1 000 m2
adalah 111.95 karung dengan harga beli
rata-rata Rp 7 333.33 per karung pada sistem usahatani tomat berbasis SOP dan
124.59 karung dengan harga beli rata-rata Rp 7 133.33 per karung pada sistem
usahatani tomat konvensional. Sedangkan penggunaan pupuk buatan terdiri dari
pupuk NPK, pupuk TSP, pupuk KCl, dan pupuk tambahan lainnya. Kebutuhan
pupuk yang diperlukan oleh sistem usahatani tomat berbasis SOP selama satu
musim tanam per 1 000 m2 adalah sebesar 75.18 kilogram pupuk NPK, 26.75
kilogram pupuk TSP, 9.80 kilogram pupuk KCl, dan 0.46 kilogram pupuk lainnya
dengan harga beliper kg berturut-turut sebesar Rp 17 326.67, Rp 2 566.67, Rp 2
530.00, dan Rp 3 580.09. Sedangkan kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh
sistem usahatani tomat konvensional selama satu musim tanam per 1 000
m2adalah sebesar 63.54 kilogram pupuk NPK, 15.08 kilogram pupuk TSP, 7.87
kilogram pupuk KCl, dan 13.70 kilogram pupuk lainnya dengan harga beli per
kilogram berturut-turut sebesar Rp 16 333.33, Rp 2 533.33, Rp 2 430.00, dan Rp 6
500.00. Penggunaan pupuk pada sistem usahatani tomat konvensional lebih besar
jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk pada sistem usahatani tomat
berbasis SOP. Namun biaya yang dikeluarkan petani tomat konvensional lebih
besar dari petani tomat berbasis SOP untuk pembelian pupuk.
Obat-obatan diberikan saat tanaman terserang organisme pengganggu
tanaman dengan tujuan mengurangi terjangkitnya hama dan penyakit pada
tanaman tomat. Obat-obatan yang digunakan pada umumnya dalam usahatani
tomat di Kecamatan Lembang adalah Anthracal, Bazooka, Daconil, Prepathon,
dan obat tambahan lainnya seperti yang tersaji pada Tabel 31. Penggunaan
pestisida oleh sistem usahatani tomat berbasis SOP selama satu musim tanam per
1 000 m2 adalah sebesar 0.50 botol Anthracal, 1.92 kilogram Bazooka, 2.09 botol
Daconil, 12.56 mililiter Prepathon, dan 5.99 botol pestisida lainnya dengan harga
beli rata-rata berturut-turut sebesar Rp 140 333.33 per botol, Rp 72 928.57 per
kilogram, Rp 136 857.14 per botol, Rp 36 357.14 per mililiter, dan Rp 73 000.000
per botol. Sedangkan penggunaan pestisida yang diperlukan oleh sistem usahatani
tomat konvensional selama satu musim tanam per 1 000 m2
adalah sebesar 50.26
botol Anthracal, 1.35 kilogram Bazooka, 1.18 botol Daconil, 37.20 mililiter
Prepathon, dan 57.49 botol pestisida lainnya dengan harga beli rata-rata berturut-
turut sebesar Rp 71 333.33 per botol, Rp 27 633.33 per kilogram, Rp 78 333.33
per botol, Rp 25 333.33 per mililiter, dan Rp 33 333.33 per botol.
Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 30, dapat diketahui bahwa
penggunaan pestisida pada usahatani tomat konvensional lebih besar daripada
penggunaan pestisida pada usahatani tomat berbasis SOP. Namun, harga beli
pestisida pada petani tomat berbasis SOP lebih besar dibandingkan harga beli
pestisida pada petani tomat konvensional, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk
penggunaan pestisida pada petani tomat berbasis SOP lebih besar daripada biaya
usahatani tomat konvensional.
59
Tabel 30 Rata-rata penggunaan pestisida per 1 000 m2 pada usahatani tomat di
Kecamatan Lembang
Sistem usahatani tomat berbasis SOP
Jenis pestisida Kebutuhan Harga per satuan (Rp) Nilai joint cost (Rp)
Anthracal (botol) 0.50 140 333.33 43 616.67
Bazooka (kg) 1.92 72 928.57 37 350.46
Daconil (botol) 2.09 136 857.14 186 933.33
Prepathon (ml) 12.56 36 357.14 4 235.03
Pestisida lainnya
(botol) 5.99 73 000.00 421 480.69
Jumlah 23.07 459 476.19 693 616.18
Sistem usahatani tomat konvensional
Anthracal (botol) 50.26 71 333.33 26 134.92
Bazooka (kg) 1.35 27 633.33 18 811.22
Daconil (botol) 1.18 78 333.33 129 023.58
Prepathon (ml) 37.20 25 333.33 4 721.09
Pestisida lainnya
(botol) 57.49 33 333.33 179 349.21
Jumlah 147.48 235 966.67 358 040.02
Penggunaan mulsa pada kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang
banyak digunakan oleh petani tomat yang menerapkan sistem usahatani berbasis
konvensional. Berdasarkan data rata-rata penggunaan mulsa per 1 000 m2pada
Tabel 32, terbukti bahwa penggunaan mulsa pada sistem usahatani SOP lebih
besar 0.2 rol dari sistem usahatani konvensional. Selain itu, harga beli mulsa per
satuan oleh sistem usahatani SOP juga lebih besar dari sistem usahatani
konvensional. Selisih harga beli mulsa per rol cukup besar, yaitu mencapai 74
704.76. Sehingga biaya tunai yang dikeluarkan dalam penggunaan mulsa pada
sistem usahatani SOP lebih besar daripada biaya mulsa pada sistem usahatani
konvensional. Penggunaan mulsa pada tanaman tomat juga telah banyak
dilakukan oleh petani tomat konvensional.
Tabel 31 Rata-rata penggunaan mulsa per 1 000 m2 pada usahatani tomat di
Kecamatan Lembang
Keterangan Sistem usahatani SOP Sistem usahatani konvensional
Kebutuhan (rol) 1.00 0.98
Harga satuan (Rp/rol) 384 133.33 309 428.57
Nilai (Rp) 379 693.75 304 044.78
Nilai joint cost (Rp) 173 811.55 120 256.99
Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani tomat di Kecamatan
Lembang terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Penggunaan
tenaga kerja dalam usahatani tomat menggunakan satuan Hari Orang Kerja
(HOK) dengan aktivitas kerja selama lima jam setiap harinya, yaitu pada pukul
07.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Pembayawan upah tenaga kerja dibedakan
berdasarkan jenis kelamin dengan kisaran Rp 25 000 hingga Rp 40 000 untuk
60
tenaga kerja pria per hari dan Rp 20 000 hingga Rp 35 000 per hari untuk tenaga
kerja wanita. Upah tenaga kerja dibayarkan petani setiap harinya setelah pekerjaan
selesai. Tenaga kerja wanita dihitung dalam Hari Kerja Wanita (HKW), sehingga
perlu dikonversikan ke dalam Hari Kerja Pria dengan mengalikan 0.8.
Sumber perolehan tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani
dibedakan menjadi Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja
Luar Keluarga (LKDK). Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani tomat
meliputi kegiatan penyemaian benih, pengolahan lahan, penanaman, pemasangan
ajir, perawatan tanaman (berupa pemupukan, pengairan, pemangkasan tanaman
non produktif, serta pengendalian dan perawatan organisme pengganggu tanaman)
hingga pemanenan. Tenaga kerja pria diperlukan dalam kegiatan penyemaian
benih, pengolahan lahan, penanaman, pemasangan ajir, serta perawatan tanaman
berupa pemupukan dan pengairan karena memerlukan tenaga yang besar dalam
seluruh rangkaian kegiatan tersebut. Sedangkan tenaga kerja wanita diperlukan
dalam kegiatan perawatan tanaman berupa pemangkasan daun dan pemanenan
dengan alasan kehati-hatian dan kerja yang relatif ringan. Rata-rata penggunaan
tenaga kerja dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang disajikan
pada Tabel 33.
Tabel 32 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per 1 000 m2 dalam kegiatan
usahatani tomat di Kecamatan Lembang
Usahatani SOP
Kegiatan
Jumlah HOK (1000 m²)
TKDK Total
TKLK Total
HKP HKW HKP HKW
Penyemaian benih 1.00 0.00 1.00 20.80 0.00 20.80
Pengolahan lahan 3.80 0.00 3.80 27.47 0.00 27.47
Penanaman 0.20 0.00 0.20 4.07 0.00 4.07
Pemasangan ajir 0.20 0.00 0.20 5.27 0.00 5.27
Perawatan tanaman (pemangkasan
daun, pengairan, pemupukan, dan
perawatan organisme pengganggu
tanaman)
16.00 3.20 19.20 104.00 28.80 132.80
Panen 9.60 1.17 10.77 13.93 0.43 14.36
Jumlah 30.80 4.37 35.17 175.53 29.23 204.76
Usahatani Konvensional
Penyemaian benih 3.27 0.00 3.27 14.27 0.00 14.27
Pengolahan lahan 1.20 0.00 1.20 19.67 0.00 19.67
Penanaman 0.33 0.05 0.39 2.87 0.00 2.87
Pemasangan ajir 0.53 0.00 0.53 4.13 0.96 5.09
Perawatan tanaman (pemangkasan
daun, pengairan, pemupukan, dan
perawatan organisme pengganggu
tanaman)
16.13 6.40 22.53 92.13 16.00 108.13
Panen 7.73 0.53 8.27 5.93 0.4 6.36
Jumlah 29.20 6.99 32.91 124.73 17.39 142.12
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 33, terlihat perbedaan
penggunaan tenaga kerja pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang. Pada
sistem usahatani berbasis SOP, penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)
terbesar terletak pada kegiatan perawatan tanaman yaitu sebesar 132.80 HOK
yang kemudian disusul oleh kegiatan pengolahan lahan sebesar 27.57 HOK,
61
penyemaian benih sebesar 20.80 HOK, panen sebesar 14.36 HOK, pemasangan
ajir sebesar 5.27 HOK, dan penanaman sebesar 4.07 HOK. Sama halnya dengan
sistem usahatani berbasis SOP, urutan penggunaan tenaga kerja pada sistem
usahatani konvensional terbesar adalah pengolahan lahan sebesar 108.13 HOK,
pengolahan lahan sebesar 19.67 HOK, penyemaian benih sebesar 14.27 HOK,
pemanenan sebesar 6.36 HOK, pemasangan ajir sebesar 5.09 HOK, dan
penanaman sebesar 2.87 HOK. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)
pada sistem usahatani berbasis SOP lebih besar jika dibandingkan dengan
penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada sistem usahatani
konvensional.
Lahan yang digunakan dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan
Lembang terdiri dari lahan milik dan lahan sewa. Petani penggarap lahan milik
wajib membayar pajak tanah yang dikeluarkan setiap tahunnya. Biaya yang
dikeluarkan petani untuk membayar pajak tanah atas lahan pertanian yang
diusahakannya di Kecamatan Lembang adalah sebesar Rp 100 000 per 1 000 m2
setiap tahunnya.
2. Biaya Non Tunai
Biaya non tunai yang dikeluarkan petani meliputi biaya penyemaian benih
dari tanaman tomat sebelumnya, biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya sewa
lahan milik pribadi, serta biaya penyusutan peralatan. Benih yang digunakan
petani tomat di Kecamatan Lembang diperoleh dari toko saprotan dan petani
penyemaian benih, sehingga tidak terdapat biaya non tunai dari kegiatan
penyemaian benih di Kecamatan Lembang.
Berdasarkan rata-rata penggunaan tenaga kerja pada Tabel 29, diketahui
bahwa jumlah Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) terbesar adalah pada sistem
usahatani tomat berbasis SOP dengan nilai 30.80 HOK, sedangkan jumlah tenaga
kerja konvensional adalah sebesar 29.20 HOK. Pada sistem usahatani berbasis
SOP, penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKDK) terbesar terletak pada
kegiatan perawatan tanaman yaitu sebesar 16.00 HOK yang kemudian disusul
oleh kegiatan pemanenan sebesar 9.60 HOK, pengolahan lahan sebesar 3.80
HOK, penyemaian benih sebesar 1.00 HOK, serta penanaman dan pemasangan
ajir sebesar 0.20. Berbeda halnya dengan sistem usahatani berbasis SOP, urutan
penggunaan tenaga kerja pada sistem usahatani konvensional terbesar adalah
pengolahan lahan sebesar 16.13 HOK, pemanenan sebesar 7.73 HOK,
penyemaian benih sebesar 3.27 HOK, pengolahan lahan sebesar 1.20 HOK,
pemasangan ajir sebesar 0.53 HOK, dan penanaman sebesar 0.33 HOK.
Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada sistem usahatani berbasis
SOP lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan Tenaga Kerja Luar
Keluarga (TKLK) pada sistem usahatani konvensional.
Biaya sewa lahan perlu diperhitungkan dalam biaya non tunai baik bagi
petani penggarap lahan milik, maupun bagi petani penggarap lahan sewa
meskipun tidak diperhitungkan secara tunai bagi petani penggarap lahan milik.
Biaya sewa lahan pertanian di Kecamatan Lembang dibayar setiap tahun sesuai
dengan luas lahan yang disewa. Rata-rata biaya yang dikeluarkan petani untuk
membayar sewa lahan atas lahan pertanian yang digarapnya per 1 000 m2
di
Kecamatan Lembang adalah sebesar Rp 1 510 661.38 untuk sistem usahatani
62
tomat SOP dan Rp 503 553.79 untuk sistem usahatani tomat konvensional setiap
tahunnya.
Peralatan pertanian merupakan sarana penunjang kegiatan usahatani yang
harus dimiliki oleh setiap petani. Peralatan yang dimiliki oleh petani responden di
Kecamatan Lembang adalah cangkul, karung, kored, gunting, dan sprayer.
Peralatan yang digunakan selain berpengaruh terhadap modal usahatani, juga
mempengaruhi besarnya biaya penyusutan yang termasuk pada biaya non tunai.
Perhitungan nilai penyusutan peralatan menggunakan metode garis lurus antara
nilai beli dan umur teknis dari perlatan. Pada perhitungan ini, nilai sisa dianggap
tidak ada sehingga tidak dimasukkan ke dalam perhitungan. Besarnya rata-rata
biaya penyusutan peralatan pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang
disajikan pada Tabel 34.
Tabel 33 Nilai rata-rata penyusutan peralatan per 1 000 m2 pada usahatani tomat
di Kecamatan Lembang
Usahatani tomat berbasis SOP
No. Jenis
peralatan
Jumlah
(unit)
Harga
(Rp/unit)
Umur teknis
(bulan)
Biaya penyu-
sutan (Rp)
Nilai penyusutan per
musim tanam (Rp)
Joint cost
(Rp)
1 Cangkul 4 50 000 12 16 388 49 166 17 916
2 Karung 166 1 500 12 20 791 62 375 21 604
3 Kored 3 15 000 24 1 875 5 625 2 020
4 Gunting 30 375 000 180 4 166 12 500 4 513
5 Sprayer 1 200 000 48 4 444 13 333 4 583
Jumlah 204 641 500 276 47 667 143 000 50 639
Usahatani tomat konvensional
1 Cangkul 3 50 000 12 12 777 38 333 14 444
2 Karung 99 1 500 12 12 325 36 975 13 758
3 Kored 3 15 000 24 1 708 5 125 1 895
4 Gunting 2 25 000 12 4 027 12 083 4 444
5 Sprayer 1 200 000 48 3 055 9 166 3 750
Jumlah 107 291 500 108 33 894 101 683 38 293
Berdasarkan perhitungan nilai penyusutan peralatan pada Tabel 34,
menunjukkan bahwa penyusutan terbesar pada sistem usahatani berbasis SOP
terletak pada karung yang kemudian disusul oleh cangkul, sprayer, gunting, dan
kored. Sedangkan nilai penyusutan peralatan terbesar pada usahatani tomat
konvensional terletak pada cangkul, yang kemudian diikuti oleh karung, gunting,
sprayer, dan kored. Dari perbandingan sistem usahatani tersebut, biaya
penyusutan terbesar adalah pada sistem usahatani tomat berbasis SOP dengan
nilai penyusutan per musim tanam sebesar Rp 50 639 dibandingkan sistem
usahatani tomat konvensional dengan nilai Rp 38 293.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui faktor produksi yang, dimasukan
ke dalam tabel perbandingan yang tersaji pada Lampiran 11. mempengaruhi biaya
yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang.
Perbedaan biaya yang dikeluarkan antara kedua sistem usahatani juga semakin
terlihat jelas. Biaya-biaya pada faktor produksi pupuk, pestisida, tenaga kerja,
serta penyusutan peralatan dihitung berdasarkan nilai pemakaian bersama (joint
cost) karena sistem usahatani dilakukan secara tumpangsari. Besarnya biaya
pemakaian bersama (joint cost) pada setiap petani berbeda-beda, sesuai dengan
63
jenis komoditas yang diusahakan pada lahan yang digarapnya. Secara umum,
terdapat tiga komoditas pertanian yang ditanam secara tumpangsari dalam satu
luasan lahan garapan. Perbedaan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan
usahatani di atas
Hasil perhitungan yang tersaji pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa biaya
yang dikeluarkan pada sistem usahatani berbasis SOP lebih besar jika
dibandingkan dengan sistem usahatani konvensional, yaitu sebesar Rp 6,663
429.83 pada usahatani SOP dan Rp 6 475 858.09 pada usahatani konvensional.
Pada sistem usahatani tomat berbasis SOP, tiga komponen dengan persentase
biaya terbesar terletak pada biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) yaitu
sebesar 55.67 persen (Rp 3 326 013.78), yang kemudian disusul oleh pestisida
sebesar 23.15 persen (Rp 1 382 997.34), dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga
(TKDK) sebesar 11.90 persen (Rp 710 666.67). Sedangkan pada sistem usahatani
tomat konvensional, tiga komponen biaya tertinggi adalah biaya Tenaga Kerja
Luar Keluarga (TKLK) yaitu sebesar 41.41 persen (Rp 2 512 624.89), yang diikuti
dengan biaya pupuk sebesar 28.19 (Rp 1 710 459.24), dan Tenaga Kerja dalam
Keluarga sebesar 13.40 persen (Rp 812 776.67). Hal ini menunjukkan penggunaan
tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar pada kedua sistem usahatani.
Sistem usahatani berbasis SOP lebih banyak mengeluarkan biaya pada komponen
pestisida setelah tenaga kerja, yang menunjukkan bahwa penggunaan pestisida
pada sistem usahatani ini lebih banyak dari usahatani konvensional. Berbeda
dengan sistem usahatani konvensional, komponen biaya terbesar setelah
penggunaan tenaga kerja terletak pada pupuk yang menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk pada sistem usahatani ini lebih besar dari sistem usahatani
SOP. Secara keseluruhan, biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan pada
sistem usahatani konvensional lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan
pada sistem usahatani berbasis SOP.
Analisis Penerimaan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang
Analisis penerimaan usahatani tomat dihitung berdasarkan penerimaan yang
diperoleh dari kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Penerimaan dalam
kegiatan usahatani tomat adalah berupa tomat yang diproduksi dikali dengan
harga jual tomat. Penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahatani pada kedua
sistem usahatani disajikan pada Tabel 35.
Tabel 34 Rata-rata penerimaan usahatani tomat pada luas lahan 1 000 m2 di
Kecamatan Lembang
Uraian Penerimaan usahatani SOP Penerimaan usahatani konvensional
Produksi (kg) 2 429.85 2 294.29
Harga jual (Rp/kg) 3 966.67 3 646.67
Penerimaan 9 638 408.53 8 366 495.24
Produksi tomat yang dihasilkan pada sistem usahatani tomat berbasis SOP
adalah sebesar 2 429.85 kilogram, sedangkan produksi tomat yang dihasilkan
pada sistem usahatani konvensional adalah 2 294.29 kilogram. Perbedaan jumlah
produksi tomat yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh penggunaan input
produksi yang digunakan pada kegiatan usahatani. Tomat yang dihasilkan dari
sistem usahatani berbasis SOP jauh lebih banyak dibandingkan tomat yang
64
diproduksi pada sistem usahatani konvensional. Tomat yang dihasilkan dari
kegiatan panen pada kedua sistem usahatani dijual kepada agen pengumpul dan
dijual langsung ke pasar tradisional, seperti Pasar Lembang dengan harga jual Rp
3 966.67 pada usahatani SOP dan Rp 3 646.67 pada usahatani konvensional.
Sehingga hasil perhitungan menunjukkan bahwa sistem usahatani berbasis SOP
memberikan penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penerimaan pada
sistem usahatani konvensional. Rata-rata penerimaan yang dihasilkan dari sistem
usahatani SOP adalah sebesar Rp 9 638 408.53, sedangkan rata-rata penerimaan
yang diperoleh dari sistem usahatani konvensional adalah sebesar Rp 8 336
495.24. Sehingga selisih penerimaan adalah sebesar Rp 1 301 913.29.
Analisis Pendapatan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang
Analisis pendapatan usahatani diperoleh dari besaran nilai pendapatan yang
diterima petani pada kedua sistem usahatani tomat. Pendapatan usahatani dibagi
menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total karena biaya yang dibagi menjadi
komponen biaya tunai, biaya non tunai, dan biaya total. Pendapatan atas biaya
tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan dengan biaya tunai,
sedangkan pendapatan total diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya total.
Analisis perbandingan pendapatan usahatani tomat dilakukan dengan
membandingkan pendapatan yang diperoleh dari kedua sistem usahatani tomat.
Perhitungan analisis pendapatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang tersaji
pada Tabel 36.
Tabel 35 Analisis rata-rata pendapatan usahatani tomat per 1 000 m2 di
Kecamatan Lembang
Uraian Usahatani SOP Usahatani
konvensional Selisih
Total penerimaan (Rp) 9 358 720.54 8 345 873.02 1 012 847.52
Total biaya tunai (Rp) 5 123 916.41 5 223 354.43 -99 438.02
Total biaya non tunai (Rp) 850 132.28 899 184.72 -49 052.45
Total biaya (Rp) 5 974 048.68 6 122 539.05 -148 490.47
Pendapatan tunai (Rp) 4 234 804.13 3 122 518.59 1 112 285.55
Pendapatan total (Rp) 3 384 671.86 2 223 333.86 1 161 337.99
R/C atas biaya tunai 1.83 1.60 0.20
R/C atas biaya total 1.57 1.36 0.23
Dari perhitungan analisis rata-rata pendapatan pada Tabel 36 di atas,
diketahui bahwa rata-rata pendapatan yang diperoleh dari sistem usahatani SOP
lebih besar dari pendapatan dari sistem usahatani konvensional. Sistem usahatani
tomat berbasis SOP menghasilkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4 234
804.13 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 177 375.73. Sedangkan
sistem usahatani tomat konvensional menghasilkan pendapatan atas biaya tunai
sebesar Rp 3 384 671.86 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 2 278 191.01.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem usahatani tomat berbasis SOP lebih
menguntungkan petani dibandingkan dengan sistem usahatani tomat konvensional
karena nilai pendapatan tunai dan pendapatan total yang dihasilkan lebih tinggi.
65
Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani Tomat Berbasis SOP dan Usahatani
Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang
Efisiensi pendapatan usahatani tomat diperoleh dari besaran nilai R/C ratio.
Pada penelitian ini, peneliti membagi komponen biaya menjadi biaya tunai, biaya
non tunai, dan biaya total sehingga diperoleh nilai R/C rasio tunai dan R/C ratio
total. Perbandingan efisiensi pendapatan usahatani tomat pada kedua sistem
usahatani dilakukan dengan membandingkan nilai R/C rasio tunai dan R/C ratio
total yang diperoleh dari kedua sistem usahatani. Kedua nilai R/C rasio yang
diperoleh dari dari analisis perhitungan pendapatan tertera pada Tabel 35.
Hasil perhitungan menunjukkan analisa R/C rasio atas biaya tunai pada
sistem usahatani tomat berbasis SOP adalah sebesar 1.83, hal ini mengandung arti
bahwa setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan
sebesar Rp 1.83. Nilai R/C rasio atas biaya total adalah sebesar 1.57 yang
menunjukkan bahwa setiap Rp 1 biaya keseluruhan yang dikeluarkan, akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.57. Sedangkan hasil perhitungan R/C
rasio pada sistem usahatani tomat konvensional adalah sebesar 1.61 untuk R/C
rasio atas biaya tunai dan 1.38 untuk R/C rasio pada biaya total. Hal ini berarti
setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.61 dan setiap Rp 1 biaya total yang
dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.38.
Nilai R/C ratio lebih dari satu pada kedua sistem usahatani menunjukkan
bahwa kedua sistem usahatani efisien dan layak untuk dilakukan karena mampu
menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkannya.
Namun, penerimaan atas satu rupiah biaya yang dikeluarkan, baik biaya tunai
maupun biaya total pada sistem usahatani tomat berbasis SOP lebih besar
dibandingkan dengan sistem usahatani tomat konvensional. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa sistem usahatani tomat berbasis SOP lebih efisien
dibandingkan dengan sistem usahatani tomat konvensional dilihat dari nilai R/C
ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total yang lebih besar.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tomat Berbasis SOP dan
Usahatani Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang
Evaluasi Model Dugaan
Evaluasi model digunakan yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan
mampu memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi, sehingga komponen error
bernilai kecil. Evaluasi model dugaan dianalisis melalui nilai koefisien
determinasi (R-Sq), nilai uji signifikasi model dugaan (T-value), dan uji
signifikasi koefisien model dugaan (P-value). Hasil perhitungan dugaan faktor-
faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan Lembang
disajikan pada Lampiran 12. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi
produksi tomat (Y) di Kecamatan Lembang, yaitu jumlah bibit (X1), jumlah
pupuk kandang (X2), jumlah pupuk NPK (X3), jumlah pupuk TSP (X4), jumlah
pupuk KCl (X5), jumlah pestisida (X6), jumlah mulsa (X7), jumlah tenaga kerja
(X8), serta dummy sistem usahatani (D). Hasil analisis faktor yang diduga
mempengaruhi produksi tomat disajikan pada Tabel 37.
66
Tabel 36 Analisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat di
Kecamatan Lembang
Variabel Koefisien
regresi
Standar d
Error Nilai t hitung Peluang VIF
Konstanta (b0) 0.7053 0.6002 1.18 0.025
Bibit (X1) 0.6934 0.1865 3.72 0.001 4.6
Pupuk kandang (X2) 0.1076 0.0885 1.22 0.023 1.9
Pupuk NPK (X3) 0.0808 0.0875 0.92 0.036 1.7
Pupuk TSP (X4) 0.0506 0.0605 0.84 0.041 1.8
Pupuk KCl(X5) 0.0311 0.6576 0.47 0.041 2.7
Pestisida (X6) -0.0179 0.0379 -0.47 0.034 1.3
Mulsa (X7) 0.2177 0.1910 1.14 0.268 3.0
Tenaga kerja (X8) 0.0157 0.3639 0.04 0.046 3.2
Dummy sistem usahatani (D) 0.0146 0.0880 -0.17 0.870 1.6
Koefisien Determinasi R-Sq = 87.0%
R-Sq (adj) = 76.5%
α (0.05)
Berdasarkan perhitungan analisis pada Tabel 37 di atas, dapat diketahui
keragaman total data yang dijelaskan dengan nilai koefisien determinasi, akurasi
model dugaan yang dijelaskan dengan uji signifikasi model dugaan, pengaruh
signifikasi produksi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1. Koefisien determinasi
Nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari perhitungan penelitian ini
menunjukkan nilai 87.0 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa 87.0 persen
variasi produksi tomat di Kecamatan Lembang dapat dijelaskan oleh model yang
dugaan yang diperoleh, sisanya sebesar 13.0 persen dijelaskan oleh komponen
eror yang tidak dijelaskan pada model. Secara umum, mendefinisikan bahwa
model yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan Lembang karena bernilai mendekati
100 persen. Sehingga goodness of fit antara data aktual dan peramalannya akan
semakin baik.
2. Uji signifikasi model dugaan
Pada tabel analysis of variance (Lampiran 12), diperoleh nilai F-regression
sebesar 11.47. statistik uji mengikuti sebaran F dengan v1 = 9 dan v2 = 20. Untuk
taraf nyata sebesar lima persen (α = 5%), diperoleh nilai kritis F(9,20)5% sebesar
2.39 (Lampiran 8). Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai F-Regression (14.83)
lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis F(9,20)5%, sehingga dapat disimpulkan
bahwa model dugaan yang diperoleh signifikan pada taraf nyata lima persen (α =
5%). Begitu juga dengan perhitungan nilai P pada tabel Analysis of Variance
sebesar 0.000 atau 0 persen (Lampiran 12) yang lebih kecil dari taraf nyata lima
persen (α = 5%). Artinya model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan
untuk memprediksi produksi tomat di Kecamatan Lembang pada taraf nyata lima
persen.
3. Uji signifikasi koefisien model dugaan
Berdasarkan perhitungan analisis pada Tabel 37, diperoleh nilai P yang
menunjukkan signifikasi masing-masing variabel terhadap model pada taraf nyata
lima persen (α = 5%). Besaran nilai P untuk variabel X1 (bibit) sebesar 0.001,
67
variabel X2 (pupuk kandang) sebesar 0.023, variabel X3 (pupuk NPK) sebesar
0.036, variabel X4 (pupuk TSP) sebesar 0.041, variabel X5 (pupuk KCl) sebesar
0.034, variabel X6 (pestisida) sebesar 0.034, variabel X7 (mulsa) sebesar 0.268,
variabel X8 (tenaga kerja) sebesar 0.046, serta variabel dummy (sistem usahatani)
sebesar 0.870. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada taraf nyata lima persen (α
= 5%) penggunaan bibit, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk TSP, pupuk KCl,
pestisida, dan tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap produksi tomat karena
nilai P pada variabel tersebut lebih kecil dari taraf nyata lima persen (α = 5%).
Sedangkan penggunaan mulsa dan penerapan sistem usahatani tidak berpengaruh
signifikan terhadap produksi tomat karena nilai P pada variabel tersebut lebih
besar dari taraf nyata lima persen (α = 5%).
Interpretasi Model Dugaan
Berdasarkan hasil analisis yang tertera pada Tabel 37, dapat diperoleh
persamaan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tomat sebagai
berikut:
Ln Y = 0.705 + 0.693 Ln X1 + 0.108 Ln X2 + 0.0808 Ln X3 + 0.0506 Ln X4 + 0.0311
Ln X5 – 0.0179 Ln X6 + 0.218 Ln X7 + 0.016 Ln X8 + 0.0146 D
Dimana:
Y = Produksi (kg)
X1 = Bibit (pohon)
X2 = Pupuk kandang (kg)
X3 = Pupuk NPK(kg)
X4 = Pupuk TSP (kg)
X5 = Pupuk KCl (kg)
X6 = Pestisida (kg)
X7 = Mulsa (rol)
X8 = Tenaga kerja (HOK)
D = Dummy sistem usahatani (0 untuk sistem usahatani konvensional. 1 untuk sistem
usahatani berbasis SOP)
Dari persamaan tersebut dapat diartikan nilai peningkatan dan penurunan
produksi tomat yang diperoleh dari hasil penambahan ataupun pengurangan satu
unit variabel independen (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, D). Nilai koefisien
regresi dalam model fungsi produksi Cobb Douglass merupakan nilai elastisitas
produksi dari variabel-variabel produksi tersebut. Berdasarkan Tabel 37 di atas,
penjumlahan nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala
usaha. Model produksi yang diperoleh dari hasil penjumlahan nilai koefisien
regresi masing-masing variabel diduga sebagai elastisitas produksi. Nilai
parameter penjelas sebesar 1.1644 menunjukkan bahwa usahatani tomat di
Kecamatan Lembang berada pada skala kenaikan hasil yang semakin meningkat
(increasing return to scale) karena bernilai lebih dari satu. Nilai ini mengandung
arti bahwa setiap penambahan satu persen dari masing-masing faktor produksi
secara bersama-sama akan meningkatkan produksi sebesar 1.1644 persen.
Usahatani tomat di Kecamatan Lembang secara umum berada pada daerah
produksi I (daerah irrasional), daerah ini merupakan daerah produksi yang tidak
rasional karena pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang maksimum.
68
Pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan.
Namun, tidak semua peningkatan penggunaan input pada masing-masing variabel
mampu meningkatkan produksi tomat. Pengaruh penimgkatan penggunaan input
pada masing-masing faktor produksi dijelaskan sebagai berikut:
1. Bibit (X1)
Penggunaan bibit sangat berpengaruh pada tanaman tomat yang akan
diproduksi. Penggunaan bibit yang berkualitas akan menghasilkan tomat yang
memiliki daya tahan yang baik dan menghasilkan tomat yang berkualitas.
Jumlah bibit yang perlu disiapkan adalah sebanyak jumlah pertanaman
ditambah bibit persediaan untuk kegiatan penyulaman. Nilai koefisien bibit
sebesar 0.693 menunjukkan bahwa penggunaan pupuk berpengaruh nyata
terhadap produksi tomat bersifat inelastis. Penggunaan bibit tomat sebesar
satu persen dengan jumlah input yang lain tetap, maka produksi yang
dihasilkan akan meningkat 0.693 persen. Nilai koefisien bibit antara nol dan
satu (0<Ep<1) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk berada pada daerah
produksi II (daerah rasional), sehingga akan mencapai keuntungan maksimum
bagi petani.
2. Pupuk Kandang (X2)
Pupuk kandang yang digunakan sebagai pupuk dasar oleh sebagian petani
ialah pupuk yang berasal dari kandang ternak berupa kotoran dalam bentuk
padat yang dibeli dengan satuan karung (25 kg). Pupuk kandang ini
merupakan sumber zat makanan bagi tumbuhan. Pupuk kandang yang
digunakan oleh petani tomat di Kecamatan Lembang diperoleh dengan harga
rata-rata Rp 9 000 per karung. Pupuk kandang berperan positif terhadap hasil
produksi tomat dengan nilai 0.0182, artinya setiap penambahan pupuk
kandang sebesar satu persen akan menaikkan hasil produksi tomat sebesar
0.0182 persen dengan jumlah input yang lain tetap. Nilai koefisien tersebut,
menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang bersifat inelastis dan berada
pada daerah II, yaitu daerah rasional karena memiliki nilai elastisitas yang
berada diantara nilai nol hingga satu (0<Ep<1). Faktor produksi penggunaan
pupuk kandang terbukti berpengaruh nyata terhadap produksi tomat di
Kecamatan Lembang.
3. Pupuk NPK (X3)
Pupuk NPK merupakan salah satu sumber hara yang mampu menyuburkan
tanah sebagai media pertumbuhan tanaman tomat. Penggunaan pupuk NPK
juga berperan positif terhadap produksi tomat yang ditunjukkan dengan nilai
0.0808, artinya peningkatan penggunaan pupuk NPK sebesar satu persen
dengan jumlah input yang lain tetap akan meningkatkan produksi tomat
sebanyak 0.0808 persen. Penggunaan pupuk NPK bersifat inelastis dan
berada pada daerah produksi II (daerah rasional) dengan nilai elastisitas
antara nol hingga satu (0<Ep<1). Hal tersebut membuktikan bahwa
penggunaan pupuk NPK layak digunakan terhadap produksi tomat karena
mampu memberikan keuntungan maksimum. Faktor produksi penggunaan
pupuk NPK terbukti berpengaruh nyata terhadap produksi tomat di
Kecamatan Lembang.
69
4. Pupuk TSP (X4)
Selain pupuk kandang dan pupuk NPK, pupuk TSP juga merupakan salah
satu pupuk penunjang untuk menambah dan mempertinggi kesuburan tanah.
Berdasarkan nilai perhitungan sebesar 0.0506 mengindikasikan bahwa pupuk
TSP berpengaruh positif terhadap produksi tanaman. Penambahan pupuk TSP
sebesar satu persen dengan penggunaan input lain tetap akan meningkatkan
produksi tomat sebesar 0.0506 persen. Nilai koefisien tersebut berada antara
nol hingga satu, sehingga penggunaan pupuk TSP bersifat inelastis yang
berada pada daerah rasional (daerah produksi II). Penggunaan pupuk TSP
yang digunakan petani tomat layak digunakan karena mampu meningkatkan
produksi tomat dengan memberikan keuntungan maksimum. Faktor produksi
penggunaan pupuk TSP terbukti berpengaruh nyata terhadap produksi tomat
di Kecamatan Lembang.
5. Pupuk KCl (X5)
Unsur kalium juga dibutuhkan tanaman tomat untuk merangsang
pertumbuhan bunga, akar, dan daun muda. Sehingga pupuk KCl diperlukan
mulai dari fase perkembangan vegetatif hingga vase pembuahan
(Majiburrahmad 2011). Hasil perhitungan sebesar 0.0311 memberi arti
peningkatan penggunaan satu persen pupuk KCl pada tanaman tomat pada
jumlah penggunaan input lain tetap, akan meningkatkan produksi tomat
sebesar 0.0311 persen. Nilai koefisien sebesar 0.0311 menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk KCl bersifat inelastis dan berada pada daerah produksi II
(daerah rasional). Hal ini berarti penggunaan pupuk KCl juga memiliki
pengaruh positif pada tanaman tomat karena mampu meningkatkan produksi
yang berpengaruh pada peningkatan pendapatan petani. Faktor produksi
penggunaan pupuk KCl terbukti berpengaruh nyata terhadap produksi tomat
di Kecamatan Lembang.
6. Pestisida (X6)
Pengendalian organisme pengganggu tanaman dilakukan dengan cara
penyemprotan pada tanaman tomat yang mulai terserang hama dan penyakit.
Pestisida juga digunakan untuk penanggulangan gulma pada tanaman tomat.
Namun penggunaan pestisida berlebih dapat memberikan efek negatif pada
tanaman tomat. Hal ini terbukti dari nilai koefisien pestisida sebesar -0.0179
yang berarti penambahan penggunaan satu persen pestisida akan menurunkan
produksi tomat sebesar 0.0179 persen pada tingkat penggunaan input lain
tetap. Nilai koefisien pestisida kurang dari nol (Ep < 0) menunjukkan bahwa
penggunaan pestisida bersifat inelastis dan berada pada daerah produksi III
(daerah irrasional), artinya setiap penambahan pemakaian input akan
menyebabkan penurunan jumlah produksi total. Apabila penggunaan
pestisida terus ditingkatkan, maka akan menurunkan produksi yang dihasilkan
sehingga dapat memicu kerugian. Faktor produksi penggunaan pestisida
terbukti berpengaruh nyata terhadap produksi tomat di Kecamatan Lembang.
7. Mulsa (X7)
Pemakaian mulsa bertujuan untuk menjaga kestabilan kadar air dalam tanah,
sehingga mampu memelihara temperatur dan kelembaban tanah, memelihara
70
kandungan bahan organik, dan mengendalikan pertumbuhan gulma. Nilai
koefisien mulsa sebesar 0.218 menunjukkan bahwa penggunaan mulsa
bersifat inelastis, artinya peningkatan penggunaan satu rol mulsa sebesar satu
persen dalam penggunaan input lain tetap akan meningkatkan produksi tomat
sebesar 0.218 persen. Penggunaan mulsa berada pada daerah rasional (daerah
produksi II) yang berarti bahwa penggunaan mulsa memberikan dampak
positif bagi pertumbuhan tanaman tomat karena mampu meningkatkan
produksi tomat. Faktor produksi penggunaan mulsa pada usahatani tomat
terbukti berpengaruh nyata terhadap produksi tomat di Kecamatan Lembang.
8. Tenaga Kerja (X8)
Faktor tenaga kerja tidak kalah penting dari faktor lainnya. Penggunaan
tenaga kerja baik berasal dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga
berperan penting dalam seluruh kegiatan produksi. Perhitungan koefisien
penggunaan tenaga kerja senilai 0.016 menunjukkan bahwa penggunaan
tenaga kerja bersifat inelastis karena bernilai antara 0 hingga satu (0<Ep<1).
Peningkatan penggunaan satu persen tenaga kerja akan meningkatkan
produksi tomat sebesar 0.016 persen dalam penggunaan input lain tetap.
Penggunaan tenaga kerja berada pada daerah produksi II (daerah rasional)
sehingga memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan produksi tomat
dan keuntungan petani. Faktor produksi penggunaan mulsa pada usahatani
tomat terbukti berpengaruh nyata terhadap produksi tomat di Kecamatan
Lembang.
9. Sistem Usahatani (D)
Nilai koefisien (slope D) sebesar 0.0146 menunjukkan bahwa apabila petani
menggunakan sistem usahatani berbasis SOP, maka produksi tomat 0.0146
persen lebih besar dibandingkan dengan petani yang menggunakan sistem
usahatani tomat konvensional (cet. par.). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penerapan sistem usahatani berbasis SOP merupakan sistem usahatani yang
lebih baik dilihat dari produksi yang dihasilkan. Faktor produksi penggunaan
sistem usahatani tomat terbukti berpengaruh nyata terhadap produksi tomat di
Kecamatan Lembang.
Pemenuhan Asumsi Ordinary Least Square (OLS)
Hasil regresi model produksi tomat menunjukkan bahwa model tidak
terdapat masalah normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan masalah
heteroskedesitas. Hal ini dibuktikan dari nilai VIF pada setiap variabel independen
(X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, dan D) bernilai kurang dari sepuluh (VIF <
10). Selanjutnya pada grafik residual terhadap fitted values pada Lampiran 12,
terlihat bahwa tidak ada masalah heteroskedesitas karena titik sebarannya tersebar
acak dan menunjukkan pola sistematis. Hasil analisis model penduga fungsi
produksi tomat di Kecamatan Lembang secara sistematis telah memenuhi asumsi
OLS, hal ini juga dapat dianalisis dengan melihat nilai p-value. Nilai p-value nol
menunjukkan bahwa asumsi OLS terpenuhi, dan menunjukkan bahwa model
fungsi produksi tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara
variabel dependent (produksi tomat) dan variabel independent (pupuk, pestisida,
mulsa, dan tenaga kerja).
71
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, simpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian adalah analisis usahatani tomat berbasis Standar Operasional
Prosedur (SOP) lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan usahatani tomat
konvensional. Hal tersebut dibuktikan dari nilai pendapatan usahatani dan nilai
R/C ratio yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani tomat konvensional.
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan
Lembang adalah penggunaan bibit tomat, pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk
TSP, pupuk KCl, mulsa, dan tenaga kerja. Penggunaan kelima input produksi
tersebut telah dilakukan secara rasional, sehingga mampu meningkatkan produksi
tomat yang dihasilkan. Sedangkan penggunaan pestisida dinilai terlalu berlebihan,
sehingga memberikan dampak negatif bagi usahatani tomat karena menurunkan
produksi tomat yang dihasilkan.
Penerapan sistem usahatani tomat berbasis Standar Operasional Prosedur
(SOP) terbukti memberikan pengaruh positif bagi petani tomat karena mampu
meningkatkan produksi tomat dan menghemat biaya produksi, sehingga mampu
memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem usahatani
tomat konvensional.
Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan serta simpulan, maka saran yang
diberikan penulis adalah:
1. Untuk meningkatkan pendapatan usahatani tomat, diperlukan pertimbangan
penggunaan faktor-faktor produksi agar lebih efisien.
2. Berdasarkan hasil kajian, biaya tenaga kerja merupakan komponen biaya
yang terbesar, sehingga penggunaan tenaga kerja harus diperhatikan secara
saksama agar penggunaannya lebih optimal.
3. Pengenalan dan pelatihan Standar Operasional Prosedur usahatani tomat
harus terus dilaksanakan oleh lembaga penyuluh pertanian setempat kepada
petani, agar dalam jangka panjang produksi tomat dan kesejahteraan petani
dapat meningkat.
4. Bagi petani tomat dengan sistem usahatani konvensional sebaiknya meninjau
dan mempertimbangkan kembali sistem usahatani yang diterapkannya, karena
dengan menerapkan langkah-langkah sistem usahatani SOP dapat
meningkatkan pendapatan yang diperolehnya.
72
DAFTAR PUSTAKA
Anggreini V. 2005. Analisis Usahatani Padi Pestisida dan Non Pestisida di Desa
Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi].
Bogor (ID): Inst Pertanian Bogor.
Arifin B. 2005. Pembangunan Pertanian Paradigma Kebijakan dan Strategi
Revitalisasi. Jakarta (ID): Grasindo.
Aswatini, Noverla M, Fitranita. Konsumsi Sayur dan Buah di Masyarakat dalam
Konteks Pemenuhan Gizi Seimbang. J Kependudukan Vol. III, No. 2, 2008.
(ID): Pusat Penelitian Kependudukan–Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(PKK-LIPI).
Atmoko T. (tahun terbit tidak diketahui). Standar Operasional Prosedur (SOP) dan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
[Badan Pusat Statistik]. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-
Ekonomi Indonesia. ISSN: 2085.5664. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Cahyono B. 2008. Tomat: Usahatani & Penananganan Pasca Panen. Seri
Budidaya Edisi Revisi. Yogykarta (ID): Kanisius.
Dahlia E. 2002. Analisis Finansial Usahatani Tomat Apel (Recento fi) Hidroponik
(Di PT. PRI-MA Tani, Desa Cisarua, Kec. Sukaraja, Kab. Sukabumi, Jawa
Barat). [skripsi]. Bogor (ID): Inst Pertanian Bogor.
[Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bidang Bina Usaha Provinsi Jawa Barat].
2012. Pendapatan Usahatani Komoditas Sayuran di Indonesia. Jakarta (ID):
Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura.
[Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat]. 2011.
Pedoman Teknis Pelaksanaan Pengembangan Hortikultura Tahun 2012
Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Sayuran dan Tanaman
Obat Berkelanjutan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal
Hortikultura.
[Direktorat Bina Produksi Hortikultura]. 2003. Budidaya Tomat. Jakarta (ID):
Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Handayani A. 2013. Analisis Pendapatan Usahatani Wortel Benih Lokal dan
Benih Impor (Studi Kasus: Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten
Cianjur) [Skripsi]. Bogor (ID). Inst Pertanian Bogor.
Hanafie R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
[IPB]. Institut Pertanian Bogor. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bogor.
Inst Pertanian Bogor Pr.
[IPB]. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi Lembaga Penelitian Institut
Pertanian Bogor. Suhardjo. [tahun terbit tidak diketahui]. Strategi di Bidang
Konsumsi Pangan dalam Mendorong Terwujudnya Swasembada Pangan dan
Perbaikan Gizi. Bogor (ID): Inst Pertanian Bogor.
Keskin G, Tatlidil FF, Dellal i. 2010. An Analysis of Tomato Production Cost and
Labor Force Productivity in Turkey. Bulgarian J of Agricultural Science, 16
(No 6) 2010, 692-699. Ankara (TR): Agricultural Academy.
Krisnamurthi B. 2012. Pangan Rakyat Soal Hidup atau Mati 60 Tahun Kemudian
(Pengantar). Inst Pertanian Bogor Pr.
Koerdianto EZ. 2008. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah
terhadap Komoditas Sayuran Unggulan (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten
73
Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Jawa Barat. [skripsi]. Bogor
(ID): Inst Pertanian Bogor.
Mankiw N G. 2007. Makroekonomi Edisi Keenam (Alih bahasa oleh Liz Fitria,
Nurmawan Imam). Jakarta (ID): Erlangga.
Marimin, Muspitawati H. 2002. Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Produk
Industri Sayuran Segar (Studi Kasus di Sebuah Agroindustri Sayuran Segar). J.
Teknol. dan Ind. Pangan Vol. XIII, No. 3. Bogor (ID): Inst Pertanian Bogor.
Mujihurrahmad. Sains Riset Vol.1 - No.2. 2011. Analisis Produktivitas Usahatani
Tomat Berbasis Agroklimat (Kasus Dataran Medium dan Dataran Tinggi).
Nazir Moh. 2011. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
Pertiwi DM. 2008. Analisis Usahatani Sayuran Organik di PT. Anugerah Bumi
Persada “RR Organic Farm” Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor
(ID): Inst Pertanian Bogor.
Naqias S. 2012. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan
Pendapatan Usahatani Padi Varietas Ciherang (Studi Kasus: Gapoktan Tani
Bersama, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor
[skripsi]. Bogor (ID): Inst Pertanian Bogor.
[Kementerian Pertanian Republik Indonesia]. 2009. Pedoman Budidaya Buah dan
Sayur yang Baik. 48 Permentan/OT.140/10/2009. Jakarta (ID): Kementerian
Pertanian Republik Indonesia.
Pracaya. 1998. Bertanam Tomat. Yogyakarta (ID): Kanisius.
[Pusat Perlindungan Varietas Tanaman]. 2007. Panduan Pengujian Individual
Kebaruan, Keunikan, Keseragaman, dan Kestabilan Tomat. Jakarta (ID):
Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Puspitasari AR. 2006. Studi Identifikasi dan Tingkat Komersialisasi Benih Tomat
Varietas Unggul (Studi Kasus di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Inst Pertanian Bogor.
Rosalina L. 2009. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik pada
Kelompok Tani Sugih Tani pada Kaawasan Agropolitan di Desa Karehkel,
Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Inst
Pertanian Bogor.
Rukmana R. 2012. Tomat & Cherry. Seri Budidaya Cetakan ke-13. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Saptana, Kurnia, Indraningsih S, Hastuti EL. [tahun terbit tidak diketahui].
Analisis Kelembagaan Kemitraan Usaha di Sentra-Sentra Produksi Sayuran
(Suatu Kajian atas Kasus Kelembagaan Kemitraan Usaha di Bali, Sumatera
Utara, dan Jawa Barat). Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial dan Kebijakan
Pertanian.
Setiawati W, Sulastrini I, Gunaeni N. 2001. Penerapan Teknologi PHT pada
Tanaman Tomat. Monografi No 23 ISBN : 979-8304-37-3. Bandung (ID):
Balai Penelitan Tanaman Sayuran.
Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 2002, c1986. Ilmu Usahatani
dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Depok (ID): Univ Indonesia
Pr.
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Jakarta (ID): CV Rajawali.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi.
Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.
74
Suhardjo. (tahun terbit tidak diketahui). Strategi di Bidang Konsumsi Pangan
dalam Mendorong Terwujudnya Swasembada Pangan dan Perbaikan Gizi.
Bogor (ID): Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) Inst Pertanian
Bogor.
Tarigan, PEVBr. 2009. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada Permata
Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Inst Pertanian
Bogor.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 2008. Agribisnis Tanaman Sayur. Edisi Revisi.
Depok (ID): Penebar Swadaya.
Tim Penulis Penebar Swadaya. Budidaya Tomat Secara Komersial. Depok (ID):
Penebar Swadaya.
75
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengeluaran rumah tangga per bulan untuk kelompok makanan tahun 1999, 2002-2011
Kelompok makanan 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Maret September Maret
- Padi-padian 16.78 12.47 10.36 9.44 8.54 11.37 10.15 9.57 8.86 8.89 7.48 8.37 9.14
- Umbi-umbian 0.78 0.64 0.65 0.76 0.58 0.59 0.56 0.53 0.51 0.49 0.51 0.48 0.44
- Ikan 5.58 5.17 5.37 5.06 4.66 4.72 3.91 3.96 4.29 4.34 4.27 4.12 4.20
- Daging 2.29 2.86 2.90 2.85 2.44 1.85 1.95 1.84 1.89 2.10 1.85 2.19 2.06
- Telur dan susu 2.91 3.28 3.04 3.05 3.12 2.96 2.97 3.12 3.27 3.20 2.88 2.86 3.00
- Sayur-sayuran 6.23 4.73 4.80 4.33 4.05 4.42 3.87 4.02 3.91 3.84 4.31 3.72 3.78
- Kacang-kacangan 2.33 2.02 1.90 1.75 1.70 1.63 1.47 1.55 1.57 1.49 1.26 1.31 1.33
- Buah-buahan 2.07 2.84 2.97 2.61 2.16 2.10 2.56 2.27 2.05 2.49 2.15 2.06 2.44
- Minyak dan lemak 3.04 2.25 2.23 2.31 1.93 1.97 1.69 2.16 1.96 1.92 1.91 1.79 1.95
- Bahan minuman 3.12 2.71 2.52 2.48 2.23 2.50 2.21 2.13 2.02 2.26 1.80 1.93 1.73
- Bumbu-bumbuan 1.65 1.55 1.46 1.43 1.33 1.37 1.10 1.12 1.08 1.09 1.06 1.02 1.02
- Konsumsi lainnya 1.29 1.37 1.24 1.23 1.34 1.27 1.34 1.39 1.33 1.29 1.07 1.07 1.1
- Makanan jadi 9.48 9.70 9.81 10.28 11.44*) 10.29*) 10.48*) 11.44*) 12.63*) 12.79*) 13.73*) 11.81*) 12.72*)
- Minuman beralkohol 0.05 0.08 0.08 0.08 - - - - - - - - -
- Tembakau dan sirih 5.33 6.80 7.56 6.89 6.18 5.97 4.97 5.08 5.26 5.25 5.16 5.73 6.16
Jumlah makanan 62.94 58.47 56.89 54.59 51.37 53.01 49.24 50.17 50.62 51.43 49.45 48.46 51.08
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, Modul Konsumsi 1999, 2002 dan 2005 (2003, 2004, dan 2006) hanya mencakup panel 10,000 rumahtangga, sedangkan
2007, 2008, 2009, dan 2010 mencakup panel 68,000 rumahtangga). Tahun 2011-2012 merupakan data Susenas Triwulan I dan Triwulan III (Maret dan
September) dengan sampel 75,000 rumahtangga.
Catatan : *) Termasuk minuman beralkohol
76
Lampiran 2 Peta kabupaten/kota sentra dan pengembangan produksi tomat di
Jawa Barat
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2009)
77
Lampiran 3 Produksi tomat tingkat provinsi di Indonesia
Lokasi 2007 2008 2009 2010 2011
Aceh 10 642.00 10 119.00 12 644.00 24 496.00 17 358.00
Sumatera Utara 76 699.00 69 134.00 90 147.00 84 353.00 93 386.00
Sumatera Barat 25 577.00 30 793.00 33 842.00 49 712.00 58 078.00
Riau 776.00 524.00 795.00 679.00 146.00
Jambi 10 467.00 14 886.00 15 051.00 9 940.00 9 970.00
Sumatera Selatan 12 366.00 16 306.00 17 041.00 19 101.00 10 669.00
Bengkulu 23 210.00 28 346.00 36 083.00 52 667.00 39 748.00
Lampung 14 861.00 16 694.00 17 489.00 20 330.00 18 420.00
Kepulauan Bangka Belitung 167.00 746.00 622.00 878.00 906.00
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 0.00 0.00 0.00 0.00 9.00
Jawa Barat 267 220.00 269 404.00 309 653.00 304 774.00 354 832.00
Jawa Tengah 40 794.00 55 475.00 61 303.00 76 462.00 73 009.00
Daerah Istimewa Yogyakarta 1 168.00 901.00 929.00 1 094.00 747.00
Jawa Timur 33 237.00 46 046.00 56 626.00 56 342.00 67 646.00
Banten 5 149.00 2 745.00 4 276.00 3 506.00 3 052.00
Bali 9 369.00 30 221.00 30 589.00 31 422.00 33 542.00
Nusa Tenggara Barat 10 040.00 19 420.00 28 781.00 25 639.00 33 864.00
Nusa Tenggara Timur 7 233.00 8 174.00 7 394.00 6 151.00 10 476.00
Kalimantan Barat 1 432.00 2 007.00 3 440.00 2 958.00 2 878.00
Kalimantan Tengah 1 938.00 3 945.00 4 634.00 2 416.00 2 317.00
Kalimantan Selatan 3 916.00 4 350.00 4 579.00 6 848.00 5 585.00
Kalimantan Timur 15 034.00 18 336.00 12 888.00 11 929.00 9 545.00
Sulawesi Utara 26 319.00 27 194.00 39 421.00 28 303.00 27 221.00
Sulawesi Tengah 3 612.00 5 083.00 5 645.00 10 974.00 14 730.00
Sulawesi Selatan 12 999.00 26 138.00 30 981.00 33 084.00 44 807.00
Sulawesi Tenggara 5 258.00 2 220.00 7 590.00 9 674.00 6 231.00
Gorontalo 2 014.00 1 805.00 3 522.00 3 827.00 2 823.00
Sulawesi Barat 3 251.00 1 314.00 1 191.00 711.60 1 509.00
Maluku 1 735.00 732.00 197.00 362.00 622.00
Papua Barat 2 143.00 6 277.00 7 300.00 5 368.00 1 964.00
Papua 5 854.00 5 913.00 7 872.00 6 212.00 5 883.00
Sumber : Kementerian Pertanian (2012)
78
Lampiran 4 Produksi tomat tahun 2007-2011 menurut kabupaten dan kota di Jawa Barat
Kabupaten/kota Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
Bogor 7 028 6 668 5 900 4 193 6 852
Sukabumi 14 699 17 499 16 292 17 288 13 451
Cianjur 37 952 15 982 49 390 15 400 30 118
Bandung 95 509 97 192 138 486 83 123 166 174
Garut 79 879 84 670 148 511 99 125 73 329
Tasikmalaya 7 403 7 501 11 268 9 757 5 604
Ciamis 1 112 1 354 3 793 2 471 3 151
Kuningan 3 848 2 073 3 407 2 895 3 678
Cirebon 0 140 39 47 53
Majalengka 7 978 8 823 7 477 6 576 11 293
Sumedang 4 957 4 503 8 517 6 157 8 707
Indramayu 1 221 2 065 864 822 236
Subang 2 323 2 800 6 023 5 778 6 412
Purwakarta 1 251 1 584 2 789 1 976 1 860
Karawang 0 0 0 0 44
Bekasi 0 0 0 0 0
Bandung Barat 0 14 034 9 070 46 595 22 060
Kota Bogor 823 576 949 1 498 1 008
Kota Sukabumi 690 742 698 480 408
Kota Bandung 53 76 57 1 1
Kota Cirebon 0 0 0 0 0
Kota Bekasi 0 0 0 0 0
Kota Depok 0 0 0 0 0
Kota Cimahi 423 962 654 487 245
Kota Tasikmalaya 22 129 0 105 96
Kota Banjar 18 32 44 1 52
Jumlah 267 189 269 405 414 228 304 775 354,832
Sumber : Dinas Pertanian Jawa Barat (2012)
79
Lampiran 5 Jenis hama, gejala serangan hama, serta pengendalian pada tanaman tomat
No. Jenis hama Gejala serangan Pengendalian
1. Ulat tanah
Terpotongnya
tanaman pada
pangkal batang,
sehingga tanaman
mati muda. Ulat ini
bersembunyi di
dalam tanah dan
keluar pada malam
hari
- Secara fisik/mekanik: dengan
mengumpulkan dan
memusnahkan ulat yang ada
serta menjaga kebersihan kebun
dengan menggunakan umpan
beracun (10 kg dedak + 1 kg gula
merah + 100 ml Dursban) yang
dipasang di sekitar tanaman.
- Secara hayati: memanfaatkan
musuh alami dan predator.
- Secara kimiawi: menggunakan
insektisida yang efektif,
terdaftar, dan dianjurkan Komisi
Pestisida.
2. Lalat buah
Lalat ini umumnya
menyerang dengan
cara memasuka
ovipositor
menyintukan telur-
telurnya ke dalam
kulit buah tomat.
Telur-telur tersebut
kemudian akan
berubah menjadi
larva dan
menggerogoti buah
dari dalam hingga
menjadi busuk dan
rontok.
- Secara teknis: pembingkaran
tanah sekitar tanaman,
pengumpulan buah yang
terserang, memusnahkan
dengan membakar atau
dibenamkan ke dalam tanah.
- Secara fisik/mekanik:
menggunakan perangkap lalat
buah.
- Secara hayati: menggunakan
Broconidal maupun predator
seperti semut, laba-laba, dan
kumbang.
- Secara kimiawi: menggunakan
insektisida yang efektif,
terdaftar, dan dianjurkan Komisi
Pestisida.
3. Ulat buah tomat
Larva melubangi
buah, pucuk tanaman,
dan cabang-cabang
tomat sehingga buah
yang terserang busuk
dan jatuh ke tanah.
- Secara teknis: menggunakan
varietas toleran (tumpangsari
dengan jagung, penanaman
tanaman perangkap Tageter
ercota)di sekeliling tanaman tomat
dan menjaga kebersihan
lingkungan kebun dari sisa-sisa
tanaman dan rerumputan tempat
persembunyian hama serta
pengaturan waktu tanam.
- Secara fisik/mekanik: membuang
dan memusnahkan buah yang
terserang.
- Secara kimiawi: menggunakan
insektisida yang efektif, terdaftar,
dan dianjurkan Komisi Pestisida.
80
4. Kutu kebul
Nimfa dan serangga
dewasa menghisap
cairan sel pada daun
dengan gejala
berupa bercak
nektorik. Dalam
keadaan populasi
tinggi, serangan
kutu kebul dapat
menghambat
pertumbuhan
tanaman. Embun
madu yang
dikeluarkan dapat
menimbulkan
serangan jamur.
Kutu kebul
merupakan vektor
penting virus TLVC
(Tomato Leaf Curl
Virus).
- Secara teknis: rotasi tanaman
dengan tanaman yang familinya
berbeda (tumpangsari dengan
cabai atau tagetes) dan sanitasi
lingkungan.
- Secara hayati: memanfaatkan
musuh alami parasitoid dan
predator.
- Secara fisik/mekanik: pemasangan
perangkap lalat buah dan
menanami pinggiran lahan dengan
jagung dan bunga matahari.
- Secara kimiawi: menggunakan
insektisida yang efektif, terdaftar,
dan dianjurkan Komisi Pestisida
maupun penggunaan estisida
nabati (tageter dan eceng gondok).
5. Ulat grayak
Serangan pada daun
berupa bercak-
bercak putih
menerawang, hingga
menyebabkan daun
berlubang tak
beraturan dan
menyisakan tulang
daun.
- Secara teknis: sanitasi,
pengolahan tanah, penggunaan
musuh alamai parasitoid.
- Secara fisik/mekanik:
pemusnahan larva/pupa pada
tanaman yang terserang.
- Secara kimiawi: menggunakan
insektisida yang efektif,
terdaftar, dan dianjurkan Komisi
Pestisida.
6. Penggorok daun
Pengguguran daun
pada tanaman muda,
tanaman yang
terserang tampak
terbakar. Luka bekas
giggitan tanaman
dapat terinfeksi fungi
maupun bakteri
penyebab penyakit.
- Secara teknis: budidaya
tanaman sehat, pemupukan
berimbang, penyiangan gulma.
- Secara hayati: menggunakan
musuh alami parasitoid.
- Secara fisik/mekanik:
pemasangan perangkap likat
(perekat).
- Secara kimiawi: menggunakan
insektisida yang efektif,
terdaftar, dan dianjurkan Komisi
Pestisida.
Sumber : Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat, data diolah (2011)
81
Lampiran 6 Jenis penyakit, gejala serangan penyakit, serta pengendalian pada tanaman
tomat
No. Jenis penyakit Gejala serangan Penanggulangan
1. Rebah kecambah Tanaman tomat menjadi
rebah saat tanaman masih
dalam persemaian.
Pangkal batang atau
kecambah menjadi luka
sehingga patah, tanaman
menjadi kerdil, layu, dan
mati. Bagian Batang
bagian bawah dan di atas
tanah berwarna cokelat
kehitam-hitaman.
- Secara teknis: perendaman biji
tomat sebelum tanam (benih sehat),
mencabut dan memusnahkan
tanaman yang terserang.
- Secara kimiawi: penggunaan
fungisida yang efektif, terdaftar,
dan dianjurkan Komisi Pestisida.
2. Antraknosa Pada daun terdapat bercak
bulat berwarna cokelat
dan kelabu ditengahnya,
terkadang kekuningan di
tepi atau berlubang.
Terdapat bercak kecil
pada pucuk, panikle, dan
tangkai. Selanjutnya
bunga menjadi kehitaman,
pada buah terdapat bercak
berwarna cokelat hingga
gelap, buah yang matang
akan menjadi busuk.
- Secara teknis: sanitasi kebun
dengan memusnahkan gulma pada
saat pertnasan hingga panen,
pengumpulan daun yang jatuh di
tanah dan dibakar, pemasngkasan
setelah panen atau sebelum
pertunasan.
- Secara fisik/mekanik:
pembungkusan buah agar
terlindung dar kemungkinan
serangan yang dilakukan saat buah
sebesar bola pingpong.
- Secara kimiawi: penggunaan
fungisida yang efektif, terdaftar,
dan dianjurkan Komisi Pestisida.
3. Bercak daun
Septoria
Terdapat bercak lingkaran
berwana keabu-abuan
yang dikelilingi warna
hitam pada daun, batang,
dan petiol sehingga dapat
merusak permukaan daun
dan kualitas buah.
- Secara teknis: rotasi tanaman
dengan famili yang berbeda,
sanitasi lapangan dengan
memusnahkan bagian yang inang
dan gulma, penggunaan bibit dan
benih yang bebas dari patogen.
- Secara kimiawi: penggunaan
fungisida yang efektif, terdaftar,
dan dianjurkan Komisi Pestisida.
4. Bercak daun Terdapat bercak-bercak
lingkaran berwarna
cokelat tua pada daun,
batang, dan buah tomat.
Bila buah yang terserang
pada permukaan buah
terjadi sedikit kempot dan
pecah-pecah.
- Secara teknis: rotasi tanaman
dengan tanaman yang tidak satu
famili, sanitasi lapangan dengan
memusnahkan sisa tanaman inang
yang terinfeksi, penggunaan benih
bebas dari infeksi patogen,
perbaikan sistem drainase lahan,
eradikasi tanaman yang terserang.
- Secara kimiawi: penggunaan
fungisida yang efektif, terdaftar,
dan dianjurkan Komisi Pestisida.
5. Busuk daun Bercak daun yang tidak
beraturan, daun agak
basah dan lembek, lunak,
- Secara teknis: penggunaan benih
sehat, penggunaan varietas yang
resisten, pengaturan jarak tanam
82
dan berwarna kehitam-
hitaman. Bila cuaca
lembab, akan tumbuh
cendawan dan akan
busuk.
yang tidak terlalu rapat, sanitasi
lapangan dengan menghilangkan
tanaman yang terinfeksi,
perendaman benih dengan
desinfektan, rotasi tanaman dengan
tanaman bukan satu famili.
- Secara fisik/mekanik: penggunaan
fungisida yang efektif, terdaftar,
dan dianjurkan Komisi Pestisida.
6. Bulukan Daun tomat yang
terserang menjadi
bulukan, berwanra hijau
kekuning-kuningan tidak
beraturan.
- Secara teknis: pengguanan varietas
yang tahan, penanaman pada
lingkungan yang tidak terlalu
lembab.
- Secara kimiawi: penggunaan
fungisida yang efektif, terdaftar,
dan dianjurkan Komisi Pestisida.
7. Layu fusarium Tanaman yang terserang
menunjukkan layu dan
kemudian mati.
- Secara teknis: penggunaan benih
sehat, sanitasi, darinase, rotasi
tanaman, penggunaan varietas
tahan patogen.
- Secara kimiawi: penggunaan
fungisida yang efektif, terdaftar,
dan dianjurkan Komisi Pestisida.
8. Layu Bakteri Daun tanaman layu dan
nampak seperti kurang
air.
- Secara teknis: penggunaan benih
sehat, sanitasi, drainase, rotasi
tanaman, penggunaan varietas yang
tahan, pemberian kapur pada tanah.
Sumber : Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat (2011)
83
Lampiran 7 Kriteria penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) usahatani tomat
No Jenis Kriteria / Responden 1 2 ...
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Penyediaan benih - - -
Varietas benih hibrida bersertifikat yang dilepas Menteri Pertanian .... .... ....
Benih dicatat dan disimpan serta tidak kadaluarsa .... .... ....
Mutu benih memiliki tingkat kemurnian > 95% dan kadar air < 10% .... .... ....
Media tanam pembibitan berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 .... .... ....
Benih direndam dengan air hangat atau pestisida, ditiriskan, diletakkan di atas kertas hingga
berkecambah, media tanam disiram
.... .... ....
Pembibitan (rak/bedengan) di tempat terbuka yang dibuat dari bambu dan dinaungi plastik. .... .... ....
Persemaian disiram, dibersihkan dari gulma, diberi pupuk daun setelah berumur 10 hari, dan
dipindah ke lahan setelah 15-20 hari atau 4-5 helai daun tumbuh
.... .... ....
2.
a.
b.
c.
d.
e.
Pengolahan lahan - - -
Pemetaan dan pengukuran luas .... .... ....
Perencanaan denah lokasi kebun .... .... ....
Pembabatan dan pembersihan lahan .... .... ....
Pemberian mulsa plastik pada bedengan dengan diameter lubang mulsa 10 cm .... .... ....
Pemberian pupuk kandang dan pupuk anorganik .... .... ....
3.
a.
b.
c.
Penanaman - - -
Penanaman dilakukan pada sore hari .... .... ....
Batang benih diperiksa dengan kriteria batang lurus, perakaran banyak, pertumbuhan normal .... .... ....
Siram tanaman tomat .... .... ....
4.
a.
b.
c.
d.
Pemasangan ajir - - -
Dilakukan saat tanaman berumur 3 minggu setelah di lapang .... .... ....
Panjang ajir 225 cm untuk tanaman dataran tinggi .... .... ....
Ajir dipasang 10 cm dari tanaman tomat dengan kedalaman 20 cm .... .... ....
Tanaman diikat pada ajir dengan tali rafia .... .... ....
5.
a.
b.
c.
d.
Pemangkasan - - -
Pemangkasan dilakukan pada pagi hari .... .... ....
Pemangkasan daun tua dan daun yang terserang hama, pemangkasan buah pada buah cacat,
rusak, dan terkena hama penyakit
.... .... ....
.
Tanaman hasil pemangkasan dibakar atau dibuang .... .... ....
6.
a.
b.
Pengairan - - -
Frekuensi pengairan 2 hari sekali .... .... ....
Dilakukan dengan selang yang dimasukkan ke dalam mulsa plastik .... .... ....
7.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pemupukan - - -
Kapur dolomit 1.5 t/Ha .... .... ....
Pupuk kandang 30 t/Ha .... .... ....
Pupuk NPK .... .... ....
Pupuk TSP .... .... ....
Pupuk KCl .... .... ....
Pupuk Lainnya .... .... ....
8.
a. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) - - -
Dilakukan dengan pengamatan berkala (setiap minggu), perkirakan OPT yang perlu
diwaspadai, gunakan fungisida sistemik maksimal tiga kali setiap musim.
.... .... ....
9.
a.
b.
c.
Panen - - -
Penyemprotan pestisida sudah dihentikan 1-2 minggu sebelum panen .... .... ...
Tanaman tomat mulai dipanen 75 hari setelah pindah ke lapang, selanjutya 3-5 hari sekali
hingga buah habis
.... .... ....
Tingkat kematangan untuk lokasi pemasaran jauh adalah 90%, yaitu saat buah tomat berwarna
kemerahan dan 75% untuk lokasi pemasaran jarak jauh 3-7 hari sebelum berwarna merah
.... .... ....
Jumlah Kriteria Terpenuhi .... .... ....
Persentase Kriteria Terpenuhi (%) .... .... ....
Kategori Usahatani (Konv. / SOP)* .... .... ....
Keterangan : 1 = Ya, 0 = Tidak
*Konvensional = < 60% kriteria terpenuhi, SOP = > 60% kriteria terpenuhi
84
Lampiran 8 Penerapan kriteria SOP oleh petani tomat berbasis SOP di Kecamatan
Lembang
Kriteria Petani responden Jml Peme-
nuhan(%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
b. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
c. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
d. 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 7 47
e. 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 4 27
f. 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 10 67
g. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
2. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
b. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
c. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
d. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14 93
e. 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 93
3. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b. 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 8 53
c. 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14 93
4. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 10 67
b. 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3 20
c. 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3 20
d. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
5. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
b. 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 12 80
c. 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 10 67
6. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 4 27
b. 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 13 87
7. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
c. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 93
d. 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 11 73
e. 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 11 73
f. 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 7 47
8. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
9. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 13
b. 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 11 73
c. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 15 87
Jml 27 24 21 22 24 24 21 28 22 24 23 25 24 25 26
% 79 71 62 65 71 71 62 82 65 71 68 74 71 74 76
Keterangan : Jml = jumlah kriteria terpenuhi
% = persentase kriteria terpenuhi
85
Lampiran 9 Penerapan kriteria SOP oleh petani tomat konvensional di Kecamatan
Lembang
Kriteria Petani Responden Jml
Terpe-
nuhi % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 93
b. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
c. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
d. 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 7 47
e. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 7
f. 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 11 73
g. 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 87
2. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 93
b. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
c. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 100
d. 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 10 67
e. 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 93
3. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b. 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 20
c. 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13 87
4. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 4 27
b. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
c. 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 7
d. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 93
5. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 11 73
b. 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 8 53
c. 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 20
6. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 7
b. 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 8 53
7. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b. 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 87
c. 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 93
d. 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 9 60
e. 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 8 53
f. 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 13
8. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 11 73
9. - - - - - - - - - - - - - - - - -
a. 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 5 35
b. 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 7 47
c. 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 73
Jml 20 20 20 20 20 19 20 19 20 18 18 20 20 18 18
% 59 59 59 59 59 56 59 56 59 53 53 59 59 53 53
Keterangan : Jml = jumlah kriteria terpenuhi
% = persentase kriteria terpenuhi
Pertanian tomat pada perbukitan di Kecamatan Lembang
Persemaian benih tomat
Lampiran 10 Dokumentasi penelitian usahatani tomat di Kecamatan Lembang
Potensi pertanian tomat di Kecamatan Lembang
86
87
Penyemaian benih tomat dalam skala kecil
Persiapan lahan
Kegiatan pemberian lubang mulsa Kegiatan pengukuran jarak lubang mulsa
88
Lahan yang telah diberi mulsa
Pupuk kandang Sumur air sebagai sumber air tanah
Sepatu boot untuk kegiatan di lapang Sprayer
89
Tanaman tomat yang terserang penyakit
busuk daun
Tanaman tomat yang terkena penyakit
bercak daun
Buah tomat yang telah diberi semprotan
pestisida
Tanaman tomat dengan pertumbuhan buah normal
Pemberian benang sebagai penyangga
tanaman tomat
90
Buah tomat yang terserang penyakit busuk buah
Tanaman tomat yang ditumpangsarikan dengan tanaman cabai merah
Rumput liar yang tumbuh sebagai
gulma
Sisa bagian tanaman tomat yang
membusuk dan tidak dibuang
91
Kegiatan perawatan tanaman tomat (pemberian pupuk berkala)
Kegiatan panen yang dilakukan oleh tenaga kerja wanita
92
Lampiran 11 Biaya rata-rata dan persentase biaya pada usahatani tomat di
Kecamatan Lembang pada luas lahan 1 000 m2 per musim tanam
No. Jenis biaya Usahatani SOP Usahatani konvensional
Nilai (Rp) Persentase (%) Nilai (Rp) Persentase (%)
A. Biaya tunai
1 Benih 296 195.88 4.96 505 306.62 8.25
Total biaya benih 296 195.88 4.96 505 306.62 8.25
2 Pupuk
Kandang 328 776.15 5.50 1 048 970.24 17.13
NPK 244 611.86 4.09 517 059.64 8.45
TSP 31 399.54 0.53 52 876.98 0.86
KCL 18 242.54 0.31 36 695.24 0.60
Lainnya 1 248.92 0.02 54 857.14 0.90
Total biaya pupuk 624 279.02 10.45 1 710 459.24 27.94
3 Pestisida
Anthracal 43 616.67 0.73 26 134.92 0.43
Bazooka 37 350.46 0.63 18 811.22 0.31
Daconil 186 933.33 3.13 129 023.58 2.11
Prepathon 4 235.03 0.07 4 721.09 0.08
Lainnya 421 480.69 7.06 179 349.21 7.06
Total biaya pestisida 693 616.18 11.61 358 040.02 9.97
4 Mulsa 173 811.55 2.91 120 256.99 1.96
Total biaya mulsa 173 811.55 2.91 120 256.99 1.96
5 Tenaga kerja
Penyediaan benih 648 333.33 10.85 433 333.33 7.08
Pengolahan lahan 341 811.11 5.72 399 088.89 6.52
Penanaman 131 133.33 2.20 90 800.00 1.48
Pemasangan ajir 85 266.67 1.43 77 600.00 1.27
Perawatan tanaman 1 634 666.67 27.36 1 340 333.33 21.89
Panen 484 802.67 8.12 171 469.33 2.80
Total biaya tenaga kerja 3 326 013.78 55.67 2 512 624.89 41.04
6 Pajak Tanah 10 000.00 0.17 16 666.67 0.27
Total biaya pajak tanah 10 000.00 0.17 16 666.67 0.27
Total biaya tunai 5 123 916.41 85.77 5 576 673.36 89.44
B. Jenis biaya non tunai
1. Benih 0.00 0.00 0.00 0.00
Total biaya benih 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Sewa lahan 88 826.72 1.49 46 666.67 0.76
Total biaya sewa lahan 88 826.72 1.49 46 666.67 0.76
3 Tenaga kerja
Penyediaan benih 28 800.00 0.48 101 666.67 1.66
Pengolahan lahan 52 000.00 0.87 12 166.67 0.20
Penanaman 6 000.00 0.10 11 266.67 0.18
Pemasangan ajir 6 000.00 0.10 18 666.67 0.30
Perawatan tanaman 268 000.00 4.49 385 666.67 6.30
Panen 349 866.67 5.86 283 333.33 4.63
Total biaya tenaga kerja 710 666.67 11.90 812 766.67 13.27
4 Penyusutan
Cangkul 17 916.67 0.30 14,722.22 0.24
Karung 21 604.17 0.36 15,383.33 0.25
Kored 2 020.83 0.03 1,937.50 0.03
Gunting 4 513.89 0.08 4,513.89 0.07
Sprayer 4 583.33 0.08 3,194.44 0.05
Total biaya peralatan 50 638.89 0.85 39,751.39 0.65
Total biaya non tunai 850 132.28 14.23 899,184.72 14.69
Biaya total 5 974 048.68 100.00 6 475,858.09 100.00
93
Lampiran 12 Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tomat di
Kecamatan Lembang melalui aplikasi Mintab
Regression Analysis: Y versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; X7; X8; D The regression equation is
Ln Y = Ln 0,705 + Ln 0,693 X1 + Ln 0,108 X2 + Ln 0,0808 X3 + Ln 0,0506 X4
+ Ln 0,0311 X5 – Ln 0,0179 X6 + Ln 0,218 X7 + Ln 0,016 X8 + Ln
0,0146 D
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 0,7053 0,6002 1,18 0,025
X1 0,6934 0,1865 3,72 0,001 4,6
X2 0,10757 0,08852 1,22 0,023 1,9
X3 0,08081 0,08750 0,92 0,036 1,7
X4 0,05065 0,06056 0,84 0,041 1,8
X5 0,03109 0,06576 0,47 0,044 2,7
X6 -0,01793 0,03798 -0,47 0,044 1,3
X7 0,2177 0,1910 1,14 0,268 3,0
X8 0,0157 0,3639 0,04 0,046 3,2
D -0,01459 0,08803 -0,17 0,870 1,6
S = 0,191715 R-Sq = 87,0% R-Sq(adj) = 81,1%
PRESS = 2,60668 R-Sq(pred) = 53,78%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 9 4,90443 0,54494 14,83 0,000
Residual Error 20 0,73509 0,03675
Total 29 5,63952
Durbin-Watson statistic = 2,18577
Fitted Value
Re
sid
ua
l
4,54,03,53,02,5
0,3
0,2
0,1
0,0
-0,1
-0,2
-0,3
Residuals Versus the Fitted Values(response is Y)
Grafik residual terhadap fitted values
94
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tangal 19 Juli 1990.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Didi Ahmadi dan Ibu Tati Hartati serta
saudara perempuan dari Dila Adiningtyas.
Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak
Muma 05 Podok Aren pada tahun 1995. Pendidikan Tingkat
Dasar penulis dimulai pada tahun 1996 di SD Negeri Pinang 7
selama satu tahun dan melanjutkan ke SD Negeri Pinang 3
Tangerang pada tahun 1997 hingga lulus pada tahun 2002. Selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikannya ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri
3 Tangerang selama 3 tahun. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah di tingkat
Menengah Atas, yaitu di SMA Negeri 3 Tangerang pada tahun 2005dan lulus
pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima pada Program Diploma III
Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis melalui
jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Karya penulis berupa tugas akhir yang
berjudul Kajian Pengembangan Bisnis Kemitraan pada Peternakan Domba
Tawakkal diselesaikan penulis pada tahun 2011 dan mengantarkan penulis lulus
pada tahun yang sama. Penulis melanjutkan studikembali pada Program Sarjana
Alih Jenis Agribisnis di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB).
Selama masa pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi seperti Paskibra,
Kegiatan Rohani, Pramuka, Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK), Paduan
Suara, dan Palang Merah Remaja (PMR) selama Sekolah Dasar (SD) hingga
Sekolah Menengah Atas (SMA). Selama masa perkuliahan, penulis juga aktif
dalam kegiatan kepanitiaan dan mengikuti seminar-seminar yang berkaitan
dengan pendidikan. Penulis juga mendapatkan kesempatan memperoleh beasiswa
dari Jamsostek pada tahun 2013. Berbagai pelajaran banyak diperoleh penulis
selama menempuh masa pendidikan yang dapat dijadikan sebagai bekal dan
pengalaman agar menjadi lebih baik.